Kajian struktur dan uji fluks membran polisulfon dengan metode inversi fasa

ABSTRAK
Rendra Juniarzadinata. Kajian Struktur dan Uji Fluks Membran Polisulfon Dengan Metode
Inversi Fasa. Dibimbing oleh Mersi Kurniati dan Irmansyah.
Pada penelitian ini pembuatan membran polisulfon dilakukan dengan metode inversi fasa
dengan harapan diperoleh struktur morfologi membran yang rapat dan berpori dengan
menggunakan pelarut DMAc. Pembuatan membran polisulfon dengan melakukan variasi
konsentrasi dan variasi waktu sonikasi. Perlakuan sonikasi menggunakan alat ultrasonics
processor (Cole-Palmer 20 kHz 130 watt). Variasi konsentrasi sebagai berikut : konsentrasi 10%,
12%, 15% masing-masing sonikasi selama 3 jam. Variasi waktu sonikasi menggunakan
konsentrasi 10% dengan waktu sonikasi 0 jam, 0.5 jam, 1 jam. Sistem filtrasi menggunakan aliran
umpan dengan metode dead end artinya aliran umpan tegak lurus permukaan membran. Pada
pengamatan kinerja membran dilakukan beberapa karakterisasi seperti karakterisasi X-ray
diffraction (XRD) dari semua sampel membran polisulfon menunjukkan membran bersifat amorf,
konsentrasi 15% memiliki nilai intensitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi 12%
dan 10%, sedangkan pada variasi waktu sonikasi, konsentrasi 10%, waktu 0,5 jam memiliki nilai
intensitas yang tinggi dibandingkan dengan yang 3 jam dan 1 jam, scanning electron microscope
(SEM) morfologi penampang melintang membran melalui citra SEM memperlihatkan pori-pori
yang terbentuk yaitu asimetri menjari, permukaan melintang 10% lebih rapat dibandingkan dengan
12% dan 15%, ukuran pori konsentrasi 10%, 12%, 15% yaitu berkisar 1-1,8 µm. Ukuran pori
konsentrasi 10 % variasi waktu 0 jam, 0,5 jam, 1 jam yaitu 1-2,5 µm, fourier transform infrared
(FTIR) membuktikan adanya gugus fungsi sulfon yang terbentuk dalam membran pada bilangan

gelombang 1150 cm-1, 1170 cm-1, 1298 cm-1, 1325 cm-1, dan Hasil fluks diperoleh nilai optimum
pada konsentrasi 10% dengan waktu sonikasi 0.5 jam.

Kata Kunci: Membran, polisulfon, metode inversi fasa, filtrasi, fluks

1

PENDAHULUAN
Latar belakang
Penelitian dan pengembangan teknologi
membran saat ini berkembang dengan pesat.
Teknologi penggunaan membran telah banyak
digunakan dalam berbagai bidang, antara lain
bidang bioteknologi, farmasi, industri
makanan dan minuman. Keunggulan tersebut
yaitu, pemisahan dengan membran dapat
berlangsung secara terus menerus, tidak
membutuhkan
zat
kimia

tambahan,
penggunaan energi yang rendah, mudah
digabung dengan proses pemisahan lain, dan
mudah ditingkatkan kapasitasnya. Membran
dapat bertindak sebagai filter yang sangat
spesifik. Hanya molekul-molekul dengan
ukuran tertentu saja yang bisa melewati
membran sedangkan sisanya akan tertahan di
permukaan membran. Selain keunggulan yang
telah disebutkan, teknologi membran ini
sederhana, praktis, dan mudah untuk
dilakukan.1
Membran
sebagai
suatu
lapisan
penghalang selektif yang memisahkan dua
fasa, yaitu fasa campuran yang akan
dipisahkan dan fasa hasil pemisahan.2
Membran akan menahan zat tertentu dan

melewatkan zat yang lain. Zat yang berukuran
besar akan tertahan dan yang ukurannya lebih
kecil
dari
pori-pori membran akan
dilewatkan.3
Penelitian
yang
mendasar
bagi
perkembangan teknologi membran adalah
proses pembuatan polimer yang merupakan
bahan dasar membran. Berbagai macam
polimer telah banyak digunakan sebagai
bahan pembuatan membran. Salah satu
polimer yang biasa digunakan sebagai bahan
membran adalah polisulfon. Polisulfon banyak
digunakan dalam pembuatan membran, karena
polimer tersebut memiliki sifat kestabilan
kimia yang cukup tinggi yaitu tahan terhadap

perubahan pH, daya ulur rendah, kekuatan
tarik tinggi, dan stabil dalam temperatur
ruang.1
Karakter
membran
tidak
hanya
dipengaruhi oleh polimer penyusunnya, tetapi
juga kinerjanya yang terdiri dari permeabilitas
dan selektivitas.1 Kedua karakter membran
tersebut biasanya saling berlawanan. Suatu
membran dengan permeabilitas tinggi
biasanya memiliki selektivitas yang rendah,
dan sebaliknya. Dalam pembuatan membran
kedua karakter tersebut diusahakan pada
kondisi optimumnya, yaitu membran dengan
permeabilitas dan selektivitas yang cukup
tinggi.

Teknik pembuatan membran yang paling

banyak digunakan adalah metode inversi fasa
yang dapat menghasilkan struktur membran
yang rapat dan berpori. Metode inversi fasa
pada dasarnya mengubah campuran bahan
polimer berupa larutan polimer pelarut dari
fasa cair menjadi fasa padat.5 Pemilihan
polimer sebagai bahan baku membran
dilakukan berdasarkan faktor strukturalnya.
Faktor struktural ini akan menentukan
permeabilitas
dan
selektivitas.
Faktor
permeaabilitas dan selektivitas pada suatu
membran berdasarkan pada ukuran pori,
jumlah pori, keseragaman pori. Pada ukuran
pori yang lebih kecil, jumlah pori yang lebih
banyak, dan keseragaman pori yang terbentuk
dapat meningkatkan permeabilitas dan
selektivitas pada membran. Penggunaan bahan

polisulfon sebagai bahan dasar dalam
pembuatan membran memiliki beberapa
keistimewaan yaitu memiliki stabilitas suhu
dan kimia yang sangat baik dan tidak mudah
rusak.4
Penelitian ini melakukan beberapa
variasi, yaitu variasi konsentrasi dan variasi
waktu sonikasi. Variasi konsentrasi digunakan
konsentrasi 10%, 12%, dan 15% selama 3 jam
sonikasi, sedangkan variasi waktu sonikasi
hanya pada konsentrasi 10% yaitu variasi
waktu 0 jam, 0,5 jam, dan 1 jam. parameter
yang digunakan dalam penilaian kinerja
membran yaitu uji fluks. Agar diperoleh nilai
fluks yang sesuai maka dilakukan pembuatan
membran dengan jumlah pori yang banyak
tetapi ukuran yang kecil. Pemilihan
konsentrasi larutan polisulfon dilakukan
berdasarkan studi pustaka yang menyatakan
bahwa konsentrasi larutan polimer 12%-15%

menghasilkan mempbran dengan kinerja yang
baik.3
Tujuan
1. Sintesis
membran
polisulfon
menggunakan
pelarut
N,Ndimetilacetamid (DMAc).
2. Mempelajari
kinerja
membran
polisulfon dengan menelaah struktur
morfologi dan nilai fluks membran.
Hipotesis
1. Semakin meningkatnya konsentrasi
polisulfon sampai batas tertentu
maka akan semakin mengurangi nilai
fluks.
2. Semakin lama waktu sonikasi sampai

batas tertentu maka ukuran pori-pori
yang terbentuk semakin kecil dan
seragam dan meningkatkan nilai
fluks.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Membran
Kata membran berasal dari bahasa Latin
“membrana” yang berarti kulit kertas. Saat ini
kata membran telah diperluas untuk
menggambarkan
suatu lembaran
tipis
fleksibel, bertindak sebagai pemisah selektif
antara dua fase karena sifat semipermeabelnya.1 Membran adalah suatu bahan
yang dapat memisahkan dua komponen
dengan cara yang spesifik, yaitu menahan atau
melewatkan salah satu komponen lebih cepat

daripada komponen lainnya dan memiliki
ketebalan yang cukup kecil dibandingkan
dengan luasnya. Karena itu maka membran
bersifat semi permeabel.5
Klasifikasi membran dapat dibedakan
berdasarkan eksistensi (Organik: alami,
sintetis dan Anorganik: keramik, gelas, metal,
zeolit), morfologi (asimetrik dan simetrik),
dan
fungsi
(mikrofiltrasi,
ultrafiltrasi,
nanofiltrasi, osmosa balik).1
Operasi membran dapat diartikan
sebagai proses pemisahan suatu komponen
dari aliran fluida melalui suatu membran.
Membran berfungsi sebagai penghalang tipis
yang sangat selektif, hanya dapat melewatkan
komponen tertentu dan menahan komponen
lain dari suatu aliran fluida yang dilewatkan

melalui membran. Proses pemisahan membran
berupa perpindahan materi secara selektif
karena gaya dorong atau penggerak yang
berupa perbedaan konsentrasi, tekanan,
poetnsial listrik atau suhu.5
Proses pemisahan, membran seharusnya
memiliki sifat ketahanan kimia, stabilitas
mekanik, stabilitas termal, permeabilitas
tinggi, selektivitas tinggi, operasi yang stabil.6
Secara umum proses pemisahan membran
dapat dilihat pada Gambar 1.3
K

Metode Inversi Fasa
Metode inversi fasa terdiri dari 4 metode
yaitu pengendapan inversi, pengendapan
dengan pengendalian uap, pengendapan fasa
uap, dan pengendalian termal.8 Metode yang
banyak digunakan yaitu polimer dan pelarut
dicetak pada plat kaca, kemudian dicelupkan

ke dalam bak koagulasi yang berisikan non
pelarut. Pelarut berdifusi ke dalam bak
koagulasi dan non pelarut berdifusi ke dalam
lapisan membran yang dicetak. Setelah proses
difusi dan selama proses penguapan maka
menghasilkan membran yang mempunyai
struktur asimetrik.5 Selama proses pembuatan
membran terjadi penguapan pelarut sehingga
diperoleh membran yang ukuran porinya
kecil.
Material Pembuatan Membran
Pada proses pembuatan membran
sintetik dapat dilakukan dengan bahan
material organik maupun anorganik. Material
organik sebagai bahan membran biasanya
berupa polimer misalnya selulosa asetat,
polikarbonat, dan polisulfon. Bahan anorganik
meliputi keramik, kaca, logam. Pelarut yang
digunakan pada sintesis membran tergantung
polimer yang digunakan, untuk membran
polisulfon yang disintesis pada penelitian ini
menggunakan pelarut DMAc (dimetil
asetamida).
Polisulfon
Polisulfon adalah suatu produk polimer
yang
dihasilkan
dari
reaksi
di-pdichlorodiphenyl sulfone dengan garam
sodium dari bisphenol-A yang bersifat
hidrofobik.4 Polisulfon adalah bahan polimer
tahan terhadap panas (termoplastik) sampai
suhu 1900, stabil antara pH 1,5-13 punya
kekuatan tarik yang baik, tidak larut atau
rusak oleh asam-asam encer atau alkali.
Gambar 2 menunjukkan struktur polisulfon.6

Gambar 2. Struktur polisulfon

Gambar 1. Proses pemisahan membran

N,N-Dimetilacetamid (DMAC)
DMAc (N,N-dimetilacetamid) adalah
pelarut yang tidak mudah menguap, karena
memiliki titik didih 166ºC, bersifat racun dan
dapat menimbulkan iritasi pada kulit dan
mata. Pelarut ini memiliki massa jenis 0,94
kg/L dan dapat melarutkan polisulfon dengan
baik.5 DMAc bersifat dapat berkontaminasi
melalui pernafasan dan kontak dengan kulit

3

karena mudah diserap kulit selain itu juga
mudah terbakar.6 Gambar 3 merupakan
struktur DMAc.4

Gambar 3. Struktur N,N- dimetilacetamid
Sonikasi
Gelombang
ultrasonik
merupakan
gelombang mekanik longitudinal yang
memiliki frekuensi lebih dari 20 kHz. Pada
alat ultrasonics processor Cole-Palmer
memiliki frekuensi 20 kHz dan daya 130 watt.
Alat ini memiliki waktu sonikasi, amplitudo,
dan pulsa gelombang yang dapat diatur sesuai
dengan kebutuhan. Gelombang ultrasonik
dapat didengar dan digunakan sebagai alat
komunikasi oleh pendengaran beberapa jenis
binatang seperti kelelawar, lumba-lumba, dan
anjing. merupakan rambatan energi dan
momentum mekanik, sehingga membutuhkan
medium untuk merambat sebagai interaksi
dengan molekul. Medium yang digunakan
antara lain padat, cair, dan gas.14 Batas
rentang gelombang ultrasonik mencapai 5
MHz pada gas dan mencapai 500 MHz pada
cairan dan padatan.
Ultrasonik yang memiliki intensitas
tinggi dapat menginduksi perubahan fisika
dan kimia. Efek fisika dari gelombang
ultrasonik adalah emulsifikasi. Enkapsulasi
partikel inorganik dengan polimer, modifikasi
ukuran partikel pada serbuk polimer, hingga
pemotongan dan pembentukkan termoplastik.
Efek kimia gelombang ultrasonik tidak secara
langsung berinteraksi dengan molekulmolekul untuk menginduksi suatu perubahan
kimiawi.16 Hal ini dikarenakan panjang
gelombang
ultrasonik
tidak
dapat
mengidentifikasi panjang gelombang molekulmolekul.
Penggunaan
gelombang
ultrasonik
sangat efektif dalam pembentukkan materi
berukuran nano. Gelombang ultrasonik
banyak diterapkan pada berbagai bidang
instrumentasi kesehatan. Salah satu yang
terpenting dari aplikasi gelombang ultrasonik
adalah pemanfaatannya dalam menimbulkan
efek kavitasi akustik. Efek ini digunakan
dalam pembuatan bahan berukuran nano
dengan metode emulsifikasi.16

Ketika gelombang ultrasonik menjalar
pada fluida, terjadi siklus rapatan dan
regangan. Tekanan negatif yang terjadi ketika
regangan menyebabkan molekul dalam fluida
tertarik dan terbentuk kehampaan, kemudian
membentuk gelembung yang akan menyerap
energi suara sehingga dapat memuai.
Gelombang akan berosilasi dalam siklus
rapatan dan regangan. Selama osilasi,
sejumlah energi berdifusi masuk dan keluar
gelembung. Energi masuk terjadi ketika
regangan dan energi keluar ketika rapatan,
dalam hal ini energi yang keluar lebih kecil
daripada energi yang masuk sehingga
gelembung memuai sedikit demi sedikit
selama regangan kemudian menyusut selama
rapatan. Ukuran kritis gelembung ini disebut
ukuran resonan yang tergantung pada fluida
dan frekuensi suara. Dalam kondisi ini,
gelembung tidak dapat lagi menyerap energi
secara efisien. Tanpa energi input, gelombang
tidak dapat mempertahankan dirinya, fluida di
sekitarnya akan menekannya dan gelembung
akan mengalami ledakan yang menghasilkan
tekanan yang besar. Gelembung ini yang
disebut gelembung kavitasi.
Selama perambatan gelombang suara
dalam medium intensitas gelombang semakin
menurun seiring semakin besarnya jarak dari
sumber radiasi. Lamanya waktu sonikasi
mempengaruhi energi yang diberikan pada
molekul. Semakin lama waktu sonikasi, maka
akan semakin besar energi yang diberikan.
Hal ini terkait dengan persamaan
E = P. t

(1)

Keterangan :
E = energi (watt/sekon)
P = daya (watt)
t = waktu (sekon)
Suspensi dalam larutan menghasilkan
kecepatan tumbuk antar partikel yang dapat
merubah morfologi permukaan, komposisi,
dan reaktivitas.16 Semakin lama proses
sonikasi, maka energi yang diterima partikel
semakin rata pada bagian larutan, sehingga
ukuran partikel semakin homogen.
Proses Pemisahan (filtrasi) Membran
Berdasarkan arah aliran larutan umpan,
sistem pemisahan menggunakan membran
dapat dibedakan menjadi sistem dead-end dan
cross-flow.3 Gambar 4 merupakan skema
pemisahan berdasarkan arah alir umpan.3

4

(a)

(a)

(b)
Gambar 4. Arah Alir umpan pada membran:
(a) Dead-end, (b)cross-flow
Pada sistem dead-end arah aliran
umpan tegak lurus permukaan membran.
Sistem ini mempunyai kelemahan yaitu
terjadinya fouling yang terbentuk pada
permukaan membran. Fouling ini disebabkan
oleh endapan organik, anorganik dan partikel
lain. Jika pelapisan ini semakin tinggi, fluks
akan menurun sampai mencapai nilai nol.
Pada sistem cross-flow arah aliran larutan
umpan sejajar dengan permukaan membran.
Pada sistem ini fouling masih dapat terjadi,
namun dapat dikurangi dengan gaya dorong
aliran umpan akibat kecepatan alir larutan
umpan memegang peranan penting untuk
meningkatkan efesiensi pemisahan.12
Karakterisasi Membran
Fluks
Rata-rata nilai laju alir hasil
pemisahan dinyatakan sebagai fluks, yaitu
jumlah volume yang diperoleh pada operasi
membran persatuan luas membran per satuan
waktu.12 Nilai fluks dapat diperoleh dengan
menggunakan persamaan :

J

V
A.t

Keterangan :
J = nilai fluks (Liter/m2.jam)
V = volume permeate (Liter)
A = luas permukaan membrane (m2)
t = waktu(jam)

X-Ray Diffraction (XRD)
XRD
merupakan
metode
yang
digunakan untuk mengetahui struktur kristal,
perubahan fasa dan derajat kristalinitas.
Difraksi sinar-X oleh atom-atom yang
tersusun di dalam kristal menghasilkan pola
yang berbeda bergantung pada konfigurasi
yang dibentuk oleh atom-atom dalam kristal.
Elektron yang dipancarkan dengan tegangan
tinggi menembak target (Cu, Fe, Co).18 Energi
kinetik elektron yang menembak target
berubah menjadi panas dan sinar-X yang
dipancarkan terdistribusi secara kontinu
dengan panjang gelombang yang berbeda.
Sinar-X ditembakkan pada bahan
sehingga terjadi interaksi dengan elektron
dalam
atom.
Ketika
foton
sinar-X
bertumbukkan dengan elektron, beberapa
foton
hasil
tumbukkan
mengalami
pembelokkan dari awal arah datang. Jika
panjang gelombang hamburan sinar-X tidak
berubah (foton sinar-X tidak kehilangan
banyak energi) dinamakan hamburan elastik
dan terjadi perubahan momentum dalam
proses hamburan. Sinar-X ini membawa
informasi distribusi atom dalam material.
Gelombang yang terdifraksikan resultan
intensitasnya termodulasi kuat oleh interaksi
ini. Jika atom-atom tersusun periodik dalam
kristal, gelombang terdifraksikan akan terdiri
dari interferensi maksimum tajam. Metode
XRD berdasarkan sifat difraksi sinar-X yaitu
hamburan dengan panjang gelombang λ saat
melewati kisi kristal dengan sudut Ө melewati
kisi kristal dengan jarak antar bidang kristal d
berdasarkan Hukum Bragg.
n λ = 2 d sin Ө

(3)

Berdasarkan teori difraksi, suduk
difraksi tergantung pada lebar celah kisi
sehingga mempengaruhi pola difraksi,
sedangkan
intensitas
cahaya
difraksi
bergantung pada jumlah kisi kristal yang
memiliki orientasi yang sama. Gambar 5
merupakan pola difraksi Hukum Bragg.17

(1)

Gambar 5. Hukum Bragg

5

Scanning Electron Microscopy (SEM)
SEM digunakan untuk mengamati
morfologi suatu bahan, prinsip kerja SEM
adalah sifat gelombang dari elektron yaitu
difraksi pada sudut yang sangat kecil.
Elektron dapat dihamburkan oleh sampel yang
bermuatan (karena sifat listriknya). Prinsip
kerja alat ini hampir menyerupai alat
mikroskop optik, sedikit perbedaan yaitu,
pertama berkas elektron di sejajarkan dan
difokuskan oleh magnet yang berfungsi
sebagai lensa. Elektron memiliki energi 100
keV yang menghasilkan panjang gelombang
kira-kira 0,04 nm. Spesimen sasaran sangat
tipis agar berkas yang dihantarkan tidak
diperlambat atau dihamburkan terlalu banyak.
Bayangan
akhirnya
diproyeksikan
ke
permukaan layar. Berbagai distorsi yang
terjadi akibat pemfokusan dengan lensa
magnetik
membatasi
resolusi
sampai
sepersepuluh nm.19
Fourier Transform Infra Red (FTIR)
FTIR
merupakan
suatu
metode
spektroskopi infrared (IR) yang dapat
mengidentifikasi kandungan gugus kompleks
dalam senyawa tetapi tidak dapat menentukan
molekular unsur penyusunannya. Pada
spekroskopi IR, radiasi IR ditembakkan pada
sampel. Sebagian radiasi IR diserap oleh
sampel dan sebagian lainnya diteruskan. Jika
frekuensi dari suatu vibrasi sama dengan
frekuensi radiasi IR yang langsung menuju
molekul, molekul akan menyerap radiasi
tersebut.
Spektrum
yang
dihasilkan
menggambarkan absorpsi dan transmisi
molekular.3
Sistem optik spektofotometer FTIR
dilengkapi dengan cermin yang bergerak
tegak lurus dan cermin bergerak tegak lurus
dan cermin yang diam dengan demikian
radiasi IR akan menimbulkan perbedaan jarak
yang bergerak dan jarak cermin yang diam.
Hubungan antara intensitas radiasi IR yang
diterima detektor terhadap retardasi disebut
sebagai interferogram. Sedangkan sistem
optik dari Spektofotometer IR yang
didasarkan atas bekerjanya interferometer
disebut sistem optik fourier transform infra
red.
Pada sitem optik FTIR digunakan
radiasi laser (light amplification by stimulated
emission of radiation) yang berfungsi sebagai
radiasi yang diinterferensikan dengan radiasi
IR agar sinyal radiasi yang diterima oleh
detektor secara utuh dan lebih baik.
Karakterisasi menggunakan FTIR dapat
dilakukan dengan menganalisis spektra yang

dihasilkan sesuai dengan puncak-puncak yang
dibentuk oleh suatu gugus fungsi, karena
senyawa tersebut dapat menyerap radiasi
elektromagnetik pada daerah inframerah
dengan panjang gelombang antara 0.78 – 1000
µm.18

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di Laboraturium
Biofisika, Departemen Fisika, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut
Pertanian
Bogor.
Penelitian
dilaksanakan selama 5 bulan yaitu pada bulan
Desember 2009 - April 2010. Analisa sampel
dilakukan dengan XRD dan FTIR di
Laboratorium Terpadu Universitas Islam
Negeri (UIN) Ciputat dan analisa SEM
dilakukan di Pusat Pengembangan Geologi
Laut (PPGL) Bandung.
.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian
ini
antara
lain
polisulfon,
pelarut
dimetilasetamida (DMAc), dan aquades. Alat
yang digunakan terdiri dari neraca analitik,
cawan petri, sudip, alumunium foil, spatula,
tabung erlenmeyer, pipet volumetri, pipet
tetes, gelas ukur, gelas piala, hot plate stirrer,
magnetic stirrer, ultrasonic processor, plat
kaca, nampan plastik, stopwatch, alat penguji
fluks, sedotan plastik.
Pembuatan Membran
Penelitian ini meliputi dua tahapan yaitu
tahap pembuatan membran polisulfon dan
tahap karakterisasi struktur membran dan uji
fluks. Langkah awal penelitian ini adalah
membuat larutan membran polisulfon..
Membran polisulfon dibuat dengan dua
perlakuan yaitu memvariasikan konsentrasi
larutan dengan waktu sonikasi konstan, dan
memvariasikan
waktu
sonikasi
pada
konsentrasi larutan yang sama. Teknik yang
digunakan dalam pembuatan membran adalah
metode inversi fasa.
Pada pembuatan membran variasi
konsentrasi, sampel dibagi menjadi tiga yaitu
10%, 12% dan 15%. Mula-mula polisulfon
ditimbang sebanyak 2 g; 2,4 g; dan 3 g,
kemudian polisulfon tersebut dilarutkan
dengan menggunakan pelarut (DMAc) 100%
sebanyak 18 g; 17,6 g; dan 17 g atau 19,15
ml; 18,7 ml; dan 18,1 ml pada masing-masing
tabung erlenmeyer sehingga diperoleh larutan
polisulfon dengan konsentrasi 10% (b/b), 12%
(b/b) , dan 15% (b/b). Larutan ditutup dengan

5

Scanning Electron Microscopy (SEM)
SEM digunakan untuk mengamati
morfologi suatu bahan, prinsip kerja SEM
adalah sifat gelombang dari elektron yaitu
difraksi pada sudut yang sangat kecil.
Elektron dapat dihamburkan oleh sampel yang
bermuatan (karena sifat listriknya). Prinsip
kerja alat ini hampir menyerupai alat
mikroskop optik, sedikit perbedaan yaitu,
pertama berkas elektron di sejajarkan dan
difokuskan oleh magnet yang berfungsi
sebagai lensa. Elektron memiliki energi 100
keV yang menghasilkan panjang gelombang
kira-kira 0,04 nm. Spesimen sasaran sangat
tipis agar berkas yang dihantarkan tidak
diperlambat atau dihamburkan terlalu banyak.
Bayangan
akhirnya
diproyeksikan
ke
permukaan layar. Berbagai distorsi yang
terjadi akibat pemfokusan dengan lensa
magnetik
membatasi
resolusi
sampai
sepersepuluh nm.19
Fourier Transform Infra Red (FTIR)
FTIR
merupakan
suatu
metode
spektroskopi infrared (IR) yang dapat
mengidentifikasi kandungan gugus kompleks
dalam senyawa tetapi tidak dapat menentukan
molekular unsur penyusunannya. Pada
spekroskopi IR, radiasi IR ditembakkan pada
sampel. Sebagian radiasi IR diserap oleh
sampel dan sebagian lainnya diteruskan. Jika
frekuensi dari suatu vibrasi sama dengan
frekuensi radiasi IR yang langsung menuju
molekul, molekul akan menyerap radiasi
tersebut.
Spektrum
yang
dihasilkan
menggambarkan absorpsi dan transmisi
molekular.3
Sistem optik spektofotometer FTIR
dilengkapi dengan cermin yang bergerak
tegak lurus dan cermin bergerak tegak lurus
dan cermin yang diam dengan demikian
radiasi IR akan menimbulkan perbedaan jarak
yang bergerak dan jarak cermin yang diam.
Hubungan antara intensitas radiasi IR yang
diterima detektor terhadap retardasi disebut
sebagai interferogram. Sedangkan sistem
optik dari Spektofotometer IR yang
didasarkan atas bekerjanya interferometer
disebut sistem optik fourier transform infra
red.
Pada sitem optik FTIR digunakan
radiasi laser (light amplification by stimulated
emission of radiation) yang berfungsi sebagai
radiasi yang diinterferensikan dengan radiasi
IR agar sinyal radiasi yang diterima oleh
detektor secara utuh dan lebih baik.
Karakterisasi menggunakan FTIR dapat
dilakukan dengan menganalisis spektra yang

dihasilkan sesuai dengan puncak-puncak yang
dibentuk oleh suatu gugus fungsi, karena
senyawa tersebut dapat menyerap radiasi
elektromagnetik pada daerah inframerah
dengan panjang gelombang antara 0.78 – 1000
µm.18

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di Laboraturium
Biofisika, Departemen Fisika, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut
Pertanian
Bogor.
Penelitian
dilaksanakan selama 5 bulan yaitu pada bulan
Desember 2009 - April 2010. Analisa sampel
dilakukan dengan XRD dan FTIR di
Laboratorium Terpadu Universitas Islam
Negeri (UIN) Ciputat dan analisa SEM
dilakukan di Pusat Pengembangan Geologi
Laut (PPGL) Bandung.
.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian
ini
antara
lain
polisulfon,
pelarut
dimetilasetamida (DMAc), dan aquades. Alat
yang digunakan terdiri dari neraca analitik,
cawan petri, sudip, alumunium foil, spatula,
tabung erlenmeyer, pipet volumetri, pipet
tetes, gelas ukur, gelas piala, hot plate stirrer,
magnetic stirrer, ultrasonic processor, plat
kaca, nampan plastik, stopwatch, alat penguji
fluks, sedotan plastik.
Pembuatan Membran
Penelitian ini meliputi dua tahapan yaitu
tahap pembuatan membran polisulfon dan
tahap karakterisasi struktur membran dan uji
fluks. Langkah awal penelitian ini adalah
membuat larutan membran polisulfon..
Membran polisulfon dibuat dengan dua
perlakuan yaitu memvariasikan konsentrasi
larutan dengan waktu sonikasi konstan, dan
memvariasikan
waktu
sonikasi
pada
konsentrasi larutan yang sama. Teknik yang
digunakan dalam pembuatan membran adalah
metode inversi fasa.
Pada pembuatan membran variasi
konsentrasi, sampel dibagi menjadi tiga yaitu
10%, 12% dan 15%. Mula-mula polisulfon
ditimbang sebanyak 2 g; 2,4 g; dan 3 g,
kemudian polisulfon tersebut dilarutkan
dengan menggunakan pelarut (DMAc) 100%
sebanyak 18 g; 17,6 g; dan 17 g atau 19,15
ml; 18,7 ml; dan 18,1 ml pada masing-masing
tabung erlenmeyer sehingga diperoleh larutan
polisulfon dengan konsentrasi 10% (b/b), 12%
(b/b) , dan 15% (b/b). Larutan ditutup dengan

6

aluminium foil dan disimpan pada suhu ruang
selama ± 24 jam sampai polisulfon larut, lalu
larutan dlakukan stirring selama 1 jam agar
lebih homogen dan disonikasi selama 3 jam.
Sebelum disonikasi, alat ultrasonic processor
diatur terlebih dahulu dengan mengatur waktu
sonikasi 3 jam, kemudian probe pada alat
dicelupkan ke dalam larutan agar terendam
setengah dari tinggi larutan. Setelah siap
larutan dapat disonikasi selama 3 jam hingga
diperoleh larutan yang siap dicetak.
Larutan membran variasi waktu sonikasi
pada konsentrasi yang sama yaitu 10% (b/b)
dengan waktu sonikasi yang berbeda yaitu
0,5, 1 dan 3 jam. Langkah selanjutnya yaitu
mencetak larutan polisulfon. Larutan siap
cetak dituang diatas plat kaca yang bersih,
kemudian diratakan dengan batang silinder
spatula agar menjadi lapisan tipis, selanjutnya
lapisan tipis dicelup selama 5-10 detik ke
dalam nampan yang berisi aquades sebagai
media
koagulasi.
Selama
pencelupan
terbentuklah membran polisufon asimetris
berwarna putih. Membran ditiriskan hingga
bau dari DMAc hilang, dan membran siap
untuk dikarakterisasi. Tabel 1 menunjukkan
hubungan konsentrasi, waktu sonikasi, kode
sampel, dan karakterisasi.

dua sisi kemudian dilapisi emas setebal 48
mm. Sampel yang telah dilapisi diamati
dengan menggunakan SEM dengan tegangan
10 kV dan perbesaran hingga 20000x.

Tabel 1. Hubungan konsentrasi, waktu
sonikasi, kode sampel, dan karakterisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Komposisi

Polisulfon 2
g + DMAc
18 g (10%)
Polisulfon 2
g + DMAc
18g (10%)
Polisulfon 2
g + DMAc
18 g (10%)
Polisulfon 2
g + DMAc
18 g (10%)
Polisulfon
2,4
g
+
DMAc 17,6
g (12%)
Polisulfon 3
g + DMAc
17 g (15%)

Waktu
sonikasi
(jam)
3

Kode sampel

Karakerisasi

A

XRD, SEM,
FTIR, Fluks

0

A1

FTIR, Fluks

0,5

A2

XRD, SEM,
FTIR, Fluks

1

A3

XRD, SEM,
FTIR, Fluks

3

B

XRD, SEM,
FTIR, Fluks

3

C

XRD, SEM,
FTIR, Fluks

Karakterisasi XRD
Sampel dipotong berbentuk lingkaran
dengan ukuran 2,5 cm2 langsung diletakkan
pada aluminium. Sampel dikarakterisasi
menggunakan alat XRD dengan sumber Cu (λ
= 1,5406 Ǻ).
Karakterisasi SEM
Sampel dicampur KBr dengan Sampel
diletakkan pada plat aluminium yang memiliki

Karakterisasi FTIR
Sampel
dicampur
KBr
dengan
jangkauan bilangan gelombang 4000-400 cm1
. Mengidentifikasi keberadaan gugus fungsi
pada sampel.
Uji Fluks
Sampel dipotong berbentuk lingkaran
dengan luas 5,72 cm2 disimpan pada alat fluks,
kemudian dialiri aquades dan dihitung volume
yang telah dilewati oleh sampel setiap 10
detik sampai 100 detik. Gambar 6 merupakan
alat pengukur fluks.

Gambar 6. Alat pengukur fluks

Membran
Penelitian ini menghasilkan 6 sampel
membran seperti yang dicantumkan pada
Tabel 1 (halaman 6).
Menggunakan XRD
Analisis XRD digumakan untuk
mengetahui struktur sampel. Data yang
diperoleh dari analisis XRD berupa grafik
hubungan antara sudut difraksi sinar-X pada
sampel dengan intensitas sinar yang
dipantulkan oleh sampel. Berdasarkan hasil
XRD kelima sampel menunjukkan sifat
amorf. Pada Gambar 7 (halaman 7) sampel A,
B, C bersifat amorf ditandai puncak yang
lemah pada sudut 2Ө untuk sampel A 18,50,
untuk sampel B 18,050, dan untuk sampel C
17,240. Sampel A memiliki intensitas yang
tinggi menandakan bahwa sampel A
mememiliki struktur yang lebih teratur
walaupun masih dikatakan bersifat amorf,
sampel B dan C miliki intensitas yang hampir
sama. Dari hasil XRD pada variasi konsentrasi
dapat dilihat bahwa sampel A memiliki hasil
yang optimum karena memiliki nilai intensitas
yang tinggi. Sonikasi pada cairan memiliki
berbagai parameter seperti frekuensi, tekanan,

6

aluminium foil dan disimpan pada suhu ruang
selama ± 24 jam sampai polisulfon larut, lalu
larutan dlakukan stirring selama 1 jam agar
lebih homogen dan disonikasi selama 3 jam.
Sebelum disonikasi, alat ultrasonic processor
diatur terlebih dahulu dengan mengatur waktu
sonikasi 3 jam, kemudian probe pada alat
dicelupkan ke dalam larutan agar terendam
setengah dari tinggi larutan. Setelah siap
larutan dapat disonikasi selama 3 jam hingga
diperoleh larutan yang siap dicetak.
Larutan membran variasi waktu sonikasi
pada konsentrasi yang sama yaitu 10% (b/b)
dengan waktu sonikasi yang berbeda yaitu
0,5, 1 dan 3 jam. Langkah selanjutnya yaitu
mencetak larutan polisulfon. Larutan siap
cetak dituang diatas plat kaca yang bersih,
kemudian diratakan dengan batang silinder
spatula agar menjadi lapisan tipis, selanjutnya
lapisan tipis dicelup selama 5-10 detik ke
dalam nampan yang berisi aquades sebagai
media
koagulasi.
Selama
pencelupan
terbentuklah membran polisufon asimetris
berwarna putih. Membran ditiriskan hingga
bau dari DMAc hilang, dan membran siap
untuk dikarakterisasi. Tabel 1 menunjukkan
hubungan konsentrasi, waktu sonikasi, kode
sampel, dan karakterisasi.

dua sisi kemudian dilapisi emas setebal 48
mm. Sampel yang telah dilapisi diamati
dengan menggunakan SEM dengan tegangan
10 kV dan perbesaran hingga 20000x.

Tabel 1. Hubungan konsentrasi, waktu
sonikasi, kode sampel, dan karakterisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Komposisi

Polisulfon 2
g + DMAc
18 g (10%)
Polisulfon 2
g + DMAc
18g (10%)
Polisulfon 2
g + DMAc
18 g (10%)
Polisulfon 2
g + DMAc
18 g (10%)
Polisulfon
2,4
g
+
DMAc 17,6
g (12%)
Polisulfon 3
g + DMAc
17 g (15%)

Waktu
sonikasi
(jam)
3

Kode sampel

Karakerisasi

A

XRD, SEM,
FTIR, Fluks

0

A1

FTIR, Fluks

0,5

A2

XRD, SEM,
FTIR, Fluks

1

A3

XRD, SEM,
FTIR, Fluks

3

B

XRD, SEM,
FTIR, Fluks

3

C

XRD, SEM,
FTIR, Fluks

Karakterisasi XRD
Sampel dipotong berbentuk lingkaran
dengan ukuran 2,5 cm2 langsung diletakkan
pada aluminium. Sampel dikarakterisasi
menggunakan alat XRD dengan sumber Cu (λ
= 1,5406 Ǻ).
Karakterisasi SEM
Sampel dicampur KBr dengan Sampel
diletakkan pada plat aluminium yang memiliki

Karakterisasi FTIR
Sampel
dicampur
KBr
dengan
jangkauan bilangan gelombang 4000-400 cm1
. Mengidentifikasi keberadaan gugus fungsi
pada sampel.
Uji Fluks
Sampel dipotong berbentuk lingkaran
dengan luas 5,72 cm2 disimpan pada alat fluks,
kemudian dialiri aquades dan dihitung volume
yang telah dilewati oleh sampel setiap 10
detik sampai 100 detik. Gambar 6 merupakan
alat pengukur fluks.

Gambar 6. Alat pengukur fluks

Membran
Penelitian ini menghasilkan 6 sampel
membran seperti yang dicantumkan pada
Tabel 1 (halaman 6).
Menggunakan XRD
Analisis XRD digumakan untuk
mengetahui struktur sampel. Data yang
diperoleh dari analisis XRD berupa grafik
hubungan antara sudut difraksi sinar-X pada
sampel dengan intensitas sinar yang
dipantulkan oleh sampel. Berdasarkan hasil
XRD kelima sampel menunjukkan sifat
amorf. Pada Gambar 7 (halaman 7) sampel A,
B, C bersifat amorf ditandai puncak yang
lemah pada sudut 2Ө untuk sampel A 18,50,
untuk sampel B 18,050, dan untuk sampel C
17,240. Sampel A memiliki intensitas yang
tinggi menandakan bahwa sampel A
mememiliki struktur yang lebih teratur
walaupun masih dikatakan bersifat amorf,
sampel B dan C miliki intensitas yang hampir
sama. Dari hasil XRD pada variasi konsentrasi
dapat dilihat bahwa sampel A memiliki hasil
yang optimum karena memiliki nilai intensitas
yang tinggi. Sonikasi pada cairan memiliki
berbagai parameter seperti frekuensi, tekanan,

7

temperatur, viskositas, dan konsentrasi.
Semakin meningkatnya konsentrasi maka
meningkat pula nilai viskositas, ketika
gelombang ultrasonik merambat pada fluida
terjadi siklus rapatan dan regangan, semakin
lama waktu sonikasi maka semakin besar
energi yang diberikan sehingga mampu
menyamaratakan energi yang diterima di
seluruh bagian larutan dan mampu
menghasilkan ukuran partikel semakin
homogen. Pada Gambar 8 (halaman 7) sampel
A, A2, A3 bersifat amorf ditandai puncak
yang lemah pada sudut 2Ө untuk sampel A
18,50, untuk sampel A2 17,320, dan untuk
sampel A3 18,20. Pada sampel A2 memiliki
nilai intensitas yang tinggi kemudian sampel
A dan yang paling rendah sampel A1. Hal ini
menandakan adanya batasan optimum pada
variasi waktu sonikasi, pada peningkatan
waktu sonikasi 1 jam intensitas menurun dan
pada waktu sonikasi 3 jam intensitas naik
tetapi masih dibawah waktu sonikasi 0,5 jam.
Secara teori semakin lama waktu sonikasi
maka semakin besar energi yang diberikan di
seluruh larutan sehingga menghasilkan ukuran
partikel semakin homogen, struktur atom
penyusunnya mengalami perubahan dengan
semakin lamanya waktu sonikasi maka energi
yang diberikan gelombang ultrasonik semakin
besar sehingga menghasilkan perubahan suhu
yang besar dan pendinginan yang singkat.
Pada suhu yang meningkat atom-atom
bergerak secara acak dan penurunan suhu
yang singkat menyebabkan atom yang
bergerak tidak memiliki waktu yang cukup
untuk menata ulang atom-atom keposisi
semula. tetapi untuk waktu 0,5 jam memiliki
struktur yang lebih teratur dengan melihat
nilai intensitas yang tinggi. Dapat pula dilihat
pada nilai fluks pada waktu sonikasi 0,5 jam
memiliki nilai yang tinggi lalu di ikuti waktu
sonikasi 3 jam dan 1 jam. Dari hasil fluks
dapat dilihat bahwa struktur pada waktu
sonikasi 0,5 jam lebih teratur artinya waktu
sonikasi 0,5 jam merupakan waktu yang
optimum pada konsentrasi 10%.

15%
10%
12%

Gambar 7. Pola XRD : hubungan intensitas terhadap sudut 2Ө
untuk konsentrasi polisulfon 10%, 12%, 15%

0,5jam
3jam
1jam

Gambar 8. Pola XRD : hubungan intensitas terhadap sudut 2Ө
untuk waktu sonikasi 0,5 jam, 1 jam, 3jam

Menggunakan SEM
Hasil SEM, pada Gambar 12, terlihat
Hasil investigasi morfologi semua sampel
menggunakan SEM ditunjukkan pada Gambar
9 dan Gambar 10 (halaman 8), dapat dilihat
perbedaan morfologi pada permukaan
membran dengan variasi konsentrasi. Pada
sampel A, B, C dapat dilihat penampang
melintang perbesaran 500 kali. Pada Gambar
9 penampang melintang sampel A lebih rapat,
pada sampel B terlihat mulai renggang dan
pada sampel C terlihat lebih renggang.
Semakin bertambah konsentrasi maka poripori pada penampang melintangnya semakin
lebar sehingga jumlah pori-pori menjarinya
semakin
sedikit,
perbedaan
struktur
penampang melintang terjadi karena laju
difusi pelarut dan non pelarut. Semakin
konsentrasi maka semakin menambah
kekentalan suspensi larutan membran
sehingga memperlambat laju difusi pertukaran
pelarut dan non pelarut. Ukuran pori pada
sampel A, B, C yaitu 1,4 µm, 1 µm, 1,8 µm
dapat dilihat keseragaman ukuran pori pada
sampel A, sedangkan pada sampel B ukuran
pori yang tidak seragam dan pada sampel C
hanya sedikit pori. Hal ini karena semakin
meningkatnya konsentrasi DMAc yang
menguap
semakin
sedikit
sehingga
menyebabkan ukuran penampang melintang
yang lebar, renggang dan pori yang dihasilkan
sedikit dan berukuran lebih besar.
Pada Gambar 10 sampel A1, A2, A3
terlihat semakin lama waktu sonikasi, ukuran
pori menjarinya semakin melebar dan semakin
berbentuk sponge. Ukuran pori sampel A1,
A2, A3 1 µm, 2 µm, 2,5 µm. Berdasarkan
hasil citra SEM, pada penampang melintang
dapat dilihat bahwa bentuk membran yang
dibuat
dengan
metode
inversi
fasa
menghasilkan pori-pori asimetrik dengan
bentuk menjari.

8

A
A2

B
A3

C

Gambar 9. Morfologi penampang melintang
membran A, B, C.

A1

Gambar 10. Morfologi penampang melintang A1,
A2, dan A3

Karakterisasi FTIR
Analisa kualitatif
FTIR umumnya
digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan
gugus fungsi yang terdapat dalam suatu
bahan.
FTIR
digunakan
untuk
mengidentifikasi kemunculan gugus sulfon.
Berdasarkan kurva FTIR dari semua sampel
yang dicocokkan dengan daftar pustaka pada
Tabel 2, muncul gugus fungsi penyusun rantai
polisulfon seperti gugus aromatik C=C,
O=S=O, C-O-C pada bilangan gelombang
yang sesuai literatur. Gambar 11 dapat dilihat
gugus sulfon pada konsentrasi 10% yaitu
bilangan gelombang 1304 cm-1, 1155 cm-1,
dan 1098 cm-1. Pada konsentrasi 12 %
diperoleh pergeseran gugus sulfon pada
bilangan gelombang 1320 cm-1, 1294 cm-1,
dan 1159 cm-1. Pada konsentrasi 15%
diperoleh 1317 cm-1, 1153 cm-1, dan 1165 cm1
. Tabel 2 menunjukkan indentifikasi
polisulfon dan turunan polisulfon tersulfonasi
pada bilangan gelombang antara 1027-3600
cm-1.

9

Tabel 2. Identifikasi polisulfon dan turunan
tersulfonasi.12
Bilangan
gelombang
Identifikasi
(cm-1)
3600
O-H ulur
3200
2980
Ulur Asimetrik dan simetrik
2880
C-H termasuk gugus metil
1590
Ulur Aromatic C═C
1485
1412
Tekuk asimetrik C-H dari
gugus metil
1365
Tekuk simetrik C-H dari
gugus metil
1325
Ulur
ganda
asimetrik
1298
O=S=O dari gugus sulfon
1244
Ulur asimetrik C-O-C dari
gugus etil eter
1170
Ulur asimetrik O=S=O dari
gugus tersulfonasi
1150
Ulur simetrik O=S=O dari
gugus sulfon
1107
Vibrasi cincin aromatic
1092
1027
Ulur simetrik dari gugus
tersulfonasi
Gambar 11, 12, 13, 14 menunjukkan
pola absorbansi FTIR pada membran
polisulfon.

10

6.00

Laboratory Test Result
1489.71

5.5

Membran Polisulfon 10 %
1575.45
1640.83

5.0

4.5
2965.92

1407.53

1240.59
1304.49

4.0

A 3.5

1098.27

3836.15

3.0

1155.42

3386.09
3062.95
3443.54
3295.41
3531.16
3630.54
1860.25

3876.34
3959.92

2449.38
2594.00
2371.79

846.02

1907.02
2033.14
558.92
1014.74

2.5
696.02

2.0

1.5
1.30
4000.0

3600

3200

2800

2400

2000

1800

1600

1400

1200

cm-1

1000

800

600

-1

Gambar 11. Pola FTIR hubungan absorbansi dengan bilangan gelombang (cm ) pada konsentrasi
polisulfon 10%

5.50

Laboratory Test Result
5.2
2952.11

3472.16

5.0

Membran Polisulfon 12 %

3092.69

3617.57

1240.68

4.8
3496.71 3455.06

4.6
4.4
4.2
4.0
3.8
3.6
3.4
A

3.2
3.0

3122.28

2920.57
1105.58
2929.80

3633.97

3078.25

3578.25

2976.55

1159.94

3420.08
3018.90
3482.00
3917.40
3360.13 3008.80
3795.69 3590.74 3394.41
2464.33
3337.62
3926.06
3041.60
3062.52 2827.55 2612.18
2410.00
3761.77
3254.04
2593.22
2858.57
3193.10
3272.92
3815.44 3560.95
2756.64
3996.23
2354.99 2036.73
2550.75
2675.05
2505.66
2082.54

1496.08

3689.16

3664.01

2.8

2281.51
2220.32

3214.88

1148.13

1294.57

1643.46

563.38
839.02
1404.40
867.44
691.79
1905.98

1966.23

3303.82

2.6

1584.43

1320.07

1013.03
1758.35

3732.47
3654.78

2.4

716.11
3529.38

3872.18

2.2
3834.96

2.0
1.8

632.08

962.28

3887.93
3972.60

471.01

1.6
1.4
1.18
4000.0

3600

3200

2800

2400

2000

1800

1600

1400

1200

1000

800

cm-1

-1

Gambar 12. Pola FTIR, hubungan absorbansi dengan bilangan gelombang (cm ) pada konsentrasi
polisulfon 12%

600

450.0

450.0

11

5.50

Laboratory Test Result
5.0

Membran Polisulfon 15 %

1584.00
1489.44

1230.73
1252.69

4.5

1241.54
1297.21
1317.29

4.0

3.5

3.0
A

3625.60
2966.99
3732.40
3052.95
3887.05
3467.21
3172.18
3956.31
3555.97
3249.12
3577.65
3277.74
3976.72
3917.77
3494.01
3208.33
3750.65
3394.57
3101.38
3325.36
2876.19

2.5

1153.85
1165.62

1644.95

1105.62
563.34
837.64
1406.61

2450.17

1082.15

2592.55

1906.01
2040.04
2082.36

2.0

692.29
1013.14
1774.63

1365.71
715.97

1.5
631.99
963.21

1.0

468.06

0.5
0.36
4000.0

3600

3200

2800

2400

2000

1800

1600

1400

1200

1000

800

600

450.0

cm-1

-1

Gambar 13. Pola FTIR, hubungan absorbansi dengan bilangan gelombang (cm ) pada konsentrasi
polisulfon 15%

5.50

5.0

4.5

4.0

3.5

A 3.0

2.5

2.0

1.5

Poli 10 % 3 jam
Poli 10 % 1 jam
Poli 10 % 0.5 jam

1.0
0.80
4000.0

3600

3200

2800

2400

2000

1800

1600

1400

1200

1000

800

cm-1

Gambar 14. Pola FTIR hubungan absorbansi dengan bilangan gelombang (cm-1) pada variasi
waktu sonikasi

600

450.0

12

Karakterisasi Fluks
Fluks air didefinisikan sebagai
ukuran kecepatan suatu partikel yang
melewati membran per satuan waktu dan luas
permukaan. Nilai fluks merupakan penentuan
karakter membran. Pada penelitian ini
dilakukan uji fluks dengan menggunakan
aquades sebagai larutan umpan. Pengujian
fluks ini dilakukan pada tekanan tetap dan
menggunakan sistem aliran dead-end. Pada
Gambar 15 (halaman 12) menunjukkan fluks
sampel A, B, dan C. fluks A lebih tinggi
dibandingkan B dan C karena pori yang
dihasilkan berukuran kecil dan lebih seragam
yaitu memiliki ukuran pori 1-1,4 µm dan
memiliki penampang melintang yang lebih
rapat yaitu dapat meningkatkan permeabilitas
dan selektivitas, konsentrasi yang semakin
bertambah maka akan mengurangi nilai fluks.
Faktor jumlah pori mempengaruhi jumlah
nilai fluks, semakin bertambahnya konsentrasi
maka akan semakin sedikit jumlah pori yang
terbentuk.
Pada variasi waktu sonikasi terlihat
grafik fluks pada Gambar 16 (halaman 28),
nilai fluks tertinggi pada waktu sonikasi
sampel A2, dilanjutkan dengan sampel A dan
sampel A3. Pada sampel A2 memiliki struktur
yang lebih teratur yaitu terlihat pada data
XRD yang memiliki nilai intensitas tertinggi.
Nilai fluks tinggi karena memiliki pori-pori
besar dan nilai rejeksi yang rendah sehingga
tidak dapat menahan banyak partikel, pada 30
detik pertama nilai fluks terus turun dan
selanjutnya nilai fluksnya cenderung konstan.
Penurunan nilai fluks ini menunjukkan adanya
peristiwa fouling dalam proses filtrasi
membran. Selain itu peristiwa fouling dapat
terlihat dari perubahan karakteristik fisik
membran, fouling terjadi akibat adanya
akumulasi molekul-molekul pada permukaan
membran dan sebagian terjebak kedalam poripori
membran.
Peristiwa
fouling
mengakibatkan terhambatnya aliran feed yang
melewati membran, jumlah permeabilitas
yang dihasilkan semakin berkurang dengan
bertambahnya waktu. Gambar 15 dan 16
menunjukkan nilai fluks membran polisulfon
variasi konsentrasi dan variasi waktu.

Waktu (detik)

Gambar 15. Hubungan fluks dengan waktu (sekon) pada
konsentrasi polisulfon 10%, 12%, 15%

Waktu ( detik)

Gambar 16. Hubungan fluks dengan waktu (sekon) untuk
waktu sonikasi 0 jam, 0,5 jam, 1 jam, dan 3 jam

KESIMPULAN
Membran polisulfon dibuat dengan
metode inversi fasa dengan perlakuan sonikasi
sebelum pencetakannya. Metode inversi fasa
menghasilkan pori-pori asimetrik menjari
pada penampang melintangnya.
Pola XRD dapat dilihat semua
sampel menunjukkan sifat amorf. sampel A,
B, C bersifat amorf ditandai puncak yang
lemah pada sudut 2Ө untuk sampel A 18,50,
untuk sampel B 18,050, dan untuk sampel C
17,240. Sampel A memiliki intensitas yang
tinggi menandakan bahwa sampel A
mememiliki struktur yang lebih teratur
walaupun masih dikatakan bersifat amorf,
sampel B dan C miliki intensitas yang hampir
sama. Dari hasil XRD pada variasi konsentrasi
dapat dilihat bahwa sampel A memiliki hasil
yang optimum karena memiliki nilai intensitas
yang tinggi. Sampel A, A2, dan A3 bersifat
amorf ditandai puncak yang lemah pada sudut
2Ө untuk sampel A 18,50, untuk sampel A2
17,320, dan untuk A3 18,20. Pada sampel A2
memiliki nilai intensitas yang tinggi kemudian
sampel A dan yang paling rendah sampel A1.
Hal ini menandakan adanya batasan optimum

13

pada variasi waktu sonikasi, pada peningkatan
waktu sonikasi 1 jam intensitas menurun dan
pada waktu sonikasi 3 jam intensitas naik
tetapi masih dibawah waktu sonikasi 0,5 jam.
Pola FTIR menunjukkan adanya
pergeseran gugus sulfon pada variasi
konsentrasi dan variasi waktu sonikasi.
Poliulfon pada konsentrasi 10% yaitu bilangan
gelombang 1304 cm-1, 1155 cm-1, dan 1098
cm-1. Pada konsentrasi 12 % diperoleh
pergeseran gugus sulfon pada bilangan
gelombang 1320 cm-1, 1294 cm-1, dan1159
cm-1. Pada konsentrasi 15% diperoleh 1317
cm-1, 1153 cm-1, dan 1165 cm-1.
Hasil indentifikasi morfologi pada
semua sampel menggunakan SEM dapat
dilihat adanya perbedaan pori dan penampang
melintang pada variasi konsentrasi dan variasi
waktu sonikasi, penampang melintang sampel
A lebih rapat, pada sampel B terlihat mulai
renggang dan pada sampel C terlihat lebih
renggang. Pada sampel A1, A2, A3 terlihat
semakin lama waktu sonikasi, ukuran pori
menjarinya semakin melebar dan semakin
berbentuk sponge. Perlakuan sonikasi dapat
membantu membuat ukuran pori lebih
seragam.
Nilai fluks dapat dilihat semakin
bertambahnya konsentrasi sampel A, B, dan C
semakin mengurangi nilai fluks, fluks A lebih
tinggi dibandingkan B dan C karena pori yang
dihasilkan berukuran kecil dan lebih seragam
dan semakin lama waktu sonikasi sampai
batas tertentu dapat meningkatkan nilai fluks.

SARAN
Penelitian
berikutnya
diupayakan
menggunakan alat yang telah dimodifikasi
dalam proses pencetakan membran agar
terbentuk membran yang lebih baik dari segi
ketebalan dan bentuk. Perlu dilakukan
modifikasi
pelarut
pada
komposisi
pembentukan
membran
sehingga
mendapatkan rejeksi dan fluks yang tinggi
terhadap aliran umpan. Variasi komposisi
larutan bak koagulasi merupakan faktor
penting untuk ditindak lanjuti, karena
mempengaruhi struktur membran.

DAFTAR PUSTAKA
1. Mulder, M. 1996. Basic Principles of
Membrane Technology, Kluwer
Academic Publisher, London.273

2. Scott, K. 1995 Handbook of Industrial
Membranes : Membrane Materials,
Preparation and Characterisation,
Ed ke-1, Elsevier Advanced
Technology.
3. Huang, H. L, Yasuhisa, S. 2005 Filtration
Characteristics
of
Polysulfone
Membrane Filters, Journal Aerosol
Science 11:1-11.
4. Kaeselev, B, Pieracci, J, Belfort, G. 2001.
Photoinduced
Grafting
of
Ultrafiltration
Membranes.
Comparison of Polyether sulfone
and Polysulfone, Journal of
Membrane Science 19: 194.
5. Baker, R.W. 2004 Overview of Membrane
Science and Technology, John
Willey & Sons, New York.
6. Kesting, R.E. 1993. Synthetic Polymerric
Membranes.
A
Structural
Perspective, Ed ke-2. John Wiley &
Sons, New York.
7. Madaeni, S.S, Rahimpour,A. 2005. Effect of
Type of Solvent and Nonsolvent on
Morphology and Performance of
Polysulfone and Polyethersulfone
Ultrafiltrasi Membranes for Milk
Concentration,
Polymr.
Adv.
Technol 16:717-724.
8. Kim, J.H, Ho Lee, K.H. 1997. Effect of
PEG Additive on Membrane
Formation by Phase Inversion.
J.Membr.Sci 138:153-163.
9. Pramono Edi. 2006. Pengaruh Perlakuan
Tpermal Membran Polisulfon Pasca
Pencetakan
Terhadap
Filtrasi
Dekstran T-70[Skripsi]. Jurusan
Kimia Institut Teknologi Bandung.
10. Piluharto, B., Sjaifullah, A, Maryanto.
2006.
Pembuatan
dan
Kharakterisasi Membran Datar
(Flat
Membrane)
Berbasis
Polisulfon.
Studi
Pengaruh
Prosentasi Polisulfon dalam
komposisi membran, Laporan
Kegiatan Hibah Pekerti, Lembaga
Penelitian Universitas Jember,
Jember.

12

Karakterisasi Fluks
Fluks air didefinisikan sebagai
ukuran kecepatan suatu partikel yang
melewati membran per satuan waktu dan luas
permukaan. Nilai fluks merupakan penentuan
karakter membran. Pada penelitian ini
dilakukan uji fluks dengan menggunakan
aquades sebagai larutan umpan. Pengujian
fluks ini dilakukan pada tekanan tetap dan
menggunakan sistem aliran dead-end. Pada
Gambar 15 (halaman 12) menunjukkan fluks
sampel A, B, dan C. fluks A lebih tinggi
dibandingkan B dan C karena pori yang
dihasilkan berukuran kecil dan lebih seragam
yaitu memiliki ukuran pori 1-1,4 µm dan
memiliki penampang melintang yang lebih
rapat yaitu dapat meningkatkan permeabilitas
dan selektivitas, konsentrasi yang semakin
bertambah maka akan mengurangi nilai fluks.
Faktor jumlah pori mempengaruhi jumlah
nilai fluks, semakin bertambahnya konsentrasi
maka akan semakin sedikit jumlah pori yang
terbentuk.
Pada variasi waktu sonikasi terlihat
grafik fluks pada Gambar 16 (halaman 28),
nilai fluks tertinggi pada waktu sonikasi
sampel A2, dilanjutkan dengan sampel A dan
sampel A3. Pada sampel A2 memiliki struktur
yang lebih teratur yaitu terlihat pada data
XRD yang memiliki nilai intensitas tertinggi.
Nilai fluks tinggi karena memiliki pori-pori
besar dan nilai rejeksi yang rendah sehingga
tidak dapat menahan banyak partikel, pada 30
detik pertama nilai fluks terus turun dan
selanjutnya nilai fluksnya cenderung konstan.
Penurunan nilai fluks ini menunjukkan adanya
peristiwa fouling dalam proses filtrasi
membran. Selain itu peristiwa fouling dapat
terlihat dari perubahan karakteristik fisik
membran, fouling terjadi akibat adanya
akumulasi molekul-molekul pada permukaan
membran dan sebagian terjebak kedalam poripori
membran.
Peristiwa
fouling
mengakibatkan terhambatnya aliran feed yang
melewati membran, jumlah permeabilitas
yang dihasilkan semakin berkurang dengan
bertambahnya waktu. Gambar 15 dan 16
menunjukkan nilai fluks membran polisulfon
variasi konsentrasi dan variasi waktu.

Waktu (detik)

Gambar 15. Hubungan fluks dengan waktu (sekon) pada
konsentrasi polisulfon 10%, 12%, 15%

Waktu ( detik)

Gambar 16. Hubungan fluks dengan waktu (sekon) untuk
waktu sonikasi 0 jam, 0,5 jam, 1 jam, dan 3 jam

KESIMPULAN
Membran polisulfon dibuat dengan
metode inversi fasa dengan perlakuan sonikasi
sebelum pencetakannya. Metode inversi fasa
menghasilkan pori-pori asimetrik menjari
pada penampang melintangnya.
Pola XRD dapat dilihat semua
sampel menunjukkan sifat amorf. sampel A,
B, C bersifat amorf ditandai puncak yang
lemah pada sudut 2Ө untuk sampel A 18,50,
untuk sampel B 18,050, dan untuk sampel C
17,240. Sampel A memiliki intensitas yang
tinggi menandakan bahwa sampel A
mememiliki struktur yang lebih teratur
walaupun masih dikatakan bersifat amorf,
sampel B dan C miliki intensitas yang hampir
sama. Dari hasil XRD pada variasi konsentrasi
dapat dilihat bahwa sampel A memiliki hasil
yang optimum karena memiliki nilai intensitas
yang tinggi. Sampel A, A2, dan A3 bersifat
amorf ditandai puncak yang lemah pada sudut
2Ө untuk sampel A 18,50, untuk sampel A2
17,320, dan untuk A3 18,20. Pada sampel A2
memiliki nilai intensitas yang tinggi kemudian
sampel A dan yang paling rendah sampel A1.
Hal ini menandakan adanya batasan optimum

13

pada variasi waktu sonikasi, pada peningkatan
waktu sonikasi 1 jam intensitas menurun dan
pada waktu sonikasi 3 jam intensitas naik
tetapi masih dibawah waktu sonikasi 0,5 jam.
Pola FT