Esai Fotografi Gambuh Jaranan Potret Kesederhanaan Hidup Seorang Gambuh Jaranan

(1)

5 BAB II

ESAI FOTOGRAFI GAMBUH JARANAN

2. 1. Fotografi

2.1.1. Pengertian Fotografi

Fotografi merupakan karya seni. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, fotografi merupakan seni dan proses penghasilan gambar melalui cahaya pada film atau permukaan yang dipekakan. Artinya, fotografi adalah teknis melukis dengan menggunakan cahaya. Dalam hal ini, tampak adanya persamaan antara fotografi dan seni lukis. Untuk menghasilkan suatu karya, seni lukis menggunakan kuas, cat, dan kanvas, sedangkan fotografi menggunakan cahaya (melalui kamera) untuk menghasilkan suatu karya. Tanpa adanya cahaya, karya seni fotografi tidak akan tercipta. Selain cahaya, film yang diletakkan di dalam kamera kedap cahaya memberikan kontribusi yang cukup besar. Sebuah karya seni akan tercipta jika film ini terekspos oleh cahaya.

Andreas Feininger (1955) menyatakan bahwa kemera hanyalah alat untuk menghasilkan sebuah karya seni. Nilai lebihnya tergantung pada “tangan” yang mengoperasikan alat tersebut.

2.1.2. Sejarah Fotografi

Pada abad ke-5 sebelum masehi, seorang berkebangsaan Cina yang bernama MoTi, melakukan pengamatan yang timbul dari suatu gejala dimana di dalam sebuah ruangan yang hampa terhadap cahaya terefleksikan pemandangan diluar ruangan secara terbalik lewat sebuah lubang yang terdapat pada dinding ruangan tersebut. Pada abad ke-10 seorang berkebangsaan Arab yang bernama Al-Haitham juga mengalami hal yang sama pada tendanya akibat lubang yang terdapat pada sisi tendanya. Dan pada abad


(2)

6 ke-11 dunia mulai mengenal sebutan tentang kamera obscura. Dalam bahasa latin memiliki arti “kamar gelap” yang ditemukan oleh Reinerus Gemma-Frisius, seorang ahli fisika dan matematika dari Belanda dengan menggunakan teori yang dilakukan oleh MoTi. Mulai sejak ditemukannya kamera obscura, dunia terus mengalami perkembangan dengan penemuan-penemuan untuk mempercanggih kamera obscura tersebut. Danielo Barbaro, ilmuan berkebangsaan Itali melakukan percobaan dengan selangkah lebih maju, yaitu menambahkan lensa dari sebuah teleskop di sebuah dinding yang berada pada suatu dinding. Dalam percobaan ini, gambar yang dihasilkan tampak lebih jelas dan tajam. Memasuki tahun 1600, camera obscura menjadi sesuatu yang popular, namun masih terdapat kelemahan dalam bidang ruangan yang masih luas dan tidak dapat dibawa kemana-mana. Masalah ini akhirnya dapat teratasi dengan penemuan Johann Zahn pada tahun 1685. Penemuan Johann Zahn yang membuat kamera dengan ukuran yang portable, dengan ukuran jauh lebih kecil dan berbentuk kotak berukuran panjang 23,5 inch dan tinggi 8,5 inch, ditambah dengan pemasangan lensa yang berkualitas lebih baik dengan penambahan cermin sebagai alat untuk memproyeksikan gambar ke sebuah layar diatasnya.

Perkembangan konsep camera obscura kemudian berkembang ketika William Hyde Wollaston menciptakan camera lucida. Lucida diambil dari bahasa latin lucere yang mengandung arti cahaya. Camera lucida menggunakan bantuan sebuah prisma sehingga jauh lebih sederhana dibandingkan dengan camera obscura. Namun pada akhirmya camera obscura maupun camera lucida menjadi cikal bakal dari kamera yang kita kenal saat ini.

Pada tahun 1727, ilmuwan Jerman, Johan Heinrich schulze menemukan bahan kimia yang peka cahaya, hal ini terjadi ketika dia mencoba bahan kimia perak nitrat berubah menjadi hitam di bawah cahaya matahari. Penemuan ini coba dikembangkan sekitar tahun 1800, oleh Thomas Wedgwood di Inggris. Pada percobaan ini, Wedgwood mencelupkan kertas ke dalam perak nitrat dan


(3)

7 meletakkannya di kamera. Namun usaha menghasilkan gambar di atas kertas, tidak sesuai dengan yang diharapkan, karena cahaya yang lemah selain itu Wedgwood tidak sabar, sehingga gambar yang ditunggu-tunggu tidak muncul. Kalau saja Wedgwood menyimpan kertasnya lebih lama, sehingga muncul gambar mungkin saat ini dia dikenal sebagai penemu fotografi.

Seiring berjalannya waktu dan perkembangan peradaban manusia, akhirnya fotografi resmi tercatat pada abad ke-19 bersamaan dengan kemajuan teknologi yang begitu pesat. Pada tahun 1839 diyakini menjadi tahun awal fotografi. Pada tahun itu di Prancis, rekaman dua dimensi seperti yang dilihat mata sudah bias dipatenkan. Louis Jacques Mande Daguerre, sang penemu fotografi dengan pelat logam.

Namun sebenarmya sebelum itu seorang peneliti Perancis lainnya sudah dapat menghasilkan foto yang kemudian dikenal sebagai foto pertama dalam sejarah manusia. Pada tahun 1826, Joseph Nicephore Niepce, dengan teknik penyinaran melalui kamera obscura yang memakan waktu sampai berjam-jam bahkan berhari-hari dengan karyanya yang berjudul “View from Window at Gras” masih tersimpan di University of Texas, Austin Amerika Serikat.

Pada tahun 1827, Daguerre mendekati Niepce bertujuan untuk menyempurnakan temuannya. 2 tahun kemudian mereka mengembangkan temuannya yang dinamakan heliografi. Dalam bahasa Yunani mengandung arti, helios adalah matahari dan graphos adalah menulis. Pada tahun 1833 Niepce meninggal, akhirnya Daguerre bekerja sendiri dan enam tahun kemudian mengumumkan temuannya ke seluruh dunia. Pada tanggal 19 Agustus 1839 adalah tanggal resmi ditemukannya fotografi saat Louis Jacques Daguerre mengumumkan hasil temuannya. Berupa alat perekam dengan bantuan lensa untuk merekam suatu imaji. Proses fotografi Daguerre yaitu merekam imaji ke dalam pelat tembaga yang disebut Daguerreotype. Kelebihan dari temuan Daguerre adalah keberhasilannya menggunakan bahan kimia yang sekarang


(4)

8 dikenal sebagai sodiumtrisulfat, dan di dunia fotografi dikenal dengan fixing (penetap). Bahan kimia ini berfungsi untuk menghentikan reaksi antara bahan peka cahaya dengan cahaya, sehingga gambar yang sudh tercipta tidak memudar atau rusak seiring dengan berjalannya waktu. Jadi setelah melapisi pelat yang dilapisi bahan peka cahaya dengan kamera obscura, terus pelat dicuci dengan larutan fixing ini, maka reaksi terhadap cahaya terhenti. Namun disadari akan kurang optimalnya lensa yang digunakan oleh Daguerre, karena dalamproses pengumpulan gambarnya membutuhkan waktu yang sangat lama, akhirnya membuat dua orang professor dari Austria bernama Andreas von Ettinghausen dari Josef Max Petzval menghubungi seorang pemimpin perusahaan optic, Peter von Voigtlander. Tak lama rancangan sebuah lensa baru dipasangkan hasil kerja sama ketiganya pada sebuah kamera rancangan Voigtlander. Kamera dan lensa ini mampu mengumpulkan cahaya 16 kali lebih optimal dari yang digunakan Daguerre dan membuat waktu pencahayaan lebih cepat.

Pada saat yang hampir bersamaan dengan kelahiran Daguerretype yaitu tanggal 25 Januari 1839 di Royal Indtitut of Great Britain, William Henry Fox Talbot seorang ilmuwan muda yang banyak menggunakan kamera obscura untuk membantu membuat sketsa, menerangkan tentang proses pencetakan gambar yang dikenal sebagai system negative-positif. Proses inilah yang melahirkan pencetakan gambar seperti yang dikenal sekarang. Dengan adanya film negative memungkinkan untuk pencetakan gambar lebih dari satu kali, berbeda dengan Daguerretype yang hanya satu gambar untuk satu pemotretan. Talbot walau dalam memploklamirkan temuan fotografinya kalah oleh Daguerre, tapi untuk buku fotografi pertama Talbot pemenangnya. Buku The Pencil of Nature yang diterbitkannya pada tahun 1840. Tapi proses ini pun memiliki kelemahan karena digunakannya kertas sebagai film, tidak sedikit serat-serat kertas turut terekan pada gambar positif. Sehingga gambar yang dihasilkan tidak tajam.


(5)

9 Kemudian Frederick Scott Archer, pada tahun 1851 memperkenalkan bahan baku fotografi yang dikenal dengan Collodion. Bahan kimia tersebut dilapiskan ke kaca, kemudian ditempatkan di kamera Obscura, dan hasilnya jauh lebih baik. Namun bahan ini juga memiliki kelemahan, yaitu gambar yang diambil harus diproses saat collodion masih basah, sehingga kamar gelap untuk memprosesnya harus dibawa ke mana-mana. Metode ini digunakan cukup lama, sampai suatu saat di tahun 1871 Richard Maddox, seorang Doktor mengganti lapisan collodion dengan bahan gelatin, yang menjadi dasar dari film roll saat ini. Dan metode ini menjadi fenomena ketika dikembangkan oleh orang Amerika, bernama George Eastman. Dengan membuat film dan kertas dalam bentuk gulungan sehingga sangat efisien dan ekoomis. Produknya kemudian diberi nama Kodak, yang tidak memiliki arti apapun. Namun nama inilah yang sampai saat ini dikenal ke seluruh dunia sebagai merk prodek-produk fotografi.

Keberhasilan George Eastman dalam mengembangkan plat gelatin yang kering, membuat dirinya pada tahun 1888, mendirikan perusahaan di Rochester, New York. Pabrik ini special membuat plat gelatin kering. Dia beri nama perusahaannya The Eastman Dry Plate Company, kemudian dikenal dengan nama yang sederhana namun sampai saat ini kita kenal yaitu Eastman Kodak.

Eastman terus berusaha menghasilkan inovasi-inovasi dalam fotografi, keberhasilan lainnya yaitu tahun 1891, mengganti roll film yang asalnya dari kertas menjadi dari plastic yang telah dilapisi gelatin bromida. Dan fenomenal lainnya, yang membuatnya semakinpopular adalah ketika sebuah hand held camera Kodak. Keinginan manusia untuk merekam apa yang diinginkan, telah membawa untuk selalu mencari dan menemukan caranya. Diawali pada tahun 1907, Lumiere bersaudara di Perancis menemukan cara untuk menyiasati film yang hasilnya hitam putih saja menjadi berwarna dalam proses yang diknal dengan sebutan Autochrome process Namun hasil yang dicapai belum begitu memuaskan, barulah pada tahun 1935, keinginan untuk merekam warna dan menampilkannya dalam foto secara berwarna bukan lagi sebuah impian.


(6)

10 Eastman Kodak berhasil membuat tiga lapisan warna dalam roll filmnya. Walauoun untuk memproses film dan pengembangannya masih harus ditangani oleh perusahaan Kodak sendiri, tapi hal ini telah membuat sesuatu terobosan yang berarti dalam dunia fotografi. Dalam waktu yang bersamaan sebuah perusahaan di Jerman, Afga, memperkenalkan Alfacolor Neu Slide Film. Akhirnya tahun 1942 proses dan pencetakan film berwarna tidak hanya bisa dilakukan oleh masing-masing perusahaan produsennya tapi bisa diproses sendiri oleh fotografer. Diambil dalam tulisan Andang Iskandar tentang fotografi digital (basic).

2.1.3. Esai Foto

Esai foto bermula dari tahun 1925 ketika Gardner Cowles dan saudaranya John Cowles melakukan survai tentang minat pembaca surat kabar di AS. Dua bersaudara ini melakukan survai berdasarkan penelitian George Gallub yang baru saja lulus dari jurusan Psikologi Universitas Lowa. Dan akhirnya Cowles bersaudara membuat sebuah sajian dari gabungan beberapa foto dan tulisan di Koran The Sunday Register. Dalam waktu singkat Koran tersebut mendapat perhatian luas di AS. Koran The Sunday Register melonjak sampai 50 persen semenjak mereka menampilkan esai foto pertama kali. Mulai saat itu, Cowles bersaudara berpikir lebih jauh untuk membuat esai foto dalam sebuah majalah utuh, dan mulai tahun 1933 Cowles bersaudara mulai memikirkan desain majalah yang akan diterbitkan. Pada bulan Januari 1937, lahirlah majalah Look. Tetapi majalah ini sempat kecurian dan terbit pada bulan November 1936. Meskipun begitu, kedua majalah ini sempat maju pesat secara bersamaan. (Foto Media 1994 NO.1 TAHUN II).

Esai foto hampir sama dalam dunia tulis menulis, dimana arti esai adalah tulisan yang membicarakan suatu masalah tanpa harus memberikan suatu penyeleseian pada suatu persoalan. Jadi esai Foto dapat diartikan sebagai rangkaian cerita dari suatu masalah yang disajikan melalui rangkaian


(7)

11 gambar tanpa harus mengulas penyeleseian terhadap masalah tersebut.(Foto Media 1994 NO.1 TAHUN II).

Pada hakekatnya esai foto merupakan gabungan dari foto berita dan foto features. Foto berita merupakan foto yang dibuat tanpa adanya rencana sebelumnya dan sangat terikat aktualitas atau sebenarnya, pentingnya obyek foto, besar dan pentingnya sebuah foto. Foto features merupakan nukilan celah-celah kehidupan manusia yang terjadi setiap hari. Gabungan dari foto berita dan foto features inilah yang menjadikan esai foto menjadi “utuh” dan mempunyai “alur” yang sesuai dengan keinginan pembuatnya.(Foto Media 1994 NO.1 TAHUN II).

Menurut Eugene Smith pada tahun 1971 dalam membuat esai foto bukan memotret sebanyak mungkin untuk lalu dipilih setelah dicetak, melainkan esai foto telah jadi saat direncanakan. Pemotretan yang berlangsung adalah final touch saja. Walau tidak jarang sedikit merubah skenario yang telah disusun akibat pengalaman lapangan yang didapat kemudian. Hal ini didapatkan Eugene Smith dalam mengungkap masalah pencemaran air raksa di pantai Minamata yang telah membuat cacat banyak bayi di daerah itu. Dengan berbekal pengetahuan dari buku tentang efek air raksa pada manusia, Eugene Smith merancang “scenario” foto-foto bagaimana yang akan dibuatnya di Minamata agar masalah pencemaran air itu tergambar jelas. (Foto Media 1994 NO.1 TAHUN II)


(8)

12 Metode EDFAT adalah suatu metode yang digunakan untuk melatih kepekaan dalam melihat detail dan tajam. Metode EDFAT ini merupakan metode yang dikenalkan oleh Walter Cronkite School of Jurnalism dan Telekomunication, Arizone Universit. Metode EDFAT itu sendiri merupakan kependekan dari :

E : Entire atau disebut estabilished shoot, suatu keseluruhan pemotretan yang dilakukan begitu melihat suatu peristiwa, dalam memilih bagian-bagian yang dipilih sebagai objek.

D : Detail, suatu pilihan dari keseluruhan pandangan terdahulu. Unsur ini menentukan objek yang dipilih menjadi “Point of interest”.

F : Frame, tahap dimana kita membingkai suatu detail yang terpilih. Unsur ini menekankan pada kemampuan mengenal arti komposisi, pola, tekstur, dan bentuk subyek pemotretan dengan akurat.

A : Angle atau sudut pandang. T : Time, waktu.

Dalam pencapaian hasil yang maksimal terhadap pesan yang ingin disampaikan untuk mempermudah jalannya komunikasi, terdapat lima faktor yang dapat digunakan sebagai syarat foto yang baik, yaitu :

1. Pesan

Pesan adalah hal utama yang dibutuhkan dalam berkomunikasi, di dalam penyampaian pesan yang baik, foto harus dapat menjadikan menikmat foto mengetahui beberapa aspek dari foto yang kita pamerkan, antara lain : a. Penikmat foto dapat mengetahui subjet matter atau objek foto

Objek foto merupakan penjelasan dari objek yang ada dalam foto yang kita pamerkan.


(9)

13 b. Penikmat foto dapat mengetahui bentuk

Bentuk dapat dihasilkan karena adanya penggabungan antara titik, garis, tekstur, warna, yang ditampilkan secara seimbang.

c. Penikmat foto dapat mengetahui media yang digunakan d. Penikmat foto dapat mengetahui style yang digunakan

Style yang dihasilkan merupakan pengungkapan dari gaya foto yang dipamerkan oleh pembuat foto. Berbagai macam style foto yang yang ada dipengaruhi oleh faktor periode waktu, gerakan seni, geografi, keadaan saat itu.

2. Estetika / Artistik

Penggunaan unsur seni dalam pembuatan foto. 3. Teknis

Foto yang dihasilkan harus dapat mengungkapkan secara teknis dari pembuatan foto tersebut, mulai diafragma, kecepatan, sampai teknik foto yang digunakan.

4. Media

Media tidak hanya terbatas pada kamera yang digunakan untuk menghasilkan sebuah foto yang kita pamerkan, tetapi media yang dimaksudkan jauh lebih luas, dimulai dari jenis format, ukuran dan jenis cetakan warna, sampai kamera dan properti lain yang digunakan.

5. Presentasi

Presentasi atau cara penyajian dari suatu foto merupakan cara untuk menghargai hasil karya yang dihasilkan.


(10)

14 Bahasa foto dapat sesuai dengan bahasa visual (dapat mengutarakan maksud, pesan, gagasan) mendukung dalam penyampaian pesan tertentu. Bahasa foto terbagi menjadi enam bagian yaitu :

1. Bahsa penampilan

a. Bahasa ekspresi muka

Bahasa ekspresi muka seperti marah, bahagia, sedih, dll, dapat menambah kekuatan pesan yang ditampilkan dari sebuah foto.

b. Bahasa isyarat

Bahasa yang dihasilkan dari gerakan yang dilakukan untuk mengibaratkan pesan tertentu, misalnya menggelengkan kepala yang berarti ketidak mauan akan sesuatu.

c. Bahasa penciuman

Dengan orang menutupkan tangan pada hidungnya, ditambah dengan ekspresi muka pada kening sedikit mengkerut, akan lebih masuk kepada pesan bahwa orang tersebut sedang merasakan bau yang aneh atau tidak enak.

d. Bahasa pendengaran

Seseorang yang mengalami gagal komunikasi dalam pendengaran akibat suasana yang kurang mendukung, akan menunjukkan isyarat berupa gerakan tertentu.

e. Bahasa tindakan

Bahasa tindakan terbagi menjadi dua :

-Visible (tindakan yang terlihat oleh mata, seperti memperlihatkan sebuah keberangkatan dengan melambaikan tangan)

-Non visible (tindakan yang tidak terlihat oleh mata, namun tersirat oleh mata, seperti saat ungkapan kasih sayang, atau kemarahan).


(11)

15 2. Bahasa komposisi

a. Bahasa warna

Warna dapat mempengaruhi manusia karena adanya kesan yang ditimbulkan dari warna tersebut. Misalnya warna hitam yang memiliki kesan elegan, berkabung, dll

b. Bahasa tekstur

Tampilan yang dihasilkan dari tekstur dapat menimbulkan kesan tertentu. Misalnya kesan halus dan kasar.

c. Bahasa garis

Bentuk garis yang dihasilkan akan menampilkan makna tertentu. Misalnya garis zig zag dengan ujung rancing akan menimbulkan kesan kaku dan labil.

d. Bahasa cahaya

-High key memberikan kesan lembut, bersih dikarenakan adanya cahaya yang jatuh pada obyek foto didominasi warna putih.

-Low key memberikan kesan misterius, karena pencahayaan yang jatuh pada obyek foto didominasi warna hitam.

e. Bahasa bentuk

Tampilan dari bentuk tertentu dapat menghasilkan makna tertentu, misalnya bentuk kubus memberi kesan kokoh, bentuk segitiga akan memberikan kesan labil.

f. Bahasa tata letak

Penampilan objek dan kemampuan menata objek akan menimbulkan kesan menarik dan tidak monoton.


(12)

16 3. Bahasa gerak

Fotografi merupakan istilah lain dari menggambar dengan menggunakan cahaya pada sebuah bidang dua dimensi, dimana fotografer tersebut memiliki tantangan untuk menjadikan bidang gambar dua dimensi menjadi tiga dimensi atau memiliki ruang dan gerakkan yang alami.

a. Panning

Teknik dimana fotografer memotret dengan mengikuti laju benda yang bergerak, sehingga gambar obyek yang bergerak terlihat fokus dengan latar belakang yang kabur sesuai dengan arah gerakan.

b. Zooming

Teknik dimana fotografer memotret dengan menggerakkan lensa zoom (in atau out), dengan tujuan fokus pada satu titik, dan kabur pada sisi di luar titik yang fokus.

c. Exposure time

Teknik dimana fotografer memotret pada lintasan dengan kecepatan rendah pada malam hari, dengan tujuan fokus pada bagian background, dan terdapat cahaya dari lampu kendaraan.

d. Multiple Exposure

Teknik dimana fotografer memotret beberapa kali pada satu frame. 4. Bahasa konteks

Suatu hasil yang dapat mengungkap informasi yang terdapat pada foto tersebut, misalnya kapan terjadinya pemotretan, dimana terjadinya pemotretan.

5. Bahasa obyek 6. Bahasa tanda


(13)

17 Menurut Nonot .S. Utomo dalam kutipan sebuah “Majalah Foto Media” (2002:58), Selama melakukan pemotretan, beberapa hal dibawah ini dapat menjadi panduan dalam merangkai foto esai

Foto long shot : dipakai untuk menggambarkan suasana subjek dan lingkungan disekelilingnya

Foto medium shot : digunakan untuk memperlihatkan suatu kejadian Foto close up :digunakan untuk memperlihatkan emosi dari subjek itu Foto utama / lead :foto yang paling menonjol dari keseluruhan

Foto portrait :menggambarkan tokoh kunci dari sebuah foto esai

Foto interaksi :menggambarkan bagaimana subjek melakukan interaksi hubungan dengan lingkungan

Foto sekuen :memaparkan tahapan perkembangan pada subjek dalam pemotretan

Foto detail :bertujuan sebagai foto yang memperkuat emosi Close :digunakan sebagi penutup foto

Sebuah foto dalam esai foto tidak harus menampilkan semua ketentuan diatas. Hanya saja, foto utama dan penutup amat penting disajikan sebaik mungkin. Sementara foto lainnya dapat disesuaikan dengan keadaan di lapangan. Hal mendasar yang wajib menjadi acuan saat pemotratan, yakni pemotret dapat menguasai emosinya dan disitulah hendaknya pemotret mengabadikan momment.

Esai foto yang akan disajikan disini adalah tentang kesenian jaranan. Kesenian jaranan sendiri merupakan sebuah kesenian Jawa yang lahir di Kota Kediri. Karena itu, berikut adalah perkenalan singkat Kota Kediri sebelum menginjak kepada kesenian jaranan itu sendiri.


(14)

18 2. 2. Kota Kediri

2.2.1 Geografis

Kota Kediri terletak di dataran sedang dengan ketinggian rata-rata 67 meter diatas permukaan air laut, terbelah oleh sungai Brantas yang mengalir dari selatan ke utara menjadi dua wilayah yaitu wilayah barat sungai dan timur sungai. Secara administrasi kepemerintahan, kota Kediri yang mempunyai luas wilayah 63,40 km/persegi terbagi menjadi 3 kecamatan yaitu kecamatan Mojoroto yang meliputi seluruh bagian yang berada di barat sungai Brantas, kecamatan Kota dan kecamatan Pesantren yang berada di timur sungai Brantas.

Seluruh wilayah kota Kediri berbatasan dengan wilayah kecamatan yang berada dibawah pemerintahan kabupaten Kediri, baik batas utara, selatan, dan barat dengan kondisi yang begitu relative datar. Subjek lima sungai yang mengalir di kota Kediri sungai Kresek sepanjang 9 km, sungai Parang sepanjang 7,5 km, sungai Kedak sepanjang 8 km, sungai Brantas 7 km dan sungai Ngampel dengan panjang 4,5 km, dari kelima sungai tersebut, yang terbesar dan terkenal adalah sungai Brantas dan menjadi legenda bagi masyarakat Kediri juga provinsi Jawa Timur.

Secara Geografis, kota Kediri terletak diantara 111,05 derajat – 112,03 derajat bujur timur dan 7,45 derajat – 7,55 derajat lintang selatan dengan luas 63,404 km². Dari aspek tipografi, kota Kediri terletak pada ketinggian rata-rata 67 m diatas permukaan laut, dengan tingkat kemiringan 0-40 %.

o Sebelah utara : Kec. Gampeng Rejo, Kec. Grogol Kab. Kediri

o Sebelah selatan : Kec. Kandat, Kec. Ngadiluwih Kab.Kediri o Sebelah timur : Kec. Wates dan Kec. Gurah Kab Kediri


(15)

19 o Sebelah Barat : Kec. Grogol dan Kec. Semen Kab. Kediri.

2.2.2 Sejarah Singkat Kediri

Atas keteladanan Wka Pu Catura dan sebagai dharmanya, maka ditetapkanlah tanah tegal di Wanua Kwak sebagai sawah pardikan oleh Raja Mataram Sri Maharaja Rae Kayuwangi (Prasasti Kwak bertahun saka 801). Maka seiring dengan perkembangan jaman, berkembang pula Wanua Kwak yang hanya sebuah daerah pardikan menjadi satu komunitas kehidupan yang mempunyai system social budaya yang teratur pada jamannya dan berdasarkan prasasti Kwak tahun saka 801 (27 Juli 879 Masehi) dijadikan hari jadi kota Kediri.

2.2.3 Masa Kerajaan Kediri

Pada tahun 1019 Masehi, atas pemerintahan beberapa adipati dan kaum Brahmana yang masih setia, Airlangga diangkat sebagai raja yang bergelar Sri Maharaja Rakahulu Crilokeswara Dharmawangsa Airlangga Ananta Wikramatunggadewa. Dengan usaha yang keras, beliau dapat menyatukan sisa-sisa kerajaan Dharma wangsa yang telah terpecah belah, dan sesuai kehidupan orang Hindu, pada masa tuanya, beliau menyerahkan tahtanya dan menjadi seorang pertapa yang terkenal sebagai Jatiwindra atau Maharesi Gentayu. Putrinya yang bernama Sangaramawijaya Tungga Dewi, menolak menjadi raja dan memilih hidup sebagai seorang pertapa yang terkenal dengan sebutan Dewi Kilisuci. Karena itu, Prabu Airlangga (1041 M) harus membagi kerajaan menjadi dua bagian untuk kedua putranya, yaitu bagian timur Jenggala dengan ibu kota Kahuripan, sedangkan bagian barat Kerajaan Panjalu atau Kediri dengan ibu kota Dahapura, dari sinilah Kerajaan Kediri dimulai.


(16)

20 2. 3. Mistik Kejawen

2.3.1. Pengertian Mistik

Menurut asal katanya, kata mistik berasal dari bahasa Yunani mystikos yang artinya rahasia (geheim), serba rahasia (geheimzinnig), tersembunyi (verborgen), gelap (donker) atau terselubung dalam kekelaman (in het duister gehuld) Kata "mistik", menurut de Jong, seperti juga kata "misteri" berasal dari kata kerja Yunani "mu-ein" yang mempunyai dua arti. Arti pertama adalah menutup mata dan mulut, dan arti kedua adalah mengantarkan seseorang ke dalam suatu rahasia lewat upacara.

Menurut buku De Kleine W.P. Encylopaedie (1950, Mr. G.B.J. Hiltermann dan Prof.Dr.P. Van De Woestijne halaman 971 dibawah kata mystiek) kata mistik berasal dari bahasa Yunani myein yang artinya menutup mata (de ogen sluiten) dan musterion yang artinya suatu rahasia (geheimnis).

Mistik sebagai sebuah paham yaitu paham mistik atau mistisisme merupakan paham yang memberikan ajaran yang serba mistis (misal ajarannya berbentuk rahasia atau ajarannya serba rahasia, tersembunyi, gelap atau terselubung dalam kekelaman) sehingga hanya dikenal, diketahui atau dipahami oleh orang-orang tertentu saja, terutama sekali penganutnya.

Tindakan atau kebiasaan kejawen dibagi menjadi tiga, yaitu tindakan simbolis dalam religi, adalah contoh kebiasaan orang Jawa yang percaya bahwa Tuhan adalah zat yang tidak mampu dijangkau oleh pikiran manusia, karenanya harus di simbolkan agar dapat di akui keberadaannya misalnya dengan menyebut Tuhan dengan Gusti Ingkang Murbheng Dumadi, Gusti Ingkang Maha Kuaos, dan sebagainya. Tindakan simbolis dalam tradisi, adanya tradisi upacara kematian yaitu medoakan orang yang meninggal pada tiga hari, tujuh hari, empatpuluh hari, seratus hari, satu tahun, dua tahun ,tiga tahun, dan seribu


(17)

21 harinya setelah seseorang meninggal ( tahlhilan ). Tindakan simbolis dalam seni dicontohkan dengan berbagai macam warna yang terlukis pada kesenian Jawa seperti wayang kulit, Jaranan, dan sebagainya.(Mistik Kejawen olehSuwardi Endraswara)

2.3.2. Pengertian Kejawen

Kejawen adalah faham orang jawa atau aliran kepercayaan yang muncul dari masuknya berbagai macam agama ke Jawa. Kejawen mengakui adanya Tuhan Gusti Allah tetapi juga mengakui mistik yang berkembang dari ajaran tasawuf agam-agama yang ada.

Kejawen merupakan sebuah filsafat seperti halnya Pancasila. Filsafat merupakan sebuah olah piker manusia yang mendasarkan diri pada nilai dan norma yang berkembang pada masyarakat saat itu.

Dalam khasanah ilmu jawa, kejawen dibagi menjadi dua bagian, yaitu abangan dan ilmu hikmah. Ilmu abangan merupakan aliran yang ilmu-ilmu dan kekuatannya bersumber dan berasal dari selain Allah, seperti jin. Sebagai contoh: ilmu santet, ilmu pellet. Ilmu hikmah merupakan aliran ilmu yang kekuatannya bersumber dan berasal dari Allah semata. (Mistik Kejawen olehSuwardi Endraswara)

2.3.3. Latar Belakang Ajaran Kejawen

Kejawen merupakan suatu kebudayaan yang telah dimiliki oleh masyarakat jawa yang bermula dari cerita Sri dan Sadono. Sri sebenarnya penjelmaan Dewi Laksmi, isteri Wisnu dan Sadona adalah penjelmaan Wisnu itu sendiri. Dalam kaitan ini, sesungguhnya Sri dan Sadono adalah suami isteri yang menjadi cikal bakal kejawen. Sri dan Sadono diturunkan ke bumi untuk menjadi cikal bakal nenek moyang di jawa, yang selanjutnya Dewi Sri dianggap


(18)

22 menjelma ke dalam diri tokoh Puteri Daha yang bernama Dewi Sekartaji atau Galuh Candrakirana, sedangkan Sadono menjadi Raden Panji. Keduanya pernah berpisah, namun akhirnya berjumpa kembali. Perjumpaan Dewi Sri dan Sadono terjadi di Gunung Tidar Magelang. Tempat itu kemudian oleh sadono dan Sri diberi tetenger (tanda) dengan menancapkan paki tanah jawa, hal ini sekaligus untuk mengokohkan tanah jawa. (Mistik Kejawen olehSuwardi Endraswara)

2.3.4. Ritual Kejawen

2.3.4.1. Membakar Kemenyan dan Dupa

Pembakaran kemenyan dan dupa merupakan perwujudan persembahan kepada Tuhan. Kukus (asap) dupa atau kemenyan yang membumbung ke atas, tegak lurus, merupakan tanda bahwa sesajinya dapat diterima.

Menurut pendapat penganut Mistik Kejawen, pembakaran dupa, dan pembakaran kemenyan sama halnya dengan aktifitas masyarakat muslim yang menggunakan wangi-wangian sebelum melakukan ibadah. Baik kemenyan, dupa, maupun wangi-wangian tujuannya hanya untuk menunjukkan akhlak luhur kepada Tuhan. Oleh karena Tuhan jelas mencintai pada hal-hal yang semerbak harum. (Mistik Kejawen olehSuwardi Endraswara)

2.3.4.2. Sesaji

Sesaji, tumbal dan sebagainya termasuk dalam simbol-simbol ritual Kejawen. Sesaji merupakan pelaksanaan dari pikiran, keinginan, dan perasaan pelaku untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Upaya pendekatan diri melalui sesaji sesungguhnya bentuk akumulasi budaya yang bersifat abstrak.

Sesaji juga merupakan wacana simbol yang digunakan sebagai sarana untuk „negosiasi’ spiritual kepada hal-hal gaib. Hal ini dilakukan agar makhluk-makhluk halus diatas kekuatan manusia tidak mengganggu. Dengan pemberian


(19)

23 makan secara simbolis kepada roh halus, diharapkan roh tersebut akan jinak, dan mau membantu hidup manusia.

Kepercayaan terhadap roh halus, khususnya dhanyang (roh pelindung) sering diwujudkan dalam bentuk slametan. Salah satu bentuk slametan adalah tumbal, yaitu upaya persembahan untuk penolak bala. (Observasi langsung, Mani, 2008)

2. 4. Jaranan

2.4.1. Pengertian Jaranan

Kesenian yang juga biasa disebut dengan kuda lumping, jaran kepang, ataupun jathilan ini, merupakan jenis tari ritual yang melibatkan energi supranatural “makhluk lain” yang dipadukan dengan gerak rancak dan dinamis para penarinya yang seringkali mengalami trance/kesurupan. Awalnya kesenian ini merupakan tari persembahan untuk keselamatan (ruwatan) penduduk desa dan terhindar dari sengkala (segala hal yang membayakan). Jaranan dulunya sering digelar ketika ada hajatan bersih desa atau sedekah bumi. Pada perkembangannya, jaranan mampu menarik hati masyarakat di wilayah pedesaan sehingga ketika ada hajatan keluarga, semisal sunatan atau pernikahan, keluarga yang memiliki hajat mendatangkan kesenian jaranan dari siang hingga malam hari.

2.4.2. Sejarah Jaranan

Cerita Jaranan berawal dari kisah cinta seorang Raja dari Ponorogo pada Abad ke 6. Raja ini memiliki dua kepala ( Dadak Merak dan Singo Barong ) dalam kekuatan gaibnya. Ketika itu Raja Singo Barong terpesoa dengan kecantikan yang dimiliki oleh Dewi Sekartadji. Dewi Sekartadji adalah wanita tercantik yang ada di Kerajaan Kediri. Karena rasa cinta Raja Singo Barong terhadap Dewi Sekartadji tidak dapat tergantikan oleh siapapun, Raja Singo


(20)

24 Barong memutuskan untuk melamar Dewi Sekartadji dengan mengirim Pasukannya dibawah pimpinan Patih Pujonggo Anom untuk melamar Dewi Sekartadji. Setibanya Patih Pujonggo Anom beserta Pasukannya di Kerajaan Kediri, Patih Pujonggo Anom memberitahukan maksud kedatangannya untuk mengantarkan lamaran dari Raja Singo Barong untuk Dewi Sekartadji. Setelah Patih Pujonggo Anom beserta prajuritnya menyampaikan jawaban atas lamaran kepada Raja Singo Barong, Raja Singo Barong beserta rombongan prajurit berangkat menuju Kerajaan Kediri melalui jalur dalam tanah dengan menggunakan kesaktiannya. Karena pada waktu itu, di dalam lingkungan Kerajaan Kediri sedang diadakan tarian kuda lumping, dan pada saat bersamaan Raja Singo Barong beserta prajuritnya keluar dari dalam tanah secara tiba-tiba, prajurit dari Kerajaan Kediri merasa terusik karena kedatangan Raja Singo Barong yang muncul secara tiba-tiba. Karena Prajurit Kerajaan Kediri benar-benar marah, perang besar antara Prajurit Kediri dengan Prajurit Raja Singo Barong terjadi begitu cepat. Dalam perang ini, Raja Singo Barong beserta prajuritnya kalah. Dari sinilah awal mula kesenian Jaranan memiliki cerita yang didalamnya terdapat istilah Rampokan. Rampokan merupakan istilah adegan yang digambarkan sebagai peperangan antara Prajurit Kediri yang digambarkan sekumpulan penari kuda lumping melawan Raja Singo Barong yang digambarkan seperti naga.(Observasi langsung, Mani, 2008)

2.4.3. Cerita Modern Jaranan

Diambil dari cerita Jaranan terdahulu, kini muncullah suatu cerita yang menggambarkan tentang prajurit yang sedang berangkat perang untuk membela kerajaannya sebagai tanda kesetiaan dan rasa gagah berani yang dimiliki. Dalam perjalanan perang, prajurit akan mengalami berbagai rintangan yang menghadang tercapainya kemenangan. Halangan dalam peperangan tidak hanya musuh yang dapat terlihat oleh mata normal manusia, melainkan berbagai halang rintang dari makhluk gaib /tidak dapat dilihat oleh mata normal


(21)

25 manusia. Dalam menempuh ke medan perang, prajurit harus melewati berbagai hutan yang belum pernah dilewati oleh manusia. Tidak sedikit prajurit yang gugur dikarenakan ulah para penunggu hutan yang merasa terganggu dari usikan para prajurit yang melewati hutan. (Observasi langsung, Catur, 2008)

2. 5. Gambuh Jaranan

2.5.1. Pengertian Gambuh Jaranan

Gambuh merupakan sebutan dari seseorang yang ahli dibidang sesuatu, biasa disebut sebagai pawang. Gambuh dalam bahasa Jawa yang berarti “nggegemo barang seng ampuh”. “Nggegemo” memiliki arti “peganglah”, “seng ampuh” memiliki arti “barang yang sakti”. Jadi arti gambuh ialah manusia yang mempunyai pegangan yang sakti. Barang sakti yang dimiliki seorang gambuh bukan merupakan pusaka seperti tombak, keris, pedang, dan lainnya. Yang dimaksud barang yang ampuh merupakan hati yang bersih, yang memiliki keikhlasan, percaya dan yakin adanya Tuhan Yang Maha Esa yang selalu melindungi dan mengatur masing-masing individu. Pada jaman dahulu, peran gambuh dalam jaranan hanya sebagai sarana uji kekuatan dan kepekaan. Kekuatan disini sebagai ajang untuk unjuk kesaktian terhadap masyarakat sekitar, lebih-lebih untuk unjuk kelebihan yang dimilikinya terhadap sesama Gambuh Jaranan. (Observasi langsung, Catur, 2008)

2.5.2. Tugas Gambuh Jaranan

Tugas gambuh jaranan tidak hanya sebatas menjadi pawang kuda lumping saja, yang hanya menyembuhkan penari yang sedang kerasukan oleh makhluk halus, tetapi tugas seorang Gambuh Jaranan sangat diperlukan dalam kesenian jaranan yang sedang berlangsung. Hal ini dikarenakan dalam pertunjukan jaranan, kejadian yang tidak diinginkan biasa terjadi, mulai dari kiriman musibah dari pawang atau orang lain yang tidak suka dengan adanya acara jaranan tersebut berlangsung, masalah pembuatan sesaji yang tidak bisa


(22)

26 diterima oleh roh halus penjaga tempat berlangsungnya acara, sampai mengalihkan hujan yang akan turun pada tempat berlangsungnya pentas seni jaranan. Kejadian semacam ini pada suatu saat akan terjadi dalam pertunjukan jaranan berlangsung. Oleh karena itu, seorang gambuh jaranan dituntut untuk peka terhadap keadaan yang terjadi. (Observasi langsung, Mani, 2008)

2.5.3. Catur Sudirman

Catur Sudirman merupakan seorang Gambuh Jaranan yang masih berumur 27 tahun. Catur lahir di kota Kediri, tanggal 23 Mei 1981. Kemampuannya menjadi seorang Gambuh Jaranan dimulai ketika menginjak Sekolah Menengah Pertama. Ketika malam tiba, Catur selalu mendengar panggilan-panggilan halus yang menyuruh untuk mendatangi suara tersebut. Semenjak dari situlah, Catur mulai mengerti akan kemampuannya dalam kebudayaan Kejawen.

2. 6. Kata Kunci

Gambuh jaranan merupakan obyek yang menarik yang dapat diabadikan melalui media Fotografi, dikarenakan obyek gambuh jaranan memiliki keunikan dalam aktivitasnya.

Fotografi dapat digunakan sebagai media komunikasi dari masalah yang ada dengan menggunakan teori EDFAT.


(23)

27 BAB III

STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL

3.1. Strategi Perancangan

3.1.1. Strategi Komunikasi

3.1.1.1. Tujuan Komunikasi

Komunikasi massa menurut Hewitt (1981) proses komunikasi yang berlangsung dimana pesannya dikirim dari sumber yang melembaga kepada khalayak yang sifatnya massal yang bertujuan untuk Mempengaruhi perilaku seseorang, Mengungkapkan perasaan, Menyelesaian sebuah masalah, Menjelaskan perilaku sendiri atau perilaku orang lain.

Dengan tujuan agar masyarakat mengenal keberadaan Kota Kediri sekaligus mengetahui kebudayaan asli yang berupa kesenian jaranan dari Kediri yang hampir mengalami kepunahan. Dengan komunikasi yang memberikan gambaran realita kehidupan Gambuh dalam kehidupan, diharapkan dapat menimbulkan sikap positif dari masyarakat.

3.1.1.2. Pesan Utama

Memberikan gambaran tentang realita kehidupan Gambuh Jaranan dalam lingkungan masyarakat dengan tujuan masyarakat untuk lebih mengetahui kesenian Jaranan dan mengetahui kondisi kehidupan seorang gambuh jaranan yang dengan sulit bertahan untuk mempertahankan kesenian jaranan di Kediri.

3.1.1.3. Positioning

Dari masalah yang telah dijelaskan pada Bab I. penggunaan Positioning sangat membantu untuk menarik perhatian masyarakat, guna mendapatkan respon positif dari masyarakat. Positioning atau yang lebih dikenal dengan position atau posisi pada dasarnya cara untuk membedakan suatu hasil dengan cara memberikan nilai-nilai kelebihan sebanyak-banyaknya ke dalam sesuatu yang akan kita hasilkan. (fashionbiz-content.asp.htm)


(24)

28 1. Gambuh Jaranan di Kota Kediri memiliki ciri yang berbeda jika dibanding dengan

Gambuh jaranan yang ada pada kota lain, diantaranya

 Kediri merupakan daerah awal mulanya terdapat kesenian Jaranan di Indonesia

 Umur Gambuh Jaranan yang masih tergolong muda

 Memiliki wirausaha dalam memenuhi biaya kebutuhan hidup selain menjadi Gambuh Jaranan

 Penggunaan dupa dalam ritual sebagai pengganti kemenyan

 Dapat bersosialisasi dengan baik dalam lingkungan masyarakat dari anggapan negative masyarakat akan arti gambuh sebagai dukun yang berbau ilmu hitam

2. Wisata Budaya, Terutama wisata sejarah peninggalan kerajaan Kediri yang memiliki keterkaitan langsung dengan kesenian Jaranan, misalnya Goa Selomangleng, Sendang Sri Aji Jayabaya.

3.1.2. Strategi Kreatif

1. Pra

o Pengumpulan data Jaranan

Dalam mendapatkan data yang seakurat mungkin, pencarian data didapat melalui internet, interview dengan beberapa orang tertua di kota Kediri yang begitu mengenal dengan cerita Jaranan. Dari pengumpulan data yang didapat, dipilih dan digabung menjadi satu kesatuan yang utuh.

o Pencarian Objek Gambuh Jaranan

Pencarian sosok Gambuh Jaranan lebih mengutamakan pada Gambuh Jaranan yang memiliki kelebihan dibandingkan Gambuh Jaranan yang masih ada, mulai dari umur Gambuh Jaranan yang masih muda, nama Gambuh Jaranan yang sudah tenar diantara Gambuh Jaranan yang lain yang ada di kota Kediri. Catur merupakan sosok Gambuh Jaranan yang paling tenar di Kota Kediri.


(25)

29 o Pendekatan terhadap objek

Sebuah esai foto merupakan sebuah langkah panjang dalam memotret, karena memerlukan waktu yang panjang dalam penciptaannya. Dalam melakukan pemotretan terhadap Catur akan sangat membantu dalam mencapai hasil yang alami apabila kita telah mengenal Catur dan ia tidak merasa canggung dengan keberadaan kita. Salah satu keberhasilan dalam pemotretan esai adalah kemampuan fotografer untuk mencairkan suasana dan membaur dengan lingkungan yang akan difoto, sehingga kehadiran fotografer tidak mengganggu aktifitas dari objek foto.

2. Produksi

o Mulai pemotretan untuk stock foto dan sebagai acuan foto.

Tahap ini dilakukan sebanyak dua kali, hal ini bertujuan sebagai acuan gambar yang memiliki fungsi seperti story board. Dimana kumpulan foto tersebut dalam tekniknya dapat dipelajari dan digunakan kembali pada saat pemotretan berikutnya (pemotretan terakhir). Selain itu juga bertujuan untuk membiasakan seorang Gambuh Jaranan untuk terbiasa dengan adanya kamera yang akan mengabadikan dalam tiap aktifitasnya, cara ini bertujuan untuk mendapatkan kealamian foto.

o Pemotretan terakhir

Pemotretan terakhir dilakukan sehari sebelum adanya pementasan Jaranan. Dari tahap masuk dalam kehidupan Gambuh Jaranan didapatkan kesimpulan bahwa aktifitas yang paling menarik untuk diabadikan adalah sehari sebelum pementasan Jaranan.


(26)

30 Dalam proses digitalisasi, setelah melalui beberapa tahap pra dan produksi, proses pengolahan gambar akan melalui beberapa tahapan yang harus dilalui secara berkesinambungan.

Ambil Foto Komputer PC Editing

di kamar terang

CD

Printer Hasil Foto

Printer Hasil Foto Skema Proses digital

3.1.3. Strategi Media

Penggunaan media Fotografi lebih ditujukan untuk memberikan gambaran kepada masyarakat agar masyarakat dapat dengan mudah mengetahui realita kehidupan gambuh jaranan dalam mempertahankan kebudayaan kesenian jaranan.

3.2. Konsep Visual

3.2.1. Format Desain

Format desain yang digunakan dalam media fotografi menggunakan format desain portrait.

3.2.2. Lay Out

Keseimbangan adalah usaha untuk mengkomposisikan bagian-bagian baik kiri maupun kanan, atas maupun bawah, bagian warna hitam dan putih.


(27)

31 Penggunaan monotone lebih menambah kesan dramatis, dikarenakan konsep yang ingin ditampilkan lebih ke arah kesederhanaan yang membahas tentang kehidupan seorang gambuh jaranan yang ada sejak abad ke 6.


(28)

32 BAB IV

MEDIA DAN TEKNIS PRODUKSI

4. 1. Alat dan Bahan sebagai sarana Pemotretan

Pemilihan peralatan pemotretan yang akan digunakan harus melalui perancanaan yang matang, dan harus disesuaikan dengan lokasi pemotretan. Langkah ini akan sangat membantu dalam pemoteretan, dikarenakan alat yang dibawa merupakan alat yang memang dibutuhkan dalam pemotretan. Alat-alat yang dibutuhkan untuk mengatasi berbagai situasi apapun adalah sebagai berikut :

1. Kamera

Dalam pemoteretan ini, lebih mengandalkan pada kamera Digital, produk keluaran NIKON dengan tipe D80. Dengan menggunakan kamera digital, hasil yang diinginkan jauh lebih mudah dicapai dengan melihat berbagai kendala, diantaranya :

NO Masalah Keuntungan Digital

1 Berbagai aktivitas objek yang tidak tentu, kondisi cahaya yang berbeda-beda

Kamera NIKON D80 mudah dibawa dan dilengkapi pengaturan White Balance untuk mengatur suhu dan mengatasi perbedaan keras lunaknya cahaya


(29)

33 2 Banyaknya kegiatan penting

yang dilakukan pada malam hari dengan keadaan yang minim dengan cahaya, yang menyebabkan sulit dalam focus dan memerlukan tingkat kepekaan penangkap cahaya.

Kamera NIKON D80 memiliki tingkatan iso/asa/din mulai dari iso 200 sampai HI 1.

3 Dengan berbagai masalah yang ada, kemungkinan untuk gagal dalam pemotretan sering terjadi.

Kamera NIKON D80 dilengkapi dengan LCD (Liquid Crystal Display atau Tampilan kristal cair) berukuran 3 inci yang dapat memudahkan untuk kor eksi terhadap hasil pemotretan.

4 Cetak dalam ukuran besar Kamera NIKON D80 dilengkapi dengan tiga format image size (2.5M, 5.6M,10M), dimana masing-masing format tersebut dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan dalam pencetakan.

2. Lensa

Penggunaan lensa dalam fotografi sangat berperan penting untuk mendapatkan area foto dan ketajaman hasil foto. Dalam pemotretan esai gambuh jaranan ini, lebih menggunakan lensa dengan jenis lensa vario (memiliki rentan focus bervariasi) AF-S NIKKOR 18-135mm 1:3,5-5,6G ED.


(30)

34 3. Tripod

Penggunaan Tripod dalam dunia fotografi sangat membantu fotografer untuk mengatasi cahaya yang minim untuk menghasilkan foto dengan cahaya yang standar (tidak terlalu over atau under.


(31)

35 4. 2. Teknis Produksi

4.2.1. Foto ke Satu

Catur bersama Mbah Slamet melakukan ritual bakar kemenyan sebagai tanda penghormatan kepada Mbah Ronggo atas jasanya yang telah membuka hutan dan menjadikan Desa Semampir.

Foto ke satu ini memiliki judul “Nyekar”. Dalam bahasa Jawa, “Nyekar” yang memiliki arti ziarah kubur, judul ini diambil dari konsep tentang kebiasaan Gambuh Jaranan nghormati para leluhur atas jasanya dengan cara membersihkan makam, dan mendoakan arwah leluhur dengan adat kejawen seperti membakar kemenyan atau dupa.


(32)

36

NO Bahasan Keterangan

1 Hasil gambar

2 Kamera NIKON D80

3 Format foto Portrait

4 Mattering f/ 7,1/ 20s

5 Software editing Adobe Photoshop CS2 6 Penyimpan data SanDisk 2.0 GB

7 Teknik editting Desaturation, burn, dodging

8 Judul Nyekar


(33)

37 4.2.2. Foto ke Dua

Memasak beberapa menu masakan untuk memenuhi kebutuhan makan Catur dan keluarganya.

Foto ke dua ini memiliki judul “Rejekiku sek setengah mateng”. Dalam bahasa Jawa, “ Rejekiku” yang memilikiarti rizki untuk aku, “sek” yang memiliki arti masih (keterangan waktu), “Mateng” yang memiliki arti matang. Jadi Rejekiku sek setengah mateng memiliki arti Rejeki saya masih setengah matang. Judul ini diambil dari konsep proses memasak


(34)

38

NO Bahasan Keterangan

1 Hasil gambar

2 Kamera NIKON D80

3 Format foto Portrait

4 Mattering f/3,5 -1/60 s

5 Software editing Adobe Photoshop CS2 6 Penyimpan data SanDisk 2.0 GB

7 Teknik editting Desaturation, burn, dodging

8 Judul Rejekiku sek setengah mateng


(35)

39 4.2.3. Foto ke Tiga

Memasak beberapa menu masakan untuk memenuhi kebutuhan makan Catur dan keluarganya.

Foto ke dua ini memiliki judul “Rejekiku sek setengah mateng”. Dalam bahasa Jawa, “ Rejekiku” yang memilikiarti rizki untuk aku, “sek” yang memiliki arti masih (keterangan waktu), “Mateng” yang memiliki arti matang. Jadi Rejekiku sek setengah mateng memiliki arti Rejeki saya masih setengah matang. Judul ini diambil dari konsep proses memasak


(36)

40

NO Bahasan Keterangan

1 Hasil gambar

2 Kamera NIKON D80

3 Format foto Portrait

4 Mattering f/5 -1/4 s

5 Software editing Adobe Photoshop CS2 6 Penyimpan data SanDisk 2.0 GB

7 Teknik editting Desaturation, burn, dodging

8 Judul Rejekiku sek setengah mateng


(37)

41 4.2.4. Foto ke Empat

Memasak beberapa menu masakan untuk memenuhi kebutuhan makan Catur dan keluarganya.

Foto ke dua ini memiliki judul “Rejekiku sek setengah mateng”. Dalam bahasa Jawa, “ Rejekiku” yang memiliki arti rizki untuk aku, “sek” yang memiliki arti masih (keterangan waktu), “Mateng” yang memiliki arti matang. Jadi Rejekiku sek setengah mateng memiliki arti Rejeki saya masih setengah matang. Judul ini diambil dari konsep proses memasak


(38)

42

NO Bahasan Keterangan

1 Hasil gambar

2 Kamera NIKON D80

3 Format foto Portrait

4 Mattering f/3,8 -1/40 s

5 Software editing Adobe Photoshop CS2 6 Penyimpan data SanDisk 2.0 GB

7 Teknik editting Desaturation, burn, dodging

8 Judul Rejekiku sek setengah mateng


(39)

43 4.2.5. Foto ke Lima

Catur mulai membersihkan meja makan.

Foto ke tiga ini memiliki judul “Rejeki Teko Resikku”. Dalam bahasa Jawa, “ Rejeki” yang memiliki arti rizki, “Teko” yang memiliki arti datang(nya), “Resikku” yang memiliki arti kebersihanku. Jadi Rejeki Teko Resikku memiliki arti Rejeki saya tergantung pada kebersihanku. judul ini diambil dari konsep kebersihan dalam hidupnya. Dalam tiap harinya, Catur selalu dengan keinginan yang kuat mendapatkan rizki dari Tuhan melalui manjual masakan yang dibuatnya dengan pelayanan yang baik dan kebersihan yang selalu dijaga.


(40)

44

NO Bahasan Keterangan

1 Hasil gambar

2 Kamera NIKON D80

3 Format foto Portrait

4 Mattering f/4 -1/80 s

5 Software editing Adobe Photoshop CS2 6 Penyimpan data SanDisk 2.0 GB

7 Teknik editting Desaturation, burn, dodging

8 Judul Rejeki Teko Resikku


(41)

45 4.2.6. Foto ke Enam

Menonton televisi merupakan hiburan yang dapat menghilangkan capek dari aktivitas seharian. Kegemarannya dalam melihat siaran wayang kulit dari televisi sudah melekat semenjak Catur berumur duabelas tahun.

Foto ke enam ini memiliki judul “Leren Sedelut”, judul ini diambil dari konsep kegiatan yang sering dilakukan dalam menghilangkan rasa capek dengan melihat televisi. Dalam bahasa Jawa, “Leren” yang memiliki arti istirahat, “Sedelut” yang memiliki arti sebentar. Jadi Leren Sedelut memiliki arti Istirahat sebentar dari aktivitas seharian.


(42)

46

NO Bahasan Keterangan

1 Hasil gambar

2 Kamera NIKON D80

3 Format foto Portrait

4 Mattering f/9 -1/15 s

5 Software editing Adobe Photoshop CS2 6 Penyimpan data SanDisk 2.0 GB

7 Teknik editting Desaturation, burn, dodging

8 Judul Leren Sedelut


(43)

47 4.2.7. Foto ke Tujuh

Sejumlah sesaji yang digunakan dalam ritual Jawa untuk menghormati adanya makhluk gaib sebagai sayarat agar makhluk gaib tersebut tidak mengganggu jalannya ritual kepada Tuhan dan dalam kehidupannya sehari-hari.

Foto ke tujuh ini memiliki judul “Sesaji”, judul ini diambil dari konsep beberapa syarat yang harus ada dalam ritual.


(44)

48

NO Bahasan Keterangan

1 Hasil gambar

2 Kamera NIKON D80

3 Format foto Portrait

4 Mattering f/5,6 -1/3 s

5 Software editing Adobe Photoshop CS2 6 Penyimpan data SanDisk 2.0 GB

7 Teknik editting Desaturation, burn, dodging

8 Judul Sesaji


(45)

49 4.2.8. Foto ke Delapan

Ritual berdoa kepada Tuhan dengan mengheningkan semua yang ada, mulai dari menahan nafas, menahan gerakan tubuh, sampai fikiran yang hanya menuju pada Tuhan dengan segala permintaan yang dipanjatkan.

Foto ke delapan ini memiliki judul “Semedi”, judul ini diambil dari konsep arti kata Semedi menurut istilah Jawa memiliki arti kata fokus dalam keheningan dan ketenangan.


(46)

50

NO Bahasan Keterangan

1 Hasil gambar

2 Kamera NIKON D80

3 Format foto Portrait

4 Mattering f/9 -1/13 s

5 Software editing Adobe Photoshop CS2 6 Penyimpan data SanDisk 2.0 GB

7 Teknik editting Desaturation, burn, dodging

8 Judul Semedi

9 Penambahan keterangan Ritual hening untuk memusatkan konsentrasi dan terjadinya fokus dengan Tuhan


(47)

51 4.2.9. Foto ke Sembilan

Ritual keris dilakukan untuk menjinakkan dan menguasai keinginan jahat makhluk halus yang ada di dalam keris yang sewaktu-waktu dapat

mengganggunya.

Foto ke sembilan ini memiliki judul “Jinako kowe”, judul ini diambil dari konsep kegiatan ritual keris yang dilakukan setelah berdoa kepada Tuhan. Dalam bahasa Jawa, “ Jinako” yang memiliki arti kalimat seruan kepada sesuatu yang disuruh, “kowe” yang memiliki arti kamu yang aku suruh.Jadi Jinak’o kowe memiliki arti jinaklah kamu.


(48)

52

NO Bahasan Keterangan

1 Hasil gambar

2 Kamera NIKON D80

3 Format foto Portrait

4 Mattering f/9 -1/8 s

5 Software editing Adobe Photoshop CS2 6 Penyimpan data SanDisk 2.0 GB

7 Teknik editting Desaturation, burn, dodging

8 Judul Jinako kowe

9 Penambahan keterangan Menjinakkan kekuatan gaib yang ada dalam keris


(49)

53 4.2.10. Foto ke Sepuluh

Ritual dupa merupakan ritual yang dilakukan sebagai ritual berdoa kepada Tuhan untuk mengoreksi kesalahan yang diperbuat dalam aktivitas seharian. Ritual doa dilakukan setelah aktivitas itu selesei, menjelang tidur.

Foto ke sepuluh ini memiliki judul “Nyuwun sepurone Gusti Allah”, judul ini diambil dari konsep permintaan maaf kepada Tuhan atas semua kesalahan yang diperbuat dalam satu hari tersebut. Dalam bahasa Jawa, “ Nyuwun” yang memiliki arti meminta, “Sepuro” yang memiliki arti maaf, “ne” dalam sepurone memiliki arti kepada . “Gusti Allah” yang memiliki arti Tuhan yang menguasai kehidupannya. Jadi Nyuwun sepurone Gusti Allah memiliki arti permintaan maaf kepada Tuhan.


(50)

54

NO Bahasan Keterangan

1 Hasil gambar

2 Kamera NIKON D80

3 Format foto Portrait

4 Mattering f/9 -1/5 s

5 Software editing Adobe Photoshop CS2 6 Penyimpan data SanDisk 2.0 GB

7 Teknik editting Desaturation, burn, dodging

8 Judul Nyuwun sepurone Gusti Allah


(51)

55 4.2.11. Foto ke Sebelas

Setelah merasa semua aktivitas telah dikerjakan, Catur bergegas tidur untuk mempersiapkan stamina buat pentas seni Jaranan besok pagi.

Foto ke sebelas ini memiliki judul “Nyare”, judul ini diambil dari konsep kebiasaan tidur setelah menganggap semua aktivitas penting sudah dijalankan. Dalam bahasa Jawa, “ Nyare” yang memiliki arti tidur.


(52)

56

NO Bahasan Keterangan

1 Hasil gambar

2 Kamera NIKON D80

3 Format foto Portrait

4 Mattering f/9 -1/15 s

5 Software editing Adobe Photoshop CS2 6 Penyimpan data SanDisk 2.0 GB

7 Teknik editting Desaturation, burn, dodging

8 Judul Nyare


(53)

57 4.2.12. Foto ke Dua belas

Ritual permisi merupakan ritual yang sangat erat dengan kebudayaan yang ada di Indonesia. Ritual ini dimaksudkan untuk menghargai adanya tuan rumah (leluhur yang membuka hutan menjadi desa) yang memiliki suatu tempat dimana kita bertamu. Dalam ritual ini sebagai permintaan izin sebelum memulai pentas seni Jaranan.

Foto ke dua belas ini memiliki judul “Kulonuwun”, judul ini diambil dari konsep tata cara orang Jawa yang selalu mengucapkan kata kulonuwun ketika mendatangi sebuah rumah untuk bertamu. Dalam bahasa Jawa, “ Kulonuwun” yang memiliki arti permisi.


(54)

58

NO Bahasan Keterangan

1 Hasil gambar

2 Kamera NIKON D80

3 Format foto Portrait

4 Mattering f/9 -1/13 s

5 Software editing Adobe Photoshop CS2 6 Penyimpan data SanDisk 2.0 GB

7 Teknik editting Desaturation, burn, dodging

8 Judul Kulonuwun


(55)

59 4.2.13. Foto ke Tiga belas

Dalam mengisi waktu luang sebelum acara pentas seni Jaranan dimulai, percakapan antar Gambuh selalu terjadi dalam hal membicarakan apa saja yang harus diwaspadai dalam membentengi lokasi dalam hal gaib untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.

Foto ke dua belas ini memiliki judul “Opo Dawuhe si Mbah”, judul ini diambil dari konsep tata cara orang Jawa yang selalu mendengarkan nasihat dari orang yang lebih tua. Dalam bahasa Jawa, “ opo” yang memiliki arti apa, “Dawuhe” yang memiliki arti Katanya, “si” yang memiliki arti penegasan kepada seseorang, “Mbah” yang memiliki arti Orang yang sudah renta. Jadi Opo Dawuhe si Mbah memiliki arti menghormati dan menjalankan apa yang dikatakan oleh orang yang lebih tua.


(56)

60

NO Bahasan Keterangan

1 Hasil gambar

2 Kamera NIKON D80

3 Format foto Portrait

4 Mattering f/5 -1/13 s

5 Software editing Adobe Photoshop CS2 6 Penyimpan data SanDisk 2.0 GB

7 Teknik editting Desaturation, burn, dodging

8 Judul Opo Dawuhe si Mbah


(57)

61 4.2.14. Foto ke Empat belas

Kendang merupakan alat musik yang terbuat dari kayu dengan tambahan kulit sebagai alat penimbul bunyi, guna menimbulkan bunyi-bunyian sebagai penentu musik Jaranan.


(58)

62

NO Bahasan Keterangan

1 Hasil gambar

2 Kamera NIKON D80

3 Format foto Portrait

4 Mattering f/5 -1/50 s

5 Software editing Adobe Photoshop CS2 6 Penyimpan data SanDisk 2.0 GB

7 Teknik editting Desaturation, burn, dodging

8 Judul Kendang


(59)

63 4.2.15. Foto ke Lima belas

Kenong merupakan alat musik yang terbuat dari besi, guna menimbulkan bunyi-bunyian sebagai melody ke dua.


(60)

64

NO Bahasan Keterangan

1 Hasil gambar

2 Kamera NIKON D80

3 Format foto Portrait

4 Mattering f/9 -1/200 s

5 Software editing Adobe Photoshop CS2 6 Penyimpan data SanDisk 2.0 GB

7 Teknik editting Desaturation, burn, dodging

8 Judul Kenong


(61)

65 4.2.16. Foto ke Enam belas

Gong merupakan alat musik yang terbuat dari besi, guna menimbulkan bunyi-bunyian sebagai bass.

NO Bahasan Keterangan

1 Hasil gambar

2 Kamera NIKON D80

3 Format foto Portrait

4 Mattering f/5 -1/200 s

5 Software editing Adobe Photoshop CS2 6 Penyimpan data SanDisk 2.0 GB

7 Teknik editting Desaturation, burn, dodging

8 Judul Gong


(62)

66 4.2.17. Foto ke Tujuh belas

Demong saron merupakan alat musik yang terbuat dari besi, guna menimbulkan bunyi-bunyian sebagai melody pertama.

NO Bahasan Keterangan

1 Hasil gambar

2 Kamera NIKON D80

3 Format foto Portrait

4 Mattering f/5,6 -1/100 s

5 Software editing Adobe Photoshop CS2 6 Penyimpan data SanDisk 2.0 GB

7 Teknik editting Desaturation, burn, dodging

8 Judul Demong saron


(63)

67 4.2.18. Foto ke Delapan belas

Make up merupakan suatu cara untuk mendapatkan karakter yang diinginkan dalam merubah suatu penampilan.

Foto ke delapan belas ini memiliki judul “Alat kanggo dandan”, judul ini diambil dari konsep alat-alat yang digunakan untuk berias. Dalam bahasa Jawa, “Kanggo” yang memiliki arti buat, “Dandan” yang memiliki arti berias. Jadi Alat kanggo dandan memiliki arti peralatan yang digunakan untuk berias.


(64)

68

NO Bahasan Keterangan

1 Hasil gambar

2 Kamera NIKON D80

3 Format foto Portrait

4 Mattering f/5 -1/30 s

5 Software editing Adobe Photoshop CS2 6 Penyimpan data SanDisk 2.0 GB

7 Teknik editting Desaturation, burn, dodging

8 Judul Alat kanggo dandan

9 Penambahan keterangan Peralatan yang digunakan untuk berias


(65)

69 4.2.19. Foto ke Sembilan belas

Pemain Jaranan tidak hanya harus mengenal segi cerita dan gerakan tari Jaranan saja, tetapi dari segi make up yang digunakan sebagi pemeran prajurit berkuda harus juga dipahami.

Foto ke sembilan belas ini memiliki judul “Wes Persis Durung yo?”, judul ini diambil dari konsep seorang pemain Jaranan yang memerankan karakter sebagai seorang kesatria yang gagah berani. Dalam bahasa Jawa, “Wes” yang memiliki arti sudah, “Persis” yang memiliki arti mirip, “Durung” yang memiliki arti belum, “Yo” yang memiliki arti iya. Jadi Wes Persis Durung yo memiliki arti sudah mirip dengan kesatria belum.


(66)

70

NO Bahasan Keterangan

1 Hasil gambar

2 Kamera NIKON D80

3 Format foto Portrait

4 Mattering f/5,6 -1/10 s

5 Software editing Adobe Photoshop CS2 6 Penyimpan data SanDisk 2.0 GB

7 Teknik editting Desaturation, burn, dodging

8 Judul Wes Persis Durung yo?


(67)

71 4.2.20. Foto ke Dua puluh

Kupat Jabut dalam bahasa Jawa, “Kupat” yang memiliki arti beras yang ditanak, dibungkus dengan daun kelapa, “Jabut” yang memiliki arti ditarik. Jadi kupat jabut memiliki arti kupat yang ditarik untuk diambil isinya. Judul ini diambil dari konsep pengibaratan akan janji manusia kepada Tuhan yang harus dipenuhi pada hari tertentu jika permintaan yang diinginkan manusia sudah dikabulkan oleh Tuhan.


(68)

72

NO Bahasan Keterangan

1 Hasil gambar

2 Kamera NIKON D80

3 Format foto Portrait

4 Mattering f/5,6 -1/4 s

5 Software editing Adobe Photoshop CS2 6 Penyimpan data SanDisk 2.0 GB

7 Teknik editting Desaturation, burn, dodging

8 Judul Kupat Jabut


(69)

73 4.2.21. Foto ke Dua puluh satu

Pecut adalah alat tersakti yang ada pada jaman cerita Jaranan, dimana pecut tersebut dapat merobohkan kekuatan Raja Singo Barong dan kekuatan gaib makhluk halus .

NO Bahasan Keterangan

1 Hasil gambar

2 Kamera NIKON D80

3 Format foto Portrait

4 Mattering f/9-1/125 s

5 Software editing Adobe Photoshop CS2 6 Penyimpan data SanDisk 2.0 GB

7 Teknik editting Desaturation, burn, dodging

8 Judul Pecut


(70)

74 4.2.22. Foto ke Dua puluh dua

Suguh merupakan acara dimana Gambuh Jaranan mengawali acara pentas seni Jaranan dengan ritual berdoa kepada Tuhan, pemberian sesaji kepada arwah leluhur dan pembentengan lokasi pentas seni.


(71)

75

NO Bahasan Keterangan

1 Hasil gambar

2 Kamera NIKON D80

3 Format foto Portrait

4 Mattering f/6,3 -1/200 s

5 Software editing Adobe Photoshop CS2 6 Penyimpan data SanDisk 2.0 GB

7 Teknik editting Desaturation, burn, dodging

8 Judul Suguh


(72)

76 4.2.23. Foto ke Dua puluh tiga

Arang bercampur batu kemenyan ditambah dengan kipas untuk prosesi pembakaran merupakan sesaji yang paling penting dalam kesenian Jaranan. Di dalam kebudayaan Jawa, penggunaan kemenyan atau dupa dijadikan sebuah alat untuk menambah sakralnya ritual dalam berdoa kepada Tuhan. Dalam bahasa Jawa, biasa disebut Areng lan Menyan.


(73)

77

NO Bahasan Keterangan

1 Hasil gambar

2 Kamera NIKON D80

3 Format foto Portrait

4 Mattering f/9 -1/50 s

5 Software editing Adobe Photoshop CS2 6 Penyimpan data SanDisk 2.0 GB

7 Teknik editting Desaturation, burn, dodging

8 Judul Areng lan Menyan


(74)

78 4.2.24. Foto ke Dua puluh empat

Adegan pecut bertujuan untuk menjnakkan kekuatan gaib yang ada di sekitar lingkungan acara pentas seni Jaranan dimulai. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menakut-nakuti kekuatan gaib dikarenakan kekuatan pusaka pecut merupakan pusaka yang paling ditakuti oleh kekuatan gaib. Dalam bahasa Jawa, “ Mecut” yang memiliki arti mlakukan kegiatan mencambuk.


(75)

79

NO Bahasan Keterangan

1 Hasil gambar

2 Kamera NIKON D80

3 Format foto Portrait

4 Mattering f/5,6 -1/125 s

5 Software editing Adobe Photoshop CS2 6 Penyimpan data SanDisk 2.0 GB

7 Teknik editting Desaturation, burn, dodging

8 Judul Mecut


(76)

80 4.2.25. Foto ke Dua puluh lima

Adegan dimana para pemain Jaranan melakukan aksi sama-sama merendahkan kepala Jaranan dengan saling berhadapan. Adegan ini memiliki arti dalam menghadapi musuh yang memiliki kekuatan sebesar apapun, jika dihadapi dengan persatuan dan kesatuan, maka akan terasa lebih siap dalam menghadapinya.

Foto ke Dua puluh lima ini memiliki judul “Nggabungne Kekuatan”, judul ini diambil dari konsep cerita Jaranan sebelum cerita rampokkan. Dalam bahasa Jawa, “Nggabungne” yang memiliki arti menggabungkan. Jadi Nggabungne Kekuatan memiliki arti menggabungkan kekuatan untuk melawan musuh (Raja Singo Barong).


(77)

81

NO Bahasan Keterangan

1 Hasil gambar

2 Kamera NIKON D80

3 Format foto Portrait

4 Mattering f/5,6 -1/100 s

5 Software editing Adobe Photoshop CS2 6 Penyimpan data SanDisk 2.0 GB

7 Teknik editting Desaturation, burn, dodging

8 Judul Nggabungne Kekuatan


(78)

82 4.2.26. Foto ke Dua puluh enam

Adegan dimana terjadinya aksi menunggu Caploan (Raja Singo Barong) untuk bertarung dan menjinakkan emosi Raja Singo Barong akibat ditolaknya cinta oleh Dewi Sekartadji.

Foto ke Dua puluh enam ini memiliki judul “Ngenteni”, judul ini diambil dari konsep cerita Jaranan sebelum cerita rampokkan. Dalam bahasa Jawa, “ Ngenteni” yang memiliki arti menunggu. Jadi ngenteni memiliki arti menunggu kedatangan musuh (Raja Singo Barong).


(79)

83

NO Bahasan Keterangan

1 Hasil gambar

2 Kamera NIKON D80

3 Format foto Portrait

4 Mattering f/5,6 -1/30 s

5 Software editing Adobe Photoshop CS2 6 Penyimpan data SanDisk 2.0 GB

7 Teknik editting Desaturation, burn, dodging

8 Judul Ngenteni


(80)

84 4.2.27. Foto ke Dua puluh tujuh

Adegan dimana terjadinya aksi Caploan (Raja Singo Barong) berlari dengan emosi yang menceritakan ketidak terimaan Raja Singo Barong dengan ditolaknya lamaran oleh Dewi Sekartadji.

Foto ke dua puluh tujuh ini memiliki judul “Ngamok”, judul ini diambil dari konsep cerita Jaranan sebelum cerita rampokkan. Dalam bahasa Jawa, “ Ngamok” yang memiliki arti marah.


(81)

85

NO Bahasan Keterangan

1 Hasil gambar

2 Kamera NIKON D80

3 Format foto Portrait

4 Mattering f/6,3 -1/20 s

5 Software editing Adobe Photoshop CS2 6 Penyimpan data SanDisk 2.0 GB

7 Teknik editting Desaturation, burn, dodging

8 Judul Ngamok


(82)

86 4.2.28. Foto ke Dua puluh delapan

Adegan dimana terjadinya Rampokan antara Caploan (Raja Singo Barong) dengan Jaranan yang menceritakan perkelahian Raja Singo Barong dengan Prajurit berkuda (Jaranan).

Foto ke dua puluh delapan ini memiliki judul “Rampokkan”, judul ini diambil dari konsep cerita Jaranan. Dalam cerita Jaranan, “ Rampokkan” yang memiliki arti berkelahi.


(83)

87

NO Bahasan Keterangan

1 Hasil gambar

2 Kamera NIKON D80

3 Format foto Portrait

4 Mattering f/4 -1/80 s

5 Software editing Adobe Photoshop CS2 6 Penyimpan data SanDisk 2.0 GB

7 Teknik editting Desaturation, burn, dodging

8 Judul Rampokkan


(84)

88 4.2.29. Foto ke Dua puluh sembilan

Kesurupan merupakan kejadian dimana manusia telah dimasuki oleh roh yang diundang oleh Gambuh Jaranan dalam acara suguh sebelum dimulainya acara pentas seni Jaranan dimulai. Pada jaman dahulu kesurupan yang terjadi dalam acara pentas seni Jaranan merupakan ajang unjuk kepekaan Gambuh Jaranan untuk menjinakkan Roh yang ada pada tubuh manusia.

Foto ke dua puluh sembilan ini memiliki judul “Ndadi”, judul ini diambil dari konsep cerita Jaranan. Dalam cerita Jaranan, “Ndadi” yang memiliki arti kerasukan.


(85)

89

NO Bahasan Keterangan

1 Hasil gambar

2 Kamera NIKON D80

3 Format foto Portrait

4 Mattering f/5,6 -1/60 s

5 Software editing Adobe Photoshop CS2 6 Penyimpan data SanDisk 2.0 GB

7 Teknik editting Desaturation, burn, dodging

8 Judul Ndadi


(86)

90 4.2.30. Foto ke Tiga puluh

Kesurupan merupakan kejadian dimana manusia telah dimasuki oleh roh yang diundang oleh Gambuh Jaranan dalam acara suguh sebelum dimulainya acara pentas seni Jaranan dimulai. Pada jaman dahulu kesurupan yang terjadi dalam acara pentas seni Jaranan merupakan ajang unjuk kepekaan Gambuh Jaranan untuk menjinakkan Roh yang ada pada tubuh manusia.

Foto ke dua puluh sembilan ini memiliki judul “Ndadi”, judul ini diambil dari konsep cerita Jaranan. Dalam cerita Jaranan, “Ndadi” yang memiliki arti kerasukan.


(87)

91

NO Bahasan Keterangan

1 Hasil gambar

2 Kamera NIKON D80

3 Format foto Portrait

4 Mattering f/9 -1/8 s

5 Software editing Adobe Photoshop CS2 6 Penyimpan data SanDisk 2.0 GB

7 Teknik editting Desaturation, burn, dodging

8 Judul Ndadi


(88)

92 4.2.31. Foto ke Tiga puluh satu

Proses dimana Gambuh berusaha bernegosiasi dengan roh yang merasuki tubuh manusia dengan cara halus (berbicara dengan halus), apabila roh yang merasuki tubuh manusia tersebut belum mau keluar dari tubuh manusia, maka Gambuh dengan kasar akan berusaha mengeluarkan roh yang merasuki manusia tersebut.

Foto ke tiga puluh satu ini memiliki judul “Nggambuh”, judul ini diambil dari konsep cerita Jaranan. Dalam cerita Jaranan, “Nggambuh” yang memiliki arti nggegemo (peganglah), barang (kekuatan), seng (yang), ampuh (sakti). Jadi Nggambuh memiliki arti dalam pengeluaran roh yang merasuki manusia, Gmbuh dianjurkan menggunakan kekuatan yang sangat sakti yaitu kekuatan yang hanya percaya pada Tuhan.


(89)

93

NO Bahasan Keterangan

1 Hasil gambar

2 Kamera NIKON D80

3 Format foto Portrait

4 Mattering f/6,3 -1/60 s

5 Software editing Adobe Photoshop CS2 6 Penyimpan data SanDisk 2.0 GB

7 Teknik editting Desaturation, burn, dodging

8 Judul Nggambuh

9 Penambahan keterangan Pengeluaran roh halus dari tubuh manusia


(90)

94 4. 3. Cetak

Cetak merupakan proses dimana data dari PC (Personal Computer) ditampilkan dalam sebidang kertas dua dimensi. Mesin yang digunakan dalam proses pencetakan menggunakan mesin Jenis Frontier 750. Pencetakan dilakukan dalam lab yang dimiliki oleh JONAS PHOTO Bandung.

Kertas yang digunakan untuk menghasilkan gambar dengan tujuan mengeluarkan warna dari data yang ingin dicetak menggunakan kertas Glossy Fuji Crystal Archive Paper dari FUJIFILM.

Laminasi yang digunakan berjenis doft dengan tujuan meredam warna yang terlalu mengkilap, melindungi gambar dari kerusakan yang diakibatkan dari debu, sentuhan tangan, dll yang mengakibatkan gambar rusak.

4. 4. Finishing

Penambahan garis putih pada foto dimaksudkan untuk memberikan batasan antara foto dengan penetral foto.

Pemberian warna hitam pada tepi foto dimaksudkan sebagai penetral foto, yang berfungsi sebagai pembanding warna yang ada pada foto yang ditampilkan.


(91)

95 4. 5. Buku

Penambahan media berupa buku yang berisi foto-foto yang dipamerkan dengan tambahan beberapa teks dengan tetap mempergunakan konsep “kesederhanaan”.

Cover

Material : Art Paper Kualitas : 230 gr

Ukuran : 40X20 cm Teknis : cetak laser Font : century gothic

a b c d e f g h I j k l m

n o p q r s t u v w x y z

A B C D E F G H I J K L M

N O P Q R S T U V W Z Y Z

1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 , . : ; ! ?<>


(92)

96 Isi :

Material : Art Paper Kualitas : 150 gr

Ukuran : 40X20 cm Teknis : cetak laser Font : calibri

a b c d e f g h I j k l m

n o p q r s t u v w x y z

A B C D E F G H I J K L M

N O P Q R S T U V W Z Y Z

1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 , . : ; ! ?<>


(93)

97 4. 6. Poster

Material : Art Paper Kualitas : 120 gr

Ukuran : 42X27,7 cm Teknis : cetak laser

Font : calibri

a b c d e f g h I j k l m

n o p q r s t u v w x y z

A B C D E F G H I J K L M

N O P Q R S T U V W Z Y Z

1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 , . : ; ! ?<>


(94)

98 4. 7. Leflet

Material : Art Paper Kualitas : 120 gr

Ukuran : 23X17 cm Teknis : cetak laser Font : calibri

a b c d e f g h I j k l m

n o p q r s t u v w x y z

A B C D E F G H I J K L M

N O P Q R S T U V W Z Y Z

1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 , . : ; ! ?<>


(95)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Masyarakat Indonesia yang terdiri dari bermacam-macam suku, budaya, dan adat istiadat merupakan kekayaan yang tidak ternilai bila dilihat dari segi pendidikan, seni, sejarah, dan agama. Kekayaan yang bermacam-macam tersebut dapat berupa kesenian, benda, cerita, dan sebagainya yang bila dikaji lebih jauh mengandung ajaran dan gambaran dari suku atau masyarakatnya. Sebenarnya apabila kita mau menggali dan mengenali, Indonesia memiliki beraneka ragam budaya yang tidak kalah menariknya dengan bangsa barat. Indonesia yang terdiri dari 17.504 pulau, dimana dalam beraneka ragam pulau tersebut terdapat berbagai macam kebudayaan.

Kebudayaan adalah representative dari nilai dan kebiasaan masyarakat setempat. Kebudayaan di Indonesia sangat sulit dipertahankan keberanekaragamannya akibat modernisasi yang terjadi. Asimilasi yang terjadi menjadi sangat merugikan bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia seperti telah kehilangan jati dirinya, banyak yang telah melupakan bahkan malu dengan kebudayaan sendiri. Karena itu, akhir-akhir ini banyak peristiwa pencurian dan pengambil alihan hak cipta akan kebudayaan yang dimiliki oleh warga negara Indonesia. Salah satu diantaranya adalah kebudayaan yang berasal dari Jawa Timur, yaitu kebudayaan Reog Ponorogo. Baru-baru ini, Reog Ponorogo hampir diambil alih oleh Malaysia. Sangat disayangkan apabila Reog Ponorogo yang memiliki kaitan dengan kebudayaan Jaranan jatuh ke tangan negara lain yang tidak ikut menciptakan kebudayaan tersebut.


(96)

2 Jaranan yang dalam bahasa Jawa memiliki arti “ajaro seng tenanan”, memiliki arti seseorang dalam menjalani hidup, kita harus bersungguh-sungguh dalam setiap melakukan kegiatan, dan didalam melakukan kegiatan tersebut diharapkan agar seseorang tidak mudah putus asa dalam mengalami segala macam hambatan. Dalam Jaranan itu sendiri terdapat istilah Gambuh Jaranan. Gambuh Jaranan adalah manusia yang memiliki pegangan yang sakti. Banyak hal-hal menarik yang bisa dijumpai pada Gambuh Jaranan, antara lain adanya perbedaan cara beribadah yang terdapat dalam diri Gambuh Jaranan yaitu Islam sebagai ajaran agama yang paling utama ditambah dengan unsur Kejawen ( ilmu Jawa ) sebagai pendamping. Biasanya Gambuh Jaranan menggunakan dupa dan kemenyan sebagai media dalam berdoa’ selain sholat lima waktu. Di dalam kesenian Jaranan terdapat poin-poin yang sebenarnya menjadikan kesenian Jaranan tersebut menjadi suatu kelengkapan dalam bidang hiburan yang layak untuk dipertahankan, baik dari sejarah, cerita, seni atribut, dan ritual.

1.2. Identifikasi Masalah

Adapun beberapa faktor yang menjadi penyebab punahnya kesenian Jaranan, ini adalah:

a. Akulturasi Budaya

Pengaruh budaya dari luar yang terus berkembang dan cenderung diikuti oleh masyarakat Indonesia menyebabkan masyarakat sudah mulai enggan menjadikan kesenian Jaranan sebagai konsumsi dalam memenuhi kebutuhan bidang hiburan.


(97)

3 b. Berkurangnya jumlah pementasan kesenian Jaranan

Kurang minatnya masyarakat terhadap kesenian Jaranan mengakibatkan berkurangnya jumlah pementasan kesenian Jaranan, bahkan hampir tidak sama sekali. Hal ini mengakibatkan kesenian Jaranan ini mulai ditinggalkan masyarakat.

1.3. Rumusan Masalah

Melihat masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka tujuan dilakukannya pembahasan tentang “Esai Fotografi Gambuh Jaranan Kediri” ini adalah untuk:

 Bagaimana memberikan informasi kepada masyarakat tentang kesenian Jaranan.

 Bagaimana memberikan informasi kepada masyarakat tentang kehidupan gambuh jaranan dalam masyarakat.

1.4 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah ini, lebih memfokuskan pada kondisi dan perkembangan kesenian Jaranan saat ini ditengah masyarakat. Bagaimana kehidupan dan berjalannya Gambuh Jaranan pada lingkungan masyarakat yang merupakan kunci dan peran utama dari kesenian Jaranan.


(98)

4 1.5 Tujuan Perancangan

Melihat masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka tujuan perancangan dalam bidang promosi melalui pameran tentang “Esai Fotografi Gambuh Jaranan” ini adalah untuk:

 Menginformasikan kondisi gambuh jaranan saat ini, dengan tujuan masyarakat untuk lebih mengetahui kesenian Jaranan

 Memberikan gambaran tentang realita kehidupan Gambuh Jaranan dalam lingkungan masyarakat.


(99)

Laporan Pengantar Proyek Tugas Akhir

ESAI FOTOGRAFI GAMBUH JARANAN

POTRET KESEDERHANAAN HIDUP SEORANG GAMBUH JARANAN

Dk 26313 Tugas Akhir Semester II 2007/2008

Oleh:

Sigit Wijaya Abadi 52105055

Program Studi Desain Grafis

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG


(100)

iv DAFTAR ISI

Halaman Lembar Judul

Lembar Pengesahan i

Kata Pengantar ii

Daftar Isi iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah…….……… 1

1.2. Identifikasai Masalah ...……….. 2

1.3. Rumusan Masalah……… 3

1.4. Batasan Masalah……….………. 3

1.5. Tujuan Perancangan………..………. 4

BAB II ESAI FOTOGRAFI GAMBUH JARANA

2.1. Fotografi... 5

2.1.1. Pengertian Fotografi... 5

2.1.2. Sejarah Fotografi... 5

2.1.3. Esai Fotografi... 10

2.2. Kota Kediri... 18

2.2.1. Geografis... 18

2.2.2. Sejarah Singkat Kediri... 19

2.2.3. Masa Kerajaan Kediri... 19

2.3. Mistik Kejawen... ... 20

2.3.1. Pengertian Mistik... 20

2.3.2. Pengertian Kejawen... 21

2.3.3. Latar Belakang Ajaran Kejawen... 21

2.3.4. Ritual Kejawen... 22


(1)

Foto ke Empat………... 41

Foto ke Lima………... 43

Foto ke Enam………... 45

Foto ke Tujuh………... 47

Foto ke Delapan………... 49

Foto ke Sembilan………... 51

Foto ke Sepuluh………... 53

Foto ke Sebelas………... 55

Foto ke Dua belas………... .. 57

Foto ke Tiga belas………...…... 59

Foto ke Empat belas………... 61

Foto ke Lima belas………... 63

Foto ke Enam belas………... 65

Foto ke Tujuh belas………... 66

Foto ke Delapan belas………... . 67

Foto ke Sembilan belas………... 69

Foto ke Dua puluh………... 71

Foto ke Dua puluh satu……….. 73

Foto ke Dua puluh dua……… 74

Foto ke Dua puluh tiga……… 76

Foto ke Dua puluh empat……… 78

Foto ke Dua puluh lima……… 80

Foto ke Dua puluh enam………. 82

Foto ke Dua puluh tujuh………... 84

Foto ke Dua puluh delapan……….. .. 86

Foto ke Dua puluh sembilan……… 88

Foto ke Tiga puluh……… 90

Foto ke Tiga puluh satu……… 92

4.3. Cetak……… 94


(2)

vii

4.5. Buku………... 95

4.6. Poster………... 97

4.7. Leaflet………... 98

DAFTAR PUSTAKA………... 99


(3)

DAFTAR PUSTAKA

1. Iskandar, Andang. (2004). GLOSSARY Photography. Indonesia: Bandung.

2. Iskandar, Andang. (2006). fotografi digital (basic). Indonesia: Bandung.

3. Endraswara, Suwardi. (2006). Mistik Kejawen. Indonesia: Yogyakarta.


(4)

ii

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap rasa syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dan berkat rahmat yang dilimpahkan-Nya, penulis telah dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir dengan judul “ESAI FOTOGRAFI GAMBUH JARANAN.

Maksud dari penulisan karya tulis ini adalah untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan Program Diploma III Desain Komunikasi Visual. Dalam pembuatan karya tulis ini, penulis tidak terlepas dari kendala-kendala dan kekurangan yang dihadapi baik dalam pengambilan bahan untuk penulisan ini pada saat pembuatan karya tulis ini. Berkat bantuan dan bimbingan dari semua pihak, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini tepat pada waktunya.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan hidayahnya.

2. Bapak Ir. Eddy Soeryanto Soegoto, M,sc selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia.

3. Bapak Drs. Hary Lubis selaku Dekan Desain Komunikasi Visual Universitas Komputer Indonesia.

4. Bapak Taufan Hidayatullah M.Ds selaku ketua Jurusan Desain Komunikasi Visual, Universitas Komputer Indonesia.

5. Bapak Kankan Kasmana S.Sn sebagai koordinator Tugas Akhir.

6. Bapak Andang Iskandar S.Pd, M.Ds sebagai pembimbing Tugas Akhir 7. Seluruh Dosen Pengajar dan Staf Fakultas Desain, UNIKOM.


(5)

Penulis menyadari akan kekurangan yang ada pada Karya Tulis ini. Oleh karena itu penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak, untuk dapat melakukan perbaikan lebih lanjut dimasa mendatang.

Bandung, 26 Juni 2008


(6)

Lembar Pengesahan

ESAI FOTOGRAFI GAMBUH JARANAN

POTRET KESEDERHANAAN HIDUP SEORANG GAMBUH JARANAN

Dk 26313 Tugas Akhir Semester II 2007/2008

Oleh:

Sigit Wijaya Abadi 52105055

Program Studi Desain Grafis

Disahkan Oleh : Pembimbing

(Andang Iskandar, SPd. , M.Ds)

Koordinator Tugas Akhir