Analisis Debit Puncak dan Aliran Permukaan DAS Ciliwung Hulu pada Bulan Januari 2014 (Studi Kasus: Bendung Katulampa)

ANALISIS DEBIT PUNCAK DAN ALIRAN PERMUKAAN
DAS CILIWUNG HULU PADA BULAN JANUARI 2014
(Studi Kasus: Bendung Katulampa)

LINDA KUSWARDINI

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Debit
Puncak dan Aliran Permukaan DAS Ciliwung Hulu pada Bulan Januari 2014
(Studi Kasus: Bendung Katulampa) adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Linda Kuswardini
NIM A14100094

ABSTRAK
LINDA KUSWARDINI. Analisis Debit Puncak dan Aliran Permukaan
DAS Ciliwung Hulu pada Bulan Januari 2014 (Studi Kasus: Bendung Katulampa).
Dibimbing oleh SURIA DARMA TARIGAN dan ENNI DWI WAHJUNIE
DAS Ciliwung Hulu merupakan DAS yang sangat berhubungan dengan
banjir yang terjadi di Ibukota. Ketinggian muka air di bendung Katulampa pada
tanggal 29 Januari 2014 mencapai 230 cm dengan debit aliran sungai sebesar
552 m3/detik. Hal tersebut disebabkan oleh hujan yang terjadi sepanjang hari
dengan intensitas rendah hingga tinggi. Hujan yang turun terus menerus selama
beberapa hari telah menyebabkan tanah jenuh sehingga aliran permukaan
meningkat. Hubungan antara curah hujan di beberapa stasiun pengamatan hujan
yaitu Citeko, Gunung Mas, dan Katulampa maupun curah hujan wilayah DAS
Ciliwung Hulu dengan tinggi muka air di bendung Katulampa menunjukkan
korelasi sebesar 0.87, 0.87, 0.83, dan 0.87. Hal ini menjelaskan bahwa curah

hujan dari ketiga stasiun pengamatan maupun curah hujan wilayah mempengaruhi
ketinggian muka air di bendung Katulampa. Semakin tinggi curah hujan DAS
Ciliwung Hulu maka semakin tinggi muka air di bendung Katulampa. Nilai
koefisien aliran permukaan pada tanggal 12, 17, 21, dan 29 Januari 2014 masingmasing adalah sebesar 20.7%, 32.8%, 37.7%, dan 33.8%.
Kata kunci: Bendung Katulampa, curah hujan, DAS Ciliwung Hulu, koefisien
aliran permukaan.

ABSTRACT
LINDA KUSWARDINI. Analysis of Peak Discharge and Surface Runoff of
Upper Ciliwung Watershed on Januari 2014 (Case: Katulampa Dam). Under
supervision by SURIA DARMA TARIGAN dan ENNI DWI WAHJUNIE
Upper Cilliwung Watershed closely related to Jakarta flooding event. Water
level in Katulampa dam reached 230 cm equal to discharge of 552 m3/second on
29 January 2014. It presumably because of countinuous rainfall all day with the
intensity from low to high. The rain that continuously fell for few days caused the
soil saturated so that the number of surface flow significant increased. The
relation between the rainfalls in three observation stations which are Citeko,
Gunung Mas, and Katulampa as well as average rainfalls and the discharge on
Katulampa dam showed a correlation values of 0.87, 0.87, 0.83, and 0.87
respectively. It explains that rainfalls on three observation stations as well as

average rainfalls affects the water level on Katulampa dam. The higher the rainfall
in Upper Ciliwung Watershed, the higher the water level on Katulampa dam will
be. The coefficient value of the surface flow on 12, 17, 21, and 29 of January
2014 are 20.7 %, 32.8 %, 37.7 %, and 33.8 % respectively.
Key words: Katulampa dam, runoff coefficient, rainfalls, Upper Ciliwung
Watershed.

ANALISIS DEBIT PUNCAK DAN ALIRAN PERMUKAAN
DAS CILIWUNG HULU PADA BULAN JANUARI 2014
(Studi Kasus: Bendung Katulampa)

LINDA KUSWARDINI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah
banjir, dengan judul Analisis Debit Puncak dan Aliran Permukaan DAS Ciliwung
Hulu pada Bulan Januari 2014 (Studi Kasus: Bendung Katulampa).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Suria Darma Tarigan,
M.Sc dan Ibu Enni Dwi Wahjunie, M.Si selaku dosen pembimbing serta Bapak
Dr Ir Dwi Putro Tedjo Baskoro M.Sc selaku dosen penguji yang telah banyak
memberikan masukan serta bimbingannya kepada penulis. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Hendri Antoro dari BMKG
Dramaga, Bapak Andi Sudirman selaku petugas di Bendung Katulampa Bogor
dan Bapak Andi dan mba Dini selaku staf BPSDA Ciliwung-Cisadane yang telah
membantu selama pengumpulan data. Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada Bapak (alm), Mamah, seluruh keluarga, serta Mimi, Uwi, Hani, Onta, Uti,

Lidya, Didi, Zarina, Ajeng, Dwi, Nurul, Dea, Fitri, Aulia, Rifki, Irfan, Miftah,
Ardiya dan seluruh teman – teman MSL 47 atas segala doa, dukungan dan
perhatiannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2015
Linda Kuswardini

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

TINJAUAN PUSTAKA

2

Keadaan Umum DAS Ciliwung Hulu

2


Curah Hujan

2

Daerah Aliran Sungai

3

Debit Sungai

3

Aliran Permukaan dan Banjir

4

METODE

4


Waktu dan Tempat Penelitian

4

Alat dan Bahan

5

Metode Pengumpulan Data

5

Pengolahan Data

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik hubungan antara Curah Hujan dan Tinggi Muka Air bendung
Katulampa
Karakteristik Aliran Permukaan

SIMPULAN DAN SARAN

8
8
12
15

Simpulan

15

Saran

16

DAFTAR PUSTAKA

16

LAMPIRAN


18

RIWAYAT HIDUP

29

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Posisi koordinat stasiun curah hujan

Klasifikasi hujan
Status tinggi muka air
Curah hujan wilayah dan di tiga stasiun di wilayah DAS Ciliwung Hulu
dan tinggi muka air Katulampa pada bulan Januari 2014
Nilai korelasi antara tinggi muka air dan curah hujan bulan Januari
2014
Debit aliran sungai tanggal 29 Januari 2014
Luas penutupan lahan di kawasan DAS Ciliwung Hulu tahun 1994,
2001, 2005, dan 2010
Aliran permukaan bulan Januari 2014
Aliran permukaan bulan Januari 2013
Tipe perubahan penutupan/penggunaan lahan dominan tahun 20012010

5
6
7
10
11
11
12
13
14
15

DAFTAR GAMBAR
1 DAS Ciliwung Hulu
2 Curah hujan masing-masing stasiun (Citeko, Gunung Mas, dan
Katulampa) bulan Januari 2014
3 Hubungan curah hujan wilayah dengan tinggi muka air di Bendung
Katulampa pada bulan Januari 2014

2
9
9

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Perhitungan analisis hidrograf tanggal 12 Januari 2014
Grafik Hidrograf
Foto dokumentasi fluktuasi debit pada bendung Katulampa
Curah hujan Katulampa bulan Januari 2014
Curah hujan Gunung Mas bulan Januari 2014
Curah hujan wilayah dan di tiga stasiun di wilayah DAS Ciliwung Hulu
dan tinggi muka air Katulampa pada bulan Januari 2014
7 Curah hujan Citeko bulan Januari 2014
8 Tinggi muka air bendung Katulampa bulan Januari 2014

18
19
21
21
22
23
25
27

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Daerah aliran sungai (DAS) merupakan bagian dari sistem hidrologi yang
perlu dijaga kelestariannya karena DAS ikut berperan dalam penyediaan air bersih
yang dibutuhan untuk kelangsungan makhluk hidup. Pengaruh langsung yang
dapat diketahui yaitu curah hujan dan potensi DAS tersebut. Peningkatan
intensitas perubahan alih fungsi lahan yang terjadi di DAS tentunya membawa
pengaruh negatif terhadap kondisi hidrologis daerah aliran sungai di antaranya
meningkatnya debit puncak, fluktuasi debit antar musim, koefisien aliran
permukaan, serta banjir dan kekeringan.
Secara umum banjir dipengaruhi oleh hujan dan sistem DAS. Hujan
meliputi faktor intensitas hujan, lama hujan, dan distribusi hujan, sedangkan
sistem DAS meliputi faktor topografi, jenis tanah, penggunaan lahan, dan sistem
aliran hujan dalam DAS. Tingginya curah hujan dengan jumlah yang besar dalam
waktu yang singkat di musim penghujan yang disertai dengan perubahan
penggunaan lahan menyebabkan sebagian kecil curah hujan yang dapat diserap
dan ditampung sebagai cadangan air pada musim kemarau oleh tanah melalui
infiltrasi. Dampaknya air hujan yang mengalir menjadi aliran permukaan
meningkat, sehingga terjadi banjir yang semakin membesar. Kondisi ini akan
lebih buruk apabila tanah sudah dalam keadaan jenuh akibat hujan sebelumnya.
Banjir terjadi saat debit aliran sungai menjadi sangat tinggi, sehingga melampaui
kapasitas sungai. Akibatnya bagian air yang tidak tertampung melimpah
melampaui badan/ bibir/ tanggul sungai dan pada akhirnya akan menggenangi
daerah sekitar aliran yang lebih rendah. Adapun penyebab terjadinya banjir yang
di alami daerah Jakarta dan sekitarnya yakni curah hujan yang tinggi dan
tingginya muka air di salah satu outlet yaitu Bendung Katulampa Bogor.
Pengaruh suatu kejadian hujan terhadap debit aliran sungai dapat dipelajari
dengan analisis hidrograf aliran, dimana hidrograf aliran merupakan suatu
perilaku debit sebagai respon adanya perubahan karakteristik biogeofisik yang
berlangsung dalam suatu DAS (oleh adanya kegiatan pengelolaan DAS) dan atau
adanya perubahan (fluktuasi musiman atau tahunan) iklim lokal (Asdak, 1995).
Dengan mempelajari hidrograf aliran pada beberapa kejadian banjir, maka dapat
diprediksi hubungan antara hujan dan aliran permukaan di DAS Ciliwung Hulu.

Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu menganalisis hubungan curah
hujan dengan debit puncak dan aliran permukaan DAS Ciliwung Hulu di bendung
Katulampa pada bulan Januari 2014.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Keadaan Umum DAS Ciliwung Hulu
o

DAS Ciliwung Hulu berada pada koordinat 6 38’ 15“ LS – 6º 46’ 05” LS
dan 106º 49º 40” – 107º 00’ 15” BT. DAS Ciliwung Hulu berasal dari Gunung
Mandalawangi, Gunung Gede dan Gunung Pangrango. Luas total DAS Ciliwung
Hulu adalah 150,30 Km2, memiliki panjang sungai ±200 km. Bendung Katulampa
memiliki ketinggian ± 367.005 m di atas permukaan laut serta berada pada 6 38’ 0”
LS dan 106 50 ’ 13” BT terletak di Kelurahan Katulampa, Kecamatan Bogor
Timur.

Gambar 1. DAS Ciliwung Hulu
Ditinjau dari kondisi geomorfologinya, DAS Ciliwung Hulu didominasi
oleh dataran volkanik tua dengan bentuk wilayah bergunung, hanya sebagian kecil
merupakan aluvial. Geomorfologi dari daerah ini dibentuk oleh gunung api muda
dari Gunung Salak dan Gunung Gede Pangrango, rangkaian pegunungan api tua
dari Gunung Malang, Gunung Limo, Gunung Kencana dan Gunung Gedongan
(Riyadi 2003).
DAS Ciliwung Hulu terdiri atas 4 Sub DAS meliputi Sub DAS Ciesek, Sub
DAS Ciliwung Hulu, Sub DAS Cibogo Cisarua dan Sub DAS Ciseuseupan
Cisukabirus. Daerah yang termasuk ke dalam DAS Ciliwung Hulu meliputi
Kecamatan Cisarua, Kecamatan Ciawi, Kecamatan Sukaraja, Kecamatan
Megamendung dan Kota Bogor Timur.
Curah Hujan
Besarnya curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal
tertentu (Arsyad 2010). Menurut Triatmodjo (2009), hujan yang jatuh di suatu
DAS akan berubah menjadi aliran di sungai. Dengan demikian terdapat suatu
hubungan antara hujan dan debit aliran yang tergantung pada karakteristik DAS.

3
Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses analisis
hidrologi. Hal ini disebabkan kedalaman curah hujan (rainfall depth) yang turun
dalam suatu DAS akan dikonversi menjadi aliran sungai, baik melalui limpasan
permukaan (surface runoff), aliran antara (interflow, sub-surface runoff), maupun
sebagai aliran air tanah (groundwater flow) (Harto 1993).
Menurut Lutfi (2002), besarnya curah hujan berbeda-beda disebabkan oleh
lamanya hujan turun atau frekuensi terjadinya hujan. Frekuensi menunjukkan
besaran hujan yang terjadi pada kurun waktu tertentu, biasanya dinyatakan dalam
periode waktu ulang (return period), sedangkan luas daerah penyebaran hujan
menunjukan geografis curah hujan yang dapat diwakili oleh suatu titik penakar
hujan.
Daerah Aliran Sungai
Menurut Undang-undang No. 7 tahun 2004, daerah aliran sungai adalah
suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anakanak sungainya yang berfungsi menampung, menyimpan, mengalirkan air yang
berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, dimana batas di darat
merupakan pemisah topografis. Suatu daerah aliran sungai terdiri dari bagian hulu,
tengah, dan hilir.
Penutupan lahan sangat terkait dengan konservasi hulu DAS sebagai
wilayah tangkapan air. Sebagai daerah tangkapan air (catchment area), wilayah
hulu sangat diharapkan perannya untuk melakukan infiltrasi dan perkolasi dalam
lapisan tanah sehingga mampu menambah persediaan air tanah. Kemampuan yang
tinggi dalam infiltrasi dan perkolasi ini juga sangat penting dalam upaya
pengendalian banjir di wilayah hilir yang berasal dari wilayah hulu. Curah hujan
yang tinggi pada DAS Ciliwung Hulu akan memberikan pilihan berupa ancaman
banjir bagi wilayah hilir sekaligus peluang untuk menambah persediaan air tanah
berupa aliran bawah tanah (subsurface run-off). Semakin tinggi serapan air ke
dalam tanah maka diharapkan mampu memberikan pasokan aliran bawah tanah
sehingga debit air sungai dapat dijaga menjadi lebih stabil dan tidak terjadi
perbedaan debit yang besar antara aliran pada musim hujan musim kemarau.

Debit Sungai
Debit sungai adalah volume aliran yang terjadi disuatu sungai pada
periode waktu tertentu. Periode waktu tersebut biasanya dinyatakan sebagai suatu
periode yang singkat (detik, menit, dan jam) (Arsyad 2000). Menurut Asdak
(2007), data debit atau aliran sungai merupakan informasi yang paling penting
bagi pengelola sumberdaya air.
Pada suatu sungai besarnnya debit aliran sulit untuk di ukur, biasanya angka
yang menjadi patokan sebagai pemantau adalah tinggi muka air. Nilai tinggi muka
air kemudian digunakan untuk menduga besarnya debit yang terjadi pada sungai
atau DAS. Besarnya debit air sungai selain dipengaruhi oleh limpasan permukaan
juga dipengaruhi oleh aliran bawah permukaan dan air tanah (Sularto 2006). Debit
puncak (banjir) diperlukan untuk merancang bangunan pengendali banjir.
Sementara data debit aliran kecil diperlukan untuk perencanaan alokasi

4
(pemanfaatan) air untuk berbagai macam keperluan, terutama pada musim
kemarau.
Aliran Permukaan dan Banjir
Debit aliran sungai terdiri dari beberapa komponen yaitu aliran permukaan,
aliran bawah tanah, aliran air tanah, dan air yang berasal langsung dari hujan. Di
antara komponen tersebut, aliran permukaan merupakan penyumbang terbesar
kejadian banjir. Aliran permukaan adalah air yang mengalir di atas permukaan
tanah atau bumi. Bentuk aliran inilah yang paling penting sebagai penyebab erosi.
Dalam bahasa Inggris dikenal kata runoff yang berarti bagian air hujan yang
mengalir ke sungai atau saluran, danau atau laut, berupa aliran di atas permukaan
tanah atau aliran di bawah permukaan tanah (Arsyad 2010).
Faktor hujan yang mempengaruhi distribusi aliran permukaan adalah,
a. Intensitas curah hujan
b. Lama hujan
c. Distribusi curah hujan
Menurut Seyhan (1990), banjir adalah luapan air sungai ke daerah alirannya
akibat ketidakmampuan sungai menampung air hujan karena adanya
pendangkalan sungai ataupun pendangkalan saluran drainase. Menurut Nababan
dan Siregar 2012, sedikitnya ada lima faktor penting penyebab banjir antara lain:
(a) Curah hujan (b) Karakteristik daerah aliran sungai (DAS) (c) Kemampuan alur
sungai mengalirkan air banjir (d) Perubahan tata guna lahan dan (e) Pengelolaan
sungai yang meliputi tata wilayah, pembangunan sarana dan prasarana hingga
pengaturannya.
Kejadian banjir tidak dapat dihubungkan langsung dengan jumlah curah
hujan pada wilayah tersebut, tetapi dapat diperkirakan bahwa banjir akan terjadi
bila pada daerah tersebut turun hujan dalam jumlah, intensitas, dan waktu yang
cukup lama.
Dalam usaha pengendalian banjir telah ditempuh bermacam cara antara lain
membuat bangunan-bangunan pengendali banjir seperti bendungan, waduk,
tanggul, saluran pengelak banjir, dan lain-lain. Bangunan-bangunan tersebut
merupakan elemen yang penting dalam pengendalian banjir, sehingga untuk
pembuatannya diperlukan perencanaan yang matang.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan sejak bulan Maret hingga Oktober 2014.
Pengumpulan data hujan dilakukan pada tiga stasiun pengamatan di wilayah DAS
Ciliwung Hulu, yaitu stasiun Gunung Mas, Citeko dan Katulampa. Posisi
koordinat masing-masing stasiun disajikan pada Tabel 1.

5
Tabel 1. Posisi Koordinat Stasiun Curah Hujan
Stasiun

Posisi
Lintang

Bujur

Gunung Mas

06 42’ 34” LS

106 58’ 03” BT

Citeko

06 41’ 53” LS

106 56’ 06” BT

Katulampa

06 38’ 00” LS

106 50’ 07” BT

Keterangan: LS = Lintang selatan; BT = Bujur timur

Alat dan Bahan
1.
2.
3.
4.
5.

Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian meliputi:
Data curah hujan tiap jam wilayah Citeko bulan Januari 2014
Data curah hujan harian wilayah Gunung Mas dan Katulampa bulan Januari
2014
Data tinggi muka air dan debit aliran sungai Katulampa bulan Januari 2014
Peta wilayah DAS Ciliwung Hulu
Perangkat lunak Microsoft Word 2007, Microsoft Excel 2007 dan Minitab
15
Metode Pengumpulan Data

1.
2.

3.
4.

Data yang dikumpulkan meliputi:
Curah hujan perjam Citeko bulan Januari 2014 yang berasal dari Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dramaga
Curah hujan harian Gunung Mas dan Katulampa bulan Januari 2014 yang
berasal dari Badan Pendayagunaan Sumberdaya Air (BPSDA) Wilayah
Ciliwung Cisadane
Tinggi muka air dan debit aliran sungai Katulampa bulan Januari 2014 yang
berasal dari SPAS Katulampa Bogor
Kondisi umum DAS Ciliwung Hulu yang berasal dari Badan
Pendayagunaan Sumberdaya Air (BPSDA) Wilayah Ciliwung Cisadane

Pengolahan Data
1. Penentuan Curah Hujan Wilayah
Penentuan curah hujan wilayah DAS Ciliwung Hulu bulan Januai
2014 dilakukan dengan menetapkan curah hujan harian bulan Januari 2014
dari wilayah Citeko, Gunung Mas, dan Katulampa yang diolah dengan
menggunakan metode poligon Thiessen.
Menurut Kholik (2013), analisis distribusi curah hujan menggunakan
metode Poligon Thiessen dianggap mewakili hujan dalam suatu daerah
dengan luasan tertentu dan luasan tersebut merupakan faktor koreksi bagi
hujan di stasiun yang bersangkutan.

6
Adapun rumus yang digunakan dalam menghitung curah hujan dengan
Poligon Thiessen, yaitu:
P1XA1 + P2XA2 + .... + PxXAx
P=
A
Keterangan:
P = curah hujan wilayah (mm)
Px = curah hujan stasiun x (mm)
Ax = luas wilayah x (ha)
A = total wilayah (ha)
Selanjutnya curah hujan wilayah maupun curah hujan tiap stasiun dapat
diklasifikasikan seperti Tabel 2 sebagai berikut,
Tabel 2. Klasifikasi hujan
Curah Hujan (mm/hari)

Klasifikasi

0,1 – 5,0

5 – 20

Hujan ringan

5,0 – 10,0

20 – 50

Hujan sedang

10,0 – 20
>20

50 – 100

Hujan Lebat

>100

Hujan sangat lebat

Curah Hujan (mm/jam)

Sumber: www.bmkg.go.id

2. Analisis hidrograf aliran
Analisis hidrograf aliran merupakan suatu respon debit aliran sungai
terhadap curah hujan yang jatuh di daerah aliran sungai tersebut. Hidrograf aliran
langsung dihasilkan oleh satu satuan hujan lebih (rainfall excess) yang tersebar
merata di seluruh DAS dengan intensitas yang tetap selama satu satuan waktu
tertentu (Nugroho 2001). Hubungan antara hidrograf aliran dengan kondisi fisik
DAS dapat menunjukkan respon DAS terhadap hujan.
Menurut Harto (1993), bentuk hidrograf dapat ditandai dengan tiga sifat
pokoknya, yaitu waktu naik (time of rise), debit puncak (peak discharge), dan
waktu dasar (time of base). Waktu naik (Tp) adalah waktu yang diukur dari saat
hidrograf mulai naik sampai waktu terjadinya debit puncak. Debit puncak adalah
debit maksimum yang terjadi dalam suatu waktu tertentu. Waktu dasar (Tb)
adalah waktu dari awal sampai akhir limpasan permukaan.
Analisis hidrograf aliran diolah dengan menggunakan data debit aliran
sungai yang di dapat dari data tinggi muka air bendung, dalam penelitian yang
digunakan bendung Katulampa. Data tinggi muka air bendung Katulampa di dapat
dari hasil pengamatan secara manual melalui CCTV oleh petugas di bendung
Katulampa setiap jam. Penelitian yang dilakukan dengan menganalisis puncak
banjir pada tanggal 12 Januari, 17 Januari, 21 Januari, dan 29 Januari 2014.
Berikut adalah Tabel status tinggi muka air bendung Katulampa yang di dapat dari
pengamatan langsung oleh petugas pengamat bendung.

7
Tabel 3. Status tinggi muka air
Debit (m3/detik)

Siaga I
Siaga II

Tinggi Air di Bendung
Katulampa (cm)
> 200
> 150 s.d 200

Siaga III
Siaga IV

> 80 s.d 150
Tinggi Air > 80

90 s.d 276
>90

Tingkat Siaga

>441
276 s.d 441

Sumber: BPSDA Ciliwung -Cisadane

Adapun data debit aliran sungai Ciliwung diperoleh dari bendung
Katulampa. Data debit aliran sungai sudah dihitung oleh pihak BPSDA CiliwungCisadane dengan menggunakan rumus ambang lebar. Rumus tersebut adalah
sebagai berikut:
Q = 1,3 x 2/3 x V (2/3.g) x b x H1,5
Dimana:
Q adalah debit sungai (m3/detik), V adalah kecepatan aliran (m/detik), g
adalah kecepatan gaya berat (cm2/detik), b adalah lebar bendung dan H adalah
tinggi muka air (cm)
Sumber: BPSDA Ciliwung- Cisadane

Apabila seluruh data sudah tersusun, maka selanjutnya penyusunan
hidrograf satuan. Berikut merupakan prosedur dari penyusunan hidrograf satuan:
a) Menentukan aliran dasar (base flow), aliran dasar yang dipakai adalah debit
minimum (m3/detik) pada saat debit sebelum mengalami kenaikan setelah
hujan.
b) Menghitung volume direct runoff (DRO), pemisahan antara base flow
dengan direct runoff digunakan Straight Line Method dihitung dengan cara
debit (m3/s) dikurangi base flow (m3/detik) yaitu:
DRO = Q – BF
Keterangan:
DRO = direct runoff atau debit aliran langsung (m3/detik)
Q = debit aliran (m3/detik)
BF = base flow atau aliran dasar (m3/detik)
c). Menghitung volume aliran langsung dengan cara:
V DRO = Σ DRO x t
Keterangan :
V DRO = volume debit aliran langsung
Σ DRO = jumlah debit aliran langsung (m3/detik)
t = selang waktu.
d) Menghitung tebal aliran langsung dihitung dengan persamaan:
Tebal DRO = V DRO/ A

8

e)

Keterangan :
Tebal DRO = tebal debit aliran langsung (m)
A = luas sub DAS (m2)
Menghitung Koefisien Runoff (C)
Koefisien C didefinisikan sebagai nisbah antara laju puncak aliran
permukaan terhadap intensitas hujan. Faktor utama yang mempengaruhi
nilai C adalah laju infiltrasi tanah, tanaman penutup tanah, dan intensitas
hujan. Nilai koefisien aliran permukaan dihitung dengan membandingkan
aliran permukaan dengan curah hujan dengan persamaan sebagai berikut:
C = Tebal DRO/ CH
Keterangan :
Koefisien limpasan = besarnya air yang menjadi limpasan (%)
CH = curah hujan (mm)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik hubungan antara Curah Hujan dan Tinggi Muka Air bendung
Katulampa
Wilayah Sub DAS Ciliwung Hulu mempunyai iklim tropis yang
dipengaruhi oleh angin muson dan mempunyai dua musim yaitu musim
penghujan dan musim kemarau. Musim penghujan pada DAS Ciliwung Hulu
terjadi antara bulan November hingga bulan April, sedangkan musim kemarau
berlangsung antara bulan Juni hingga Oktober (Hamdan 2010). Curah hujan
merupakan faktor penting terhadap terjadinya banjir. Menurut Prihatini (2012),
curah hujan rata-rata tahunan pada DAS Ciliwung Hulu berkisar antara
3500 mm/tahun sampai 5000 mm/tahun.
Data curah hujan yang dipakai dalam penelitian adalah data yang berasal
dari 3 stasiun pengamatan hujan yaitu Citeko, Gunung Mas, dan Katulampa pada
bulan Januari 2014. Citeko dan Gunung Mas merupakan bagian dari Kecamatan
Cisarua, Kabupaten Bogor sedangkan Katulampa merupakan bagian dari Kota
Bogor Timur. Jumlah hujan di masing-masing wilayah pada bulan Januari 2014
adalah 1200.4 mm/bulan di daerah Citeko, Gunung Mas sebesar
1085.5 mm/bulan, dan Katulampa sebesar 862 mm/bulan. Gambar 2 merupakan
gambaran dari curah hujan yang berasal dari ketiga stasiun pengamatan hujan.
Tanggal 29 merupakan hujan paling tinggi yang terjadi pada bulan Januari 2014.
Menurut BMKG, hujan yang lebat pada bulan Januari ini adalah akibat adanya
aktivitas monsoon sehingga terbentuk daerah pertemuan angin yang memanjang
mulai dari Sumatera Bagian Selatan, Jawa, hingga Nusa Tenggara.

9

Curah Hujan (mm)

200
150
100
50
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Tanggal

Gunung Mas

Citeko

Katulampa

Gambar 2. Curah hujan masing-masing stasiun (Gunung Mas, Citeko, dan
Katulampa) bulan Januari 2014

600

0

500

50

400

100

300

150

200

200

100

250

0

300
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Tanggal
TMA

Curah hujan wilayah

Keterangan: TMA = Tinggi Muka Air

Gambar 3. Hubungan curah hujan wilayah DAS Ciliwung Hulu dengan tinggi
muka air di Bendung Katulampa pada Bulan Januari 2014

Curah hujan wilayah (mm/hari)

Tinggi muka air (cm)

Awal bulan Januari sejak tanggal 1 hingga 10 Januari 2014 terlihat bahwa
tinggi muka air masih terlihat normal berkisar 10 – 50 cm, tetapi pada hari-hari
berikutnya curah hujan dan tinggi muka air cenderung meningkat. Tinggi muka
air bendung Katulampa pada tanggal 12 Januari mengalami peningkatan yang
cukup drastis hingga mencapai 140 cm pada jam 16.00 (Gambar 3). Hal ini
disebabkan oleh hujan sangat lebat yang terjadi pada tanggal 12 Januari dan hari
sebelumnya yang cukup tinggi. Pada tanggal 11 Januari curah hujan di DAS
Ciliwung Hulu sebesar 39.4 mm dan pada tanggal 12 Januari sebesar 118.3 mm

10
Karakteristik hujan pada 12 Januari yaitu merata pada hari H di ketiga
stasiun pengamatan. Pada tanggal 12 Januari hujan sangat lebat terjadi di ketiga
stasiun pengamatan yaitu sebesar 132.2 mm/hari di wilayah Citeko, 120 mm/hari
di wilayah Gunung Mas, dan 104 mm/hari di wilayah Katulampa. Hal tersebut
yang memicu kenaikan tinggi muka air hingga mencapai 140 cm. Pada tanggal 17
Januari terjadi kenaikan tinggi muka air hingga mencapai 170 cm. Tinggi muka
air tersebut serupa dengan tinggi muka air tanggal 12 Januari yaitu disebabkan
oleh hujan di DAS Ciliwung Hulu yang merata sebesar 140.6 mm/hari di wilayah
Citeko, 152 mm/hari di wilayah Gunung Mas, dan 91 mm/hari di wilayah
Katulampa. Tinggi muka air tanggal 21 Januari selain curah hujan yang tinggi
pada hari H merupakan akibat dari akumulasi dari hujan di hari sebelumnya yang
cukup lebat (Tabel 4).
Tinggi muka air terbesar yaitu pada tanggal 29 Januari 2014 yaitu 230 cm.
Tinggi muka air tersebut disebabkan oleh hujan sangat lebat yang terjadi di ketiga
stasiun pengamatan hujan. Curah hujan pada tanggal 29 Januari 2014 merupakan
hujan tertinggi sepanjang Januari 2014 dengan curah hujan wilayah sebesar 155.8
mm/hari dan curah hujan di wilayah Citeko sebesar 192.8 mm/hari, 165 mm/hari
di wilayah Gunung Mas, serta 107 mm/hari di wilayah Katulampa. Hal tersebut
yang menyebabkan tinggi muka air di bendung Katulampa sebesar 230 cm pada
jam 24.00.
Tabel 4. Curah hujan wilayah dan di tiga stasiun di wilayah DAS Ciliwung hulu
dan tinggi muka air bendung Katulampa pada bulan Januari 2014
CH Gunung Mas
(mm)

Tanggal

TMA
Maksimum
(cm)

H

H-1

H-2

H

H-1

H-2

H

H-1

H-2

H

H-1

H-2

12

140

118.3

39.4

16.2

132.2

64.5

23.9

120

25

19

104

53

4

17

170

134.7

30.5

14.5

140.6

38.2

13.9

152

29

7

91

28

32

21

170

74.7

78.3

28.5

78.3

78.9

16.5

80

88

42

60

56

7

29

230

155.8

44.7

26.3

192.8

52.3

29.7

165

49

27.5

107

29

21

30

100

22.3

155.8

44.7

23.3

192.8

52.3

23.5

165

49

19

107

29

31

100

6.2

22.3

155.8

4.7

23.3

192.8

5

23.5

165

10

19

107

CH Wilayah (mm)

CH Citeko (mm)

CH Katulampa (mm)

Keterangan: TMA= Tinggi muka air; CH=Curah hujan; H=Hari kejadian TMA besar;
H-1= 1 hari sebelum TMA besar ; H-2= 2 hari sebelum TMA besar

Ketinggian muka air bendung Katulampa pada tanggal 30 dan 31 Januari
2014 memiliki kesamaan yaitu sebesar 100 cm sepanjang hari, tetapi terdapat
perbedaan yang jauh pada besarnya curah hujan wilayah yaitu 22.3 mm pada
tanggal 30 Januari dan 6.2 mm pada tanggal 31 Januari 2014. Karakteristik hujan
pada tanggal 30 Januari yaitu merata terjadi pada ketiga kawasan pengamatan
hujan. Sebesar 23.3 mm di Citeko, 23.5 mm di Gunung Mas, dan 19 mm di
Katulampa. Selain itu, ketinggian muka air bendung Katulampa pada tanggal 30
dan 31 Januari 2014 merupakan pengaruh hujan yang terjadi di hari sebelumnya
yaitu pada 29 Januari yang sangat lebat. Hujan lebat di kawasan hulu pada tanggal
29 Januari tersebut menyebabkan tinggi muka air stabil. Jarak daerah Citeko dan
Gunung Mas dengan lokasi bendung Katulampa yang cukup jauh, sekitar ±25 km
menyebabkan banyak air yang masih mengalir ke bendung Katulampa pada hari

11
setelah hujan sangat lebat yang terjadi pada tanggal 29 Januari 2014 di DAS
Ciliwung Hulu.
Hubungan antara curah hujan wilayah serta curah hujan dari ketiga stasiun
pengamatan (Citeko, Gunung Mas, dan Katulampa) dan tinggi muka air di
bendung Katulampa dapat dilihat dari nilai korelasi (Tabel 5).
Tabel 5. Nilai korelasi antara curah hujan dan tinggi muka air bulan Januari 2014

n
r

CH Wilayah (mm)

CH Citeko (mm)

CH Gunung Mas
(mm)

CH Katulampa
(mm)

H

H-1

H-2

H

H-1

H-2

H

H-1

H-2

H

H-1

H-2

31
0.87

31
0.40

31
0.26

31
0.87

31
0.43

31
0.27

31
0.87

31
0.45

31
0.32

31
0.83

31
0.39

31
0.27

Keterangan: CH=Curah hujan; H=Hari kejadian TMA besar ; H-1= 1 hari sebelum TMA
besar ; H-2= 2 hari sebelum TMA besar

Nilai korelasi antara curah hujan dan tinggi muka air bendung Katulampa
terlihat bahwa curah hujan dari ketiga stasiun pengamatan hujan maupun dari
curah hujan wilayah menunjukkan adanya kecenderungan positif. Namun, nilai
korelasi paling besar menunjukkan bahwa tinggi muka air cenderung berhubungan
dengan hujan pada hari H. Hal tersebut sejalan dengan kenyataan bahwa semakin
tinggi curah hujan DAS Ciliwung Hulu pada hari H maka semakin tinggi muka air
di bendung Katulampa.
Selain hubungan curah hujan dengan tinggi muka air, terdapat pula
hubungan antara tinggi muka air dengan debit aliran sungai. Sebagai contoh
terdapat pada Tabel 6 berikut ini,
Tabel 6. Debit aliran sungai tanggal 29 Januari 2014
Waktu (jam)

TMA (cm)

01.00
02.00
03.00
04.00
05.00
06.00
07.00
08.00
09.00
10.00
11.00
12.00

60
60
70
70
70
70
70
80
90
90
90
90

Debit
(m3/detki)
48
48
68
68
68
68
68
90
113
113
113
113

Waktu (jam)

TMA (cm)

13.00
14.00
15.00
16.00
17.00
18.00
19.00
20.00
21.00
22.00
23.00
24.00

90
90
90
80
80
80
80
80
80
130
190
230

Debit
(m3/detik)
113
113
113
90
90
90
90
90
90
217
407
552

Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat terdapat hubungan yang erat antara tinggi
muka air dengan debit sungai yaitu semakin tinggi muka air sungai maka debit
sungai akan semakin tinggi pula. Hal tersebut sesuai dengan Sularto (2006), pada
suatu sungai besarnya debit aliran sulit untuk diukur. Biasanya angka yang

12
menjadi acuan sebagai pemantau adalah tinggi muka air. Nilai tinggi muka air
kemudian digunakan untuk menduga besarnya debit yang terjadi pada sungai.
Besarnya debit air sungai selain dipengaruhi oleh limpasan permukaan juga
dipengaruhi aliran di bawah permukaan tanah dan air tanah.
Tinggi muka air yang semakin meningkat di bendung Katulampa selain
disebabkan oleh curah hujan yang tinggi, faktor fisik DAS Ciliwung
mempengaruhi tinggi muka air serta debit aliran sungai yang tinggi juga.
Penggunaan lahan di sekitar bantaran sungai sebagai pemukiman dan pemanfaatan
lainnya yang tidak sesuai juga dapat menimbulkan terganggunya fungsi dari DAS
Ciliwung Hulu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hartanto (2011),
bahwa sejak tahun 1994 hingga 2010 ruang terbangun di wilayah DAS Ciliwung
Hulu mengalami kenaikan mencapai 30.66% (Tabel 7).
Tabel 7. Luas Penutupan Lahan di Kawasan Hulu DAS Ciliwung Tahun 1994,
2001, 2005 dan 2010
Klasifikasi
Penutupan
Lahan
Ruang
Terbangun
Hutan
Kebun
Campuran
Kebun Teh
Lahan
Terbuka
Sawah/
Tegalan
Total

Luas 1994

Luas 2001

Luas 2005

Luas 2010

(Ha)

%

(Ha)

%

(Ha)

%

(Ha)

%

2663.13

17.53

3627.79

23.88

4244.63

27.94

4656.85

30.66

3801.49

25.03

3204.24

21.09

3071.02

20.22

3042.17

20.02

1655.86

10.90

1757.98

11.57

1609.22

10.59

1592.83

10.49

3852.51

25.36

3264.59

21.49

3090.63

20.34

3001.26

19.76

50.89

0.33

2.15

0.02

10.55

0.07

1.93

0.01

3166.91

20.85

3334.02

21.95

3164.73

20.84

2895.74

19.06

15190.79

100

15190.77

100

15190.78

100

15190.78

100

Hujan yang terjadi pada bulan Januari 2014 yang menimbulkan debit
puncak dan aliran permukaan yang tinggi di bendung Katulampa, perlu di
perhitungkan periode ulangnya sehingga dapat digunakan sebagai usaha antisipasi
kejadian banjir di masa yang akan datang. Selain itu perlu dibuat semacam waduk
atau situ ataupun bangunan konservasi lainnya yang dapat menampung dan
membelokan air sungai agar air tidak langsung menuju ke hilir tetapi dapat
ditampung dan perjalanan air menuju hilir tidak sekaligus terjadi dalam waktu
yang singkat dan bersamaan
Karakteristik Aliran Permukaan
Analisis hidrograf aliran merupakan penyajian secara grafis hubungan
antara debit terhadap waktu. Hidrograf terdiri dari tiga bagian yaitu lengkung
konsentrasi (lengkung naik), bagian puncak, dan lengkung resesi. Analisis
hidrograf dilakukan pada ketinggian muka air tanggal 12, 17, 21, dan 29 Januari
2014.

13
Tabel 8. Aliran Permukaan Bulan Januari 2014
Tanggal
12
17
21
29

TMA
Maksimum
(cm)
140
170
170
230

Curah Hujan
Wilayah
(mm)
118.3
134.7
74.7
155.8

Tebal Aliran
Permukaan
(mm)
24.5
44.2
28.1
52.7

Volume Aliran
Permukaan
Langsung (m3)
3 650 850
6 590 160
4 199 040
7 858 800

C (%)
20.7
32.8
37.7
33.8

Keterangan: TMA = Tinggi muka air; C= Koefisien aliran permukaan
Curah hujan di DAS Ciliwung Hulu pada tanggal 12 Januari 2014 adalah
sebesar 118.3 mm yang termasuk dalam hujan sangat lebat. Tinggi muka air mulai
beranjak naik pada jam 06.00 menjadi 70 cm, sebelumnya pada jam 05.00 setinggi
50 cm. Setiap jam ketinggian muka air naik hingga puncaknya pada jam 16.00
dengan ketinggian 140 cm. Volume aliran permukaan langsung pada sungai
sebesar 3 650 850 m3. Tebal aliran permukaan sebesar 24.5 mm dan koefisien
aliran permukaan adalah sebesar 20.7%.
Tanggal 17 Januari 2014 ketinggan muka air semakin naik hingga mencapai
170 cm dengan debit aliran sungai sebesar 340 m3/detik, curah hujan DAS
Ciliwung Hulu semakin tinggi pula sebesar 134.7 mm yang termasuk dalam hujan
sangat lebat. Ketebalan aliran permukaan adalah sebesar 44.2 mm dan koefisien
aliran permukaan sebesar 32.8%. Pada tanggal 21 Januari memiliki tinggi muka
air yang sama dengan tanggal 17 Januari yaitu setinggi 170 cm dengan debit
340 m3/detik, namun terdapat perbedaan curah hujan yaitu sebesar 74.7 mm/hari
yang masuk ke dalam hujan lebat. Tebal aliran permukaan maupun volume aliran
permukaan langsung pada tanggal 21 Januari pun lebih kecil di bandingkan pada
tanggal 17 Januari yaitu sebesar 28.1 mm dan 4 199 040 m3, tetapi koefisien aliran
permukaan mengalami kenaikan menjadi 37.7%.
Pada tangal 29 Januari merupakan tinggi muka air terbesar selama bulan
Januari 2014, ketinggiannya mencapai 230 cm pada jam 24.00. Berdasarkan hasil
analisis volume aliran permukaan langsung sebesar 7 858 800 m3. Koefisien aliran
permukaan adalah sebesar 33.8% dengan dengan tebal aliran permukaan sebesar
52.7 mm serta curah hujan sebesar 155.8 mm yang merupakan curah hujan
tertinggi pula di DAS Ciliwung Hulu pada bulan Januari 2014.
Berdasarkan hasil pengamatan bahwa tidak selalu curah hujan yang tinggi
mengakibatkan koefisien aliran permukaan yang tinggi. Sebagai contoh pada
tanggal 17 dan 21 Januari 2014. Tanggal 21 memiliki curah hujan kurang dari
tanggal 17 Januari namun nilai C tanggal 21 lebih besar dari tanggal 17 Januari.
Hal tersebut disebabkan oleh salah satu faktor yang mempengaruhi nilai C yaitu
intensitas hujan. Menurut Arsyad (2010), Koefisien aliran permukaan (C) adalah
nisbah antara laju puncak aliran permukaan terhadap intensitas hujan.
Debit aliran sungai sangat berhubungan dengan volume aliran permukaan
langsung, dimana pada saat volume aliran permukaan langsung semakin tinggi
maka debit aliran sungai akan tinggi pula dan mengakibatkan besarnya tinggi
muka air di bendung Katulampa. Selain intensitas hujan, nilai koefisien aliran
permukaan dipengaruhi juga oleh laju infiltrasi dan tanaman penutupan lahan
(Arsyad 2010). Berdasarkan hasil analisis bahwa nilai C tertinggi ada pada

14
tanggal 21 Januari yaitu sebesar 37.7%. Ketinggian muka air bendung Katulampa
dan debit aliran sungai yang tinggi menjadi aliran permukaan disebabkan oleh
hujan yang terus menerus di kawasan DAS Ciliwung Hulu dan pengaruh tanah
yang sudah jenuh air karena pada hari sebelumnya hujan terus menerus di
kawasan Hulu. Koefisien aliran permukaan menunjukkan pengaruh penggunaan
lahan, tanah, lereng, dan potensial aliran permukaan. Penggunaan lahan di
wilayah urban yang menyebabkan pemadatan tanah dan pembuatan lapisan kedap
di permukaan tanah akan menghasilkan koefisien aliran permukaan yang lebih
besar (Pratiwi 2012). Berdasarkan penelitian Kholik (2013), nilai koefisien aliran
permukaan bulan Januari tahun 2013, seperti terlihat di Tabel 9 berikut:
Tabel 9. Aliran Permukaan Bulan Januari 2013
Tanggal
15 Jan
16 Jan

TMA
Maksimum
(cm)
200
180

Curah
Hujan
(mm)
114
56

Tebal Aliran
Permukaan
(mm)
49
40

Volume Aliran
Permukaan
Langsung (m3)
7.283.160
5.996.808

C (%)
43
71

Keterangan: TMA = Tinggi muka air; C= Koefisien aliran permukaan
Pada tanggal 15-16 Januari 2013 merupakan tinggi muka air terbesar tahun
2013. Koefisien aliran permukaan sebesar 43% dan 71%. Tebal aliran permukaan
sebesar 49 dan 40 mm. Peningkatan tinggi muka air dan tebal aliran permukaan
terjadi, sebagai contoh ketinggian muka air pada 15 Januari 2013 adalah sebesar
200 cm meningkat pada tanggal 29 Januari 2014 menjadi sebesar 230 cm. Tebal
aliran permukaan pun mengalami kenaikan dari 49 mm pada tanggal 15 Januari
2013 menjadi 52.7 mm pada tanggal 29 Januari 2014. Volume aliran permukaan
pun mengalami kenaikan sebesar 575 640 m3 pada Januari 2014. Namun koefisien
aliran permukaan pada tahun 2014 mengalami penurunan, pada tanggal 16 Januari
2013 sebesar 71% dengan curah hujan 56 mm yang masuk dalam kriteria hujan
lebat, sedangkan pada tanggal 21 bulan Januari 2014 koefisien aliran permukaan
adalah sebesar 37.7% dengan curah hujan 74.7 mm yang masuk dalam kriteria
hujan lebat. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa curah hujan sangat
mempengaruhi nilai koefisien aliran permukaan. Menurut Afrina (2013), salah
satu penyebab semakin meningkatnya nilai C yaitu adanya aktivitas perubahan
penggunaan lahan sehingga mengurangi kapasitas resapan. Hal ini akan
berdampak pada peningkatan aliran permukaan sehingga potensi terjadinya banjir
akan lebih besar. Menurut Kristianto (2010), faktor-faktor penyebab timbulnya
banjir dipengaruhi oleh aktifitas manusia. Aktifitas manusia yang mempengaruhi
timbulnya banjir yaitu pembangunan dan perkembangan tempat pemukiman,
penggundulan hutan, di daerah pegunungan atau perbukitan untuk penggunaan
lahan budidaya, pemanfaatan dataran banjir yang digunakan untuk pemukiman
atau industri dan buruknya pengelolaan sampah.
Menurut Holipah (2012) pada Tabel 10, perubahan pola penutupan/
penggunaan lahan ke area pemukiman dan tegalan (pertanian intensif) dari kebun
campuran serta terkonversinya area hutan menyebabkan aliran permukaan tinggi.
Aliran permukaan yang tinggi disebabkan karena perubahan perakaran tanaman

15
yang semakin dangkal dan pengurangan tajuk vegetasi sehingga laju dan volume
aliran permukaan semakin tinggi.
Tabel 10. Tipe Perubahan Penutupan atau Penggunaan Lahan Dominan
Tahun 2001-2010
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Tipe Perubahan Penutupan/ Penggunaan Lahan
tahun 2001-2010
Kebun Campuran --> Tegalan
Sawah --> Pemukiman
Sawah --> Tegalan
Tegalan --> Kebun Campuran
Kebun Campuran --> Pemukiman
Hutan Semak/ Belukar --> Sawah
Kebun Teh --> Tegalan
Tegalan --> Pemukiman
Hutan Semak/ Belukar --> Tegalan
Hutan Semak/ Belukar --> Kebun Teh
Lainnya

Luas
(Ha)

%

329.5
231.3
212.8
177.7
176.2
144.9
129.9
128.9
108.4
107.1
592.0

14.1
9.9
9.1
7.6
7.5
6.2
5.6
5.5
4.6
4.6
25.3

Aliran permukaan inilah yang menyebabkan debit puncak saat musim hujan
menjadi tinggi yang kemudian menimbulkan banjir. Kejadian tersebut
memberikan gambaran bahwa perubahan penutupan/penggunaan lahan yang
terjadi pada wilayah DAS Ciliwung hulu telah memberikan pengaruh terhadap
penurunan kualitas karakteristik hidrologi DAS tersebut.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1.

2.

Tinggi muka air maksimum pada tanggal 29 Januari 2014 yaitu sebesar
230 cm dengan debit aliran sungai sebesar 552 m3/detik. Tinggi muka air
pada tanggal 29 Januari 2014 tersebut mencapai status siaga 1, disebabkan
oleh hujan yang merata pada wilayah Citeko, Gunung Mas, dan Katulampa
masing-masing sebesar 192.8 mm/hari, 165 mm/hari, dan 107 mm/hari serta
pengaruh tanah yang sudah jenuh air karena hujan turun terus menerus pada
hari sebelumnya. Nilai korelasi antara curah hujan dengan tinggi muka air di
bendung Katulampa pada hari yang sama menunjukkan kecenderungan
positif. Semakin tinggi curah hujan pada suatu hari maka semakin tinggi
muka air di bendung Katulampa pada hari tersebut.
Koefisien aliran permukaan pada tanggal 12 Januari sebesar 20.7% dengan
curah hujan 118.3 mm, tanggal 17 Januari sebesar 32.8% dengan curah
hujan sebesar 134.7 mm, tanggal 21 Januari sebesar 37.7% dengan curah
hujan 74.7 mm dan pada tanggal 29 Januari sebesar 33.8% dengan curah
hujan sebesar 155.8 mm.

16
Saran
Perlu dilakukan analisis pemisahan hidrograf aliran mengenai aliran
permukaan dari setiap kejadian hujan pada musim penghujan setiap tahun serta
melihat pengaruh hujan dari wilayah lain seperti; Ciawi, Megamendung, Empang
dan wilayah DAS Ciliwung Hulu lainnya. Analisis mengenai berbagai
penggunaan lahan di wilayah DAS Ciliwung sebagai salah satu faktor yang
mempengaruhi peningkatan aliran permukaan di bendung Katulampa.

DAFTAR PUSTAKA
Afrina. D, P. 2013. Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Analisis
Perubahan Lahan dan Curah Hujan terhadap Aliran Permukaan di DAS
Ciliwung. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor : Bogor
Arsyad. S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press: Bogor
Arsyad, W. M. 2000. Pedugaan Limpasan Langsung Dalam Penelusuran Banjir
di Daerah Aliran Sungai Ciliwung. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor:
Bogor
Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah
Mada University Press : Yogyakarta
Asdak, C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah
Mada University Press : Yogyakarta
Badan
Meteorologi
Klimatologi
dan
Geofisika.
2013.
http://bmkg.go.id/bmkg_pusat/Meteorologi/Prospek_Cuaca_Mingguan.bmk
g#ixzz3ALC2i0o3 [14 Agustus 2014]
[BPSDA] Balai Pendayagunaan Sumberdaya Air Wilayah Ciliwung – Cisadane.
2014
Harto, S. 1993. Analisis Hidrologi. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
Hamdan, M. 2010. Analisis Debit Aliran Sungai Sub Das Ciliwung Hulu
Menggunakan Mw-Swat. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor: Bogor
Hartanto, D. 2011. Pengaruh Pertumbuhan Penduduk terhadap Perubahan
Lanskap di Kawasan Hulu DAS Ciliwung. [Skripsi]. Institut Pertanian
Bogor: Bogor
Holipah, S, N. 2012. Pengaruh Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan
Terhadap Karakteristik Hidrologi Sub Das Ciliwung Hulu. [Skripsi].
Institut Pertaniaan Bogor: Bogor
Kholik, A. 2013. Analisis Curah Hujan, Debit Dan Tutupan Lahan di Sub Das
Ciliwung Hulu. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor: Bogor
Lutfi, A. 2002. Kajian Pengaruh Curah Hujan Terhadap Limpasan Permukaan
(run off) di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung dengan Metode Regresi.
[Skripsi]. Institut Pertanian Bogor: Bogor
Mahbub, M. 2010. Penuntun Praktikum Agrohidrologi. Universitas Lampung:
Lampung
Nababan. O, S dan Siregar, P,M. 2012. Otomatisasi Pengukuran Debit Sungai
dengan Mikrokontroller Arduino (Studi Kasus: Daerah Pengaliran Sungai
Ciiwung Katulampa Hulu Kota Bogor, Jawa Barat). Institut Teknolgi
Bandung: Bandung

17
Nugroho, S,P. 2001. Analisis Hidrograf Satuan Sintetik Metode Snyder Clark
dan Scs dengan Menggunakan Model Hec-1di Das Ciliwung Hulu. Jurnal
Sains dan Teknologi Modifikasi Cuaca. 1: 57-67
Oktaviana, A. 2012. Analisis Karakteristik Hujan dan Penggunaan Lahan
terhadap Debit Aliran Sungai DAS Ciliwung Hulu. [Skripsi]. Institut
Pertanian Bogor: Bogor
Prihatini, N. 2012. Aplikasi Model HEC WMS untuk Memprediksi Debit Puncak
Aliran Permukaan DAS Ciliwung Hulu. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor:
Bogor
Republik Indonesia. 2004. Undang-undang No. 7 Tahun 2004 Tentang
Sumberdaya Air. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990,
Nomor 42. Sekretariat Negara . Jakarta
Riyadi, D. 2003. Pemetaan Geologi Lingkungan Daerah Bogor dan Sekitarnya.
dalam Janudianto. 2004. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan dan
Pengaruhnya Terhadap Debit Maksimum-Minimum di Sub DAS Ciliwung
Hulu. Skripsi. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian IPB. Bogor
Seyhan, E. 1990. Dasar-dasar Hidrologi. UGM Press: Yogyakarta
Sinukaban, N.
2007. Konservasi Tanah dan Air Kunci Pembangunan
Berkelanjutan. Direkorat Jenderal RLPS: Bogor
[SPAS Katulampa] Stasiun Pengamatan Aliran Sungai Katulampa. 2014
Sularto, E. 2006. Hubungan Penggunaan Lahan dan Kejadian Banjir pada DAS
Ciliwung Hulu. Katulampa menggunakan Model Answer. [Skripsi]. Institut
Pertanian Bogor: Bogor
Triatmodjo, B. 2009. Hidrologi Terapan. Beta Office: Yogyakarta

18
Lampiran 1. Contoh Perhitungan Analisis Hidrograf Tanggal 12 Januari 2014
Curah
Hujan
(mm)

118.3

Waktu

TMA
Maksimum

Debit
3

Aliran
Dasar
3

Aliran Permukaan Langsung

(jam)

(cm)

(m /detik)

(m /detik)

Jam

Volume (m3)

04.00

40

22

22

03.00-04.00

0

05.00

50

36

26.25

04.00-05.00

17 550

06.00

70

68

30.5

05.00-06.00

85 050

07.00

90

113

34.75

06.00-07.00

208 350

08.00

80

90

39

07.00-08.00

240 300

09.00

80

90

43.25

08.00-09.00

175 950

10.00

70

68

47.5

09.00-10.00

121 050

11.00

80

90

51.75

10.00-11.00

105 750

12.00

80

90

56

11.00-12.00

130 050

13.00

100

138

60.25

12.00-13.00

201 150

14.00

130

217

64.5

13.00-14.00

414 450

15.00

130

217

68.75

14.00-15.00

541 350

16.00

140

246

73

15.00-16.00

578 250

17.00

100

138

77.25

16.00-17.00

420 750

18.00

100

138

81.5

17.00-18.00

211 050

19.00

90

113

85.75

18.00-19.00

150 750

20.00

80

90

90

19.00-20.00

49 050
3 650 850

Analisi hidrograf :
1. Perhitungan aliran dasar (base flow)
Berdasarkan gambar pada Lampiran 2, aliran dasar ditetapkan dengan
straight line method. Kenaikan debit terjadi pada mulai jam 04.00 daan
berakhir pada jam 20.00, sehingga garis lurus di tarik dari debit jam 04.00
sampai dengan jam 20.00. Besarnya aliran dasar antara jam 04.00 sampai
dengan jam 20.00 sebagai berikut:
α = (Q Jam 20.00 – Q Jam 04.00)
α

16 jam
= (90 – 22) m3/detik = 4.25 m3/detik (dalam 1 jam)
16 jam

Aliran dasar pada setiap jam antara jam 04.00 sampai dengan jam 20.00
adalah seperti pada tabel Lampiran 1.
Keterangan: Q = Debit (m3/detik)
2.

Perhitungan volume aliran permukaan langsung (direct runoff)
Penetapan volume aliran langsung adalah mengikuti perhitungan luas di atas
aliran dasar seperti gambar pada Lampiran 2.

19
a. Bidang 1 (segitiga):
V DRO jam 04.00-05.00

= ½ [(36 - 26.25) m3/detik x 3600 detik]
= 17 550 m3

b. Bidang 2 (trapesium):
V DRO jam 05.00-06.00

= ½ [((36 – 26.25) m3/detik + (68 – 30.5)
m3/detik)) x 3600 detik] = 85 050 m3
Perhitungan selengkapnya terdapat pada tabel Lampiran 1.
Keterangan: V DRO = Volume direct runoff (m3)

3.

Perhitungan tebal runoff
Tebal Run off
= ∑ DRO/ A
= 3 650 850 m3/ (14920 (ha) x 10000 (m2)) = 0.0244 m
= 24.5 mm
Keterangan: V DRO = Volume direct runoff (m3)
A = Luas DAS Ciliwung Hulu (ha)

4.

Perhitungan koefisien aliran permukaan (C)
C = (Tebal run off / curah hujan) x 100%
= (24.5 mm : 118.3 mm = 0.207) x 100%
= 20.7%
Keterangan:
C = Koefisien aliran permukaan (%)

Lampiran 2. Grafik Hidrograf
Hidrograf 12 Januari 2014
500

Debit (m3/detik)

400
20
300

200

40
100

0

60

Jam

CH

debit

Curah hujan (mm)

0

01.00
02.00
03.00
04.00
05.00
06.00
07.00
08.00
09.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00
16.00
17.00
18.00
19.00
20.00
21.00
22.00
23.00
24.00

Debit (m3/detik)
300

250
20

200

150

100
40

50

0
60

Jam

CH

CH
debit

Hidrograf 21 Januari 2014

400
0

350

300
10

250
20

200

150
30

100

50
40

0
50

Jam
Debit

Curah hujan (mm)

400

Curah hujan (mm)

Debit (m3/detik)

20
Hidrograf 17 Januari 2014
0

350

21
Hidrograf 29 Januari 2014
0

600

Debit (m3/detik)

50
400
100

300
200

150
100
0

200

Jam
CH

Debit

Lampiran 3. Foto Dokumentasi Fluktuasi Debit di Bendung Katulampa

Sumber: BPSDA Ciliwung-Cisadane

Curah hujam (mm)

500

22
Lampiran 4. Curah Hujan Katulampa Bulan Januari 2014
Tanggal
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31

CH
(mm)
7
0
0
4
0
7
0
7
0
4
53
104
9
59
32
28
91
42
7
56
60
25
16
37
0
28
21
29
107
19
10

Jam
19.15-20.05
˗
˗
13.10-13.50
˗
12.10-13.00
˗
13.10.14.15
˗
18.10-19.40
16.50-18.55
09.35-16.50 dan 19.40-23.25
08.30-10.20
14.45-17.40
14.50-15.40 dan 17.10-17.55
02.40-07.50
07.30-14.20 dan 15.55-20.50
08.00-10.30 dan 22.00-05.30
12.35-15.55
11.10-13.50 dan 02.30-04.30
07.15-12.35
22.35-05.40
08.05-12.40
10.05-11.15 dan 20.50-21.40
˗
13.30-15.40
03.35-04.20
10.40-11.40 dan 00.10-06.35
07.00-11.50 dan 17.55-23.40
12.20-17.20 dan 21.30-23.40
15.05-16.00 dan 18.50-19.50

Sumber: SPAS Katulampa

23
Lampiran 5. Curah Hujan Gunung Mas Bulan Januari 2014
Tanggal

Hujan

Tanggal

Hujan

Tanggal

Hujan

Penakaran

(mm)

Penakaran

(mm)

Penakaran

(mm)

1

6,5

11

19

21

80

2

4

12

25

22

51,5

3

0

13

120

23

71

4

0

14

4,5

24

24

5

0

15

18

25

1

6

0

16

7

26

3,5

7

0,5

17

29

27

27,5

8

1

18

152

28

49

9

0

19

72

29

165

10

88

20

42

30

23,5

31

5

Sumber: BPSDA Ciliwung-Cisadane

Lampiran 6. Curah hujan wilayah dan di tiga stasiun di wilayah DAS Ciliwung
hulu dan tinggi muka air bendung Katulampa pada bulan Januari
2014
Tanggal

TMA
Maksimum
(cm)

Curah hujan wilayah
(mm)
H

H-1

H-2

Curah hujan Citeko
(mm)

Cur