Perbandingan model Nelson-siegel dan model nelson-siegel svensson dalam menduga kurva imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia

PERBANDINGAN MODEL NELSON-SIEGEL DAN MODEL
NELSON-SIEGEL SVENSSON DALAM MENDUGA KURVA
IMBAL HASIL OBLIGASI PEMERINTAH INDONESIA

ASTY KHAIRI INAYAH SYAHWANI

DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perbandingan Model
Nelson-Siegel dan Model Nelson-Siegel Svensson dalam Menduga Kurva Imbal
Hasil Obligasi Pemerintah Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Asty Khairi Inayah Syahwani
NIM G14100011

ABSTRAK
ASTY KHAIRI INAYAH SYAHWANI. Perbandingan Model Nelson-Siegel dan
Model Nelson-Siegel Svensson dalam Menduga Kurva Imbal Hasil Obligasi
Pemerintah Indonesia. Dibimbing oleh HARI WIJAYANTO dan NOER AZAM
ACHSANI.
Obligasi memiliki peranan penting dalam perkembangan pasar modal di
Indonesia. Salah satu faktor yang menjadi pertimbangan utama investor sebelum
berinvestasi obligasi adalah tingkat imbal hasil yang akan diperoleh investor.
Analisis yang biasa digunakan oleh para investor untuk menentukan waktu yang
tepat dalam pembelian obligasi adalah kurva imbal hasil. Penelitian ini membahas
mengenai pembentukan kurva imbal hasil menggunakan model Nelson-Siegel dan
model Nelson-Siegel Svensson dari obligasi pemerintah Indonesia. Parameter
yang diperoleh dari model Nelson-Siegel dan model Nelson-Siegel Svensson akan
dilakukan peramalan dengan menggunakan metode vector autoregressive (VAR).

Hasil perbandingan model Nelson-Siegel dan model Nelson-Siegel Svensson
menunjukkan bahwa model Nelson-Siegel Svensson memberikan nilai rata-rata
RMSE dan MAYE yang lebih kecil dibandingkan dengan model Nelson-Siegel
untuk menduga kurva imbal hasil obligasi pemerintah di Indonesia berdasarkan
periode pengamatan dari awal tahun 2010 sampai pertengahan tahun 2013.
Kata kunci: kurva imbal hasil, Nelson-Siegel Svensson, vector autoregressive

ABSTRACT
ASTY KHAIRI INAYAH SYAHWANI. Comparison of Nelson-Siegel Model
and Nelson-Siegel Svensson Model in Estimating Indonesia Government Bond
Yield Curve. Supervised by HARI WIJAYANTO and NOER AZAM ACHSANI.
Bond has important role in development of capital market in Indonesia. One
of the main factor to be consider by investors before investing bond is interest rate
that investors would be obtained. The analysis that commonly used by investors to
determine the right time in the purchase of bond is yield curve. This study
discusses the formation of yield curve using Nelson-Siegel model and NelsonSiegel Svensson model of Indonesia government bond. Parameters obtained from
the Nelson-Siegel model and the Nelson-Siegel Svensson model will be
forecasting using vector autoregressive (VAR) method. The result of comparison
Nelson-Siegel model and Nelson-Siegel Svensson model show that Nelson-Siegel
Svensson model gave an average value of RMSE and MAYE smaller than the

Nelson-Siegel model for estimating the yield curve of Indonesia government bond
based on the observation from period 2010 to mid-2013.
Key words: Nelson-Siegel Svensson, vector autoregressive, yield curve

PERBANDINGAN MODEL NELSON-SIEGEL DAN MODEL
NELSON-SIEGEL SVENSSON DALAM MENDUGA KURVA
IMBAL HASIL OBLIGASI PEMERINTAH INDONESIA

ASTY KHAIRI INAYAH SYAHWANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Statistika
pada
Departemen Statistika

DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2014

Judul Skripsi : Perbandingan Model Nelson-Siegel dan Model Nelson-Siegel
Svensson dalam Menduga Kurva Imbal Hasil Obligasi Pemerintah
Indonesia
Nama
: Asty Khairi Inayah Syahwani
NIM
: G14100011

Disetujui oleh

Dr Ir Hari Wijayanto, MSi
Pembimbing I

Prof Dr Noer Azam Achsani
Pembimbing II

Diketahui oleh


Dr Anang Kurnia, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga
karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan November 2013 ini ialah kurva imbal hasil obligasi,
dengan judul Perbandingan Model Nelson-Siegel dan Model Nelson-Siegel
Svensson dengan Menduga Kurva Imbal Hasil Obligasi Pemerintah Indonesia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Hari Wijayanto, M.Si selaku dosen pembimbing yang
telah meluangkan waktu, pemikiran dan kesabarannya, serta
memberikan semangat untuk segera menyelesaikan karya ilmiah ini.
2. Bapak Prof. Dr. Noer Azam Achsani selaku dosen pembimbing yang
telah meluangkan waktu, di tengah-tengah kegiatan beliau yang sangat
padat, serta memberikan semangat untuk segera menyelesaikan karya
ilmiah ini.
3. Ibu Dra. Itasia Dina Sulvianti, M.Si selaku dosen penguji yang telah

memberikan saran dalam perbaikan karya ilmiah ini untuk hasil yang
lebih baik.
4. Papa Muksin Syahwani, Mama Nini Mastuni, Aulia dan Adry atas
segala doa dan dukungannya.
5. Bapak Handy Yunianto, S.Si, M.S.M dari Mandiri Sekuritas, beserta staf
research Mandiri Sekuritas yang telah membantu selama pengumpulan
data.
6. Staf Tata Usaha Departemen Statistika IPB atas bantuannya dalam
kelancaran administrasi.
7. Sahabat-sahabat Angkatan 47 Statistika IPB yang selalu memberikan
semangat.
8. Kak Husnul Khotimah, S.Komp atas bantuan pembuatan grafik 3
dimensinya.
9. Kepada pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah
membantu dan mendukung sehingga karya ilmiah ini dapat terwujud.
Semoga kebaikan yang penulis terima dari semua pihak yang telah
disebutkan di atas dapat diterima oleh Allah SWT dan mendapatkan imbalan yang
berlipat ganda dari-Nya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pihak yang memerlukannya,
seperti kata pepatah ”tak ada gading yang tak retak”, dengan kerendahan hati

penulis menerima masukan berupa kritik dan saran untuk perbaikan dimasa
mendatang.

Bogor, Juli 2014
Asty Khairi Inayah Syahwani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

TINJAUAN PUSTAKA

2

Obligasi

2

Kurva Imbal Hasil


3

Nelson-Siegel

4

Nelson-Siegel Svensson

5

Pembentukan Model VAR

5

METODOLOGI

7

Sumber Data


7

Metode Analisis

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembentukan Kurva Imbal Hasil

9
9

Penyusunan Model VAR Parameter

12

Peramalan Bentuk Kurva Imbal Hasil

15


SIMPULAN DAN SARAN

17

Simpulan

17

Saran

17

DAFTAR PUSTAKA

18

LAMPIRAN

19

RIWAYAT HIDUP

33

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Accrued interest setiap seri obligasi tanggal 8 Januari 2010
Cash flow FR 26 model Nelson-Siegel tanggal 8 Januari 2010
Cash flow FR 26 model Nelson-Siegel Svensson tanggal 8 Januari
2010
Hasil pengujian kestasioneran parameter Nelson-Siegel
Hasil pengujian kestasioneran parameter Nelson-Siegel Svensson
Hasil pengujian kointegrasi parameter Nelson-Siegel
Hasil pengujian kointegrasi parameter Nelson-Siegel Svensson
Hasil perhitungan nilai AIC
Rata-rata RMSE dan MAYE peramalan

10
11
12
13
13
14
14
15
16

DAFTAR GAMBAR
1

Kurva peramalan (a) Gabungan peramalan dan nilai aktual (b) Imbal
hasil aktual (c) Model Nelson-Siegel Svensson (d) Model NelsonSiegel

16

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

8

Deskripsi data obligasi yang digunakan
Plot masing-masing parameter dari Nelson-Siegel , , , dan
untuk periode Januari 2010 sampai Juni 2013
Plot masing-masing parameter dari Nelson-Siegel Svensson
, , , , , dan untuk periode Januari 2010 sampai Juni 2013
Pendugaan model VAR parameter Nelson-Siegel
Pendugaan model VAR parameter Nelson-Siegel Svensson
Plot masing-masing parameter Nelson-Siegel , , , dan beserta
hasil peramalannya periode Januari 2010 sampai Februari 2014
Plot masing-masing parameter Nelson-Siegel , , , , , dan
beserta hasil peramalannya periode Januari 2010 sampai Februari
2014
Nilai MAYE dan RMSE imbal hasil

19
21
23
26
27
28

30
32

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Obligasi telah menjadi instrumen utama dalam pendanaan maupun sarana
investasi. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan penerbitan rutin obligasi di pasar
perdana dan peningkatan aktivitas perdagangan obligasi di pasar sekunder. Tahun
2010, investment grade Indonesia mulai diakui oleh investor yang ada di pasar
uang internasional. Hal ini disebabkan aktivitas perdagangan menunjukkan
peningkatan yang dilihat dari semakin tingginya nilai rata-rata harian transaksi
dan frekuensi perdagangan obligasi. Obligasi yang memiliki risiko paling rendah
adalah obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah.
Tingkat imbal hasil yang diperoleh investor merupakan salah satu faktor
yang menjadi pertimbangan utama investor sebelum berinvestasi obligasi. Kurva
imbal hasil merupakan salah satu alat untuk menentukan waktu yang tepat dalam
pembelian obligasi. Keputusan investasi tersebut akan berdampak pada perolehan
imbal hasil yang senantiasa berubah seiring dengan berjalannya waktu. Oleh
karena itu, dibutuhkan suatu analisis untuk meramalkan kurva imbal hasil.
Penelitian mengenai pembentukan kurva imbal hasil obligasi pemerintah
sudah dilakukan oleh beberapa peneliti. Menurut Tanijaya (2010) model NelsonSiegel Svensson merupakan pemodelan kurva imbal hasil yang dapat digunakan
untuk melakukan kalkulasi obligasi yang tanggal jatuh temponya di luar dari
obligasi yang membentuk model. Penelitian Yunianto (2005) menyatakan bahwa
model kurva imbal hasil yang paling sesuai digunakan di Indonesia adalah
Nelson-Siegel Svensson berdasarkan periode pengamatan dari awal tahun 2002
sampai dengan pertengahan bulan Agustus 2004. Akan tetapi, penelitian Rhosyied
et al. (2009) menyatakan bahwa model Nelson-Siegel merupakan model yang
tepat dalam pembentukan data kurva imbal hasil obligasi pada tanggal 6 April
2009 dibandingkan dengan model Nelson-Siegel Svensson. Perbedaan data deret
waktu yang digunakan menyebabkan perbedaan hasil penelitian. Oleh sebab itu,
dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pembentukan kurva imbal
hasil obligasi yang tepat untuk obligasi pemerintah Indonesia.
Penelitian ini membahas pembentukan kurva imbal hasil dengan
menggunakan model Nelson-Siegel dan model Nelson-Siegel Svensson dari
obligasi pemerintah Indonesia. Parameter yang diperoleh setiap periode dari
kedua model tidak dapat ditentukan peubah endogen dan peubah eksogennya.
Oleh sebab itu, metode vector autoregressive (VAR) merupakan salah satu
metode yang dapat digunakan dalam peramalan parameter tersebut, karena
metode VAR tidak memerlukan spesifikasi model (Brooks 2008). Selain itu, VAR
memiliki kemampuan peramalan out of sample lebih tinggi daripada model makro
struktural simultan (Brooks 2008).

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan model Nelson-Siegel dan
model Nelson-Siegel Svensson dengan menduga bentuk kurva imbal hasil
obligasi pemerintah Indonesia.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Obligasi
Obligasi adalah salah satu instrumen surat utang yang diterbitkan oleh
pemerintah atau perusahaan untuk mendapatkan dana (Zubir 2011). Pihak
penerbit obligasi akan membayarkan bunga setiap periode berdasarkan perjanjian
awal obligasi diterbitkan dan saat tanggal jatuh tempo, utang pokoknya akan
dikembalikan kepada pemegang obligasi. Keuntungan obligasi terdiri atas tiga
komponen, yaitu bunga (coupon), bunga atas kupon (interest on interest), dan
perbedaan antara harga beli dan harga jual (capital gain). Jangka waktu obligasi
yang saat ini diperdagangkan di pasar uang berkisar antara enam puluh hari
sampai tiga puluh tahun (Zubir 2011). Obligasi terdapat beberapa jenis
berdasarkan penerbitnya. Salah satunya adalah obligasi yang diterbitkan oleh
pemerintah. Obligasi yang diterbitkan pemerintah sejauh ini dianggap paling
likuid dan tidak mungkin gagal bayar karena pembayarannya dijamin oleh
pemerintah.
Obligasi Tanpa Kupon (Zero Coupon Bonds)
Obligasi tanpa kupon (zero coupon bonds) merupakan obligasi yang
memiliki satu pembayaran yaitu saat jatuh tempo (Zubir 2011). Obligasi tanpa
kupon tidak memiliki pembayaran kupon seperti obligasi biasa. Harga pembelian
obligasi ini lebih murah dari uang yang mereka pinjamkan (principal) yang
tertulis dalam surat obligasi tersebut. Zero coupon bonds hampir sama dengan
discount bond. Discount bond merupakan obligasi yang tidak membayarkan
kupon secara berkala. Suku bunga sertifikat Bank Indonesia (SBI) merupakan
salah satu contoh dari discount bond. SBI dipilih sebagai representasi tingkat
imbal hasil bebas risiko jangka pendek. Hal ini disebabkan, obligasi pemerintah
dengan masa jatuh tempo jangka pendek belum tersedia. Selain itu, penentuan SBI
dilakukan dengan sistem lelang sehingga tingkat bunga yang terbentuk
mencerminkan kekuatan permintaan dan penawaran.
Perhitungan Harga Obligasi
Penilaian suatu obligasi yang paling sederhana yaitu dengan mengamati
tingkat bunga dibayarkan dan jangka waktu pengembalian pokok. Harga obligasi
dinyatakan dalam indeks dengan basis seratus, tetapi diperdagangkan dalam nilai
ribuan dan kupon dinyatakan dalam persentase. Perhitungan harga obligasi
menggunakan konsep time value of money yaitu present value dari arus kas
penerimaan kupon dan pokok pada saat jatuh tempo dengan mendiskontokan
tingkat suku bunga pasar. Perhitungan harga obligasi harus memperhatikan
tingkat presisi jarak antar dua waktu yang berbeda. Perhitungan ini adalah day
count basis yang menentukan fraksi tahunan antar cash flow yang akan diterima
oleh pemegang obligasi dalam perhitungan accrued interest. Accrued interest
adalah jumlah dari pembayaran kupon yang dihitung antara pembayaran kupon
terakhir dan waktu saat ini.
Present value dari future payment ini ditentukan oleh tiga hal, yaitu discount
factor, waktu jatuh tempo dan compounding frequency. Discount factor adalah

3
tingkat suku bunga yang digunakan untuk mendiskontokan future payment,
sehingga akan diperoleh nilai konversi yang akan datang menjadi nilai sekarang.
Tingkat suku bunga yang digunakan untuk perhitungan ini dalam basis tahunan.
Waktu jatuh tempo adalah interval waktu antara saat ini (terjadinya transaksi) dan
waktu pembayaran jatuh tempo. Coumpounding frequency berhubungan dengan
periode waktu investasi yang dilakukan akan mendapatkan bunga.
Perhitungan harga suatu obligasi yang merupakan fungsi diskon dan
memberikan kupon tetap yaitu :
t,

∑ e
j

(t, j

j

t

, e

(t, j

j

t

dengan P(t,T) adalah harga obligasi jatuh tempo ke-T pada saat t, K adalah jumlah
pembayaran kupon obligasi, Tj adalah waktu pembayaran kupon ke-j, M adalah
banyaknya pembayaran kupon, t adalah waktu saat ini, T-t adalah jangka waktu
jatuh tempo dari obligasi dan R(t,Tj) adalah imbal hasil jatuh tempo pada waktu Tj.

Kurva Imbal Hasil
Imbal hasil jatuh tempo merupakan tingkat pengembalian (return) yang
diperoleh investor dari sebuah obligasi yang dimilikinya sampai tanggal jatuh
tempo. Investor akan memilih obligasi yang memberikan imbal hasil jatuh tempo
yang tinggi pada tingkat risiko dan jangka waktu yang sama. Perhitungan imbal
hasil yang diperoleh investor dengan memiliki obligasi hingga waktu jatuh
tempo :

dengan R(t,T) adalah imbal hasil pada saat jatuh tempo ke-T, T adalah waktu
jatuh tempo, t adalah waktu saat ini, P(t,T) adalah harga obligasi pada saat jatuh
tempo ke-T pada saat t, dan P(T,T) adalah harga obligasi jatuh tempo ke-T pada
saat T.
Imbal hasil obligasi dapat dinyatakan dalam bentuk forward rate. Forward
rate merupakan suku bunga sekarang yang memberikan efek pada waktu yang
akan datang. Spot rate merupakan imbal hasil jatuh tempo yang dibayarkan
sekaligus kepada investor dan dihitung untuk interval waktu enam bulan,
kemudian mengalikannya dengan dua. Kurva forward rate dapat diperoleh dengan
mendefinisikan spot rate di zero coupon bond yang memiliki jatuh tempo ke-T.
Perhitungan spot rate dengan menghitung rata-rata forward rate sebagai berikut :
∫ f t, d t,
t
dengan
adalah imbal hasil sebagai spot rate, f(t,T) adalah imbal hasil
sebagai forward rate, T adalah waktu jatuh tempo dan t adalah waktu saat ini.
Kurva imbal hasil adalah grafik garis yang menggambarkan hubungan
antara tingkat suku bunga pada titik tertentu untuk seluruh surat berharga dengan
tingkat risiko yang sama dan waktu jatuh tempo dari masing-masing arus kasnya.
Kurva imbal hasil merupakan salah satu alat yang biasa digunakan oleh investor
untuk melakukan valuasi harga obligasi dan sebagai salah satu parameter untuk
menetukan waktu yang tepat dalam pembelian obligasi.
t,

4
Pendekatan untuk pembentukan kurva imbal hasil terbagi menjadi tiga
model yaitu pendekatan regresi, pendekatan empiris, dan pendekatan equilibrium.
Pendekatan regresi merupakan suatu pendekatan dengan menggambarkan
hubungan imbal hasil jatuh tempo dengan waktu jatuh tempo dari serangkaian
obligasi. Kelemahan dari pendekatan ini adalah pengaruh dari kupon obligasi
yang tidak dimasukkan ke dalam pemodelan. Kupon memiliki peran yang penting
karena obligasi dengan waktu jatuh tempo yang sama dapat memiliki imbal hasil
jatuh tempo yang berbeda, tetapi dipengaruhi oleh kupon yang berbeda.
Pendekatan kedua adalah pendekatan empiris yang menggambarkan hubungan
imbal hasil jatuh tempo dengan waktu jatuh tempo dari serangkaian obligasi
dengan memperhitungkan imbal hasil dari kupon. Pendekatan empiris yang sering
digunakan oleh para praktiksi dan peneliti adalah pendekatan Nelson-Siegel dan
Nelson-Siegel Svensson. Pendekatan ketiga adalah equilibrium atau dynamic
asset pricing approach. Pendekatan ini melihat secara dinamis kedua hal yaitu
bentuk dari struktur waktu dan evolusinya terhadap waktu.

Nelson-Siegel
Model Nelson-Siegel yang dikemukakan oleh Charles Nelson dan Andrew
Siegel pada tahun 1987 merupakan model parsimonius. Model parsimonius
merupakan sebuah model yang cukup fleksibel untuk menggambarkan semua
bagian umum yang membentuk kurva imbal hasil (Diebold dan Li 2005).
Persamaan yang dibentuk Nelson-Siegel akan memodelkan forward rate sebagai
fungsi eksponensial yaitu (Nelson dan Siegel 1987):
t
t
t
e p(
f t,
e p(
dengan f(t,T) adalah nilai imbal hasil dengan pendekatan forward rate pada waktu
jatuh tempo ke-T yang nilainya harus positif dan t adalah waktu saat ini.
Parameter yang dimiliki Nelson-Siegel yaitu 0 konstan terhadap jatuh tempo dan
dapat dilihat sebagai faktor jangka panjang (risk free). (1+0) diatur sebagai
indikator faktor jangka pendek, maka 1 merupakan selisih antara faktor jangka
panjang dengan faktor jangka pendek. 2 yang fungsinya naik dan kemudian turun
dapat dilihat sebagai faktor jangka menengah. menunjukkan posisi lengkungan
pertama atau bentuk kurva-U yang nilainya harus positif.
Imbal hasil tidak boleh bernilai negatif sehingga memiliki syarat bahwa 0
+ 1>0 dan 0>0. Kedua syarat ini digunakan saat menduga parameter tersebut.
Selain itu, >0 agar e-(T-t)/ yang merupakan bentuk fungsi diskon adalah fungsi
monoton turun terhadap T. Oleh karena itu, nilai parameter dapat diduga dengan
memperhatikan syarat 0 + 1>0, 0>0, dan >0.
Persamaan spot rate dari Nelson-Siegel dapat dituliskan seperti di bawah
ini:
- -t

t,

(

-e p(

-t

- -t

-e p(

-t

-e p

- -t

.

dengan t, adalah nilai imbal hasil dengan pendekatan spot rate pada waktu
jatuh tempo ke-T yang nilainya harus positif dan t adalah waktu saat ini. Nilai
parameter yang sesuai didapatkan dengan melakukan iterasi sampai diperoleh

5
jumlah kuadrat galat dari nilai model imbal hasil dengan nilai aktual imbal hasil
yang minimum.

Nelson-Siegel Svensson
Tahun 1994, Lars E. O. Svensson melakukan penambahan terhadap model
Nelson-Siegel. Svensson mencoba menambahkan satu bentuk hump lagi ke dalam
model dengan memasukkan unsur 3 dan 2. Penambahan ini bertujuan untuk
meningkatkan fleksibilitas dan kecocokan pembentukan kurva imbal hasil. Model
ini dikenal sebagai Nelson-Siegel Svensson. Persamaan dari forward rate adalah
sebagai berikut (Svensson 1994):
f t,

e p

- -t

-t

e p

- -t

-t

+

e p

- -t

dengan f(t,T) adalah nilai imbal hasil dengan pendekatan forward rate pada waktu
jatuh tempo ke-T yang nilainya harus positif dan t adalah waktu saat ini.
Parameter yang dimiliki Nelson-Siegel Svensson yaitu 0 konstan terhadap jatuh
tempo dan dapat dilihat sebagai faktor jangka panjang (risk free). (1+0) diatur
sebagai indikator faktor jangka pendek maka 1 merupakan selisih antara faktor
jangka panjang dengan faktor jangka pendek. 2 yang fungsinya naik dan
kemudian turun dapat dilihat sebagai faktor jangka menengah. 3 yang
menentukan besar arah dan arah lengkungan kedua. 1 menunjukkan posisi
lengkungan pertama atau bentuk kurva-U yang nilainya harus positif dan 2
menunjukkan posisi lengkungan kedua.
Persamaan spot rate Nelson-Siegel Svensson dapat dituliskan seperti
dibawah ini :
t

e p

t,

t

e p

t

e p(

t
t

e p

e p(

t

t

t

dengan t, adalah nilai imbal hasil dengan pendekatan spot rate pada waktu
jatuh tempo ke-T yang nilainya harus positif dan t adalah waktu saat ini. Nilai
parameter yang sesuai didapatkan dengan melakukan iterasi sampai diperoleh
jumlah kuadrat galat dari nilai model imbal hasil dengan nilai aktual imbal hasil
yang minimum.

Pembentukan Model VAR
Vector Autoregressive (VAR)
Vector autoregressive (VAR) pertama kali dikemukakan oleh Sims tahun
1980. Model umum VAR dengan ordo p atau VAR(p) dan k peubah tak bebas
pada waktu ke-t yang dibangkitkan dari model AR(p) yaitu (Enders 2004):
t

t

t

p tp

t

6
dengan yt merupakan vektor peubah endogen (y1t, y2t, ,ykt) berukuran k 1 yang
berisi k peubah pada waktu ke-t,
adalah vektor intersep berukuran k 1,
sedangkan i merupakan matriks parameter yang berukuran k k untuk ordo ke-i
(i=1,...p), t merupakan vektor sisaan (ε1t, ε2t, , εkt) berdistribusi normal
berukuran k 1. Asumsi yang diperlukan dalam menggunakan metode VAR
adalah peubah endogen yang digunakan bersifat stasioner. Salah satu keunggulan
model VAR adalah tidak perlu menentukan peubah endogen dan peubah eksogen
karena semua peubah VAR adalah peubah endogen. Hasil peramalan dengan
model ini pada banyak kasus lebih baik dibandingkan dengan hasil peramalan
yang diperoleh dengan menggunakan model persamaan simultan yang kompleks.
Kestasioneran Data
Tahap awal pembentukan model VAR adalah pengujian stasioneritas data.
Model VAR mengasumsikan data dari peubah-peubahnya bersifat stasioner.
Pengujian kestasioneran data dilakukan dengan uji augmented Dickey-Fuller
(ADF). Metode ADF melakukan perbandingan antara nilai ADF dengan nilai
kritis. Uji ADF telah mempertimbangkan kemungkinan adanya autokorelasi pada
error term jika series yang digunakan tidak stasioner. Misalkan data deret waktu
model autoregressive (AR) memiliki ordo satu yang telah dilakukan proses
pembedaan (differencing) sebagai berikut:
yt yt εt
dengan yt adalah peubah endogen ke-t, yt-1 adalah peubah endogen ke-(t-1),
adalah parameter model y dan εt adalah error model yt pada waktu ke-t.
Hipotesis yang diuji adalah H0 untuk ≥ 0 (data tidak stasioner) dan H1 untuk ˂
0 (data stasioner). Nilai ̂ diduga melalui metode kuadrat terkecil dan pengujian
statistik yang digunakan yaitu (Enders 2004):
̂
̂

dengan ̂ adalah nilai dugaan dan ̂ adalah simpangan baku dari ̂ . Nilai
distribusi yang digunakan adalah Mackinnon. Keputusan menolak H0 ketika nilai
mutlak statistik ADF lebih besar dari nilai mutlak nilai kritis distribusi Mackinnon
(K(n-p,α ) dengan n merupakan banyaknya pengamatan, p adalah panjang ordo dan
α adalah taraf nyata. Oleh sebab itu, keputusan menolak H0 merupakan data
bersifat stasioner.
Pemilihan Panjang Ordo
Banyaknya parameter yang akan diduga dalam model VAR ditunjukkan
dengan panjang ordo. Penentuan ordo optimal berguna untuk menghilangkan
masalah autokorelasi dalam sebuah sistem VAR. Panjang ordo dilambangkan
dengan p, maka setiap n persamaan berisi n p koefisien ditambah intersep.
Penentuan panjang ordo optimal menggunakan nilai minimum dari Akaike
information criteria (AIC). Model dengan nilai AIC terkecil dipilih sebagai model
terbaik dengan ordo yang cukup efisien. Perhitungan nilai AIC menggunakan
rumus (Tsay 2005):
k p
p ln| |
n

7
dengan AIC(p) adalah nilai Akaike information criteria (AIC) pada ordo ke-p, n
adalah banyaknya pengamatan, k adalah banyaknya peubah, p adalah panjang
ordo dan | | adalah determinan matriks ragam-peragam sisaan.

Uji Kointegrasi Johansen
Kointegrasi merupakan kombinasi linier dari dua atau lebih peubah yang
tidak stasioner. Komponen dari suatu peubah yt dikatakan terkointegrasi jika
terdapat vektor β yaitu matriks kointegrasi berukuran n r sehingga kombinasi
linear bersifat stasioner dengan syarat ada unsur vektor β tidak sama dengan nol.
Banyaknya vektor kointegrasi yang saling bebas adalah matriks rank ke-r.
Uji kointegrasi yang umum digunakan adalah uji Johansen. Hipotesis yang
digunakan untuk H0 adalah nilai rank ≤ r dan H1 adalah nilai rank > r. Statistik uji
yang digunakan yaitu (Enders 2004):
λtrace (r) = -n ∑ki r ln -λ̂ i
dengan λ̂ i adalah penduga akar ciri ke-i (i=r+1,..,k), r adalah banyaknya rank, k
p
adalah banyaknya peubah yang diperoleh dari matriks -[ - ∑i
] dengan i
i
adalah matriks parameter yang berukuran k k untuk ordo ke-i (i=1,...p), p adalah
panjang ordo, I adalah matriks identitas berukuran k k dan λ̂ >λ̂ > ⋯ >λ̂ n (terurut
dari nilai terbesar ke nilai terkecil), serta n adalah banyaknya pengamatan.
Keputusan terima H0 diambil jika λtrace
r
0
1
2
3

Trace

Nilai
Kritis

p-value

45.721
25.059
11.968
3.559

47.856
29.797
15.495
3.841

0.078
0.159
0.159
0.059

Tabel 7 Hasil pengujian kointegrasi parameter Nelson-Siegel Svensson
H0
rank =
r
0
1
2
3
4

H1
rank >
r
0
1
2
3
4

Trace

Nilai
Kritis

p-value

60.559
37.775
24.281
12.696
3.017

69.818
47.856
29.856
15.494
3.841

0.218
0.311
0.188
0.126
0.082

Hasil pengujian pada Tabel 6 dan Tabel 7 memperlihatkan bahwa tidak
terdapat kointegrasi antar parameter rank adalah 0. Hal ini menunjukkan bahwa
tidak terdapat hubungan linear jangka panjang antara parameter yang bersifat
stasioner. Hasil ini menunjukkan bahwa model yang akan digunakan adalah
model VAR dengan pembedaan satu kali (first differrence).
Pemilihan Ordo VAR
Ordo VAR ditentukan melalui perhitungan nilai AIC untuk setiap ordo.
Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 8.

15
Tabel 8 Hasil perhitungan nilai AIC
Ordo(p) AIC (NS) AIC (NSS)
0
-10.276
-7.942
1
-16.655
-16.172
2*
-16.756
-16.424
3
-16.750
-16.387
4
-16.662
-16.221
5
-16.618
-16.033
6
-16.684
-15.924
7
-16.668
-15.836
8
-16.565
-15.756
*ordo yang terpilih

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai minimum AIC tercapai pada
ordo ke-2 untuk parameter Nelson-Siegel (NS) dan parameter Nelson-Siegel
Svensson (NSS). Hal ini menunjukkan bahwa model VAR yang digunakan adalah
model VAR dengan pembedaan satu kali pada ordo kedua.
Pendugaan Model
Hasil pengujian yang telah diuraikan sebelumnya menunjukkan bahwa
model yang dapat digunakan sesuai dengan data adalah model VAR dengan ordo
dua dan pembedaan satu kali. Model VAR first differrence ordo ke-2 untuk
parameter Nelson-Siegel yang terbentuk memiliki empat persamaan parsial yaitu
yang masing-masing memiliki sembilan parameter termasuk
0,
1, 2, dan
intersep. Model VAR first differrence untuk parameter Nelson-Siegel Svensson
yang terbentuk memiliki lima persamaan parsial yaitu 0, 2, 3, 1, dan 2 yang
masing-masing memiliki sebelas parameter termasuk intersep. arameter 1
memiliki nilai yang hampir sama dengan 0. Oleh sebab itu, persamaan 1
mengambil persamaan 0 yang sudah disesuaikan untuk parameter 1. Hasil
pendugaan koefisien parameter VAR first differrence ordo ke-2 untuk parameter
Nelson-Siegel dapat dilihat pada Lampiran 4 dan pendugaan koefisien parameter
parameter VAR first differrence ordo ke-2 untuk parameter Nelson-Siegel
Svensson dapat dilihat pada Lampiran 5.
Hasil pendugaan koefisien parameter VAR first difference ordo ke-2 yang
diperoleh akan digunakan untuk meramalkan parameter Nelson-Siegel dan model
Nelson-Siegel Svensson. Plot nilai parameter yang digunakan dalam pemodelan
beserta nilai parameter hasil peramalan dapat dilihat pada Lampiran 6 untuk
model Nelson-Siegel. Selanjutnya, plot nilai parameter yang digunakan dalam
pemodelan beserta nilai parameter hasil peramalan dapat dilihat pada Lampiran 7
untuk model Nelson-Siegel Svensson.

Peramalan Bentuk Kurva Imbal Hasil
Peramalan parameter yang diperoleh dengan menggunakan model VAR
akan digunakan untuk peramalan bentuk kurva imbal hasil.

16

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 1 Kurva peramalan (a) Gabungan peramalan dan nilai aktual (b) Imbal hasil
aktual (c) Model Nelson-Siegel Svensson (d) Model Nelson-Siegel
Gambar 1 menunjukkan perbedaan antara peramalan kurva imbal hasil untuk
periode Juli 2013 sampai Februari 2014 dengan model Nelson-Siegel (NS) dan
model Nelson-Siegel Svensson (NSS).
Tabel 9 Rata-rata RMSE dan MAYE peramalan
Model
Nelson-Siegel
Nelson-Siegel Svensson

MAYE
Rata-rata
0.00952
0.00945

RMSE
Rata-rata
0.01061
0.01020

Nilai rata-rata RMSE pada Tabel 9 menunjukkan bahwa memiliki nilai ratarata RMSE model Nelson-Siegel Svensson lebih kecil dibandingkan dengan nilai
rata-rata RMSE model Nelson-Siegel. Menurut Willmot dan Matsuura (2005),
RMSE memiliki kelemahan yaitu sensitif terhadap nilai pencilan maka
ditambahkan satu indikator dalam mengukur ketepatan peramalan yaitu mean
absolute yield error (MAYE). Tabel 9 menunjukkan bahwa nilai rata-rata MAYE
model Nelson-Siegel Svensson lebih kecil dibandingkan nilai rata-rata MAYE
model Nelson-Siegel. Nilai RMSE dan MAYE setiap periode Juli 2013 sampai
Februari 2014 kedua model terdapat pada Lampiran 8.

17

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Peramalan bentuk kurva imbal hasil obligasi di Indonesia yang ada sekarang
ini masih mengandung risiko reinvestment rate dan coupon effect. Hal ini
dikarenakan pasar obligasi di Indonesia tidak memiliki zero coupon bond.
Penelitian ini membandingkan model Nelson-Siegel dan model Nelson-Siegel
Svensson dengan memberikan hasil pendugaan bentuk kurva imbal hasil. Hasil
dari perbandingan bentuk kurva imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia
menunjukkan bahwa model Nelson-Siegel Svensson memberikan dugaan yang
lebih baik dari model Nelson-Siegel. Hal ini dilihat dari nilai rata-rata RMSE dan
MAYE model Nelson-Siegel Svensson yang lebih rendah dibandingkan model
Nelson-Siegel. Jadi, model Nelson-Siegel Svensson adalah model yang
memberikan nilai error yang kecil untuk meramalkan kurva imbal hasil di
Indonesia berdasarkan periode pengamatan dari awal tahun 2010 sampai dengan
pertengahan tahun 2013.

Saran
Hasil penelitian ini hanya menggunakan salah satu metode peramalan dalam
membentuk kurva imbal hasil di Indonesia. Penelitian selanjutnya dapat
menggunakan metode peramalan lain dan pendekatan pembentukan kurva imbal
hasil yang lain. Selain itu, metode pengujian hasil peramalan untuk penelitian
selanjutnya tidak hanya menggunakan MAYE dan RMSE. Peubah baru dalam
peramalan dapat ditambahkan, yang disesuaikan dengan kondisi di Indonesia
sehingga dapat memperkecil error dari peramalan. Contohnya dengan
menambahkan peubah makroekonomi dan peubah mikroekonomi.

18

DAFTAR PUSTAKA
Annaet J, Claes AGP, Ceuster MJK, Zhang H. 2010. Estimating the Yield Curve
Using the Nelson-Siegel. Universiteit Antwerpen.
Bank of International Settlements. 2005. Zero-Coupon Yield Curve: Technical
Documentation. BIS Paper. 25.
Brooks C. 2008. Introductory Econometrics for Finance. New York (US):
Cambridge University Pr.
Diebold FX, Li C. 2005. Forecasting the Term Structure of Government Bond
Yields. Journal of Econometrics. 130(1): 337-364.
Enders W. 2004. Applied Econometrics Time Series. Second Edition. United State
of America (US): John Wiley & Sons.
[Kemenkeu] Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal
Pengelolaan Utang. 2014. Daftar Kuotasi Harga Seri Benchmark. [Internet].
[diunduh 2014 Februari 1]. Tersedia pada: www.djpu.kemenkeu.go.id.
Nelson CR, Siegel AF. 1987. Parsimonious Modeling of Yield Curve. Journal of
Business. 60(4): 473-489.
Rhosyied A, Besari SI, Wijaya A. 2009. Model Regresi Non Linier dan Uji
Deteksi Hubungan Non Linier. [Internet]. [diunduh 2014 Januari 22]. Tersedia
pada: statisticsanalyst.wordpress.com.
Svensson LEO. 1994. Estimating and Interpreting Forward Interest Rates: Sweden
1992-1994. IMF Working Paper. 114:1-49.
Tanijaya R. 2010. Estimasi Kurva Yield di Indonesia dengan Menggunakan
Pendekatan Regresi dan Empiris [Tesis]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia.
Tsay SR. 2005. Analysis of Financial Time Series. Second Edition. United State of
America (US): John Wiley & Sons.
Willmott CJ, Matsuura K. 2005. Advantages of the Mean Absolute Error (MAE)
Over the Root Mean Square Error (RMSE) in Assessing Average Model
Performance. Clim Res. 30:79-82.
unianto H.
5. emodelan “ erm tructure of nterest ate” di ndonesia
[Tesis]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia.
Zubir Z. 2011. Portofolio Obligasi. Jakarta (ID): Salemba Empat.

19
Lampiran 1 Deskripsi data obligasi yang digunakan
Seri
Obligasi
SBI 28 hari
SBI 3 bulan
SBI 6 bulan
SBI 9 bulan
FR26
FR27
FR28
FR30
FR31
FR32
FR34
FR35
FR36
FR37
FR38
FR39
FR40
FR42
FR43
FR44
FR45
FR46
FR47
FR48
FR50
FR51
FR52
FR53
FR54
FR55
FR56
FR57
FR58
FR59
FR60

Jatuh
Tempo
28 hari
3 bulan
6 bulan
9 bulan
15-Oct-14
15-Jun-15
15-Jul-17
15-May-16
15-Nov-20
15-Jul-18
15-Jun-21
15-Jun-22
15-Sep-19
15-Sep-26
15-Aug-18
15-Aug-23
15-Sep-25
15-Jul-27
15-Jul-22
15-Sep-24
15-May-37
15-Jul-23
15-Feb-28
15-Sep-18
15-Jul-38
15-May-14
15-Aug-30
15-Jul-21
15-Jul-31
15-Sep-16
15-Sep-26
15-May-41
15-Jun-32
15-May-27
15-Apr-27

Harga
Pertama

17-Sep-10

9-Jul-10
23-Jul-10
24-Sep-10
24-Sep-10
22-Apr-11
22-Jul-11
16-Sep-11
7-Oct-11

Harga
Terakhir
4-Jun-10
8-Oct-10
7-Jan-11

Kupon
Jumlah
(%)
Pengamatan
0.000
23
0.000
41
0.000
54
0.000
179
11.000
209
9.500
209
10.000
209
10.750
209
11.000
209
15.000
209
12.800
209
12.900
209
11.500
209
12.000
209
11.600
209
11.750
209
11.000
209
10.250
209
10.250
209
10.000
209
9.750
209
9.500
209
10.000
209
9.000
209
10.500
209
11.250
209
10.500
209
8.250
182
9.500
180
7.375
171
8.375
171
9.500
141
8.250
128
7.000
120
6.250
117

20
Lampiran 1 Deskripsi data obligasi yang digunakan (lanjutan)
Seri
Obligasi
FR61
FR62
FR63
FR64
FR65
FR66
FR67
FR68
FR69
FR70
FR71

Jatuh
Tempo
15-May-22
15-Apr-42
15-May-23
15-May-28
15-May-33
15-May-18
15-Feb-44
15-Mar-34
15-Apr-19
15-Mar-24
15-Mar-29

Harga
Pertama
7-Oct-11
10-Feb-12
24-Aug-12
24-Aug-12
31-Aug-12
2-Nov-12
2-Aug-13
16-Aug-13
6-Sep-13
30-Aug-13
13-Sep