Analisis Kemampuan Tanah dalam Memegang Air pada Berbagai Penggunaan Lahan (Studi Kasus: DAS Ciujung)

ANALISIS KEMAMPUAN TANAH DALAM
MEMEGANG AIR PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN
(STUDI KASUS: DAS CIUJUNG)

ASTI NURMILAH

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kemampuan
Tanah dalam Memegang Air pada Berbagai Penggunaan Lahan (Studi Kasus:
DAS Ciujung) adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014

Asti Nurmilah
NIM A14100039

ii

ABSTRAK
ASTI NURMILAH. Analisis Kemampuan Tanah dalam Memegang Air pada
Berbagai Penggunaan Lahan (Studi Kasus: DAS Ciujung). Dibimbing oleh
LATIEF M. RACHMAN dan ENNI DWI WAHJUNIE.
Kemampuan tanah memegang air sangat dipengaruhi oleh penggunaan
lahan. Penggunaan lahan dapat menghasilkan perbedaan kandungan bahan
organik dan agregasi tanah, sehingga menentukan sifat-sifat tanah yang pada
akhirnya menentukan kemampuan tanah memegang air. Perubahan penggunaan
lahan di suatu DAS dapat merubah sifat-sifat tanah yang mempengaruhi

kemampuan tanah memegang air. Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengevaluasi
hubungan antara penggunaan lahan dengan kemampuan tanah memegang air, (2)
Mengidentifikasi sifat-sifat tanah (tekstur, kadar C-organik, bobot isi, distribusi
pori tanah, dan kemantapan agregat) yang berkaitan dengan kemampuan tanah
memegang air pada beberapa penggunaan lahan, dan (3) Mengkaji keterkaitan
antara sifat-sifat tanah terhadap kemampuan tanah memegang air pada beberapa
penggunaan lahan di DAS Ciujung. Penggunaan lahan dalam penelitian ini
dikelompokkan menjadi hutan sekunder (HS), kebun campuran rapat (KCR), dan
kebun campuran tidak rapat (KCTR). Metode yang digunakan dalam penelitian ini
disesuaikan dengan jenis parameter yang dianalisis. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kemampuan tanah memegang air pada berbagai penggunaan lahan berbeda
secara signifikan. Berdasarkan beberapa parameter seperti kadar air kondisi jenuh,
kapasitas lapang, titik layu permanen, serta pori drainase dan air tersedia,
penggunaan lahan HS memiliki kemampuan memegang air yang lebih baik
daripada penggunaan lahan KCR dan KCTR. Perbedaan penggunaan lahan
menyebabkan terjadinya perbedaan proses agregasi tanah sehingga menghasilkan
perbedaan sifat-sifat tanah yang akhirnya menyebabkan perbedaan kemampuan
tanah memegang air. Sifat-sifat tanah seperti kadar klei, kadar C-organik,
porositas total, dan stabilitas agregat memberikan hubungan sangat nyata positif
terhadap kemampuan tanah memegang air. Sedangkan pasir dan bobot isi

memberikan hubungan sangat nyata negatif terhadap kemampuan tanah
memegang air.
Kata kunci: Kapasitas Memegang Air, Penggunaan Lahan, Sifat Fisik-Kimia
Tanah

ABSTRACT
ASTI NURMILAH. Analysis of Soil Water Holding Capacity on Different Land
Use: A Case Study on Ciujung Watershed. Supervised by LATIEF M.
RACHMAN and ENNI DWI WAHJUNIE.
Soil water holding capacity is very affected by land use. Land use can
result in differences organic matter content and soil aggregation, so that
determining the soil characteristics, and finally affected to the soil water holding
capacity. Changes in land use in a watershed can alter soil characteristics,
especially it’s soil water holding capacity. The purpose of this study is (1)
Evaluating the relationship between land use with water holding ability of the soil,
(2) Identification of the soil characteristic (texture, C-organic matter content, bulk
density, pore distribution, and aggregate stability) associated with soil water
holding capacity on various land use, and (3) Determine the relationship between
soil characteristic to the soil water holding capacity in various land use in the
Ciujung watershed. Land use in this study was grouped into secondary forests

(HS), dense mixed garden (KCR), and less-dense mixed garden (KCTR). The
method used in this study adjusted to the type of the analyzed parameters. The
results showed that the soil water holding capacity of the various land uses differ
significantly. Based on some parameters such as soil water content at saturated
condition, field capacity and permanent wilting point, and pore drainage and
available water condition, soils under HS has the capacity to hold water better
than soils under KCTR and KCR. Differences in land use leads to differences in
soil aggregation process resulting in a differences soil characteristics, and finally
led to differences in the soil water holding capacity. Soil characteristic such as
levels of klei, C-organic matter content, total porosity, and aggregate stability give
very real positive impact on soil water holding capacity. While the sand and the
bulk density give very real negative impact on soil water holding capacity.
Keywords: Soil Water Holding Capacity, Land Use, Soil Physical-chemical
Characteristic

iv

ANALISIS KEMAMPUAN TANAH DALAM
MEMEGANG AIR PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN
(STUDI KASUS: DAS CIUJUNG)


ASTI NURMILAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Analisis Kemampuan Tanah dalam Memegang Air pada Berbagai
Penggunaan Lahan (Studi Kasus: DAS Ciujung)
Nama
: Asti Nurmilah
NIM

: A14100039

Disetujui oleh

Dr Ir Latief M Rachman, M.Sc.MBA
Pembimbing I

Dr Ir Enni Dwi Wahjunie, M.Si
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Baba Barus, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segalakasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan,

penelitian, dan penulisan skripsi ini. Skripsi yang dilaksanakan sejak Februari
hingga Juli 2014 ini berjudul Analisis Kemampuan Tanah dalam Memegang Air
pada Berbagai Penggunaan Lahan (Studi Kasus: DAS Ciujung).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Latief M Rachman,
M.Sc.MBA selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa memberikan
bimbingan, nasihat, dan motivasi selama penelitian sampai penulisan skripsi.
Terima kasih kepada Dr Ir Enni Dwi Wahjunie, M.Si selaku dosen pembimbing
skripsi kedua atas bimbingan dan berbagai saran dalam penyempurnaan penulisan
skripsi dan Terima kasih kepada Dr Ir D.P.T Baskoro, M.Sc selaku dosen penguji
yang telah banyak memberikan masukan dan saran untuk penulisan skripsi ini.
Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua dan keluarga atas doa, kasih sayang, dan materil kepada
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan S1 ini.
2. Dede Sulaeman dan Laela atas kerjasama, arahan, dan motivasi selama
penelitian sampai penulisan skripsi.
3. Seluruh staf Laboratorium dan staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya
Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
4. Indra Saputra atas bantuan, semangat, dan motivasinya selama penelitian dan
penulisan.
5. Shintia, Zahra, Ale, Ndy, Tria, Fia, Ayu, Ria, Yohanna, Sudi, Riananda, dan

Tanah 47 atas kebersamaan dan dukungannya selama perkuliahan dan
penelitian.
6. Seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam penelitian yang tidak dapat
penulis sebutkan satu per satu.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pihak yang
membacanya, khususnya bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian pada
kajian yang sama.
Bogor, September 2014

Asti Nurmilah

ii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR


x

DAFTAR LAMPIRAN

x

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

METODE


2

Tempat dan Waktu Penelitian

2

Bahan dan Alat

2

Metode Penelitian

3

Penetapan dan Pengambilan Sampel Tanah

3

Analisis Sifat Tanah


3

Analisis Data

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

4

Kondisi Wilayah

4

Hutan Sekunder (HS)

5

Kebun Campuran Rapat (KCR)

5

Kebun Campuran Tidak Rapat (KCTR)

6

Evaluasi Penggunaan Lahan terhadap Kemampuan Memegang Air

7

Sifat Fisik dan Kimia Tanah pada Beberapa Penggunaan Lahan

8

Keterkaitan antara Sifat Fisik-Kimia terhadap Kemampuan Tanah Memegang
Air pada Berbagai Penggunaan Lahan
9
Kapasitas Lapang (KL)

9

Titik Layu Permanen (TLP)

11

Pori Drainase

13

A. Pori Drainase Sangat Cepat (PDSC) dan Pori Drainase Cepat (PDC)

13

B. Pori Drainase Lambat (PDL)

15

Air Tersedia
SIMPULAN DAN SARAN

16
19

Simpulan

19

Saran

19

DAFTAR PUSTAKA

20

LAMPIRAN

22

RIWAYAT HIDUP

27

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Lokasi pengambilan sampel
Metode yang digunakan untuk penetapan sifat-sifat tanah
Cara perhitungan berbagai sifat-sifat tanah
Hubungan antara penggunaan lahan dengan kemampuan memegang air
Nilai tekstur tanah, C-organik, bobot isi, porositas total, dan stabilitas
agregat pada berbagai penggunaan lahan
Persamaan regresi linear hubungan kapasitas lapang (Y) dengan peubah
sifat-sifat tanah (X)
Persamaan regresi linear hubungan titik layu permanen (Y) dengan
peubah sifat-sifat tanah (X)
Persamaan regresi linear hubungan pori drainase sangat cepat dan pori
drainase cepat (Y) dengan peubah sifat-sifat tanah (X)
Persamaan regresi linear hubungan pori drainase lambat (Y) dengan
peubah sifat-sifat tanah (X)
Persamaan regresi linear hubungan air tersedia (Y) dengan peubah sifatsifat tanah (X)

3
3
4
7
8
11
12
14
16
18

DAFTAR GAMBAR
Penyebaran lokasi pengambilan sampel tanah di wilayah DAS Ciujung
Penggunaan lahan hutan sekunder
Penggunaan lahan kebun campuran rapat
Penggunaan lahan kebun campuran tidak rapat
Kadar air kapasitas lapang pada berbagai penggunaan lahan
Kadar air titik layu permanen pada berbagai penggunaan lahan
Pori drainase sangat cepat dan pori drainase cepat pada berbagai
penggunaan lahan
8. Pori drainase lambat pada berbagai penggunaan lahan
9. Air tersedia pada berbagai penggunaan lahan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

2
5
6
6
9
12
13
15
17

DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil analisis ragam
2. Pori drainase pada beberapa penggunaan lahan

22
23

iv

3. Nilai bobot isi, bobot jenis partikel, C-organik, dan stabilitas agregat

pada beberapa penggunaan lahan
4. Nilai tekstur tanah pada beberapa penggunaan lahan
5. Nilai porositas total, kapasitas lapang, titik layu permanen, dan air

tersedia pada beberapa penggunaan lahan

24
25
26

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Daerah Aliran Sungai (DAS) memiliki peranan dalam menjaga
keseimbangan ekosistem wilayah dan memenuhi ketersediaan air. Berdasarkan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2012 Tentang
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, DAS adalah suatu wilayah daratan yang
merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi
menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke
danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis
dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas
daratan. DAS Ciujung merupakan DAS terpanjang di propinsi Banten yang
memiliki peranan penting bagi masyarakat. Berdasarkan penelitian Andriyani
(2007), sejak tahun 1992-2003 di kabupaten Serang, propinsi Banten telah terjadi
perubahan luasan penggunaan lahan yaitu pengurangan luasan sawah sebesar
14.843 ha, kebun campuran sebesar 5.044 ha, hutan sebesar 3.995 ha, semak
belukar sebesar 763 ha dan tambak sebesar 186 ha, serta penambahan luasan
penggunaan tegalan sebesar 18.383 ha dan pemukiman sebesar 6.447 ha.
Tanah, air, dan jenis penggunaan lahan memiliki keterkaitan satu sama
lain dalam suatu DAS. Tanah memiliki peranan dalam menentukan banyaknya air
yang dapat disimpan untuk dimanfaatkan oleh makhluk hidup. Penggunaan lahan
merupakan bentuk intervensi manusia terhadap sumberdaya lahan dalam rangka
memenuhi kebutuhan hidupnya, baik materiil maupun spiritual (Arsyad 2006).
Jenis penggunaan lahan yang berbeda akan menghasilkan sirkulasi air, sistem
penutupan kanopi dan sisa serasah yang berbeda pula di dalam tanah. Menurut
Schwab (1997), penggunaan lahan bervegetasi secara efektif dapat menunjukkan
kemampuan tanahnya dalam mengabsorbsi air hujan dan memegang air atau
kapasitasnya dalam meretensi air.
Perubahan penggunaan lahan dapat menyebabkan perubahan sifat fisik,
kimia, dan biologi tanah. Salah satu dampak negatif dari perubahan sifat tanah
yaitu terjadinya peningkatan aliran permukaan yang mengakibatkan bencana
banjir pada musim hujan dan bencana kekeringan pada saat musim kemarau
karena berkurangnya cadangan air bawah tanah. Permasalahan tersebut
disebabkan oleh penurunan kemampuan tanah untuk meresapkan dan memegang
air sebagai akibat dari kesalahan dalam pola penggunaan atau pengelolaan lahan
yang tidak sesuai peruntukan. Dengan kata lain, perubahan penggunaan lahan di
suatu DAS dapat memperbaiki atau memperburuk kemampuan tanah memegang
air tanah-tanah di wilayah DAS sehingga dapat menentukan karakteristik suatu
DAS. Menurut Kurnia et al. (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi
kemampuan tanah dalam memegang air adalah tekstur, kandungan bahan organik,
bobot isi, distribusi pori tanah, dan kemantapan agregat.
Sebagai upaya untuk lebih memahami pengaruh penggunaan tanah
terhadap kemampuan tanah memegang air maka diperlukan penelitian untuk
mengetahui kemampuan tanah dalam memegang air pada berbagai penggunaan
lahan yang didukung oleh analisis sifat fisik tanah (tekstur, bobot isi, distribusi
pori tanah, kemantapan agregat) dan kimia tanah (C-organik).

2

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mengevaluasi hubungan antara
penggunaan lahan dengan kemampuan tanah memegang air, (2) Mengidentifikasi
sifat-sifat fisik tanah (tekstur, bobot isi, distribusi pori tanah, kemantapan agregat)
dan kimia tanah (C-organik) yang berkaitan dengan kemampuan memegang air
pada beberapa penggunaan lahan, dan (3) Mengkaji keterkaitan antara sifat fisikkimia tanah terhadap kemampuan tanah memegang air pada beberapa penggunaan
lahan di DAS Ciujung.

METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua tahap pelaksanaan, yaitu: (1) Pengambilan
sampel tanah pada beberapa penggunaan lahan di wilayah DAS Ciujung (Lihat
Gambar 1) dan (2) Uji analisis tanah di Laboratorium Konservasi Tanah dan Air,
Laboratorium Sumberdaya Fisik Lahan, serta Laboratorium Kimia dan Kesuburan
Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB.
Penelitian dilakukan mulai dari bulan Februari 2014 sampai Juli 2014.

Gambar 1

Penyebaran lokasi pengambilan sampel tanah di wilayah DAS
Ciujung
Bahan dan Alat

Penelitian ini menggunakan sampel tanah utuh, sampel tanah agregat utuh,
dan sampel tanah terganggu. Peralatan yang digunakan adalah GPS, ring sampler,
pisau, cangkul, cutter, golok, alumunium foil, timbangan digital, Pressure Plate
Apparatus, Pressure Membrane Apparatus, satu set ayakan agregat kering, satu
set ayakan agregat basah, kaleng, plastik, cawan almunium, buret, corong,
stopwatch, oven 1050C, sentrifuge, cawan porselin, bak perendam, tabung
sedimen, gelar ukur, gelas piala 1 L, Erlenmeyer, pengaduk, ayakan 50 μ,
thermometer, Three Phases Meter, buret, pipet ukur 5 ml, alat tulis, penggaris,

3

kalkulator, dan seperangkat komputer. Bahan yang digunakan dalam analisis
laboratorium diantaranya aquades, air AC, HCl, Ferroin 0.025 M, Natrium
Pirophosphat, H2O2, FeSO4 0.5 N, K2Cr2O7 1 N, dan H2SO4.
Metode Penelitian
Penetapan dan Pengambilan Sampel Tanah
Lokasi pengambilan sampel tanah ditentukan berdasarkan peta
penggunaan lahan, peta lereng, dan peta administrasi DAS Ciujung. Penentuan
pengambilan sampel didasarkan pada penggunaan lahan yang dominan di daerah
tersebut kemudian dilihat kelerengannya untuk menentukan mudah dan tidaknya
daerah tersebut untuk diakses. Jenis sampel tanah yang diambil adalah tanah utuh,
tanah agregat utuh, dan tanah terganggu. Pengambilan sampel tanah utuh
digunakan untuk penetapan bobot isi, distribusi pori tanah, dan kemampuan
memegang air dengan menggunakan ring sample, dan dilakukan sebanyak dua
titik pengamatan untuk satu peubah setiap kedalaman penggunaan lahan yang
dijadikan sebagai ulangan. Pengambilan sampel tanah agregat utuh digunakan
untuk analisis stabilitas agregat sebanyak ± 2 kg tanah. Sedangkan, pengambilan
sampel tanah terganggu digunakan untuk analisis tekstur, dan kandungan Corganik tanah sebanyak ± 1 kg. Nama lokasi pengambilan sampel tanah disajikan
pada Tabel 1.
Tabel 1 Lokasi pengambilan sampel
No.

Nama Lokasi

Kabupaten / Kota

1

Cileuksa

kabupaten Bogor

2

Kalanganyar, Sukaratu

kabupaten Pandeglang

3
4

Sukalaksana, Kadugenep, Kaserangan
Cileles, Ciparasi, Jatimulya,
Lebakgedong, Sindangsari

kota dan kabupaten Serang
kabupaten Lebak

Analisis Sifat Tanah
Metode yang digunakan untuk menganalisis sifat-sifat tanah yaitu tekstur,
kadar C-organik, bobot isi, bobot jenis partikel, distribusi pori tanah, kapasitas
memegang air, dan kemantapan agregat disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Metode yang digunakan untuk penetapan sifat-sifat tanah
No

Parameter Pengamatan

Metode Analisis

1

Tekstur Tanah

Pipet

2

C-organik

Walkley and Black

\3

Bobot Isi

Gravimetrik

4

Bobot Jenis Partikel

Three Phases Meter

5

Porositas Total

Perhitungan (Tabel 3)

6

Distribusi Ukuran Pori
Kemampuan Memegang Air pada
tegangan/tekanan 10 cm, 100 cm, 1/3
atm dan 15 atm
Kemantapan Agregat

Perhitungan (Tabel 3)

7
8

Pressure Plate dan Membrane
Plate Apparatus
Pengayakan Kering dan Basah

4

Analisis Data
Pengolahan dan analisis data tanah penelitian ini menggunakan Rancangan
Acak Kelompok (Randomized Blocks). Untuk setiap lokasi didasarkan pada ratarata nilai setiap sifat-sifat tanah dari seluruh lapisan kedalaman tanah dalam satu
profil titik lokasi pengamatan. Analisis pengaruh penggunaan lahan terhadap
kadar air pada kapasitas lapang, kadar air pada titik layu permanen, pori drainase,
pori air tersedia, tekstur, C-organik, bobot isi, ruang pori total, dan stabilitas
agregat dianalisis secara statistik menggunakan Analysis of Varian (Anova)
dengan uji Duncan pada selang kepercayaan α = 0.05. Sedangkan hubungan
antara kadar air kondisi kapasitas lapang, kadar air kondisi titik layu permanen,
pori drainase, dan pori air tersedia dengan sifat-sifat tanah dievaluasi
menggunakan uji regresi linear yang meliputi dua hal, yaitu: status keragaman
(sangat nyata, nyata dan tidak nyata) dan keeratan hubungan yang dilihat dari
besarnya nilai R (semakin mendekati angka 1 hubungan semakin erat). Software
yang digunakan adalah SPSS 16.0, Microsoft office Excel, dan Statistica 7. Cara
perhitungan sifat tanah pada Tabel 2 disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Cara perhitungan berbagai sifat-sifat tanah
Sifat Tanah
Ruang Pori Total
Kadar Air pada Kapasitas Lapang

Cara Perhitungan
= (1 – Bobot Isi/Bobot JenisPartikel) x 100%
= Hisapan matriks adalah tekanan pada pF
2.54
Pori Drainase Sangat Cepat
= Ruang Pori Total – Pori pF 1
Pori Drainase Cepat
= Pori (pF 1 – pF 2)
Pori Drainase Lambat
= Pori (pF 2 – pF 2.54)
Kadar Air pada Titik Layu Permanen = Pori pF 4.2
Pori Air Tersedia
= Pori (pF 2.54 – pF 4.2)
Keterangan: pF (log atau tekanan dalam cm air)

Keterangan
Persen volume
Persen volume
Persen volume
Persen volume
Persen volume
Persen volume
Persen volume

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Kondisi Wilayah
Secara geografis DAS Ciujung terletak 5o57’14”LS – 6o4’20” LS dan
106 01’00”BT – 106o29’03” BT. DAS Ciujung memiliki luas ± 214,844.9 hektar,
panjang sungai 142 km dan lebar 100 m. Wilayah DAS Ciujung dibatasi oleh laut
Jawa di bagian utara; DAS Rawa Dano dan teluk Lada di bagian barat; DAS
Cidurian di bagian timur; serta DAS Cibaliung-Cibareno di bagian selatan.DAS
Ciujung mengalir dari sumber mata air yang berada di Gunung Endut (Jawa
Barat) dan Gunung Karang (Banten) ke laut Jawa dengan melewati 4
Kabupaten/Kota yaitu kabupaten Bogor (Jawa Barat) serta kabupaten Lebak,
kabupaten Pandeglang, kabupaten Serang, dan kota Serang (Banten).
DAS Ciujung mempunyai tiga Sub DAS utama yaitu Sub DAS Ciujung
hulu, Sub DAS Ciberang dan Sub DAS Cisimeut. Topografi DAS Ciujung Hulu
sebagian besar terletak pada kemiringan agak curam yaitu sekitar 30.73%
o

5

sedangkan DAS Ciujung Tengah sampai Hilir didominasi oleh kemiringan yang
datar. Penggunaan lahan pada DAS Ciujung secara umum merupakan perbukitan,
perkebunan, hutan, sawah, pemukiman, dan industri.
Hutan Sekunder (HS)
Hutan adalah areal yang didominasi berbagai jenis pepohonan besar dan
pepohonan kecil dengan strata yang rendah pada tingkat pertumbuhan yang
maksimum, dapat meliputi hutan heterogen yang merupakan hutan alam atau
hutan homogen yang ditumbuhi pepohonan dengan didominasi oleh satu jenis saja
(Sitorus 1989). Hutan yang terdapat pada lokasi penelitian tergolong hutan
sekunder yang terdiri dari tanaman yang dibudidayakan seperti pohon Afrika,
Puspa, Jati, Jabon dan sebagainya dengan kisaran umur tanaman lebih dari 10
tahun. Kemiringan lahan tergolong datar (0-3%) hingga landai (8-15%). Jenis
tanah pada lahan HS didominasi dengan tanah Latosol (Inceptisol).
Kerapatan tanaman HS sangat rapat dengan tanaman penutup tanah berupa
semak belukar dan rumput dengan jumlah yang sangat banyak menyebabkan lebih
banyak sisa tanaman sebagai pemasok bahan organik tanah. Lahan ini lebih dari
10 tahun tidak mengalami pengelolaan tanah intensif, sehingga sudah lama tidak
terjadi berbagai kerusakan sifat-sifat tanah. Lokasi pengambilan sampel tanah
hutan sekunder bertempatkan di daerah Cileuksa, Cileles dan Lebakgedong.
Kondisi penggunaan lahan HS disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Penggunaan lahan hutan sekunder
Kebun Campuran Rapat (KCR)
Kebun campuran adalah areal yang ditanami berbagai macam tanaman
budidaya, baik jenis tanaman keras, atau kombinasi tanaman keras dan tanaman
semusim yang tidak jelas mana yang lebih dominan (Sitorus 1989). Tanaman pada
KCR berupa tanaman tahunan seperti pohon Albasia, Jabon, Durian, serta
tanaman lainnya terutama pohon Rambutan, Kecapi, Pisang, dan Kelapa. Umur
tanaman berkisar antara 3-10 tahun. Kemiringan lahan tergolong datar (0-3%).
Jenis tanah pada lahan KCR didominasi oleh tanah Latosol (Inceptisol). Tingkat

6

kerapatan tanaman utama adalah tinggi dengan tanaman penutup tanahnya berupa
semak dan rumput dengan jumlah yang banyak. Adanya aktivitas masyarakat
setempat dalam memanfaatkan lahan terlihat dengan adanya jalan setapak. Lokasi
pengambilan sampel tanah kebun campuran rapat bertempatkan di daerah
Sindangsari, Jatimulya, Ciparasi, dan Kadugenep. Gambar 3 menunjukkan kondisi
penggunaan lahan KCR.

Gambar 3 Penggunaan lahan kebun campuran rapat
Kebun Campuran Tidak Rapat (KCTR)
Tanaman pada KCTR berupa campuran berbagai tanaman budidaya seperti
pohon Albasia, Kakao, Bambu, Durian, Jati, Rambutan, Kelapa, dan Kecapi
bercampur dengan tanaman lainnya seperti Pisang, Pepaya, dan Harendong. Umur
tanaman berkisar ± 2-8 tahun. Kemiringan lahan tergolong datar (0-3%) sampai
landai (8-15%). Jenis tanah yang mendominasi pada lahan KCTR adalah tanah
Latosol (Inceptisol). Tingkat kerapatan tanaman yang kurang rapat dengan
tanaman penutup tanahnya berupa semak dan rumput dengan jumlah yang sedikit.
Lokasi pengambilan sampel tanah kebun campuran tidak rapat bertempatkan di
daerah Kalanganyar, Sukaratu, Sukalaksana, dan Kaserangan. Kondisi
penggunaan lahan KCTR ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4 Penggunaan lahan kebun campuran tidak rapat

7

Evaluasi Penggunaan Lahan terhadap Kemampuan Memegang Air
Penggunaan lahan merupakan campur tangan manusia baik secara
permanen atau periodik terhadap lahan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan,
baik kebutuhan kebendaan, spiritual, maupun gabungan keduanya (Malingreau
1981). Jenis penggunaan lahan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi
perbedaan nilai kemampuan tanah memegang air. Pengaruh penggunaan lahan
terhadap kemampuan tanah memegang air disajikan pada Tabel 4
Tabel 4

Pengaruh penggunaan lahan terhadap peubah kemampuan tanah
memegang air

Parameter Kemampuan Memegang Air
Kadar Air Jenuh (Ruang Pori Total)
Kadar Air Kapasitas Lapang
Kadar Air Titik Layu Permanen
Pori Drainase Sangat Cepat (PDSC)
Pori Drainase Cepat (PDC)
Pori Drainase Lambat (PDL)
Pori Air Tersedia

Penggunaan Lahan
P-value
0.000
0.000
0.148
0.228
0.065
0.034
0.003

Hubungan
Sangat Nyata
Sangat Nyata
Tidak Nyata
Tidak Nyata
Tidak Nyata
Nyata
Sangat Nyata

Keterangan: α< 0.01 = sangat nyata, α < 0.05 = nyata, α > 0.05 = tidak nyata

Secara keseluruhan perbedaan nilai kemampuan memegang air pada suatu
tanah disebabkan oleh jenis penggunaan lahan. Hal ini ditunjukkan oleh hubungan
sangat nyata antara penggunaan lahan terhadap ruang pori total, kadar air
kapasitas lapang, dan pori air tersedia serta hubungan nyata antara penggunaan
lahan terhadap pori drainase lambat.
Perbedaan penggunaan lahan dapat mempengaruhi perbedaan kandungan
bahan organik tanah. Perbedaan bahan organik tanah sangat mempengaruhi sifat
fisik dan kimia yang berkaitan dengan agregasi (pembentukan struktur tanah).
terciptanya struktur tanah yang baik dapat meningkatkan kemampuan tanah dalam
memegang air terutama pada kondisi jenuh dan kapasitas lapang. Dengan
demikian, pengaruh penggunaan lahan terhadap kemampuan tanah dalam
memegang air pada kondisi jenuh dan kapasitas lapang sangat nyata (Tabel 4).
Namun, kadar air pada kondisi titik layu permanen tidak dipengaruhi oleh struktur
tanah akibat proses agregasi oleh bahan organik sehingga pengaruh penggunaan
lahan terhadap kadar air titik layu permenan tidak nyata (Tabel 4).
Proses agregasi oleh bahan organik kelihatannya baru menciptakan ruang
pori air tersedia dan ruang pori drainase lambat (Tabel 4) sehingga pengaruh
penggunaan lahan nyata terhadap pori drainase lambat (PDL) dan sangat nyata
terhadap pori air tersedia. Sebaliknya, pori drainase sangat cepat (PDSC) dan pori
drainase cepat (PDC) tidak nyata dipengaruhi oleh penggunaan lahan. Ruang pori
drainase sangat cepat (PDSC) dan pori drainase cepat (PDC) merupakan pori
makro yang berada di antara agregat makro sehingga berpeluang sangat mudah
pecah. Selain itu, ruang pori drainase sangat cepat (PDSC) dan pori drainase cepat
(PDC) dapat tercipta apabila kadar bahan organik tanah cukup tinggi. Berdasarkan
Tabel 5 menunjukkan kadar bahan organik tanah relatif rendah sehingga ruang

8

pori drainase sangat cepat (PDSC) dan pori drainase cepat (PDC) tidak nyata
dipengaruhi oleh penggunaan lahan di wilayah DAS Ciujung (Tabel 4).
Sifat Fisik dan Kimia Tanah pada Beberapa Penggunaan Lahan
Jenis penggunaan lahan yang berbeda akan menghasilkan perbedaan
karakteristik sifat fisik dan kimia tanah yang terkandung didalamnya. Hasil
analisis untuk sifat fisik dan kimia tanah pada hutan sekunder (HS), kebun
campuran rapat (KCR), dan kebun campuran tidak rapat (KCTR) ditunjukkan
pada Tabel 5.
Tabel 5 Nilai tekstur tanah, C-organik, bobot isi, porositas total, dan stabilitas
agregat pada berbagai penggunaan lahan
P.L
HS
KCR

C-Org
(%)
2.33b

BI
(g/cm3)
0.92a

PT
(%)
64.52b

1.43a

1.14b

58.31a

997.53b

Pasir
(%)
17.14a

Debu
(%)
16.05a

Pasir dan
Debu (%)
33.20a

Klei
(%)
66.80b

610.21a

18.12a

25.76b

43.87b

56.13a

ISA

KCTR
0.85a
1.24b 53.06a 433.28a 25.12a 28.46b
53.59b 46.41a
Keterangan: P.L (Penggunaan Lahan), HS (Hutan Sekunder), KCR (Kebun Campuran Rapat),
KCTR (Kebun Campuran Tidak Rapat), BI (Bobot Isi), PT (Porositas Total),
ISA (Indeks Stabilitas Agregat), angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada
kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji duncan pada
taraf 5 % (α=0,05)

Berdasarkan pada Tabel 5 bahwa sifat fisik dan kimia tanah yang paling
baik terdapat pada penggunaan lahan HS diikuti dengan KCR dan KCTR. Hal itu
disebabkan karena tanah dibawah penggunaan lahan HS memiliki agregasi yang
lebih baik yang ditunjukkan oleh kadar C-organik dan indeks stabilitas agregat
(ISA) yang paling tinggi, bobot isi yang paling rendah, serta porositas total yang
paling tinggi.
Penggunaan lahan berpengaruh terhadap jumlah bahan organik terkait
dengan banyaknya sisa tanaman yang dapat disumbangkan melalui pelapukan
batang, ranting, bunga dan daun yang jatuh ke permukaan tanah (Arsyad 2000);
sedangkan tinggi dan rendahnya nilai bobot isi terkait dengan (1) jumlah ruang
pori dan padatan tanah, (2) struktur tanah, (3) kandungan klei, dan (4) sifat
mengembang dan mengkerut tanah (Buckman dan Brady 1969). Kemantapan
agregat dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya jenis dan kadar klei, bahan
organik, jenis dan kation yang dijerap, serta penutupan tajuk tanaman pada
permukaan tanah yang dapat menghindari splash erotion akibat curah hujan tinggi
(Baskoro dan Henry 2005).
Menurut Junedi (2010) penggunaan lahan hutan seperti hutan sekunder,
memiliki populasi vegetasi yang padat dan rapat mulai dari tanaman tinggi,
sedang, dan rendah sehingga akan menghasilkan bahan organik tinggi. Bahan
organik yang tinggi pada tanah hutan sekunder dapat memicu peningkatan
populasi dan aktivitas organisme, dan peningkatan aktivitas perakaran tanaman
akan menyebabkan terjadinya proses agregasi tanah sehingga keadaan tanah
menjadi lebih gembur dan porous yang berakibat pada penurunan bobot isi dan
peningkatan porositas tanah (Soepardi 1983). Selain itu, tingginya nilai ISA pada
lahan HS lebih disebabkan oleh bahan organik yang lebih tinggi (Tabel 5). Bahan

9

organik yang tinggi bertanggung jawab dalam proses sementasi partikel-partikel
utama sampai membentuk agregat stabil (Baver et al. 1972).
Penggunaan lahan KCR dan KCTR memiliki bahan organik yang lebih
rendah dibandingkan dengan HS (Tabel 5). Menurut Hairiah et al. (2004) bahwa
pada lahan pertanian jumlah dan keragaman vegetasi relatif lebih rendah
dibandingkan hutan. Selain dari faktor bahan organik, bobot isi yang tinggi
disebabkan oleh aktivitas masyarakat setempat dalam memanfaatkan atau
mengkonsumsi hasil pertanian maupun kayu sehingga mengakibatkan terjadinya
pemadatan tanah.
Keterkaitan antara Sifat Fisik-Kimia terhadap Kemampuan Tanah
Memegang Air pada Berbagai Penggunaan Lahan
Dari data yang disajikan pada Tabel 4 dan Tabel 5 terlihat bahwa tanahtanah di DAS Ciujung dibawah penggunaan lahan yang berbeda memiliki nilai
kemampuan tanah memegang air yang berbeda pula yang didukung oleh
perbedaan karakteristik sifat fisik dan kimia tanah. Secara lebih rinci hal tersebut
dapat dijelaskan melalui setiap parameternya sebagai berikut:
Kapasitas Lapang (KL)
Kapasitas lapang merupakan persentase air yang dapat dikandung oleh
tanah setelah air bebas atau air gravitasi habis mengalir ke bawah yang berada
pada pF 2.54 atau kemampuan air untuk tetap tinggal di tanah selama 2-3 hari
setelah dijenuhkan (Tim Penyusun Kamus PS 2003). Kondisi kapasitas lapang
dianggap setara dengan kemampuan tanah maksimal dalam memegang air (Jury et
al. 1991). Menurut Rachman et al. (2013) kapasitas memegang air dalam keadaan
kapasitas lapang sangat dikendalikan oleh kandungan bahan organik dan
ditentukan oleh beberapa sifat-sifat fisik seperti tekstur tanah terutama klei dan
debu serta agregasi tanah yang pada akhirnya mempengaruhi bobot isi, porositas
total, serta distribusi ukuran pori terutama pori meso dan pori mikro.
Hasil uji Duncan pada penelitian menunjukkan bahwa HS memiliki nilai
kadar air kapasitas lapang tidak berbeda nyata dengan KCR, sedangkan KCTR
memiliki nilai kadar air kapasitas lapang berbeda nyata dengan HS dan KCR.
Adapun hasil uji Duncan dapat dilihat pada Gambar 5. hasil uji Duncan dapat
dilihat pada Gambar 5.

Kadar Air ( %-vol)

50
40

47b

46b
37a

30

Hutan Sekunder (HS)

20

Kebun Campuran
Rapat (KCR)

10

Kebun Campuran
Tidak Rapat (KCTR)

0
Penggunaan Lahan

Gambar 5 Kadar air kapasitas lapang pada berbagai penggunaan lahan

10

Nilai kadar air kapasitas lapang yang hampir sama antara HS dan KCR
disebabkan oleh tingkat kerapatan tanaman yang tinggi disertai tanaman penutup
tanah yang banyak sehingga dapat menyumbangkan bahan organik tanah yang
tinggi (Tabel 5) yang berakibat pada agregasi yang lebih baik. Penggunaan lahan
HS memiliki nilai kadar air kapasitas lapang tertinggi yang diakibatkan oleh
kandungan klei, kadar C-organik, bobot isi, porositas total, dan stabilitas agregat
yang lebih tinggi, serta kandungan pasir yang lebih rendah dibandingkan dengan
penggunaan lahan lainnya (Tabel 5).
Menurut Scholes et al. (1994) dalam Abidin (2012) mengatakan bahwa
kadar C-organik yang tinggi juga akan meningkatan pori meso dan mikro serta
penurunan pori makro sehingga terjadi peningkatan daya menahan air dan
ketersediaan air untuk pertumbuhan tanaman. Kemantapan agregat yang semakin
tinggi berpengaruh terhadap kemampuan tanah yang lebih tinggi untuk
mempertahankan pori-pori tanah yang sudah terbentuk, sehingga pada akhirnya
akan berpengaruh juga terhadap kemampuan memegang air tinggi.
Kandungan klei yang tinggi dan pasir yang rendah pada HS menjadi faktor
pendukung dalam peningkatan nilai kadar air kapasitas lapang. Menurut Hillel
(1997) tanah bertekstur klei dapat menahan air yang lebih banyak dan lebih lama
daripada tanah bertekstur pasir. Hal ini berkaitan erat dengan jumlah pori mikro.
Tanah bertekstur klei memiliki luas permukaan spesifik yang besar sehingga daya
mengikat airnya pun menjadi tinggi. Berbeda dengan tanah dengan tekstur pasir
banyak memiliki pori-pori makro yang terisi oleh udara, sehingga sulit untuk
menahan air (Hardjowigeno 2007). Oleh sebab itu, semakin halus tekstur tanah
maka semakin besar kadar air kapasitas lapangnya. Faktor-faktor inilah yang
mengakibatkan HS memiliki nilai kadar air kapasitas lapang yang lebih tinggi
daripada penggunaan lahan lainnya.
Penggunaan lahan KCTR memiliki nilai kadar air kapasitas lapang paling
rendah dibandingkan dengan kedua penggunaan lahan lainnya. Faktor yang
menyebabkan nilai kadar air kapasitas lapang yang rendah pada KCTR adalah
kandungan klei dan kadar C-organik yang rendah, bobot isi yang tinggi, porositas
total dan stabilitas agregat yang rendah (Tabel 5). Tanah yang mempunyai bobot
isi yang tinggi akan sulit dalam meneruskan air atau sukar ditembus akar tanaman
(Hardjowigeno 2007) sehingga berdampak pada rendahnya nilai kadar air
kapasitas lapang.
Pernyataan diatas secara keseluruhan didukung oleh hasil uji regresi linear
antara kapasitas lapang sebagai sumbu Y dan peubah sifat-sifat tanah sebagai
sumbu X (lihat Tabel 6) menunjukkan bahwa sifat fisik dan kimia tanah yang
memiliki hubungan sangat nyata adalah debu, pasir dan debu, klei, C-organik,
bobot isi, porositas total, dan stabilitas agregat, sedangkan yang memiliki
hubungan nyata adalah PDC, serta PDSC dan PDC. Dari beberapa sifat fisik dan
kimia tanah yang berhubungan sangat nyata dan nyata, hanya kadar C-organik,
bobot isi, dan porositas total saja yang memiliki hubungan erat terhadap kadar air
kapasitas lapang. Hasil persamaan regresi linear hubungan kapasitas lapang
terhadap peubah sifat-sifat tanah disajikan pada Tabel 6.

11

Tabel 6 Persamaan regresi linear hubungan kapasitas lapang (Y) dengan
peubah sifat-sifat tanah (X)
Y

X
Bobot Isi

Kapasitas
Lapang

HUBUNGAN

P-value

-0.68

Sangat nyata

0.000006
0.000002

PERSAMAAN

R

Y = 69.62 – 23.27*X

Porositas Total

Y = 6.69 + 0.63*X

0.71

Sangat nyata

Stabilitas Agregat

Y = 40.31 + 0.01*X

0.45

Sangat nyata

0.0062

C-organik

Y = 39.77 + 3.07*X

0.50

Sangat nyata

0.0019

Pasir

Y = 48.73 – 0.26*X

-0.42

Sangat nyata

0.0032

Debu

Y = 48.98 – 0.22*X

0.03

Tidak nyata

0.0654

Pasir dan Debu

Y = 53.60 – 0.23*X

-0.27

Sangat nyata

0.0004

0.27

Sangat nyata

0.0004

-0.14

Tidak nyata

0.4305
0.0157
0.0125

Klei

Y = 30.31 + 0.23*X

PDSC

Y = 46.20 – 0.20*X

PDC

Y = 50.01 – 0.73*X

-0.41

Nyata

PDSC dan PDC

Y = 51.78 – 0.55*X

-0.42

Nyata

PDL
Y = 42.30 + 0.90*X
0.31 Tidak nyata
0.0665
Keterangan: α< 0.01 = sangat nyata, α < 0.05 = nyata, α > 0.05 = tidak nyata, PDSC (Pori
Drainase Sangat Cepat), PDC (Pori Drainase Cepat), PDL (Pori Drainase Lambat)

Seperti yang telah diuraikan di atas maupun persamaan regresi pada Tabel
6, bahan organik yang tinggi mampu membuat tanah memiliki agregasi yang baik
yang menghasilkan bobot isi yang rendah, porositas total yang tinggi, serta
kemantapan agregat yang lebih stabil, dan sebaliknya. Porositas total yang tinggi
akan menyediakan tempat yang lebih besar untuk memasukan air dan
memudahkan air masuk ke dalam tanah. Air yang masuk ke dalam tanah akan
ditahan oleh pori mikro yang ada pada tekstur klei. Menurut Sarief (1985) bahwa
terikatnya air oleh bahan organik tanah dapat mengurangi kehilangan air melalui
perkolasi dan evaporasi sehingga air yang tersimpan dalam tanah menjadi banyak.
Selain memiliki luas permukaan spesifik yang besar, hubungan sangat nyata pada
klei disebabkan juga oleh muatan negatif (Dixon 1991). Bagian negatif ini yang
akan mengikat sisi positif dari molekul air yang kemudian akan mengikat kuat
pada permukaannya. Hal inilah yang menyebabkan tanah bertekstur klei memiliki
daya memegang air lebih besar daripada pasir.
Titik Layu Permanen (TLP)
Titik layu permanen (TLP) adalah kondisi dimana air terikat kuat oleh
matriks tanah sehingga tidak mampu lagi diambil atau ditarik oleh sistem
perakaran tanaman atau kadar kelembaban tanah bilamana tanaman layu secara
permanen (Rachman et al. 2013). Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kadar
air TLP seperti kandungan bahan organik dan tekstur tanah terutama kandungan
klei serta pori-pori yang berukuran kecil (mikro) memiliki peranan yang lebih
penting dibandingkan pengaruh agregasi tanah (Soepardi 1983). Hasil penelitian
dengan uji Duncan menunjukkan bahwa semua penggunaan lahan memiliki nilai
kadar air TLP tidak berbeda nyata. Hasil uji Duncan disajikan pada Gambar 6.

12

40
35 a

Kadar Air (%-vol)

35
30

27 a

27 a

25
20
15

Hutan Sekunder (HS)

10

Kebun Campuran
Rapat (KCR)
Kebun Campuran
Tidak Rapat (KCTR)

5
0
Penggunaan Lahan

Gambar 6 Kadar air titik layu permanen pada berbagai penggunaan lahan
Berdasarkan hasil uji Duncan pada Gambar 6 menunjukkan bahwa
meskipun semua penggunaan lahan memiliki hubungan yang tidak berbeda nyata,
nilai kadar air TLP pada KCR lebih tinggi dibandingkan dengan HS dan KCTR.
Hal tersebut dapat dijelaskan karena kandungan klei pada KCR lebih tinggi
(56.13%) dibandingkan pada KCTR (46.41%), sementara untuk kandungan bahan
organik dan agregasi pada KCR dan KCTR memiliki nilai yang tidak terlalu
berbeda. Kalau hanya mempertimbangkan faktor klei saja, tanah pada HS yang
memiliki kandungan klei yang tertinggi (66.80%) akan memiliki nilai kadar air
TLP yang lebih tinggi dibandingkan KCR. Namun hal tersebut tidak terjadi pada
penelitian ini karena tanah pada HS memiliki agregasi dan kandungan bahan
organik yang tinggi (dibandingkan dengan KCR dan KCTR) yang mana hal
tersebut dapat mengurangi kekuatan tanah dalam mengikat air sehingga kadar air
TLP menjadi rendah.
Dari hasil penelitian yang telah diuraikan di atas didukung oleh persamaan
hasil uji regresi linear antara titik layu permanen sebagai sumbu Y dan peubah
sifat-sifat tanah sebagai sumbu X disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Persamaan regresi linear hubungan titik layu permanen (Y) dengan
peubah sifat-sifat tanah (X)
X

Y

Titik
Layu
Permanen

PERSAMAAN

P-value

R

HUBUNGAN

0.33

Tidak nyata

0.0557

-0.22

Tidak nyata

0.2082

-0.48

Sangat nyata

0.0038
0.0019

Bobot Isi

Y = 13.72 + 13.81*X

Porositas Total

Y = 42.99 – 0.24*X

Stabilitas Agregat

Y = 34.52 – 0.01*X

C-organik

Y = 34.90 – 3.82*X

-0.51

Sangat nyata

Pasir

Y = 31.87 – 0.20*X

-0.26

Tidak nyata

0.1275

Debu

Y = 34.85 – 0.26*X

-0.35

Nyata

0.0409

Pasir dan Debu

Y = 37.80 – 0.22*X

-0.42

Nyata

0.0116

Klei

Y = 15.83 + 0.22*X

0.42

Nyata

0.0116

PDSC

Y = 30.31 – 0.37*X

-0.20

Tidak nyata

0.2382

PDC

Y = 29.49 – 0.18*X

-0.08

Tidak nyata

0.6448

PDSC dan PDC

Y = 33.10 – 0.39*X

-0.24

Tidak nyata

0.1606
Tidak
nyata
PDL
Y = 28.90 – 0.20*X
-0.06
0.7451
Keterangan: α< 0.01 = sangat nyata, α < 0.05 = nyata, α > 0.05 = tidak nyata, PDSC (Pori
Drainase Sangat Cepat), PDC (Pori Drainase Cepat), PDL (Pori Drainase
Lambat)

13

Dari hasil penelitian dengan uji regresi linear menunjukkan bahwa sifat
fisik dan kimia tanah yang memiliki hubungan sangat nyata adalah kadar Corganik dan stabilitas agregat, sedangkan yang memiliki hubungan nyata yaitu
tekstur tanah terutama kandungan klei, debu, serta pasir dan debu. Dari beberapa
sifat fisik dan kimia tanah yang berhubungan sangat nyata dan nyata, hanya kadar
C-organik saja yang memiliki hubungan erat terhadap kadar air TLP.
Seperti yang telah diuraikan di atas, hasil regresi nilai kadar air TLP
dipengaruhi oleh tekstur tanah (pasir, debu, dan klei) (Tabel 7). Pori yang
berperan penting dalam kadar air TLP adalah pori mikro yang lebih dikendalikan
oleh tekstur klei serta kondisi agregasi yang kurang baik. Peranan bahan organik
dalam tanah adalah sebagai bahan pengagregasi yang dapat memperbaiki struktur
tanah.
Pori Drainase
Pori drainase adalah pori yang dapat memberikan pergerakan udara dan
perkolasi air secara cepat. Pori drainase dikelompokkan ke dalam tiga kelompok
yaitu (1) Pori Drainase Sangat Cepat (PDSC) adalah pori yang berukuran ≥ 300
μm dan akan kosong (tidak mengandung air) pada tekanan 10 cm (pF 1), (2) Pori
Drainase Cepat (PDC) adalah pori yang berukuran antara 300-30 μm dan akan
kosong antara tekanan 10 cm (pF 1) dan tekanan 100 cm (pF 2), dan (3) Pori
Drainase Lambat (PDL) adalah pori yang berukuran antara 30-9 μm dan akan
kosong pada tekanan 100 cm (pF 2) dan tekanan sekitar 1/3 atmosfer atau 330 cm
(pF 2.54) (Sitorus et al. 1981).
A. Pori Drainase Sangat Cepat (PDSC) dan Pori Drainase Cepat (PDC)
Pori drainase sangat cepat (PDSC) secara teoritis lebih dikendalikan oleh
besarnya ruang yang tersedia (ruang pori total), stabilitas agregat yang berfungsi
untuk mempertahankan pori antar-agregat (pori makro), dan tekstur tanah yang
berukuran kasar (pasir).
Berdasarkan hasil penelitian pada uji sidik ragam diperoleh bahwa
penggunaan lahan tidak mempengaruhi PDSC dan PDC, namun dari hasil uji
Duncan pengaruh penggunaan lahan terhadap nilai PDSC dan PDC yang dapat
dilihat pada Gambar 7.

PDSC dan PDC (%-vol)

16
14

14 b

13 ab

12
10

9a

8
Hutan Sekunder (HS)

6

Kebun Campuran
Rapat (KCR)
Kebun Campuran
Tidak Rapat (KCTR)

4
2
0
Penggunaan Lahan

Gambar 7 Pori drainase sangat cepat dan pori drainase cepat pada berbagai
penggunaan lahan

14

Nilai PDSC dan PDC pada KCR berbeda nyata dengan KCTR. Sedangkan
HS tidak berbeda nyata dengan KCR dan KCTR. Penggunaan lahan KCTR
memiliki nilai PDSC dan PDC tertinggi. Meskipun KCTR memiliki kadar Corganik yang paling rendah dan agregasi tanah yang buruk, tingginya nilai PDSC
dan PDC pada KCTR lebih dipengaruhi oleh kandungan pasir yang paling tinggi
(25.12%) dibandingkan penggunaan lahan lainnya. Sesuai dengan pendapat
Rachman et al. (2013) bahwa tanah-tanah dengan kelas tekstur pasir memiliki pori
drainase tanah yang cepat sampai sangat cepat. Kanisius (1990) juga
mengemukakan bahwa air lebih mudah masuk kedalam tanah pada jenis tanah
ringan (bertekstur pasir) dibandingkan dengan tanah-tanah berat (bertekstur klei).
Nilai PDSC dan PDC yang tinggi pada HS diakibatkan oleh kadar Corganik, porositas total dan stabilitas agregat yang lebih tinggi serta bobot isi yang
lebih rendah dibandingkan KCR dan KCTR (Tabel 5) sehingga menghasilkan
agregasi yang lebih baik. Agregasi yang lebih baik akan menghasilkan pori-pori
antar agregat yang sebagian merupakan pori makro sehingga memiliki PDSC dan
PDC yang tinggi. Selain itu, banyaknya ruang pori juga akan memudahkan air
masuk dan mengalir dengan cepat ke dalam tanah (Rachman et al. 2013).
Penggunaan lahan KCR memiliki nilai PDSC dan PDC yang paling rendah
dibandingkan HS dan KCTR. Hal ini disebabkan tanah pada KCR memiliki kadar
C-organik yang rendah sehingga proses agregasi tanah yang lebih buruk, sehingga
tidak mampu membentuk pori makro yang lebih banyak. Kondisi ini dapat
menghasilkan bobot isi yang tinggi serta porositas total dan stabilitas agregat yang
rendah dibandingkan dengan HS (Tabel 5). Pernyataan tersebut didukung oleh
persamaan hasil uji regresi linear antara PDSC dan PDC sebagai sumbu Y dengan
peubah sifat-sifat tanah sebagai sumbu X yang dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Persamaan regresi linear hubungan pori drainase sangat cepat dan
pori drainase cepat (Y) dengan peubah sifat-sifat tanah (X)
Y

X

PERSAMAAN

R

HUBUNGAN
Nyata

P-value

Bobot Isi

Y = 25.38 – 11.98*X

Porositas Total

Y = -5.78 + 0.31*X

0.29

Nyata

0.0281

Stabilitas Agregat

Y = 8.86 + 0.01*X

-0.03

Nyata

0.0354

C-organik

Y = 9.46 + 1.89*X

0.14

Tidak nyata

0.0868

Pasir

Y = 12.59 – 0.01*X

-0.02

Tidak nyata

0.855

Debu

Y = 12.78 – 0.02*X

-0.04

Tidak nyata

0.8482

Pasir dan Debu

Y = 12.99 – 0.02*X

0.21

Tidak nyata

0.7977

Klei
Y = 11.34 + 0.02*X
0.04 Tidak nyata
Keterangan: α< 0.01 = sangat nyata, α < 0.05 = nyata, α > 0.05 = tidak nyata

0.7977

PDSC
dan
PDC

-0.27

0.0291

Dari uji regresi linear pada Tabel 8 menunjukkan bahwa sifat fisik dan
kimia tanah yang memiliki hubungan nyata adalah bobot isi, porositas total, dan
stabilitas agregat. Dari beberapa sifat fisik dan kimia tanah yang berhubungan
nyata, tidak ada sifat fisik dan kimia tanah yang memiliki hubungan erat terhadap
nilai PDSC dan PDC. Hasil regresi untuk nilai PDSC dan PDC pada penelitian ini
secara keseluruhan sesuai dengan teori yang telah dikemukakan pada penjelasan
diatas. Akan tetapi, pada hasil uji regresi linear untuk pasir memiliki hubungan
yang tidak nyata terhadap nilai PDSC dan PDC, berbeda dengan pernyataan
terdahulu yang menjelaskan bahwa tekstur pasir menjadi faktor penyebab nilai

15

PDSC dan PDC. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengaruh agregasi lebih
berperan daripada tekstur tanah khususnya pasir, walapun proporsi pengaruh
agregasi tersebut sangat kecil (Tabel 8).
Peranan bobot isi dan porositas total dalam nilai PDSC dan PDC sebagai
penyedia ruang pori dalam tanah, sedangkan stabilitas agregat berperan dalam
mempertahankan pori-pori tanah yang sudah terbentuk. Menurut Haridjaja et al.
(1990) agregat yang stabil mempunyai kemampuan yang lebih tinggi dalam
memelihara dan mempertahankan pori-pori sebagai jalan masuknya air. Semakin
banyak ruang pori disertai dengan agregat yang stabil akan semakin mudah air
masuk ke dalam tanah yang mengakibatkan PDSC dan PDC pun akan semakin
tinggi. Sebaliknya, stabilitas agregat yang rendah akan menyebabkan agregat
mudah hancur menjadi butiran tunggal yang akan menyumbat pori tanah dan
berakibat pada pengurangan pori makro serta sulitnya air untuk masuk ke dalam
tanah.
B. Pori Drainase Lambat (PDL)
Faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi dan rendahnya nilai PDL adalah
pori berukuran 30-9 μm. Pori demikian lebih disebabkan oleh kombinasi hasil
agregasi, tekstur tanah terutama kandungan debu dan klei, serta kadar C-organik
(%). Agregasi yang baik akan menghasilkan penurunan bobot isi dan peningkatan
porositas total dengan kadar C-organik yang lebih tinggi.
Berdasarkan hasil uji Duncan, nilai PDL pada beberapa penggunaan lahan
menunjukkan bahwa HS memiliki nilai PDL berbeda nyata dengan KCTR.
Sedangkan KCR memiliki nilai PDL yang tidak berbeda nyata dengan HS dan
KCTR. Penggunaan lahan HS memiliki nilai PDL tertinggi diikuti dengan KCR
dan KCTR. Hasil uji Duncan pengaruh penggunaan lahan terhadap nilai PDL
disajikan pada Gambar 8.
5
4

3.8 b

PDL (%-vol)

4
3
2.5 ab
3
2

1.9 a
Hutan Sekunder (HS)

2
Kebun Campuran
Rapat (KCR)

1
1

Kebun Campuran
Tidak Rapat (KCTR)

0
Penggunaan Lahan

Gambar 8 Pori drainase lambat pada berbagai penggunaan lahan

16

Dari hasil uji Duncan pada Gambar 8 menunjukkan bahwa HS memiliki
nilai PDL tertinggi yang diakibatkan oleh kadar C-organik dan kandungan klei
yang paling tinggi serta agregasi yang paling baik sehingga memiliki bobot isi
yang paling rendah dan porositas total yang paling tinggi (Tabel 5) diikuti dengan
tanah pada KCR dan KCTR. Pernyataan ini didukung oleh hasil uji regresi linear
antara PDL sebagai sumbu Y dengan peubah sifat-sifat tanah sebagai sumbu X
disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9 Persamaan regresi linear hubungan pori drainase lambat (Y) dengan
peubah sifat-sifat tanah (X)
Y

Pori
Drainase
Lambat

X

PERSAMAAN

R

HUBUNGAN
Sangat nyata

P-value

Bobot Isi

Y = 9.58 – 6.21*X

Porositas Total

Y = -5.88 + 0.15*X

0.54 Sangat nyata

0.001

Stabilitas Agregat

Y = 2.51 + 0.00*X

0.16 Tidak nyata

0.3593

C-organik

Y = 1.67 + 0.83*X

0.39 Nyata

0.0201

Pasir

Y = 3.71 – 0.03*X

-0.16

Tidak nyata

0.3599

Debu

Y = 5.03 – 0.1*X

-0.05

Sangat nyata

0.0039

Pasir dan Debu

Y = 4.88 – 0.05*X

-0.15

Nyata

0.0145

-0.57

Klei
Y = -0.16 + 0.05*X
0.15 Nyata
Keterangan: α< 0.01 = sangat nyata, α < 0.05 = nyata, α > 0.05 = tidak nyata

0.0003

0.0145

Dari hasil uji regresi linear pada Tabel 9 menunjukkan bahwa sifat fisik
dan kimia tanah yang memiliki hubungan sangat nyata adalah bobot isi, porositas
total, dan debu, sedangkan yang memiliki hubungan nyata adalah kadar C-organik,
pasir dan debu, serta klei. Dari beberapa sifat fisik dan kimia tanah yang
berhubungan sangat nyata dan nyata, hanya bobot isi dan porositas total saja yang
memiliki hubungan erat terhadap nilai PDL. Hasil uji regresi pada penelitian ini
sesuai dengan pernyataan terdahulu yang mengemukakan bahwa PDL lebih
disebabkan oleh faktor agregasi tanah dan tekstur tanah. Tekstur tanah pada PDL
ini adalah tekstur yang menghasilkan pori meso. Kandungan klei memiliki
hubungan yang nyata terhadap PDL dikarenakan agregasi tanah dengan tekstur
klei menghasilkan pori meso.
Air Tersedia
Air tersedia adalah sejumlah air yang berada di pori tanah karena potensial
matrik tanah setelah potensial gravitasi tidak bekerja lagi pada air dalam pori
t