Keragaan Infiltrasi Tanah Latosol pada Beberapa Penggunaan Lahan di DAS Ciujung

KERAGAAN INFILTRASI TANAH LATOSOL PADA
BEBERAPA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CIUJUNG

LAELA RAHMI

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keragaan Infiltrasi
Tanah Latosol pada Beberapa Penggunaan Lahan di Das Ciujung adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015
Laela Rahmi
A14100059

ABSTRAK
LAELA RAHMI. Keragaan Infiltrasi Tanah Latosol pada Beberapa Penggunaan
Lahan di DAS Ciujung. Dibimbing oleh LATIEF M. RACHMAN dan YAYAT
HIDAYAT.
Penggunaan lahan merupakan aspek penting dalam memelihara kelestarian
ekosistem wilayah, salah satunya dalam ekosistem wilayah daerah aliran sungai
(DAS). Penggunaan lahan mempengaruhi sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.
Sifat-sifat tanah tersebut berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman serta
perilaku peresapan air ke dalam tanah (infiltrasi). Infiltrasi merupakan bagian dari
siklus hidrologi yang memiliki peranan penting bagi ketersediaan air tanah.
Proses infiltrasi berperan penting dalam pendistribusian air hujan sehingga
berpengaruh terhadap aliran permukaan, banjir, erosi dan simpanan air bawah
tanah yang akhirnya menentukan ketersediaan air sungai di musim kemarau.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keragaan infiltrasi tanah pada berbagai

penggunaan lahan di DAS Ciujung. Lokasi penelitian meliputi DAS Ciujung
dengan penggunaan lahan yang telah dikelompokkan berupa hutan tanaman (HT),
kebun campuran rapat (KCR), dan kebun campuran tidak rapat (KCTR).
Pengamatan dilakukan di lapangan dengan menggunakan metode Double Ring
Infiltrometer, sedangkan analisis sifat fisik dan kimia lainnya dilakukan di
Laboratorium Konservasi Tanah dan Air, Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
laju infiltrasi sangat dipengaruhi oleh penggunaan lahan. Laju infiltrasi tertinggi
dan paling stabil pada penggunaan lahan HT, disusul KCR dan KCTR. Laju
infiltrasi konstan pada HT dan KCR tergolong dalam kelas cepat, sedangkan pada
KCTR tergolong sedang sampai cepat. Besarnya laju infiltrasi konstan pada HT
(23,4 cm jam-1) > KCR (13,2 cm jam-1) > KCTR (6,0 cm jam-1). Dengan
tingginya laju infiltrasi tersebut maka tanah pada penggunaan lahan HT mampu
menampung air sebanyak (6,45 dm3) > KCR (3,66 dm3) > KCTR (1,52 dm3).
Laju infiltrasi lebih dipengaruhi oleh PDSC atau pori dengan ukuran besar
sedangkan volume air terinfiltrasi lebih dipengaruhi oleh ruang pori total (RPT)
tanah. Selain dipengaruhi oleh penggunaan lahan infiltrasi tanah di lokasi
penelitian juga dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia tanah berupa C- organik,
bobot isi, ruang pori total (RPT), stabilitas agregat, pori makro, pori drainase
sangat cepat (PDSC), dan tekstur tanah.

Kata Kunci : Laju Infiltrasi, penggunaan lahan, sifat fisik kimia tanah , volume infiltrasi.

ABSTRACT
LAELA RAHMI. Infiltration Performance of Latosol Soil in Several Land Uses in
Ciujung Watershed. Supervised by LATIEF M. RACHMAN and YAYAT
HIDAYAT.

Land use is an important aspect in maintaining ecosystem sustainability,
particularly in the watershed ecosystem. Land use determines to physical,
chemical, and biological characteristics of soil. These soil characteristics influence
to the growth of plants and the performances of water infiltration into soil.
Infiltration is an essential part of the hydrological cycle that has an important role
water availability in the soil. Infiltration process have an important role to the
distribution of rainfall and control to runoff, flood, erosion and ground water
storage and finally will determines the availability of river discharge in dry season.
The aims of this research is to assess the performance of soil infiltration in various
land use in Ciujung watershed. The study was conducted on three land use types
that included plantative forest (HT), dense mixed garden (KCR), and less-dense
mixed garden (KCTR). The field observation was done by using the Double Ring
infiltrometer method, while the the analysis of the physical and chemical and

other soil characteristics were done in the Laboratory of Soil and Water
Conservation, Department of Soil Science and Land Resources, Faculty of
Agriculture. The results of this research showed that the infiltration rate is
strongly influenced by land use. Infiltration rate is the highest and most stable on
HT land use, followed by KCR and KCTR. Constant infiltration rate at HT and
KCR is belonging to quickly class, while at KCTR is relatively moderate to fast.
The magnitude of the rate constant infiltration in HT (23.4 cm h-1) is higher than
KCR (13.2 cm h-1) and KCTR (6.0 cm h-1). The high rate infiltration of the soil on
the land use of HT support it able to accommodate as much water (6.45 dm3) that
higher than at KCR (3,66 dm3) and at KCTR (1.52 dm3). Infiltration rate is
influenced by pores with large size (PDSC), while the volume of water infiltration
is more influenced by the total porosity of the soil. Besides it is influenced by land
use, soil infiltration in the study area is also determined by the physical and
chemical characteristic of the soil organic matter, bulk density, total porosity,
aggregate stability, macro pores, very fast drainage pore (PDSC), and soil texture.

Keywords : Infiltration rate, land use, physical and chemical characterstics of soil,
infiltration volume.

KERAGAAN INFILTRASI TANAH LATOSOL PADA

BEBERAPA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CIUJUNG

LAELA RAHMI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Keragaan Infiltrasi Tanah Latosol pada Beberapa Penggunaan
Lahan di DAS Ciujung
Nama
: Laela Rahmi

NIM
: A14100059

Disetujui oleh

Dr Ir Latief M. Rachman, MSc MBA
Pembimbing I

Dr Ir Yayat Hidayat, MSi
Pembimbing II
Diketahui oleh

Dr Ir Baba Barus, MSc.
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. Atas berkat dan
rahmat serta karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Keragaan Infiltrasi Tanah Latosol pada Beberapa Penggunaan Lahan di DAS
Ciujung” dengan sangat baik. Skripsi ini merupakan syarat akhir dalam meraih
gelar Sarjana Pertanian, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih sebesar –
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini, yaitu kepada :
1. Bapak Dr Ir Latief M. Rachman MSc, selaku dosen Pembimbing Skripsi I
sekaligus pembimbing akademik sejak penulis memasuki Departemen
Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan yang senantiasa memeberikan ilmu,
motivasi, dan arahan selama penulis melaksakan penelitian hingga proses
penulisan skripsi ini.
2. Bapak Dr Ir Yayat Hidayat MSi, selaku dosen Pembimbing Skripsi II yang
telah memberikan ilmu serta membantu proses penulisan skripsi ini.
3. Ibu Dr Ir Enni Dwi Wahjunie MSi, selaku dosen penguji yang telah
memberikan ilmu serta membantu proses penulisan skripsi ini.
4. Dede Sulaiman SP (Om Nana) dan Asti Nurmilah (Milah) yang telah
banyak membantu dalam penelitian dan penulisan skripsi.
5. Orang tua, kakak, adik tercinta yang selalu meberikan motivasi, perhatian,
kasih sayang, dan doa.

6. Seluruh dosen departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan yang telah
memberikan ilmu selama penulis menempuh pendidikan.
7. Seluruh staf dan karyawan Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya
Lahan yang telah membantu dan memfasilitasi selama menempuh
pendidikan hingga lulus.
8. Teman – teman Tanah 47 (Soildior dan Soilermoon) yang selalu
memberikan keceriaan dan kebahagiaan sehingga penulis dapat selalu
merindukan kampus.
9. Teman terbaik (Abang siti, neng Nunik, adinda itong, Ade Ocah, Mahera
amon, Masyitah, Bunda Fortun, Anju dan Soni) yang telah membantu dan
memberikan semangat selama penelitian, dan untuk sudi serta nanda yang
telah membantu berlangsungnya penelitian ini.
10. Seluruh keluarga besar Ilmu Tanah IPB dan UKM UKF (Uni Konservasi
Fauna) IPB yang telah memberikan kenangan terindah selama di kampus
Institut Pertanian Bogor.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Bogor, Januari 2015
Laela Rahmi

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Tujuan Penelitian

1

METODE

2

Waktu dan Tempat Penelitian

2

Alat dan Bahan

2

Metode Penelitian

2


Analisis Data

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

5

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

5

Deskripsi Penggunaan Lahan

6

Sifat Fisik Kimia Tanah

8

Keragaan Infiltrasi
SIMPULAN DAN SARAN

10
18

Simpulan

18

Saran

18

DAFTAR PUSTAKA

18

LAMPIRAN

21

RIWAYAT HIDUP

29

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Metode analisis sifat fisik dan C-organik tanah
Klasifikasi indeks stabilitas agregat
Klasifikasi laju infiltrasi konstan menurut Kohnke
Sifat fisik kimia tanah pada setiap penggunaan lahan
Nilai distribusi ruang pori pada setiap penggunaan lahan
Analisi statistika antara laju infiltrasi menit ke - 15 dan menit ke - 30
dengan sifat - sifat tanah
7 Laju infiltrasi konstan rata – rata pada berbagai penggunaan lahan
8 Analisis statistik antara laju infiltrasi konstan dan sifat - sifat tanah
9 Volume infiltrasi pada berbagai penggunaan lahan
10 Analisis statistik antara volume infiltrasi dengan sifat - sifat tanah

3
3
4
9
9
14
15
16
16
17

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Peta lokasi penelitian di DAS Ciujung
Penggunaan lahan hutan tanaman
Penggunaan lahan kebun campuran rapat
Penggunaan lahan kebun campuran tidak rapat
Laju infiltrasi pada setiap penggunaan lahan
Laju infiltrasi awal pada setiap penggunaan lahan
Laju infiltrasi menit ke – 15 dan menit ke - 30 pada setiap
penggunaan lahan
Laju infiltrasi konstan pada setiap penggunaan lahan
Volume air terinfiltrasi pada berbagai penggunaan lahan

5
6
7
8
11
13
14
15
17

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Langkah kerja pendugaan BI dan BJP menggunakan Three Phase
Meter
Keragaan infiltrasi pada setiap lokasi penelitian
Sifat fisik kimia tanah pada setiap lokasi penelitian
Data pengukuran infiltrasi di Desa Kaserangan
Data pengukuran infiltrasi di Desa Sukaratu
Data pengukuran laju infiltrasi lapang di Desa Jatimulya
Data pengukuran laju infiltrasi lapang di Desa Kadugenep
Data pengukuran laju infiltrasi lapang di Desa Lebakgedong
Data pengukuran laju infiltrasi di Desa Cileuksa
Analisis ANOVA keragaan infiltrasi pada setiap penggunaan lahan
Analisis ANOVA Laju infiltrasi awal pada setiap penggunaan lahan
Analisis ANOVA laju infiltrasi menit ke - 15 pada berbagai
penggunaan lahan
Analisis ANOVA laju infiltrasi menit ke - 30 pada berbagai
penggunaan lahan
Analisis ANOVA laju infiltrasi konstan pada berbagai penggunaan
lahan
Analisis ANOVA volume infiltrasi pada berbagai penggunaan lahan

20
20
21
22
22
23
24
25
26
27
27
28
28
28
28

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penggunaan lahan merupakan aspek penting dalam memelihara kelestarian
ekosistem wilayah, salah satunya dalam ekosistem wilayah daerah aliran sungai
(DAS). Penggunaan lahan mempengaruhi sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.
Sifat-sifat tanah tersebut berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman serta
perilaku peresapan air ke dalam tanah. Tingginya konversi lahan hutan menjadi
lahan pertanian dan penggunaan lahan lainnya yang tidak sesuai dengan
kemampuan tanah serta tidak disertai dengan penerapan kaidah konservasi tanah
dan air, turut menyebabkan rendahnya peresapan air ke dalam tanah, sehingga
terjadi penurunan laju infiltrasi.
Infiltrasi sebagai salah satu faktor dalam siklus hidrologi memiliki peranan
penting dalam kelestarian sumberdaya alam. Dalam siklus hidrologi, air hujan
yang jatuh ke permukaan tanah akan mengalami penyerapan oleh tumbuhan,
penyerapan oleh tanah (infiltrasi), pengaliran (aliran permukaan, aliran bawah
tanah dan aliran sungai) serta penguapan kembali ke atmosfer melalui
evapotranspirasi. Sedangkan penggunaan lahan dan pengelolaan tanah memiliki
pengaruh langsung terhadap kinerja sistem hidrologi dalam ekosistem DAS.
Laju infiltrasi yang rendah, menyebabkan sebagian besar air hujan yang
jatuh ke tanah akan menjadi aliran permukaan dan hanya sebagian kecil air yang
dapat masuk ke dalam tanah sebagai simpanan air tanah. Hal ini menyebabkan
terjadinya banjir di musim hujan, meningkatnya erosi, dan kekeringan di musim
kemarau. Akan tetapi, laju infiltrasi yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan
penurunan produktivitas tanah akibat adanya pencucian unsur hara yang tinggi.
Oleh karena itu, peresapan air ke dalam tanah melalui infiltrasi menjadi suatu
komponen yang penting untuk dikaji. Dimana nilai laju infiltrasi ini dapat menjadi
informasi yang penting sebagai acuan dalam pengelolaan air, manajemen tanah
dan penggunaan lahan yang lebih sesuai.
Menurut Arsyad (2010) sifat fisik yang mempengaruhi infiltrasi tanah
yaitu, tekstur, porositas tanah, kemantapan agregat tanah serta kandungan bahan
organik dalam tanah, sehingga perlu dilakukan análisis sifat fisik dalam penentuan
laju infiltrasi.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji keragaan infiltrasi tanah Latosol
pada berbagai penggunaan lahan seperti hutan tanaman, kebun campuran rapat
dan kebun campuran tidak rapat di DAS Ciujung, serta menganalisis pola infiltrasi
dengan menggunakan persamaan Horton.

2

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Februari hingga bulan Juli 2014, di DAS
Ciujung, Banten, meliputi Kabupaten Serang, Lebak, Pandeglang, Kota serang
dan Kabupaten Bogor. Analisis sifat fisik tanah dan pengolahan data dilakukan di
Laboratorium Konservasi tanah dan Air, Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah Double Ring Infiltrometer, ring sampler, cutter,
pisau lapang, balok kayu, cangkul, gunting, ember, gayung, GPS, palu, penggaris,
kaleng/toples, ayakan kering, ayakan basah, erlenmeyer, gelas piala, labu ukur,
cawan, oven, timbangan digital, pipet dan kalkulator.
Peta yang digunakan yaitu, peta DAS Ciujung, peta sebaran jenis tanah DAS
Ciujung, peta lereng dan peta penggunaan lahan DAS Ciujung. Selain peta
digunakan juga contoh tanah utuh, contoh tanah terganggu dan contoh tanah
agregat utuh. Serta beberapa bahan kimia yang digunakan dalam analisis
laboratorium diantaranya aquades, air AC, HCl, Natrium Pirophosphat, H2O2,
FeSO4 1 N, K2Cr2O7 1 N, dan H2SO4.
Metode Penelitian
Lokasi Pengambilan Contoh Tanah
Lokasi pengambilan contoh tanah ditentukan berdasarkan peta penggunaan
lahan, peta jenis tanah, peta lereng dan peta batas DAS Ciujung. Untuk
mendapatkan data yang representatif pengambilan contoh tanah dilakukan pada
satu jenis tanah yang sama, dan dilakukan secara menyebar agar mewakili seluruh
daerah penelitian.
Pengambilan contoh tanah dilakukan pada beberapa penggunaan lahan,
yaitu hutan tanaman (HT) yang berada di Desa Lebakgedong dan Cileuksa, Kebun
campuran rapat (KCR) di Desa Jatimulya dan Kadugenep. Serta kebun campuran
tidak rapat (KCTR) di Desa Kaserangan dan Sukaratu. Contoh tanah yang diambil
meliputi contoh tanah utuh sebanyak 22 sampel dengan dua kali pengulangan,
contoh tanah terganggu sebanyak satu kilogram setiap lokasi dan contoh tanah
agregat utuh. Contoh tanah utuh digunakan untuk analisis bobot isi dan pori
drainase, sedangkan contoh tanah terganggu digunakan untuk analisis tekstur dan
C- organik. Contoh tanah agregat utuh digunakan untuk analisis Indeks Stabilitas
Agregat.
Pengukuran Infiltrasi
Pengukuran infiltrasi di lapang dilakukan di lokasi yang sama dengan
pengambilan sampel tanah pada jenis tanah Latosol dengan menggunakan metode
double ring infiltrometer. Prosesnya dengan cara membenamkan ring sedalam 5
cm kedalam tanah pada lokasi yang telah ditetapkan. Kemudian air dimasukkan

3

kedalam ring hingga mengalami penurunan. Penurunan muka air dicatat setiap 1
menit, 3 menit dan 5 menit hingga penurunan muka air konstan. Penurunan muka
air yang telah konstan ini digunakan untuk menentukan laju infiltrasi konstan.
Analisis Sifat Fisik Kimia Tanah
Analisis sifat fisik tanah yang dilakukan yaitu, bobot isi, bobot jenis partikel,
ruang pori total tanah, C-organik, tekstur tanah, dan indeks stabilitas agregat
dengan distribusi ukuran ayakan kering yaitu 2,83 mm; 2 mm; 1 mm; 0,5 mm; dan
ukuran ayakan basah yaitu 2 mm; 1 mm; 0,5 mm; 0,25 mm; 0,11 mm. Metode
analisis yang dilakukan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 1 Metode analisis sifat fisik dan C-organik tanah
No
1
2
3
4
5
6

Analisis Tanah
Bobot Isi
Bobot Jenis Partikel
Ruang Pori Total
Indeks StabilitasAgregat
Tekstur
C-Organik

Metode Analisis
Three Phase Meter dan Gravimetri
Three Phase Meter
Gravimetri dan Kurfa pF
Pengayakan kering dan basah
Pipet
Walkley and Black

Tabel 2 Klasifikasi indeks stabilitas agregat
Kelas
Sangat stabil sekali
Sangat stabil
Stabil
Agak stabil
Kurang stabil
Tidak stabil

Indeks stabilitas
> 200
80 - 200
66 - 80
50 - 66
40 - 50
< 40
Analisis Data

Data yang diperoleh dari pengukuran infiltrasi di lapangan diolah dengan
menggunakan Microsoft Office Excel, Statistica 7, dan SPSS 16,0, sehingga
diperoleh laju infiltrasi awal, laju infiltrasi pada menit ke – 15, laju infiltrasi pada
menit ke – 30, laju infiltrasi konstan dan volume infiltrasi setelah satu jam.
Kemudian data infiltrasi hasil analisis dibandingkan pada setiap penggunaan lahan.
Data hasil analisis sifat fisik di laboratorium diolah dengan menggunakan
software yang sama dan dilihat pengaruhnya terhadap laju infiltrasi yang
diperoleh. Persamaan yang digunakan untuk analisis laju infiltrasi adalah
persamaan Horton, yaitu sebagai berikut:

4

ft = fc + (f₀ - fc)e-kt
Dimana :
ft
: Laju Infiltrasi (cm jam-1)
f0
: Laju Infiltrasi awal (cm jam-1)
fc
: Laju Infiltrasi konstan (cm jam-1)
k
: Konstanta penurunan laju infiltrasi dari kurva
t
: Waktu (jam)
e
: Bilangan alam (2,71828)
Pengolahan data infiltrasi Horton di perlakukan dengan menggunakan
pendekatan regresi linier tersebut :
ft = fc + (f₀ - fc)e-kt
ft - fc = (f₀ - fc)e-kt
ln (ft - fc) = ln (f₀ - fc) –kt
y = a+bx
ln (f₀ - fc) = a
(f₀ - fc) = ant ln a
k=b
Perhitungan jumlah air yang terinfiltrasi dilakukan dengan menghitung
jumlah penurunan air selama periode waktu pengukuran dikalikan dengan luas
permukaan ring bagian dalam.

F(t) = ∑∆h . A
Dimana :
F(t)
: Jumlah air yang terinfiltrasi selama waktu t (dm3)
∆h
: Penurunan muka air (cm)
A
: Luas permukaan ring (cm2)
Sedangkan hasil analisis laju infiltrasi konstan kemudian di kasifikasikan
menurut Konhke (1968).
Tabel 3 Klasifikasi laju infiltrasi konstan menurut Kohnke
Kelas

Laju Infiltrasi Konstan
(cm jam-1)
Sangat lambat
< 0,1
Lambat
0,1 - 0,5
Lambat - Sedang
0,5 – 2
Sedang
2 - 6,5
Sedang – Cepat
6,5 - 12,5
Cepat
12,5 – 25
Sangat Cepat
> 25
(Sumber : Kohnke H.1968 dalam Lee, 1980)

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Daerah Aliran sungai (DAS) Ciujung terletak di provinsi Banten. Terbagi
menjadi sub DAS Ciujung Hulu, Ciujung Tengah, dan Ciujung Hilir. Secara
geografis DAS Ciujung berbatasan dengan dengan sub DAS Cisimeut di sebelah
barat, DAS Cilaman di sebelah timur, sub DAS Ciujung tengah di sebelah utara
dan DAS Cimandur disebelah selatan.
DAS Ciujung memiliki luas sekitar 1850 km2 dengan panjang sungai 142
kilometer . DAS Ciujung mengalir dari sumber mata air yang berada di Gunung
Endut dan Gunung Karang ke Laut Jawa dengan melewati kabupaten Lebak dan
kabupaten Serang. Sub DAS Ciujung Hulu mempunyai tiga anak sungai utama
yaitu sungai Ciujung Hulu, sungai Ciberang, dan sungai Cisimeut dengan
pertemuan di daerah Kota Rangkasbitung.
Lokasi penelitian meliputi semua bagian DAS Ciujung yang meliputi
kabupaten Bogor, Serang, Lebak, Pandeglang, dan Kota Serang. Kabupaten Bogor
meliputi kecamatan Jasinga (desa Cileuksa). Kabupaten Lebak meliputi (desa
Jatimulya dan Lebakgedong). Kabupaten Pandeglang meliputi Kecamatan
Pandeglang Desa Sukaratu. Kabupaten Serang meliputi Kecamatan Petir Desa
Kadugenep. Kota Serang meliputi Kecamatan Ciruas Desa Kaserangan. Semua
lokasi penelitian memiliki topografi yang cenderung datar.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian di DAS Ciujung

6

Penggunaan lahan di lokasi penelitian meliputi hutan dan kebun campuran
dengan vegetasi berupa tanaman tahunan seperti Jati, Jabon, Albasia, Afrika,
Rambutan, Duren dan Kelapa. Jenis tanah di lokasi penelitian sebagian besar
adalah latosol. Latosol Coklat Kemerahan Banten termasuk ke dalam order (ordo)
Inceptisol, suborder Udepts, greatgroup Dystrudepts, subgrup Typic Dystrudepts
menurut sistem klasifikasi USDA 2010. Tanah Latosol ini terbentuk dari bahan
induk tuf volkan, pada topografi berombak hingga bergunung pada ketinggian 10 1000 m dpl dengan vegetasi utama hutan tropis. Menurut Dudal dan
Soepraptohardjo (1957) tanah Latosol terbentuk melalui proses latosolisasi. Proses
latosolisasi terjadi di bawah pengaruh curah hujan dan suhu tinggi di daerah tropik
dimana gaya-gaya hancuran bekerja lebih cepat dan pengaruhnya lebih ekstrim
daripada daerah dengan curah hujan dan suhu sedang.
Deskripsi Penggunaan Lahan
Hutan Tanaman
Hutan tanaman merupakan kawasan yang sengaja ditumbuhi oleh tanaman
berkayu yang biasanya berumur lebih dari sepuluh tahun dan tanaman lainnya
dengan penggunaan lahan yang tidak berubah. Lokasi penelitian dengan
penggunaan lahan berupa hutan tanaman berada di lokasi Lebakgedong dan
Cileuksa, yang didominasi oleh pohon Maesopsis eminii atau lebih dikenal dengan
pohon Afrika dan pohon Albizia chinensis yang lebih dikenal dengan pohon
Sengon dengan tutupan lantai hutan yang sangat rapat. Tanaman penutup tanah
didominasi oleh semak dan rerumputan yang sangat rapat yang dapat
menghasilkan bahan organik lebih tinggi dibandingkan lokasi lainnya. Hal ini
menyebabkan aliran air mudah masuk ke dalam tanah dikarenakan pori yang
terbentuk oleh perakaran serta aktivitas organisme tanah. Selain itu kapasitas
tanah dalam menampung air akan meningkat sehingga kehilangan air akibat aliran
permukaan dapat dikurangi.

Gambar 2 Penggunaan lahan hutan tanaman

7

Yanrilla (2001) mengemukakan bahwa laju infiltrasi hutan lebih tinggi
dibandingkan dengan laju infiltrasi pada penggunaan lahan semak dan lahan
pertanian. Hal ini dikarenakan hutan tidak mengalami pengolahan tanah. Sehingga
tidak terjadi pemadatan tanah, tanah hutan cenderung memiliki kandungan bahan
organik yang lebih tinggi, bobot isi yang lebih rendah dan struktur serta agregat
tanah yang lebih stabil. Sofyan (2006) juga menyatakan bahwa laju infiltrasi tanah
hutan lebih tinggi daripada laju infiltrasi tanah pada lahan tegalan dan lahan kebun
campuran. Kandungan bahan organik dan jumlah pori makro yang tinggi menjadi
faktor utama tingginya laju infiltrasi lahan hutan dibandingkan laju infiltrasi lahan
tegalan maupun lahan agrofrestry.
Kebun Campuran Rapat
Kebun campuran adalah kebun yang ditanami berbagai jenis tanaman
dengan minimal satu jenis tanaman berkayu. Beberapa tanaman jenis lain, berupa
tanaman tahunan dan atau tanaman setahun yang tumbuh sendiri maupun ditanam
(Martini et al 2010). Kebun campuran rapat merupakan pengelompokkan dari dua
lokasi kebun campuran dengan tingkat kerapatan pohon dan tanaman penutup
tanah yang cukup rapat. Lokasi penggunaan lahan ini berada di desa Jatimulya
dan Kadugenep. Adapun tanamannya terdiri dari pohon Jabon, Bambu, Kakao,
Kecapi, Rambutan, Duren, dan Pisang dengan tanaman penutup tanah berupa
rumput – rumputan dan tanaman Harendong. Umur tanaman pada penggunaan
lahan kebun campuran rapat berkisar antara 2 – 8 tahun.
Pada kebun campuran rapat masih terjadi gangguan aktivitas manusia tetapi
relatif lebih sedikit sehingga tanah tidak mengalami pemadatan yang signifikan.
Dengan rapatnya tanaman menghasilkan serasah yang banyak yang mampu
meningkatkan kemampuan tanah dalam meresapkan air.

Gambar 3 Penggunaan lahan kebun campuran rapat
Menurut Sofyan (2006) lahan tegalan dan lahan kebun campuran mengalami
proses pengolahan tanah. Namun pengolahan tanah pada lahan tegalan lebih
intensif daripada pengolahan tanah pada lahan kebun campuran sehingga laju
infiltrasi pada lahan kebun campuran lebih tinggi daripada laju infiltrasi lahan
tegalan. Hal ini membuktikan bahwa pada penggunaan lahan yang berbeda

8

memiliki laju infiltrasi yang berbeda pula. Dimana penggunan lahan sangat
mempengaruhi besarnya laju infiltrasi.
Kebun Campuran Tidak Rapat
Penggunaan lahan kebun campuran tidak rapat merupakan pengelompokan
dari dua kebun campuran yang tersebar di desa Kaserangan dan Sukaratu.
Pengelompokkan berdasarkan pada kerapatan vegetasi dan kerapatan tanaman
bawah. Tanaman yang ada di lokasi ini yaitu pohon Jati, Albasia, Kelapa, Kecapi
dan Rambutan. Sedangkan tanaman penutup tanahnya berupa rerumputan dan
tanaman semak seperti Harendong. Umur tanaman pada penggunaan lahan kebun
campuran tidak rapat berkisar antara 2 – 10 tahun.

Gambar 4 Penggunaan lahan kebun campuran tidak rapat
Banyaknya aktivitas manusia yang melewati kebun ini menyebabkan tanah
mengalami pemadatan. Hal ini didukung dengan bahan organik yang sedikit
akibat kurang rapatnya tanaman penutup tanah serta sedikitnya serasah yang
dihasilkan, sehingga kemampuan tanah dalam meresapkan air sangat rendah.
Sifat Fisik Kimia Tanah
Penggunaan lahan yang berbeda akan menghasilkan karakteristik sifat fisik
dan kimia tanah yang berbeda pula. Penggunaan lahan berpengaruh terhadap
jumlah bahan organik terkait dengan banyaknya sisa tanaman yang dapat
disumbangkan melalui pelapukan batang, ranting, bunga dan daun yang jatuh ke
permukaan tanah (Arsyad 2010). Bahan organik yang dihasilkan tersebut turut
mempengaruhi pembentukan sifat fisik dan kimia tanah. Dari hasil análisis di
laboratorium diperoleh data sifat fisik kimia tanah dilokasi penelitian dengan
berbagai penggunaan lahan.
Tanah pada penggunaan lahan HT memiliki C- organik serta ISA (indeks
stabilitas agregat) yang paling tinggi dibandingkan dengan KCR dan KCTR. Hal
ini dikarenakan HT memiliki karapatan tanaman yang paling tinggi sehingga
menghasilkan serasah lebih banyak. Poerwowidodo (1984), mengemukakan
bahwa salah satu peranan penting dari bahan organik tanah adalah dalam

9

perbaikan struktur tanah. Penambahan bahan organik ke dalam tanah dapat
mengakibatkan penurunan bobot isi tanah, peningkatan ruang pori total, ruang
pori drainase cepat serta ruang pori drainase lambat. Tanah dengan kandungan
bahan organik yang lebih tinggi akan menghasilkan proses agregasi tanah yang
lebih baik, dimana semakin baik agregasi tanah tersebut maka ruang pori total
tanah juga akan semakin meningkat, sehingga air akan lebih mudah terinfiltrasi
dan laju infiltrasi akan semakin tinggi (Tabel 4). Kandungan bahan organik yang
tinggi juga mampu membentuk agregat - agregat tanah yang lebih stabil sehingga
partikel tanah tidak mudah hancur oleh air. Hasil analisis sifat fisik dan kimia
tanah dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5.
Tabel 4 Sifat fisik kimia tanah pada setiap penggunaan lahan

Penggunaan Lahan

C -organik
(%)

Sifat - sifat tanah
Kadar
Kadar
Kadar
pasir
debu
klei (%)
(%)
(%)

Hutan Sekunder (HS)
3,9
8,9
2,2
22,7
Kebun Campuran Rapat (KCR)
Kebun Campuran Tidak Rapat
1,1
24,3
(KCTR)
Keterangan : KA : Kadar air, ISA : Indeks Stabilitas Agregat

ISA

16,3
21,5

74,9
55,9

1656,4
560,4

42,3

33,4

262,3

Kelas stabilitas agregat tanah pada penggunaan lahan ketiganya tergolong
sangat stabil sekali (Tabel 2). Pratiwi (2012) menyatakan bahwa semakin stabil
agregat tanah semakin meningkatkan laju infiltrasi, hal ini karena tanah dengan
agregat yang stabil tidak mudah hancur oleh air sehingga pori tanah tidak mudah
tertutup oleh agregat tanah yang hancur, dengan begitu pori tanah tetap mudah
dilewati oleh air. Agregat tanah juga memiliki peranan penting dalam menentukan
jumlah dan distribusi ruang pori tanah, yang berkaitan dengan kerentanan agregat
terhadap erosi angin dan air (Baver et al 1972).
Menurut Haridjadja (1980) tekstur tanah adalah distribusi besar butir-butir
tanah atau perbandingan secara relatif dari besar butir-butir tanah. Butir-butir
tersebut adalah pasir, debu dan klei. Gabungan dari ketiga fraksi tersebut
dinyatakan dalam persen dan disebut sebagai kelas tekstur. Kelas tekstur tanah
pada ketiga penggunaan lahan tersebut tergolong kedalam kelas tekstur klei.
Menurut Herlina (2003) tanah dengan kandungan klei yang tinggi memiliki laju
infiltrasi yang lebih lambat, terutama bila tidak memiliki agregasi yang baik. Data
distribusi ruang pori dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Nilai distribusi ruang pori pada setiap penggunaan lahan
Penggunaan Lahan
Hutan Sekunder (HS)

RPT
73,5

Distribusi ruang pori
PDSC
PDC
PDL
18,4

6,8

3,7

PPA

PM

20,4

28,9

Kebun Campuran Rapat (KCR)
56,6
5,0
2,6
4,2
28,8
11,8
Kebun Campuran Tidak Rapat
51,5
2,1
11,3
2,3
25,4
15,6
(KCTR)
Keterangan : RPT : Ruang pori total, PDC : Pori drainase cepat, PDSC : Pori drainase sangat cepat,
PDL : Pori drainase lambat, PPA : Pori pemegang air, PM : Pori makro.

10

Ruang pori total (RPT) tanah merupakan bagian tanah yang ditempati oleh
air dan udara (Soepardi, 1983). RPT tanah dihitung berdasarkan penetapan bobot
isi dan bobot jenis partikel tanah (Hiller 1971). RPT terdiri dari pori drainase (PD)
atau pori makro (PM), pori air tersedia (PAT), dan pori pemegang air (PPA) atau
disebut juga pori higroskopis. Pori drainase dikelompokkan ke dalam tiga
kelompok yaitu (1) Pori Drainase Sangat Cepat (PDSC) adalah pori yang
berukuran ≥ 300 μm dan akan kosong (tidak mengandung air) pada tekanan 10 cm
(pF 1), (2) Pori Drainase Cepat (PDC) adalah pori yang berukuran antara 300-30
μm dan akan kosong antara tekanan 10 cm (pF 1) dan tekanan 100 cm (pF 2), dan
(3) Pori Drainase Lambat (PDL) adalah pori yang berukuran antara 30-9 μm dan
akan kosong pada tekanan 100 cm (pF 2) dan tekanan sekitar 1/3 atmosfer atau
330 cm (pF 2.54) (Sitorus et al 1981). Sedangkan Menurut Hardjowigeno (2003)
pori tanah terbagi menjadi dua yaitu pori makro dan pori mikro. Dimana pori
makro berisi udara atau air gravitasi, sedangkan pori mikro berisi udara serta air
kapiler dan air higroskopis.
Tanah pada penggunaan lahan HT memiliki jumlah pori drainase sangat
cepat (PDSC) dan pori makro (PM) yang paling tinggi dibandingkan dengan KCR
dan KCTR. Menurut Arsyad (2010) pori yang berukuran besar adalah pori yang
paling berpengaruh untuk infiltrasi tanah. Meskipun pada HT memiliki kadar pasir
dan debu yang paling sedikit namun HT memiliki agregasi tanah yang baik yang
mampu mempentuk pori lebih tinggi dan lebih beragam. Foth (1984) menyatakan
bahwa keadaan pori dan kandungan air merupakan faktor terpenting yang
menentukan infiltrasi dan jumlah aliran permukaan. Sedangkan menurut Arsyad
(2010) Asdak (2002) Mashall and Holmes (1988) tanah yang memiliki kontinuitas
pori tanah yang baik akan memiliki laju infiltrasi yang cepat.
Keragaan Infiltrasi
Infiltrasi adalah proses masuknya air kedalam tanah yang biasanya melalui
permukaan tanah (Arsyad 2010). Laju infiltrasi adalah kecepatan masuknya air ke
dalam tanah sedangkan kapasitas infiltrasi adalah laju maksimum gerakan air
masuk ke dalam tanah (Seyhan 1990). Laju infiltrasi bervariasi sesuai dengan
penggunaan lahan. Laju infiltrasi awal tertinggi pada penggunaan lahan HT
kemudian KCR dan KCTR. Begitupun laju infiltrasi pada menit ke – 15, menit ke
– 30, dan laju infiltrasi konstan.
Laju infiltrasi pada berbagai penggunaan lahan turut dipengaruhi oleh sifat
fisik tanah. Pada penggunaan lahan HT memiliki porositas tanah (73,5%) dan pori
makro (28,9%) yang lebih tinggi dibandingkan dengan KCR dan KCTR. Hal ini
dipengaruhi oleh tingginya bahan organik pada HT sehingga aktivitas organisme
tanah juga turut meningkat sehingga kontinuitas pori tanah lebih stabil. Berbeda
dengan HT, KCR dan KCTR yang mengalami lebih banyak pengaruh aktivitas
manusia yang menyebabkan pemadatan tanah sehingga porositas tanah menjadi
lebih rendah yaitu sebesar (56,6%) pada KCR dan (51,5%) pada KCTR.
Dibandingkan KCTR, KCR memiliki laju infiltrasi konstan yang lebih tinggi
dikarenakan tanaman penutup tanahnya jauh lebih rapat dibandingkan dengan
KCTR sehingga pembentukan pori tanah oleh aktivitas perakaran juga tinggi.
Adapun kurva infiltrasi dapat dilihat pada Gambar 5.

Laju Infiltrasi (cm jam-1)

11

Hutan Tanaman

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

f = 30 + (54,66)e-3,473t
R2= 0,78

f = 16,8 + (44,84)e-1,520t
R2= 0,88

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

Waktu (jam)
CS Lapang
LG Horton

LG Lapang

CS Horton

Kebun Campuran Rapat
Laju Infiltrasi (cm jam-1)

70

f = 12 + (15,565)e-1,210t
R2= 0,74

60
50

f = 14,4 + (21,20)e-1,389t
R2= 0,67

40
30
20
10
0
0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

Waktu (jam)
KG Lapang

JM Lapang

KG Horton

JM Horton

Kebun Campuran Tidak Rapat
Laju Infiltrasi (cm jam-1)

60,0

f= 9,6 + (16,41)e-3,252t
R2 = 0,50

50,0
40,0

f = 2,4 + (3,86)e-1,270t
R2 = 0,63

30,0
20,0
10,0
0,0
0,00

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00

1,20

1,40

1,60

Waktu (jam)
SR Lapang

KS Lapang

SR Horton

KS Horton

Keterangan : LG : Lebakgedong, CS : Cileuksa, KG : Kadugenep, JM : Jatimulya, KS :
Kaserangan, SR : Sukaratu, Lapang : Laju infiltrasi lapang, Horton : laju infiltrasi hasil persamaan
Horton.

Gambar 5 Laju infiltrasi pada setiap penggunaan lahan

12

Pada penggunaan lahan KCR dan KCTR memiliki laju infiltrasi lebih
rendah karena kerapatan tanaman penutup tanah yang semakin berkurang, hal ini
menyebabkan air hujan lebih cepat bahkan langsung mengenai permukaan tanah,
sehingga menyebabkan pemadatan tanah dan aliran permukaan yang lebih besar.
Hal ini terjadi karena tertutupnya pori – pori pada agregat tanah oleh butir primer
tanah yang terdispersi karena pukulan butir hujan. Oleh karena itu agar tanah tetap
memiliki laju infiltrasi yang baik maka sebaiknya tanah tetap dalam kondisi
tertutup vegetasi sehingga air mudah meresap kedalam tanah dan mampu
meningkatkan cadangan air bawah tanah, serta turut mencegah banjir pada musim
hujan dan kekeringan dimusim kemarau.
Kurva infiltrasi di atas dibuat dari penggabungan antara kurva infiltrasi
lapang dan kurva hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan Horton. Dari
gambar kurva tersebut terlihat bahwa laju infiltrasi hasil analisis dengan model
Horton memiliki korelasi yang positif dengan laju infiltrasi lapang. Hal ini terlihat
dari nilai R2 yang bervariasi dan lebih besar atau sama dengan 0,5. Oleh karena itu
model Horton sesuai digunakan untuk memprediksi laju infiltrasi tanah pada
penggunaan lahan hutan tanaman (HT), kebun campuran rapat (KCR) dan kebun
campuran tidak rapat (KCTR) di DAS Ciujung. Dari kurva hasil perhitungan
Horton yang diperoleh menunjukkan bahwa laju infiltrasi Horton tidak jauh
berbeda dengan laju infiltrasi di lapangan.
Namun pada penggunaan lahan KCTR memiliki nilai R2 yang paling rendah
dibandingkan dengan HT dan KCR khususnya di desa Sukaratu. Hal ini
disebabkan karena pada penggunaan lahan KCTR memiliki nilai indeks stabilitas
agregat paling rendah sehingga partikel tanah mudah hancur ketika terkena air,
hancuran tanah tersebut menyebabkan terjadinya penyumbatan pori tanah
sehingga laju infiltrasi di lapangan lebih berfluktuatif dan tidak stabil.
Menurut klasifikasi Kohnke (1968) laju infiltrasi konstan pada HT dan KCR
termasuk kedalam kelas cepat. Pada KCTR laju infiltrasi konstan termasuk kelas
sedang hingga cepat. Dari ketiga penggunaan lahan tersebut terlihat bahwa HT
memiliki laju infiltrasi yang paling tinggi dari awal (75 cm jam-1) hingga konstan
(23,4 cm jam-1) dan paling stabil dibandingkan dengan KCR dan KCTR.
Pada penggunaan lahan KCR terlihat laju infiltrasi konstan lebih tinggi
daripada KCTR. Hal ini dipengaruhi oleh nilai indeks stabilitas agregat (ISA),
dimana pada KCR memiliki nilai ISA yang lebih tinggi (560,4) dibandingkan
pada KCTR (262,3). Semakin stabil agregat tanah akan menghasilkan
kontinyuitas pori yang stabil pula dimana pori tanah tidak mudah hancur dan
tertutup oleh tanah sehingga kapasitas infiltrasi tanah menjadi lebih besar.
Laju Infiltrasi Awal
Laju infiltrasi awal (t = 0.016 jam) tertinggi pada penggunaan lahan HT.
Meskipun memiliki kadar air awal yang lebih tinggi (67,3%) dibandingkan
penggunaan lahan lainnya tetapi HT memiliki porositas (73,5%) serta pori makro
(24,3%) yang lebih tinggi sehingga mempermudah air masuk kedalam tanah.
Arsyad (2010) mengemukakan bahwa selain dipengaruhi oleh kelembaban tanah
laju infiltrasi juga turut dipengaruhi oleh ukuran pori tanah, dimana semakin besar
ukuran pori maka air akan mudah masuk kedalam tanah.
Penggunaan lahan KCR memiliki laju infiltrasi awal yang lebih tinggi
dibandingkan dengan KCTR. Faktor yang lebih mempengaruhi laju infiltrasi awal

13

Laju Infiltrasi (cm jam-1)

pada KCR dan KCTR yaitu kadar air tanah awal. KCR memiliki kadar air tanah
awal yang lebih rendah (43,05%) dibandingkan dengan KCTR (47,85%). Kadar
air tanah awal yang rendah dapat menyebabkan hisapan matriks yang
menyebabkan air akan masuk ke dalam tanah lebih cepat atau lebih banyak,
sehingga tanah – tanah yang lebih kering memiliki kemampuan menarik dan
memasukkan air lebih besar (Arstad 2010). Sedangkan PDSC mampu
mempercepat laju infiltrasi karena memiliki ukuran pori yang lebih besar sehingga
lebih mudah dilalui air. Grafik laju infiltrasi awal dapat dilihat pada Gambar 6.
80
70
60
50
40
30
20
10
0

75 a

45 ab
24 b

Hutan Tanaman

Kebun Campuran
Rapat

Kebun Campuran
Tidak Rapat

Gambar 6 Laju infiltrasi awal pada setiap penggunaan lahan
Berdasarkan hasil análisis ANOVA menunjukkan bahwa laju infiltrasi awal
tidak berbeda nyata pada penggunaan lahan HT dan KCR, sedangkan HT dengan
KCTR memiliki nilai yang berbeda nyata , begitupun dengan KCR dan KCTR
memiliki nilai yang tidak berbeda nyata pada taraf (p