Perbaikan Ruang Tumbuh Umbi Uwi (Dioscorea Alata L) Dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Dan Produktivitas Umbi

PERBAIKAN RUANG TUMBUH UMBI UWI (Dioscorea alata L)
DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
PRODUKTIVITAS UMBI

ROMADHONA ABDILLAH

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perbaikan Ruang
Tumbuh Umbi Uwi (Dioscorea alata L) dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan
dan Produktivitas Umbi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
dan tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya saya ini kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

Romadhona Abdillah
NIM A24100054

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan
pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait

ABSTRAK
ROMADHONA ABDILLAH. Perbaikan Ruang Tumbuh Umbi Uwi (Dioscorea
alata L) dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Umbi.
Dibimbing oleh EKO SULISTYONO.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui metode modifikasi ruang
tumbuh umbi Dioscorea alata untuk menghasilkan pertumbuhan dan
produktivitas umbi yang maksimal. Bibit yang digunakan berupa umbi dari
Dioscorea alata aksesi Ponorogo. Penelitian dilakukan bulan Maret sampai
Desember 2014 di Kebun Percobaan Sawah Baru IPB, Bogor, Jawa Barat dengan

ketinggian ± 250 meter di atas permukaan laut. Rancangan yang digunakan
berupa Rancangan Acak Kelompok dengan 1 faktor perlakuan. Terdapat lima
perlakuan yaitu (M0) tanpa lubang tanam, (M1) dengan lubang tanam, (M2)
dengan lubang tanam, ditambah sekam (50% volume lubang), (M3) dengan
lubang tanam, ditambah sekam (50% volume lubang) dan pupuk kandang (25%
volume lubang), (M4) dengan lubang tanam, ditambah pupuk kandang (25%
volume lubang). Pada karakteristik fisik tanah, tanah dengan perbaikan ruang
tumbuh umbi berupa penambahan lubang tanam, sekam dan pupuk kandang
memiliki nilai bobot jenis tanah terendah dan nilai kapasitas lapang tanah
tertinggi. Pada fase pertumbuhan vegetatif, tanaman dengan perbaikan ruang
tumbuh umbi berupa penambahan lubang tanam, sekam dan pupuk kandang
memiliki rataan nilai jumlah cabang tertinggi dan rataan nilai pertambahan jumlah
daun secara umum tertinggi. Pada peubah pertambahan tinggi tanaman nilainya
tidak berbeda signifikan untuk semua modifikasi perbaikan ruang tumbuh umbi.
Pada hasil produksi umbi, perbaikan ruang tumbuh umbi tidak memberikan
perbedaan yang signifikan terhadap berbagai peubah produksi umbi seperti bobot
basah umbi, bobot kering umbi, kadar air umbi, panjang umbi dan diameter umbi.
Hubungannya dengan karakteristik tanah, tanah dengan nilai bobot jenis tanah
0.883 g/cm3 masih sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan Dioscorea alata.
Kata kunci: bobot jenis tanah, bobot basah umbi, pupuk kandang, sekam.


ABSTRACT
ROMADHONA ABDILLAH. Improvement of Tuber Growth Space of Yam
(Dioscorea alata L) and the Effect on the Growth and the Productivity of Tuber.
Supervised by EKO SULISTYONO.
This study was aimed to determine the tuber growth space modification
method of Dioscorea alata to produce maximum growth and tuber productivity.
Seeds which used was from the tubers of Dioscorea alata accession of Ponorogo.
The field experiment was conducted from March to December 2014 at Sawah
Baru experimental field of IPB, Bogor, West Java, with a height of ± 250 meters
above sea level. The design used is randomized block design with one factor.
There are five treatment that is (M0) without the planting hole, (M1) with the
planting hole, (M2) with the planting hole, plus husks (50% of the hole’s volume),
(M3) with the planting hole, plus husks (50% of the hole’s volume) and manure

(25% of the hole’s volume), (M4) with the planting hole, plus manure (25% of the
hole’s volume). For the physical characteristics of the soil, soil with tuber growth
space improvements such as the addition of planting hole, husks and manure has
the lowest value of soil density and the highest value of soil field capacity. For the
vegetative growth phase, plants with tuber growth space improvements such as

the addition of planting hole, husks and manure has the highest average value of
the number of branches and generally highest average value of the growing
number of leaves. As for the plant height increment variable, the value is not
significantly different for all improvement modifications of tuber growth space.
For the production of tuber, improvements of tuber growth space does not give a
significant difference to all variables of tubers production, such as wet weight of
tuber, dry weight of tuber, moisture content of tuber, length of tuber, and diameter
of tuber. In conjunction with soil characteristics, land with the soil density value
of 0.883 g/cm3 is still appropriate for the growth and development of Dioscorea
alata.
Key words: manure, rice husk, soil density, wet weight of tuber.

PERBAIKAN RUANG TUMBUH UMBI UWI (Dioscorea alata L)
DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
PRODUKTIVITAS UMBI

ROMADHONA ABDILLAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

: Perbaikan Ruang Tumbuh Umbi Uwi (Dioscorea alata L) dan
Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Umbi
Nama : Romadhona Abdillah
NIM : A24100054

Judul

Disetujui oleh

Dr Ir Eko Sulistyono, MSi

Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MSc. Agr
Ketua Departemen

Tanggal lulus:

i

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga laporan penelitian ini dapat
diselesaikan dengan baik. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan
sejak bulan Maret 2014 hingga Desember 2014 ini adalah Perbaikan Ruang
Tumbuh Umbi Uwi (Dioscorea alata L) dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan
dan Produktivitas Umbi.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr Ir Eko Sulistyono, MSi
selaku dosen pembimbing skripsi, Dr Ir Endang Murniati, MS dan Dr Ir Heni

Purnamawati, MSc.Agr selaku dosen pembimbing akademik, yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Selain itu, ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua, serta seluruh kerabat dan
rekan-rekan yang telah memberikan doa serta dukungan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2015

Romadhona Abdillah

i

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Hipotesis

TINJAUAN PUSTAKA
Informasi Umum Dioscorea alata
Syarat Tumbuh Tanaman Dioscorea alata
Budidaya Tanaman Dioscorea alata
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Percobaan
Bahan
Alat
Prosedur Percobaan
Rancangan Percobaan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Pengamatan Awal Tanah
Pertambahan tinggi Tanaman
Pertambahan jumlah Daun
Jumlah Cabang
Peubah Produksi
Pembahasan Umum
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

ii
ii
ii
1
1
2
2
2
2
3
4
4
4
4
5

5
7
8
8
9
10
11
13
15
15
18
18
18
19
21
25

ii

DAFTAR TABEL

1 Bobot jenis tanah dan kapasitas lapang tanah rata-rata pada berbagai
perlakuan perbaikan ruang tumbuh umbi
2 Rata-rata pertambahan tinggi tanaman pada berbagai perlakuan
perbaikan ruang tumbuh umbi
3 Rata-rata pertambahan jumlah daun pada berbagai aplikasi perbaikan
ruang tumbuh umbi
4 Rata-rata jumlah cabang pada berbagai perlakuan perbaikan ruang
tumbuh umbi
5 Rata-rata bobot umbi per tanaman, ukuran umbi, dan kadar air umbi
pada berbagai perlakuan perbaikan ruang tumbuh umbi

9
10
12
14
15

DAFTAR GAMBAR
1 Organ-organ tanaman Dioscorea alata (daun, batang, bunga, buah,
umbi)
2 Pemotongan umbi dan pemberian abu gosok
3 Bentuk tempat pembibitan
4 Layout lahan penelitian
5 Grafik rata-rata pertambahan tinggi tanaman pada berbagai perlakuan
perbaikan ruang tumbuh umbi
6 Grafik rata-rata pertambahan jumlah daun pada berbagai perlakuan
perbaikan ruang tumbuh umbi
7 Grafik rata-rata jumlah cabang pada berbagai perlakuan perbaikan
ruang tumbuh umbi

3
5
5
6
11
13
14

DAFTAR LAMPIRAN
1 Data iklim bulanan bulan Maret – Desember 2014
2 Contoh perhitungan bobot jenis tanah
3 Contoh perhitungan kapasitas lapang tanah (berdasarkan bobot kering
tanah)
4 Contoh perhitungan kadar air umbi (berdasarkan bobot basah umbi)
5 Contoh perhitungan bobot kering umbi per tanaman
6 Keadaan tanaman di lahan penelitian
7 Pemanenan umbi uwi
8 Penghitungan bobot jenis tanah
9 Penghitungan kadar air umbi

21
21
21
22
22
22
23
23
24

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Saat ini isu tentang ketahanan pangan dan diversifikasi pangan di
Indonesia sedang ramai dibicarakan. Penyebabnya tidak lain adalah karena
pertumbuhan penduduk Indonesia yang pesat dengan jumlah mencapai 237 juta
jiwa (BPS 2010), serta peningkatan produksi beras di Indonesia yang tidak stabil,
sehingga terjadi impor beras tiap tahunnya. Ketahanan pangan lokal bisa
dilakukan dengan memanfaatkan potensi pangan non-beras di Indonesia. Ada
berbagai bahan pangan alternatif yang bisa dikonsumsi untuk pengganti beras
sebagai sumber karbohidrat, salah satunya adalah dari tanaman Dioscorea.
Dioscorea sudah sejak lama dikenal dan dimanfaatkan dalam kehidupan manusia.
Pengguna tanaman ini juga luas mulai dari negara maju sampai negara
berkembang, dan bentuk penggunaannya bervariasi. Dua bentuk pemanfaatan
Dioscorea yang menonjol adalah sebagai bahan pangan dan obat. Salah satu
spesies yang terdapat di Indonesia adalah Dioscorea alata L (uwi, ubi kelapa,
keribang, water yam).
Menurut Epriliati (2000) terdapat beberapa keunggulan Dioscorea sebagai
bahan pangan: Umbi Dioscorea berukuran besar dengan kandungan karbohidrat
yang tinggi mencapai 75-84%, mempunyai potensi untuk menurunkan gula darah
sehingga dapat dikonsumsi oleh penderita diabetes mellitus, dan kandungan
mineral yang lebih besar dibandingkan umbi-umbian lain. Selain itu, umbi
Dioscorea juga memilki kadar inulin yang cukup tinggi. Disebutkan Winarti
(2011), kadar inulin pada Dioscorea alata berkisar 14,77% (db), kadar abu
berkisar 0,59 - 1,83%, dan tekstur antara 0,012-0,055 (mm/g.dt). Produktivitas
Dioscorea alata mencapai 12-35 ton perhektar (Widodo 1995), sedangkan
menurut Herison et al. (2010) potensi produksi Dioscorea alata sendiri mencapai
40 ton perhektar.
Bentuk olahan dari Dioscorea alata sebagian besar masih sederhana, yaitu
dikonsumsi dalam bentuk umbi utuh. Potensi pengolahan Dioscorea sebenarnya
seluas pemanfaatan bahan pangan sumber pati lainnya, akan tetapi belum
dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat. Contoh potensi pengolahan yang
dimaksud adalah penepungan umbi, produk pasta, bahan pengental puding, dan
saus. Sifat fungsional utama produk-produk tersebut mencakup efek hipoglisemik
untuk penderita diabetes (Epriliati 2000).
Penanaman Dioscorea jarang menggunakan pupuk kimia/anorganik,
karena selain penggunaan pupuk kimia lebih diprioritaskan ke komoditas pokok
nasional (misal: padi dan jagung), tanaman Dioscorea cenderung lebih kuat dan
tahan terhadap cekaman lingkungan meskipun hanya menggunakan teknik
budidaya secara organik. Walaupun begitu, produktivitas tanaman Dioscorea di
Indonesia masih belum optimal. Peningkatan produktivitas Dioscorea alata secara
organik bisa dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan menggunakan
pupuk kandang, penambahan sekam, maupun dengan cara tanam yang tepat.
Perbaikan ruang tumbuh dalam konteks cara tanam yang tepat sangat
berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan umbi. Agricultural Research

2

Service of US Dept. of Agriculture (1976) menyatakan bahwa umbi Dioscorea
alata berkembang dengan baik pada tanah jenis liat bersolum dalam dengan
drainase baik, ruang tumbuh umbi yang luas, dan penyangga batang yang tinggi
dan kuat. Hal ini dikarenakan dengan ruang tumbuh yang baik pembentukan umbi
di dalam tanah tidak akan terhambat, serta sirkulasi udara dan air yang baik akan
membuat pertumbuhan umbi optimal. Perbaikan ruang tumbuh umbi dapat
dilakukan dengan pembuatan lubang tanam dan penambahan bahan organik.
.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode modifikasi ruang
tumbuh umbi Dioscorea alata yang dapat menghasilkan pertumbuhan dan
produktivitas umbi yang maksimal.

Hipotesis
Diperoleh perlakuan lubang tanam, penambahan sekam dan pupuk
kandang paling optimal untuk pertumbuhan dan produksi umbi.

TINJAUAN PUSTAKA

Informasi Umum Dioscorea alata
Klasifikasi spesies Dioscorea alata secara taksonomi dari yang tertinggi
adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae/Tumbuhan
Subkingdom : Tracheobionta/Tumbuhan Berpembuluh
Superdivisi : Spermatophyta/Tumbuhan Berbiji
Divisi
: Magnoliophyta/Tumbuhan Berbunga
Kelas
: Liliopsida/Monokotil
Subkelas
: Lilidae
Ordo
: Liliales
Famili
: Dioscoreaceae/Yam Family
Genus
: Dioscorea L./Yam
Spesies
: Dioscorea alata
(O'Hair, 1990)
Dioscorea alata memiliki batang berwarna hijau atau ungu, daun
berbentuk hati dan berpasangan sepanjang batang. Daun berbentuk hati dengan
ukuran dan warna yang bervariasi bergantung pada varietas. Ukuran daun berkisar
antara panjang 10 – 30 cm, dan lebar 5 – 20 cm, tangkai daun antara 6 – 12 cm.
Bunga muncul pada ketiak daun paling atas. Bunga jantan tumbuh pada ketiak
cabang dalam bentuk malai sepanjang sekitar 25 cm dan berwarna hijau. Bunga

3

betina berbentuk malai yang lebih pendek. Buah berukuran panjang 3.5 cm, lebar
2.5 cm bersayap tiga, dengan biji juga bersayap. Tanaman memiliki umbi tunggal
dengan bentuk tidak beraturan dan ukuran, tekstur dan warna yang bervariasi.
(French 2006).

Batang Dioscorea alata

Daun Dioscorea alata

Bunga Dioscorea alata

Buah Dioscorea alata

Umbi Dioscorea alata

Gambar 1 Organ-organ tanaman Dioscorea alata (daun, batang, bunga, buah,
umbi)
Syarat Tumbuh Tanaman Dioscorea alata
Menurut pustaka dari Kementan (2013) Uwi umumnya ditanam di lahanlahan kering seperti tegalan, ladang dan kebun, Tanaman ini tumbuh ditanah
datar hingga ketinggian 800 mdpl, tetapi dapat juga tumbuh pada ketinggian 2 000
mdpl. Tanaman ini dapat tumbuh optimal pada curah hujan 1 000 – 1 500
mm/tahun dengan kelembaban (RH) berkisar 40%. Tanaman ini akan tumbuh
baik bila ditanam pada tanah dengan pH 5.5 – 6.5. Selain itu, tanaman Dioscorea

4

alata dikenal toleran pada lahan yang miskin hara dan lahan dengan keadaan
minim air.
Pada musim kemarau umbi Dioscorea alata mengalami masa istirahat, dan
menjelang musim hujan umbi ini akan bertunas. Umbi yang telah bertunas akan
digunakan sebagai bibit, dan oleh karena itu penanaman Dioscorea alata
umumnya dilakukan pada musim hujan. Setelah masa tanam 9-12 bulan, umbinya
dapat dipanen (Plantus 2008).
Budidaya Tanaman Dioscorea alata
Tanaman ini umumnya dibudidayakan dalam pekarangan, tanpa perlakuan
budidaya intensif seperti irigasi dan pemupukan, seperti dikutip dari Balitkabi
(2013) bahwa Dioscorea secara alami bersifat toleran naungan dan kekeringan,
hidup merambat dan menghasilkan umbi di dalam tanah. Perbanyakan yang biasa
digunakan adalah menggunakan tunas umbi. Penanaman intensif Dioscorea alata
umumnya dilakukan secara tumpang sari dengan tanaman budidaya lainnya. Jika
ditanam secara monokultur maka menggunakan jarak tanam 1 x 1 m.
Menurut Saleh (2011) jika tanaman ini ditanam pada lahan yang tergenang
di musim hujan maka budidaya yang dilakukan adalah dengan sistem surjan. Pada
musim kemarau budidaya dilakukan dengan sistem monokultur.
Pada budidaya Dioscorea alata juga menggunakan rambatan/lanjaran,
yang berfungsi sebagai tempat merambat batang tanaman, sehingga tanaman lebih
banyak mendapatkan cahaya matahari. Dari hasil penelitian Mirza (2005)
menjelaskan bahwa tinggi lanjaran berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif
dan produksi umbi Dioscorea alata. Hal ini membuktikan bahwa lanjaran menjadi
salah satu komponen penting dalam budidaya tanaman Dioscorea alata.

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Percobaan
Percobaan ini dilaksanakan pada bulan Maret 2014 sampai Desember
2014 di lahan penelitian Kebun Percobaan Sawah Baru Institut Pertanian Bogor,
dan Laboratorium Pasca Panen Departemen AGH Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor. Lahan berukuran 10 x 8 m berada di lokasi dengan ketinggian
tempat ± 250 mdpl.
Bahan
Bahan tanaman yang digunakan adalah bibit Dioscorea alata yang didapat
dari pemotongan umbi, pupuk kandang sapi, pupuk anorganik (Urea, SP-36, dan
KCl), sekam, paranet 2 x 1 m, furadan, bambu sepanjang 65 cm (4 buah), dan
bambu sepanjang 2 m (25 buah).

5

Alat
Alat-alat yang digunakan adalah alat pengolah tanah (cangkul dan linggis),
arit, meteran, pisau, penggaris, timbangan, oven, alumunium foil, gunting, dan
alat tulis.
Prosedur Percobaan
Persiapan Bahan Tanam
Bahan tanam didapatkan dari pemotongan umbi Dioscorea alata aksesi
Ponorogo. Umbi dipotong dengan pisau kira-kira sebesar kepalan tangan, dengan
bentuk yang tidak seragam mengikuti bentuk umbi. Kemudian hasil potongan
umbi ditaburi abu gosok di bagian luka untuk mengurangi hilangnya air,
mengurangi hilangnya nutrisi dalam umbi, dan menghambat pembusukan di
bagian luka.

Gambar 2 Pemotongan umbi dan pemberian abu gosok
Pembibitan
Lahan berukuran 2 x 1 m dibersihkan dan diolah, kemudian ditambahkan
sekam dan pupuk kandang secukupnya. Bambu berukuran 65 cm ditancapkan di
tiap ujung, kemudian paranet dipasang di atas bambu sebagai penaung. Bahan
tanam ditanam di tempat pembibitan dengan jarak tanam 20 x 20 cm, dan
ditambahkan furadan untuk mengurangi serangan hama dalam tanah. Bahan
tanam harus dalam keadaan tertutup tanah penuh.

Gambar 3 Bentuk tempat pembibitan

6

Persiapan Lahan
Lahan yang akan digunakan dibersihkan dari sampah, baik organik
maupun nonorganik, serta dibersihkan dari semua jenis tanaman. Pada lahan
tersebut dibuat lubang tanam berukuran 40 x 40 x 30 cm dengan jarak 1 x 1 m
sebanyak 20 lubang untuk semua perlakuan kecuali perlakuan kontrol (tanpa
lubang tanam). Sebelumnya telah dilakukan pengacakan perlakuan dalam layout
penelitian. Persiapan dan pengolahan tanah ini dilakukan seminggu sampai dua
hari sebelum pindah tanam.

Gambar 4 Layout lahan penelitian
Pindah Tanam dan Penyulaman
Sekam dan pupuk kandang ditambahkan ke lubang tanam sesuai dengan
perlakuan dan ulangan, kemudian tanah ditambahkan sampai lubang tanam penuh
dan diaduk sampai rata. Tidak ada standar pasti dalam menentukan bibit siap
tanam dikarenakan dalam praktek budidaya Dioscorea alata umumnya bahan
tanam langsung ditanam tanpa melalui tahap pembibitan. Dalam beberapa
penelitian bibit dipindah ke lahan dalam waktu yang seragam. Bibit yang
dipindahkan adalah tanaman yang sudah memiliki batang dan beberapa ruas daun.
Pada penelitian ini bibit dipindahkan dari tempat pembibitan ke lubang tanam
yang telah dibuat pada umur 6 – 7 minggu setelah tanam. Bagian umbi dari bibit
harus dalam keadaan tertutup tanah penuh. Bambu sepanjang 2 m ditancapkan di
sebelah tiap lubang tanam setelah pindah tanam selesai, sebagai lanjaran tempat
merambat batang tanaman. Penyulaman dilakukan pada 2 MST untuk mengganti
tanaman yang mati setelah pindah tanam.

7

Pemupukan
Pemupukan yang dilakukan berupa pemupukan dasar dan dilakukan dua
kali. Pemupukan pertama dilakukan pada 1 MST dengan dosis 10 g Urea, 10 g
KCl, dan 15 g SP-36. Pemupukan kedua dilakukan pada 4 MST dengan dosis
yang sama. Pemberian pupuk dilakukan dengan cara disebar merata di sekitar
tanaman.
Pemeliharaan
Pemeliharaan berupa pengendalian gulma yang dilakukan secara manual
oleh tenaga kerja setempat. Waktu pengendalian disesuaikan dengan keadaan
lahan.
Pengamatan
Terdapat tiga jenis pengamatan yang dilakukan pada percobaan ini, yaitu
pengamatan terhadap tanah, pertumbuhan tanaman, dan hasil produksi.
Pengamatan terhadap tanah dilakukan sebelum pindah tanam, pengamatan
terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman dilakukan setelah pindah tanam sampai
senescence, dan pengamatan terhadap hasil umbi dilakukan setelah panen. Panen
dilakukan pada saat umur tanaman 26 MST.
Pengamatan terhadap tanah meliputi:
1. Penghitungan bobot jenis tanah, dengan mengambil sampel tanah pada
volume 125 cm3 dari tiap satuan percobaan kemudian dioven dan ditimbang
bobot keringnya. Contoh perhitungan terdapat pada lampiran 2.
2. penghitungan kapasitas lapang tanah, dengan mengambil sampel tanah dari
tiap satuan percobaan kemudian ditimbang bobot basah dan bobot keringnya
(setelah dioven). Contoh perhitungan terdapat pada lampiran 3.
Pengamatan yang dilakukan terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman meliputi:
1. Pertambahan tinggi tanaman batang utama. Tinggi tanaman diukur dari
permukaan tanah sampai ujung tangkai daun terpanjang, dilakukan tiap dua
minggu.
2. Pertambahan jumlah daun pada batang utama dan cabang. Jumlah daun
dihitung yang telah membuka sempurna dan dilakukan tiap dua minggu.
3. Jumlah cabang per tanaman dihitung tiap 2 minggu.
Pengamatan yang dilakukan terhadap umbi (setelah panen) meliputi:
1. Bobot panen umbi per tanaman (bobot basah dan bobot kering). Contoh
perhitungan bobot kering umbi per tanaman terdapat pada lampiran 5.
2. Ukuran umbi (panjang dan diameter umbi).
3. Kadar air umbi. Contoh perhitungan kadar air umbi terdapat pada lampiran 4.
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan
satu faktor perlakuan. Terdapat lima perlakuan yaitu (M0) tanpa lubang tanam,
(M1) dengan lubang tanam, (M2) dengan lubang tanam, ditambah sekam (50%
volume lubang), (M3) dengan lubang tanam, ditambah sekam (50% volume
lubang) dan pupuk kandang (25% volume lubang), (M4) dengan lubang tanam,
ditambah pupuk kandang (25% volume lubang). Tiap perlakuan diulang lima kali

8

dan tiap unit percobaan terdiri atas satu tanaman Dioscorea alata, sehingga ada 25
satuan percobaan. Model aditif linier dari rancangan tersebut adalah:
Yij = μ + αi + βj + εij
Keterangan:
Yij
= nilai pengamatan peubah Y pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j.
i
= 1,2,3,4,5
j
= 1,2,3,4,5
μ
= nilai tengah umum
αi
= pengaruh perlakuan ke-i
βj
= pengaruh kelompok ke-j
εij
= pengaruh galat percobaan perlakuan ke-i, kelompok ke-j
Prosedur Analisis Data
Data pengamatan yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji sidik
ragam (uji F) pada taraf 5%. Apabila hasil sidik ragam (uji F) menunjukkan
pengaruh nyata pada taraf 5%, maka dilakukan uji lanjut dengan Uji Jarak
Berganda Duncan (DMRT).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Kegiatan penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai Desember 2014.
Selama penelitian, kegiatan penyiraman tidak dilakukan. Hal ini dikarenakan
tanaman Diocorea alata merupakan tanaman yang resisten terhadap keadaan
minim air, sehingga irigasi hanya mengandalkan curah hujan yang pada saat
pembibitan dan awal penanaman sangat tinggi. Semua perlakuan perbaikan ruang
tumbuh umbi diaplikasikan, kemudian diambil sampel tanah untuk penghitungan
bobot jenis tanah dan kadar air pada kapasitas lapang tanah.
Pada kegiatan pembibitan, umbi mulai bertunas pada 5 - 7 minggu setelah
tanam (MST). Persentase daya tumbuh pada pembibitan sekitar 82%. Pindah
tanam dilakukan pada 6 – 7 minggu setelah penanaman bahan tanam. Persentase
daya tumbuh setelah penanaman sekitar 84%. Pemupukan dasar dilakukan pada 1
MST dan 4 MST dengan dosis yang sama untuk semua perlakuan dan ulangan,
yaitu 10 g Urea, 10 g KCl dan 15 g SP-36. Umbi dipanen pada 26 minggu setelah
pindah tanam.
Serangan hama dan penyakit pada tanaman antara lain: walang sangit,
belalang, dan ulat. Pengaruh hama tersebut tidak signifikan, sehingga tidak
dilakukan pengendalian teknis (kimia). Pengendalian yang dilakukan hanya
berupa pengendalian gulma secara manual.
Pada data hasil penelitian sebelum dilakukan analisis sidik ragam, data
pada peubah pertambahan tinggi tanaman, pertambahan jumlah daun, bobot basah
umbi per tanaman, dan bobot kering umbi per tanaman dilakukan transformasi

9

data menggunakan transformasi data log x. hal ini disebabkan nilai koefisien
keragaman data yang tinggi pada peubah-peubah yang diamati tersebut. Onwueme
(1979) menyebutkan bahwa salah satu sifat umum dalam penanaman uwi adalah
adanya keragaman yang tinggi antar tanaman. Bahkan ketika semua kondisi
penanaman seperti jenis tanah, pengolahan lahan, waktu tanam, dsb telah
diseragamkan, tanaman akan tetap memperlihatkan keragaman dalam hal waktu
bertunas, waktu inisiasi umbi, waktu pembesaran umbi, serta hasil produksi.
Pengamatan Awal Tanah
Karakteristik pada tanah yang diamati dalam penelitian ini antara lain
bobot jenis tanah dan kadar air pada kapasitas lapang tanah. Hasil analisis ragam
memperlihatkan bahwa perbaikan ruang tumbuh umbi berpengaruh sangat nyata
terhadap bobot jenis tanah dan kapasitas lapang tanah.
Tabel 1 memperlihatkan bahwa peubah bobot jenis tanah yang diamati
pada perlakuan penambahan lubang tanam, sekam dan pupuk kandang (M3)
memiliki nilai terendah dan berbeda nyata dengan perlakuan penambahan lubang
tanam saja (M1), penambahan lubang tanam dan pupuk kandang (M4), dan
kontrol, namun tidak nyata berbeda dengan perlakuan penambahan lubang tanam
dan sekam (M2). Nilai tertinggi untuk bobot jenis tanah dihasilkan oleh kontrol
yaitu 0.883 g/cm3. Sedangkan untuk peubah kapasitas lapang tanah, perlakuan
penambahan lubang tanam, sekam dan pupuk kandang memiliki nilai tertinggi
dan berbeda nyata dengan perlakuan penambahan lubang tanam, penambahan
lubang tanam dan pupuk kandang, dan kontrol, namun tidak berbeda nyata dengan
perlakuan penambahan lubang tanam dan sekam. Nilai terendah untuk kapasitas
lapang tanah dihasilkan oleh kontrol yaitu 33.97%.
Tabel 1 Bobot jenis tanah dan kapasitas lapang tanah rata-rata pada berbagai
perlakuan perbaikan ruang tumbuh umbi.
Kapasitas lapang tanah
Perlakuan
Bobot jenis tanah (g/cm3)
(%)
M0
0.883 a
33.97 d
M1
0.778 b
37.27 c
M2
0.654 c
40.90 ab
M3
0.585 c
42.70 a
M4
0.750 b
38.40 bc
a

Angka pada kolom yang sama, diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada
taraf uji 5% (uji DMRT).
Keterangan : - M0 tanpa lubang tanam
- M1 dengan lubang tanam
- M2 dengan lubang tanam, ditambah sekam
- M3 dengan lubang tanam, ditambah sekam dan pupuk kandang
- M4 dengan lubang tanam, ditambah pupuk kandang

Bobot jenis tanah adalah berat kering fase padat tanah dalam satuan
volume total tanah. Menurut Agus et al. (2006) nilai dalam bobot jenis tanah
bervariasi antara satu titik dengan titik yang lain yang disebabkan oleh variasi
kandungan bahan organik, tekstur tanah, struktur tanah, dan lain-lain. Selain itu,
nilai bobot jenis tanah sangat dipengaruhi oleh pengelolaan yang dilakukan

10

terhadap tanah seperti pengolahan lahan maupun penambahan bahan organik.
Nilai bobot jenis tanah yang rendah berarti tanah tersebut mengandung bahan
organik yang tinggi, memiliki ruang pori total yang tinggi, serta memiliki struktur
tanah yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Perlakuan
penambahan lubang tanam, sekam dan pupuk kandang memiliki nilai bobot jenis
tanah terendah disebabkan adanya pembuatan lubang tanam serta penambahan
pupuk kandang dan sekam.
Tanah dengan bobot jenis tanah rendah juga berpengaruh dengan
kemampuan tanah dalam menyimpan air, yang disebabkan adanya ruang pori total
yang tinggi. Oleh karena itu perlakuan penambahan lubang tanam, sekam dan
pupuk kandang yang memiliki nilai bobot jenis tanah rendah juga memiliki
kapasitas lapang tanah yang tinggi. Tanah dengan bobot jenis tanah yang rendah
dan kapasitas lapang tanah yang tinggi memiliki korelasi positif dalam
mendukung pertumbuhan serta perkembangan tanaman.
Pertambahan Tinggi Tanaman
Menurut data hasil penelitian, pertambahan tinggi rata-rata tanaman pada 4
MST hingga 20 MST dengan perbaikan ruang tumbuh umbi seperti penambahan
lubang tanam (M1), penambahan lubang tanam dan sekam (M2), penambahan
lubang tanam, sekam dan pupuk kandang (M3), serta penambahan lubang tanam
dan pupuk kandang (M4) tidak berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol (Tabel
2). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbaikan ruang tumbuh umbi tidak
berpengaruh nyata dalam peningkatan pertambahan tinggi tanaman di setiap dua
minggu pengamatan. Transformasi data log x dilakukan karena koefisien
keragaman data yang tinggi.
Tabel 2 Rata-rata tinggi tanaman dan pertambahan tinggi tanaman pada berbagai
perlakuan perbaikan ruang tumbuh umbi.
Tinggi tanaman dan pertambahan tinggi tanaman (cm)
Umur
(MST)
M0
M1
M2
M3
M4
2
21.8
91.2
78.0
77.4
72.6
4
98.4 (76.6) 157.2 (66.0) 149.0 (71.0) 150.4 (73.0) 144.0 (71.4)
6
140.2 (41.8) 187.6 (30.4) 182.6 (33.6) 188.0 (37.6) 183.6 (39.6)
8
181.0 (40.8) 213.6 (26.0) 215.8 (33.2) 222.0 (34.0) 215.8 (32.2)
10
223.8 (42.8) 235.6 (22.0) 245.8 (30.0) 250.8 (28.8) 243.8 (28.0)
12
247.8 (24.0) 252.4 (16.8) 264.0 (18.2) 268.8 (18.0) 262.4 (18.6)
14
264.2 (16.4) 265.2 (12.8) 280.6 (16.6) 284.2 (15.4) 278.2 (15.8)
16
273.6 ( 9.4) 273.0 ( 7.8) 288.6 ( 8.0) 293.6 ( 9.4) 287.8 ( 9.6)
18
278.8 ( 5.2) 277.6 ( 4.6) 294.4 ( 5.8) 299.0 ( 5.4) 293.0 ( 5.2)
20
281.0 ( 2.2) 278.8 ( 2.0) 296.2 ( 1.8) 301.0 ( 2.0) 294.2 ( 1.4)
a

Angka dalam kurung adalah pertambahan tinggi, angka tanpa kurung adalah tinggi tanaman
Angka dalam kurung pada baris yang sama, diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan
berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji DMRT), dengan menggunakan transformasi data log x.
Keterangan : - M0 tanpa lubang tanam
- M1 dengan lubang tanam
- M2 dengan lubang tanam, ditambah sekam
- M3 dengan lubang tanam, ditambah sekam dan pupuk kandang
- M4 dengan lubang tanam, ditambah pupuk kandang
b

11

Gambar 5 menunjukkan bahwa pertambahan tinggi rata-rata tanaman
cenderung sangat pesat pada periode awal setelah pindah tanam untuk semua
perlakuan. Ketika tanaman berumur 6 MST hingga 18 MST pertambahan tinggi
rata-rata tanaman cenderung menurun dan mendekati nol pada 20 MST untuk
semua perlakuan. Pada tanaman berumur lebih dari 20 MST tanaman mulai
mengalami senescence dan tinggi tanaman cenderung konstan dan mengalami
penurunan, sehingga pertambahan tinggi tanaman bernilai negatif. Nilai rata-rata
pertambahan tinggi tanaman tertinggi dihasilkan tanaman kontrol yaitu 76.6 cm
pada 4 MST. Nilai rata-rata pertambahan tinggi tanaman tertinggi secara umum
juga dihasilkan oleh tanaman kontrol, yang memiliki nilai tertinggi pada 4 – 12
MST dan 20 MST.

Pertambahan Tinggi Tanaman (cm)

90
80
70
60
M0

50

M1

40

M2

30

M3

20

M4

10
0

4

Keterangan : -

6

8

10
12
14
16
Umur Tanaman (MST)

18

20

M0 tanpa lubang tanam
M1 dengan lubang tanam
M2 dengan lubang tanam, ditambah sekam
M3 dengan lubang tanam, ditambah sekam dan pupuk kandang
M4 dengan lubang tanam, ditambah pupuk kandang

Gambar 5 Grafik rata-rata pertambahan tinggi tanaman pada berbagai perlakuan
perbaikan ruang tumbuh umbi
Pertambahan Jumlah Daun
Menurut data hasil penelitian (Tabel 3), perbaikan ruang tumbuh umbi
dengan penambahan lubang tanam, sekam dan pupuk kandang (M3) memiliki
nilai rata-rata pertambahan jumlah daun yang berbeda nyata dengan perlakuan
penambahan lubang tanam saja (M1), penambahan lubang tanam dan sekam (M2)
serta kontrol (M0) ketika tanaman berumur 8 MST. Pada 16 MST, perlakuan
penambahan lubang tanam dan sekam, dan penambahan lubang tanam, sekam dan

12

pupuk kandang memiliki nilai rata-rata pertambahan jumlah daun yang berbeda
nyata terhadap perlakuan penambahan lubang tanam dan pupuk kandang serta
kontrol.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbaikan ruang tumbuh umbi
memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan jumlah daun pada umur
8 MST dan 16 MST. Pada 4 - 6 MST, 10 – 12 MST dan 18 – 20 MST
menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata. Transformasi data log x
dilakukan karena koefisien keragaman data yang tinggi.
Tabel 3 Rata-rata jumlah daun dan pertambahan jumlah daun pada berbagai
aplikasi perbaikan ruang tumbuh umbi.
Jumlah daun dan pertambahan jumlah daun
Umur
(MST)
M0
M1
M2
M3
M4
2
7.4
20.6
17.4
13.0
14.4
4
62.4 ( 55.0) 71.2 ( 50.6)
71.2 ( 53.8)
79.2 ( 66.2)
73.4 ( 59.0)
6
174.2 (111.8) 180.6 (109.4)
194.8 (123.6) 187.4 (108.2) 185.8 (112.4)
8
266.4 ( 92.2) b 267.8 ( 87.2) b 281.8 ( 87.0) b 304.2 (116.8) a 285.6 ( 99.8) ab
10
325.2 ( 58.8) 332.6 ( 64.8)
352.2 ( 70.4) 361.2 ( 57.0) 354.2 ( 68.6)
12
356.8 ( 31.6) 371.0 ( 38.4)
392.4 ( 40.2) 405.2 ( 44.0) 397.4 ( 43.2)
14
385.0 ( 28.2) 402.0 ( 31.0)
424.0 ( 31.6) 435.4 ( 30.2) 435.4 ( 38.0)
16
392.0 ( 7.0) b 409.6 ( 7.6) ab 439.0 ( 15.0) a 450.4 ( 15.0) a 441.4 ( 6.0) b
18
399.4 ( 7.4) 417.2 ( 7.6)
442.6 ( 3.6) 471.2 ( 20.8) 451.0 ( 9.6)
20
370.0 ( -29.4) 383.2 ( -34.0)
401.0 ( -41.6) 413.6 ( -57.6) 416.6 ( -34.4)
a

Angka dalam kurung adalah pertambahan jumlah daun, angka tanpa kurung adalah jumlah daun
Angka dalam kurung pada baris yang sama, diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan
berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji DMRT), dengan menggunakan transformasi data log x.
Keterangan : - M0 tanpa lubang tanam
- M1 dengan lubang tanam
- M2 dengan lubang tanam, ditambah sekam
- M3 dengan lubang tanam, ditambah sekam dan pupuk kandang
- M4 dengan lubang tanam, ditambah pupuk kandang
b

Perlakuan perbaikan ruang tumbuh umbi dapat memberikan ruang bagi
akar untuk tumbuh secara optimal dan penyerapan air dan hara pun menjadi
optimal. Gambar 6 menunjukkan bahwa rata-rata pertambahan jumlah daun
cenderung tinggi pada periode awal setelah pindah tanam dan mengalami
peningkatan hingga umur 6 MST untuk semua taraf perlakuan. Pertambahan
jumlah daun mulai turun pada umur 8 MST, kecuali perlakuan penambahan
lubang tanam, sekam dan pupuk kandang yang masih mengalami peningkatan.
Pada 10 – 18 MST nilai pertambahan jumlah daun cenderung terus turun dan
mendekati nol pada 18 MST. Pertambahan jumlah daun memiliki nilai negatif
ketika tanaman berumur 20 MST, dikarenakan daun sudah mulai kering dan
berguguran. Rata-rata pertambahan jumlah daun tertinggi dihasilkan tanaman
dengan penambahan lubang tanam dan sekam yaitu 123.6 pada 6 MST. Nilai ratarata pertambahan tinggi tanaman tertinggi secara umum dihasilkan oleh tanaman
dengan penambahan lubang tanam, sekam dan pupuk kandang, yang memiliki
nilai tertinggi pada 4, 8, 12, 16 dan 18 MST.

Pertambahan Jumlah Daun

13

140
120
100
80
60
40
20
0
-20
-40
-60
-80

Keterangan : -

M0
M1
M2
M3
4

6

8

10

12

14

16

18

20

M4

Umur Tanaman (MST)
M0 tanpa lubang tanam
M1 dengan lubang tanam
M2 dengan lubang tanam, ditambah sekam
M3 dengan lubang tanam, ditambah sekam dan pupuk kandang
M4 dengan lubang tanam, ditambah pupuk kandang

Gambar 6 Grafik rata-rata pertambahan jumlah daun pada berbagai perlakuan
perbaikan ruang tumbuh umbi
Jumlah Cabang
Menurut data hasil penelitian, perbaikan ruang tumbuh umbi dengan
penambahan lubang tanam, sekam dan pupuk kandang (M3) memiliki jumlah
cabang yang berbeda nyata dengan semua perlakuan lain dan kontrol mulai umur
4 MST, kemudian juga pada umur 8 dan 12 MST . Pada 6, 14, 16, dan 20 MST
perlakuan penambahan lubang tanam, sekam dan pupuk kandang serta
penambahan lubang tanam dan pupuk kandang (M4) memiliki jumlah cabang
yang berbeda nyata dengan 2 perlakuan lain dan kontrol. Secara umum tanaman
dengan penambahan lubang tanam, sekam dan pupuk kandang menghasilkan
jumlah cabang paling banyak, sedangkan jumlah cabang paling sedikit dihasilkan
tanaman kontrol (Tabel 4). Hasil analisis ragam memperlihatkan bahwa perbaikan
ruang tumbuh umbi memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah cabang
pada 4 dan 10 MST, serta pengaruh yang sangat nyata pada 6 - 8 MST dan 12 - 20
MST. Pada umur tanaman 2 MST menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda
nyata.
Gambar 7 menunjukkan bahwa peningkatan jumlah cabang cenderung
masih rendah pada awal pindah tanam hingga 10 MST. Peningkatan jumlah
cabang yang tinggi kemudian terjadi ketika tanaman berumur 12 - 14 MST. Pada
16 - 20 MST peningkatan jumlah cabang cenderung mendekati konstan. Pada
gambar terlihat bahwa tanaman dengan penambahan lubang tanam, sekam dan
pupuk kandang menghasilkan jumlah cabang yang relatif paling tinggi dari semua
taraf perlakuan dan kontrol. Rata-rata jumlah cabang tertinggi dicapai tanaman

14

dengan perlakuan penambahan lubang tanam, sekam dan pupuk kandang pada 20
MST dengan nilai 6.8.
Tabel 4 Rata-rata jumlah cabang pada berbagai aplikasi perbaikan ruang tumbuh
umbi.
Jumlah cabang
Umur
(MST)
M0
M1
M2
M3
M4
2
1.2
1.0
1.0
1.4
1.0
4
1.4 b
1.0 b
1.4 b
2.0 a
1.2 b
6
1.4 b
1.0 b
1.4 b
2.0 a
2.0 a
8
1.4 c
1.0 c
1.4 c
2.8 a
2.0 b
10
2.0 bc
1.6 c
2.2 abc
3.0 a
2.8 ab
12
2.6 cd
2.2 d
3.0 bc
4.6 a
3.4 b
14
4.0 b
3.6 b
3.8 b
6.0 a
5.6 a
16
4.0 b
4.0 b
4.0 b
6.2 a
5.6 a
18
4.0 c
4.4 bc
4.2 c
6.6 a
5.6 ab
20
4.0 b
4.4 b
4.2 b
6.8 a
6.2 a
a

Angka pada baris yang sama, diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada
taraf uji 5% (uji DMRT).
Keterangan : - M0 tanpa lubang tanam
- M1 dengan lubang tanam
- M2 dengan lubang tanam, ditambah sekam
- M3 dengan lubang tanam, ditambah sekam dan pupuk kandang
- M4 dengan lubang tanam, ditambah pupuk kandang

8

Jumlah Cabang

7
6
5

M0

4

M1

3

M2

2

M3
M4

1
0
2

Keterangan : -

4

6

8
10 12 14 16
Umur Tanaman (MST)

18

20

M0 tanpa lubang tanam
M1 dengan lubang tanam
M2 dengan lubang tanam, ditambah sekam
M3 dengan lubang tanam, ditambah sekam dan pupuk kandang
M4 dengan lubang tanam, ditambah pupuk kandang

Gambar 7 Grafik rata-rata jumlah cabang pada berbagai perlakuan perbaikan
ruang tumbuh umbi.

15

Peubah Produksi
Peubah produksi panen yang diamati dalam penelitian ini antara lain:
bobot basah umbi (BB umbi), bobot kering umbi (BK umbi), kadar air umbi (KA
umbi), panjang umbi, dan diameter umbi. Pada penelitian ini, umbi dipanen pada
umur 26 MST. Hasil analisis ragam memperlihatkan bahwa perbaikan ruang
tumbuh umbi tidak berpengaruh nyata terhadap bobot basah umbi per tanaman,
bobot kering umbi per tanaman, kadar air umbi, panjang umbi, dan diameter
umbi. Transformasi data log x dilakukan karena koefisien keragaman data yang
tinggi
Tabel 5 Rata-rata bobot umbi per tanaman, ukuran umbi, dan kadar air umbi pada
berbagai perlakuan perbaikan ruang tumbuh umbi.
Bobot
Bobot
Diameter
Kadar air
Panjang
Perlakuan
basah umbi kering umbi
umbi
umbi (%)
umbi (cm)
(g/tan)
(g/tan)
(cm)
M0
828.60
233.24
69.95
25.28
14.92
M1
1 319.60
334.04
74.05
27.76
22.86
M2
1 323.40
393.26
68.93
26.06
16.90
M3
965.60
308.75
69.73
28.14
19.32
M4
1 151.60
337.31
70.73
30.16
17.22
a

Angka pada kolom yang sama, diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada
taraf uji 5% (uji DMRT), dengan menggunakan transformasi data log x (pada peubah BB umbi
dan BK umbi).
Keterangan : - M0 tanpa lubang tanam
- M1 dengan lubang tanam
- M2 dengan lubang tanam, ditambah sekam
- M3 dengan lubang tanam, ditambah sekam dan pupuk kandang
- M4 dengan lubang tanam, ditambah pupuk kandang

Tabel 5 menunjukkan bahwa peubah bobot basah umbi per tanaman, bobot
kering umbi per tanaman, kadar air umbi, panjang umbi, dan diameter umbi
menunjukkan nilai yang tidak nyata untuk semua perlakuan perbaikan ruang
tumbuh umbi. Nilai bobot basah umbi per tanaman dan bobot kering umbi per
tanaman tertinggi dihasilkan oleh perlakuan penambahan lubang tanam dan
sekam, dengan nilai BB umbi 1 323.40 g per tanaman dan BK umbi 393.26 g per
tanaman. Pada peubah kadar air umbi dan diameter umbi nilai tertinggi dihasilkan
perlakuan penambahan lubang tanam, dengan nilai 74.05% dan 22.86 cm. Pada
peubah panjang umbi nilai tertinggi dihasilkan perlakuan penambahan lubang
tanam dan pupuk kandang yaitu 30.16 cm. Nilai bobot basah umbi per tanaman,
bobot kering umbi per tanaman, panjang umbi, dan diameter umbi terendah
dihasilkan oleh perlakuan kontrol (M0), sedangkan nilai kadar air umbi terendah
dihasilkan oleh tanaman dengan penambahan lubang tanam dan sekam.
Pembahasan Umum
Pertumbuhan Vegetatif
Pertumbuhan vegetatif pada tanaman Dioscorea alata yang diamati
meliputi pertumbuhan batang, pertumbuhan daun, serta pembentukan cabang.
Pertumbuhan vegetatif sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan serta keadaan

16

tanah. Keadaan tanah yang dimaksud dalam hal ini berupa ruang tumbuh akar dan
umbi, yang secara aktual bisa diketahui melalui bobot jenis tanah, serta
kemampuan tanah dalam menyimpan air (kapasitas lapang tanah). Ruang tumbuh
akar dan umbi berpengaruh dalam kemampuan penyerapan hara dan air oleh akar
serta ketersediaan hara dan air. Ruang tumbuh umbi itu sendiri bisa diperbaiki
dengan pembuatan lubang tanam serta penambahan bahan organik seperti pupuk
kandang maupun sekam.
Bobot jenis tanah merupakan salah satu sifat fisik tanah yang paling
penting. Bobot jenis tanah berkaitan erat dengan kemudahan penetrasi akar ke
dalam tanah, drainase, serta aerasi tanah (Agus et al. 2006). Oleh karena itu, bobot
jenis tanah memiliki pengaruh besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Bobot jenis tanah dipengaruhi oleh beberapa hal seperti struktur dan
tekstur tanah, bahan organik, dan organisme tanah.
Peubah pertambahan tinggi tanaman dalam penelitian ini tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan serta kontrol. Hal ini
dikarenakan tinggi tanaman lebih dipengaruhi oleh adanya lanjaran, yang
berfungsi memberikan dukungan tanaman untuk merambat dan membelitkan
batang serta cabang sesuai dengan karakter hidupnya (Mirza 2005), sedangkan
pada penelitian ini lanjaran yang digunakan seragam yaitu 2 m. Selain itu, tunastunas pucuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik dengan adanya lanjaran.
Tinggi tanaman tidak menunjukkan perbedaan yang nyata mungkin dikarenakan
ukuran lanjaran yang digunakan dalam penelitian ini sama untuk semua
perlakuan, sehingga pertumbuhan tinggi tanaman pun relatif sama meskipun
ruang tumbuh umbi dan akar berbeda.
Pada peubah pertambahan jumlah daun, hasil pengamatan menunjukkan
bahwa perlakuan penambahan lubang tanam, sekam dan pupuk kandang memiliki
tingkat pertambahan jumlah daun per tanaman secara umum paling besar
dibanding perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan adanya pembuatan lubang tanam
serta penambahan sekam dan pupuk kandang yang memperbaiki ruang tumbuh
akar. Menurut Melati (2005) pupuk kandang dan sekam yang ditambahkan ke
dalam tanah tidak hanya berperan dalam membantu ketersediaan unsur hara dalam
tanah tetapi juga turut membantu dalam perbaikan sifat fisik tanah seperti ruang
pori total tanah dan struktur tanah, serta perbaikan sifat biologi tanah seperti
kandungan bahan organik dan organisme tanah. Adanya perbaikan ruang tumbuh
dalam tanah tersebut membuat penetrasi akar, drainase, dan aerasi tanah menjadi
lebih baik, serta meningkatkan ketersediaan air dan hara dalam tanah. Kondisi
tersebut membuat daun-daun dapat tumbuh dan berkembang serta melakukan
aktivitas metabolismenya dengan baik.
Data hasil pengamatan memperlihatkan bahwa secara umum tanaman
dengan penambahan lubang tanam, sekam dan pupuk kandang menghasilkan
jumlah cabang paling banyak. Nilai jumlah tersebut juga nyata berbeda dibanding
dengan perlakuan lain dan kontrol. Hal ini sama dengan peubah jumlah daun,
besar kemungkinan disebabkan oleh adanya perbaikan ruang tumbuh akar dan
umbi berupa perbaikan drainase dan aerasi tanah, sifat fisik tanah, serta
peningkatan ketersediaan air dan hara dalam tanah. Kondisi tersebut merupakan
imbas dari adanya penambahan lubang tanam, sekam, dan pupuk kandang.
Durasi dalam fase pertumbuhan tanaman Dioscorea alata sangat beragam
berdasarkan varietas, lokasi lahan, waktu tanam, hingga tahun penanaman. Diby

17

(2009) dalam studinya menyatakan bahwa pertumbuhan uwi dibagi ke dalam
empat fase. Fase I merupak munculnya tunas. Fase II merupakan pembentukan
kanopi daun dan inisiasi umbi yang terjadi pada 50 – 57 hari setelah tanam. Fase
III merupakan fase dimana perkembangan kanopi dan pertumbuhan umbi pada
tingkat maksimum yang terjadi pada 100 – 107 hari setelah tanam. Fase IV
merupakan fase dimana kanopi mulai mengalami senescence dan umbi masuk
pada fase pematangan, yang terjadi pada 147 – 154 hari setelah tanam.
Pengamatan pada peubah pertumbuhan vegetatif tanaman dihentikan pada
20 MST dikarenakan organ tanaman seperti batang dan daun sudah mulai
mengalami senescence. Tanda-tanda yang terlihat secara kuantitatif yaitu
berkurangnya jumlah daun pada 20 MST karena layu dan gugur, serta secara
visual kualitatif terlihat dari mulai mengeringnya batang utama dan cabang serta
berkurangnya daya pegang batang terhadap lanjaran. Secara umum, peubah
pertumbuhan vegetatif menunjukkan perbedaan nilai yang nyata untuk semua
perlakuan, kecuali tinggi tanaman yang diduga lebih dipengaruhi oleh
ukuran/tinggi lanjaran.
Peubah Hasil Produksi
Data hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan perbaikan ruang
tumbuh umbi tidak berpengaruh nyata terhadap semua peubah hasil produksi.
Kondisi ini diduga karena adanya batasan lingkungan lain yang lebih besar
sehingga respon tanaman terhadap perbaikan ruang tumbuh umbi menjadi rendah
atau tidak siginifikan. Batasan lingkungan yang dimaksud kemungkinan berupa
respon tanaman terhadap keadaan cuaca, seperti curah hujan dan ketersediaan air,
seperti dinyatakan oleh Agricultural Research Service of US Dept. of Agriculture
(1976) bahwa respon musim dan iklim dari tanaman Dioscorea alata merupakan
salah satu batasan terbesarnya sebagai tanaman budidaya. Hal ini didukung oleh
pernyataan Diby et al. (2009) dalam studinya bahwa jumlah dan penyebaran curah
hujan berpengaruh besar pada produktivitas umbi uwi, dimana produktivitasnya
lebih baik pada musim tanam yang basah dibanding musim tanam yang kering.
Keadaan cuaca yang demikian juga menyebabkan adanya ketidakseimbangan
fisiologi tanaman dimana peningkatan biomassa organ-organ tanaman di atas
tanah seperti batang dan daun tidak diikuti dengan peningkatan biomassa umbi,
seperti dinyatakan oleh Hgaza et al. (2010). Ketidakseimbangan fisiologi ini dapat
disebabkan oleh kurangnya ketersediaan air dan buruknya penyebaran curah hujan
dalam 1 musim tanam.
Pada awal bulan september 2014 ketika organ vegetatif tanaman mulai
mengalami senesence dan perkembangan umbi sedang intensif, cuaca sangat
panas dan curah hujan sangat rendah. Suhu rata-rata pada bulan September adalah
26.3oC dengan suhu maksimum mencapai 33.4oC, sedangkan curah hujan rata-rata
bulanan pada bulan September sangat rendah yaitu 21.8 dengan total hari hujan
hanya tujuh (BMKG 2015). Kondisi lingkungan seperti ini menyebabkan
kapasitas fotosintesis tanaman menurun terutama pada daun yang berguguran
dengan cepat, dan sedikitnya fotosintat yang dihasilkan diprioritaskan untuk
mempertahankan organ vegetatif tanaman seperti daun dan batang daripada
perkembangan umbi.
Dalam kaitannya dengan keadaan hara dalam tanah, unsur hara dari pupuk
organik terutama N seringkali tidak tampak pengaruhnya terhadap tanaman pada

18

tahun aplikasi (Gutser et al. 2005). Hal ini menyebabkan penambahan pupuk
kandang dan sekam tidak memberikan efek signifikan terhadap hasil produksi.
Ajayi et al. (2006) juga menyatakan bahwa perlakuan pemberian unsur hara
(kimia maupun organik) seringkali tidak berpengaruh terhadap hasil dan bobot
kering umbi pada tanah-tanah yang unsur hara bukan merupakan faktor pembatas,
sehingga respon tanaman Dioscorea alata terhadap penambahan bahan organik
rendah.
Studi Sibuea (2014) menyatakan bahwa tanaman Dioscorea alata baik
dipanen saat tanaman berumur kurang lebih 1 tahun, bahkan kadang dipanen lebih
lama lagi untuk hasil umbi yang lebih besar. Pada penelitian ini umbi dipanen
ketika tanaman berumur kurang lebih 32 MST, dikarenakan organ vegetatif
tanaman sudah lebih dulu mati. Hal ini juga yang menyebabkan nilai produksi
umbi pertanaman pada penelitian ini memiliki keragaman yang tinggi,
dikarenakan waktu panen yang belum optimal.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa aplikasi beberapa modifikasi
perbaikan ruang tumbuh umbi seperti penambahan lubang tanam, sekam, pupuk
kandang, serta kombinasinya berpengaruh nyata pada karakteristik fisik tanah,
jumlah cabang, dan pertambahan jumlah daun (pada waktu tertentu), namun tidak
berpengaruh nyata dalam pertambahan tinggi tanaman dan peningkatan produksi
umbi. Modifikasi ruang tumbuh umbi berupa penambahan lubang tanam, sekam
dan pupuk kandang merupakan yang paling optimal dalam menunjang
pertumbuhan vegetatif Dioscorea alata. Sedangkan untuk produksi umbi,
penambahan lubang tanam dan sekam adalah yang paling optimal.
Pada karakteristik fisik tanah, tanah dengan nilai bobot jenis tanah 0.654
3
g/cm merupakan yang terbaik untuk pertumbuhan vegetatif tanaman. Tanah
dengan nilai bobot jenis tanah 0.883 g/cm3 masih sesuai untuk mendukung
pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Saran
Sebaiknya perlu dilakukan analisis awal berupa analisis hara tanah untuk
mengetahui tingkat kesuburan tanah awal. Penelitian selanjutnya dapat
menggunakan bahan organik lain seperti kompos dan pupuk daun.

19

DAFTAR PUSTAKA
Agricultural Research Service. 1976. Tropical Yams and Their Potential: Part 3,
Dioscorea alata. Agriculture handbook no 495. United States: US
Department of Agriculture.
Agus F, Yustika RD, Haryati U. 2006. Sifat Fisik Tanah dan Metode Analisisnya.
Kurnia U, editor. Jakarta (ID): BB Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian,
Balitbang Pertanian, Departemen Pertanian.
Ajayi SS, Akinrinde EA, Asiedu R. 2006. Fertilizer treatment effect on yam
(Dioscorea species) tuber yield in two soil types of Nigeria. Journal of
Agronomy. 5(3): 492-496
[Balitkabi] Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi. 2013. Uwi-uwian
(Dioscorea): pangan alternatif yang belum banyak dieksploitasi [internet].
[diunduh
2014
Sep
5].
Tersedia
pada:
http://balitkabi.litbang.pertanian.go.id/.
[BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2015. Buletin Analisis
Hujan Bulan Maret, April, Mei, Juni, Juli, Agustus, September, Oktober,
November, Desember 2014 [Internet]. [diunduh 2015 Agustus 4]. Tersedia
pada: http://bogor.jabar.bmkg.go.id/diseminasi/publikasi/
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Penduduk Indonesia Menurut Provinsi 1971,
1980, 1990, 1995, 2000 dan 2010 [