Performance analysis of Seaweed Gracilaria gigas at Sea and Ponds Cultivated System in West Nusa Tenggara Barat

ANALISIS KERAGAAN RUMPUT LAUT Gracillaria gigas
PADA SISTIM BUDIDAYA LAUT DAN TAMBAK DI NUSA
TENGGARA BARAT

FARAH DIANA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Keragaan
Rumput Laut Gracilaria gigas Pada Sistim Budidaya Laut dan Tambak di Nusa
Tenggara Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.

Bogor, 21 Maret 2014

FARAH DIANA
NIM C151110011

RINGKASAN
FARAH DIANA. Analisis Keragaan Rumput Laut Gracilaria gigas Pada Sistim
Budidaya Laut dan Tambak di Nusa Tenggara Barat. Dibimbing oleh KUKUH
NIRMALA dan DINAR TRI SOELISTYOWATI.
Gracilaria gigas merupakan tumbuhan tingkat rendah, tidak memiliki
akar, batang dan daun sejati, namun berupa thallus yang bercabang-cabang, dan
hidup di laut dengan kedalaman yang masih dapat dicapai oleh cahaya matahari.
G. gigas merupakan salah satu spesies rumput laut dari jenis alga merah
(Rhodophyceae) sebagai penghasil agar (agarofit), salah satu keunggulan dari G.
gigas adalah mempunyai serat yang tinggi dan baik untuk kesehatan. Penelitian
ini bertujuan untuk menganalisis keragaan produksi, rendemen dan kualitas agar
dari rumput laut G. gigas yang dibudidayakan di laut dan di tambak.
Budidaya G. gigas di tambak dilakukan di Sekotong, Lombok Barat

dengan menggunakan metode broadcast dengan luas area budidaya 1500 m2.
Sedangkan budidaya di laut dilakukan di Teluk Gerupuk, Lombok Tengah dengan
metode Long-line dengan luas area budidaya 1250 m2. Parameter yang diukur
meliputi performa rumput laut, kualitas rumput laut, kualitas agar dan kualitas
air. Sedangkan parameter kualitas air yang diukur adalah suhu, salinitas, pH, NO3N, NO2-N, NH3-N, PO4-P dan kecerahan yang diambil pada hari ke 0, 10, 20 dan
30. Rata-rata produktifitas G. gigas yang di budidaya dilaut yaitu 12,72 %,
sedangkan di tambak dengan rata-rata 4,00 %. Pada kualitas rumput laut
rendemen agar yang di budidaya di tambak mencapai rata-rata 18, 53 %, hasil
budidaya di laut mencapai 6,85 %, sedangkan pada kualitas agar kekuatan gel G.
gigas hasil budidaya di tambak mencapai 18,46 %, di laut mencapai 7,54 %.
Budidaya G. gigas di laut dengan metode long-line menghasilkan
rendemen agar 6,85 %, dan kekuatan gel 7,54 %, sedangkan di tambak dengan
metode tebar menghasilkan rendemen agar 18,53 %, dan kekuatan gel 18,46 %.
Kualitas rumput laut yang dibudidaya di laut berkorelasi negatif dengan salinitas
(0,87), sedangkan pada budidaya di tambak berkorelasi negatif dengan nitrat
(0,85) dan amoniak (0,95), serta berkorelasi positif dengan kecerahan (0,91) dan
fosfat (0,66).
Parameter lingkungan berhubungan negatif dengan indeks percabangan
rumput laut budidaya di laut adalah salinitas dengan nilai keeratan yang dimiliki
sekitar 87 %. Sedangkan di tambak parameter yang berhubungan positif dengan

indeks percabangan adalah kecerahan dengan nilai keeratan sebesar 91 %, dan
fosfat sebesar 66 %, oksigen terlarut sebesar 62 %. Sebaliknya parameter yang
berhubungan negatif dengan indeks percabangan adalah amoniak (95 %), dan
nitrat (85 %).

Kata kunci : budidaya rumput laut, Gracilaria gigas, indeks percabangan, kualitas
rumput laut dan produktivitas

SUMMARY

FARAH DIANA. Performance analysis of Seaweed Gracilaria gigas at Sea and
Ponds Cultivated System in West Nusa Tenggara Barat. Supervised by KUKUH
NIRMALA and DINAR TRI SOELISTYOWATI.
Gracilaria gigas is a low level plants which does not have tree roots,
stems and leaves of true, but in the form of thallus branching, and live in the sea
with a depth that can still be reached by sunlight. G. gigas is one of seaweed
species the from red algae type (Rhodophyceae) producsy agarofit, G. gigas have
the high fiber and good for health. Thei research aims to analyze the performance
of production, yield and quality of G. gigas seaweed cultivated in the sea and in
the ponds.

The cultivation of G. gigas in ponds was held in Sekotong, west Lombok
by broadcast method in 1500 m2 planting area. While cultivation in the sea was
held in Gerupuk Bay, Central Lombok by Long-line method the 1250 m2 planting
area. Average productivity of G. gigas cultivated in the sea 12.72%, while in
ponds 4.00%. the was seaweed yield cultivation in ponds reached 18, 53%, and in
marine aquaculture reached 6.85%, while the quality that the gel strength of G.
gigas cultured in ponds was 18.46%, and in the sea reached 7.54%. the yield and
gel stregh were positively correlated with N waters and branching index.
Cultivation of G. gigas in the sea with long-line method in order to
produce a yield of 6.85%, 7.54% and gel strength, whereas in the stocking ponds
with methods that produce a yield of 18.53%, 18.46% and gel strength. The
quality of the cultivated seaweed in the ocean negatively correlated with salinity
(0.87), while the cultivation in ponds negatively correlated with nitrate (0.85) and
ammonia (0.95), and positively correlated with brightness (0.91) and phosphate
(0.66).
The branching index seaweed cultivated at the sea rods closely related
salinity to approximately 87%. Seaweed cultivation in ponds shared negative
associated between branching index and brightness (91%), and phosphate (66%),
oxygen (62 %). Otherwise parameters associated negatively were branching index
and ammonia (95%), o nitrate (85%).


Keywords: seaweed culture, Gracilaria gigas, branching index, seaweed quality,
dan productivity

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulis karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ANALISIS KERAGAAN RUMPUT LAUT Gracilaria gigas PADA SISTIM
BUDIDAYA LAUT DAN TAMBAK DI NUSA TENGGARA BARAT

FARAH DIANA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji pada Ujian Tesis: Dr Ir Agus Oman Sudrajat MSc

Judul Tesis
Nama
NIM

: Analisis Keragaan Rumput Laut Gracilaria gigas Pada Sistim
Budidaya Laut dan Tambak di Nusa Tenggara Barat
: Farah Diana
: C151110011


Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Kukuh Nirmala, MSc
Ketua

Dr Ir Dinar Tri Soelistyowati, DEA
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Akuakultur

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Widanarni, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr


Tanggal Ujian: 05 Maret 2014

Tanggal Lulus:

Judul Tesis
Nama
NIM

: Analisis Keragaan Rumput Laut Gracilaria gigas Pada Sistim
Budidaya Laut dan Tambak di Nusa Tenggara Barat
: Farah Diana
: C151110011

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Kukuh Nirmala, MSc
Ketua


Dr Ir Dinar Tri Soelistyowati, DEA
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Akuakultur

ZN

|duャiSゥvQPェセエA。ョ@

Pascasarjana

Dr Ir Widanami, MSi

Tanggal Ujian: 05 Maret 2014

Tangga1 Lulus: \ J


f\PR 2a14

PRAKATA
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga karya
ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang
dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2012 ini adalah Analisis Keragaan Rumput
Laut Gracilaria gigas Pada Sistim Budidaya Laut dan Tambak di Nusa Tenggara
Barat.
Ungkapan terima kasih disampaikan kepada:
1. Komisi pembimbing Bapak Dr Ir Kukuh Nirmala, MSc dan Ibu Dr Ir Dinar
Tri Soelistyowati, DEA atas bimbingan, kebijaksanaan dan motivasi yang
telah diberikan kepada penulis
2. Bapak Dr Ir Agus Oman Sudrajat, MSc sebagai dosen penguji luar komisi
dan Bapak Dr Ir Sukenda, MSc sebagai dosen penguji dari Program Studi
Ilmu Akuakultur atas saran dan masukan yang diberikan untuk tesis ini
3. Dirjen Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan yang
telah memberikan beasiswa Program Pascasarjana
4. Bapak Ir Ujang Komaruddin A.K., MSc sebagai Kepala Balai Budidaya Laut
Lombok dan Bapak Rusman H. MSi sebagai Koordinator Kegiatan Rumput
Laut pada Balai Budidaya Laut Lombok, serta Bapat Buntaran Msi beserta

staf National Seaweed Center Gerupuk, Lombok Tengah yang telah
membantu selama pelaksanaan penelitian dan pengumpulan data.
5. Teman-teman AKU 2011 dan anggota Wisma AA atas bantuan dan
dukungan yang diberikan.
Tesis ini diharapkan memberikan informasi baru bagi perkembangan ilmu
pengetahuan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, 21 Maret 2014

Farah Diana

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

xi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Pemikiran

1
1
2
3
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Rumput Laut Gracilaria gigas
Habitat Gracilaria gigas
Budidaya Rumput Laut Gracilaria gigas
Keragaan Rumput Laut Gracilaria gigas
Komponen agar
Kekuatan gel

4
4
5
6
10
10
11

3 METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Materi Uji
Prosedur Penelitian
Budidaya rumput laut Gracilaria gigas
Pengukuran parameter kualitas air
Pengamatan Keragaan Rumput Laut Gracilaria gigas
Parameter Uji
Kualitas rumput laut
Kualitas agar
Fenotip rumput laut
Kualitas air
Analisis Data

12
12
13
13
13
15
16
17
17
18
20
20
20

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi dan sistim budidaya
Keragaan rumput laut
Kualitas rumput laut
Kualitas agar
Hubungan parameter kualitas air dengan indeks
percabangan rumput laut G. gigas budidaya di laut
Hubungan parameter kualitas air dengan indeks
percabangan rumput laut G. gigas budidaya di tambak

20
20
21
23
24

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

30
30
30

25
27

DAFTAR PUSTAKA

31

LAMPIRAN

35

RIWAYAT HIDUP

45

DAFTAR TABEL

1 Kriteria bibit Gracilaria gigas
2 Komposisi kimia rumput laut Gracilaria sp. kering
3 Metode pengukuran parameter kualitas air di laut dan di tambak

7
11
16

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran pelaksanaan penelitian
2 Lokasi penelitian di Teluk Gerupuk, Lombok Tengah, Provinsi Nusa
Tenggara Barat
3 Budidaya rumput laut dengan metode long-line, (1) tampak atas,
(2) tampak samping
4 Budidaya rumput laut dengan metode tebar (Broadcats)
5 keragaan rumput laut G. gigas yang dibudidaya di laut dan di tambak
6 Kualitas rumput laut G. gigas yang dibudidaya di laut dan di tambak
Di bandingkan dengan standar FAO
7 Kualitas agar G. gigas yang dibudidaya di laut dan di tambak
Di bandingkan dengan standar FAO
8 Hubungan indeks percabangan rumput laut G. gigas dengan
Parameter kualitas air di laut
9 Hubungan indeks percabangan rumput laut G. gigas dengan
Parameter kualitas air di tambak

3
12
14
15
22
23
24
25
27

DAFTAR LAMPIRAN

1 Keragaan rumput laut G. gigas pada sistim budidaya di laut dan di tambak 35
2 Proses ekstraksi agar pada rumput laut G. gigas
36
3 Jumlah total titik percabangan thalus sekunder dan talus tersier
G. gigas di laut dan di tambak
41
4 Indeks percabangan rumput laut G. gigas di laut dan di tambak
41
5 Hasil pengukuran parameter air di laut
42
6 Hasil pengukuran parameter air di tambak
42
7 Hasil korelasi parameter kualitas air dan indek percabangan
Di laut
43
8 Hasil korelasi parameter kualitas air dan indek percabangan
Di tambak
44

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Rumput laut merupakan salah satu komoditas unggulan dalam sektor
perikanan karena permintaan yang terus meningkat, baik untuk kebutuhan
dalam negeri maupun untuk ekspor, baik untuk konsumsi langsung maupun
industri (makanan, farmasi, kosmetik dan lain-lain). Beberapa jenis rumput
laut yang memiliki nilai ekonomis dan telah berhasil dikembangkan sebagai
usaha budidaya antara lain Gelidium sp., Sargassum sp., Eucheuma sp., dan
Gracilaria sp. (Chen Jia Xin 1989). Salah satu jenis rumput laut yang memiliki
potensi besar untuk terus dikembangkan adalah Gracillaria sp. Di Indonesia,
kegiatan budidaya Gracillaria sp. umum dibudidayakan di laut, dan telah
berkembang di Nusa Tenggara Barat, Sulawesi, Papua dan Maluku (Ahdha et al.
2005). Semakin luasnya pemanfaatan hasil olahan rumput laut dalam berbagai
industri, menyebabkan kebutuhan akan rumput laut sebagai bahan baku terus
meningkat, sehingga sampai saat ini industri pengolahan rumput laut sering
kekurangan bahan baku (McHugh 2003).
Rumput laut merupakan tumbuhan tingkat rendah, tidak memiliki
akar, batang dan daun sejati, namun berupa talus yang bercabang-cabang,
dan hidup di laut dengan kedalaman yang masih dapat dicapai oleh cahaya
matahari. G. gigas merupakan salah satu spesies rumput laut dari jenis alga
merah (Rhodophyceae) sebagai penghasil agar (agarofit). Selain itu salah satu
keunggulan dari Gracillaria adalah mempunyai serat tinggi dan baik untuk
kesehatan di bandingkan dengan jenis rumput lain. Dari beberapa hasil penelitian,
rumput laut G. gigas dapat menghasilkan etanol dari fermentasi galaktosa dan
sebagai bahan baku penghasil bubur kertas. Di Indonesia G. gigas merupakan
salah satu jenis rumput laut yang produknya dimanfaatkan untuk bahan baku
industri kesehatan contohnya untuk kosmetik dan obat-obatan (Glicksman 1982).
Rumput laut jenis G. gigas memiliki habitat asli di laut, hidup dengan
cara menempel pada substrat dasar perairan atau benda lainnya pada
daerah pasang surut. Bahkan pada musim-musim tertentu rumput laut jenis
ini banyak terdampar di pantai karena hempasan gelombang dalam jumlah
yang sangat besar Gracilaria tersebar luas di daerah sepanjang pantai
(Anggadiredja 1992). Gracilaria umumnya tumbuh di perairan yang
mempunyai dataran terumbu karang, melekat pada substrat karang mati
atau kulit kerang, pecahan koral dan batu karang, atau pada perairan
dengan dasar berpasir di bawah area pasang surut (Terada & Ohno 2000;
Hirotoshi 1978). Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi G. gigas
adalah dengan cara membudidayakannya, dan juga diharapkan dapat
meningkatkan taraf hidup bagi masyarakat nelayan. Selain dapat memenuhi
permintaan pasar juga akan berperan melestarikan lingkungan, terutama
sumber daya rumput laut (Anonymous 2005). Potensi rumput laut di
Indonesia mempunyai prospek yang cukup cerah, karena diperkirakan
terdapat 555 spesies rumput laut yang tersebar di perairan Indonesia dengan
total luas lahan perairan yang dapat dimanfaatkan sebesar 1,2 hektar
(McHugh 2003).

G. gigas memiliki habitat asli di laut, namun rumput laut ini bersifat
euryhaline, dapat tumbuh pada kisaran salinitas antara 5,2-38,1 ppt. Dengan
demikian rumpu laut ini memiliki peluang untuk dibudidayakan juga di
tambak. Banyak manfaat yang dapat diperoleh jika rumput laut ini
dibudidayakan di tambak, diantaranya dapat untuk mengisi tambak-tambak
udang yang terlantar setelah gagal panen akibat serangan penyakit. Dapat
juga dibudidayakan secara polikultur dengan budidaya ikan bandeng
dimana rumput laut selain dapat memperbaiki kualitas air tambak, dengan
berperan sebagai fitoremediator juga dapat menyediakan oksigen air
tambak, juga bandeng bukanlah hewan pemakan rumput laut. Dengan
demikian produktivitas tambak diharapkan dapat meningkat. Selain itu
pengelolaan budidaya rumput laut di tambak relatif lebih mudah, tidak
memerlukan biaya sarana produksi yang lebih tinggi (misal untuk tali dan
biaya transportasi ke areal budidaya di laut) dan ketersediaan nutrien yang
diharapkan lebih tinggi di tambak (Anggadiredja 1998).
Kemungkinan rumput laut ini dikembangkan di tambak juga
didukung oleh sejarah budidaya rumput laut ini di negara lain. Pada
awalnya, G. gigas belum dibudidayakan, tapi hanya dikumpulkan dari alam
dengan tujuan untuk mengisi keterbatasan suplai dari jenis rumput Gelidium
sp yang dianggap sebagai penghasil utama agar. Namun karena kebutuhan
akan spesies penghasil agar ini semakin meningkat, maka di Chili
dikembangkan teknik budidayanya di tambak maupun di perairan laut
khususnya pada teluk tertutup. Teknik budidaya tersebut yang kemudian
menyebar keberbagai negara seperti Cina, Korea, Indonesia, Namibia,
Filipina, dan Vietnam yang diaplikasikan untuk spesies asli G. gigas dari
masing-masing negara tersebut (McHugh 2003). Meski demikian hingga saat
ini hasil budidaya G. gigas di tambak belum dapat mencukupi pasar
terutama sebagai bahan baku utama penghasil agar. Untuk itu intensifikasi
budidaya G. gigas hingga saat ini terus digalakkan termasuk intensifikasi
budidaya di tambak.
Rumput laut yang dibudidayakan di laut dan di tambak diperkirakan
akan menghasilkan produksi dan kualitas rumput laut yang berbeda. Hal ini
dikarenakan terdapatnya perbedaan karakteristik perairan, khususnya
perbedaan kualitas air yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan kualitas
rumput laut. Sebagai contoh kekeruhan di tambak yang berdampak kepada
intensitas cahaya yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis, kandungan
nutrien, khususnya nitrogen dan fosfor, temperatur air, salinitas dan pH air.
Untuk itu penelitian ini dilakukan yang bertujuan menganalisis produksi
dan kualitas agar dari rumput laut G. gigas yang dibudidayakan di laut dan
tambak, serta mengetahui faktor kualitas air yang berperan dalam keragaan
rumput laut yaitu jumlah percabangan talus rumput laut tersebut.

Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keragaan produksi, rendemen
dan kualitas agar dari rumput laut G. gigas yang dibudidayakan di laut dan di
tambak serta korelasi antara parameter kualitas air dengan jumlah percabangan
thalus rumput laut tersebut.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan informasi mengenai
nilai rendemen dan kualitas rumput laut G. gigas yang dibudidayakan di laut dan
tambak yang memiliki karakteristik lingkungan serta metode tanam yang berbeda
sebagai acuan dalam kegiatan budidaya untuk mengoptimalkan produksi dan
kualitas agar.

Kerangka pemikiran

Konsep dasar dan alur penelitian dituangkan dalam kerangka pemikiran
seperti pada Gambar 1.

Gracillaria gigas yang
bersifat euryhaline

Budidaya di
Laut

Budidaya di
Tambak

Perbedaan habitat

Informasi produksi, kualitas
rumput laut dan faktor
kualitas air yang berpengaruh

Perbedaan
karakteristik
perairan

Respon
pertumbuhan
dan kualitas
rumput laut

Gambar 1 Kerangka pemikiran pelaksanaan penelitian.
2 TINJAUAN PUSTAKA

Rumput laut G. gigas

Gracillaria gigas merupakan salah satu jenis rumput laut merah
(Rhodophyceae) penghasil agar-agar dan memiliki struktur percabangan talus
yang bersifat multiaxial (Terada & Ohno 2000). Genus Gracilaria pada umumnya
memiliki struktur percabangan talus dengan satu poros (uniaxial), dan talus
biasanya memiliki cabang yang sangat banyak (Bold & Wynne 1985). Agar-agar
yang dihasilkan termasuk kappa-agarose, kandungan agarnya bervariasi menurut
spesies dan lokasi pertumbuhannya dan juga serat yang dihasilkannya (Dawes
1981).
Menurut Dawes (1981), Bold & Wynne (1985) dan Luning (1990), secara
taksonomi G. gigas dapat di klasifikasikan ke dalam:
Divisi
:Rhodophyta
Kelas
:Rhodophyceae
Subkelas
:Florideophycidae
Ordo
:Gigartinales
Family
: Gracilariaceae
Genus
: Gracillaria
Spesies
: Gracillaria gigas (Harvey)
Proses fotosintesa rumput laut menghasilkan beberapa zat penting dan
mempunyai nilai ekonomis tergantung dari spesiesnya, antara lain floridin starch,
mannoglycerate dan floridosida (Lehninger 1982). Lebih spesifik lagi dikenal
dengan polisakarida berupa agar-agar dan keraginan. G. gigas digolongkan pada
kelompok agarofit karena dapat menghasilkan agar (Dawes et al. 1999). Habitat
asli dari rumput laut G. gigas adalah di perairan pantai. Secara alami, Gracilaria
hidup dengan cara menempel pada substrat dasar perairan atau benda lainnya pada
daerah pasang surut (Mc Hugh 2003).
Menurut Mubarak et al. (1990) pada rumput laut dikenal dua tipe proses
reproduksi. Tipe pertama yaitu reproduksi seksual yang terdiri dari tiga tipe yakni
haplobiontik, diploid dan diplonbiontik. Haplobiontik yaitu hanya satu individu
kehidupan bebas yang terlibat dalam daur hidup. Haplobiontik diploid atau
disingkat Hd, dalam hal ini individu yang melakukan daur hidup adalah diploid;
dan diplobiontik yaitu gamet dihasilkan oleh gametofit dan spora dihasilkan oleh
sporofit diploid. Pertemuan antara dua gamet (jantan dan betina) akan membentuk
zigot yang kemudian berkembang menjadi sporofit. Individu baru inilah yang
mengeluarkan spora dan berkembang melalui meiosis dalam sporogenesis
menjadi gametofit. Tipe reproduksi kedua yaitu reproduksi aseksual, yakni
pembentukan suatu individu baru rumput laut melalui pembelahan sel dan
fragmentasi (Anggadiredja 1989). Dengan demikian pada dasarnya proses

perkembangbiakan rumput laut dibedakan atas seksual (generatif) antara gamet
jantan dengan gamet betina, dan aseksual (vegetatif) dengan cara konjugatif dan
spora. Selain itu, G. gigas juga mengandung beberapa pigmen (pikoeritrin r,
klorofil a, karoten b, pikosianin r) yang terkandung dalam dinding selnya (Yunizal
2002). Selain itu G. gigas juga mempunyai kandungan vitamin B12, kolesterol
dan beberapa sterol, protein sebagai antikoagulan dan ektrak lipid larut air sebagai
anti-inflamatory.
Istilah agarofit digunakan bagi kelompok rumput laut penghasil agar,
diantaranya yaitu Gracilaria spp. dan Gelidium spp. yang diperdagangkan untuk
keperluan industri didalam negeri maupun untuk diekspor. Secara umum, rumput
laut memiliki komponen utama karbohidrat (gula atau vegetable gum), protein,
lemak, dan abu yang merupakan mineral. Jenis agarofit yang sudah banyak
dibudidayakan adalah dari jenis Gracilaria spp., diantaranya yaitu G.
eucheumoides, G. spinosum, G. arcuata, G. coronopifolia, G. foliifera, G.
verrucosa (Raikar et al 2001). Selain itu pada beberapa lokasi di Indonesia juga
telah dibudidayakan jenis G. gigas. Wilayah pengembangan budidaya G.gigas
meliputi daerah Sulawesi Selatan, Lombok Barat dan pantai utara Jawa (Angka &
Suhartono 2000).

Habitat G. gigas
Gracilla gigas adalah jenis rumput laut yang umumnya terdapat di daerah
tertentu dengan persyaratan khusus, kebanyakan tumbuh di daerah yang selalu
terendam air (subtidal) melekat pada substrat di dasar perairan yang berupa karang
batu mati, karang batu hidup, batu gamping atau camping atau cangkang moluska.
Umumnya rumput laut tumbuh dengan baik di daerah pantai yang terdapat
terumbunya, karena di tempat inilah beberapa persyaratan untuk pertumbuhannya
banyak terpenuhi, di antaranya faktor kedalaman perairan, cahaya, substrat dan
gerakan air lainnya. Di bandingkan dengan jenis alga lainnya, alga merah (G.
gigas) dapat hidup pada kedalaman yang lebih luas di bandingkan dengan alga
lainnya dan biasanya mendominasi jenis flora pada kolom air yang dalam.
Dominasi alga merah di air dalam disebabkan oleh adanya pigmen fikoeritrin
yang berperan sebagai pigmen aksesoris dan mampu menyerap cahaya biru-hijau
yang banyak tersedia pada kolom air yang lebih dalam (Dawes 1981).
Pengaruh yang banyak menentukan sebaran G. gigas adalah macam
substrat, kadar garam, ombak, arus, dan pasang surut. Substrat dasar tempat
melekat G. gigas biasanya berupa batu karang mati, gamping dan batu vulkanik.
Kisaran kadar garam perairan adalah 13-37 ‰. G. gigas yang tumbuh di perairan
laut Indonesia adalah jenis-jenis yang cenderung di lingkungan dengan kadar
garam tinggi (sekitar 33 ‰) (Kadi dan Atmadja 1988). Berbagai jenis G. gigas di
Indonesia dan negara lain dimanfaatkan sebagai bahan baku pabrik agar-agar
dalam negeri dan sebagai komoditas ekspor. Kandungan agarnya berkisar antara
12-48%, tergantung jenisnya (Yunizal 2002). Habitat khas rumput laut adalah
daerah yang memperoleh aliran air laut tetap. Gracilaria sp. lebih menyukai
variasi suhu harian yang kecil dan substrat batu karang yang mati. Rumput laut ini
tumbuh mengelompok dengan berbagai jenis rumput laut lainnya (Dawes 1981).

Suhu perairan erat kaitannya dengan laju fotosintesis rumput laut disamping
cahaya dan kandungan nutrien diperairan (Chapman dan Chapman 1980).

Suhu perairan mempunyai peran penting dalam kehidupan jenis alga
merah Gracilaria sp ini, karena habitat asalnya beriklim subtropis atau dingin. G.
gigas hidup dengan baik pada kisaran suhu 18-26 oC sedangkan suhu perairan di
Indonesia sebagai iklim tropis antara 20-31 oC (Deptan 1991).
Arus perairan mempunyai peran penting dalam suplai nutrien. Selain itu,
arus bersama dengan angin pasang surut mengaduk perairan sehingga sebaran
suhu dalam kolom perairan merata (mixing). Arus juga membantu dalam
membilas atau mencuci rumput laut dari kotoran atau tumbuhan penempel lainnya
seperti lumut atau sponge. Di samping itu arus juga dapat berpengaruh dalam
kegiatan budidaya jika arus terlalu besar akan merusak rumput laut tersebut
(Dawes 1981).

Budidaya Rumput Laut G. gigas
Rumput laut G. gigas merupakan tumbuhan kosmopolitan dan mempunyai
toleransi yang besar terhadap perubahan kondisi lingkungannya serta dapat
tumbuh pada perairan yang tenang (Hoyle 1975). Hasil penelitian budidaya
rumput laut Gracilaria yang dilakukan di taiwan sejak 1962 ini telah memberikan
hasil produksi yang nyata dari pengembangan budidaya di tambak terhadap lima
jenis Gracilaria, yaitu G. gigas, G. chorda, G. confervoides, G. liche noides dan
G. compressa (Chen Jia Xin 1989). Budidaya Gracilaria di Indonesia berlansung
secara polikultur bersama ikan bandeng atau udang, karena tambak di Indonesia
masih merupakan usaha utama untuk budidaya ikan bandeng dan udang (Terada
dan Ohno 2000).
Teknologi budidaya rumput laut yang berkembang di masyarakat saat
ini umumnya masih bersifat tradisional. Bibit yang digunakan masih berasal
dari indukan yang sama dan tidak dilakukan seleksi bibit, pola tanam dan
siklus produksi kurang menjadi perhatian, sehingga kualitas rumput laut
yang dihasilkan semakin menurun. Metode budidaya yang umumnya
diaplikasikan oleh pembudidaya antara lain metode long-line, lepas dasar,
rakit serta brodcast pada budidaya di tambak. Saat ini permasalahan yang
umumnya dihadapi dalam budidaya rumput laut jenis G. gigas antara lain
sulitnya memperoleh bibit yang berkualitas, kondisi cuaca yang berubahubah dan tidak dapat diprediksi, kurangnya nutrien diperairan, serta
serangan hama, penyakit ice-ice dan ikan-ikan pemakan rumput laut (Chen
Jia Xin 1989).
Bibit yang digunakan pada budidaya rumput laut harus memenuhi
persyaratan sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Bibit dapat berasal dari
pembudidaya atau dari petani penyedia bibit. Menurut BPPT (1994) dalam
(Zatnika 1997), bibit Gracilaria yang baik harus memenuhi kriteria. Spesifikasi
morfologi kualitas dan kekuatan gel terdapat pada(Tabel 1). Bibit yang baik
mempunyai talus yang kuat dan bebas dari penyakit.

Tabel 1 Kriteria bibit Gracilaria gigas
No
1

Kriteria
Spesifikasi

2

Komposisi

3

Kekuatan gel

Uraian
talus silidris, licin, berwarna merah-coklat atau kuning
hijau. Percabangan tidak beraturan, memusat pada bagian
pangkal. Cabang lateral memanjang menyerupai rambut
dengan panjang sekitar 15-30 cm.
air 11,6 %; protein kasar 25-35 %; lemak 1,05 %;
karbohidrat 43,10 %; serat 7,50 %; abu 11,40 %
220 g/cm2

Sumber : Zatnika(1997)

Pada budidaya di tambak, sebelum bibit ditebar harus diadaptasikan
terlebih dahulu dengan cara merendam dalam air tambak selama 1-2 jam. Setelah
itu dilakukan pemilihan bibit yang masih baik. Tanaman yang dipilih untuk bibit
adalah gracilaria yang pada usia panennya memiliki "kandungan agar-agar" yang
cukup tinggi dan memiliki "kekuatan gel" yang tinggi pula. Pemeriksaan di
laboratorium oleh pakar sebelum tanaman dijadikan bibit dapat membantu
memilih bibit yang baik dan dapat mencegah menyebarnya bibit yang berkualitas
rendah. Bagian tanaman yang dipilih untuk bibit adalah talus yang relatif masih
muda dan sehat, yang diperoleh dengan cara memetik dari rumpun tanaman yang
sehat pula dengan panjang sekitar 5 sampai 10 cm. Dalam memilih bibit perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1) thallus yang dipilih masih cukup elastis;
2) thallus memiliki banyak cabang dan pangkalnya lebih besar dari cabangnya; 3)
ujung thallus berbentuk lurus dan segar; 4) bila thallus digigit/dipotong akan
terasa getas (britel); 5) bebas dari tanaman lain (epipit) dan kotoran lainnya.
Bibit yang kondisinya masih baik segera ditanam atau ditebar. Penanaman bibit
Gracilaria di tambak dilakukan dengan menggunakan metode broadcast, yaitu
bibit ditebar pada seluruh bagian tambak. Keuntungan dari metode penanaman
broadcast adalah biaya lebih murah, penanaman dan pengelolaannya lebih
mudah. Pada penanaman pertama, bibit rumput laut harus memiliki kualitas yang
sangat baik dan untuk selanjutnya bibit rumput laut dapat diambil dari hasil
panen. Pada kondisi salinitas 15-25 ppt, rumput laut akan tumbuh dengan optimal
dan menghasilkan spora. kemudian spora ini akan tumbuh menjadi rumput laut.
Pada umumnya penebaran awal bibit rumput laut berkisar antara 1-1,5 ton untuk
luasan areal tanam 1 ha. (Mubarak et al. 1990).
Untuk mempertahankan salinitas dan unsur hara yang dibutuhkan rumput
laut, perlu dilakukan pergantian air tiap tiga hari sekali dengan cara membuang air
tambak antara 50-60% dan menggantinya dengan air yang baru (Guanzon 2003).
Pada saat musim kemarau pergantian air dapat dilakukan tiap dua hari sekali, hal
ini bertujuan untuk mempertahankan salinitas agar tidak terlalu tinggi sebagai
akibat dari penguapan air tambak. Selama kegiatan budidaya rumput laut berjalan,

perawatan secara berkala perlu dilakukan pada rumput laut itu sendiri dan pada
petakan tambak. Perawatan pada rumput laut meliputi penyiangan/ membuang
rumput atau algae lainnya yang bersifat kompetitor, sehingga tidak menggangu
pertumbuhan rumput laut Gracilaria yang dibudidayakan (Mubarak et al. 1990).
Dawes (1981) menyatakan bahwa algae menunjukkan perbedaan respon
fotosintetik terhadap intensitas cahaya berdasarkan populasi, musim dan
morfologinya. Algae dapat beradaptasi dengan intensitas cahaya yang berbeda;
jenis algae yang dapat beradaptasi dengan intensitas cahaya yang rendah disebut
sebagai shade algae, sementara algae yang membutuhkan intensitas cahaya yang
tinggi disebut sun algae.Berbagai aktivitas metabolime pada algae yang
dipengaruhi oleh intensitas cahaya, termasuk laju fotosintesis dan produksi
pigmen. Kualitas cahaya dan lama penyinaran (photoperiod) menunjukkan adanya
pengaruh terhadap reproduksi algae. Selain itu juga terjadi respon struktural pada
algae terhadap cahaya yang meliputi perubahan ukuran, perbedaan morfologi dan
perubahan sitoplasmik. Pertumbuhan memanjang pada algae terjadi pada kondisi
lingkungan dengan intensitas cahaya rendah (Dawes 1981).
Perubahan kondisi lingkungan akibat terjadinya mekanisme pasang surut
juga mempengaruhi proses fisiologis pada rumput laut. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa spesies algae intertidal secara fotosintetik lebih aktif pada
kondisi surut, karena terekspos olehintesitas cahaya yang lebih tinggi (Dawes
1981). Akan tetapi jenis algae tertentu mengalami penurunan laju fotosintesis
pada saat kekeringan, dan akan normal lagi ketika sudah terendam air kembali
(reimmersion). Namun, jika fotosintesis tidak mencapai laju optimum setelah
reimmersion, maka kondisi tersebut tidak akan pulih kembali dan tanaman akan
segera mati (Lüning 1990). Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
rumput laut adalah terdapatnya tumbuhan penempel, yang bersifat kompetitor
dalam menyerap nutrisi untuk pertumbuhan. Terkadang algae filamen dapat
menjadi pengganggu karena menutupi permukaan rumput laut yang menghalangi
proses penyerapan hara dan cahaya sehingga menghambat proses fotosintesis.
Beberapa jenis tumbuhan penempel tersebut antara lain Hypnea, Dictyota,
Acanthopora, Laurencia, Padina, Amphiroa dan algae filamen seperti
Chaetomorpha, Lyngbya, dan Symploca (Dawes 1981).
Sedangkan di laut G. gigas harus terlindungi dari arus dan hempasan
ombak yang besar. Apabila hal ini terjadi, arus dan ombak akan merusak dan
menghayutkan tanaman. Pergerakan air yang baik G. gigas berkisar 0,2-0,4
m/detik. Dengan kondisi ini, akan mempermudah pergantian dan penyerapan hara
yang diperlukan oleh tanaman, tetapi tidak sampai merusak tanaman (Chapman
dan Chapman 1980).
Salinitas untuk pertumbuhan G. gigas yang optimal berkisar 32-33 ppt,
oleh sebab itu lokasi budidaya harus jauh dari limpahan air tawar atau muara
sungai (Dawes et al. 1999). Salinitas di perairan laut hampir tidak ada perbedaan
yang ekstrim kecuali salinitas disekitar sungai dan daerah limpasan air tawar yang
besar. Lokasi budidaya G. gigas harus terhindar dari fluktuasi salinitas yang
tinggi, karena dapat mempengaruhi proses fisiologisnya, termasuk dalam laju
fotosintesis G. gigas (Chapman dan Chapman 1980).

Derajat keasaman atau pH merupakan salah satu faktor penting dalam
kehidupan Gracilaria sp. Kisaran pH yang optimal untuk menunjang
kelangsungan hidup Gracilaria sp adalah 7-8,5 (Dawes 1981).
Kecerahan dan kekeruhan perairan sangat menentukan intensitas sinar
matahari yang masuk ke kolom air. Nilai kecerahan dari suatu perairan sangat
dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan dan padatan
tersuspensi (Raikar et al. 2001). Nilai kecerahan yang ideal untuk budidaya
rumput laut adalah > 1 meter (BSN 1998). Adapun nilai kekeruhan adalah harus <
40 NTU, sebab setiap peningkatan nilai kekeruhan sebesar 25 NTU akan
mengurangi produktivitas primer sebesar 13-50 % (Dawes 1981).
Cahaya merupakan syarat utama dalam kelangsungan hidup G. gigas.
Cahaya memiliki pengaruh yang besar terhadap komposisi kimia rumput laut dan
aktivitas fotosintesisnya. Pada perairan terbuka, penetrasi cahaya dipengaruhi oleh
kedalaman (Raikar et al. 2001). Dengan bertambahnya kedalaman akan
menurunkan kualitas dan intensitas cahaya yang masuk. Respon struktural pada
alga karena pengaruh cahaya diantaranya adalah perubahan ukuran, perbedaan
morfologi dan perubahan sitoplasma (Dawes 1981). Diantara semua jenis alga
mekanisme adaptasi alga merah Gracilaria terhadap cahaya lebih baik dibanding
yang lainnya. Kemampuan ini sangat erat kaitannya dengan keberadaan pigmen
fotosintesis yang dimiliki. Semua organisme fotosintesis mengandung pigmen
organik yang digunakan untuk menghasilkan energi. Menurut Dawes (1981)
pigmen dikelompokkan ke dalam tiga kelas utama, yaitu klorofil, karatenoid dan
fikobilin (Dawes 1981).
Kedalaman air untuk usaha budidaya rumput laut berkisar 2-15 meter pada
saat surut terendah (BSN 1998). Kondisi ini untuk menghindari rumput laut
kekeringan pada saat surut dan mengoptimalkan perolehan sinar matahari (BSN
1998). Dasar perairan yang baik untuk pertumbuhan G. gigas adalah stabil dan
terdiri dari patahan karang mati (pecahan karang) dan pasir kasar serta bebas dari
lumpur (BSN 1998) agar matahari mudah masuk ke dalam air untuk menunjang
perkembangan yang cepat (Dawes1981).
Rumput laut memerlukan unsur hara sebagai bahan baku dalam proses
fotosintesisnya. Unsur utama yang dibutuhkan oleh rumput laut adalah nitrogen
dalam bentuk nitrat (NO3-N) dan fosfor dalam bentuk fosfat (PO4-P) untuk
kelangsungan hidupnya (Chen Jia Xin 1989). Nitrat dan amonium adalah bentuk
nitrogen utama di perairan. Akan tetapi amonium lebih disukai oleh tumbuhan
sebagai sumber nitrogen. Kadar nitrat di perairan yang tidak tercemar, biasanya
lebih tinggi dari amonium. Kadar nitrat pada perairan yang alami biasanya jarang
melebihi 0,1 mg/l. Kadar nitrat yang melebihi 0,2 mg/l dapat mengakibatkan
eutrofikasi yang selanjutnya menstimulir pertumbuhan alga dan tumbuhan air
secara pesat (Dawes 1981). Unsur hara penting lainnya yang dibutuhkan oleh
rumput laut adalah fosfat. Kisaran fosfat yang optimal untuk pertumbuhan rumput
laut adalah 0,051-1,00 ppm (Indriani & Sumiarsih 1997). Kadi dan Atmadja
(1988) menyatakan bahwa orto fospat adalah bentuk fosfor yang dibutuhkan
secara langsung oleh tumbuhan akuatik termasuk dalam hal ini adalah rumput laut
(alga), dan keberadaannya dapat menentukan klasifikasi lingkungan perairan.
Kadar ortofosfat 0,003-0,010 mg/l merupakan perairan dengan tingkat kesuburan
rendah; 0,011-0,030 mg/l tergolong sedang; dan 0,031-0,100 mg/l tergolong
perairan dengan tingkat kesuburan yang tinggi (Dawes 1981).

Keragaan Rumput Laut G. gigas

Budidaya rumput laut sangat potensial untuk dikembangkan, karena terdapat
beberapa kelebihan dibandingkan dengan budidaya komoditas perikanan lainnya.
Teknologi yang digunakan dalam budidaya rumput tergolong sederhana, tidak
membutuhkan biaya produksi yang tinggi (seperti biaya pakan pada budidaya
ikan), waktu pemeliharaan yang relatif singkat serta kegiatan budidayanya bersifat
ramah lingkungan. Budidaya rumput laut komersial di Indonesia berawal pada
tahun 1979 yang dilakukan dalam skala kecil (Anggadiredja 1989). Jenis-jenis
rumput laut yang terdapat di perairan Indonesia sangat beragam. Namun jenis
yang sudah dibudidayakan masih sangat terbatas, diantaranya adalah K. alvarezii,
Gracilaria eucheumoides, G. Spinosum, G. Coronopifolia, G. Poliifera dan
Hypnea boergeseneii (Soekendarsi et al. 2004). Metode budidaya yang umumnya
diaplikasikan oleh pembudidaya antara lain metode long-line, lepas dasar, rakit
apung serta budidaya di tambak. Saat ini, permasalahan yang umumnya dihadapi
dalam budidaya rumput laut jenis G. gigas antara lain sulitnya memperoleh bibit
yang berkualitas, kondisi cuaca yang berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi,
kurangnya kandungan nutrien di perairan, serta serangan hama, penyakit ice-ice
dan ikan-ikan pemakan rumput laut (Neish 2003).
Merebaknya penyakit udang pada awal tahun 1980 di Sulawesi Selatan
menyebabkan banyaknya lahan tambak yang tidak operasional. Hal ini merupakan
awal dimulainya budidaya Gracilaria di lahan tambak yang dilakukan pada skala
komersil di Indonesia (Hussain 1989).Hingga saat ini usaha budidaya Gracilaria
lebih banyak dilakukan di lahan tambak; selain memudahkan pengontrolan juga
untuk dibudidayakan secara terpadu dengan udang (polikultur). Penerapan
aktivitas budidaya Gracilaria di tambak udang juga diharapkan dapat
meningkatkan efisiensi penggunaan lahan untuk memanfaatkan relung (niche)
yang tersedia di tambak (Widyorini 2010).
Produksi rumput laut Indonesia hingga saat ini masih terus mengalami
peningkatan. Pada tahun 1999 volume produksi rumput laut sebesar 133.720 ton,
dan terus meningkat hingga mencapai 1.485.654 ton pada tahun 2007 (MMAFJICA 2009). Pengembangan program industrialisasi komoditas rumput laut saat
ini didukung oleh ketersediaan potensi wilayah yang cukup besar yang tersebar
pada 15 provinsi di seluruh Indonesia, dengan luas total area mencapai 1.381.332
hektar (MMAF-JICA 2010). Menurut Lucas & Southgate (2003) dalam (MMAFJICA 2010), total produksi rumput laut dunia mencapai 9,5 juta ton pada tahun
1999, yang merupakan 22% dari total produksi akuakultur dunia.
Komponen agar

Komponen utama agar rumput laut adalah polisakarida yang dapat
mencapai 40-70 % berat kering, bergantung pada jenisnya dan keadaan
lingkungan tumbuhnya (Angka dan Suhartono 2000). Dari jenis Gracilaria sp.,
kandungan agarnya bervariasi menurut spesies dan lokasi pertumbuhannya yang
umumnya berkisar antara 16-45 %. Kandungan agar-agar Gracilaria di Indonesia
umumnya mencapai 47,34 %. (Yunizal 2002). Komposisi kimia rumput laut
Gracilaria sp. kering ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Komposisi kimia rumput laut Gracilaria sp. kering
Parameter
Kalori (Kkal)
Protein (g)
Lemak (g)
Total Karbohidrat (g)
Serat (g)
Abu (g)
Kalsium (g)
Fosfor (mg)
Besi (mg)
Sodium (mg)
Potassium (mg)
Thiamin (mg)
Riboflavin (mg)
Niacin (mg)

Kandungan
(dalam 100 g kering
312,0
1,3
1,2
83,5
2,7
4,0
756,0
18,0
7,8
115,0
107,0
0,01
0,22
0,2

Sumber: Angka dan Suhartono (2000)

Jenis rumput laut penghasil agar yang dikembangkan secara luas adalah
Gracilaria (Kadi & Atmadja 1988). Agar dengan kualitas yang tinggi dihasilkan
dari rumput laut G. gigas karena tingginya kekuatan gel dan rendahnya
kandungan sulfat (Balitbang 1990). agar mengandung agarose yang merupakan
polisakarida netral (tidak bermuatan) dan agaropektin yang merupakan
polisakarida bermuatan sulfat (Dawes 1981). Agar sebenarnya adalah karbohidrat
dengan berat molekul tinggi yang mengisi dinding sel rumput laut. Agar tergolong
kelompok pektin dan merupakan suatu polimer yang tersusun dari monomer
galaktosa (Armisen & Galatas 2000).
Kekuatan gel
Agar dapat berbentuk gel seperti karaginan tetapi kandungan sulfatnya
masih ada. Agar yang sudah bebas dari kandungan sulfat disebut agarosa,
sedangkan fraksi agar lain yaitu agaropektin, dikenal sebagai polimer sulfat. Rasio
kedua jenis polimer tersebut bervariasi dan persentase agarosa dalam agar berkisar
antara 50-90 % tergantung pada spesiesnya (Dawes et al. 1999).

3 METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli - Agustus 2012 di Balai Budidaya
Laut (BBL) Lombok, Teluk Gerupuk Kabupaten Lombok Tengah dan Sekotong
Kabupaten Lombok Barat, Propinsi Nusa Tenggara Barat (Gambar 2). Untuk
analisis kualitas air dilakukan di Laboratorium Pengujian Balai Budidaya Laut
Lombok, Sekotong Kabupaten Lombok Barat. Ekstraksi dan analisis kualitas agar
dilakukan di Laboratorium Pengujian, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Kementerian
Kelautan dan Perikanan di Jakarta.

Gambar 2 Lokasi penelitian di Teluk Gerupuk, Lombok Tengah dan Sekotong
Lombok Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat

Materi uji
Materi uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumput laut jenis G.
gigas. Bibit G. gigas diperoleh dari pembudidaya tambak di Desa Sekotong Barat,
Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Total biomassa bibit
yang digunakan adalah 300 kg yang ditanam di laut dengan metode long-line
dengan luas 1250 m2 (50 m x 25 m), dan 500 kg yang ditanam pada satu petak
tambak dengan luas 1500 m2 dengan metode budidaya lepas dasar (broadcast).

Prosedur Penelitian
Budidaya Rumput laut Gracillaria gigas
Budidaya rumput laut G. gigas dilakukan pada dua lokasi yang berbeda ,
menggunakan metode SNI yaitu di laut dengan metode long-line (Gambar 3) dan
di tambak dengan metode broadcast (Gambar 4).
Budidaya rumput laut dilakukan selama 30 hari, selama masa pemeliharaan
dilakukan pengambilan sampel parameter kualitas air, pengukuran bobot rumput
laut dan panjang selama 10 hari sekali. G. gigas dibudidayakan di habitat aslinya
yaitu di laut dengan metode long-line dengan ukuran 25 x 50 m2 (Gambar 3).
Bobot awal rumput laut yang ditanam yaitu 100 gram per titik tanam. Bibit diikat
pada tali ris dengan panjang 50 m. Tali ris yang digunakan berjumlah 12 unit,
dengan masing-masing terdiri dari 250 titik tanam. Antara tali ris berjarak 2 m,
dan jarak antar ikatan bibit pada tali ris adalah 20 cm. Tali ris diikat pada tali
utama yang direntangkan sejajar dengan arah arus. Pada kedua ujung tali utama
diikatkan tali jangkar dan dibawahnya diberi pemberat atau jangkar. Pada tali ris
diberi pelampung yang diikat dengan tali penghubung ke tali ris sehingga rumput
laut tetap berada di bawah permukaan air. Budidaya di laut dengan metode longline adalah cara membudidayakan rumput laut dikolam air (eupotik) dekat
permukaan perairan dengan menggunakan tali yang dibentangkan dari satu titik
ketitik yang lain

Ket.
1. Tali jangkar
2. Tali utama
3. Tali pembantu
4. Tali ris bentang
5. Tali jangkar utama
6. Jangkar pembantu
7. Pelampung pembantu

(a)

(b)
Ket.
1. Jangkar
2. Tali jangkar
3. Pelampung utama
4. Pelampung ris bentang
5. Tali ris bentang

Sumber : SNI 7579.2:2010

Gambar 3 Budidaya rumput laut dengan metode longline di laut; (a) tampak atas,
(b) tampak samping.

Budidaya G. gigas di tambak dilakukan dengan sistim polikultur bersama
dengan bandeng dan metode tebar (broadcast) yaitu dengan cara menebarkan
rumput bibit secara merata ke dasar tambak. Bibit rumput laut disebarkan pada
area tambak dengan luas 1500 m2. Jumlah bibit yang digunakan adalah 500
kg/petak. Penebaran G. gigas dilakukan setelah pengairan tambak setinggi 30 cm
dari dasar tambak (Mubarak et al. 1990). Mengigat rumput laut adalah penyaring
atau filter air tambak, penebaran dilakukan secara merata (Gambar 4) sehingga
tanaman akan menyaring partikel organik dan nutrien ditempatnya masing.
Pengolahan tanah dimulai dengan pencangkulan dan pembalikan tanah dasar
tambak sedalam 15-20 cm, perataan kembali, serta pengeringan. Pengeringan
dilakukan selama 47 hari sampai retak-retak dan tidak melesak lebih dari 1 cm
bila diinjak (Mubarak et al. 1990).
Pemeliharaan rumput laut G. gigas yang ditanam di tambak relatif lebih
mudah dari pada yang ditanam di laut. Hal ini dikarenakan kondisi air tambak
mudah dikontrol dibandingkan air laut yang dipengaruhi oleh arus dan gelombang
sehingga menyulitkan dalam pemeliharaan bahkan dapat merusak tanaman.
Metode budidaya yang diterapkan pada lokasi ini umumnya adalah tebar dengan
tidak ada perlakuan khusus, hanya menebarkan keseluruh tambak (Mubarak et al.
1990).

Sumber : SNI 7579.2:2010

Gambar 4 Budidaya rumput laut dengan metode tebar ( broadcats ) di tambak

Pengukuran parameter kualitas air
Pengambilan sampel kualitas air dilakukan setiap 10 hari sekali budidaya di
laut dan di tambak yang dilakukan pada pagi hari. Parameter kualitas air yang
diukur meliputi fisika dan kimia air (Tabel 3).

Tabel 3 Metode pengukuran parameter kualitas air di laut dan di tambak
Parameter
Suhu
Salinitas
DO
pH
NO 3 -N

Satuan
oC
ppt
mg/L
mg/L
mg/L

Alat/metode analisa
YSI Pro
YSI Pro
YSI Pro
YSI Pro
Spektrofotometri

NO 2 -N

mg/L

Spektrofotometri

NH3 -N
Total P
Kecerahan

mg/L
mg/L
m

Spektrofotometrii
Spektrofotometrii
Sechi disc

Pengamatan Keragaan Rumput Laut G. gigas
Pengamatan ini dilakukan setiap 10 hari masa tanam, yang di amati adalah
pertumbuhan, pertambahan bobot, tingkat mortalitas dan indeks percabangan.
Setelah masa pemeliharaan 30 hari, rumput laut siap dipanen, parameter yang
diamati adalah produktivitas dan fenotip rumput laut hasil budidaya di laut dan di
tambak (Pickering et al. 1995). Setelah itu sampel rumput laut dikeringkan untuk
analisis rendemen agar dan kekuatan gel (Lampiran 1).
Produktivitas budidaya rumput laut yang dilakukan dapat dihitung
berdasarkan pertambahan bobot biomassa yang dihasilkan dari luasan area
budidaya dan lamanya waktu pemeliharaan dan dapat di hitung :
Y = [(Wt – W0) / T] / SA,
Keterangan :
Y
W1
W0
T
SA

= produktivitas (g/m2/hari)
= bobot akhir (g)
= bobot awal (g)
= periode/waktu percobaan (hari).
= luas area (m2)

Parameter Uji

Kualitas rumput Laut
Pemanenan dilakukan pada umur 30 hari setelah tanam. Beberapa parameter
kualitas agar yang diuji antara lain :
Rendemen agar
Rendemen hasil ekstraksi yang dihitung berdasarkan rasio perbandingan
antara berat kering agar yang dihasilkan dengan berat rumput laut kering dalam
bentuk tepung setelah proses pengolahan. Rendeman agar dihitung dengan
menggunakan rumus adalah sebagai berikut:
Rendemen =

Wa
Wr

x 100%

Keterangan :
Wa
= berat agar kering
Wr
= berat rumput laut kering

Kadar air
Analisis kadar air tujuannya adalah untuk melihat jumlah molekul air tidak
terikat (free water) dan terikat yang terkandung dalam suatu produk. Analisis
kadar air pada prinsipnya adalah molekul air dihilangkan melalui pemanasan
dengan oven vakum pada suhu 95-100 oC dengan tekanan udara tidak lebih dari
100 mmHg selama 5 jam. Penentuan berat air dihitung secara gravimetri
berdasarkan selisih berat sampel sebelum dan sesudah sampel dikeringkan. Kadar
air dinyatakan dalam persentase.
Metode analisa kadar air dilakukan berdasarkan SNI 01-2354.2-2006. Kadar air
dihitung dengan menggunakan rumus :
B – CB
Kadar air %=

B–A

x 100 %

Keterangan :
A
= berat cawan kosong dinyatakan dalam (g)
B
= berat cawan + sampel awal, dinyatakan dalam (g)
C
= berat cawan + sampel kering, dinyatakan dalam (g)

Kadar abu
Kadar abu adalah Jumlah residu anorganik yang dihasilkan dari
pengabuan/pemijaran suatu produk. Analisis kadar abu dilakukan dengan
menggunakan metode SNI 01-2354. 1-2006. Prinsipnya adalah Sampel diabukan
pada suhu 550 oC dalam tungku pengabuan (furnace) selama 8 jam atau sampai

mendapatkan abu berwarna putih. Penetapan berat abu dihitung secara gravimetri.
Kadar abu agar dihitung dengan rumus :
B–A
Kadar abu (%) =

x100%
Berat sampel (g)

Keterangan :
A
= berat cawan porselin kosong, dinyatakan dalam (g)
B
= berat cawan dengan abu, dinyatakan dalam (g)
Serat kasar
Pengukuran serat kasar pada rumput laut bertujuan untuk melihat tingkat gel
yang terbentuk, tinggi rendahnya serat kasar sangat berpengaruh pada gel yaitu
serat yang tinggi akan menghasilkan gel yang tinggi juga.
Analisa kandungan serat kasar dilakukan dengan metode gravimetri. Serat
kasar dapat dihitung dengan rumus :

Serat kasar % =

Berat kertas residu-berat kertas x 100%
Berat sampel

Kualitas agar
Parameter uji kualitas agar hasil ekstraksi rumput laut meliputi viskositas,
kekuatan gel, CAW, derajat putih, titik jendal dan titik leleh dan kadar sulfat.
Viskositas
Viskositas adalah ukuran gaya yang diperlukan untuk menggeser suatu
cairan pada satuan kecepatan yang dinyatakan dalam mPa.S dan diukur pada suhu
tertentu atau tahanan dari suatu cairan untuk mengalir dengan satuan poise (1
poise = 100 centipoise/cP). Viskositas sampel diukur dengan menggunakan alat
viskometer. Viskositas merupakan perbandingan antara tekanan geser suatu
cairan. Suspensi koloid dalam larutan dapat meningkat dengan cara mengentalkan
cairan sehingga terjadi absorsi dan pengembangan koloid (Glicksman 1983).
Viskositas dipengaruhi oleh jenis rumput laut penghasil agar dalam kondisi
selama proses panen.
Kekuatan gel
Kekuatan gel adalah gaya yang dibutuhkan untuk memecah permukaan gel
dalam waktu tertentu dibagi jarak yang ditempuh dari agar. Pengukuran kekuatan
gel pada agar dilakukan dengan metode KCl-Gel Strength menggunakaan alat
texture analyzer. Prinsipnya bes