Analysis Efficiency Of Maize Marketing In West Nusa Tenggara Province

(1)

i

POSAL PENELITIAN

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAGUNG

DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

IKA NOVITA SARI

H4511

00

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013


(2)

(3)

iii PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Analisis Efisiensi Pemasaran Jagung di Provinsi Nusa Tenggara Barat adalah benar merupakan hasil karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum dipublikasikan dalam bentuk apapun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2013 Ika Novita Sari H45110061


(4)

(5)

v ABSTRACT

IKA NOVITA SARI. Analysis efficiency of maize marketing in West Nusa Tenggara Province. Under the direction of RATNA WINANDI and JUNIAR ATMAKUSUMA.

The establishment of the selling price is influenced by the development of corn prices 

prevailing in the international market, and marketing agencies are involved. Have not be 

transmitted  between  price  of  the  international  market  with  the  local  market  NTB, 

identifying inefficient marketing system. This research aims to analyze the efficiency of 

marketing through the marketing channels, market structure, market conduct, market 

performance, and identify marketing strategies corn in NTB. The analysis of S‐C‐P that 

includes marketing margin, price‐share, market integration, and marketing mix. The results 

indicate inefficient marketing corn in NTB, shown by 48.66% of the farmers are using a 

second channel, which farmers sell immediately to big traders. The market structure leads 

to be oligopsoni, the dominant big traders determine the price of corn in NTB, and margins 

distribution

 

of the three marketing channels is not evenly.

 

While the vertical market 

integration is a strong in the long term and short term only to big traders. Marketing 

strategy big traders have not been able to improve marketing efficiency, which is due to the 

variation of the product being marketed is pipil the dry corn, determination of sales price 

depending on the quality of feed raw materials, and the cost of production. While 

promotions are made from word of mouth, and most wholesalers choose a location on the 

main street the easy route of public transport, while 50 percent are in the township. 

Keywords : Zea mayz, efficiency, marketing


(6)

vi

RINGKASAN

IKA NOVITA SARI. Analisis efisiensi pemasaran jagung di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dibimbing oleh RATNA WINANDI dan JUNIAR ATMAKUSUMA.

Jagung (Zea mays L) merupakan salah satu komoditas pertanian yang digunakan sebagai kebutuhan pangan dan pakan. Kebutuhan jagung terus meningkat sejalan dengan terus berkembangnya industri pangan dan pakan, mengindikasikan besarnya peranan jagung dalam petumbuhan sub sektor tanaman pangan. Sehingga untuk mencapai kebutuhan jagung, maka dilakukan pengembangan jagung di Indonesia yang salah satunya adalah NTB dengan memanfaatkan potensi lahan keringnya. Dukungan pemerintah daerah berupa program pengembangan komoditas unggul daerah (program PIJAR) yang salah satunya adalah komoditas jagung. Pemasaran hasil panen jagung merupakan salah satu kendala pengembangan jagung di NTB. Pemasaran jagung yang melibatkan lembaga pemasaran pada akhirnya mempengaruhi pembentukan harga jual jagung. Pembentukan harga seharusnya didasarkan pada pertimbangan harga jagung yang berlaku di pasar internasional, yang kenyataannya kondisi ini belum ditransmisikan dengan baik terhadap pasar lokal di NTB. Kenyataan atau faktanya, harga jagung dominan yang ditunjukkan oleh harga jagung pada pasar dunia yang cendrung berfluktuasi dibandingkan harga jagung di pasar lokal NTB yang cenderung stagnan.

Besarnya harga yang terjadi di tingkat konsumen dibandingkan dengan harga yang diterima oleh petani yang rendah berpengaruh pada minat petani dalam memproduksi jagung. Terkait dengan beberapa permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur, perilaku dan kinerja pasar, serta mengidentifikasi strategi pemasaran jagung pada lembaga pemasaran jagung di NTB. Berdasarkan tujuan tersebut, analisis yang digunakan meliputi analisis struktur pasar, perilaku pasar, dan kinerja pasar, serta strategi pemasaran atas berbagai informasi pasar dan kondisi di lokasi penelitian.

Produksi jagung yang dipasarkan dari 30 orang petani responden hanya sampai pada pedagang besar selaku pedagang antar pulau (PAP). Selanjutnya pedagang besar memasarkannya pada konsumen (pabrik pakan) yang berada di luar Provinsi NTB. Terdapat tiga pola saluran pemasaran jagung, yaitu (1) petani - makelar - pedagang besar - konsumen pabrik pakan, (2) petani - pedagang besar – konsumen pabrik pakan, dan (3) petani - tengkulak - pedagang besar – konsumen pabrik pakan. Saluran pemasaran yang banyak dilakukan oleh petani adalah saluran ke dua yaitu sebesar 78 ton (48,66 persen dari total produksi jagung petani responden).

Struktur pasar jagung yang berlangsung di Provinsi NTB belum efisien yang ditunjukkan oleh pasar jagung yang cenderung mengarah pada pasar persaingan tidak sempurna (oligopsoni) yang menunjukkan bahwa pedagang memiliki tingkat kekuasaan yang besar dalam mempengaruhi pasar. Hal ini juga terlihat dari perilaku pasar yang menunjukkan bahwa pedagang besar merupakan lembaga pemasaran yang


(7)

vii dominan dalam menentukan harga jagung di NTB. Di lain pihak, kelompok tani dalam kegiatan pemasaran jagung kurang berfungsi. Hal ini dikarenakan adanya kegiatan penjualan jagung oleh petani yang tidak dilakukan secara berkelompok menyebabkan harga di tingkat petani lemah. Saluran ke dua merupakan saluran pemasaran jagung yang lebih efisien dari tiga saluran yang ada.

Pemasaran jagung di NTB berdasarkan analisis kinerja pasar jagung belum efisien. Hal ini dikarenakan distribusi marjinnya belum merata, dan share harga yang diterima petani tidak terlalu tinggi. Integrasi pasar dalam jangka panjang menunjukkan pasar lokal petani memiliki integrasi yang lebih bagus dibandingkan jangka pendek. Dengan kata lain, bahwa terdapat keterpaduan yang kuat dalam jangka panjang di semua pasar acuannya, sehingga pembentukan harga jagung di pasar lokal dalam jangka panjang dipengaruhi oleh harga yang terjadi di pasar acuannya. Integrasi pasar dalam jangka pendek adalah inefisiensi yang terjadi pada pasar petani ke tengkulak dan pasar petani ke makelar, dengan ini diperkuat dengan analisis IMC yang relatif besar (1,20 dan 2,38). Petani dalam hal ini dirugikan (dieksploitasi). Oleh sebab itu, kelompok tani yang ada hendaknya membantu anggota terutama pada pemasaran hasil produksi jagung, sehingga posisi tawar petani dapat ditingkatkan.

Strategi pemasaran jagung pada lembaga pemasaran yang dominan yaitu pedagang besar belum dapat meningkatkan efisiensi pemasaran. Fakta ini ditunjukkan oleh adanya produk jagung yang dipasarkan, hanya dalam bentuk homogen yaitu jagung kering pipil dengan kadar air 14 persen. Penetapan harga jual jagung pada konsumen pabrik pakan tergantung pada kualitas jagung kering pipil sebagai bahan baku pembuatan pakan ternak, dan besarnya biaya produksi. Kegiatan promosi keberadaan usaha hanya mengandalkan informasi dari mulut ke mulut (word of mounth) yang melibatkan petani, makelar, serta petugas lapangan. Pemilihan lokasi usaha sebagian menempatkan lokasi pada tempat yang strategis yaitu di depan jalan utama yang mudah di jangkau atau dilalui oleh transportasi umum, sedangkan 50 persen lainnya masih terbentur pada kondisi jalan yang tidak mendukung.

Meningkatkan efisiensi dapat dilakukan dengan memilih saluran pemasaran ke dua dari tiga saluran yang ada. Dengan demikian, share harga yang diterima petani akan dapat meningkat dan biaya pemasaran dapat dikurangi. Adanya penguatan kelompok tani terutama pada sistim pemasaran hasil akan membantu petani dalam meningkatkan posisi tawar di tingkat petani. Hal ini berarti dapat membantu petani dalam menentukan harga yang dilakukan oleh makelar dan tengkulak. Selain itu, untuk memperoleh alternatif pola pemasaran jagung yang efisien maka perlunya memperluas cakupan wilayah pengkajian pada penelitian selanjutnya.


(8)

viii

© Hak cipta milik IPB, tahun 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(9)

ix ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAGUNG

DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

IKA NOVITA SARI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013


(10)

x

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Anna fariyanti, MSi Penguji Program Studi : Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS


(11)

(12)

xi Judul Tesis : Analisis Efisiensi Pemasaran Jagung di Provinsi Nusa

Tenggara Barat

Nama : Ika Novita Sari

NIM : H451100261

Program Studi/Mayor : Agrib

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ratna Winandi, MS Ketua

Ir. Juniar Atmakusuma, MS Anggota

Diketahui, Ketua Program Studi/Mayor

Agribisnis, isnis

Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr


(13)

xii

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat penulis selesaikan. Tesis yang berjudul “Analisis Efisiensi Pemasaran Jagung di Provinsi Nusa Tenggara Barat” disusun sebagai salah satu syarat kelulusan dalam Program Pascasarjana pada Program Studi Agribisnis, Institut Pertanian Bogor.

Dalam penyusunan tesis ini, penulis menyadari bahwa bimbingan dan bantuan berbagai pihak telah memperlancar penyelesaian tesis ini. Sehubungan dengan hal tersebut ucapan terimakasih yang tulus penulis haturkan kepada :

1. Dr. Ir Ratna Winandi, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Ir. Juniar Atmakusuma, MS selaku anggota komisi pembimbing atas segala bimbingan, arahan, motivasi dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis mulai dari penyusunan proposal hingga penyelesaian tesis ini.

2. Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Departemen Agribisnis dan selaku penguji dari program studi pada sidang tesis yang telah memberikan komentar dan masukan dalam hasil kajian tesis ini.

3. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi selaku penguji luar komisi pada sidang tesis yang telah memberikan arahan dan masukan dalam hasil kajian tesis ini.

4. Seluruh dosen dan staf akademik Program Studi Agribisnis.

5. Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian Republik Indonesia selaku Promotor yang mendanai studi dan penelitian ini.

6. Seluruh rekan-rekan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTB 7. Rekan-rekan seperjuangan pada Program Studi Agribisnis angkatan 2010 (Yadi,

Muis, Jemmy, Asrul, Efri, Ali, Ridho, Arifayani, Nur Qomariah, Nia, Lila, Nuni, Rzma, Anis, Cicin, Cila, Hepi, Ratna MS, Ratna SS, Fitri, Evita, Putri, Maria, Husnul, Puspitasari, Sari, Desi, Ratih) atas masukan dan dukungan dalam menyelesaikan tesis ini.

8. Teman-teman di Wisma Flora (Wanny, Agnes, Widy, Kiki, Septi, Indi, Diah, Fina, Chika, Diza, Vanesa, Uthe, Bang Rudy, Eja, Yuli, Firman, Buyung,) atas dukungan dalam menyelesaikan tesis ini.


(14)

xiii 9. Penghargaan dan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta H. Damhudji

Karim dan Hj. Tendri Edja serta adik-adik dan ponakanku tercinta (Iman, Isrin, Devi, Dzaky, Dzaka) atas do’a dan dorongannya hingga penyelesaian tesis ini. (Mbak Nur, Bang Asrul, Jemmy,

10. (Wanny, Agnees, Widi, Vanes, Epi, Diah, Uthe, Indi, mephi, Eja, Bang Rudi, Yuli, Buyung, Efan, ………….. atas do’a dan semangat yang diberikan.

Akhir kata, penulis berharap semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat. Terima kasih.

Bogor, Februari 2013 Ika Novita Sari


(15)

xiv

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Mataram pada tanggal 19 November 1976 dan merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Ayah bernama H. Damhudji Karim dan Ibu bernama Hj. Tenri Edja.

Penulis lulus dari SMA Negeri 3 Mataram pada Tahun 1995 dan melanjutkan pendidikan sarjana pada Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Mataram dan lulus pada Tahun 2001. Pada tahun 2010, penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan magister sains di Program Studi Agribinis, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Master Sains, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Efisiensi Pemasaran Jagung di Provinsi Nusa Tenggara Barat” dibawah bimbingan dan arahan dari Dr. Ir Ratna Winandi, MS dan Ir. Juniar Atmakusuma, MS.

Penulis bekerja sebagai pegawai negeri sipil di Kementerian Pertanian, yaitu peneliti pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTB, Badan Litbang Pertanian sejak tahun 2005 hingga sekarang.

Selama mengikuti program S2, penulis beberapa kali mengikuti kegiatan ilmiah seminar maupun pelatihan yang berkaitan dengan studi penulis. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Master Sains, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Efisiensi Pemasaran Jagung di Provinsi NTB” dibawah bimbingan dan arahan dari Ibu Dr. Ir Ratna Winandi, MS dan Ibu Ir. Juniar Atmakusuma, MS.


(16)

xv DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI …….………..……….………..… xii

DAFTAR TABEL ………....………..………..………..…… xiv

DAFTAR GAMBAR ………..……….…….……..….... xv

DAFTAR LAMPIRAN ………..……….…….……….. xvi

I. PENDAHULUAN ………..….….. 1

1.1. Latar Belakang ………..…… 1

1.2. Perumusan Masalah ….………..…. 4

1.3. Tujuan Penelitian ………. 8

1.4. Manfaat Penelitian ……….. 8

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ………..………. 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ………....… 9

2.1. Perkembangan Jagung ……….…...………..……… 9

2.2. Hasil-hasil Penelitian Sebelumnya ……….……… 10

2.2.1. Efisiensi Pemasaran Jagung ……….……….... 10

2.2.2. Struktur, Perilaku, dan Kinerja Pemasaran ……...……….….. 12

2.2.3. Strategi Pemasaran Jagung ……….…..…... 14

III. KERANGKA PEMIKIRAN ……….…………. 15

3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual ……….…….. 15

3.1.1. Saluran Pemasaran ………...… 15

3.1.2. Struktur Pasar ………...…. 16

3.1.3. Perilaku Pasar ………..… 19

3.1.4. Marjin Pemasaran …..………..…… 20

3.1.5. Efisiensi Pemasaran …….……..………...……... 23

3.1.6. Strategi Pemasaran ………...……....…… 27

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ……….………….…. 30

IV. METODE PENELITIAN ………..……….………... 35

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ……….……….… 35

4.2. Jenis dan Sumber Data ……….………... 35

4.3. Metode Penentuan Responden dan Pengumpulaan Data …………... 35

4.4. Metode Analisis Data ………..………..….. 36


(17)

xvi

4.3. Metode Penentuan Responden dan Pengumpulaan Data …………... 35

4.4. Metode Analisis Data ………..………..….. 36

4.4.1. Analisis Struktur Pasar ………..…………..……… 36

4.4.2. Analisis Perilaku Pasar ………...……….…… 37

4.4.3. Analisis Kinerja Pasar……….……….…………...….. 37

4.4.4. Strategi Pemasaran ………..……...….. 40

4.5. Definisi Variabel ………...……….. 40

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ……….….…….. 43

5.1. Letak Geografis dan Wilayah ………. 43

5.2. Perkembangan Pertanian ……….……… 44

5.3. Karakteristik Responden ………. 46

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ..………..……….………... 55

6.1. Saluran Pemasaran dan Fungsi Pemasaran ..….……….… 55

6.2. Struktur Pasar ……….………. 61

6.3. Perilaku Pasar ………..………...………… 64

6.4. Kinerja pasar ………...………… 69

6.5. Strategi Pemasaran Jagung ……….………… 82

6.6. Implikasi Kebijakan ………..……….. 87

KESIMPULAN DAN SARAN ………..……….……….. 91 DAFTAR PUSTAKA


(18)

xvii DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Jagung di Provinsi NTB .... 3 Tabel 2 Lima Jenis Pasar pada Sistem Pangan dan Serat .……….. 17 Tabel 3 Perbandingan Struktur Pasar Bersaing Sempurna, Persaingan

Monopolistik, Oligopoli, dan Monopoli ………..…… 18 Tabel 4 Perkembangan Produksi Tanaman Pangan di Kabupaten Lombok

Timur Tahun 2008 – 2010 ………... 45 Tabel 5 Karakteristik Petani Responden di Kabupaten Lombok Timur

Tahun 2012 ……….….… 46

Tabel 6 Karakteristik Responden Lembaga Pemasaran Jagung di

Kabupaten Lombok Timur Tahun 2012 ………... 48 Tabel 7 Pelaksanaan Fungsi-Fungi yang Dilakukan Lembaga Pemasaran

Jagung ……….….. 58

Tabel 8 Jumlah Penjual dan Pembeli, Diferensiasi Produk, Hambatan Keluar Masuk Pasar, dan Struktur Pasar Dalam Pemasaran Jagung ………..……

61 Tabel 9 Konsentrasi Rasio Empat Perusahaan Besar di Kabupaten

Lombok Timur Provinsi NTB Tahun 2011 ..………..… 63 Tabel 10 Biaya, dan Marjin Pemasaran di Kabupaten Lombok Timur

MT Januari - April Tahun 2012 …..………..…….….... 77 Tabel 11 Analisis Integrasi Pasar Jagung Dalam Jangka Pendek di

Kabupaten Lombok Timur Tahun 2012 ……….….... 79 Tabel 12 Analisis Integrasi Pasar Jagung Dalam Jangka Panjang di


(19)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Proyeksi Kebutuhan Jagung Nasional 2010-2014 ………. 1

Gambar 2 Harga Jagung Dunia dan Provinsi NTB ……….……… 6

Gambar 3 Kurva Marjin Pemasaran ………..…. 22

Gambar 4 Kerangka Operasional ………….………..………. 33

Gambar 5 Peta lokasi Penelitian di Kabupaten Lombok Timur ..………..…. 43


(20)

xix DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Daerah produksi jagung di Kabupaten Lombok Timur... 98 Lampiran 2 Karakteristik Petani responden ………. 99 Lampiran 3 Marjin pemasaran jagung di Kabupaten Lombok Timur

MT Januari – April Tahun 2012 ……….. 100 Lampiran 4 Harga di tingkat petani dan lembaga pemasaran ……….. 102 Lampiran 5 Hasil Olahan Analisis Intgrassi Pasar Vertikal ….………….. 103


(21)

(22)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Jagung (Zea mays L) merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki peran penting yaitu sebagai makanan manusia dan ternak. Indonesia merupakan salah satu penghasil jagung dengan jumlah yang terbatas. Sejak tahun 1970, menurut Tangendjaja et al (2005) bahwa produksi jagung Indonesia diutamakan sebagai makanan manusia. Akan tetapi ketika industri unggas mulai berkembang yang disertai dengan meningkatnya produksi beras, maka pemanfaatan jagung secara bertahap sedikit bergeser ke pakan (makanan ternak).

Penggunaan jagung dalam negeri untuk kebutuhan konsumsi pangan sebesar 30 persen, kebutuhan pakan sebesar 55 persen, dan sisanya digunakan untuk kebutuhan industri lainnya seperti benih (Kasryno et al, 2007). Dengan demikian, kebutuhan jagung untuk pangan merupakan tingkat konsumsi terbesar di dalam negeri.

Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional 2010-2014 (Sumber : Deptan 2009, diolah)

Gambar 1 di atas merupakan proyeksi kebutuhan jagung nasional yang dilakukan oleh Departemen Pertanian sampai dengan tahun 2014. Kebutuhan


(23)

jagung nasional diproyeksikan terus meningkat hingga tahun 2014. Jika target kebutuhan jagung dapat tercapai sebagaimana proyeksi tersebut, hal ini mengindikasikan bahwa industri jagung terutama sebagai pangan dan pakan berpotensi untuk dikembangkan (Purna dan Hamidi 2010).

Berdasarkan lima tahun terakhir, permintaan jagung untuk bahan baku industri pakan, makanan, dan minuman meningkat hingga 10 - 15 persen per tahun. Dengan demikian, produksi jagung selain mempengaruhi kinerja industri pangan, juga berpengaruh terhadap industri peternakan. Dalam perekonomian nasional yaitu di subsektor tanaman pangan, jagung sebagai penyumbang terbesar kedua setelah padi. Sumbangan jagung terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) terus meningkat setiap tahun, sekalipun pada saat krisis ekonomi. Pada tahun 2000, kontribusi jagung dalam perekonomian nasional mencapai Rp 9,4 trilyun dan pada tahun 2003 meningkat menjadi Rp 18,2 trilyun. Kondisi demikian mengindikasikan besarnya peranan jagung dalam memacu laju pertumbuhan subsektor tanaman pangan dan perekonomian nasional secara umum (Zubachtirodin et al 2007).

Pada tahun 2010 produksi jagung nasional sebesar 18.327 ribu ton dengan luas panen sebesar 4,13 juta hektar dan produktivitas jagung mencapai 44,35 kuintal per hektar. Kemudian pada tahun 2011 produksi jagung sebesar 17.643 ribu ton pipilan kering serta luas panen mencapai 3,8 juta hektar dan produktivitasnya mencapai 44,52 kuintal per hektar (BPS, 2011). Adanya penurunan produksi jagung sebesar 684.386 ton atau 3,7 persen dibandingkan tahun 2010, dikarenakan terjadinya penurunan luas panen jagung sebesar 266.984 hektar (6,5 persen). Penurunan produksi jagung tersebut disebabkan oleh adanya kemarau panjang di beberapa wilayah di Indonesia.

Pemenuhan target akan kebutuhan jagung nasional, harus diimbangi dengan peningkatan produksi jagung nasional. Peningkatan produksi jagung dapat dilakukan dengan perluasan areal tanam maupun peningkatan produktivitas melalui perbaikan teknologi budidaya jagung. Penambahan luas tanam jagung

dilakukan di seluruh wilayah terutama pada daerah sentra produksi jagung di Indonesia antara lain yaitu Provinsi Sumatera Utara, Lampung, Jawa Tengah,


(24)

Provinsi NTB memiliki peluang dalam pengembangan jagung yaitu memanfaatkan lahan kering dengan luas mencapai + 1,8 juta hektar. Walaupun tingkat produksi jagung NTB masih terbilang kecil jumlahnya yaitu sebesar 308.863 ton atau 1,75 persen dari jumlah produksi jagung nasional 17.629.748 ton pipilan kering (BPS 2011). Untuk mencapai target peningkatan produksi jagung, maka kegiatan ini juga didukung melalui suatu program kegiatan pemerintah daerah guna mengembangkan komoditas unggul daerah yaitu melalui program PIJAR. Program PIJAR merupakan singkatan dari tiga komoditi unggulan NTB yaitu sapi, jagung, dan rumput laut yang pelaksanaannya dimulai sejak tahun 2010.

Pengembangan jagung di NTB tersebar hampir di seluruh kabupaten dan kota. Hal ini dikarenakan jagung merupakan komoditi pangan penting ke dua setelah padi dilihat dari luas pertanaman dan jumlah produksi per tahun. Berdasarkan data BPS (2011), total produksi jagung NTB terus meningkat tiap tahunnya, yaitu sejak tahun 2006 sebesar 103.963 ton hingga tahun 2009 sebesar 308.863 ton. Walaupun terjadi penurunan produksi pada tahun 2010 namun produktivitasnya sebesar 4,04 ton/ ha dari 3,79 ton/ ha pada tahun 2009.

Tabel 1 Luas panen, produktivitas, dan produksi jagung di Provinsi NTB

Tahun Luas panen

(ha)

Produktivitas (ton/ha)

Produksi (ton)

Kebutuhan (ton)

2005 39.380 2,45 96.458 620

2006 40.617 2,56 103.963 500

2007 42.955 2,81 120.612 600

2008 59.078 3,32 196.263 3300

2009 81.543 3,79 308.863 2100

2010 61.593 4,04 249.005 1500

Sumber : BPS 2011

Peningkatan produksi jagung di NTB dimaksudkan untuk menjadikan NTB sebagai salah satu daerah produksi jagung nasional. Peningkatan produksi jagung belum menjamin terjadinya peningkatan pendapatan petani yang


(25)

proporsional. Hal ini dikarenakan pendapatan usahatani jagung tidak hanya di tentukan oleh produksi tetapi juga pada harga yang berlaku di pasar. Harga

yang responsif bagi pelaku pasar akan terealisasi jika sistim pemasarannya efisien. Sifat jagung yang mudah rusak, serta letak sentra produksi yang jauh dari sentra konsumsi mengakibatkan petani cendrung menjual dengan cepat. Dilain pihak harga yang harus dibayar konsumen relatif mahal dibandingkan harga yang diterima petani sebagai produsen yang dikarenakan produk yang dibutuhkan konsumen sudah melalui suatu proses pemasaran dengan biaya yang tidak kecil.

Usaha peningkatan produksi jagung perlu diimbangi dengan pemasaran jagung yang saling menguntungkan pihak-pihak yang terlibat. Pasar jagung melibatkan lembaga-lembaga perantara dalam upaya menjembatani pergerakan jagung dari produsen ke konsumen. Lembaga-lembaga perantara ini melakukan aktivitas bisnis melalui pelaksanaan fungi-fungsi pemasaran.

Adanya perilaku harga di berbagai tingkat pasar pada komoditi pertanian relatif serupa (Adiyoga et al, 2001). Peningkatan harga jagung di tingkat produsen dan pedagang besar cendrung meningkat secara simultan dengan jumlah yang relatif kecil. Sebaliknya apabila terjadi penurunan harga, maka harga di tingkat produsen (petani) cenderung menurun lebih cepat dibandingkan dengan harga di tingkat pedagang besar. Perbedaan harga tersebut antara lain dapat dipengaruhi oleh jenis produk yang dihasilkan dari masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat. Baik dalam bentuk bahan baku jagung pipilan maupun bahan jadi berupa beras jagung dan tepung jagung yang pada akhirnya hal ini tentu saja berdampak pada harga jual jagung. Adanya diferensiasi produk yang dihasilkan dari bahan baku jagung menimbulkan banyak alternatif pilihan pemasaran jagung bagi petani dan lembaga pemasaran jagung. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penelitian efisiensi pemasaran jagung perlu dilakukan.

1.2. Perumusan Masalah

Jagung di pasar domestik maupun pasar dunia permintaannya terus meningkat sejalan dengan adanya pemenuhan kebutuhan jagung sebagai pangan dan bahan baku industri pakan ternak, dengan demikian potensi permintaan


(26)

jagung cukup tinggi. Untuk memenui permintaan jagung tersebut, dilakukan pengembangan pada sentra produksi jagung di seluruh Indonesia yang salah satunya adalah di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Luas panen jagung di NTB pada tahun 2010 sebesar 61.593 ha dengan produksi sebesar 249.005 ton. Produktivitas jagung yaitu sebesar 4,04 ton per ha masih kecil bila dibandingkan dengan produktivitas jagung nasional sebesar 4,72 ton per ha. Selain pengembangan jagung melalui program PIJAR, pemerintah juga berharap program ini mampu mendukung pengembangan ternak di Provinsis NTB.

Pengembangan jagung di NTB sebagian besar diusahakan di lahan kering dengan beberapa kendala (Cakra, 2006) antara lain teknis lapangan seperti ketersdiaan air yang terbatas jumlahnya, dan struktur tanah. Kendala lainnya adalah penerapan teknologi (rekomendasi teknologi), serta pemasaran hasil jagung. Dalam sistim pemasaran jagung dari produsen ke konsumen, pelaku yang menjembatani sistim pemasaran tersebut adalah lembaga pemasaran seperti pedagang pengumpul hingga pengecer. Keterlibatan lembaga pemasaran ini pada akhirnya mempengaruhi pembentukan harga jual jagung, yaitu pembentukan harga jagung pada satu tingkat lembaga pemasaran dipengaruhi oleh harga di tingkat lembaga pemasaran lainnya.

Pembentukan harga jagung di NTB juga didasari oleh pertimbangan harga jagung yang berlaku di pasar internasional yang akhirnya berdampak pula pada harga di pasar lokal. Pola pergerakan harga di pasar internasional pada tahun 2011 (Gambar 2) terlihat belum dapat ditransmisikan dengan baik terhadap pasar lokal di NTB. Dimana harga jagung pada pasar dunia cendrung berfluktuasi jika dibandingkan dengan harga jagung di pasar lokal NTB yang cendrung stabil. Belum ditransmisikannya harga dengan baik antara pasar lokal NTB dengan pasar internasional, mengidentifikasikan sistim pemasaran yang tidak efisien.

Efisiensi pemasaran menurut Sudiyono (2002) dapat dilakukan dengan pendekatan SCP (Structure, Conduct, Performance). Dalam pemasaran ini, sistim pengambilan keputusan oleh lembaga pemasaran diukur melalui jumlah penjual dan pembeli, diferensiasi produk, hambatan masuk pasar, dan konsentrasi pasar. Struktur pasar yang terbentuk akan berpengaruh pada perilaku pasar yaitu teradap


(27)

penjualan dan pembelian oleh lembaga pemasaran, penentuan dan pembentukan harga, serta kerjasama antar lembaga pemasaran. Interaksi antara struktur dan perilaku pasar tersebut pada akhirnya akan menentukan kinerja pasar. Indikator yang digunakan adalah marjin pemasaran, farmer share, dan integrasi pasar. Efisiensi sistim pemasaran dapat dikaji melalui efisiensi teknis (operasional) dan efisiensi harga. Efisiensi teknis (operasional) dilakukan dengan mengukur biaya pemasaran, marjin pemasaran, dan farmer share. Efisiensi harga dilakukan dengan melihat integrasi pasar pada suatu lembaga pemasaran terhadap lembaga pemasaran lainnya. Harga yang responsif bagi pelaku pasar akan terealisasi jika sistim pemasarannya efisien. Penentuan dan pembentukan harga jagung yang merupakan perilaku pasar akan dipengaruhi oleh struktur pasar yang terbentuk. Perubahan harga tersebut pada akhirnya akan menentukan kinerja pasar jagung di NTB.

Gambar 2 Harga Jagung dunia dan Provinsi NTB

(Sumber : Kemendagri 2012 dan Disperindag Provinsi NTB 2012)

Fluktuasi harga yang terjadi, akan berpengaruh pada keputusan dan kemampuan dari lembaga pemasaran jagung yang terlibat dalam merespon adanya perubahan harga. Penentuan dan pembentukan harga yang terjadi


(28)

berkaitan dengan perilaku pasar yang dipengaruhi oleh bagaimana struktur pasar jagung yang terbentuk di Provinsi NTB. Perubahan harga pada masing-masing lembaga pemasaran yang terbentuk tersebut pada akhirnya akan menentukan kinerja pasar jagung di NTB. Selain itu, adanya penerapan suatu strategi dalam pemasaran yang melihat kebutuhan pasar dari sisi bauran pemasaran dapat berpengaruh pada penentuan dan pembentukan harga jagung. Namun, seberapa besar bauran pemasaran tersebut dapat merespon pemasaran jagung yang efisien, akan diketahui melalui analisis strategi pasar.

Jenis produk yang dominan dipasarkan berupa jagung kering pipil sedangkan bentuk olahan lainnya berupa beras jagung dan tepung jagung diproduksi dalam skala kecil tergantung pada permintaan. Adanya perbedaan produk yang dihasilkan oleh lembaga pemasaran akan berpengaruh juga pada pembentukan harga jual yang pada akhirnya membentuk margin pemasaran yang berbeda pula di masing-masing lembaga pemasaran. Tingginya harga di tingkat konsumen dengan harga yang diterima oleh petani yang lebih rendah berpengaruh pada minat petani dalam memproduksi jagung, sehingga berpengaruh pula pada produksi jagung di NTB. Oleh karena itu, pemasaran menurut Sudiyono (2002); dan Asmarantaka (2009) akan efisien bila kegiatan tersebut pada akhirnya dapat memberikan balas jasa yang sesuai pada semua pihak yang terlibat hingga ke konsumen akhir. Dengan kata lain, jika terjadi efisiensi pemasaran maka kepuasan akan tercipta dari sisi produsen, lembaga pemasaran maupun konsumen.

Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan analisis efisiensi pemasaran jagung di provinsi NTB. Adapun permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana struktur dan perilaku pasar pada pemasaran jagung di NTB? 2. Bagaimana kinerja pasar pada pemasaran jagung di NTB ?

3. Strategi pemasaran bagaimanakah yang diterapkan pada lembaga pemasaran jagung untuk meningkatkan efisiensi pemasaran?


(29)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :

1. Menganalisis struktur pasar dan perilaku pasar yang terbentuk pada pemasaran jagung di NTB.

2. Menganalisis kinerja pasar yang ada pada pemasaran jagung di NTB ?

3. Mengidentifikasi strategi pemasaran jagung pada lembaga pemasaran jagung di NTB.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini adalah :

1. Memberikan informasi kepada petani dan lembaga pemasaran mengenai alternatif pola pemasaran jagung yang efisien dan mampu mengantisipasi perubahan harga jagung yang terjadi di Provinsi NTB.

2. Memberikan informasi dalam menentukan kebijakan yang terkait dengan pengembangan jagung dan sistim pemasarannya yang efisien guna meningkatkan ketahanan pangan nasional.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini mencakup :

• Produk jagung yang diteliti yaitu produksi jagung dalam bentuk kering panen hingga kering pipil.

• Pada tingkat lembaga pemasaran, penelitian ini mengkaji seluruh lembaga pemasaran jagung yang terlibat, berdasarkan alur pemasarannya.


(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perkembangan Jagung

Jagung merupakan salah satu komoditas pangan unggulan di Provinsi NTB setelah padi. Sebagai salah satu Provinsi di Indonesia yang memiliki potensi dan peluang dalam pengembangan jagung. Hal ini dikarenakan Provinsi NTB memiliki keadaan iklim, jenis tanah dan topografi yang sangat mendukung untuk pengembangan jagung.

Produksi jagung di Provinsi NTB pada tahun 2008 sebesar 196.263 ton dengan luas panen sebesar 59,078 ha, meningkat pada tahun 2009 sebesar 308.863 ton dengan luas panen sebesar 81,543 ha. Akan tetapi terjadi penurunan produksi pada tahun 2010 menjadi 249.005 ton (22 persen). Hal ini dikarenakan adanya penurunan luas panen sebesar 24,47 persen yaitu menjadi 61.593 ha (Diperta Provinsi NTB 2010). Penurunan luas panen tersebut dikarenakan oleh beberapa sebab, antara lain adanya keterlambatan tanam serta gagal panen yang dikarenakan puso pada beberapa daerah di NTB.

Pengembangan jagung di NTB sebagian besar diusahakan di lahan kering dengan sistim tanam monokultur, tumpang sari atau tumpang gilir dengan tanaman cabe maupun tanaman palawija lainnya. Adapun varietas jagung yang digunakan adalah jagung yang tahan akan kekeringan seperti lamuru, namun banyak pula petani yang menanam jagung varietas unggulan lainnya yaitu varietas hibrida. Untuk meningkatkan produktivitas jagung di NTB kaitannya dengan pengembangan di lahan kering, menurut Cakra (2006) mengalami banyak kendala antara lain secara teknis lapangan, maupun kurangnya penerapan teknologi. Begitu pula pada pemasaran hasilnya dalam bentuk jagung kering pipil, dimana petani selalu berada pada posisi tawar yang rendah karena harga sering kali ditentukan oleh pedagang pengumpul. Sehingga untuk pengembangannya, perlu di kemas dalam sistim usaha agribisnis salah satunya yaitu pemasaran.

Jagung selain diusahakan dalam bentuk jagung pipilan untuk menunjang kebutuhan pakan ternak unggas, menurut Subandi dan Zubachtirodin (2004) juga cukup prospektif untuk pemanfaatan hijauannya untuk pakan ternak ruminansia (sapi). Hijauan pakan ternak jagung yaitu berupa daun, maupun batang


(31)

jagung dapat diawetkan untuk digunakan pada musim kemarau dimana kondisi pakan terbatas. Adanya kondisi iklim NTB pada periode tertentu (musim kemarau) maka bioma hijauan hasil sampingan tanaman jagung tersebut mempunyai kualitas yang baik dibandingkan dengan jerami padi. Biomasa yang dipanen pada umur 65-75 hari setelah tanam (hst) dapat menghasilkan sebesar 70-100 ton per hektar.

Pengembangan jagung sebagai komoditas unggulan Provinsi NTB memperoleh dukungan dari pemerintah daerah melalui program PIJAR. Program pengembangan ini mendapat apresiasi dari masyarakat sebagai terobosan dalam upaya meningkatkan taraf perekonomian NTB. Adapun capaian kinerja yang diperoleh hingga tahun 2010 dibandingkan tahun 2009 menurut Munir (2010) yaitu peningkatan luas tanam jagung mencapai hingga 60 persen dan peningkatan produksi jagung mencapai 57,94 persen. Hal ini dikarenakan adanya perbaikan teknologi budidaya, penggunaan benih ungggul bermutu (hibrida), serta meningkatnya minat petani untuk menanam jagung.

2.2. Hasil-Hasil Penelitian Sebelumnya

2.2.1. Efisiensi Pemasaran

Sistim pemasaran yang efisien menurut Mardianto et al (2005) sangat dibutuhkan pada produk hasil pertanian guna peningkatan nilai tambah. Hal ini terutama pada komoditas pangan yang merupakan salah satu sub sektor dalam perekonomian pertanian.

Pemasaran jagung dalam negeri dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan akan konsumsi jagung sebagai bahan pangan selain beras maupun sebagai pakan dan industri lainnya. Adanya ketidak efisienan dalam pemasaran menurut Ariani (2000); dan Tobing (1989) ditentukan oleh panjang pendeknya rantai distribusi dan besarnya biaya pemasaran yang harus dilalui oleh lembaga pemasaran sebelumnya sampai ke konsumen. Selain itu, Effendi (1998) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa kesulitan yang dihadapi oleh petani maupun pedagang untuk keluar masuk dalam sistim pemasaran juga merupakan suatu kendala belum efisiennya sistim pemasaran.


(32)

Mushofa, Wahib dan Heru (2007); Siagian (1998) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa rendahnya harga di tingkat petani produsen yang menyebabkan share harga yang diterima petani menjadi rendah mengindikasikan belum tercapainya efisiensi operasional. Demikian pula dengan adanya penyebaran marjin yang tidak merata dengan indikasi pada tingginya marjin yang diperoleh pedagang pengecer di pasar. Hal ini juga mengindikasikan bahwa terdapat pengeluaran biaya yang tinggi pula pada tingkat pedagang pengecer di pasar.

Muhandoyo dan Susanto (2007) dalam penelitiannya menganalis efisiensi pemasaran hanya melihat dari sisi marjin pemasaran. Dalam hal ini, masing-masing saluran tataniaga dianalisis secara realistis membandingkan saluran mana yang lebih efisien secara operasional. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa efisiensi operasional dalam sistim pemasaran dipengaruhi oleh besarnya biaya transportasi. Dengan artian bahwa pemasaran dapat efisien apabila biaya pemasarannya mampu ditekan, terutama biaya transportasi untuk pendistribusian produk hingga ke konsumen.

Menurut Suherty (2009) bahwa inefisiensi pemasaran antara lain ditandai dengan margin pemasaran yang tinggi yang disebabkan oleh panjangnya saluran pemasaran. Dengan demikian harga yang diterima konsumen juga akan lebih mahal. Selain itu, inefisiensi pemasaran menurut Fadhla (2008) juga di tandai dengan integrasi pasar vertikal yang lemah, dan adanya faktor lain seperti kondisi sarana dan prasarana transportasi, serta keadaan sosial politik yang tidak kondusif. Akan tetapi berbeda dengan Marsiah (2009) yang mangatakan bahwa tinggginya marjin pemasaran bukanlah suatu ukuran mutlak bahwa sistem pemasaran adalah inefisiensi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi efisien pemasaran menurut Ma’mun (1985) dalam penelitiannya antara lain yaitu ukuran pasar, jumlah pedagang borongan yang terlibat dan jumlah konsumen. Selain itu, fungsi informasi pasar dalam sistim pemasaran merupakan faktor yang juga mempengaruhi efisiensi pemasaran.


(33)

2.2.2. Struktur, Perilaku dan Kinerja Pemasaran

Hukama (2003) dalam penelitiannya yaitu menganalisis pemasaran menggunakan pola pikir Structur-Conduct-Performance (SCP analysis). Belum efisiennya pemasaran, dikarenakan saluran pemasaran yang masih panjang serta banyaknya pelaku pasar yang terlibat. Adanya struktur pasar yang tidak sempurna yaitu mengarah pada pasar oligopsoni dimana keluar masuk pasar masih mengalami hambatan besar. Selain itu masih adanya kecurangan yang terjadi yaitu dengan mencampur produk bermutu super dengan bukan super, serta adanya pengurangan timbangan yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan besar. Disini petani ditempatkan sebagai penerima harga (price taker) berdasarkan analisis keterpaduan pasarnya. Hal ini dikarenakan pedagang besar masih dominaan besar dalam menentukan harga, sehingga sebagian besar keuntungan masih dinikmati oleh pedagang.

Nambiro et al (2001) dalam penelitiannya mengenai struktur pasar dan perilaku industri benih jagung hibrida, menganalisis struktur pasar dari konsentrasi pasar, diferensiasi produk, integrasi pasar, dan hambatan masuk dalam bisnis benih jagung hibrida. Sedangkan perilaku pasar dianalisis dari perilaku para pelaku pasar dalam penetapan harga dan kegiatan promosi. Pasar jagung di Keya sebelum tahun 2001 adalah monopoli terhadap distribusi benih, namun setelah tahun 2001 mulai berkurang yang dikarenakan munculnya beberapa pedagang benih jagung (retail). Analisis struktur pasar menunjukkan bahwa distribusi harga antara pedagang tidak merata, tidak adanya diferensiasi produk dan hambatan masuk pasar. Berdasarkan hal tersebut, struktur pasar jagung yang terjadi adalah oligopolistik yang ditujukkan dengan pangsa pasar sebesar 61,67 persen. Selain itu, kurangnya kompetisi pasar yaitu adanya hambatan masuk pasar seperti pembatasan kelembagaan dan modal awal yang tinggi. Walaupun tidak terdapat adanya kolusi dalam penentuan harga antar pelaku pasar, namun terdapat perilaku pasar yang kurang baik untuk memperoleh keuntungan yaitu adanya ketidakmurnian benih pada beberapa benih jagung yang akhirnya akan merugikan petani.

Hobbs (1997); Bailey dan Hunnicutt (2002) menjelaskan bahwa adanya tingkat kepercayaan dan kenyamanan terhadap pasar merupakan faktor yang


(34)

mempengaruhi dalam pemilihan pasar. Dalam memasarkan produknya, produsen mempertimbangkan biaya transaksi yang dikeluarkan. Biaya transaksi tersebut antara lain adalah biaya informasi pada pembeli potensial, biaya negosiasi (langsung atau lelang), monitoring, dan biaya resiko.

Hasil penelitian Natawidjaja (2001) menunjukkan bahwa pada saat terjadi kenaikan harga di pasar konsumen, para pelaku tataniaga di sebagian besar provinsi penghasil beras utama nasional ternyata mampu meningkatkan marjin keuntungan yang diterimanya. Hal ini dilakukan dengan cara yaitu menangguhkan kenaikan harga yang diterima konsumen pada harga yang seharusnya dibayarkan kepada petani. Begitu pula sebaliknya, yaitu pada saat harga di tingkat konsumen sedang turun, maka pelaku tataniaga juga mampu menjaga tingkat marjin keuntungan yang sudah diterimanya. Hal ini dilakukan dengan cara mempercepat penurunan harga beli pada petani sehingga risiko pasar dibebankan seluruhnya pada petani.

Penelitian integrasi pasar komoditi pangan yang dilakukan oleh Fadhla et al (2008) bertujuan menganalisis integrasi pasar dan efisiensi pemasaran pada komoditi pangan dari aspek SCP. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sisitim pemasaran komoditi pangan tidak efisien, yang mana struktur pasarnya cenderung mengarah pada pasar persaingan tidak sempurna. Begitu pula dengan integrasi pasar yang terjadi masih sangat lemah. Hal ini dipengaruhi oleh panjangnya rantai pemasaran yang ada dan adanya praktek kolusi dalam penentuan harga, serta faktor sosial politik yang tidak kondusif.

Pengujian integrasi pasar yang dilakukan oleh Ravallion (1986) yaitu untuk mengukur perbedaan harga produk pada suatu perdagangan. Model keterpaduan pasar tersebut digunakan untuk mengukur bagaimana harga pasar produksi mampu dipengaruhi oleh harga pasar konsumsi. Kemudian untuk mengukur pengaruh harga pada suatu pasar terhadap harga pada pasar lainnya digunakan model dari Ravallion (1986) yang kemudian dikembangkan oleh Heytens (1986) yaitu :

Pit = (1+b1)Pit-1 + b2(Pt - Pt-1) + (b3 - b1)Pt-1 + b4X

Dimana Pit merupakan harga pada pasar i pada waktu t, dan Pt merupakan harga


(35)

musim). Jika musim diantara ke dua pasar tersebut adalah sama, maka tidak perlu memasukkan dummy untuk musim setempat.

2.2.3. Strategi Pemasaran Jagung

Strategi pemasaran jagung menurut Muhaeming (2011) dalam penelitiananya menjelaskan bahwa strategi pemasaran jagung di Kabupaten Bantaeng didukung oleh kebijakan pemerintah berupa adanya jaminan harga dasar pembelian, perbaikan prasarana jalan desa, pengadaan resi gudang, penyediaan sarana teknologi pengolahan hasil, penyediaan kredit perbankan, penerapan teknologi budidaya dan pascapanen, pencanangan sentra produksi jagung. Hal ini antara lain dimaksudkan untuk mewujudkan Kabupaten Bantaeng sebagai daerah sentra produksi dan terminal pemasaran jagungbertaraf dunia yang berbasis desa mandiri.

Menurut Presetyo dan Mukson (2003) dalam penelitianya bahwa untuk meningkatkan pemasaran khususnya produk pangan olahan, dilakukan strategi pemasaran meliputi :

a) Strategi produk, yaitu kaitannya dengan kualitas produk yang dihasilkan baik mutu bahan baku, proses produksi, syarat kesehatan, maupun pengemasannya. b) Strategi harga, yaitu berdasarkan segmen pasar tujuan.

c) Strategi distribusi, yaitu menjaring kerjasama/link pemasaran sehingga informasi dan pelayanan pada konsumen dapat terbina dengan baik.

d) Strategi promosi, yaitu memperkenalkan produknya pada konsumen. Pada produk industri rumah tangga kegiatan ini belum banyak dilakukan dibandingkan industri besar. Hal ini dikarenakan hambatan pada biaya promosi yang relatif besar, dan adanya jangkauan pasar yang belum luas/terbatas.

Berdasarkan beberapa referensi tersebut, efisiennya sistim pemasaran dilihat melalui beberapa indikator dalam Structur-Conduct-Performance. Penelitian efisiensi pemasaran jagung ini juga mencoba dengan menerapkan beberapa indikator pada struktur, perilaku, dan kinerja pasar jagung serta adanya strategi pemasaran jagung yang dimungkinkan mampu meningkatkan efisiensi pemasaran.


(36)

III.KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual

Kerangka pemikiran konseptual berisi teori dan konsep kajian ilmu yang digunakan dalam penelitian. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah efisiensi pemasaran, struktur pasar, perilaku pasar, marjin pemasaran, dan integrasi pasar.

3.1.1. Saluran Pemasaran

Saluran pemasaran menurut Kotler (2003) merupakan sekumpulan organisasi yang saling terkait yang terlibat dalam proses menghasilkan produk atau jasa untuk dikonsumsi atau digunakan. Menurut Levens (2010) saluran pemasaran adalah jaringan dari semua pihak yang terlibat dalam mengalirkan produk dari produsen kepada konsumen bisnis.

Saluran pemasaran menurut Soekartawi (2002), adalah aliran barang dari produsen kepada konsumen. Saluran pemasaran ini dapat terbentuk secara sederhana bahkan rumit sekali tergantung pada komoditi yang dipasarkan, lembaga pemasarannya, serta sistim pasarnya. Sistim pemasaran yang dimaksud, baik pada pasar persaingan sempurna, monopoli, dan lainnya. Sistim pemasaran monopoli cendrung mempunyai saluran pemasaran yang relatif sederhana dibandingkan pasar lainnya. Adanya pergerakan pada komoditas pertanian dari produsen ke konsumen memerlukan beberapa upaya dari lembaga pemasaran untuk bagaimana menambah nilai guna dari komoditas pertanian tersebut yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan konsumen (Sudiyono, 2002). Dengan demikian, saluran pemasaran adalah serangkaian jaringan dari pelaku pasar dalam mengalirkan produk dari produsen ke konsumen.

Lembaga pemasaran tersebut diatas dalam melakukan bisnisnya bertujuan meningkatkan dan menciptakan nilai guna untuk memenuhi kebutuhan ataupun meningkatkan kepuasan konsumen. Dalam proses penyampaian barang dan jasa dari produsen kepada konsumen, diperlukan tindakan atau penanganan yang dapat memperlancar proses tersebut yang disebut dengan fungsi pemasaran. Adapun


(37)

fungsi-fungsi pemasaran menurut Kohls dan Uhl (2002); Dahl dan Hammond (1977); Schaffner et all (1998) dalam Asmarantaka (2012) terdiri dari :

1. Fungsi pertukaran (Exchange Function), merupakan aktivitas dalam prpindahan hak milik barang/jasa, terdiri dari fungsi pembelian, penjualan, dan pengumpulan.

2. Fungsi fisik (Physical Function), mrupakan aktivitas penanganan, pergerakan, dan perubahan fisik dari produk/jasa dan turunannya. Fungsi ini terdiri dari fungsi penyimpanan, pengangkutan, pengolahan, dan pengemasan.

3. Fungsi fasilitas (Facilitating Function), merupakan fungsi yang memperlancar fungi pertukaran dan fungsi fisik. Fungsi ini terdiri dari fungsi standarisasi, fungsi keuangan/ pembiayaan, penanggungan resiko, intelijen pemasaran, komunikasi, dan promosi (iklan).

3.1.2. Struktur Pasar

Struktur pasar menurut Sudiyono (2002) merupakan karakteristik pasar yang menjelaskan jumlah dan besarnya penjual dan pembeli, keadaan produk yang diperjual belikan, kemudahan keluar masuk pasar, dan pengetahuan terhadap informasi harga. Struktur pasar menurut Limbong dan Sitorus (1987) juga dapat di analisis dari nilai konsentrasi pasar.

Struktur pasar menurut Dahl dan Hammond (1977) yaitu sebagai suatu dimensi yang menjelaskan sistem pengambilan keputusan oleh perusahaan maupun industri, jumlah perusahaan dalam suatu pasar, distribusi perusahaan menurut berbagai ukuran, deskripsi produk atau diferensiasi produk, dan syarat-syarat masuk pasar. Struktur pasar menurut Azzaino (1983) dalam Asmarantaka 2012 adalah suatu dimensi yang menjelaskan definisi industri dan perusahaan mengenai jumlah yang ada dalam suatu pasar, distribusi perusahaan tersebut dengan berbagai ukuran, diferensiai produk, dan syarat keluar masuk pasar.

Struktur pasar berdasarkan karakteristik jumlah penjual dan keadaan komoditi yang diperjual belikan menurut Sudiyono (2002) dibedakan menjadi : 1) pasar persaingan sempurna (perfect competition) yaitu terdapat banyak penjual dan produknya bersifat homogen terstandarisai sempurna; 2) pasar persaingan monopolistik (monopolictic compotition) yaitu terdapat banyak penjual dan


(38)

produknya bersifat homogen terstandarisasi dengan berbeda corak; 3) pasar monopoli (monopoly) yaitu terdapat satu penjual dengan produknya bersifat unik atau tidak dapat didistribusikan oleh produk lainnya.

Pasar secara garis besarnya menurut Asmarantaka (2012); Sugiarto et al (2007) dikelompokkan menjadi dua yaitu pasar persaingan sempurna (perfect competition) dan pasar persaingan tidak sempurna (monopoli atau monopsoni). Pasar persaingan monopolistik, oligopoly, dan duopoly merupakan struktur pasar jenis lain yang berada di antara pasar persaingan sempurna dan pasar persaingan tidak sempurna. Dikatakan sebagai pasar bersaing sempurna jika suatu pasar mampu memenuhi ciri-ciri antara lain yaitu penjual maupun pembeli jumlahnya banyak, produk yang dipasarkan bersifat homogen, harga pasar tidak dapat dipengaruhi dikarenakan penjual maupun pembeli hanya mampu menguasai sebagian kecil dari produk yang dipasarkan (penjual dan pembeli sebagai price taker), serta bebasnya penjual maupun pembeli keluar masuk pasar. Diantara struktur pasar yang ada dalam paradigma SCP, maka struktur pasar yang efisien adalah pasar persaingan sempurna (Asmarantaka, 2012).

Tabel 2 Lima Jenis Pasar pada Sistem Pangan dan Serat

Karakteristik Struktural Struktur Pasar

Jumlah Perusahaan

Sifat Produk Sisi Penjual Sisi Pembeli

Banyak Standarisasi Persaingan Sempurna

Persaingan Sempurna Banyak Diferensiasi Monopolistic

Competition

Monopsonistic Competition

Sedikit Standarisasi Oligopoli Murni Oligopsoni Murni

Sedikit Diferensiasi Oligopoli

diferensiasi

Oligopsoni diferensiasi

Satu Unik Monopoli Monopsoni

Sumber : Dahl dan Hammond (1977)

Struktur pasar berdasarkan jumlah pembeli menurut Sudiyono (2002) dibedakan menjadi : 1) pasar persaingan sempurna yaitu terdapat banyak pembeli dan produknya bersifat homogen terstandarisasi; 2) pasar persaingan


(39)

oligopsonistik yaitu terdapat banyak pembeli dan produknya berbeda corak; 3) pasar oligopsoni yaitu sedikit pembeli dan produknya berbeda corak; 4) monopsoni yaitu terdapat satu pembeli dengan produknya bersifat unik.

Berdasarkan uraian diatas, struktur pasar persaingan sempurna dapat dilihat melalui dua sisi yaitu dari sisi pembeli dan sisi penjual. Hal ini juga dikemukakan oleh Dahl dan Hammond (1977) yang disajikan dalam Tabel 3 yaitu mengenai lima jenis struktur pasar pangan dan serat dengan berbagai karakteristiknya. Dari sisi penjual terdiri dari pasar persaingan monopoli, oligopoli, monopolistik, duopoli, dan sebagainya. Sedangkan dari sisi pembeli terdiri dari pasar persaingan monopsoni, oligopsoni, dan sebagainya.

Tabel 3 Perbandingan Struktur Pasar Bersaing Sempurna, Persaingan Monopolistik, Oligopoli, dan Monopoli

Bersaing Sempurna

Kompetisi Monopolistik

Oligopoli Monopoli

Jumlah penjual Sangat banyak

Banyak Sedikit Satu

Kesamaan Produk Homogenus, identik Berbeda, beberapa variasi Sama atau berbeda Unik, tidak memiliki produk substitusi Kemudahan Perusahaan Baru Masuk Mudah, tidak ada rintangan Relatif mudah Sulit, ada rintangan yang signifikan Dibatasi Kemampuan Mempengaruhi Harga

Tidak dapat Sedikit, tetapi dibatasi oleh adanya barang substitusi Mampu, tapi tetap memperhitungkan perilaku pesaing Mampu, kecuali ada regulasi

Contoh Para petani,

future market Toko makanan kecil, restoran Jaringan toko, pengolahan makanan, pedagang grosir BUMN

Sumber : Kohl dan Uhl (1990)

Kohl dan Uhl (1990) mengemukakan perbandingan struktur pasar bersaing sempurna, persaingan monopolistik, oligopoli, dan monopoli yang secara rinci


(40)

dapat dilihat pada Tabel 3. Pasar persaingan monopoli yaitu pasar dengan penjual tunggal, dan monopsoni yaitu pasar dengan pembeli tunggal. Pasar persaingan oligopoli adalah pasar dengan beberapa penjual, dan oligopsoni adalah pasar dengan beberapa pembeli. Sedangkan pasar persaingan monopolistik yaitu pasar yang berada di antara pasar persaingan sempurna dan pasar persaingan oligopoli. Struktur pasar ini ditandai dengan banyaknya perusahaan dalam pasar, dan tidak cukupnya kriteria untuk menjadi pasar bersaing sempurna, namun lebih dari interdependen seperti dalam oligopoli. Masing-masing perusahaan mengusahakan produk dan jasa yang sifatnya unik atau berbeda dari perusahaan laiannya. Dengan kata lain bahwa masing-masing perusahaan bagaikan “monopoli kecil” tetapi monopoli yang memiliki kekuatan yang kecil karena dari sisi konsumen melihat pesaingnya memiliki barang substitusi yang hampir sama.

3.1.3. Perilaku pasar

Perilaku pasar adalah pola tingkah laku dari lembaga pemasaran yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana lembaga tersebut melakukan kegiatan pembelian dan penjualan. Struktur pasar dan perilaku pasar akan menentukan keragaan pasar yang diukur melalui peubah harga, biaya, dan marjin pemasaran, serta jumlah komoditas yang diperdagangkan (Dahl dan Hammond 1977).

Perilaku pasar menurut Asmarantaka (2012) merupakan perilaku pembeli dan penjual, strategi atau reaksi yang dilakukan pembeli dan penjual secara individu maupun kelompok dalam hubungan kompetitif atau negosiasi dengan penjual dan pembeli lainnya untuk mencapai tujuan pemasaran suatu pasar.

Perilaku pasar dapat diketahui melalui pengamatan terhadap penjualan dan pembelian yang dilakukan oleh tiap lembaga pemasaran, sistem penentuan harga dan pembayaran, serta kerjasama antar berbagai lembaga pemasaran. Dengan melihat perilaku pasar jagung, maka keragaan pasar jagung yang merupakan suatu keadaan sebagai dampak dari struktur pasar dan perilaku pasar dalam menilai baik tidaknya suatu sistim pemasaran (Dahl dan Hammond, 1977).

Asmarantaka (2009) mengemukakan tiga cara dalam mengenal perilaku pasar yaitu :


(41)

1. Penentuan harga dan setting level of output; yaitu menetapkan harga dimana harga tersebut tidak berpengaruh pada perusahaan lain dan dilakukan secara bersama-sama penjual atau berdasarkan price leadership (pemimpin harga). 2. Product promotion policy; yaitu dilakukan melalui pameran dan iklan atas

nama perusahaan.

3. Predatory and Exclusivenary tactics; yaitu dengan cara menetapkan harga di bawah biaya marjinal sehingga perusahaan lain tidak dapat bersaing secara sehat. Hal ini dimaksudkan agar perusahaan pesaing keluar dari pasar.

Berdasarkan ke tiga cara tersebut di atas, maka yang umum dilakukan dalam mengenal prilaku pasar adalah penentuan harga yang dilakukan oleh price leadership. Cara salanjutnya adalah product promotion yang dilakukan melalui beberapa pameran produk, dan cara terakhir adalah penetapan harga di bawah biaya marjinal untuk menyingkirkan pesaing usaha. Hal ini dikarenakan, produk yang dihasilkan terutama komoditi pertanian dengan sifatnya yang mudah rusak serta membutuhkan penjualan yang cepat.

3.1.4. Marjin Pemasaran

Pemasaran merupakan sebuah sistim yang meliputi seluruh aliran produk dan jasa yang ada, mulai dari tingkat produksi pertanian hingga produk dan jasa teersebut sampai di tingkat konsumen (Kohls dan Uhls, 2002). Pemasaran produk agribisnis menurut Purcell (1979) dalam Asmarantaka (2012) yaitu semua aktivitas bisnis atau fungsi pemasaran yang terjadi dalam komoditi pertanian atau produk agribisnis setelah produk tersebut lepas dari petani produsen hingga ke konsumen akhir. Aktivitas bisnis melibatkan lembaga pemasaran untuk melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran antara lain yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas guna meningkatkan atau menciptakan nilai guna bentuk (Hammond dan Dahl, 1977).

Menurut Tomek dan Robinson (1977), marjin pemasaran adalah perbedaan harga yang dibayarkan oleh konsumen dengan harga yang diterima oleh produsen. Marjin pemasaran yaitu perbedaan harga di berbagai tingkat lembaga pemasaran dalam menjembatani gap antara pasar di tingkat petani dengan pasar di tingkat pengecer (retailer) (Sudiyono, 2002; Asmarantaka, 2009). Marjin pemasaran


(42)

menurut Waite dan Trelogan (1951) dalam Sudiyono (2002) merupakan biaya dari jasa pemasaran yang dibutuhkan sebagai akibat permintaan dan penawaran dari pemasaran. Dengan demikian, tinggi biaya pemasaran, dapat menyebabkan tingginya marjin pemasaran

Kegiatan pemasaran produk dalam hal ini produk pertanian yaitu jagung, dalam pendistribusiannya hingga ke konsumen melibatkan lembaga pemasaran. Kegiatan yang dilakukan pada setiap lembaga pemasaran akan menyebabkan perbedaan terhadap harga jual, dimana semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat maka akan semakin besar perbedaan harga komoditas tersebut dari produsen hingga konsumen.

Marjin pemasaran suatu komoditi per unit pada kurva marjin pemasaran (Gambar 3), ditunjukkan oleh (Pr - Pf), dimana Pr merupakan harga di tingkat konsumen dan Pf merupakan harga di tingkat petani. Marjin pemasaran hanya diperoleh dari perbedaan harga, tidak berkaitan langsung dengan quantiti produk yang dipasarkan. Apabila produk mengalami proses pengolahan, quantity di petani dan konsumen harus setara (equivalent). Pengertian ini menurut Asmarantaka (2012) merupakan pengertian yang sifatnya statis, karena hanya menganalisis biaya-biaya dari petani dan konsumen. Namun bila marjin dikalikan dengan jumlah komoditas yang ditawarkan maka hasilnya disebut Nilai Marjin Pemasaran atau Value Marketing Marginal (VMM). Besarnya nilai marjin pemasaran dinyatakan dalam (Pr - Pf)*Qr.f. Marjin pemasaran menunjukkan perbedaan harga yang terjadi di pasar. Sehingga jumlah produk di tingkat petani sama dengan jumlah produk di tingkat pengecer atau Qr=Qf=Qrf.


(43)

Gambar 3 Kurva Marjin Pemasaran Sumber : Dahl dan Hammond 1977. Hal : 140

Nilai marjin pemasaran yang merupakan sekumpulan jasa-jasa pemasaran sebagai akibat adanya aktivitas produktif atau konsep nilai tambah (value added). Sehingga semua proses bisnis dari aliran pemasaran mulai dari petani produsen primer sampai pada konsumen menurut Tomek dan Robinson (1990); Hammond dan Dahl (1977); Kohl dan Uhls (2002) dalam Asmarantaka (2012) mengandung pengertian dari konsep derived supply dan derived demand. Permintaan di tingkat petani atau derived demand (Df) merupakan permintaan turunan yaitu permintaan dari lembaga pemasaran karena adanya primary demand (Dr) dari konsumen akhir. Primary demand (Dr) yaitu respon permintaan dari konsumen akhir. Sedangkan penawaran di tingkat konsumen akhir atau derived supplay (Sf) merupakan penawaran turunan yaitu penawaran di tingkat pedagang atau pabrik pengolahan maupun pemasaran di tingkat pedagang eceran (retail). Adanya keterlibatan lembaga-lembaga pemasaran yang menjalankan semua proses bisnis dan fungsi-fungsi pemasaran, sehingga besarnya marjin pemasaran dinyatakan dalam MT = Pr – Pf = biaya pemasaran + keuntungan lembaga pemasaran. Pendekatan ini disebut pendekatan dinamis, dikarenakan malakukan analisis pada fungsi pemasaran, biaya pemasaran, kelembagaan yang terlibat serta seluru sistim


(44)

yang berlangsung mulai dari petani (primary supply) sampai kepada konsumen akhir (primary demand).

Besar kecilnya marjin pemasaran sering dipergunakan sebagai kriteria untuk menilai apakah pasar sudah efisien atau belum. Apabila marjin pemasaran yang terjadi cukup tinggi, maka perlu memperhatikan beberapa hal yaitu : (1) Adanya penggunaan teknologi baru yang menyebabkan tingginya biaya produksi, (2) Adanya spesialisasi produksi yang menyebabkan bertambah tingginya biaya pengangkutan dan akibatnya margin pemasaran bertambah besar, (3) Adanya peningkatan kegunaan waktu dalam produk pertanian yang mengakibatkan adanya tambahan biaya untuk penyimpanan dan pengolahan, (4) Adanya kecenderungan konsumen, untuk mengkonsumsi barang dalam bentuk siap saji, sehingga mengakibatkan margin pemasaran bertambah besar, (5) Adanya kenaikan upah pekerja terutama dalam perdagangan eceran, dapat juga meningkatkan nilai margin pemasaran. Berdasarkan uraian tersebut maka tingginya marjin pemasaran dapat dipengaruhi oleh biaya pemasaran yang meliputi keseluruhan biaya produksi serta jenis produk yang dipasarkan. Namun tidak selamanya marjin pemasaran yang kecil adalah lebih efisien daripada marjin pemasaran yang besar. Hal ini dikarenakan indikator efisien sistim pemasaran selain marjin pemasaran antara lain adalah kepuasan dari konsumen, produsen, dan lembaga pemasaran. Dengan demikian marjin pemasaran dapat diukur secara absolut dan persentase dari harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir.

3.1.5. Efisiensi Pemasaran

Efisiensi pemasaran menurut Shepherd (1962), merupakan suatu bentuk dari nisbah antara total biaya dengan total nilai produk yang dipasarkan. Indikator yang biasanya digunakan untuk menentukan efisiensi pemasaran menurut Sudiyono (2002) adalah marjin pemasaran, harga di tingkat konsumen, tersedianya fasilitas fisik pemasaran serta intensitas persaingan pasar.

Efisiennya suatu pemasaran menurut Raju dan Open (1982), Kohls dan Uhl (2002) dalam Asmarantaka (2009) akan dapat tercipta jika pihak-pihak yang terlibat baik produsen, lembaga-lembaga pemasaran maupun konsumen memperoleh suatu kepuasan. Semakin besarnya biaya pemasaran yang


(45)

dikeluarkan bila dibandingkan dengan nilai dari produk yang dijual menurut Shepherd (1962) akan menyebabkan pasar menjadi tidak efisien. Dengan kata lain, semakin besar biaya pemasaran yang dikeluarkan maka marjin pemasarannya akan semakin besar dan menyebabkan tidak efisiennya sistim pemasaran jagung yang berlangsung.

Kohl and Uhl (1990) mengelompokkan efisiensi pemasaran produk agribisnis dalam dua bagian yaitu :

1. Efisiensi operasional, yaitu kondisi dimana perubahan dalam nisbah efisiensi pemasaran sebagai akibat perubahan biaya penyelenggaraan fungsi-fungsi pemasaran (pembelian, penjualan, penyimpanan, pengangkutan, pengolahan, pembiayaan, standarisasi, tanggungan resiko, informasi pasar dan harga) tanpa mempengaruhi sisi output. Artinya efisiensi operasional diukur dari biaya pemasaran dan marjin pemasaran, dimana biaya dan marjin pemasaran yang rendah lebih efisien tanpa mengurangi kepuasan konsumen.

2. Efisiensi harga, yaitu efisiensi yang menekankan pada kemampuan dari sistiem pasar dalam melakukan efisiensi alokasi sumberdaya dan memaksimumkan output. Efisiensi harga diukur melalui korelasi harga yang terjadi untuk komoditas yang sama pada berbagai tingkat pasar. Dalam hal ini korelasi harga diperoleh dari integrasi pasar. Integrasi pasar dapat menjelaskan seberapa jauh harga suatu komoditas mampu terbentuk pada suatu tingkat lembaga pemasaran yang dipengaruhi oleh harga pada tingkat lembaga pemasaran lainnya.

Integrai pasar atau keterpaduan pasar menurut Asmarantaka (2009) merupakan suatu indikator dari efisiensi pemasaran, khususnya efisiensi harga. Efisiensi harga merupakan suatu ukuran yang menunjukkan seberapa jauh perubahan harga yang terjadi pada pasar acuannya (Pr) akan menyebabkan terjadi perubahan pada pasar pengikutnya (Pf).

Adanya keterpaduan diantara beberapa pasar yang memiliki korelasi terhadap harga menurut Harris (1979) diindikasikan sebagai integrasi pasar. Keterpaduan pasar menurut Asmarantaka (2009) akan dapat terjadi jika terdapat informasi pasar yang akurat dan disalurkan dengan cepat ke pasar lainnya. Partisipan yang terlibat diantara pasar (pasar acuan dan pasar pengikut) memiliki


(46)

informasi yang lengkap dan rasional untuk digunakan dalam pengambilan keputusan perencanaan maupun kegiatan pemasaran selanjutnya. Dengan demikian, jika terjadi perubahan harga pada salah satu pasar maka akan menyebabkan perubahan pada pasar pengikutnya.

Anilisis integrasi pasar dapat dibedakan atas dua jenis yaitu integrasi horizontal dan vertikal (Asmarantaka, 2009; Sudiyono, 2002). Integrasi horizontal termasuk integrasi pasar spasial, temporal, dan harga silang. Integrasi ini digunakan untuk melihat keterkaitan harga antar pasar yang terpisah secara geografis atau wilayah. Sedangkan integrasi vertikal digunakan untuk melihat keterkaitan hubungan suatu lembaga pemasaran dengan lembaga pemasaran lainnya dalam satu rantai pemasaran. integrasi ini terjadi antara pasar produsen dengan pasar konsumen.

Model keterpaduan pasar menurut Ravallion (1986) dapat digunakan untuk mengukur bagaimana harga pasar produksi mampu dipengaruhi oleh harga pasar konsumsi. Untuk mengukur pengaruh pada harga suatu pasar oleh harga pada pasar lain akan diterapkan model dari Ravallion (1986) yang selanjutnya dikembangkan oleh Heytens (1986). Model dimulai dengan membangun lag bersebaran autoregresi (Autoregresive Distributed Lag) yaitu :

(Pit – Pit-1) = (αi-1)(Pit-1 – Pt-1) + βi0(Pt – Pt-1) + (αi + βi0 + βit – 1)Pt-1 + αiXt + µit … (1)

Dimana :

Pit = Harga jagung pada pasar lokal ke-i pada waktu t

Pit -1 = Harga jagung pada pasar lokal ke-i pada waktu t-1

Pt = Harga jagung pada pasar acuan ke-i pada waktu t

Pt-1 = Harga jagung pada pasar acuan ke-i pada waktu t-1

X = Faktor musim atau faktor peubah lain

Persamaan (1) menyatakan bahwa perubahan harga di suatu tempat adalah fungsi dari perubahan dalam selisih harga dengan pasar acuan waktu sebelumnya, perubahan harga pasar acuan pada waktu yang sama, dan ciri-ciri pasar setempat. Persamaan (1) dapat disusun kembali dengan menjelaskan parameter tersebut dengan baik. Misalkan koefisien pada persamaan (1) dilambangkan sebagai berikut :


(47)

αi-1 = b1 ;

βi0 = b2 ;

αi + βi0 + βit – 1 = b3

αi = b4

Sehingga persamaan (1) dapat ditulis sebagai berikut :

(Pit – Pit-1) = b1(Pit-1 – Pt-1) + b2(Pt – Pt-1) + b3Pt-1 + b4Xt + µit ….. (2)

Model selanjutnya disederhanakan lagi berdasarkan metode OLS (Ordinary Least Square) seperti :

Pit = (1 + b1)Pit-1 + b2(Pt – Pt-1) + (b3 - b1)Pt-1 + b4Xt….. (3)

Jika di asumsikan bahwa deret waktu di pasar ke-i dan pasar acuan tersebut mempunyai pola musim yang sama sehingga tidak perlu memasukkan dummy untuk musim setempat. Secara umum persamaan diatas menunjukkan bagaimana harga di suatu pasar acuan (Pt) mempengaruhi pembentukan harga di

pasar lain (Pi), dengan mempertimbangkan pengaruh harga pada waktu yang lalu

(t-1) dengan harga pada saat ini (t).

Berdasarkan persamaan (3) dapat diketahui bahwa koefisien b2 mengukur

bagaimana perubahan harga di tingkat pasar acuan diteruskan kepada harga di pasar ke-i. Keseimbangan jangka pendek dicapai jika koefisien b2 = 1 dan b1 = -1,

maka perubahan harga yang terjadi bersifat netral dalam proporsional persentase. Pasar acuan berada pada keseimbangan jangka panjang jika Pt – Pt-1 = 0, dan ke

dua pasar berada pada keseimbangan jangka panjang atau terintegrasi dalam jangka panjang jika (1+b1) sama dengan (b3 - b1).

Kedua bentuk harga yang diperoleh ini dapat digunakan untuk mengetahui indeks keterpaduan pasar (IMC = Indeks of Market Conection). IMC merupakan rasio dari kedua bentuk harga tersebut, yaitu bentuk harga pasar ke-i terhadap bentuk harga pasar acuan pada masa lalu. Model persamaan secara matematis dapat ditulis seperti persamaan berikut :

……….(4)

Integrasi jangka pendek terjadi bila b1 = -1 dan IMC = 0. Jika pasar

terpisah atau pasar tidak terpadu dalam jangka pendek, b1 dan b3 adalah sama

(b1 = b3) dan IMC bernilai tak hingga. Dalam kondisi normal, indeks bernilai

positif dan nilai b1 antara 0 dan -1. IMC yang mendekati 0, menunjukkan IMC = (1 + b1)


(48)

integrasi pasar yang tinggi, sedangkan IMC < 1 menurut Timer dalam Heytens (1986) juga mencerminkan integrasi yang tinggi dalam jangka pendek. Sedangkan untuk melihat keterpaduan jangka panjang, digunakan koefisien b2. Semakin mendekati satu pada nilai koefisien b2, maka derajat keterpaduan pasarnya semakin tinggi. Dua pasar dikatakan terintegrasi secara sempurna dalam jangka panjang apabila nilai koefisien korelasinya sama dengan satu.

3.1.6. Strategi Pemasaran

Keterpaduan pasar yang terjadi pada pasar lokal dan pasar acuan, serta tercapainya kepuasan pada konsumen dan produsen terhadap produk yang dihasilkan dapat berubah sesuai keadaan pasar. Jika dalam pemasaran terdapat kelembagaan yang kurang berfungsi maka pemasaran yang efisien tidak dapat tercapai. Hal ini mengindikasikan adanya permasalahan dalam kelembagaan pemasaran. Oleh karenanya diperlukan strategi pemasaran, untuk mewujudkan tujuan usaha.

Strategi pemasaran menurut Assauri (1999) yaitu serangkaian tujuan, sasaran, kebijakan, dan aturan yang memberikan arah kepada usaha-usaha pemasaran oleh perusahaan, serta alokasi sebagai tanggapan perusahaan dalam menghadapi lingkungan dan keadaan persaingan yang selalu berubah. Strategi pemasaran yang dimaksud mengacu pada pernyataan Porter (1994) yaitu dalam kondisi banyaknya perusahaan pesaing yang bermunculan di pasar domestik maupun ekspor, maka suatu perusahaan perlu kiranya memiliki keunggulan bersaing yang merupakan dasar dalam penetapan strategi pemasaran.

Strategi pemasaran menurut Asmarantaka (2012) merupakan upaya dalam memadukan semua kegiatan dan sumberdaya yang dimiliki perusahaan untuk memenuhi keinginan pelanggan, sehingga perusahaan akan memperoleh keuntungan (laba). Artinya untuk memperoleh keuntungan yang diharapkan oleh perusahaan, maka perusahaan perlu menetapkan strategi yang memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki perusahaan dan memaksimalkan kinerja sistim pemasarannya. Adapun strategi pemasaran yang digunakan salah satunya adalah bauran pemasaran (marketing mix) yang menurut Kotler (1997) adalah gabungan dari variabel-variabel pemasaran yang dapat dikendalikan serta dipergunakan oleh


(49)

perusahaan untuk mengejar tingkat penjualan yang diinginkan dalam pasar sasaran. Bauran pemasaran mengacu pada 4 (empat) faktor yang disebut the four Ps (4‘Ps) yang meliputi produk (product), harga (price), tempat (place), dan promosi (promotion) (Kotler 2008,).

a. Produk (product)

Produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar baik itu konsumen perorangan/ rumah tangga maupun konumen bisnis (Hasan, 2009). Produk yang ditawarkan pada konsumen dimaksudkan untuk memuaskan suatu keinginan atau kebutuhan konsumen termasuk diantaranya barang fisik, jasa, tempat, organisasi, informasi dan ide (Kotler dan Keller, 2009)

Bauran produk merupakan kombinasi dari berbagai produk yang dapat dihasilkan oleh perusahaan untuk memperoleh keuntngan. Penetapan bauran produk berdasarkan karakteristik khusus produk, macam atau jenis produk, ukuran produk, mutu/ kualitas produk, pembungkus (kemasan), pelayanan, serta desain (model) dan garansi (Asmarantaka, 2012).

Produk menurut Kotler dan Keller (2009) diklasifikasikan oleh perusahaan menjadi empat tipe yang menghasilkan berbagai margin kotor tergantung volume dan promosi. Ke empat klasifikasi tersebut adalah : 1) produk inti yaitu menghasilkan volume penjualan tinggi dan dipromosikan besar-besaran dengan marjin rendah karena produk dipandang sebagai komoditas yang tidak terdiferensiasi; 2) produk dasar yaitu menghasilkan volume penjualan rendah dan tanpa promosi serta menghasilkan marjin yang tinggi; 3) produk khusus yaitu menghasilkan volume penjualan rendah tetapi dipromosikan besar-besaran; dan 4) produk sehari-hari yaitu dijual dengan volume yang tinggi tetapi kurang mendapat promosi serta menghasilkan marjin yang tinggi.

b. Harga (price)

Harga merupakan elemen alat bauran pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mencapai sasaran pemasaran. Harga produk merupakan atribut produk yang akan menentukan jumlah permintaan konsumen selain kualitas, rasa, dan lainnya. Sehingga jika konsumen percaya terhadap suatu produk adalah kualitas tinggi maka preferensi konsumen pada produk akan tinggi.


(50)

Secara umum penetapan harga bertujuan untuk mencari laba agar perusahaan dapat beerjalan. Namun dalam kondisi persaingan yang semakin keetat, tujuan mencari laba secara maksimal akan sulit diperoleh sehingga ditetapkan tujuan lain yang berorientasi pada beberapa harapan perusahaan. Tujuan penetapan harga menurut Tjiptono (2008); Hasan (2009) adalah : 1) tujuan berorientasi pada laba yaitu keinginan perusahaan untuk memperoleh maksimalisasi laba yang ternyata sulit dicapai dalam era persaingan bebas dikarenakan sulitnya perusahaan untuk mengetahui secara pasti tingkat harga yang dapat menghasilkan laba maksimum; 2) tujuan berorientasi pada volume yaitu harga ditetapkan sedemikian rupa untuk mencapai target volume penjualan, biasanya diterapkan pada perusahaan transportasi; 3) tujuan berorientasi pada citra yaitu perusahaan dalam hal ini dapat menetapkan harga tinggi untuk mempertahankan citra prestisius; dan 4) tujuan stabilissasi harga yaitu pada kondisi pasar yang konsumennya sangat sensitif terhadap harga, dimana jika perusahaan menurunkan harga maka pesaingnya juga akan ikut untuk menurunkan harga.

Beberapa cara yang dapat dilakukan perusahaan dalam penetapan harga menurut Downey dan Erickson (1992) dalam Asmarantaka (2012) yaitu berdasarkan biaya atau penetapan harga lebih besar dari biaya, berdasarkan ROI (Return On Investment), penetapan harga bersaing, potongan harga, dan penetapan harga merugi.

c. Promosi (promotion)

Promosi merupakan proses mengkomunikasikan variabel bauran pemasaran (marketing mix) yang penting untuk dilaksanakan oleh perusahaan dalam memasarkan produk atau jasa (Hasan, 2009). Hal ini berkaitan dengan kesediaan konsumen untuk membeli produk dan jasa atas dasar kepuasan konsumen yang merupakan umpan balik dari promosi perusahaan. Promosi menurut Asmarantaka (2012) merupakan aktivitas dari perusahaan untuk tujuan menginformasikan, membujuk, mempengaruhi konsumen untuk membeli produk yang dihasilkan perusahaan. Kegiatan promosi produk dilakukan melalui media


(51)

(televisi, majalah, surat kabar/media cetak), dan promosi dari mulut ke mulut (word of mounth).

d. Tempat (place)

Tempat atau distribusi menunjukkan berbagai lokasi atau upaya yang dilakukan perusahaan dengan tujuan untuk menjual produk yang diinginkan konsumen sesuai tempat, lokasi, maupun waktu (Asmarantaka, 2012). Berdasarkan hal tersebut, yang termasuk jenis bauran tempat adalah lembaga pemasaran yang digunakan untuk menyalurkan produk yang meliputi alat transportasi, cakupan wilayah, inventaris dan waktu untuk mendistribusikan produk.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Adanya permintaan jagung untuk memenuhi kebutuhan akan makanan dan industri pakan yang terus meningkat, sehingga akan berpengaruh pada perkembangan harga jagung di pasar. Adanya tingkat ketersediaan jagung dan sistim pendistribusian jagung di pasar, dapat mengakibatkan adanya fluktuasi harga dan jumlah pasokan jagung di pasar. Fluktuasi harga yang terjadi, akan berpengaruh pada keputusan dan kemampuan dari lembaga pemasaran jagung yang terlibat dalam merespon adanya perubahan harga. Harga jagung pada tahun 2010 pada tingkat petani sebesar Rp 900 – Rp 1.500 per kilogram pipil kering, sedangkan di tingkat pengecer sebesar Rp 2.000 – Rp 2.500 per kilogram pipil kering (Diperta NTB, 2011). Dengan kata lain, terdapat harga jagung di tingkat petani sebesar 50 persen dari harga di tingkat pedagang pengecer di NTB, yang berarti biaya pemasaran yang dikeluarkan hingga pedagang pengecer yaitu sebesar 50 persen.

Produk pertanian dalam hal ini adalah jagung, pada dasarnya tidak terlepas dari aspek pemasaran hasil. Dimana, jagung terutama untuk memenuhi kebutuhan pangan dan industri pakan memerlukan proses dan waktu dalam pendistribusiannya hingga ke konsumen. Proses distribusi jagung dari produsen ke konsumen selalu melibatkan beberapa lembaga pemasaran mulai dari produsen (petani), pedagang perantara seperti pedagang pengumpul di tingkat desa,


(52)

pengumpul kecamatan/ kabupaten, pedagang pengompul provinsi hingga ke konsumen. Dikarenakan ada jarak antara produsen dan konsumen, maka fungsi lembaga pemasaran sangat berperan untuk menyalurkan jagung tersebut dari produsen sampai ke konsumen. Sehingga dengan semakin banyaknya lembaga pemasaran jagung yang terlibat, maka akan membuat rantai pemasaran jagung akan semakin panjang dan pada akhirnya marjin pemasaran yang terbentuk akan semakin tinggi.

Saluran pemasaran yang digunakan dalam menyalurkan produk dari produsen ke konsumen akan menentukan besarnya biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran. Dengan kata lain, adanya proses kegiatan produksi menjadi jagung kering pipil dalam sistim pemasaran pastinya membutuhkan biaya. Namun apakah biaya yang dikeluarkan dalam proses kegiatan produksi dapat merespon sistim pemasaran yang berlangsung adalah efisin.

Efisiensi sistim pemasaran dalam penelitian ini dapat dikaji melalui efisiensi teknis (biaya pemasaran, marjin pemasaran, dan farmer share), dan efisiensi harga (integrasi pasar). Efisiensi pemasaran menurut Sudiyono (2002) dapat dilakukan dengan pendekatan SCP (Structure, Conduct, Performance). Dalam pemasaran ini, sistim pengambilan keputusan oleh lembaga pemasaran diukur melalui jumlah penjual dan pembeli, diferensiasi produk, hambatan masuk pasar, dan konsentrasi pasar. Struktur pasar yang terbentuk akan berpengaruh pada perilaku pasar yaitu teradap penjualan dan pembelian oleh lembaga pemasaran, penentuan dan pembentukan harga, serta kerjasama antar lembaga pemasaran. Interaksi antara struktur dan perilaku pasar tersebut pada akhirnya akan menentukan kinerja pasar. Indikator yang digunakan adalah marjin pemasaran, farmer share, dan integrasi pasar. Interaksi antara struktur dan perilaku pasar tersebut pada akhirnya akan menentukan kinerja pasar. Indikator yang digunakan adalah marjin pemasaran, farmer share, dan integrasi pasar.

Penentuan dan pembentukan harga yang terjadi berkaitan dengan perilaku pasar yang dipengaruhi oleh bagaimana struktur pasar jagung yang terbentuk di Provinsi NTB. Perubahan harga pada masing-masing lembaga pemasaran yang terbentuk tersebut pada akhirnya akan menentukan kinerja pasar jagung di NTB. Selain itu, adanya penerapan suatu strategi dalam pemasaran yang melihat


(53)

kebutuhan pasar dari sisi bauran pemasaran dapat berpengaruh pada penentuan dan pembentukan harga jagung. Namun, seberapa besar bauran pemasaran tersebut dapat merespon pemasaran jagung yang efisien, akan diketahui melalui analisis strategi pasar.

Sistim pemasaran dapat dapat pula ditentukan dari strategi pemasaran yang digunakan oleh lembaga pemasaran. Identifikasi strategi pemasaran jagung dilakukan pada lembaga pemasaran jagung yang dominan di propinsis NTB yaitu dengan melihat bauran kegiatan pemasaran meliputi produk, harga, tempat dan promosi. Strategi pemasaran ini dapat dijadikan sebagai salah satu implikasi kebijakan dalam pengembangan bisnis jagung selanjutnya.


(54)

Gambar 4 Kerangka Operasional

Ket : 

         Alur pikir 


(1)

Lembaga Pemasaran Saluran I Saluran II Saluran III Biaya/ Harga

(Rp/kg)

Share (%)

Biaya/ Harga (Rp/kg)

Share (%)

Biaya/ Harga (Rp/kg)

Share (%)

Pedagang besar

a. Harga beli 2.180,00 68,34 1.648,35 53,94 2.142,86 66,37

b. Biaya pemasaran 100,00 3,13 213,33 6,98 150,00 4,65

-. Biaya pengemasan - - 13,33 0,41 - -

-. Biaya tranportasi - - 50,00 1,53 - -

-. Biaya paket pengolahan

100,00 3,13 150,00 4,59 150,00 4,65 c. Keuntungan 910,00 28,53 1.407,55 39,08 935,71 28,98 d. Harga jual 3.190,00 100,00 3.269,23 100,00 3.228,57 100,00 Marjin pemasaran

pedagang besar

1.010,00 1.520,88 1.085,71

Total MP 1.568,57 1.520,88 1.677,55


(2)

Lampiran 4 Harga di tingkat petani dan lembaga pemasaran pada priode Januari s/d April 2012.

Bulan Pedagang Besar*)

Makelar*) Tengkulak*) Petani**)

Januari 2012 I 3,125 2140 1,460 1.150

II 3,100 2080 1,420 1.150

III 3,100 2020 1,420 1.150

IV 3,000 2020 1,360 1.107

Februari I 3,050 2020 1,440 1.050

II 3,000 2000 1,470 1.050

III 3,000 1980 1,380 1.100

IV 3,125 2120 1,460 1.200

Maret I 3,000 2040 1,380 1.200

II 3,150 2160 1,470 1.300

III 3,025 2060 1,470 1.200

IV 3,200 2160 1,470 1.200

April I 3,150 2060 1,450 1.200

II 3,125 2140 1,470 1.200

III 3,200 2180 1,470 1.185

IV 3,200 2180 1,470 1.214

Sumber : *) data sekunder lembaga pemasaran tahun 2012


(3)

Lampiran 5. Hasil Olahan Analisis Intgrasi Pasar Vertikal

a. Analisis regresi antara harga jagung di tingkat petani dengan harga jagung di tingkat pedagang besar.

b. Analisis regresi antara harga jagung di tingkat petani dengan harga jagung di tingkat makelar.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Adiyoga, W., R. Suherman, A. Asgar, and Irfansyah. 1999. “Potatoes in West Java: A rapid appraisal of production, marketing, processing, and consumer preferences.” International Potato Center, Lima, Peru.

Ariani R. 2000. Studi Distribusi Gula Pasir Dalam Upaya Efisiensi Pemasaran di Kabupaten Bogor [Skripsi]. Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Industri Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Asmarantaka, R.W. 2009. Pemasaran Produk-Produk Pertanian. Bunga Rampai Agribisnis Seri Pemasaran. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Asmarantaka, R.W. 2012. Pemasaran Agribisnis (Agrimarketing). Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Bailey, D.V dan Hunnicutt, L. 2002. The Role of Transaction Costs In Market Selection : Market Selection in Commercial Feeder Cattle Operations. Presented at the Annual Meeting of the American Agricultural Economics Association in Long Beach, CA; July 28-31, 2002.

BPS. 2011. NTB Dalam Angka 2010. Badan Pusat Statistik Provinsi NTB.

Cakra, P.A. 2006. Kinerja Ekonomi Usahatani dan Pemasaran Jagung di Desa Songgajah Kecamatan Kempo Kabupaten Dompu NTB. Dalam Prosiding Seminar Nasional Pemasaran Inovasi Teknologi Pertanian sebagai Penggerak Ketahanan Pangan. BPTP NTB. Badan Litbang Pertanian. Mataram

Dahl, D.C dan J.W. Hammond. 1977. Market and Price Analysis. The Agriculture Industries. Mc. Graw Hill, New York.

Dinas Pertanian Provinsi NTB, 2010. Program Unggulan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi NTB. http://202.43.189.41/web/diperta-ntb/data_base/program

persen20unggulan persen20diperta persen20ntb.pdf

Effendi, H.R. 1998. Analisis Deskripsi Sistem Tataniaga Komoditi Cabe Merah Capsiccum annum L [Skripsi]. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Fadhla, dkk. 2008. Integrasi Pasar Komoditi Pangan (Beras, Kacang Tanah Kupas dan Kedelai Kuning) di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Agritek Vol. 16 No 9 September 2008.

Farris et al. 2007. Marketing Metrics. Wharton School Publishing. United States of America.

Harris, B. 1979. There is method in my madness: Or is it vice versa? Food Research Institute Studies, 17: 197-218.


(5)

Heytens. 1986. Testing Market Integration. Food Research Institute Studies. Vol. X, No. 1. Stanford University.

Hobbs, J.E. 1997. Measuring the Importance oof Transaction Cost in Cattle Markeeting. American Journal of Agricultural Economics Vol. 79, No. 4 (Nov., 1997), pp. 1083-1095.

Hukama, L.A. 2003. Analisis Pemasaran Jambu Mete : Studi Kasus kabupaten Buton dan Muna [Tesis]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kasryno, F, Effendi P, Suyamto, dan M. O. Adnyana. 2007. Gambaran Umum Ekonomi Jagung. http://pustaka.litbang.deptan.go.id/bppi/lengkap/bpp10229 Kohls, R.L. dan J.N. Uhl. 2002. Marketing of Agricultural Products. Ninth

Edition. Macmillan Company, New York.

Kohls, R.L. dan J.N. Uhl. 1990. Marketing of Agricultural Products. Seventh Edition. Macmillan Company, New York.

Kotler dan Amstrong. 2008. Prinsip-Prinsip Pemasaran, Terjemahan. Jilid 1 Edisi 12 Jakarta : Erlangga.

Levens, M. 2010. Marketing Defined, Explained, Applied. International Edition. Person : Prentice Hall.

Ma’mun. 1985. Keragaan Pemasaran Kentang dan Kubis di Jawa Barat dan Beberapa Faktor yang Mempengaruhinya [Tesis]. Jurusan Ekonomi Pertanian. Fakultas Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Muhaeming. 2011. Strategi Pemasaran Jagung di Kabupaten Bantaeng. http://118.97.33.150/jurnal/files/f41af06ebecf9fee7b0e9a4478ebaaf8.pdf. Diakses tanggal 27 Januari 2012.

Muhandoyo, dan Susanto A. 2007. Analisis Efisiensi Tataniaga Kedelai di Desa Candisari, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Grobogan. Primordia Volume 3, Nomor 3.

Munir B. 2011. Pijar. Evaluasi 2010 dan Program 2011. Pemerintah Daerah Provinsi NTB

Mushofa, A., Wahib Muhaimin, dan Heru Santoso. 2007. Analisis Efisiensi Pemasaran Stroberi (Fragaria chiloensis L.) (Studi kasus di Desa Pandanrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu). Agrise (Sosek Brawijaya). Mei 2007.

Nambiro E, Hugo de Groote, dan Willis O. Kosura. 2001. Market Structure and Conduct of Hybrid Maize Seed Industry, A Case Study of The Trans Nzola District in Western Kenya. Seven Eastern and Southern Africa Regional Maize Conference. pp. 474-479.

Prasetyo. Edy, dan Mukson. 2003. Kajian Pemasaran Produk Pangan Olahan di Beberapa Kabupaten di Jawa Tengah. Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan. Fakultas Peternakan. Universitas Diponegoro.


(6)

Raju, V.T., dan M.V. Open. 1982. Marketing Efficiency For Selected Crops in Semi-Arid Tropical India. ICRISAT Patancheru P.O. Andhra Pradesh. India.

Ravallion, M. 1986. Testing Market Integration. American Journal of Agricultural Economics, 68(1): 102-109

Siagian, I. 1998. Analisis Efisiensi Pemasaran Duku (Lansium domesticcum) Palembang dari Pasar Induk ke Pasar Eceran di DKI Jakarta [Skripsi]. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Shepherd, G.S. 1962. Marketing Farm Products. Iowa University Press. Ames Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Raja Grafindo Persada.

Jakarta.

Subandi dan Zubachtiroodin. 2004. Prospek Pertanaman Jagung Dalam Produksi Biomas Hijauan Pakan. Dalam prosiding Seminar Nasional Pemberdayaan Petani Miskin di Lahan Marginal Melalui Inovasi Teknologi Tepat Guna. Badan Litbang Pertanian

Sudiyono. 2002. Pemasaran Pertanian. Universitas Muhammadiyah Malang. Malang.

Sugiarto, dkk. 2007. Ekonomi Mikro : Sebuah Kajian Komprehensif. Gramedia Pusaka Utama. Jakarta.

Suherty Lina. 2009. Analisis Efisinsi Pemasaran Jeruk (Studi Kasus di Desa karang Duku, Kecapatan Bulawang Barito, Kalimantan Selatan). Agritek Vol. 17 No. 6 November 2006.

Tangendjaja. et al. 2005. Analisis Ekonomi Permintaan Jagung untuk Pakan. Dalam Ekonomi Jagung Indonesia. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. Tobing, M.P.L. 1989. Analisis Pembagian Pendapatan usahatani dan Tataniaga

Komoditas Bawaang Merah. Studi Kasus di Desa Pulau Samosir Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara [Tesis]. Fakultas Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Tomek dan Robinson, 1977. Agricultural Product Prices. Cornell University Press. London.

Zubachtirodin, M.S. Pabbage, dan Subandi, 2007. Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung. Buku Jagung : Teknik Produksi dan Pengembangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.