Pengaruh Pemupukan Fosfor terhadap Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Kedelai Hitam (Glycine Soja) pad a Budidaya Jenuh Air di Lahan Pasang Surut

PENGARUH PEMUPUKAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN
DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS KEDELAI HITAM (Glycine
soja) PADA BUDIDAYA JENUH AIR DI LAHAN PASANG SURUT

IFAN WINANGUN

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pemupukan
Fosfor terhadap Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Kedelai Hitam
(Glycine Soja) pada Budidaya Jenuh Air di Lahan Pasang Surut adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014
Ifan Winangun
NIM A24090082

ABSTRAK
IFAN WINANGUN. Pengaruh Pemupukan Fosfor terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Beberapa Varietas Kedelai Hitam (Glycine Soja) pada Budidaya Jenuh
Air di Lahan Pasang Surut. Dibimbing oleh MUNIF GHULAMAHDI.
Budidaya jenuh air merupakan penanaman dengan memberikan irigasi
secara terus menerus dengan tinggi muka air yang tetap sehingga lapisan tanah di
bawah perakaran jenuh air. Teknologi budidaya jenuh air sudah terbukti dapat
meningkatkan produksi kedelai di lahan pasang surut. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh pemupukan fosfor terhadap pertumbuhan dan
produksi beberapa varietas kedelai hitam pada budidaya jenuh air di lahan pasang
surut. Penelitian ini dilakukan di Desa Banyu Urip, Kecamatan Tanjung Lago,
Banyuasin, Sumatera Selatan, Indonesia dari bulan Mei sampai September 2013.

Penelitian menggunakan rancangan petak terpisah dengan tiga ulangan. Petak
utamanya adalah kedelai hitam varietas Ceneng, Cikuray, Lokal Malang dan
Tanggamus sebagai kontrol. Anak petaknya adalah dosis pemberian pupuk fosfor
yang terdiri atas empat taraf yaitu 0, 36, 72 dan 108 kg P2O5 ha-1. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa varietas dan pemupukan fosfor mempengaruhi produktivitas
kedelai. Produktivitas kedelai tertinggi diperoleh pada varietas Cikuray pada
pemupukan fosfor 108 kg P2O5 ha-1 sebesar 4.03 ton/ha.
Kata kunci: Varietas Kedelai Hitam, Pemupukan Fosfor, Budidaya Jenuh Air, dan
Lahan Pasang Surut

ABSTRACT
IFAN WINANGUN. The Effect of Phosphorus Fertilization on The Growth and
Production of Black Soybean (Glycine soja) Varieties Under Saturated Soil
Culture on Tidal Swamps. Supervised by MUNIF GHULAMAHDI.
Saturated soil culture is a cultivation that gives continuous irrigation and
maintains water depth constantly and makes soil layer in saturated condition.
Technology of saturated soil culture has been shown to increase soybean
production on tidal swamps. The objective of this experiment to study the effect
of phosphorus fertilization on the growth and production variety of soybean under
saturated soil culture on tidal swamps. The experiment was conducted at Banyu

Urip, Tanjung Lago, Banyuasin, South Sumatera, Indonesia from May to
September 2013. The experiment used a split plot design with three replications.
The main plot of the experiment is black soybean variety consisted of : Ceneng,
Cikuray, Lokal Malang and Tanggamus as control . Sub plot is the dosage of
phosphorus fertilization consisted of : 0, 36, 72 and 108 kg P2O5 ha-1. The results
showed that the variety and phosphorus fertilization affected soybean
productivity. The highest productivity was obtained on Cikuray variety with
phosphorus fertilization 108 kg P2O5 ha-1 as much as 4.03 ton ha-1.
Keywords : Black Soybean Variety, Phosphorus Fertilization, Saturated Soil
Culture, Tidal Swamp

PENGARUH PEMUPUKAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN
DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS KEDELAI HITAM (Glycine
soja) PADA BUDIDAYA JENUH AIR DI LAHAN PASANG SURUT

IFAN WINANGUN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian

pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi: Pengaruh Pemupukan Fosfor terhadap Pertumbuhan dan Produksi
Beberapa Varietas Kedelai Hitam (Glycine Soja) pad a Budidaya
Jenuh Air di Lahan Pasang Surut
: Ifan Winangun
Nama
: A24090082
NIM

Disetujui oleh

Pembimbing


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya yang senantiasa diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini, sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian
Bogor.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rekomendasi dalam
pengaruh pemupukan fosfor terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai.
Penelitian dilaksanakan di Desa Banyu Urip, Kecamatan Tanjung Lago,
Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan, dari bulan Mei sampai
September 2013.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing Prof Dr Ir Munif
Ghulamahdi, MS yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam
penelitian ini. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada Dr Dewi Sukma
SP MSi selaku dosen pembimbing akademik dan para petani Desa Banyu Urip
Bapak/Ibu Suwaji, Bapak Sumarno, yang telah membantu pelaksanaan penelitian
ini. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan atas

dukungan yang selalu diberikan oleh Ayah, Ibu, kakak dan saudaraku khususnya
angkatan 46 di asrama Sylvasari serta kepada semua pihak yang telah membantu
dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini.
Penulis berharap skripsi ini bermanfaat untuk penulis dan pembaca. Kritik
dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi
ini.
Bogor, Februari 2014
Ifan Winangun

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN


x

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

3

Hipotesis

3

TINJAUAN PUSTAKA


3

Kedelai

3

Budidaya Jenuh Air

4

Tanggap Varietas Terhadap Budidaya Jenuh Air

5

Lahan Pasang Surut

6

Peranan Fosfor (P) Terhadap Tanaman


6

METODE

7

Waktu dan Tempat

7

Bahan

7

Alat

7

Prosedur Analisis Data


7

Pelaksanaan Penelitian

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

10

Keadaan Umum

10

Pertumbuhan dan Produksi Empat Varietas Kedelai

11

Pengaruh Pemupukan Fosfor terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman 13
SIMPULAN DAN SARAN


17

Simpulan

17

Saran

17

DAFTAR PUSTAKA

18

LAMPIRAN

20

RIWAYAT HIDUP

28

DAFTAR TABEL
1

Tinggi dan jumlah daun tanaman kedelai beberapa varietas pada 11
budidaya jenuh air di lahan pasang surut
2
Bobot kering daun, batang, polong, akar, bintil akar, dan biomassa 12
tanaman kedelai pada beberapa varietas di lahan pasang surut
3 Jumlah cabang, jumlah polong, dan jumlah polong hampa beberapa 12
varietas kedelai pada budidaya jenuh air di lahan pasang surut
4
Bobot 100 biji, bobot ubinan, dan produktivitas tanaman kedelai 13
beberapa varietas pada budidaya jenuh air di lahan pasang surut
5 Serapan unsur kalium beberapa varietas pada budidaya jenuh air di 13
lahan pasang surut
6 Tinggi dan jumlah daun tanaman kedelai pada berbagai dosis pupuk 14
fosfor dengan budidaya jenuh air di lahan pasang surut
7 Bobot daun, batang, polong, akar, bintil akar, dan biomassa tanaman 14
kedelai pada berbagai dosis pupuk fosfor di lahan pasang surut
8
Jumlah cabang, jumlah polong, dan jumlah polong hampa tanaman 15
kedelai pada berbagai dosis pemberian pupuk fosfor dengan budidaya
jenuh air di lahan pasang surut
9
Bobot 100 biji, bobot ubinan, dan produktivitas tanaman kedelai 15
pada berbagai dosis pemberian pupuk fosfor dengan budidaya jenuh air
di lahan pasang surut
10 Serapan unsur fosfor pada berbagai dosis pupuk fosfor dengan 16
budidaya jenuh air di lahan pasang surut

DAFTAR GAMBAR
1 Penyemprotan herbisida
2 Pemberian kapur dan pupuk
3 Kurva regresi produktivitas kedelai terhadap dosis pupuk fosfor

8
9
16

DAFTAR LAMPIRAN
1 Luas panen, produksi dan produktivitas tanaman kedelai seluruh
2
3
4
5
6
7

Indonesia
Tata letak petak percobaan
Layout petakan dan titik pengambilan contoh tanaman untuk pengamatan mingguan, biomassa, dan bobot ubinan
Hasil analisis tanah sebelum penelitian
Curah hujan dan hari hujan dari bulan Juni sampai Agustus 2013
Suhu dan kelembaban nisbi dari bulan Juni hingga Agustus di
Kecamatan Tanjung Lago
Pertumbuhan berbagai varietas kedelai di lahan pasang surut

21
22
23
24
25
26
27

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan akan kedelai terus meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan
pertumbuhan penduduk. Dalam kurun waktu lima tahun ke depan (tahun 20102014) kebutuhan kedelai setiap tahunnya ± 2.3 juta ton biji kering, akan tetapi
kemampuan produksi dalam negeri saat ini baru mampu memenuhi sebanyak 0.85
juta ton (BPS 2013) atau 37.01 % dari kebutuhan. Oleh karena itu, perlu upaya
khusus baik untuk peningkatan produktivitas maupun perluasan areal panen untuk
memenuhi kebutuhan kedelai di dalam negeri. Luas lahan pasang surut di
Indonesia mencapai 6.7 juta ha yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi
areal pertanian (Alihamsyah 2001). Kedelai mempunyai potensi yang besar
sebagai sumber utama protein bagi masyarakat Indonesia. Sebagai sumber protein
kedelai digunakan dalam beragam produk makanan, seperti tempe, tahu, tauco,
dan kecap. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai Indonesia dilakukan dalam
bentuk tempe, 40% tahu, dan 10% dalam bentuk produk lain (seperti tauco, kecap,
dan lain-lain) (Silitonga dan Djanuwardi 1996).
Kedelai hitam merupakan salah satu komoditi penting di Indonesia,
khususnya untuk industri kecap. Salah satu keunggulan dari kedelai hitam adalah
mengandung antosianin lebih banyak dan memiliki daya simpan yang lebih lama
dibandingkan kedelai kuning. Kecap merupakan produk fermentasi kedelai yang
digunakan sebagai bahan penyedap dan pemberi warna pada makanan. Untuk
bahan baku kecap, disukai kedelai berbiji hitam karena dapat memberi warna
hitam alami pada produknya (Damardjati et al. 2005). Berkembangnya industri
pangan berbahan baku kedelai disertai dengan pertumbuhan penduduk
mengakibatkan permintaan kedelai di Indonesia meningkat tajam, namun produksi
nasional cenderung menurun sehingga defisit kedelai terus meningkat. Hal ini
membuat Indonesia semakin tergantung pada kedelai impor.
Terdapat berbagai kendala untuk meningkatkan produksi kedelai di
Indonesia, salah satunya adalah permasalahan pengembangan kedelai di lahan
pasang surut, tingginya kadar pirit yang menyebabkan rendahnya pH tanah pada
saat kondisi teroksidasi. Kadar pirit yang tinggi menyebabkan produktivitas
kedelai di lahan pasang surut masih rendah hanya sekitar 800 kg ha-1. Rendahnya
produktivitas tanaman di lahan pasang surut disebabkan oleh tingginya
kemasaman tanah, kelarutan unsur Fe, Al dan Mn serta rendahnya ketersediaan
unsur hara terutama P dan K. Oleh karena itu, perlu adanya usaha penurunan
kadar pirit dan penambahan hara makro untuk meningkatkan produktivitas kedelai
di lahan pasang surut (Elfarisna 2000). Penurunan kadar pirit dapat dilakukan
dengan cara pengaturan tinggi muka air agar kondisi tanah lebih reduktif.
Teknologi budidaya jenuh air dapat mereduksi senyawa racun dan mengurangi
kemasaman tanah, teknologi ini terutama pada sistem pengaturan muka air tanah
yang dipertahankan pada level tetertentu sehingga lapisan perakaran tanaman
tetap dalam kondisi jenuh air (Ghulamahdi 2006). Kedalaman muka air 20 cm di
bawah permukaan tanah cukup mempertahankan kondisi jenuh air pada zona
perakaran (Ghulamahdi 2009).

2
Pemberian jumlah air berpengaruh nyata pada pertumbuhan tanaman
kedelai. Secara umum pemberian jumlah air makin sedikit menurunkan
pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai. Batang tanaman memendek, daun
menyempit dan makin sedikit, bobot kering tajuk makin rendah, dan jumlah
polong makin sedikit pada pemberian air yang makin sedikit (Zen et al. 1993).
Fosfor merupakan salah satu unsur hara makro yang dibutuhkan oleh
tanaman dalam jumlah yang banyak. Unsur P diserap tanaman dalam bentuk ion
fosfat. Sejumlah penelitian menjelaskan bahwa pemupukan P mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Hal ini karena unsur P berperan dalam
pembelahan sel, proses asimilasi dan respirasi, pertumbuhan akar, dan merupakan
bagian dari asam nukleat dan sumber energi dalam bentuk ATP dan ADP
(Hardjowigeno 2003). Fosfor di dalam tanah dapat digolongkan manjadi P
organik dan P anorganik. Tanaman menyerap fosfor dalam bentuk ion ortofosfat
primer (H2PO4-1) dan ion ortofosfat sekunder (HPO42-) (Rosmarkam dan Yuwono
2002). Masalah utama dalam pengambilan fosfor dari dalam tanah oleh tanaman
adalah daya larut yang rendah dari sebagian besar senyawa fosfor yang
mengakibatkan konsentrasi fosfor yang rendah untuk dapat digunakan dalam
larutan tanah pada suatu waktu. Secara umum fosfor di dalam tanah digolongkan
dalam dua bentuk, yaitu: bentuk organik dan anorganik. Jumlah kedua bentuk ini
disebut dengan P-total. Bentuk yang tersedia bagi tanaman dalam jumlah yang
dapat diambil oleh tanaman hanya merupakan sebagian kecil dari jumlah yang ada
dalam tanah (Leiwakabessy dan Sutandi 2004). Fosfor dalam tanah tidak mobil
karena tingkat ketersediaannya dalam tanah dipengaruhi oleh: reaksi tanah (pH),
kadar Al dan Fe hidrous oksida, kadar Ca, kadar bahan organik, tekstur dan
pengelolaan lahan (Hartono et al. 2005; Havlin et al. 2005). Menurut Havlin et al.
(2005), kandungan P pada tanah bervariasi dari 0.005% sampai 0.15%, sedangkan
konsentrasi P relatif dalam tanaman sekitar 0.2%. Sebagian besar fosfor dalam
tanah umumnya tidak tersedia bagi tanaman meskipun keadaan lapangan paling
ideal, sehingga masalah utama pada tanah-tanah masam adalah kekahatan fosfor
(P), fiksasi P yang tinggi dan keracunan Al, Mn dan kadang-kadang Fe.

3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis pemupukan
fosfor terhadap pertumbuhan dan produksi beberapa varietas kedelai hitam pada
budidaya jenuh air di lahan pasang surut.
Hipotesis
1.
2.
3.

Pemupukan fosfor dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi kedelai.
Terdapat perbedaan pertumbuhan dan produksi antara varietas kedelai hitam
dan Tanggamus.
Terdapat pengaruh pemupukan fosfor dan varietas terhadap pertumbuhan dan
produksi kedelai.

TINJAUAN PUSTAKA
Kedelai
Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan oleh
manusia sejak 2500 SM. Kedelai mulai dikenal di Indonesia sejak abad ke-16.
Awal mula penyebaran dan pembudidayaan kedelai yaitu di Pulau Jawa,
kemudian berkembang ke Bali, Nusa Tenggara, dan pulau-pulau lainnya. Pada
awalnya, kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu Glycine soja dan
Soja max (Purwaningrahayu et al. 2004). Klasifikasi tanaman kedelai sebagai
berikut : Divisio spermatophyta, classis dicotyledoneae, ordo rosales, familia
papilionaceae, genus glycine, dan spesies Glycine max (L.) Merr.
Morfologi tanaman kedelai terdiri dari akar, batang, cabang, daun, bunga,
dan polong. Kedelai mempunyai sistem perakaran terdiri dari akar tunggang, akar
sekunder (serabut), dan akar adventif yang tumbuh dari bagian bawah hipokotil.
Pertumbuhan batang kedelai dibedakan menjadi dua macam, yaitu tipe
determinate dan indeterminate. Selain itu terdapat jenis yang lain yaitu semi
determinate atau semi indeterminate.
Perbedaan sistem pertumbuhan batang ini didasarkan atas keberadaan
bunga pada pucuk batang. Tipe determinate memiliki pertumbuhan dengan batang
yang tidak tumbuh lagi pada saat tanaman mulai berbunga. Hal yang berbeda
ditunjukkan oleh pertumbuhan batang tipe indeterminate yang dicirikan pucuk
batang tanaman masih bisa tumbuh daun, walaupun tanaman sudah mulai
berbunga. Disamping itu, ada varietas hasil persilangan yang mempunyai tipe
batang mirip keduanya (semi determinate atau semi indeterminate) (Adisarwanto
2007).
Kedelai memiliki daun berwarna hijau berbentuk bulat (oval), yang
mempunyai bulu. Panjang bulu bisa mencapai 1 mm dan lebar 0.025 mm
kepadatan bulu berkisar 3-20 buah, varietas Anjasmoro kepadatan bulu
jarang (Adisarwanto 2007). Lebat-tipisnya bulu pada daun kedelai berkait dengan
tingkat toleransi varietas kedelai terhadap serangan jenis hama tertentu (misalnya
hama penggerek batang). Contoh varietas yang berbulu lebat yaitu IAC 100,
sedangkan varietas yang berbulu jarang yaitu Willis, Dieng, Anjasmoro,

4
dan Mahameru (Wiroatmodjo et al. 1990).
Bunga muncul umumnya pada umur antara lima sampai tujuh minggu.
Bunga pertama yang terbentuk umumnya pada buku kelima, keenam, atau pada
buku yang lebih tinggi. Setiap kuncup bunga dapat tumbuh menjadi polong, hanya
berkisar 20-80% (Adisarwanto 2007).
Kedelai dapat dipanen sekitar umur 75-110 hari, tergantung pada varietas
dan ketinggian tempat. Ciri-ciri kedelai siap panen, antara lain daun tua atau
berwarna kuning, buah mulai berubah warna dari hijau menjadi kuning
kecoklatan dan retak-retak atau polong sudah kelihatan tua, batang berwarna
kuning agak coklat (Balitkabi 2012).
Tanaman kedelai cocok ditanam di daerah tropis dan subtropis, iklim kering
lebih disukai tanaman kedelai dibandingkan iklim lembab. Curah hujan 100-400
mm/bulan dan pertumbuhan optimal pada curah hujan 100-200 mm/bulan. Suhu
yang dikehendaki tanaman kedelai 21-340C, suhu optimum 23-270C. Pada proses
perkecambahan benih kedelai memerlukan suhu sekitar 300C. Produktivitas
menurun jika pada fase generatif tanaman kedelai suhu lingkungan mencapai
400C, hal tersebut menyebabkan bunga rontok akibatnya jumlah biji polong dan
kedelai menurun (Balitkabi 2012).
Toleransi keasaman tanah untuk syarat tumbuh kedelai yaitu pH 5.8-7.0.
Pada pH kurang dari 5.5 akan menghambat pertumbuhan karena keracunan
aluminium. Selain itu juga akan menghambat bakteri bintil dan proses nitrifikasi
(proses oksidasi amoniak menjadi nitrit atau proses pembusukan). Ketinggian
tempat varietas kedelai berbiji kecil, cocok ditanam di lahan dengan ketinggian
0.5-300 m dpl. Pada varietas kedelai berbiji besar cocok ditanam di lahan
ketinggian 300-500 m dpl (BPS 2013).
Budidaya Jenuh Air
Budidaya jenuh air adalah cara penanaman di atas bedengan dengan
memberikan pengairan terus menerus di dalam parit, sehingga tanah di bawah
perakaran menjadi jenuh air, namun tidak menggenang dan pengairan untuk
membuat kondisi tanah jenuh air dilakukan dengan cara sub surface irrigation
(Purwaningrahayu et al. 2004). Menurut Mulatsih et al. (2000) budidaya basah
dilakukan dengan membuat kondisi bedengan jenuh air secara terus menerus sejak
2 MST sampai masak fisiologis. Caranya adalah dengan mengalirkan air melalui
saluran diantara petak-petak percobaan dengan tinggi genangan dipertahankan
maksimum 15 cm di bawah permukaan tanah.
Tinggi muka air dalam budidaya jenuh air dipertahankan terus menerus
dengan menberikan air pada pot luar pada ketinggian 5 cm, 10 cm, dan 15 cm di
bawah permukaan tanah yang dimulai pada saat tanaman kedelai berumur 14 hari
sampai dengan panen. Pot diletakkan pada lahan yang terbuka (Suwarto et al.
1994). Budidaya jenuh air dilakukan dengan cara pengairan yang terus menerus
sejak tanaman berumur dua minggu sampai polong mencapai masak fisiologis.
Tinggi air disaluran dipertahankan ± 5 cm di bawah permukaan tanah untuk
membuat petak penanaman jenuh air (Ghulamahdi dan Aziz 1992).
Budidaya jenuh air merupakan penanaman dengan memberikan irigasi terus
menerus, dan membuat tinggi muka air tanah tetap (sekitar 5 cm dibawah

5
permukaan air tanah) sehingga lapisan di bawah permukaan tanah jenuh air. Air
diberikan sejak tanaman kedelai berumur 14 hari sampai polong berwarna coklat
(Hunter et al. 1980). Tinggi muka air tetap akan menghilangkan pengaruh negatif
dari kelebihan air pada pertumbuhan tanaman karena kedelai akan beraklimatisasi
dan selanjutnya tanaman memperbaiki pertumbuhannya (Natahnson et al. 1984).
Penerapan budidaya jenuh air dapat dilakukan pada areal penanaman
dengan irigasi cukup baik maupun pada areal dengan drainase kurang baik.
Penanaman palawija pada areal dengan drainase kurang baik menggunakan sistem
surjan. Sistem surjan memerlukan biaya yang lebih tinggi bila dibandingkan
dengan budidaya jenuh air, karena bedengannya cukup tinggi (Ghulamahdi 1999).
Tanggap Varietas Terhadap Budidaya Jenuh Air
Pertumbuhan bintil akar aktif pada budidaya jenuh air berlangsung lebih
lama daripada budidaya biasa. Pada budidaya biasa pertumbuhan bintil akar aktif
mencapai maksimum pada umur 6 minggu setelah tanam (MST), sedangkan pada
budidaya jenuh air masih tetap meningkat sampai umur 9 MST (Ghulamahdi
1990). Kondisi jenuh air dapat meningkatkan jumlah bintil akar tanaman. Jika
kondisi tanah jenuh air terjadi pada saat tanaman berumur 15-30 hari setelah
tanam (HST) maka pertumbuhan tertekan dan hasil menurun 15-25% dibanding
tanpa kondisi jenuh air (Adisarwanto 2001).
Bobot kering bintil akar pertanaman pada budidaya jenuh air di media
dengan tinggi muka air 15 cm, 10 cm, dan 5 cm lebih tinggi daripada di media
kontrol. Bobot kering bintil akar tertinggi diperoleh dari tanaman di media dengan
tinggi muka air 15 cm tanpa dipupuk nitrogen, sedangkan bobot biji per tanaman
tertinggi diperoleh dari tanaman yang ditumbuhkan di media dengan tinggi muka
air 15 cm dan dipupuk nitrogen (Suwarto et al. 1994).
Pertumbuhan kedelai setelah aklimatisasi ditunjukkan oleh banyaknya akar
dan bintil akar yang muncul pada tanah yang jenuh air, selanjutnya daun menjadi
hijau dengan laju pertumbuhan lebih tinggi pada budidaya basah dibandingkan
pada budidaya biasa (Avivi 1995). Budidaya basah meningkatkan komponen hasil
dan hasil benih serta memperbaiki keragaan variabel mutu fisik dan mutu
fisiologis benih kedelai. Budidaya basah walaupun tidak selalu meningkatkan
viabilitas benih, tetapi tidak berbahaya untuk produksi benih (Raka et al. 1995).
Budidaya jenuh air nyata meningkatkan ACC (1-aminocyclopropane-1carboxylic acid) akar, etilen akar, glukosa akar, lingkar leher akar, bobot kering
bintil, aktivitas nitrogenase, serapan hara daun, bobot kering tanaman, dan bobot
kering biji. Pada budidaya jenuh air kandungan ACC akar lebih tinggi pada umur
5, 7 dan 8 MST dan kandungan etilen lebih tinggi pada umur 6 MST (Ghulamahdi
1999).
Pemberian jumlah air berpengaruh nyata pada pertumbuhan tanaman
kedelai. Secara umum pemberian jumlah air makin sedikit menurunkan
pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai. Batang tanaman memendek, daun
menyempit dan makin sedikit, bobot kering tajuk makin rendah, dan jumlah
polong makin sedikit pada pemberian air yang makin sedikit (Zen et al. 1990).
Menurut Savitri et al. (2002) berdasarkan ukuran biji yang berhubungan
dengan daya toleransi varietas terhadap kondisi budidaya basah atau penjenuhan,

6
bahwa kedelai berukuran biji besar lebih toleran terhadap penjenuhan
dibandingkan dengan kedelai berukuran biji sedang dan berukuran biji kecil.
Lahan Pasang Surut
Lahan pasang surut adalah lahan yang terbentuk dari endapan marin dan
fluviomarin dan dicirikan oleh adanya lapisan tanah yang mengandung pirit.
Lapisan tanah ini kemudian dijadikan dasar dalam pengelompokkan lahan. Lahan
sulfat masam bersulfida dangkal memiliki kedalaman lapisan pirit < 50 cm,
sehingga tidak sesuai untuk tanaman palawija, sedangkan lahan sulfat masam
bersulfida dalam memiliki kedalaman lapisan pirit > 50 cm, sehingga relatif aman
dan sesuai untuk budidaya kedelai (Rachman et al. 1985).
Luas lahan pasang surut di Indonesia mencapai 20.15 juta hektar. Dari luas
tersebut 9.45 juta hektar sesuai untuk kegiatan pertanian dan baru sekitar 3.59 juta
hektar yang dimanfaatkan (Sabran et al. 2000). Lahan pasang surut memiliki
reaksi tanah yang masam sebagai hasil dari proses oksidasi lapisan sulfida (pirit).
Budidaya kedelai di lahan pasang surut yang masam akan menghadapi
kemungkinan keracunan Al, kahat hara N, P, dan K serta drainase yang buruk.
Alumunium berasal dari degradasi mineral liat yang hancur akibat kemasaman
tanah yang tinggi. Walaupun kadar bahan organik cukup tinggi, N tersedia pada
umumnya rendah karena proses mineralisasi bahan organik terhambat akibat tanah
masam dan lembab. Unsur hara P tidak tersedia karena diikat oleh Al dan Fe
membentuk senyawa komplek yang mengendap. Sedangkan ketersediaan hara K
rendah karena mengalami pencucian setelah terdesak dari komplek jerapan.
Drainase buruk diakibatkan oleh permukaan air tanah yang dangkal, sehingga
diperlukan saluran drainase yang lebih intensif (Rachman et al. 1985).
Kedelai pada umumnya diusahakan di lahan pasang surut tipe C (tidak
terluapi oleh pasang besar) dengan pola tanam padi-kedelai. Petani transmigrasi
memperkenalkan sistem surjan yang memungkinkan untuk mengusahakan kedelai
pada lahan pasang surut tipe B (terluapi oleh pasang besar) (Sabran et al. 2000).
Kendala usahatani kedelai di lahan pasang surut adalah genangan air,
tanaman kedelai pada umumnya tidak toleran tanah tergenang. Genangan air yang
berkepanjangan akan mengurangi ketersediaan oksigen di lapisan perakaran.
Respirasi akar akan terganggu, yang dalam jangka panjang dapat mematikan
tanaman. Selain itu genangan yang terjadi setelah biji ditanam menghambat difusi
oksigen sehingga respirasi biji terganggu. Karena itu kedelai tidak bisa ditanam di
lahan pasang surut yang tegenang (Sabran et al. 2000).
Peranan Fosfor (P) Terhadap Tanaman
Unsur hara adalah salah satu faktor pembatas bagi pertumbuhan tanaman.
Tanaman mengambil hara dari dalam tanah. Kebutuhan hara setiap tanaman
bervariasi. Bila hara dalam tanah kurang, maka diperlukan pemupukan untuk
mencukupi kebutuhan tanaman.
Fosfor merupakan salah satu unsur hara makro yang dibutuhkan oleh
tanaman dalam jumlah yang banyak. Unsur P diserap tanaman dalam bentuk ion
fosfat. Sejumlah penelitian menjelaskan bahwa pemupukan P mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Hal ini karena unsur P berperan dalam

7
pembelahan sel, proses asimilasi dan respirasi, pertumbuhan akar, dan merupakan
bagian dari asam nukleat dan sumber energi dalam bentuk ATP dan ADP
(Hardjowigeno 2003).
Peran fosfor yang utama bagi tanaman yaitu pada proses fotosintesis,
perubahan karbohidrat, glikolisis, metabolisme protein dan lemak, dan proses
energi (Leiwakabessy dan Sutandi 2004). Fosfor dapat merangsang pertumbuhan
tanaman, perkembangan akar, pembentukan buah dan biji terutama serealia.
Fosfor juga penting untuk pembelahan sel, pembentukan bunga, proses
kematangan tanaman, meningkatkan ketahanan terhadap kerebahan, memperbaiki
kualitas tanaman, dan memperkuat daya tahan terhadap penyakit. Tanaman yang
mengalami kekurangan unsur P biasanya menampakkan gejala seperti
pertumbuhan terhambat, daun berwarna keunguan, kerdil, perakaran dangkal dan
batang menjadi lemah.

METODE
Waktu dan Tempat
Percobaan dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan September 2013.
Lokasi penelitian bertempat di Desa Banyu Urip, Kecamatan Tanjung Lago,
Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. Pengeringan biomassa tanaman
dilakukan di Laboratorium Pascapanen Departemen Agronomi dan Hortikultura,
Institut Pertanian Bogor. Analisis tanah dan serapan fosfor dilakukan di
Laboratorium Kimia Departemen Ilmu Tanah Institut Pertanian Bogor.
Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah benih kedelai varietas
Tanggamus, Ceneng, Cikuray, dan Lokal Malang, pupuk Urea (45% N), SP - 36
(36% P2O5), KCl (60% K2O), Rhizobium sp, insektisida (bahan aktif : fipronil 50
g L-1, klorantraniliprol 50 g L-1, dan karbosulfan 25.5%), rodentisida (bahan aktif
: brodifakum 0.005%), dan herbisida (bahan aktif : paraquat diklorida).
Alat
Alat-alat yang digunakan adalah peralatan olah tanah, ajir, label, tali, pompa
air, selang, alat ukur, tugal, knapsack sprayer, oven dan timbangan.
Prosedur Analisis Data
Percobaan menggunakan rancangan split-plot dengan ulangan sebanyak
tiga kali. Petak utamanya adalah varietas kedelai terdiri dari Ceneng, Cikurai,
Lokal Malang dan Tanggamus. Anak petaknya adalah dosis pemberian pupuk
fosfor yang terdiri atas empat taraf yaitu 0, 36, 72, 108 kg P2O5 ha-1. Sehingga
terdapat 48 satuan percobaan.

8
Model linier dari percobaan ini adalah :
Yijk = μ + αi + j + ik + (α )ij + ρk+ εijk
Dimana:
Yijk
: nilai pengamatan perlakuan varietas ke-i, pemupukan ke-j, dan ulangan
ke-k;
μ
: nilai rata-rata umum
αi
: pengaruh perlakuan varietas ke – i
: pengaruh perlakuan pemupukan ke–j
j
ρk
: pengaruh aditif dari ulangan ke–k
: pengaruh galat perlakuan varietas ke-i dan ulangan ke-k (galat a)
ik
(α )ij : pengaruh interaksi antara varietas ke–i dan pemupukan ke–j
εijk
: pengaruh galat yang timbul dari taraf varietas ke-i dan pemupukan ke-j
pada ulangan ke-k (galat b)
Selanjutnya data yang diperoleh akan dianalisis menggunakan analisis
sidik ragam pada taraf kesalahan 1% dan 5%, apabila didapatkan hasil yang nyata
atau sangat nyata, maka selanjutnya akan dilakukan uji lanjut DMRT pada taraf
taraf kesalahan 5%.
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan lahan dilakukan dengan membersihkan gulma terlebih dahulu dan
mengambil sampel tanah untuk dianalisis di laboratorium. Lahan disemprot
herbisida berbahan aktif glifosat 486 g L-1 dan parakuat diklorida 276 g L-1
(Gambar 1).

Gambar 1 Penyemprotan herbisida
Petakan dibuat bedengan anak petak berukuran 2 m x 5 m, sehingga petak
utama akan berukuran 2 m x 20 m. Setiap petak utama akan dikelilingi saluran air
yang berukuran lebar 30 cm dengan kedalaman 25 cm dari permukaan tanah,
dengan demikan kondisi petakan akan selalu basah pada saat air irigasi diberikan.
Air irigasi akan diberikan sejak tanam dengan ketinggian muka air sesuai
perlakuan (Gambar 2). Sebelum ditanami lahan diberi kapur sebanyak 2 ton kapur
ha-1 dan pupuk P sesuai perlakuan dosis, perlakuan pupuk dilakukan seminggu
sebelum penanaman benih kedelai. Penanaman kedelai dilakukan dengan
menggunakan jarak tanam 40 cm x 12,5 cm, setiap lubang diberikan dua benih
kedelai. Untuk semua perlakuan diberi pupuk dasar KCl dan SP-36. Kedelai pada

9
saat umur 3, 4, 5, dan 6 minggu diberi pupuk daun N dengan konsentrasi 10 g
Urea L-1 air menggunakan volume semprot 400 L air ha-1.

Gambar 2 Pemberian kapur dan pupuk
Pemeliharaan dilakukan pada saat pertumbuhan gulma telah mengganggu
tanaman dengan cara mencabut gulma yang ada di sekitar tanaman. Pemeliharaan
yang dilakukan meliputi penyiangan, pembumbunan tanaman, pengaturan saluran
air, dan pengendalian hama penyakit.
Pengamatan yang dilakukan meliputi :
1. Tinggi tanaman, pengukuran tinggi tanaman dilakukan setiap 2 minggu.
Caranya diukur dari pangkal sampai titik tumbuh yang terletak diujung bunga
utama.
2. Jumlah daun trifoliate, dihitung setiap 2 minggu dengan menghitung semua
daun mulai dari daun unifoliet yang sudah terbuka penuh dari 10 tanaman contoh.
3. Bobot bintil, akar, batang, dan daun (g), dilakukan pada umur 8 minggu setelah
tanam. Tanaman sampel berumur 8 MST sebanyak 1 tanaman (diperkirakan bobot
kering daun cukup untuk analisis hara daun) diambil mulai dari akar. Sampel
dikeringkan dalam oven selama 48 jam dengan suhu 60oC. Setelah dikeringkan.
bagian-bagian tanaman dipisahkan yaitu akar, batang, daun, dan bintil, lalu
ditimbang.
4. Tinggi tanaman dan jumlah cabang saat panen, penghitungan dilakukan saat
panen.
5. Jumlah polong isi dan hampa per tanaman (buah), penghitungan dilakukan
sebanyak satu kali saat panen dengan menghitung semua polong yang berisi dan
yang hampa.
6. Bobot 100 biji (g), dilakukan dengan cara menimbang biji yang dipanen dari
setiap petak perlakuan.
7. Bobot ubinan (g), dilakukan dengan cara menghitung hasil ubinan yang
berukuran 3m x 1.2m pada setiap petak perlakuan.
8. Produktivitas , dihitung dari hasil ubinan.
9. Analisis kadar P daun, contoh daun umur 8 MST diambil dari lapangan,
dikeringkan dalam oven dengan suhu 60oC selama 48 jam kemudian daun kering
dihaluskan. Kandungan P daun ditentukan dengan metode pengabuan kering dan
ditetapkan dengan spektrofotometer.
10. Analisis fisik dan kimia tanah sebelum tanam, analisis tanah dilakukan untuk
komposisi tekstur tanah (pasir, debu, dan liat). pH, C organik, N, P2O5, K2O, nilai
tukar kation Ca, Mg, K, Na, dan KTK, kejenuhan basa, Al3+, H+, unsur hara mikro
Fe, S, dan Mn serta pirit. Tekstur tanah ditentukan dengan metode pipet.

10
Keasaman tanah (pH) ditentukan dengan ekstrak 1:5 menggunakan H2O dan KCl,
C organik ditentukan dengan metode kurmis, N ditentukan dengan metode
Kjeldahl, P2O5 ditentukan dengan metode Bray I, K2O ditentukan dengan metode
Morgan, Kation dan unsur hara mikro dengan metode AAS, dan KTK dengan
metode titrasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum
Penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai September 2013. Penanaman
kedelai dilakukan pada bulan Juni 2013. Menurut data BMKG Palembang ratarata curah hujan dari bulan Juni hingga September 2013 berkisar antara 153 mm
dengan penurunan hari hujan 15 hari per bulan. Distribusi curah hujan yang
merata setiap bulan membantu pertumbuhan tanaman. Suhu rata-rata pada bulan
tersebut berkisar antara 28.30C dengan suhu minimum sebesar 24.50C dan suhu
maksimum sebesar 33.70C (lampiran 5).
Kecambah kedelai mulai muncul di permukaan pada umur 5 hari setelah
tanam (HST), tetapi kurang merata. Hal ini karena benih ditanam terlalu dalam
dan kondisi cuaca pada saat itu panas sehingga pertumbuhan kecambah kedelai ke
permukaan tanah terhambat, kemudian dilakukan pengisian air ke parit-parit di
antara petak percobaan menggunakan pompa air agar kondisi tanah menjadi
lembab. Pertumbuhan kedelai mulai merata pemunculannya di seluruh petak
percobaan pada umur 14 HST, daun trifoliat pertama terbentuk sempurna pada
umur 14 HST.
Tanaman kedelai terlihat gejala daun menguning pada umur 17 HST,
terutama daun yang muda. Menurut Ghulamahdi (1999) hal ini karena kedelai
beraklimatisasi dan selanjutnya tanaman memperbaiki pertumbuhannya. Pada
awal aklimatisasi, kandungan N dalam daun menurun dan tanaman menjadi
khlorotis. Hal ini disebabkan berkurangnya penyerapan nitrogen dan terjadinya
alokasi hasil fotosintesis ke bagian bawah tanaman. Ketika terjadi gelaja daun
menguning, kedelai harus diberi pupuk N dengan cara disemprotkan melalui daun,
gejala tersebut akan berangsur-angsur berkurang setelah pemberian N pada umur
21- 42 HST.
Hasil analisis tanah sebelum kedelai ditanam memperlihatkan tingkat
kesuburan yang relatif baik dengan kandungan bahan organik, P2O5, dan K2O
dalam keadaan cukup. Akan tetapi tanah memiliki kemasaman yang tinggi dengan
pH 5.00 dan Al3+ 1.06 me 100 g-1 tanah. Nilai tukar kation K rendah dan Na
sedang, namun nilai tukar kation Ca tinggi dan Mg tergolong sedang. Kapasitas
tukar kation dan sedang dan kejenuhan basa sangat tinggi. Tekstur tanah adalah
liat berdebu dengan komposisi pasir 27.32%, debu 20.58%, dan liat 52.10%
(lampiran 3). Kelarutan alumunium cukup dan zat besi yang sangat tinggi, kondisi
ini menyebabkan tanah memerlukan tambahan input dalam bentuk kapur dan
pupuk agar tanaman kedelai dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik. Tanah
juga mengandung pirit yang cukup tinggi.

11
Pertumbuhan dan Produksi Empat Varietas Kedelai
Pertumbuhan tinggi tanaman kedelai varietas Tanggamus dan Cikuray
pada umur 6 MST tidak berpengaruh nyata, tetapi tinggi tanaman kedelai varietas
Ceneng dan Lokal Malang berpengaruh nyata. Tinggi tanaman kedelai varietas
Ceneng dan Lokal Malang pada umur 8 MST dan 10 MST tidak berpengaruh
nyata, sedangkan tinggi tanaman kedelai varietas Tanggamus dan Cikuray
berpengaruh nyata (Tabel 1).
Tabel 1 Tinggi dan jumlah daun beberapa varietas tanaman kedelai pada budidaya
jenuh air di lahan pasang surut
Peubah
Ceneng Cikuray
Lokal
Tanggamus
KK
F hit
Pengamatan
Malang
Tinggi
---------------------------- -(cm) ---------------2 MST
9.47
7.70
8.31
8.88
6.83 0.684
4 MST∆
21.55a
18.57b
20.37ab
21.57a
11.63 0.001
6 MST∆
55.48a
43.22c
50.31b
43.52c
8.74 0.001

8 MST
76.00a
57.96c
78.89a
64.62b
9.26 0.001
10 MST∆
76.50a
58.37c
79.29a
65.00b
9.17 0.001
Daun
-----------------------------(daun)--------------2 MST
1.2
1.7
1.7
1.0
10.78 0.403
4 MST
5.4
5.2
6.2
5.3
8.52 0.581
6 MST∆
15.1ab
15.9ab
16.5a
14.0b
15.50 0.001
8 MST∆
25.6a
22.5b
24.1ab
24.4ab
11.74 0.001
10 MST∆
24.1a
20.9b
22.7ab
22.5ab
13.34 0.001


Nilai tengah yang memiliki huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata
berdasarkan DMRT α=5%

Jumlah daun kedelai varietas Ceneng, Cikuray dan Tanggamus pada umur
6 MST tidak berbeda nyata, tetapi kedelai varietas Tanggamus berbeda nyata
dengan kedelai varietas Lokal Malang. Jumlah daun kedelai varietas Ceneng,
Lokal Malang dan Tanggamus pada umur 8 MST dan 10 MST tidak berbeda
nyata, tetapi kedelai varietas Ceneng berbeda nyata dengan kedelai varietas
Cikuray (Tabel 1).
Berdasarkan varietas bobot kering daun tidak berbeda nyata terhadap
kedelai varietas Ceneng, Cikuray, Lokal Malang maupun Tanggamus. Bobot
kering batang kedelai varietas Lokal Malang memiliki bobot yang paling besar
diantara ketiga varietas lainnya. Bobot kering polong kedelai varietas Ceneng,
Lokal Malang dan Tanggamus tidak berbeda jauh, tetapi bobot kering polong
kedelai varietas Cikuray lebih besar dari ketiga varietas kedelai lainnya yaitu
sebesar 4.84 g. Bobot kering akar, bintil akar dan biomassa tanaman kedelai tidak
berbeda nyata (Tabel 2).

12
Tabel 2 Bobot kering daun, batang, polong, akar, bintil akar, dan biomassa
beberapa varietas tanaman kedelai di lahan pasang surut
Bobot Kering
Ceneng Cikuray
Lokal
Tanggamus
KK
F hit
Malang
---------------------------------(g)-------Daun
4.69
4.63
4.99
5.09
9.54 0.701
Batang
5.97
7.69
8.14
6.28
9.80 0.511
Polong
3.85
4.84
3.80
3.88
17.78 0.654
Akar
0.89
0.71
0.80
0.82
20.11 0.232
Bintil akar
0.90
0.95
0.68
0.95
28.52 0.661
Biomassa
17.41
19.69
19.76
17.28
7.17 0.310
Menurut Suwarto et al. (1994) pembentukan akar-akar baru dapat
meningkatkan jumlah bintil akar yang berkorelasi positif dengan bobot kering
bintil. Menurut Purwaningrahayu et al. (2004) menyatakan bahwa dengan bobot
kering bintil akar yang lebih banyak memungkinnkan bagi tanaman untuk
mendapatkan N yang lebih banyak.
Budidaya jenuh air memberikan kondisi yang lebih baik bagi lingkungan
pertumbuhan perakaran karena ketersediaan air yang cukup sehingga membentuk
akar dan bintil akar lebih banyak. Pertumbuhan akar dan bintil akar meningkat
setelah fase aklimatisasi karena tanaman memperbaiki pertumbuhannya sebagai
suatu mekanisme adaptasi morfologi terhadap kondisi lahan basah untuk
pembentukan akar-akar baru guna menggantikan fungsi akar-akar yang mati
akibat terjenuhi air.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah cabang serta bobot
kering daun dan bintil akar maka jumlah polong isi semakin banyak. Jumlah
cabang kedelai varietas Tanggamus berbeda nyata dengan kedelai varietas Ceneng
dan Lokal Malang. Jumlah polong isi dan hampa kedelai varietas Ceneng berbeda
nyata dengan kedelai varietas Cikuray dan Tanggamus (Tabel 3).
Tabel 3 Jumlah cabang, jumlah polong, dan jumlah polong hampa beberapa
varietas tanaman kedelai pada budidaya jenuh air di lahan pasang surut.
KK
F hit
Peubah
Lokal
Ceneng Cikuray
Tanggamus
Pengamatan
Malang
Jumlah cabang
4.92
4.57
4.85
4.22 11.66 0.053

Polong isi
110.1a 102.4bc 105.9ab
98.5c
5.55 0.050

Polong hampa
3.0a
1.3b
0.7b
0.9b 27.94 0.004


Nilai tengah yang memiliki huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata
berdasarkan DMRT α=5%,

Bobot 100 biji kedelai varietas Cikuray lebih tinggi dari ketiga kedelai
varietas lainnya dan berbeda nyata dengan kedelai varietas Ceneng, Lokal Malang
dan Tanggamus. Bobot kedelai varietas Lokal Malang lebih rendah dari ketiga
kedelai varietas lainnya yaitu sebesar 11 g (Tabel 4).
Bobot ubinan varietas Ceneng, Cikuray, Lokal Malang dan Tanggamus tidak
berbeda nyata. Bobot ubinan tertinggi yaitu kedelai varietas Cikuray yaitu sebesar
1705 g. Produktivitas kedelai varietas Ceneng, Cikuray, Lokal Malang dan

13
Tanggamus tidak berbeda nyata, tetapi kedelai varietas Cikuray memiliki
produktivitas tertinggi yaitu sebesar 4.03 ton ha-1 (Tabel 4).
Tabel 4 Bobot 100 biji, bobot ubinan, dan produktivitas beberapa
tanaman kedelai pada budidaya jenuh air di lahan pasang surut
Peubah
Ceneng Cikuray
Lokal
TanggaKK
Pengamatan
Malang
mus
Bobot 100 biji (g)∆
11.39c
13.15a
10.69d
11.79b
4.06
Bobot ubinan (g)
1538.25 1705.25 1615.30 1579.00 11.13
Produktivitas
3.63
4.03
3.81
3.73 11.14
-1
(ton ha )

varietas
F hit
0.001
0.796
0.792



Nilai tengah yang memiliki huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata
berdasarkan DMRT α=5%

Tabel 5 Serapan unsur fosfor beberapa varietas pada budidaya jenuh air di lahan
pasang surut
Varietas
Kandungan fosfor daun (%)
Serapan unsur fosfor (g
tanaman-1)
Ceneng
0.25
1.59
Cikuray
0.26
1.73
Lokal Malang
0.26
1.83
Tanggamus
0.26
1.52
KK
10.76
17.55
F hitung
0.845
0.344
Berdasarkan tabel 5 kandungan fosfor di dalam daun keempat varietas
tanaman kedelai tidak berbeda nyata, tetapi kedelai varietas Tanggamus dan Lokal
Malang berbeda nyata dalam menyerap unsur fosfor. Sedangkan kedelai varietas
Ceneng dan Cikuray tidak berbeda nyata dalam menyerap unsur fosfor.
Pengaruh Pemupukan Fosfor terhadap Pertumbuhan dan Produksi
Tanaman
Pemupukan fosfor pada umur 2 MST tidak berpengaruh nyata pada
pertumbuhan tanaman kedelai. Pada umur 4 – 10 MST dosis pemupukan fosfor
36, 72, dan 108 kg P2O5 ha-1 tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman
kedelai, tetapi pemupukan fosfor pada dosis 0 kg P2O5 ha-1 berpengaruh terhadap
tinggi tanaman kedelai (Tabel 6). Meningkatnya dosis pemupukan P, fosfor yang
tersedia bagi tanaman semakin meningkat sehingga serapan unsur hara terutama P
meningkat. Fosfor yang diserap dalam jumlah cukup mempengaruhi
perkembangan jaringan meristematik terutama di bagian apikal dan akar, sehingga
perkembangan tinggi tanaman meningkat. Perkembangan akar yang baik akibat
pemberian fosfor akan memungkinkan tanaman menyerap hara lebih banyak,
sehingga mampu mendukung pertumbuhan tanaman yang baik. Hal ini diduga
karena unsur ini tidak tercuci (residunya tinggi), sedangkan yang hilang melalui
produksi tanaman sangat kecil (Leiwakabessy dan Sutandi 2004), pada tanah

14
kering dan masam ketersediaan P juga rendah. Hal ini disebabkan oleh tingginya
Al terlarut pada pH tanah < 5 (Sanchez 1992).
Tabel 6 Tinggi dan jumlah daun tanaman kedelai pada berbagai dosis pupuk
fosfor dengan budidaya jenuh air di lahan pasang surut
Peubah
Pupuk Fosfor (kg P2O5 ha-1)
KK
F
Pengamatan
hitung
0
30
60
90
Tinggi
(cm)
2 MST
8.60
8.67
8.67
8.42
6.83
0.684

4 MST
16.99b
21.69a
21.91a
21.47a
11.63
0.001
6 MST∆
27.57b
55.23a
55.67a
54.05a
8.74
0.001

8 MST
36.14b
80.22a
80.32a
80.81a
9.26
0.001
10 MST∆
36.54b
80.62a
80.75a
81.25a
9.17
0.001
Daun
(daun)
2 MST
1.1
1.1
1.2
1.1
10.78
0.403
4 MST
5.4
5.6
5.6
5.5
8.52
0.581
6 MST∆
12.7b
17.1a
15.7a
15.9a
15.50
0.001

8 MST
16.7b
25.4a
27.1a
27.3a
11.74
0.001
10 MST ∆
16.7b
25.4a
27.1a
27.3a
13.34
0.001


Nilai tengah yang memiliki huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
berdasarkan DMRT α= 5%

Tabel 6 menunjukan bahwa pemupukan fosfor tidak berpengaruh nyata
terhadap jumlah daun kedelai pada umur 2 dan 4 MST. Pemupukan fosfor pada
umur 6 – 10 MST pada dosis 36, 72 dan 108 kg P2O5 ha-1 tidak berpengaruh
nyata, tetapi pemupukan fosfor berpengaruh nyata pada dosis 0 kg P2O5 ha-1.
Tabel 7 Bobot daun, batang, polong, akar, bintil akar, dan biomassa tanaman
kedelai pada berbagai dosis pupuk fosfor di lahan pasang surut.
Pupuk Fosfor ( kg P2O5 ha-1)
KK
F hitung
Bobot
Kering
0
36
72
108
--------------(g)------------∆
Daun
4.25b
4.79a
5.11a
5.26a
9.54
0.005
Batang∆
5.60c
6.54b
7.93a
8.01a
9.80
0.001
Polong∆
2.84d
3.66c
5.39a
4.48b
17.78
0.001

Akar
0.36b
0.89a
1.07a
0.90a
20.11
0.001
Bintil akar∆ 0.56c
0.91ab
1.16a
0.85b
28.52
0.003

Biomassa
13.30c
17.00b
21.82a
22.00a
7.17
0.001


Nilai tengah yang memiliki huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
berdasarkan DMRT α= 5%

Pemberian pupuk fosfor pada dosis 36, 72, dan 108 kg P2O5 ha-1 tidak
berpengaruh nyata terhadap berat bobot kering daun kedelai, tetapi berpengaruh
nyata pada dosis pemupukan fosfor 0 kg P2O5 ha-1. Pemberian pupuk fosfor pada
dosis 72, dan 108 kg P2O5 ha-1 tidak berpengaruh nyata pada berat bobot kering
batang kedelai, sedangkan pada dosis 0 dan 36 kg P2O5 ha-1 berpengaruh nyata.
Pemberian pupuk fosfor pada dosis 0 kg P2O5 ha-1 berpengaruh nyata pada berat

15
bobot kering akar dan bintil akar kedelai. Pemberian pupuk fosfor tidak
berpengaruh nyata terhadap berat bobot kering biomassa kedelai pada dosis 36, 72
dan 108 kg P2O5 ha-1. Sedangkan pada dosis 0 kg P2O5 ha-1 berpengaruh nyata.
Tabel

8 Jumlah cabang, jumlah polong, dan jumlah polong hampa tanaman
kedelai pada berbagai dosis pemeberian pupuk fosfor dengan budidaya
jenuh air di lahan pasang surut.
Peubah Pengamatan
Pupuk Fosfor ( kg P2O5 ha-1)
KK
F
hitung
0
36
72
108
Cabang
Polong isi∆
Polong hampa∆

4.38
93.4c
1.6a

4.52
102.2b
1.5a

4.78
108.5a
1.5a

4.87
112.6a
1.4a

11.66
17.26
27.94

0.127
0.001
0.006



Nilai tengah yang memiliki huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata
berdasarkan DMRT α=5%

Berdasarkan tabel 8 pemupukan fosfor tidak berpengaruh nyata terhadap
jumlah cabang tanaman kedelai. Pemupukan fosfor berpengaruh nyata terhadap
jumlah polong isi tanaman kedelai pada dosis 0 dan 36 kg P2O5 ha-1, tetapi
pemupukan fosfor berpengaruh nyata pada dosis 72 dan 108 kg P2O5 ha-1.
Pemupukan fosfor tidak berpengaruh nyata terhadap bobot 100 biji tanaman
kedelai. Sedangkan pada bobot ubinan pemupukan fosfor berpengaruh nyata pada
dosis 0 kg P2O5 ha-1, pada dosis 36, 72 dan 108 kg P2O5 ha-1 pemupukan fosfor
tidak berpengaruh nyata (tabel 9).
Tabel 9 Bobot 100 biji, bobot ubinan, dan produktivitas tanaman kedelai pada
berbagai dosis pupuk fosfor dengan budidaya jenuh air di lahan pasang
surut
Peubah Pengamatan
Bobot 100 biji (g)
Bobot ubinan (g)∆
Produktivitas
(ton ha-1) ∆


KK

F hit

11.57
11.77
11.95
11.73 4.06
1439.25b 1605.50a 1680.75a 1712.50a 11.13
3.39b
3.79a
3.97a
4.04a 11.14

0.288
0.004
0.004

Pupuk Fosfor ( kg P2O5 ha-1)
0

36

72

108

Nilai tengah yang memiliki huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata
berdasarkan DMRT α=5%

16

Gambar 3 Kurva regresi produktivitas kedelai terhadap dosis pupuk fosfor
Berdasarkan kurva regresi semakin meningkatnya dosis pemupukan P,
fosfor yang tersedia bagi tanaman semakin meningkat sehingga serapan unsur
hara terutama P meningkat, sehingga produktivitas kedelai meningkat. Kurva
menunjukan korelasi positif antara produktivitas dengan dosis pupuk fosfor.
Semakin tinggi dosis fosfor maka kecenderungan produktivitas tanaman kedelai
semakin meningkat.
Dosis pemupukan fosfor berpengaruh nyata terhadap kandungan fosfor
daun, pada dosis 0 kg P2O5 ha-1 berbeda nyata dengan dosis 36 kg P2O5 ha-1.
Dosis pemupukan fosfor berpengaruh nyata terhadap serapan unsur fosfor, pada
dosis 0 kg P2O5 ha-1 penyerapan unsur fosfor lebih rendah dibandingkan dengan
dosis 36, 72 dan 108 kg P2O5 ha-1 ( Tabel 10).
Tabel 10 Serapan unsur kalium pada berbagai dosis pupuk fosfor dengan
budidaya jenuh air di lahan pasang surut
Dosis pupuk fosfor
0 kg P2O5 ha-1
36 kg P2O5 ha-1
72 kg P2O5 ha-1
108 kg P2O5 ha-1
KK
F hitung


Kandungan fosfor daun
(%)
0.239
0.265
0.257
0.261
10.76
0.148

Serapan unsur fosfor (g
tanaman-1) ∆
0.98d
1.51c
1.91b
2.25a
17.55
0.001

Nilai tengah yang memiliki huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
berdasarkan DMRT α=5%

17

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kedelai hitam varietas Cikuray mempunyai produktivitas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan varietas Tanggamus, Ceneng dan Lokal Malang.
Produktivitas kedelai mulai dari yang tertinggi berturut - turut yaitu Cikuray,
Lokal Malang, Tanggamus dan Ceneng. Produktivitas kedelai hitam varietas
Cikuray dapat mencapai 4.03 ton ha-1.

Saran
Pemupukan fosfor dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi kedelai,
perlu penelitian lebih lanjut mengenai pemberian dosis pemupukan fosfor pada
tingkat dosis yang lebih tinggi, sehingga dapat diketahui pemupukan fosfor yang
optimal dan menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi.

18

DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto T. 2001. Bertanam kedelai di tanah jenuh air. Buletin Palawija.
1:24-32.
Adisarwanto T. 2007. Kedelai: Budidaya dengan Pemupukan yang Efektif dan
Pengoptimalan Peran Bintil Akar. Jakarta (ID). Penebar Swadaya. 107 hal.
Alihamsyah T. 2001. Prospek pengembangan dan pemanfaatan lahan pasang
surut dalam perspektif eksplorasi sumber pertumbuhan pertanian masa
depan. Hal: 1-18 Dalam: Ar-Riza, I. Alihamsyah, M. Sarwani (eds).
Pengelolaan Tanah dan Air di Lahan Rawa Pasang Surut. Monograf Balai
Penelitian Tanaman Pangan Lahan Rawa Banjar baru.
Avivi S. 1995. Efisiensi Serapan N-Urea dan Proporsi Fiksasi N Setelah
Perlakuan Pemetikan Kotiledon Pada Budidaya Basah Kedelai (Glycine
max (L.) Merr.). Tesis Program Pasca Sarjana. Bogor (ID). Institut
Pertanian Bogor. 83 hal.
Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Litbang.
Deptan.go.id. Galur Kedelai Toleran Naungan. [8 Februari 2013].
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Tabel luas panen produktivitas produksi
tanaman kedelai [internet]. [diacu 2013 Oktober 10]. Tersedia dari: http://
www.bps.go.id/tnmn_pgn.php
Damardjati DS, Marwoto DKS, Swastika, DM, Arsyad, dan Y Hilman. 2005.
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai. Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian. Jakarta(ID). Departemen Pertanian.
Elfarisna. 2000. Adaptasi Kedelai terhadap Naungan : Studi Morfologi dan
Anatomi. Tesis. Program Pasca Sarjana. Bogor. Institut Pertanian Bogor.
88 hal.
Ghulamahdi M. 1990. Pengaruh Pemupukan Fosfor dan Varietas Terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) pada
Budidaya Jenuh Air. Tesis. Program Pasca Sarjana. Bogor (ID). Institut
Pertanian Bogor. 97 hal.
Ghulamahdi M., dan SA, Aziz. 1992. Pengaruh pupuk N dan Zn terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai pada budidaya jenuh air. Bul
Agron. 21(1):37-45.
Ghulamahdi M. 1999. Perubahan Fisiologi Tanaman Kedelai (Glycine max (L.)
Merr.)