Pengaruh Pemupukan Kalium terhadap Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Kedelai Hitam (Glycine soja) pada Budidaya Jenuh Air di Lahan Pasang Surut

PENGARUH PEMUPUKAN KALIUM TERHADAP PERTUMBUHAN
DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS KEDELAI HITAM (Glycine
soja) PADA BUDIDAYA JENUH AIR DI LAHAN PASANG SURUT

RISFANDI AKHMAD

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pemupukan
Kalium terhadap Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Kedelai Hitam
(Glycine soja) pada Budidaya Jenuh Air di Lahan Pasang Surut adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014
Risfandi Akhmad
NIM A24090109

ABSTRAK
RISFANDI AKHMAD. Pengaruh Pemupukan Kalium terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Beberapa Varietas Kedelai Hitam (Glycine soja) pada Budidaya Jenuh Air
di Lahan Pasang Surut. Dibimbing oleh MUNIF GHULAMAHDI.
Budidaya jenuh air dapat mencegah pengaruh negatif dari oksidasi pirit.
Teknologi ini telah terbukti meningkatkan produktivitas kedelai. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh dosis pupuk kalium terhadap
pertumbuhan dan produksi beberapa varietas kedelai hitam pada budidaya jenuh air
di lahan pasang surut. Penelitian dilakukan di Desa Banyu Urip, Kecamatan
Tanjung Lago, Banyuasin, Sumatera Selatan, dari bulan Mei sampai September
2013. Percobaan menggunakan rancangan petak terpisah dengan dua faktor. Faktor
pertama sebagai petak utama adalah kedelai varietas Ceneng, Cikuray, Lokal

Malang, dan Tanggamus. Faktor kedua sebagai anak petak adalah perlakuan dosis
pemupukan kalium dengan empat taraf yaitu 0, 30, 60, dan 90 kg K2O ha-1. Hasil
percobaan menunjukan produktivitas kedelai hitam dapat ditingkatkan.
Produktivitas hanya dipengaruhi oleh faktor tunggal varietas dan pemupukan
kalium. Tidak ada interaksi yang terjadi antara varietas dengan pemupukan kalium.
Varietas Ceneng mempunyai produktivitas tertinggi dibandingkan varietas kedelai
hitam lainnya. Produktivitas kedelai hitam varietas Ceneng adalah 3.58 ton ha-1.
Pemupukan kalium dengan dosis 90 kg K2O menghasilkan produktivitas tertinggi
yaitu 3.72 ton ha-1.
Kata kunci: budidaya jenuh air, Ceneng, Cikuray, Lokal Malang, kalium

ABSTRACT
RISFANDI AKHMAD. The Effect of Potassium Fertilization on The Growth and
Production of Black Soybean (Glycine soja) Varieties Under Saturated Soil Culture
on Tidal Swamp. Supervised by MUNIF GHULAMAHDI.
Saturated soil culture can prevent oxidation of pyrite from negative influences
and it can to improve the productivity of soybean. The objective of this experiment
was to study the effect of potassium fertilization on the growth and production of
Ceneng, Cikuray, Lokal Malang, and Tanggamus under saturated soil culture on
tidal swamp. The experiment was conducted at Banyu Urip, Tanjung Lago,

Banyuasin, West Sumatera, from May until September 2013. The experiment used
split plot design with 3 replications. The main plot was is variety consisted of
Ceneng, Cikuray, Lokal Malang, and Tanggamus. The sub plot was is potassium
fertilization consisted of 0, 30, 60 and 90 kg K2O ha-1. The experiment results show
that kalium fertilization increased yield of black soybean. Productivity was affected
by single factors that is variety and potassium fertilization. The interaction between
variety and potassium fertilization did not effect to the all variables. The highest
productivity of black soybean was obtained from Ceneng variety, 3.58 ton ha-1. The
potasium fertilization 90 kg ha-1 gave the highest productivity as such as 3.72 ton
ha-1.
Keywords: Ceneng, Cikuray, Lokal Malang, potassium, saturated soil culture

PENGARUH PEMUPUKAN KALIUM TERHADAP PERTUMBUHAN
DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS KEDELAI HITAM (Glycine
soja) PADA BUDIDAYA JENUH AIR DI LAHAN PASANG SURUT

RISFANDI AKHMAD

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Pengaruh Pemupukan Kalium terhadap Pertumbuhan dan Produksi
Beberapa Varietas Kedelai Hitam (Glycine soja) pada Budidaya
Jenuh Air di Lahan Pasang Surut
Nama
: Risfandi Akhmad
NIM
: A24090109

Disetujui oleh


Prof Dr Ir Munif Ghulamahdi, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi: Pengaruh Pemupukan Kalium terhadap Pertumbuhan dan Produksi
soja) pada Budidaya
Beberapa Varietas Kedelai Hitam Hgセカ」ゥjW・@
Jenuh Air di Lahan Pasang Smut
: Risfandi Akhmad
Nama
: A24090109
NIM

Disetujui oleh


Pembimbing

Tanggal Lulus:

r.

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan Mei 2013 ini berjudul Pengaruh Pemupukan Kalium
terhadap Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Kedelai Hitam (Glycine
soja) pada Budidaya Jenuh Air di Lahan Pasang Surut.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Munif Ghulamahdi MS
selaku pembimbing skripsi, Dr Ani Kurniawati, SP Msi selaku pembimbing
akademik serta Bapak Suadji yang telah banyak memberi bantuan dalam penelitian.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, serta
teman teman, atas segala doa, bantuan dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, Februari 2014
Risfandi Akhmad

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR LAMPIRAN

ix

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Hipotesis

2

Manfaat Penelitian

3


Ruang Lingkup Penelitian

3

TINJAUAN PUSTAKA

3

Kedelai Hitam

3

Lahan Pasang Surut

4

Budidaya Jenuh Air

4


Kalium

4

METODE

5

Waktu dan Tempat

5

Bahan

5

Alat

5


Prosedur Analisis Data

6

Pelaksanaan Penelitian

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Kondisi Umum

7

Pertumbuhan dan Produksi Empat Varietas Kedelai

8

Pengaruh pemupukan kalium terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman
SIMPULAN DAN SARAN

12
16

Simpulan

16

Saran

16

DAFTAR PUSTAKA

16

LAMPIRAN

19

RIWAYAT HIDUP

25

DAFTAR TABEL
1 Tinggi dan jumlah daun beberapa varietas kedelai pada budidaya 8
jenuh air di lahan pasang surut
2 Bobot kering daun, batang, polong, akar, bintil akar, dan biomassa 9
beberapa varietas kedelai pada budidaya jenuh air di lahan pasang v
surut
3 Jumlah cabang, jumlah polong, dan jumlah polong hampa beberapa 10
varietas kedelai pada budidaya jenuh air di lahan pasang surut
4 Bobot 100 biji, bobot ubinan, dan produktivitas beberapa varietas 11
kedelai pada budidaya jenuh air di lahan pasang surut
5 Kandungan dan serapan unsur kalium beberapa varietas kedelai pada 12
budidaya jenuh air di lahan pasang surut
6 Tinggi dan jumlah daun tanaman kedelai pada berbagai dosis pupuk 12
kalium dengan budidaya jenuh air di lahan pasang surut
7 Bobot daun, batang, polong, akar, bintil akar, dan biomassa tanaman 13
kedelai pada berbagai dosis pupuk kalium dengan budidaya jenuh air di
di lahan pasang surut
8 Jumlah cabang, jumlah polong, dan jumlah polong hampa tanaman 14
kedelai pada berbagai dosis pemberian pupuk kalium dengan budidaya f
daya jenuh air di lahan pasang surut
9 Bobot 100 biji, bobot ubinan, dan produktivitas tanaman kedelai pada 15
berbagai dosis pupuk kalium dengan budidaya jenuh air di lahan p
pasang surut
10 Kandungan dan serapan unsur kalium pada berbagai dosis pupuk 16
kalium pada budidaya jenuh air di lahan pasang surut

DAFTAR GAMBAR
1 Pertumbuhan tanaman kedelai umur 2-10 MST
7
2 Penampilan polong kedelai hitam varietas Ceneng, Cikuray, Lokal
9
Malang dan kedelai kuning varietas Tanggamus pada 8 MST
3 Biji kedelai varietas Tanggamus, Ceneng, Cikuray dan Lokal Malang 10
4 Kurva regresi produktivitas kedelai terhadap dosis pupuk kalium
15

DAFTAR LAMPIRAN
1 Luas panen, produksi dan produktivitas tanaman kedelai seluruh
Indonesia
2 Tata letak petak percobaan dan layout saluran air
3 Layout petakan dan titik pengambilan contoh tanaman untuk pengamatan mingguan, biomassa, dan bobot ubinan
4 Hasil analisis tanah sebelum penelitian
5 Curah hujan dan hari hujan dari bulan Juni sampai Agustus 2013
6 Suhu dan kelembaban nisbi dari bulan Juni hingga Agustus di
Kecamatan Tanjung Lago

19
20
21
22
23
24

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai merupakan sumber protein nabati utama bagi sebagian besar
penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kedelai memiliki peranan yang
besar karena merupakan sumber bahan baku utama bagi industri tahu, tempe, kecap,
dan pakan ternak berupa bungkil kacang kedelai. Terdapat dua jenis kedelai yang
digunakan untuk bahan baku industri yaitu kedelai kuning dan kedelai hitam.
Umumnya bahan baku tahu dan tempe menggunakan kedelai kuning sedangkan
untuk kecap menggunakan kedelai hitam.
Produksi kedelai di Indonesia masih kurang untuk memenuhi kebutuhan
dalam negeri sehingga pemerintah masih mengimpor kedelai dalam jumlah yang
besar. Kebutuhan kedelai dalam negeri cenderung meningkat pada tahun 2006
sampai tahun 2011, dan produksi kedelai dalam negeri hanya mampu memenuhi
40% dari kebutuhan tersebut. Sekitar 90% kedelai yang tersedia di Indonesia,
digunakan sebagai bahan makanan, dan sisanya untuk pakan ternak, olahan bukan
makanan dan benih (PDSIP 2012). Pada era industrialisasi saat ini kedelai sudah
diolah menjadi aneka bahan makanan susu kedelai dan minuman sari kedelai yang
kemudian dikemas dalam botol serta penyedap cita rasa masakan dengan
kandungan protein yang cukup tinggi (Mursidah 2005). Dalam memenuhi
kebutuhan dalam negeri pemerintah mengimpor kedelai 1.7 juta ton pada tahun
2010 dan meningkat menjadi 1.9 juta pada tahun 2012 (BPS 2013).
Peningkatan produksi kedelai nasional dapat ditunjang oleh perluasan areal
tanam dan peningkatan produktivitas kedelai. Areal tanam dapat menunjukkan
minat petani pada kedelai sedangkan produktivitas menunjukkan kesesuaian lahan
dan atau penerapan teknologi produksi oleh petani (Subandi 2007). Data BPS
(Lampiran 1) menunjukan penurunan luas panen kedelai dari 1.47 juta hektar pada
tahun 1993 menjadi 571 ribu hektar pada tahun 2013. Berkurangnya luas lahan
kedelai mengakibatkan penurunan produksi kedelai nasional. Meskipun luas lahan
menurun, produktivitas tanaman kedelai mengalami peningkatan dari 1.12 ton ha-1
tahun 1992 menjadi 1.48 ton ha-1 tahun 2013.
Peningkatan luas lahan dapat dilakukan dengan pemanfaatan lahan-lahan
suboptimal. Lahan pasang surut merupakan lahan suboptimal yang sudah terbukti
untuk pengembangan usaha pertanian dengan sistem budidaya jenuh air. Hasil
pengujian varietas kedelai pada budidaya jenuh air di lahan pasang surut
menunjukkan bahwa varietas yang memberikan hasil tertinggi adalah Tanggamus,
kemudian Slamet, Anjasmoro, dan terendah adalah Wilis. Tanggamus dapat
mencapai hasil sebanyak 4.51 ton biji kering ha-1, karena mempunyai jumlah
polong isi terbanyak, meskipun mempunyai bobot 100 biji hanya 10 g. Tanggamus
merupakan varietas terpilih yang akan dikembangkan selanjutnya pada teknologi
budidaya jenuh air di lahan pasang surut (Ghulamahdi 2009). Walaupun terkandung
potensi untuk pengembangan usaha tani, lahan pasang surut memiliki permasalahan.
Menurut Togatorop dan Setiadi (2004) permaslahan lahan pasang surut antara lain
berupa kemasaman tanah yang tinggi (pH rendah), kesuburan tanah yang rendah,
kandungan mineral aluminium (Al), endapan pirit (FeS2), sulfat masam yang tinggi

2
yang dapat meracuni tanaman, masalah kedalaman dan kematangan bahan organik
dan fluktuasi air pasang naik dan surut.
Kalium (K) diserap dalam jumlah yang besar oleh tanaman sehingga apabila
kalium dalam tanah dan air irigasi tidak mencukupi maka akan mempengaruhi
kondisi tanaman. Menurut Rukmi (2010) dengan terdapatnya cukup kalium dalam
tanah banyak hubungannya dalam pertumbuhan tanaman. Kalium menambah
ketahanan tanaman terhadap penyakit tertentu dan meningkatkan sistem perakaran,
kalium cenderung menghalangi efek rebah tanaman dan melawan efek buruk yang
disebabkan oleh terlalu banyaknya nitrogen (N). Secara garis besar kalium
memberikan efek keseimbangan, baik pada nitrogen maupun pada fosfor (P) dan
karena itu penting terutama dalam pupuk campuran. Menurut BPLP (1991)
kekurangan kalium dalam tanah menyebabkan tanaman mudah layu, tampak pada
daun tua dimulai dengan klorosis pada tepi daun, dalam keadaan parah gejala
klorosis meluas sampai mendekati pangkal daun dan tampak pula pada daun muda.
Dalam keadaan lanjut, timbul nekrosis dan daun-daun gugur. Penambahan unsur
kalium dengan cara pemupukan diharapkan dapat meningkatkan hasil produksi
kedelai pada lahan yang kurang subur.
Perumusan Masalah
Penggunaan lahan untuk kedelai setiap tahun semakin berkurang hal ini
disebabkan karena kurangnya minat petani untuk menanam kedelai. Hasil produksi
kedelai di lahan kering masih kurang untuk mencukupi kebutuhan kedelai dalam
negeri. Ketersediaan lahan suboptimal di Indonesia masih luas. Lahan pasang surut
merupakan lahan suboptimal yang potensial untuk dikembangkan untuk
penanaman padi dan palawija. Kendala yang dihadapi di lahan pasang surut yaitu
tanah yang masam, kandungan pirit yang dapat meracuni tanaman, ketersediaan
unsur hara kalium yang tergolong rendah, dan cuaca yang sewaktu-waktu dapat
membanjiri lahan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dilakukan penggunaan
varietas yang toleran dengan kondisi tersebut. Penggunaan pupuk kalium dapat
membantu pertumbuhan tanaman untuk peningkatan produktivitas tanaman kedelai.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh dosis pemupukan
kalium terhadap pertumbuhan dan produksi beberapa varietas kedelai hitam pada
budidaya jenuh air di lahan pasang surut.
Hipotesis
1. Terdapat taraf dosis pemupukan kalium yang mendukung produktivitas
tinggi pada kedelai hitam di lahan pasang surut
2. Terdapat varietas kedelai hitam yang memiliki produktivitas tinggi di lahan
pasang surut
3. Terdapat varietas kedelai hitam yang memiliki produktivitas tinggi dengan
dosis pemupukan kalium di lahan pasang surut

3
Manfaat Penelitian
Diharapkan penelitian ini dapat meningkatkan minat petani khususnya di
lokasi penelitian untuk menanam kedelai hitam atau kuning sesuai dengan
penelitian yang telah dilaksanakan. Penelitian ini juga diharapkan dapat
meningkatkan produktivitas lahan.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah mempelajari respon 3 varietas kedelai
hitam dan 1 varietas kedelai kuning sebagai pembanding dengan perlakuan 3 dosis
pemupukan kalium dan tanpa pemupukan kalium pada budidaya jenih air di lahan
pasang surut tipe luapan C di Desa Banyu Urip, Kecamatan Tanjung lago,
Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan pada bulan Mei sampai September 2013.

TINJAUAN PUSTAKA
Kedelai Hitam
Kedelai hitam adalah jenis biji-bijian atau yang dikenal dengan nama latin
Glycine soja. Kedelai hitam berasal dari tanaman liar di Cina Utara. Sejalan dengan
semakin berkembangnya perdagangan antarnegara yang terjadi pada awal abad ke19, menyebabkan kedelai hitam juga ikut tersebar ke berbagai negara tujuan
perdagangan, yaitu Jepang, Korea, Indonesia, India, Australia, dan Amerika.
Keunggulan kedelai hitam mempunyai rasa yang lebih gurih karena asam glutamate
pada kedelai hitam lebih tinggi daripada kedelai kuning. Tahu kedelai hitam
mempunyai rasa yang lebih gurih dibandingkan tahu yang dibuat dari kedelai yang
berwarna kuning. Selain itu kedelai hitam mempunyai daya tahan yang lebih tinggi
terhadap kekeringan dibandingkan dengan kedelai kuning (Nurjanah 2013).
Tanaman kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis dan
subtropis. Sebagai barometer iklim yang cocok bagi kedelai adalah bila cocok bagi
tanaman jagung. Bahkan daya tahan kedelai lebih baik daripada jagung. Iklim
kering lebih disukai tanaman kedelai dibandingkan iklim lembab. Tanaman kedelai
dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar 100-400 mm
bulan-1. Sedangkan untuk mendapatkan hasil optimal, tanaman kedelai
membutuhkan curah hujan antara 100-200 mm bulan-1. Suhu yang dikehendaki
tanaman kedelai antara 21-340C, akan tetapi suhu optimum bagi pertumbuhan
tanaman kedelai 23-270C. Saat panen kedelai yang jatuh pada musim kemarau akan
lebih baik dari pada musim hujan, karena berpengaruh terhadap waktu pemasakan
biji dan pengeringan hasil (Deptan 2013).
Kedelai dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah dengan syarat memiliki
drainase dan aerasi tanah yang cukup baik. Kedelai dapat tumbuh pada tanah
dengan pH 4.5-7.0. Pada pH kurang dari 5.5 pertumbuhannya melambat karena
keracunan Al sehingga pertumbuhan bakteri bintil akar dan proses nitrifikasi
(proses amoniak menjadi nitrit, proses pembusukan) akan menjadi kurang baik
(Pambudi 2013).

4
Lahan Pasang Surut
Lahan pasang surut merupakan hamparan lahan yang dipengaruhi oleh
fluktuasi pasang surut air laut atau sungai. Pasang naik dan surut tersebut terjadi
secara periodik setiap hari, sehingga proses ini dapat digunakan untuk sistem
pengairan lahan pasang surut di daerah-daerah tertentu (Togatorop dan Setiadi
1992).
Adhi et al. (1997) menjelaskan bahwa lahan pasang surut dibagi menjadi
beberapa golongan menurut tipe luapan air pasang, yaitu:
Tipe A : lahan terluapi oleh pasang besar (pada waktu bulan purnama maupun
bulan mati), maupun oleh pasang kecil (pada waktu bulan separuh).
Tipe B : lahan terluapi oleh pasang besar saja.
Tipe C : lahan tidak terluapi oleh air pasang besar maupun pasang kecil, namun
permukaan air tanahnya cukup dangkal, yaitu kurang dari 50 cm.
Tipe D : lahan tidak terluapi oleh air pasang besar maupun pasang kecil, namun
permukaan air tanahnya dalam, lebih dari 50 cm.
Masalah di lahan pasang surut adalah kemasaman tanah. Pada tanah sulfat
masam, drainase yang berlebihan menciptakan kondisi aerob yang mengakibatkan
lapisan pirit teroksidasi dan melepaskan asam aluminium yang merupakan racun
bagi tanaman, dan dapat memfiksasi fosfor membentuk senyawa yang mengendap.
Akibatnya ketersediaan fosfor dalam tanah menjadi rendah. Selain itu kemasaman
tanah juga mengakibatkan terhambatnya kegiatan bakteri pengikat nitrogen dan
kekahatan kalsium, natrium dan kalium (Sabran et al. 2000).
Budidaya Jenuh Air
Budidaya jenuh air merupakan penanaman dengan memberikan irigasi
terus menerus dan membuat tinggi muka air tetap (5 cm di bawah permukaan tanah),
sehingga lapisan di bawah perakaran jenuh air. Air diberikan sejak tanaman
berumur 15 hari sampai polong berwarna coklat (Hunter et al. 1980; Ghulamahdi
1999). Budidaya jenuh air meningkatkan bobot kering akar dan bintil akar serta
aktivitas bakteri penambat N bila dibandingkan irigasi biasa. Perbaikan
pertumbuhan tanaman tersebut perlu diimbangi dengan ketersediaan hara cukup
untuk meningkatkan produksi kedelai. Pemberian fosfor sering menunjukkan
pengaruh yang nyata pada tanaman kedelai dibandingkan nitrogen dan kalium
(Ghulamahdi 1991).
Pertumbuhan kedelai mengalami tekanan pada awal pemberian jenuh air
dan melakukan aklimatisasi. Akar dan bintil akar menjadi mati dan selanjutnya
tumbuh di atas muka air. Pada keadaan ini daun menjadi klorosis sebagai akibat
dari translokasi hasil fotosintat dan unsur hara ke daerah perakaran. Setelah
beraklimatisasi pertumbuhan tanaman akan meningkat dan warna daun kembali
berangsur pulih karena terjadi peningkatan nodulasi dan fiksasi nitrogen
(Ghulamahdi 2006).
Kalium
Kalium mempunyai fungsi sangat penting dalam sel tanaman dan
diperlukan untuk memindahkan produk fotosintesis dalam tanaman. Selain
memperkuat dinding sel, kalium juga mendukung fotosintesis dan pertumbuhan

5
tanaman. Jumlah K yang diserap tanaman tergantung dari jenis tanaman dan besar
produksi. Tanaman monokotil seperti jagung membutuhkan K lebih banyak
daripada tanaman dikotil seperti kedelai (Nababan 2000).
Kandungan utama dari endapan tambang kalsium adalah KCl dan sedikit
K2SO4. Hal ini disebabkan karena umumnya tercampur dengan bahan lain seperti
kotoran, pupuk ini harus dimurnikan terlebih dahulu. Hasil pemurniannya
mengandung K2O sampai 60%. Pupuk kalium klorida (KCl) berfungsi mengurangi
efek negatif dari pupuk nitrogen, memperkuat batang tanaman, serta meningkatkan
pembentukan hijau dan karbohidrat pada buah dan ketahanan tanaman terhadap
penyakit. Kekurangan kalium menyebabkan pertumbuhan tanaman terganggu.
Gejala khas yang dapat dilihat adalah batas yang tampak jelas antara klorosis atau
nekrosis dengan jaringan sehat yang berwarna hijau. Perbandingan N/K sangat
penting dalam metabolisme tanaman. Dalam keadaan perbandingan N/K yang
tinggi, kadar senyawa nitrogen dengan berat molekul rendah meningkat seperti
asam amino dan amida, dan tanaman menjadi lebih peka terhadap penyakit dan
hama (BPLP 1991).

METODE
Waktu dan Tempat
Percobaan dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan September 2013.
Lokasi penelitian bertempat di Desa Banyu Urip, Kecamatan Tanjung Lago,
Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan dengan ketinggian 28 m di atas permukaan
laut. Pengeringan biomassa tanaman dilakukan di Laboratorium Pascapanen
Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB. Analisis tanah dan serapan kalium
dilakukan di Laboratorium Kimia Departemen Ilmu Tanah IPB.

Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah benih kedelai varietas
Tanggamus, Ceneng, Cikuray, dan Lokal Malang, pupuk Urea (45% N), SP-36
(36% P2O5), KCl (60% K2O), Rhizobium sp, insektisida (bahan aktif fipronil 50 g
L-1, klorantraniliprol 50 g L-1, dan karbosulfan 25.5%), rodentisida (bahan aktif
brodifakum 0.005%), dan herbisida (bahan aktif : paraquat diklorida 276 g L-1,
glifosat 486 g L-1, dan etil pirazosulfuron 10%)

Alat
Alat-alat yang digunakan adalah peralatan olah tanah, ajir, label, tali, pompa
air, selang, alat ukur, tugal, knapsack sprayer, oven dan timbangan.

6
Prosedur Analisis Data
Percobaan menggunakan rancangan petak terpisah dengan ulangan
sebanyak tiga kali. Petak utamanya adalah varietas kedelai terdiri atas Ceneng,
Cikurai, Lokal Malang dan Tanggamus. Anak petaknya adalah konsentrasi
pemberian pupuk kalium yang terdiri atas empat taraf yaitu 0, 30, 60, dan 90 kg
K2O ha-1. Sehingga terdapat 48 satuan percobaan.
Model linier dari percobaan ini adalah :
Yijk = μ + αi + j + ik + (α )ij + ρk+ εijk
Dimana:
Yijk
: nilai pengamatan perlakuan varietas ke-i, pemupukan ke-j, dan ulangan
ke-k;
μ
: nilai rata-rata umum
αi
: pengaruh perlakuan varietas ke – i
: pengaruh perlakuan pemupukan ke–j
j
ρk
: pengaruh aditif dari ulangan ke–k
: pengaruh galat perlakuan varietas ke-i dan ulangan ke-k (galat a)
ik
(α )ij : pengaruh interaksi antara varietas ke–i dan pemupukan ke–j
εijk
: pengaruh galat yang timbul dari taraf varietas ke-i dan pemupukan ke-j
pada ulangan ke-k (galat b)
Selanjutnya data yang diperoleh akan dianalisis menggunakan analisis sidik
ragam pada taraf kesalahan 1% dan 5%, apabila didapatkan hasil yang nyata atau
sangat nyata, maka selanjutnya akan dilakukan uji lanjut DMRT pada taraf taraf
kesalahan 5%.

Pelaksanaan Penelitian
Persiapan lahan dilakukan dengan pembersihan gulma terlebih dahulu
menggunakan herbisida. Pengolahan tanah dan pengapuran serta pemberian pupuk
dasar dilakukan dua minggu sebelum tanam. Aplikasi pupuk dasar dan pengapuran
dilakukan dengan ditebar secara merata di atas permukaan tanah kemudian tanah
diolah ringan. Petak utama dibuat berukuran 2 m x 20 m dan anak petak berukuran
2 m x 5 m. Saluran air dibuat disamping bedeng dengan lebar 30 cm dan kedalaman
25 cm dengan kedalaman muka air 20 cm di bawah permukaan tanah (Lampiran 2).
Perlakuan pupuk dilakukan sebelum penanaman benih.
Benih di inokulasi sebelum penanaman dengan Rhizobium sp. selama 15
menit dan dilapisi dengan insektisida karbosulfan. Penanaman kedelai dilakukan
dengan menggunakan jarak tanam 40 cm x 12.5 cm dengan jumlah dua benih per
lubang.
Pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyiangan, pengaturan saluran air
dan ketersediaan air, serta pengendalian hama penyakit. Pengendalian hama
penyakit dilakukan pada 3 MST dan 6 MST dengan penyemprotan insektisida
berbahan aktif fipronil 50 g L-1 dan klorantraniliprol 50 g L-1. Pengaturan air
dilakukan dengan mempertahankan air di saluran sampai panen.
Pemupukan urea dilakukan dengan cara disemprotkan ke daun. Pupuk urea
dilarutkan ke dalam air dengan konsentrasi 10 g L-1 dan volume semprot 400 L

7
ha-1. Penyemprotan dilakukan empat kali yaitu pada umur tanaman 3, 4, 5, dan 6
MST dengan menggunakan knapsack sprayer.
Pengamatan yang dilakukan meliputi : tinggi tanaman dan jumlah daun pada
umur 2, 4, 6, 8, dan 10 minggu setelah tanam (MST); jumlah cabang saat panen;
bobot kering daun, batang, polong, akar, dan bintil akar diamati pada 8 MST dengan
mencabut tanaman di luar tanaman contoh dan selain tanaman pinggir serta di luar
petak panen di tiap petakan percobaan (Lampiran 3); umur berbunga 50%; umur
panen; jumlah polong saat panen; jumlah polong hampa; bobot 100 biji; bobot biji
ubinan-1; produktivitas; dan serapan unsur kalium pada daun.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Percobaan menunjukan tidak ada interaksi antara faktor varietas dan faktor
pemupukan kalium sehingga peubah pengamatan hanya dipengaruhi oleh faktor
tunggal. Lahan penelitian merupakan lahan pasang surut tipe C. Kedalaman muka
air masih dapat ditemukan kurang dari 50 cm di bawah permukaan tanah serta tidak
terluapi walaupun sedang terjadi pasang besar atau kecil. Lahan memiliki pH tanah
5.0 yang tergolong asam dengan tekstur liat. Kandungan unsur ntirogen dalam tanah
tergolong sedang dan kandungan Fosfor dan Kalium tergolong rendah (Lampiran
4). Kondisi iklim dapat diketahui dari data curah hujan dan hari hujan, suhu ratarata harian, dan kelembaban rata-rata harian. Curah hujan pada awal penanaman
adalah 153 mm dengan 15 hari hujan kemudian meningkat pada bulan Juli dengan
curah hujan 156 mm dan 21 hari hujan. Pada bulan Agustus curah hujan menurun
menjadi 154 mm dengan 13 hari hujan (Lampiran 5). Suhu rata-rata dari bulan Juni
Juli dan Agustus berturut-turut adalah 28.30C, 26.60C, dan 27.10C (Lampiran 6).
Hama yang dominan menyerang tanaman yaitu Epilachna soya, Spodoptera litura
dan Locusta migratoria. Pengendalian hama dilakukan dengan penyemprotan
insektidida. Gulma yang dominan tumbuh pada lahan penelitian yaitu Oryza sativa,
Eleusine indica, dan dan Portulaca olareceae. Pengendalian gulma dilakukan
secara manual dengan cara mencabut gulma.

2 MST

4 MST

6 MST

8 MST

10 MST

Gambar 1 Pertumbuhan tanaman kedelai pada umur 2 MST sampai 10 MST
Pertumbuhan kedelai (Gambar 1) diawali dengan aklimatisasi. Aklimatisasi
berlangsung pada umur 2 sampai 4 MST yang ditunjukan oleh menguningnya

8
tanaman. Pada umur 6 MST sampai 10 MST tanaman mulai berangsur pulih dan
terlihat lebih hijau.
Pertumbuhan dan Produksi Empat Varietas Kedelai
Analisis ragam menunjukan terdapat perbedaan tinggi dan jumlah daun
antar varietas kedelai (Tabel 1). Pertumbuhan awal tinggi tanaman varietas Ceneng
lebih cepat dibandingkan dengan varietas lain. Hal ini dapat dilihat pada
pengamatan 2 MST varietas Ceneng paling tinggi namun tidak berbeda nyata. Pada
4 MST tinggi varietas Tanggamus, Ceneng, dan Lokal Malang tidak berbeda nyata.
Puncak pertumbuhan tinggi terdapat pada 8 MST. Pola pertumbuhan tinggi
tanaman pada 8 MST sama dengan pola pertumbuhan pada umur 10 MST. Varietas
Lokal Malang menghasilkan tanaman paling tinggi yaitu 79.96 cm namun tidak
berbeda nyata dengan varietas Tanggamus 77.13 cm, dan Ceneng 78.83 cm.
Varietas Cikuray memiliki tinggi terendah yaitu 58.29 cm.
Pertumbuhan jumlah daun (Tabel 1) berbeda nyata pada 10 MST. Pada
umur 10 MST jumlah daun varietas Tanggamus berbeda nyata dan paling tinggi
dibandingkan varietas Ceneng, Cikuray, dan Lokal Malang. Jumlah daun varietas
Cikuray nyata terendah dibanding varietas lain. Jumlah daun varietas Ceneng,
Cikuray dan Lokal Malang mengalami penurunan pada umur 10 MST sedangkan
varietas Tanggamus tetap mengalami peningkatan jumlah daun. Hal ini dapat
dipengaruhi oleh umur setiap varietas. Pertumbuhan daun akan menurun ketika
memasuki fase generatif. Varietas Tanggamus memiliki umur panen yang lebih
lama dibandingkan varietas Ceneng, Cikuray, dan Lokal Malang sehingga
pertumbuhan daun Tanggamus lebih lama.
Tabel 1 Tinggi dan jumlah daun tanaman beberapa varietas kedelai pada budidaya
jenuh air di lahan pasang surut
Peubah
Ceneng Cikuray
Lokal Tanggamus
KK
F hit
Pengamatan
Malang
Tinggi
---------------------------- -(cm) ---------------2 MST
11.87
10.88
10.80
10.84
5.28 0.181
4 MST
20.85
16.84
20.22
20.64
4.09 0.100
6 MST∆
59.11a
44.87c
51.81b
45.90c
6.23 0.012

8 MST
77.79a
57.70b
79.63a
76.88a
7.84 0.001
10 MST∆
78.38a
58.29b
79.96a
77.13a
7.61 0.004
Daun
-----------------------------(daun)--------------2 MST
1.0
1.0
1.1
1.0
6.37 0.070
4 MST
4.8
4.6
5.2
4.7
8.04 0.316
6 MST
15.3
14.2
15.8
13.1
13.35 0.122
8 MST
23.7
21.9
27.7
25.1
17.05 0.090

10 MST
19.9c
17.0d
22.6b
25.3a
13.69 0.013


Nilai tengah yang memiliki huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan
DMRT α=5%

Tabel 2 menunjukan varietas mempunyai perbedaan bobot kering daun,
batang, polong, bintil akar, dan biomassa tanaman. Bobot kering biomassa kedelai
kuning lebih rendah tidak nyata dari kedelai hitam. Varietas Ceneng lebih rendah
dan tidak nyata dari kedelai hitam varietas Cikuray dan Lokal Malang. Bobot
kering polong kedelai hitam berbeda nyata dan lebih tinggi dibandingkan kedelai

9
kuning varietas tanggamus. Bobot kering daun, batang, dan bintil akar tanaman
kedelai hitam varietas Ceneng, Cikuray, dan Lokal Malang lebih tinggi dari kedelai
kuning varietas Tanggamus sedangkan bobot kering akar tertinggi di tunjukan oleh
varietas tanggamus walaupun secara statistik tidak berbeda nyata.
Tabel 2 Bobot kering daun, batang, polong, akar, bintil akar, dan biomassa tanaman
beberapa varietas kedelai pada budidaya jenuh air di lahan pasang surut
Bobot Kering
Ceneng Cikuray
Lokal Tanggamus
KK
F hit
Malang
---------------------------------(g)-------○
Daun
3.22
2.87
3.16
2.74 13.63 0.155
Batang○
3.38
2.84
3.31
3.08 14.98 0.192
∆○
Polong
2.66a
2.71a
2.31a
1.23b 26.68 0.001
Akar
1.0
0.93
0.94
1.09 25.27 0.384

Bintil akar
1.53
1.46
1.36
1.41 12.84 0.468
Biomassa○
5.25
4.74
4.97
4.35 14.14 0.133


Nilai tengah yang memiliki huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan
DMRT α=5%, ○Data bobot kering daun, batang, polong, bintil akar dan biomassa sebelum

diolah ditransformasikan dengan rumus √� + 0.5

Jumlah cabang (Tabel 3) kedelai kuning varietas Tanggamus berbeda nyata
dengan ketiga varietas kedelai hitam. Varietas pembanding Tanggamus
menghasilkan jumlah cabang nyata tertinggi dibandingkan varietas Ceneng,
Cikuray, dan Lokal Malang. Jumlah cabang varietas Cikuray tidak berbeda nyata
dengan varietas Lokal Malang. Jumlah daun dan cabang yang banyak akan
mempengaruhi hasil jumlah polong dan pengisian polong. Menurut Irwan (2006)
semakin banyak cabang dengan jarak antar buku yang pendek semakin banyak pula
tempat untuk munculnya bunga.
Jumlah polong isi varietas Cikuray berbeda nyata dan lebih rendah dari
jumlah polong varietas Tanggamus, Ceneng, dan Lokal Malang (Tabel 3). Varietas
Ceneng menunjukkan jumlah polong isi dan jumlah polong hampa terbanyak.
Jumlah polong varietas Ceneng tidak berbeda nyata dengan varietas Tanggamus
dan Lokal Malang serta berbeda nyata dengan jumlah polong varietas Cikuray.
Jumlah polong hampa varietas Ceneng berbeda nyata dengan varietas Cikuray dan
Lokal Malang serta tidak berbeda nyata dengan varietas Tanggamus (Tabel 3).

Gambar 2 Penampilan polong kedelai hitam varietas Ceneng (a), Cikuray (b),
Lokal Malang (c) dan kedelai kuning varietas Tanggamus (d) pada
8 MST

10
Kondisi polong tanaman pada 8 MST varietas Ceneng, Cikuray, Lokal
Malang, dan Tanggamus ditunjukkan oleh Gambar 2. Masa pembentukan dan
pengisian polong merupakan masa yang menentukan terhadap hasil sehingga perlu
dijaga ketersediaan air dan dijaga dari serangan hama. Pengisian polong tanaman
pada budidaya jenuh di lahan pasang surut didukung oleh penyinaran cahaya
matahari dan ketersediaan air di wilayah perakaran. Penyinaran cahaya matahari
yang penuh dapat meningkatkan hasil fotosintesis sedangkan ketersediaan air
diperakaran membantu menurunkan suhu daun yang berlebih. Peningkatan cahaya
dan serapannya pada tajuk tanaman kedelai mengakibatkan ketersediaan asimilat
dan bobot biji kering lebih tinggi dari pada kedelai yang mengalami naungan
(Norouzi et al. 2012; Welly 2013). Hal ini menyebabkan aspek penyinaran matahari
dan ketersediaan air menjadi penting dalam pembentukan dan pengisian polong.
Tabel 3 Jumlah cabang, jumlah polong isi, dan jumlah polong hampa beberapa
varietas kedelai pada budidaya jenuh air di lahan pasang surut.
KK
F hit
Peubah
Lokal
Ceneng Cikuray
Tanggamus
Pengamatan
Malang

Jumlah cabang
4.7b
3.5c
4.1bc
5.9a 16.71 0.001

Polong isi
115.3a
70.1b
105.3a
101.2a 17.26 0.001
∆○
Polong hampa
2.2a
1.5b
1.3b
1.9a
9.31 0.001


Nilai tengah yang memiliki huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan
DMRT α=5%, ○Data jumlah polong hampa sebelum diolah ditransformasikan dengan rumus

√� + 0.5

Bobot 100 biji kedelai varietas Cikuray berbeda nyata dan lebih tinggi
dibandingkan varietas Tanggamus, Ceneng, dan Lokal Malang. Varietas
Tanggamus dan varietas Ceneng memiliki bobot 100 biji yang tidak berbeda nyata
tetapi berbeda nyata dengan varietas Lokal Malang. Varietas Lokal Malang nyata
terendah dibandingkan varietas lain (Tabel 4). Ukuran biji kedelai setiap varietas
ditunjukan oleh Gambar 3. Varietas Cikuray memiliki ukuran yang terbesar dan
varietas Lokal Malang memiliki ukuran terkecil. Menurut Susanto dan Saneto
(1994), ukuran biji kedelai tergolong kecil bila memiliki bobot 8−10 g 100 biji-1,
sedang jika bobotnya 10−1γ g 100 biji-1, dan besar bila > 13 g 100 biji-1. Keempat
varietas tersebut di golongkan biji kedelai sedang. Ukuran biji ini berpengaruh
terhadap selera konsumen dan kebutuhan industri.

Gambar 3 Biji kedelai a) Tanggamus, b) Ceneng, c) Cikuray, dan d) Lokal Malang

11
Bobot ubinan varietas Ceneng, Cikuray, Lokal Malang, dan Tanggamus
tidak berbeda nyata. Rata-rata bobot ubinan kedelai hitam tertinggi ditunjukan oleh
varietas Ceneng yaitu 1516.74 g dan terendah varietas Cikuray yaitu 1231.26 g.
Bobot ubinan varietas Cikuray yang lebih rendah ini diakibatkan karena lebih
sedikitnya jumlah cabang dan jumlah polong (Tabel 4).
Tabel 4 Bobot 100 biji, bobot ubinan, dan produktivitas beberapa varietas kedelai
pada budidaya jenuh air di lahan pasang surut



Peubah
Pengamatan
Bobot 100 biji (g)∆
Bobot ubinan (g)/
3.6 m2
Produktivitas
(ton ha-1)
Produktivitas
(ton ha-1)○

Ceneng

Cikuray

Tanggamus
11.26b
1603.50

KK

F hit

12.47a
1231.26

Lokal
Malang
10.31c
1486.50

10.92b
1516.74

3.57
10.96

0.003
0.167

4.21

3.42

4.13

4.46

10.59

0.166

3.58

2.91

3.52

3.79

10.59

0.166

Nilai tengah yang memiliki huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan
DMRT α=5%
○Produktivitas setelah dikurangi saluran 15%

Penggunaan budidaya jenuh air berdampak pada pengurangan area lahan
karena saluran air. Dalam lahan satu hektar sekitar 15% lahan digunakan untuk
saluran air sehingga pendugaan produktivitas riil harus dikurangi 15%.
Produktivitas kedelai hitam varietas Ceneng dan Lokal Malang tidak berbeda nyata
dengan kedelai kuning varietas Tanggamus. Varietas Cikuray menghasilkan
produktivitas terendah dan berbeda nyata dengan varietas Tanggamus, Ceneng, dan
Lokal Malang. Budidaya di lahan pasang surut dengan teknologi budidaya jenuh
air telah teruji dapat meningkatkan produktivitas dibandingkan dengan budidaya
lahan kering. Berdasarkan penelitian Welly (2012), produktivitas kedelai varietas
Ceneng, Cikuray, Lokal Malang, dan Tanggamus dengan budidaya kering adalah
0.26 ton ha-1, 0.47 ton ha-1, 0.31 ton ha-1, dan 0.54 ton ha-1. Kedelai kuning dapat
menghasilkan produktivitas lebih tinggi dibandingkan kedelai hitam. Kedelai hitam
varietas Ceneng memiliki produktivitas tertinggi dibandingkan kedelai hitam
varietas Lokal Malang dan Cikuray yaitu 3.58 ton ha-1.
Umur 50% berbunga dan umur panen tanaman kedelai dipengaruhi
varietasnya. Ketiga varietas kedelai hitam memiliki umur 50% berbunga yang sama
yaitu 41 hari setelah tanam (HST) sedangkan kedelai kuning varietas Tanggamus
bebunga lebih lama yaitu saat berumur 44 HST. Umur panen varietas Cikuray lebih
awal dibandingkan varietas yang lain yaitu 84 HST diikuti oleh varietas Ceneng
88 HST. Varietas Lokal Malang dipanen pada umur 90 HST dan varietas
Tanggamus dipanen pada umur 95 HST.
Kandungan kalium daun menunjukan banyaknya kadar kalium dalam daun.
Kandungan kalium varietas Tanggamus berbeda nyata dan lebih tinggi
dibandingkan varietas kedelai hitam. Serapan kalium menunjukan banyaknya unsur
kalium yang diserap oleh tanaman. Serapan hara kedelai hitam tidak berbeda nyata
dengan kedelai kuning varietas Tanggamus. Berdasarkan Tabel 5 varietas Ceneng
menyerap kalium lebih tinggi tetapi tidak berbeda nyata dengan varietas lainnya.

12
Respon varietas Ceneng dalam menyerap unsur kalium cenderung lebih baik
daripada varietas lainnya.
Tabel 5 Kandungan kalium dan serapan unsur kalium beberapa varietas kedelai
pada budidaya jenuh air di lahan pasang surut
Varietas



Ceneng
Cikuray
Lokal Malang
Tanggamus
KK
F hitung

Kandungan kalium daun
(%)∆
1.210c
1.354b
1.080d
1.464a
9.04
0.001

Serapan unsur kalium (g
tanaman-1)
0.094
0.075
0.077
0.076
8.11
0.450

Nilai tengah yang memiliki huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan
DMRT α=5%

Pengaruh pemupukan kalium terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman
Analisis ragam menunjukan pempukan kalium tidak berbeda nyata terhadap
komponen pertumbuhan tinggi dan daun tanaman. Tanaman dengan dosis pupuk
Kalium 60 kg K2O ha-1 menghasilkan tanaman tertinggi yaitu 76.08 cm namun tidak
berbeda nyata dengan perlakuan tanpa pupuk kalium, dosis 30 kg K2O ha-1, dan 90
kg K2O ha-1. Jumlah daun tertinggi dihasilkan oleh tanaman dengan dosis pupuk
kalium 90 kg K2O ha-1 yang tidak berbeda nyata dengan jumlah daun dosis 30 kg
K2O ha-1 (Tabel 6).
Tabel 6 Tinggi dan jumlah daun tanaman kedelai pada berbagai dosis pupuk
kalium dengan budidaya jenuh air di lahan pasang surut
Peubah
Pengamatan
Tinggi
2 MST
4 MST
6 MST
8 MST
10 MST
Daun
2 MST
4 MST
6 MST
8 MST
10 MST

Pupuk Kalium (kg K2O ha-1)
0
11.11
19.67
50.87
72.69
73.21
1.0
4.9
14.3
23.7
20.2

30
(cm)
11.14
19.65
49.43
72.88
73.42
(daun)
1.1
4.8
14.8
24.5
21.2

KK

F
hitung

60

90

11.16
19.98
52.28
75.93
76.08

10.98
19.25
49.12
70.52
71.04

5.13
4.09
6.23
7.84
7.61

0.854
0.205
0.078
0.171
0.207

1.0
5.0
14.4
24.1
20.3

1.1
4.7
14.8
26.2
23.2

6.37
8.04
13.35
17.05
13.69

0.094
0.272
0.850
0.505
0.063

Pertumbuhan tinggi dan jumlah daun menunjukan respon yang tidak
signifikan namun pemberian pupuk kalium dapat meningkatkan lebih tinggi
tanaman dan jumlah daun. Menurut Suyamto (1999), fungsi kalium adalah
untuk mengaktifkan kerja beberapa enzim, sehingga memacu translokasi
karbohidrat dari akar tanaman ke organ tanaman yang lain, sehingga

13
mempengaruhi pertumbuhan daun tanaman juga menambah jumlah daun dan
luas daun tanaman.
Pengaruh perlakuan pemupukan kalium dan perlakuan tanpa kalium tidak
berbeda nyata terhadap bobot kering biomassa, daun, batang, polong, akar, dan
bintil akar (Tabel 7). Bobot kering biomassa tanaman, daun, batang, polong, akar
dan bintil akar dengan perlakuan pemberian pupuk kalium tidak berbeda nyata dan
lebih tinggi dibandingkan perlakuan tanpa pupuk kalium. Bobot kering tertinggi
dihasilkan oleh perlakuan pupuk dosis 60 kg K2O ha-1. Bobot kering akar dengan
pemupukan menghasilkan bintil akar yang lebih banyak dibandingkan dengan tanpa
pemupukan walaupun tidak berbeda nyata. Bintil akar berfungsi mengambil
nitrogen di atmosfer dan menyalurkannya sebagai unsur hara yang diperlukan
tanaman inang. Rhizobium berperan penting dalam pembentukan bintil akar. Selain
itu rhizobium mampu menyumbangkan nitrogen dalam bentuk asam amino kepada
tanaman kedelai (Novriani 2011).
Tabel 7 Bobot daun, batang, polong, akar, bintil akar, dan biomassa tanaman
kedelai pada berbagai dosis pupuk kalium dengan budidaya jenuh air di
lahan pasang surut.
Bobot
Kering



Daun∆
Batang∆
Polong∆
Akar
Bintil akar∆
Biomassa∆

Pupuk Kalium (kg K2O ha-1)
0

30
60
--------------(g)------------2.88
2.97
3.22
2.98
3.12
3.42
2.19
2.20
2.27
0.93
0.97
1.03
1.37
1.40
1.49
4.62
4.77
5.16

KK
90
2.91
3.08
2.23
1.08
1.50
4.76

13.63
14.98
26.68
25.27
12.84
14.14

F
hitung
0.188
0.159
0.989
0.513
0.256
0.264

Data bobot kering daun, batang, polong, bintil akar dan biomassa sebelum diolah
ditransformasikan dengan rumus √� + 0.5

Tisdale et al. (1985) menyatakan bahwa kalium memainkan peran penting
dalam fotosintesis dimana lebih dari 50% dari total unsur ini pada daun
terkonsentrasi di kloroplas. Pemberian kalium akan meningkatkan laju fotosintesis
sehingga dapat meningkatkan kandungan fotosintesis pada tanaman. Gula hasil
fotosintesis juga akan ditransportasikan ke akar, sehingga akar akan lebih aktif
menyerap hara lain. Menurut Sitompul dan Guritno (1995), semakin banyak akar
maka semakin tinggi pertumbuhan atas tanaman. Selain itu, Hardjowigeno (2007)
mengungkapkan kalium berperan dalam pembentukan pati, aktivator dari enzim,
pembukaan stomata, proses fisiologis dalam tanaman, proses metabolik dalam sel,
mempengaruhi penyerapan unsur-unsur lain, mempertinggi daya tahan terhadap
kekeringan dan penyakit serta meningkatkan sistem perakaran, membentuk batang
yang lebih kuat, serta berpengaruh terhadap hasil.
Jumlah cabang (Tabel 8) pada berbagai dosis pupuk kalium tidak berbeda
nyata. Jumlah cabang tanaman kedelai tanpa pupuk kalium lebih rendah
dibandingkan dengan yang diberi pupuk kalium. Jumlah cabang tertinggi dihasilkan
oleh dosis pupuk 90 kg K2O ha-1 yaitu 4.75 tetapi tidak berbeda nyata dengan dosis
pupuk lain. Jumlah cabang terendah dihasilkan oleh perlakuan tanpa pupuk kalium
yaitu 4.14.

14
Pemupukan kalium tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah polong isi.
Jumlah polong isi perlakuan pupuk kalium tidak berbeda nyata dan lebih tinggi
dibandingkan dengan perlakuan tanpa pupuk kalium. Jumlah polong isi tertinggi
dihasilkan oleh pemupukan dengan dosis 90 kg K2O ha-1. Jumlah polong isi tanpa
pupuk rata-rata berjumlah 92.67 polong sedangkan yang diberi pupuk
menghasilkan 96.03 sampai 103.35 polong (Tabel 8).
Jumlah polong hampa (Tabel 8) tanpa pupuk kalium lebih banyak dan
berbeda sangat nyata dibandingkan dengan perlakuan pemupukan kalium.
Perlakuan antara dosis pupuk 30 kg K2O ha-1, 60 kg K2O ha-1, dan 90 kg K2O ha-1
tidak berbeda nyata. Jumlah polong hampa tanpa pupuk menghasilkan rata-rata 2.1
polong hampa. Jumlah polong hampa dengan perlakuan pupuk kalium berjumlah
rata-rata 1.5-1.7 polong hampa (Tabel 8). Hal ini menunjukan bahwa pupuk kalium
dapat mengurangi jumlah polong hampa.
Tabel 8 Jumlah cabang, jumlah polong, dan jumlah polong hampa tanaman kedelai
pada berbagai dosis pemeberian pupuk kalium dengan budidaya jenuh air
di lahan pasang surut.
Peubah Pengamatan
Jumlah cabang
Polong isi
Polong hampa∆○

Pupuk Kalium (kg K2O ha-1)
0

30

60

90

4.1
92.7
2.1a

4.7
99.9
1.7b

4.7
96.0
1.6b

4.8
103.4
1.5b

KK

F
hitung

16.71
17.26
19.79

0.189
0.455
0.002



Nilai tengah yang memiliki huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan
DMRT α=5%, ○Data jumlah polong hampa sebelum diolah ditransformasikan dengan rumus

√� + 0.5

Pemberian kalium berperan sebagai katalisator dalam pembentukan tepung,
gula dan lemak serta dapat meningkatkan kualitas hasil yang berupa terbentuknya
bunga dan polong isi tanaman (Setyamidjaya 1986). Penambahan pupuk kalium
yang tepat juga akan mempengaruhi penampakan fisik polong yang besar dan
bernas, karena cadangan makanan yang ditimbun semakin banyak, selain itu unsur
kalium juga dapat membantu meningkatkan serapan unsur lainnya.
Bobot 100 biji tanaman kedelai tanpa perlakuan pupuk kalium tidak berbeda
nyata lebih rendah dibandingkan perlakuan pemupukan kalium. Perlakuan dosis
pempukan 90 kg K2O ha-1 menghasilkan bobot tertinggi dan tidak berbeda nyata
dengan perlakuan dosis 30 dan 60 kg K2O ha-1. Bobot 100 biji dari empat taraf
perlakuan kalium rata-rata menghasilkan bobot 11 g (Tabel 9).
Bobot ubinan tanaman kedelai (Tabel 9) tanpa perlakuan pupuk nyata lebih
rendah dibandingkan perlakuan pemberian pupuk kalium. Perlakuan pupuk kalium
90 kg K2O ha-1 menghasilkan bobot ubinan tertinggi tetapi tidak berbeda nyata
dengan perlakuan dosis 30 dan 60 kg K2O ha-1.
Produktivitas tanaman kedelai (Tabel 9) dengan perlakuan pupuk kalium
sangat nyata lebih tinggi dibandingkan perlakuan tanpa pemupukan kalium.
Perlakuan pupuk kalium 90 kg K2O ha-1 menghasilkan produktivitas tertinggi tetapi
tidak berbeda nyata dengan perlakuan dosis 30 dan 60 kg K2O ha-1. Produktivitas
dengan pemberian pupuk kalium mencapai 3.44-3.72 ton ha-1 sedangkan tanpa
pemberian pupuk kalium yaitu 2.96 ton ha-1.

15
Tabel 9 Bobot 100 biji, bobot ubinan, dan produktivitas tanaman kedelai pada
berbagai dosis pupuk kalium dengan budidaya jenuh air di lahan pasang
surut
KK

F hit

11.03
11.30
11.18
11.45 3.57
1358.76b 1466.76a 1523.49a 1569.99a 10.96

0.094
0.001

Pupuk Kalium (kg K2O ha-1)
Peubah Pengamatan
Bobot 100 biji (g)
Bobot ubinan (g)/
3.6 m2∆
Produktivitas
(ton ha-1)∆
Produktivitas
(ton ha-1)○

0

30

60

90

3.48b

4.05a

4.31a

4.38a 10.59

0.001

2.96b

3.44a

3.66a

3.72a 10.59

0.001



Nilai tengah yang memiliki huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan
DMRT α=5%

Produktivitas setelah dikurangi saluran 15%
4.8

Produktivitas (ton ha-1)

4.6

Y = 0.0099x+3.611
R2= 0.8739

4.4
4.2

4

Ulangan 1

3.8

Ulangan 2

3.6

Ulangan 3

3.4

Rata-rata

3.2
3
0

20

40

60

80

100

pupuk kalium (kg K2O ha-1)

Gambar 3. Kurva regresi produktivitas dengan berbagai dosis
pupuk kalium
Gambar diatas menunjukan kurva regresi produktivitas dan berbagai dosis
pupuk kalium. Kurva menunjukan korelasi positif antara produktivitas dengan dosis
pupuk kalium. Semakin tinggi dosis kalium maka akan cenderung semakin tinggi
produktivitas tanaman.
Kandungan kalium daun pada perlakuan tanpa pemupukan lebih tinggi
namun tidak berbeda nyata dengan pempukan kalium dosis 90 kg K2O ha-1. Serapan
unsur kalium tidak dipengaruhi oleh pemberian pemberian pupuk kalium. Dosis
pupuk 60 kg K2O ha-1 menunjukan hasil yang lebih tinggi dan tidak berbeda nyata
dengan dosis pupuk lain (Tabel 10). Menurut Effendi (1979), tanggapan unsur
kalium yang baik terhadap pertumbuhan daun tidak selalu berkorelasi positif
terhadap hasil. Perlakuan tanpa pemupukan menunjukan serapan hara yang tidak
berbeda nyata dengan perlakuan dosis pupuk tetapi produktivitas menunjukan hasil
yang berbeda nyata dengan perlakuan pemupukan kalium. Selain itu kalium dapat
diambil sebanyak-banyaknya oleh tanaman sehingga kebutuhan kalium sering
sukar diukur.

16
Tabel 10 Kandungan dan serapan unsur kalium pada berbagai dosis pupuk kalium
dengan budidaya jenuh air di lahan pasang surut
Dosis pupuk kalium



0 kg K2O ha-1
30 kg K2O ha-1
60 kg K2O ha-1
90 kg K2O ha-1
KK
F hitung

Kandungan kalium daun
(%)∆
1.357a
1.188b
1.195b
1.352a
9.04
0.001

Serapan unsur kalium (g
tanaman-1)
0.083
0.073
0.088
0.080
8.11
0.630

Nilai tengah yang memiliki huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan
DMRT α=5%

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Varietas Ceneng menghasilkan produktivitas kedelai hitam tertinggi yaitu
3.58 ton ha-1. Produktivitas kedelai hitam masih lebih rendah dibanding kedelai
kuning varietas Tanggamus. Pemberian pupuk kalium tidak berpengaruh nyata
terhadap komponen pertumbuhan tinggi, jumlah daun, bobot kering biomassa,
jumlah cabang, jumlah polong isi, dan bobot 100 biji. Produktivitas tanaman
kedelai dengan perlakuan pupuk kalium menghasilkan 3.44-3.72 ton ha-1.
Produktivitas tertinggi dihasilkan oleh perlakuan pupuk kalium 90 kg K2O h-1 yaitu
3.72 ton h-1.

Saran
Perlu penelitian lanjutan mengenai pemberian dosis pemupukan kalium pada
tingkat dosis yang lebih tinggi, sehingga dapat diketahui pemupukan kalium yang
optimal dan menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi.

DAFTAR PUSTAKA
Adhi IPG, Ratmini NPS, dan Swasitka IW. 1997. Pengelolaan Tanah dan Air di
Lahan Pasang Surut. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
[BPLP] Badan Pendidikan dan Latihan Pertanian. 1991. Budidaya dan Pengolahan
Hasil Kedelai. Jakarta (ID): Departemen Pertanian..
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Tabel luas panen produktivitas produksi
tanaman kedelai [internet]. [diacu 2013 Oktober 10]. Tersedia dari: http://
www.bps.go.id/tnmn_pgn.php
[Deptan] Departemen Pertanian. 2013. Syarat pertumbuhan tanaman kedelai
[internet].
[diacu
2013
Nopember
9].
Tersedia
dari:

17
http://cybex.deptan.go.id/penyuluhan/syarat-pertumbuhan-tanamankedelai
Effendi S. 1979. Tanah, Hara Tanaman, dan Pemupukan untuk Kacang Tanah.
Lembaga Pusat Penelitian.. Jakarta (ID); Departemen Pertanian.
Ghulamahdi M. 1999. Perubahan fisiologi tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merr)
pada budidaya tadah hujan dan jenuh air. Disertasi. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Ghulamahdi M, Azis SA, Melati M. 2006. Aktivitas nitrogenase, serapan hara dan
pertumbuhan dua varietas kedelai dalam kondisi jenuh air dan kering. Bul
Agron. 34(1):32-38.
Ghulamahdi M. 2009. Kedelai ditanam dengan sistem budidaya jenuh air [internet].
[diacu 2013 Januari 14]. Tersedia dari: http://bangkittani.com/
litbang/kedelai-ditanam-dengan-sistem-budidaya-jenuh-air
Hardjowigeno S. 2007. Ilmu Tanah.Jakarta (ID): Akademika Pressindo.
Hunter MN, Jabru