Analisis defleksi batas proporsional dan maksimum panel cross laminated timber kayu sengon (paraserianthes falcataria l. Nielsen) dan kayu manii (maesopsis eminii engl.)

ANALISIS DEFLEKSI BATAS PROPORSIONAL DAN
MAKSIMUM PANEL CROSS LAMINATED TIMBER KAYU
SENGON (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) DAN KAYU
MANII (Maesopsis eminii Engl.)

MUHAMAD SETIAWAN PANGALE

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Defleksi Batas
Proporsional dan Maksimum Panel Cross Laminated Timber Kayu Sengon
(Paraserianthes falcataria L. Nielsen) dan Kayu Manii (Maesopsis eminii Engl.)
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2014
Muhamad Setiawan Pangale
NIM E24100104

ABSTRAK
MUHAMAD SETIAWAN PANGALE. Analisis Defleksi Batas Proporsional dan
Maksimum Panel Cross Laminated Timber Kayu Sengon (Paraserianthes
falcataria L. Nielsen) dan Kayu Manii (Maesopsis eminii Engl.). Dibimbing oleh
SUCAHYO SADIYO.
Cross Laminated Timber (CLT) merupakan papan laminasi yang pada saat
ini sudah dapat digunakan sebagai komponen bangunan rumah, dek jembatan,
hingga struktur utama gedung bertingkat. Tujuan penelitian ini untuk menentukan
besar pengaruh kombinasi tebal dan orientasi sudut lamina terhadap defleksi pada
batas proporsional dan maksimum panel CLT menggunakan sambungan paku dan
perekat. Data mekanis yang diolah yaitu besar beban dan defleksi pada batas
proporsional dan maksimum dari kurva gaya-defleksi panel CLT yang dibebani

lentur statis. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan kombinasi tebal dan orientasi
sudut tidak mempengaruhi defleksi untuk setiap jenis panel CLT. Defleksi memiliki
nilai kisaran yang kecil sehingga sulit untuk menentukan faktor yang
mempengaruhi besar defleksi tersebut. Selain itu berdasarkan seluruh hasil yang
didapat bahwa pada penggunaan sambungan panel CLT, perekat merupakan
sambungan yang paling stabil dibandingkan sambungan paku.
Kata kunci: batas maksimum, batas proporsional, beban, CLT, defleksi

ABSTRACT
MUHAMAD SETIAWAN PANGALE. Deflection Analysis at The Proportional
and Maximum Limit on Cross Laminated Timber from Sengon (Paraserianthes
falcataria L. Nielsen) and Manii (Maesopsis eminii Engl.). Supervised by
SUCAHYO SADIYO.
Cross Laminated Timber (CLT) is a wood composed product of some lamina
that used these days for house component, bridge deck, and main structure for
multistoried buildings. The purpose of this research determined the influence of
lamina thickness combination and angle orientation toward deflection at the
proportional and maximum limit on CLT panel using nails and adhesive
connections. Mechanic data which processed is loading value and deflection on
proportional and maximum limit from deflection force curve from CLT panel from

static loading. The result of this research showed the treatment combination of
thickness and laminated angle orientation did not affect deflection for each type of
CLT panels. Deflection has a small range of values therefore difficult to determine
factors that affected deflection. In addition, based on all the results obtained that the
use of CLT panel connections, the adhesive is the most stable than a nail connection.
Keywords: maximum limit, proportional limit, load, CLT, deflection

ANALISIS DEFLEKSI BATAS PROPORSIONAL DAN
MAKSIMUM PANEL CROSS LAMINATED TIMBER KAYU
SENGON (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) DAN KAYU
MANII (Maesopsis eminii Engl.)

MUHAMAD SETIAWAN PANGALE

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Hasil Hutan


DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Analisis Defleksi Batas Proporsional dan Maksimum Panel Cross
Laminated Timber Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria L.
Nielsen) dan Kayu Manii (Maesopsis eminii Engl.)
Nama
: Muhamad Setiawan Pangale
NIM
: E24100104

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Sucahyo Sadiyo, MS
Pembimbing

Diketahui oleh


Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhnahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini adalah
Analisis Defleksi Batas Proporsional dan Maksimum Panel Cross Laminated
Timber Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) dan Kayu Manii
(Maesopsis eminii Engl.).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Sucahyo Sadiyo, MS
selaku pembimbing, serta saudari Faitha Hanun yang telah banyak memberi saran.
Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Irfan selaku Laboran
Bagian Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu - Departemen Hasil
Hutan (DHH), Agnes Samuel Lumbanraja, Rifky Faishal, Prisca Christian Permata
Sari, dan teman-teman Angkatan 47 Fakultas Kehutanan IPB khususnya temanteman DHH yang selalu mendukung dan membantu hingga karya ilmiah ini selesai.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga,

atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2014
Muhamad Setiawan Pangale

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

1

METODE

2

Waktu dan Tempat

2

Bahan dan Alat


2

Metode Penelitian

2

Prosedur Analisis Data

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

4

Kerapatan

4

Kadar Air


5

Beban pada Batas Proporsional dan Maksimum

6

Defleksi pada Batas Proporsional dan Maksimum

9

SIMPULAN DAN SARAN

12

Simpulan

12

Saran


13

DAFTAR PUSTAKA

13

LAMPIRAN

15

RIWAYAT HIDUP

17

DAFTAR GAMBAR
1. Bentuk papan laminasi silang berdasarkan penyusunan orientasi sudut
lamina (0°, 30°, 45°, 60°, dan 90°)
2. Kurva gaya-sesaran uji lentur panel CLT
3. Kerapatan panel CLT kayu sengon dan manii menurut alat sambung

4. Kadar air panel CLT kayu sengon dan manii menurut alat sambung
5. Pola rataan beban pada batas proporsional panel CLT kayu sengon
6. Pola rataan beban pada batas proporsional panel CLT kayu manii
7. Pola rataan beban pada batas maksimum panel CLT kayu sengon
8. Pola rataan beban pada batas maksimum panel CLT kayu manii
9. Pola rataan defleksi pada batas proporsional panel CLT kayu sengon
10. Pola rataan defleksi pada batas proporsional panel CLT kayu manii
11. Pola rataan defleksi pada batas maksimum panel CLT kayu sengon
12. Pola rataan defleksi pada batas maksimum panel CLT kayu manii

3
4
4
5
6
7
8
9
10
10
11
12

DAFTAR LAMPIRAN
1. Kerapatan jenis panel CLT menurut kombinasi ketebalan dan
orientasi sudut
2. Kadar air jenis panel CLT menurut kombinasi ketebalan dan orientasi
sudut

15
16

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kayu perdagangan di Indonesia memiliki aneka ragam jenis dan ukuran
dengan variasi yang tinggi pada kualitas dan penampilan akibat sifat fisis, mekanis,
dan cacat bawaan yang sangat beragam (Nuryawan 2005). Sehingga dalam
pemanfaatan dan penggunaannya dibutuhkan teknologi pengolahan yang dapat
mengubah kayu dengan kualitas rendah menjadi kayu yang lebih baik dan stabil.
Pada saat ini teknologi yang banyak digunakan adalah komposit kayu. Komposit
kayu dimaksudkan untuk mengefisiensikan penggunaan kayu. Salah satu contoh
komposit kayu yang merupakan hibrida antara kayu lapis dan balok laminasi adalah
Cross Laminated Timber (CLT).
CLT adalah panel kayu yang dibuat dengan menyatukan secara saling tegak
lurus beberapa lapis papan kayu (pada umumnya 3 sampai 7) dengan menggunakan
perekat atau pengencang (pada umumnya paku) (Suryoatmono 2013). CLT sudah
banyak digunakan untuk bangunan rumah, dek jembatan, hingga gedung bertingkat.
Chapman et al. (2012) telah membuktikan bahwa CLT dapat digunakan sebagai
komponen struktur utama pada gedung 30 tingkat. Penggunaan CLT dalam
bangunan struktural memiliki hal penting yang perlu diperhatikan yaitu jenis dan
bentuk sambungan. Menurut Yap (1999) fungsi alat sambung adalah mengalihkan
dan menahan gaya-gaya yang terjadi dari elemen batang yang satu dengan elemen
batang lain yang akan disambung.
Sambungan yang umum digunakan pada CLT adalah paku dan perekat. Jenis
sambungan mempengaruhi kualitas dari pemakaiannya. Sambungan diharapkan
dapat memberikan nilai kekuatan, kekakuan, dan kestabilan struktur yang lebih baik
sehingga jenis-jenis kayu hutan rakyat dapat digunakan sebagai bahan struktural.
Setiap bahan yang bersifat struktural memiliki batas proporsional dan maksimum
yang perlu diperhitungkan sehingga bahan tersebut dapat diterapkan untuk desain
kontruksi bangunan yang aman.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan menentukan besar pengaruh
kombinasi tebal dan orientasi sudut lamina terhadap defleksi pada batas
proporsional dan maksimum panel CLT kayu sengon (Paraserianthes falcataria L.
Nielsen) dan kayu manii (Maesopsis eminii Engl.) menggunakan sambungan paku
dan perekat.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai besaran
defleksi pada batas proporsional dan maksimum panel CLT yang menggunakan
sambungan paku dan perekat, sehingga dapat menambah wawasan dalam bidang
ilmu keteknikan kayu serta memudahkan praktisi dalam mendesain bangunan
struktural.

2

METODE
Waktu dan Tempat
Pengambilan data dilakukan di Laboratorium Rekayasa dan Desain
Bangunan Kayu Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor. Pengolahan data tersebut dilaksanakan pada bulan Maret hingga bulan Juni
2014.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah data hasil penelitian Mardiyanto (2010),
Apriliana (2012), Ati (2012), Islami (2013). Data yang dianalisis yaitu data
rekaman komputerisasi dari beban lentur panel CLT yang diuji menggunakan
Universal Testing Machine (UTM) merk Instron Type 3369 Series IX Version
8.27.00.

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan data sekunder hasil penelitian sebelumnya. Data
yang digunakan merupakan hasil pengujian mekanis khususnya uji lentur pada
panel CLT kayu sengon dan kayu manii dengan menggunakan sambungan paku
dan perekat. Panel CLT dibuat menurut orientasi sudut dan ketebalan lamina
dengan masing-masing sampel dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Orientasi sudut
(B) meliputi 5 taraf, yaitu B1 (0o), B2 (30o), B3 (45o), B4 (60o), dan B5 (90o) pada
bagian lamina tengahnya. Untuk kombinasi tebal lamina (A) terdiri dari 3 taraf,
yaitu A1 (1-3-1 cm), A2 (1.67-1.67-1.67 cm), dan A3 (2-1-2 cm). Gambar 1 berikut
adalah contoh panel CLT dengan penyusunan lamina menurut orientasi sudut. Data
sifat fisis yang diambil adalah kadar air dan kerapatan panel CLT kayu sengon dan
manii menurut berbagai kombinasi ketebalan dan orientasi sudut lamina. Data
tersebut digunakan sebagai data penunjang.

3

Sumber : Anggraini (2012).

Gambar 1 Bentuk papan laminasi silang berdasarkan penyusunan orientasi
sudut lamina (0°, 30°, 45°, 60°, dan 90°)
Prosedur Analisis Data
Analisis data dilakukan secara deskriptif dan proses pengolahan data
dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel 2013. Data mekanis yang
diolah adalah besar beban dan defleksi pada batas proporsional dan maksimum dari
kurva gaya-sesaran panel CLT yang dibebani lentur statis. Berdasarkan data
tersebut sehingga dapat diketahui pengaruh kombinasi orientasi sudut dan ketebalan
laminasi panel CLT terhadap beban dan defleksi pada batas proporsional dan
maksimum. Menurut Sadiyo (2011) bahwa titik proporsional diperoleh dari
perpotongan persamaan linier pada daerah elastis (garis A) dengan persamaan
polinomial inelastis (garis B) dan titik maksimum didapat dari perpotongan
persamaan polinomial inelastis (garis B) dengan garis linier inelastis (garis C) pada
kurva gaya dan sesaran (Gambar 2).

4

P Maks.

C

Gaya (N)

B
P Prop.

A

S Prop.

S Maks.

Sesaran (mm)

Gambar 2 Kurva gaya-sesaran uji lentur panel CLT

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kerapatan
Salah satu sifat fisis penting yang perlu dipertimbangkan dalam membuat
papan laminasi adalah kerapatan. Kerapatan menunjukkan perbandingan antara
bobot suatu benda terhadap volumenya. Berdasarkan perbedaan orientasi sudut dan
ketebalan lamina, kerapatan masing-masing jenis CLT memiliki nilai yang tidak
berbeda jauh. Menurut Setyawati et al. (2008) bahwa kerapatan panel merupakan
salah satu sifat fisis yang mempengaruhi kualitas papan. Kerapatan panel penyusun
papan komposit diupayakan seseragam mungkin sehingga apabila terdapat
perbedaan sifat-sifat papan yang dianalisis sedapat mungkin tidak disebabkan oleh
perbedaan kerapatan.

Kerapatan (g/cm³)

1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
Sengon - Paku

Sengon - Perekat

Manii - Paku

Manii - Perekat

Jenis panel CLT

Gambar 3 Kerapatan panel CLT kayu sengon dan manii menurut alat sambung

5
Kerapatan panel CLT kayu manii berkisar antara 0.38 g/cm3 dan 0.47 g/cm3.
Sedangkan pada panel CLT sengon memiliki kerapatan berkisar 0.31-0.44 g/cm3.
Gambar 3 menunjukkan rataan kerapatan masing-masing jenis panel CLT. Pada
panel CLT manii yang menggunakan paku (CLT manii-paku) dan CLT kayu manii
yang menggunakan perekat (CLT manii-perekat) memiliki rataan kerapatan yang
sama sebesar 0.44 g/cm3. Berbeda dengan panel CLT kayu sengon yang
menggunakan paku (CLT sengon-paku) memiliki kerapatan 0.37 g/cm3 serta 0.32
g/cm3 untuk kerapatan CLT kayu sengon yang menggunakan perekat (CLT sengonperekat) yang merupakan kerapatan CLT terendah. Secara keseluruhan bahwa
kerapatan CLT kayu manii lebih besar dari CLT kayu sengon. Hal tersebut berarti
bahwa kayu penyusun panel mempengaruhi kerapatan CLT tersebut. Namun untuk
setiap jenis CLT berdasarkan jenis kayunya memiliki nilai rataan kerapatan yang
tidak berbeda jauh bahkan sama. Kelly (1977) menyatakan faktor-faktor yang
mempengaruhi kerapatan seperti jenis kayu (kerapatan kayu), besar tekanan kempa,
jumlah lapisan penyusun panel, kadar perekat serta bahan tambahan lainnya.

Kadar Air
Kadar air adalah jumlah air yang terkandung dalam kayu, biasanya
dinyatakan sebagai persentase dari berat kayu kering oven (FPL 2010). Hasil
penelitian menunjukkan nilai kadar air dengan rentang nilai 11.42-16.49 %. Kadar
air merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kekuatan kayu. Namun pada
keadaan tertentu kadar air tidak akan mempengaruhi sifat mekanis kayu (kekuatan
kayu). Mardikanto et al. (2011) menyatakan bahwa sifat mekanis kayu banyak
dipengaruhi perubahan kadar air kayu di bawah titik jenuh serat. Di atas titik jenuh
serat perubahan kadar air tidak mempengaruhi sifat kayu karena perubahan kadar
air belum terjadi pada dinding sel.
18
16

Kadar air (%)

14
12
10
8
6
4
2
0
Sengon - Paku

Sengon - Perekat

Manii - Paku

Manii - Perekat

Jenis panel CLT

Gambar 4 Kadar air panel CLT kayu sengon dan manii menurut alat sambung

6
Gambar 4 menunjukkan kadar air pada beberapa jenis panel CLT. Setiap jenis
panel CLT memiliki rataan kadar air yang berbeda. Namun untuk masing-masing
jenis panel CLT tersebut memiliki kadar air pada kisaran yang tidak berbeda jauh.
Kadar air rataan tertinggi dimiliki oleh panel CLT manii-paku dengan nilai 15.45%,
sedangkan pada panel CLT sengon-perekat memiliki rataan kadar air terendah
sebesar 12.57%. Perbedaan tersebut masih dianggap wajar karena masih pada
kisaran yang kecil. Menurut Moody et al. (1999) kisaran maksimum kadar air pada
tiap lamina adalah 5%. Hal tersebut untuk meminimalkan perbedaan pabrikasi yang
berdasarkan pada American National Standards Institute (ANSI).
Berdasarkan gambar tersebut panel CLT yang menggunakan sambungan
perekat memiliki rataan kadar air lebih rendah dibanding CLT dengan sambungan
paku. Hal tersebut dapat disebabkan oleh adanya pori-pori pada kayu. Penggunaan
perekat pada panel CLT membuat pori-pori kayu tertutup. Kemungkinan besar
tidak ada jalan untuk uap air keluar masuk setelah penyusunan lamina yang dibuat
menjadi panel CLT. Berbeda dengan panel CLT yang menggunakan sambungan
paku. Masih ada rongga sebagai jalan masuknya uap air walaupun setelah proses
pengeringan sehingga kadar air panel CLT yang menggunakan paku akan lebih
besar.

Beban pada Batas Proporsional dan Maksimum
Beban pada Batas Proporsional
Beban batas proporsional merupakan kondisi pembebanan maksimum yang
masih memberikan hubungan linier antara besarnya beban dengan deformasi yang
terjadi (SNI 1995). Kayu yang diberi beban masih bersifat elastis sebelum batas
proporsional. Setelah melewati batas proporsional kayu akan bersifat plastis,
dimana kayu tidak kembali ke bentuk semula melainkan terjadi perubahan bentuk
permanen pada saat beban dilepaskan.
800
700

Beban (kgf)

600
B1

500

B2

400

B3

300

B4

200

B5

100
0
A1

A2
Paku

A3

A1

A2
Perekat

A3

Kombinasi ketebalan dan sudut panel CLT

Gambar 5 Pola rataan beban pada batas proporsional panel CLT kayu sengon

7
900
800

Beban (kgf)

700

Kombinasi ketebalan dan sudut panel CLT

600

B1

500

B2

400

B3

300

B4

200

B5

100
0
A1

A2
Paku

A3

A1

A2
Perekat

A3

Kombinasi ketebalan dan sudut panel CLT

Gambar 6 Pola rataan beban pada batas proporsional panel CLT kayu manii
Pada Gambar 5 terjadi perbedaan beban rataan antara CLT sengon-paku
dengan CLT sengon-perekat. Beban rataan CLT sengon-paku (291 kgf) lebih
rendah dibanding CLT sengon-perekat (455 kgf). Pada CLT kayu sengon panel
A3B4 CLT sengon-paku merupakan beban terendah sebesar 120 kgf dan beban
tertinggi pada panel A1B1 CLT sengon-perekat sebesar 664 kgf. Hasil pengujian
menunjukkan panel CLT yang menggunakan perekat memiliki beban lebih besar
daripada penggunaan sambungan paku. Fenomena yang sama juga terjadi pada
panel CLT kayu manii (Gambar 6). Beban rataan CLT manii-perekat (494 kgf)
lebih besar dari CLT manii-paku (206 kgf). Berdasarkan kondisi tersebut
penggunaan jenis sambungan merupakan parameter penting dalam mempengaruhi
kualitas panel CLT. Menurut Tjondro et al. (2013a) sambungan dengan perekat lem
biasanya memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan dengan sambungan
paku. Sambungan dengan perekat lem tidak merusak material kayu dan hasil
penyambungannya lebih rapi. Hal tersebut menunjukkan panel CLT yang
menggunakan perekat memiliki kemampuan memikul beban lebih besar dibanding
CLT dengan sambungan paku.
Berdasarkan perbedaan orientasi sudut lamina pada batas proporsional
memberikan pengaruh terhadap beban pada CLT yang menggunakan sambungan
perekat. Terjadi trendline yang menurun hampir pada semua panel untuk setiap
kenaikan sudut. Hal tersebut menunjukkan adanya penurunan nilai beban untuk
setiap pembesaran sudut pada lamina tengahnya. Semakin besar sudut pada lamina
tengah panel CLT tersebut semakin kecil pula beban yang dibutuhkan. Dengan kata
lain panel CLT yang disusun sejajar serat (sudut 0o) akan membutuhkan beban lebih
besar dibanding dengan CLT yang disusun tegak lurus (sudut 90o). Berbeda pada
panel CLT yang menggunakan sambungan paku dimana beban tidak dipengaruhi
oleh orientasi sudut lamina. Hal tersebut dapat dilihat pada kedua grafik bahwa
tidak adanya pola yang terbentuk untuk setiap perubahan sudut yang terjadi.
Penggunaan sambungan paku pada panel CLT diduga mudah berubah bentuk
sehingga panel menjadi kurang stabil pada saat pengujian.
Pada kedua grafik tersebut terlihat bahwa secara keseluruhan panel dengan
kombinasi ketebalan A1 (1-3-1 cm) memiliki kecenderungan rataan beban yang

8
paling besar dan panel A3 (2-1-2 cm) merupakan yang terendah. Menurut Sadiyo et
al. (2012) bahwa kekuatan lentur atau MOR panel CLT semakin menurun dengan
bertambahnya jarak antara bidang sambung dengan sumbu netral. Dengan kata lain
semakin jauh jarak bidang sambung dari permukaan netral maka semakin rendah
pula kekuatan lentur panel CLT tersebut. Selanjutnya dikatakan hal tersebut
disebabkan pola distribusi atau sebaran tegangan normal (tarik dan tekan) pada
balok lentur bersifat linier positif dimana makin jauh jaraknya dari sumbu netral,
tegangan semakin besar. Sementara berdasarkan hasil penelitian terjadi sebaliknya
dimana panel yang memiliki jarak bidang sambung lebih dekat dengan sumbu netral
(A3) menahan beban lebih kecil. Hal tersebut dapat disebabkan oleh pola distribusi
sebaran kekakuan lenturnya (Modulus of Elasticity/MOE) bersifat non linier negatif.
Sadiyo et al. (2012) menjelaskan bahwa secara hipotetik kemungkinan disebabkan
pola distribusi sebaran kekakuan pada balok lentur bersifat non linier negatif,
dimana semakin jauh jarak bidang sambung dari sumbu netral kekakuan lenturnya
semakin tinggi tetapi tidak bernilai 0 pada permukaan netral.
Beban pada Batas Maksimum
Batas maksimum kayu merupakan batas dimana beban maksimum yang
masih dapat ditahan oleh kayu sebelum mengalami rusak maksimum atau
keruntuhan. Pada kondisi ini batas maksimum yang dilihat adalah melalui uji lentur
statis. Gambar 7 dan 8 menunjukkan beban pada batas maksimum uji lentur
berturut-turut dari CLT kayu sengon dan CLT kayu manii. Sebaran rataan beban
pada batas maksimum CLT pada kedua kayu memiliki pola yang sama. Panel CLT
dengan sambungan perekat memiliki beban yang lebih besar. CLT sengon-perekat
memiliki beban rataan sebesar 832 kgf sedangkan CLT sengon-paku sebesar 564
kgf. Begitu juga pada beban rataan CLT manii-perekat (955 kgf) lebih tinggi
dibanding CLT manii-paku (444 kgf). Hasil tersebut menguatkan bahwa peran
sambungan perekat dalam penyusunan panel CLT lebih baik dari sambungan paku.
1400

Beban (kgf)

1200
1000
B1
800

B2

600

B3

400

B4

200

B5

0
A1

A2
Paku

A3

A1

A2
Perekat

A3

Kombinasi ketebalan dan sudut panel CLT

Gambar 7 Pola rataan beban pada batas maksimum panel CLT kayu sengon

9

1800
1600

Beban (kgf)

1400
1200

B1

1000

B2

800

B3

600

B4

400

B5

200
0
A1

A2
Paku

A3

A1

A2
Perekat

A3

Kombinasi ketebalan dan sudut panel CLT

Gambar 8 Pola rataan beban pada batas maksimum panel CLT kayu manii
Fenomena yang sama juga terjadi pada pengaruh dari orientasi sudut terhadap
panel CLT untuk batas maksimum. Pada CLT yang menggunakan perekat rata-rata
terjadi penurunan beban untuk setiap pembesaran sudut pada lamina tengahnya.
Pada B1 (sudut 0o) membutuhkan beban paling besar dibandingkan CLT dengan B5
(sudut 90o) pada lamina tengahnya. Hal tersebut menunjukkan beban yang
diperlukan akan lebih besar apabila ketiga lamina panel CLT disusun sejajar serat
dibandingkan dengan penyusunan panel yang diberikan sudut. Menurut Nugroho
(2000) bahwa apabila beban yang diberikan pada panel dengan sudut tertentu, maka
MOE panel akan menurun sebanding dengan meningkatnya sudut yang terjadi.
Begitu juga adanya pengaruh kombinasi ketebalan terhadap beban pada batas
maksimum. Panel A3 merupakan panel yang memikul beban lebih kecil dibanding
panel lainnya. Menurut Wirjomartono (1977) dalam Ati (2012) bahwa pada
konstruksi kayu berlapis majemuk, proses penyambungan lamina mengambil
peranan sangat penting karena baik buruknya sambungan tergantung pada tempat
sambungan.

Defleksi pada Batas Proporsional dan Maksimum
Defleksi pada Batas Proporsional
Defleksi atau lenturan dapat diartikan sebagai perubahan bentuk pada
material yang terjadi akibat beban lentur. Menurut Mardikanto (2011) bahwa
kekakuan batang lentur merupakan kemampuan batang untuk menahan defleksi
akibat momen lentur. Gambar 9 menunjukkan adanya perbedaan yang mencolok
antara penggunaan sambungan paku dan perekat pada CLT. CLT yang
menggunakan paku mengalami perubahan bentuk yang lebih besar. Rataan defleksi
pada CLT sengon-paku sebesar 9.69 mm sedangkan CLT sengon-perekat sebesar
5.94 mm. Hal tersebut juga terjadi pada CLT kayu manii (Gambar 10). CLT kayu
manii yang menggunakan paku mengalami defleksi lebih besar (dengan rataan 6.24
mm) dari CLT dengan sambungan perekat (5.85 mm).

Defleksi (mm)

10

18.00
16.00
14.00
12.00
10.00
8.00
6.00
4.00
2.00
0.00

B1
B2
B3
B4
B5
A1

A2
Paku

A3

A1

A2
Perekat

A3

Kombinasi ketebalan dan sudut panel CLT

Gambar 9 Pola rataan defleksi pada batas proporsional panel CLT kayu sengon

12.00

Defleksi (mm)

10.00
8.00

B1

6.00

B2
B3

4.00

B4
2.00

B5

0.00
A1

A2
Paku

A3

A1

A2
Perekat

A3

Kombinasi ketebalan dan sudut panel CLT

Gambar 10 Pola rataan defleksi pada batas proporsional panel CLT kayu manii
Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat adanya perilaku penggunaan
sambungan paku dan perekat. Besar defleksi dari CLT yang menggunakan paku
lebih besar dibandingkan CLT perekat. Menurut Tjondro et al. (2013a) kekakuan
dari balok papan kayu silang laminasi-paku lebih rendah dibandingkan
menggunakan perekat. Pada pembahasan sebelumnya bahwa beban yang dihasilkan
pada CLT paku jauh lebih kecil dibandingkan dengan CLT perekat (Gambar 5 dan
6). Pada CLT perekat dengan adanya beban yang besar hanya mengakibatkan
defleksi yang kecil. Sebaliknya pada CLT paku bahwa hanya membutuhkan beban
yang lebih kecil untuk membuat defleksi yang besar. Hal tersebut membuktikan
bahwa kekakuan sambungan paku lebih kecil dari sambungan perekat. Menurut
Tsoumis (1991) menyatakan bahwa semakin tinggi nilai MOE, benda tersebut akan
semakin kaku atau sulit dilenturkan. Pada dasarnya nilai MOE bukan
menggambarkan nilai kekakuan yang sebenarnya tapi dapat dikatakan bahwa MOE
pada penggunaan sambungan perekat lebih besar dari penggunaan sambungan paku.

11
Nilai defleksi panel CLT sengon paku berkisar dari 3.87 sampai 14.17 mm,
sedangkan pada CLT sengon-perekat berkisar antara 4.64 mm dan 7.96 mm. CLT
manii-paku memiliki nilai defleksi berkisar 3.12-10.29 mm dan 4.64-7.69 mm
untuk defleksi CLT manii-perekat. Nilai defleksi memiliki kisaran yang kecil
khususnya pada penggunaan sambungan perekat. Setiap jenis panel CLT kayu
manii dan CLT kayu sengon yang menggunakan perekat menggambarkan kondisi
yang konstan untuk setiap perubahan sudutnya. Berbeda dengan panel CLT dengan
sambungan paku terjadi fluktuasi pada nilai defleksi. Hal tersebut disebabkan oleh
adanya slip pada penggunaan sambungan paku sehingga terjadi defleksi lokal pada
saat pengujian. Menurut Tjondro et al. (2013b) bahwa pada kayu yang berberat
jenis rendah kadangkala konsentrasi tegangan pada perletakan atau titik beban
mengalami deformasi lokal, hal ini akan menyebabkan lendutan yang diukur oleh
UTM menjadi lebih besar. Selanjutnya dikatakan dalam pengujian dijumpai
kesulitan karena kontribusi deformasi/slip dari paku termasuk dalam deformasi
total sehingga observasi yang akurat hanya dapat dilakukan pada besarnya beban
dan kuat lentur saja.

Defleksi (mm)

Defleksi pada Batas Maksimum
Defleksi pada batas maksimum merupakan lenturan maksimum yang mampu
diterima oleh benda dimana terjadi setelah perubahan bentuk yang permanen atau
daerah plastis. Gambar 11 dan 12 menunjukkan pola sebaran rataan defleksi pada
batas maksimum panel CLT kayu sengon dan manii. Dari hasil tersebut terbentuk
pola yang sama dengan pola rataan defleksi pada batas proporsional dimana rataan
defleksi pada CLT paku lebih besar. Defleksi rataan CLT sengon-paku sebesar
26.12 mm dan 12.65 mm pada CLT sengon-perekat. Pada panel CLT kayu manii
nilai defleksi CLT manii-paku memiliki rataan sebesar 18.30 mm sedangkan 12.11
mm untuk defleksi rataan CLT manii-perekat.
50.00
45.00
40.00
35.00
30.00
25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00

B1
B2
B3
B4
B5

A1

A2
Paku

A3

A1

A2
Perekat

A3

Kombinasi ketebalan dan sudut panel CLT
Gambar 11 Pola rataan defleksi pada batas maksimum panel CLT kayu sengon

12

35.00

Defleksi (mm)

30.00
25.00

B1

20.00

B2

15.00

B3

10.00

B4

5.00

B5

0.00
A1

A2
Paku

A3

A1

A2
Perekat

A3

Kombinasi ketebalan dan sudut panel CLT
Gambar 12 Pola rataan defleksi pada batas maksimum panel CLT kayu manii

Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan besar defleksi pada panel CLT kayu
sengon dan manii tidak dipengaruhi oleh orientasi sudut dan kombinasi ketebalan
khususnya pada penggunaan sambungan perekat. Hal tersebut dapat dilihat pada
keadaan grafik histogram yang konstan baik pada perbedaan orientasi sudut
maupun ketebalannya. Pada pembahasan sebelumnya dijelaskan terdapat
perbedaan nilai beban yang dihasilkan untuk setiap jenis panel CLT pada batas
maksimum maupun batas proporsional. Perbedaan beban yang bervariasi pada tiap
jenis panel tidak mempengaruhi besar defleksi. Nilai defleksi yang terjadi memiliki
kisaran yang sempit sehingga sulit untuk memastikan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi besarnya defleksi. Dengan demikian nilai defleksi tidak tergantung
pada perlakuan orientasi sudut maupun kombinasi ketebalan maupun beban yang
dihasilkan. Apabila dilihat dari perbedaan jenis kayu dapat dilihat nilai defleksi
yang terjadi juga tidak berbeda jauh, dimana penggunaan kayu yang berbeda (kayu
sengon dan manii) menghasilkan besar defleksi pada kisaran yang hampir sama.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil penelitian kisaran rataan kerapatan sebesar 0.32-0.44 g/cm3 dan rataan
kadar air panel memiliki kisaran antara 12.6 dan 15.45 %. Sebaran tersebut masih
dianggap seragam menurut rujukan yang ada sehingga perbedaan sifat-sifat panel
yang telah dianalisis tidak disebabkan oleh perbedaan kadar air dan kerapatannya.
Perlakuan kombinasi tebal dan orientasi sudut tidak mempengaruhi defleksi untuk
setiap jenis panel CLT. Defleksi memiliki nilai kisaran yang kecil sehingga sulit
untuk menentukan faktor yang mempengaruhi besar defleksi. Selain itu

13
berdasarkan seluruh hasil yang didapat bahwa pada penggunaan sambungan panel
CLT, perekat merupakan sambungan yang paling stabil dibandingkan sambungan
paku.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai analisis defleksi maupun
deformasi aksial pada batas proporsional dan maksimum dengan membahas atau
mempertimbangkan pengaruh variabel jenis kayu.

DAFTAR PUSTAKA
Anggraini R. 2012. Karakteristik Cross Laminated Timber kayu jabon berdasarkan
ketebalan dan orientasi sudut lamina [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Apriliana F. 2012. Pengaruh kombinasi tebal dan orientasi sudut lamina terhadap
karakteristik Cross Laminated Timber kayu sengon (Paraserianthes falcataria
L. Nielsen) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Ati IT. 2012. Pengaruh kombinasi tebal dan orientasi sudut lamina terhadap sifat
fisis dan mekanis produk Cross Laminated Timber kayu manii (Maesopsis
eminii Engl.) menggunakan paku [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1995. Metode Pengujian Modulus Elastisitas
Lentur Kayu Konstruksi Berukuran Struktural. SNI 03-3972-1995. Jakarta (ID):
BSN.
Bowyer JL, Shmulsky R., Haygreen JG. 2007. Forest Products and Wood Science,
an Introduction. Ames (US): Iowa State University Press.
Chapman J, T Reynolds, R Harris. 2012. A 30 level cross laminated timber building
system analysis of the eurocode dynamic wind loads. Di dalam: Quenneville P,
editor. Proceeding of World Conference of Timber Engeneering; 2012 Jul 1519; Auckland, New Zealand. Auckland (NZ): Wood Solutions. Hlm. 49-56.
[FPL] Forest Products Laboratory. 2010. Wood Handbook, Wood as an
Engineering Material. Madison (US): Department of Agriculture, Forest Service,
Forest Products Laboratory. 508 p.
Herawati E, Massijaya MY, Nugroho N. 2008. Karakteristik balok laminasi dari
kayu mangium. JITHH. 1(1):1-8.
Hoyle RJ. 1978. Wood Technology in the Design of Structures. Montana (US):
Mounting Press Publishing Co.
Islami FA. 2013. Pengembangan produk Cross Laminated Timber melalui
pemanfaatan kayu sengon (Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & J. W.
Grimes) menggunakan sambungan paku [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Kelly MW. 1977. Critical Literature Review of Relationship between Processing
Parameters and Physical Properties of Particelboard. Madison (US): General
Technical Report FPL-10.
Mardikanto TR, Karlinasari L, Bahtiar ET. 2011. Sifat Mekanis Kayu. Bogor (ID):
IPB Press.

14
Mardiyanto. 2010. Kajian Pemanfaatan Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.)
Sebagai Pengembangan Produk Cross Laminated Timber [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Moody RC, Hernandez R, Liu JY. 1999. Glued structural members. Dalam: Wood
Handbook, Wood as an Engineering Material. Madison (US): USDA Forest
Service, Forest Products Laboratory.
Nugroho N. 2000. Development of Processing Methods for Bamboo Composite
Materials and Its Structural Performance. [disertasi]. Tokyo Japan: Tokyo
University
Nuryawan A. 2005. Sistem pakar untuk kayu sebagai bahan konstruksi. J.
Komunikasi Penelitian. 17(3):11.
Sadiyo S. 2012. Analisis sesaran batas proporsional dan maksimum sambungan
geser ganda batang kayu dengan paku majemuk berpelat sisi baja akibat beban
uni-aksial tekan. J. Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil. 18(2):127-136.
Sadiyo S, Nugroho N, Massijaya MY, Mardiyanto, Ati IT. 2012. Pengaruh
Kombinasi Ketebalan dan Orientasi Sudut Lamina Terhadap Karakteristik Cross
Laminated Timber Kayu Manii (Maesopsis eminii Engl.). JITHH. 5(1):10-16.
Setyawati D, Hadi YS, Massijaya MY, Nugroho N. 2008. Karakteristik Papan
Komposit dari Serat Sabut Kelapa dan Plastik Polipropilena Daur Ulang Berlapis
Anyaman Bambu. JITHH. 1(1):18-26.
Suryoatmono B. 2013. Kayu rekayasa sebagai masa depan struktur kayu Indonesia.
Di dalam: Tjondro JA, Tjahjanto HH. The 2nd Indonesian Structural Engineering
and Materials Symposium; 2013 Nov 7-8; Bandung, Indonesia. Bandung (ID):
Universitas Katolik Parahyangan.
Tjondro JA, Natalia S, Kusumo B. 2013a. Kuat Lentur Dan Rigiditas Balok Dan
Lantai Papan Kayu Laminasi Silang Dengan Perekat. Bandung (ID): Lembaga
Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat Universitas Katolik Parahyangan.
Tjondro JA, Sagara A, Marco S. 2013b. Kuat Lentur Dan Perilaku Balok Papan
Kayu Laminasi Silang Dengan Paku. Konferensi Nasional Teknik Sipil 7; 2013
Okt 24-26; Surakarta, Indonesia, Bandung (ID): Universitas Katolik
Parahyangan. Hlm. 247-252.
Tsoumis G. 1991. Science and Technology of Wood. Structure, Properties,
Utilization. New York (US): Van Nostrand Reinhold.
Yap KHF. 1999. Kontruksi Kayu. Bandung (ID): CV. Trimatra Mandiri.
Wirjomartono S. 1977. Konstruksi Kayu Jilid I, Bahan-Bahan Kuliah. Yogyakarta
(ID): Universitas Gajah Mada.
Wood Naturally. 2014. Cross Laminated Timber (CLT) [internet]. [diunduh 2014
Jun 6]. Tersedia pada: http://www.naturallywood.com/emerging-trends/crosslaminated-timber- clt.

15
Lampiran 1 Kerapatan jenis panel CLT menurut kombinasi ketebalan dan
orientasi sudut
Kombinasi
ketebalan dan
orientasi sudut

Sengon paku

A1B1
A1B2
A1B3
A1B4
A1B5
A2B1
A2B2
A2B3
A2B4
A2B5
A3B1
A3B2
A3B3
A3B4
A3B5

0.38
0.4
0.44
0.38
0.36
0.35
0.37
0.33
0.35
0.39
0.34
0.38
0.38
0.37
0.36

Jenis Panel CLT
Sengon Manii perekat
paku
Kerapatan (g/cm3)
0.32
0.47
0.32
0.42
0.33
0.44
0.31
0.4
0.32
0.41
0.32
0.43
0.32
0.42
0.32
0.4
0.31
0.47
0.31
0.46
0.32
0.45
0.32
0.45
0.33
0.45
0.33
0.46
0.31
0.43

Manii perekat
0.43
0.45
0.46
0.38
0.41
0.43
0.46
0.45
0.45
0.46
0.44
0.45
0.45
0.45
0.46

16
Lampiran 2 Kadar air jenis panel CLT menurut kombinasi ketebalan dan
orientasi sudut
Kombinasi
ketebalan dan
orientasi sudut

Sengon paku

A1B1
A1B2
A1B3
A1B4
A1B5
A2B1
A2B2
A2B3
A2B4
A2B5
A3B1
A3B2
A3B3
A3B4
A3B5

13.84
14.07
14.62
13.94
13.92
13.5
14.18
14.26
14.27
14.11
14.2
14.79
14.75
14.06
14.3

Jenis Panel CLT
Sengon Manii perekat
paku
Kadar air (%)
13.25
15.87
12.18
15.45
13.03
16.09
12.71
14.81
13.07
16.49
12.12
15.39
11.42
14.87
11.66
15.11
12.25
16.46
12.25
15.68
12.85
15.51
13.47
14.71
12.72
14.94
12.75
14.64
12.89
15.73

Manii perekat
14.83
14.24
14.57
14.78
14.57
14.56
14.51
14.73
14.39
14.34
14.38
14.82
14.92
14.88
14.64

17

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 2 Juni 1992 sebagai anak ketiga dari
tiga bersaudara pasangan Bapak Warju Pangale dan Ibu Tina Sutinah. Penulis
masuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) Pembangunan 1 pada tahun 2004, tahun
2007 masuk Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 6 Bogor. Tahun 2010 penulis
lulus dari SMA Negeri 6 Bogor dan pada tahun yang sama diterima di Institut
Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi
Negeri (SNMPTN). Penulis memilih Program Studi Teknologi Hasil Hutan pada
Bagian Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Departemen Hasil Hutan Fakultas
Kehutanan IPB Bogor.
Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif pada organisasi kemahasiswaan,
yaitu unit kegiatan mahasiswa Himpunan Profesi Mahasiswa Hasil Hutan
(Himasiltan) sebagai anggota Bagian Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu pada
tahun 2011-2012 dan sebagai ketua Bagian Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu
pada tahun 2012-2013 serta berbagai kepanitiaan kegiatan di kampus IPB. Penulis
juga aktif dalam kegiatan kepanitian acara menyambut 17 Agustus 1945 tiap
tahunnya mulai dari tahun 2008 disekitar perumahan penulis tinggal. Hingga pada
tahun 2012 menjadi wakil ketua dan pada tahun 2014 ini menjadi ketua umum
kegiatan tersebut. Selain itu penulis memperoleh PKM dibidang Penelitian yang
didanai oleh Dikti pada tahun 2013 yang berjudul “Pemanfaatan Limbah Tulang
Ayam Sebagai Bahan Baku Perekat Alami”.
Penulis telah mengikuti beberapa kegiatan praktek lapang, antara lain Praktek
Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) pada tahun 2012 di Indramayu – Gn. Sawal,
Jawa Barat dan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) pada tahun 2013 di Gunung
Walat, Sukabumi. Penulis juga telah melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) di
PGT Sindangwangi – KBM Industri Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan
Banten pada tahun 2013 selama satu bulan. Untuk memperoleh gelar Sarjana
Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Analisis Defleksi
Batas Proporsional dan Maksimum Panel Cross Laminated Timber Kayu Sengon
(Paraserianthes falcataria L. Nielsen) dan Kayu Manii (Maesopsis eminii Engl.)
yang dibimbing oleh Prof Dr Ir Sucahyo Sadiyo, MS.