Efektifitas Vaksinasi Rabies pada Kucing yang Dimasukkan ke Wilayah Indonesia Melalui Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta
EFEKTIFITAS VAKSINASI RABIES PADA KUCING YANG
DIMASUKKAN KE WILAYAH INDONESIA MELALUI
BANDAR UDARA INTERNASIONAL SOEKARNO HATTA
ANES DONI KRISWITO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Efektifitas Vaksinasi
Rabies pada Kucing yang Dimasukkan ke Wilayah Indonesia Melalui Bandar
Udara Internasional Soekarno Hatta adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Anes Doni Kriswito
NIM B251130244
RINGKASAN
ANES DONI KRISWITO. Efektifitas Vaksinasi Rabies pada Kucing yang
Dimasukkan ke Wilayah Indonesia Melalui Bandar Udara Internasional Soekarno
Hatta. Dibimbing oleh DENNY W. LUKMAN dan RETNO D. SOEJOEDONO.
Rabies merupakan penyakit yang mempunyai nilai strategis dalam
pengendaliannya. Kasus rabies terjadi di lebih dari 150 negara dan lebih dari
55000 orang per tahun meninggal karena rabies, terutama diberbagai negara
berkembang di Asia dan Afrika. Peningkatan mobilitas hewan penular rabies
(HPR) antar negara membawa konsekuensi terhadap peningkatan risiko penularan
penyakit hewan (rabies). Menurut data hasil survei kasus rabies di USA tahun
2008-2009 yang dipublikasikan oleh Centers for Disease Control and Prevention
(CDC), kasus rabies lebih banyak terjadi pada kucing daripada anjing.
Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan kajian seksama terhadap titer antibodi
rabies pada kucing yang diimpor. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasikan hubungan antara hasil pemeriksaan titer antibodi terhadap
rabies dengan faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya.
Studi ini dilaksanakan dengan menggunakan kajian lintas seksional
terhadap kucing impor pada periode bulan Juni - September 2014 di instalasi dan
laboratorium Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno Hatta, Bandar Udara
Internasional Soekarno Hatta. Studi dilakukan melalui pengujian titer antibodi
sebagai peubah terikat dengan uji indirect ELISA menggunakan kit yang telah
mendapat persetujuan Office International des Epizooties (OIE). Pengumpulan
informasi untuk faktor risiko potensial sebagai peubah bebas dikumpulkan dari
setiap kucing impor melalui pemeriksaan dokumen (international veterinary
certificate, passpor hewan dan buku vaksinasi) dan kuisioner. Hubungan peubah
terikat dan peubah bebas dianalisis secara statistik deskriptif dan regresi logistik.
Hasil pengujian titer antibodi terhadap 67 kucing yang diimpor
menunjukkan persentase titer protektif (≥0.5 IU/ml) sebesar 91.8%. Hasil studi
yang menarik adalah kucing-kucing yang berasal dari negara berstatus endemik
menunjukkan tingkat protektifitas yang lebih baik dibandingkan dengan yang
berasal dari negara bebas rabies. Peubah bebas yang berpeluang sebagai faktor
pengaruh potensial untuk keberhasilan vaksinasi rabies pada kucing antara lain,
umur lebih dari 6 bulan, hewan berasal dari negara endemik, rute aplikasi vaksin
secara subkutan, dan jarak pengujian yaitu interval waktu antara pengambilan
sampel serum dengan waktu vaksinasi lebih dari satu bulan serta ulangan
vaksinasi yang lebih dari satu kali. Berdasarkan hasil regresi logistik, penelitian
ini menyimpulkan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan titer
antibodi yang protektif pada kucing dari luar negeri yang dimasukkan melalui
Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta adalah: rute aplikasi vaksin dan jarak
pengujian (interval waktu pengambilan sampel serum dengan waktu vaksinasi).
Kata kunci: endemik, rabies, subkutan, titer antibodi
SUMMARY
ANES DONI KRISWITO. Effectiveness of Rabies Vaccination on Cats Imported
into Republic of Indonesia through Soekarno Hatta International Airport.
Supervised by DENNY W LUKMAN and RETNO D SOEJOEDONO.
Rabies is a zoonotic disease that has a strategic value in control. Rabies
cases are occured in more than 150 countries, over 55000 people die of the disease
annualy, mainly in the developing Asian and African countries. The increased
mobility of the animals transmitting rabies inter-states had brought the
consequence of the increased risk of transmission of animal diseases (rabies).
According to the survey data of rabies cases in the USA in 2008-2009, published
by the Centers for Disease Control and Prevention (CDC), rabies was more
common in cats than in dogs. Based on this, it was needed to be examined rabies
antibody titers in imported cats. The purpose of this study was to identify the
association between the results of the rabies antibody titer and the factors that
could influence it.
The study was conducted by using a cross-sectional study towards cats
imported in the period of June - September 2014. The study was carried out by
measuring antibody titer as a bound variables using indirect ELISA test and kit
that is approved by the World Organization for Animal Health (OIE). The
collection of information for potential risk factors as independent variables were
collected from data of each cat imported through inspection of documents
(international veterinary certificate, animal passports and vaccination book) and
questionnaires. Association between bound variables and independent variables
was analyzed descriptively and using logistic regression analyzed.
The antibody titers test results of 67 cats that were imported showed the
percentage of protective titers (≥0.5 IU / ml) of 91.8%. This study found that the
cats originated from the endemic countries had the protective level better than
rabies free countries. The potential factors influencing the protective titers of
rabies of rabies in cats involved age of more than six months, rabies infected
countries, vaccination route of subcutaneous, time interval between time of serum
sampling and vaccination, and booster. The conclusion of this research was based
on logistic regression analysis, the factors that influence the formation of a
protective antibody titers in cats from abroad that entered through Soekarno Hatta
International Airport, that was: the application of vaccines and test distance
(serum sampling time interval to the time of vaccination).
Key words: antibody titer, endemic, rabies, subcutaneous
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
EFEKTIFITAS VAKSINASI RABIES PADA KUCING YANG
DIMASUKKAN KE WILAYAH INDONESIA MELALUI
BANDAR UDARA INTERNASIONAL SOEKARNO HATTA
ANES DONI KRISWITO
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji luar komisi pada ujian tesis: Dr Ir Etih Sudarnika, MSi
Judul Tesis : Efektifitas Vaksinasi Rabies pada Kucing yang Dimasukkan ke
Wilayah Indonesia Melalui Bandar Udara Internasional Soekarno
Hatta
Nama
: Anes Doni Kriswito
NIM
: B251130244
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr med vet Drh Denny W Lukman, MSi
Ketua
Prof Dr Drh Retno D Soejoedono, MS
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Kesehatan Masyarakat Veteriner
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr med vet Drh Denny W Lukman, MSi
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 3 Februari 2015
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni hingga September
2014 ini ialah faktor risiko vaksinasi, dengan judul Efektifitas Vaksinasi Rabies
pada Kucing yang Dimasukkan ke Wilayah Indonesia Melalui Bandar Udara
Soekarno Hatta Jakarta.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr med vet drh Denny W
Lukman, MSi dan Ibu Prof Dr drh Retno D Soejoedono, MS selaku pembimbing,
yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada Ibu Ir. Banun Harpini, MSc, Bapak drh. Mulyanto, MM, dan
Bapak drh. Sujarwanto, MM dari Badan Karantina Pertanian yang telah
memberikan motivasi dan kesempatan untuk menempuh pendidikan S2. Penulis
juga sampaikan terima kasih kepada Bapak Dr Ir H M. Mussyafak Fauzi, SH,.MSi
sebagai Kepala Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno Hatta, beserta staf
Bidang Karantina Hewan dan laboran Balai Besar Karantina Pertanian yang telah
membantu selama pengumpulan data. Penulis merasa bahagia berkesempatan
menyelesaikan pendidikan S2 bersama dengan 19 orang sahabat yang tergabung
dalam mahasiswa KMV 2013, yang senantiasa saling mendukung dan
memotivasi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu, ayah, istri dan
anak-anakku, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan
dan perkarantinaan hewan di Indonesia.
Bogor, Februari 2015
Anes Doni Kriswito
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xii
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
1
1
2
2
2 TINJAUAN PUSTAKA
Etiologi
Vaksinasi Rabies
Pengukuran Antibodi terhadap Rabies
Pengujian Titer Antibodi
Prosedur Importasi Kucing
2
3
3
4
4
5
3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan dan Alat
Kerangka Penelitian
Teknik Pengambilan Data
Pengambilan Sampel Darah
Pengujian Titer Antibodi
Prosedur Analisis Data
6
8
8
8
9
9
9
12
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Faktor Umur terhadap Titer Antibodi
Pengaruh Faktor Status Negara terhadap Titer Antibodi
Pengaruh Faktor Rute Aplikasi Vaksin terhadap Titer Antibodi
Pengaruh Faktor Jenis Kelamin terhadap Titer Antibodi
Pengaruh Faktor Jarak Pengujian terhadap Titer Antibodi
Pengaruh Faktor Ulangan Vaksinasi terhadap Titer Antibodi
Penilaian Kandidat Faktor Risiko Pembentukan Titer Antibodi
Faktor-faktor Efektifitas Vaksinasi Rabies terhadap Titer Antibodi
Reverse-genetic sebagai Paradigma Baru Vaksinasi Rabies
12
13
13
14
15
15
16
16
19
21
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
22
22
22
DAFTAR PUSTAKA
22
LAMPIRAN
25
RIWAYAT HIDUP
37
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Definisian operasional penelitian
Pembuatan standar kuantifikasi
Kelompok faktor umur kucing terhadap titer antibodi
Kelompok faktor status negara asal kucing terhadap titer antibodi
Kelompok faktor rute aplikasi vaksin terhadap titer antibodi
Kelompok faktor jenis kelamin terhadap titer antibodi
Kelompok faktor jarak pengujian terhadap titer antibodi
Kelompok faktor ulangan vaksinasi terhadap titer antibodi
Penilaian kandidat faktor risiko terhadap pembentukan titer antibodi
Nilai OR faktor-faktor vaksinasi terhadap titer antibodi berdasarkan
analisis regresi logistik
7
11
13
14
14
15
15
16
17
20
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
Struktur dasar dan komposisi virus rabies
Hubungan peubah bebas dan peubah terikat
Platelia TM rabies II sebagai kit ELISA
Disain penempatan kontrol, standar dan sampel untuk uji kuantitas
Jumlah kucing yang masuk ke Indonesia melalui Bandar udara
Soekarno Hatta, Jakarta pada periode penelitian
3
8
10
11
12
DAFTAR LAMPIRAN
1 Rekapitulasi data kucing impor selama periode 1 Juni – 30 September
2 Daftar negara berdasarkan situasi rabies menurut World animal health
information database interface, OIE
3 Contoh sertifikat kesehatan hewan dari negara asal hewan
4 Contoh hasil pemeriksaan titer antibodi terhadap rabies
5 Contoh lembar catatan vaksinasi rabies
6 Contoh sertifikat pelepasan karantina hewan
25
28
33
34
35
36
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rabies merupakan penyakit yang mempunyai nilai strategis dalam
pengendaliannya. Rabies sebagai salah satu penyakit zoonotik tertua yang hingga
saat ini masih menyebabkan kematian tinggi pada manusia. Kasus rabies terjadi di
lebih dari 150 negara dan di semua benua, kecuali benua antartika. Lebih dari
55000 orang per tahun diperkirakan meninggal karena rabies (Schnell et al. 2010).
Penyakit Rabies juga dikenal sebagai penyakit culdesak (berakhir pada manusia
penularannya). Rabies adalah isu global yang mempunyai dampak sosio-ekonomi
yang sangat besar karena terkait dengan ketentraman batin dan pendapatan suatu
daerah/negara dari sektor pariwisata.
Seiring dengan kemajuan teknologi dan pemanfaatan dibidang transportasi
menyebabkan mobilitas manusia dan hewan antar negara semakin tinggi.
Peningkatan mobilitas hewan penular rabies (HPR) antar negara membawa
konsekuensi terhadap peningkatan risiko penularan penyakit hewan (rabies).
Upaya meminimalisasi risiko masuknya rabies dari luar negeri dilakukan dengan
pengkarantinaan di border (wilayah kepabeanan tempat pemasukan importasi).
Pelaksanaan berbagai program pemberantasan dan pencegahan rabies dari
luar negeri meliputi vaksinasi, eliminasi hewan carrier, pembatasan lalu lintas,
pengujian laboratorium dalam surveilans dan pengkarantinaan hewan. Masingmasing negara melaksanakan tindakan karantina terhadap lalu lintas HPR impor
sesuai dengan ketentuan yang berlaku secara internasional dan kebijakan dalam
negerinya.
Tahun 2013 tercatat impor kucing sebagai salah satu HPR sebanyak 393
ekor dengan frekuensi sebanyak 250 kali (BBKP Soekarno Hatta 2014). Menurut
data hasil survei kasus rabies di USA tahun 2008-2009 yang dipublikasikan oleh
Centers for Disease Control and Prevention (CDC), lebih banyak pada kucing
daripada anjing. Kasus rabies tahun 2008 pada kucing sebanyak 294 kasus dan 75
kasus pada anjing. Data tahun 2009 menunjukkan kasus rabies pada kucing
sebanyak 300 kasus dan 81 kasus pada anjing (CDC 2010).
Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan kajian seksama terhadap titer
antibodi rabies pada HPR (kucing) yang diimpor dari luar negeri baik yang
berstatus bebas rabies maupun endemis rabies. Titer antibodi rabies merupakan
jaminan terhadap kebenaran sertifikat vaksinasi yang disertakan bersama hewan
bersangkutan disaat kedatangan. Kondisi ini dapat menggambarkan keberhasilan
atau kegagalan vaksinasi yang dilakukan di negara asal HPR.
Perumusan Masalah
Sampai dengan saat ini belum ada data penelitian ilmiah yang dapat
menggambarkan efektifitas vaksinasi rabies pada hewan kucing yang diimpor dari
luar negeri ke wilayah Indonesia dengan menggunakan transportasi udara.
Disamping itu, negara asal (pengekspor) kucing sangat beragam dan belum
diketahui secara pasti penanganan kesehatan kucing yang diekspor ke Indonesia.
Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk menggambarkan hubungan
2
antara pemeriksaan titer antibodi terhadap rabies dengan faktor-faktor yang
mempengaruhinya sehingga dapat dilihat efektifitas vaksinasinya.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasikan hubungan antara hasil
pemeriksaan titer antibodi terhadap rabies dengan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhinya pada kucing yang diimpor dari luar negeri melalui Bandar
Udara Internasional Soekarno Hatta.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan gambaran hasil vaksinasi
rabies pada kucing yang dilalulintaskan dari luar negeri ke wilayah Indonesia.
Dengan demikian, data yang didapatkan bisa digunakan sebagai referensi bagi
Karantina Hewan untuk menentukan tindakan-tindakan yang diperlukan dalam
mengantisipasi masuk dan menyebarnya rabies dari importasi kucing.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Etiologi
Penyakit rabies dikenal juga dengan nama lyssa, tollwut, rage dan
hydrophobia. Rabies merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus yang
menyerang susunan syaraf pusat dan bersifat zoonotik. Agen penyebab penyakit
rabies adalah virus neurotropik yang dikelompokkan dalam famili Rhabdoviridae,
genus Lyssavirus (Fischer et al. 2014). Rabies merupakan salah satu penyakit
viral ensefalomielitis yang mempunyai ancaman berbahaya dengan case fatality
rate dapat mencapai 100% setelah muncul gejala klinis (Rupprecht 2007).
Penularan virus rabies terjadi melalui gigitan dari hewan penderita rabies yang
menyebabkan deposit virus pada air liur (saliva) masuk ke dalam luka gigitan.
Virus rabies menyebabkan terjadinya neurotropik yang sangat tinggi dengan
periode inkubasinya sangat bervariasi sesuai dengan jarak lokasi gigitan dan
susunan syaraf pusat. Virus menginfeksi syaraf peripheral dan bergerak naik ke
akar ganglion bagian dorsal (Hicks et al. 2012)
Spesies dari genus Lyssavirus antara lain: virus kelelawar Lagos (LBV),
virus Mokola (MOKV), virus Duvenhage (DUVV), virus kelelawar Eropa tipe 1
dan 2 (EBLV-1 & -2), virus kelelawar Australia (ABLV), virus Aravan (ARAV),
virus Khujand (KHUV), virus Irkut (IRKV), virus kelelawar West Caucasian
(WCBV), dan virus kelelawar Shimoni (SHIBV). Dua virus yang paling sering
ditemukan saat ini adalah virus kelelawar Bokeloh (BBLV) dan virus Ikoma
(IKOV), yang telah diakui sebagai spesies baru dan sedang menunggu hasil
ratifikasi yang dilakukan oleh Komite Internasional Taksonomi Virus (Fischer et
al. 2014).
3
Rhabdovirus merupakan virus dengan panjang kira-kira 180 nm dan lebar
75 nm. Genom rabies mempunyai 5 jenis protein : nukleoprotein (N), fosfoprotein
(P), protein matrik (M), glikoprotein (G) dan polimerase (L). Semua Rhabdovirus
mempunyai komponen struktur helical ribonucleoprotein core (RNP) dan amplop
di sekelilingnya. Pada RNP, RNA dilekatkan oleh nukleoprotein. Protein virus
lainnya yaitu phosphoprotein dan protein besar (Lprotein atau polimerase)
berhubungan dengan RNP. Bentuk glikoprotein rata-rata terdiri dari 400 trimeric
spike yang melekat di permukaan virus. Protein M dihubungkan dengan amplop
dan RNP atau protein pusat Rhabdovirus. Struktur dasar dan komposisi virus
rabies dapat dilihat pada Gambar 1 (Sugiyama dan Ito 2007).
Envelope
(membrane)
Matrix protein
Glycoprotein
Ribonucleoprotein
Gambar 1 Struktur dasar dan komposisi virus rabies
Rhabdovirus merupakan virus RNA utas tunggal berpolaritas negatif.
Materi genetik berupa RNA tidak dapat berfungsi sebagai messenger RNA
(mRNA). Morfologi virus ini berbentuk batang dan pada salah satu bagian
ujungnya melengkung sehingga sering dikatakan seperti bentuk peluru. Amplop
ini berpengaruh terhadap sifat infektifitasnya, sedangkan RNA dan
nukleoplasmidnya tidak infektif (Soedijar dan Dharma 2005).
Vaksinasi Rabies
Vaksin rabies yang digunakan pada hewan dikelompokkan menjadi dua
jenis yaitu live vaccine dan killed vaccine atau vaksin inaktif. Pada umumnya
vaksin rabies yang digunakan saat ini adalah jenis vaksin inaktif. Vaksin inaktif
adalah vaksin yang dibuat dari mikroorganisme yang telah diinaktifkan tetapi
tetap bersifat imunogenik. Vaksin jenis ini biasanya dikemas dalam cairan
adjuvan sehingga partikel vaksin dikeluarkan secara lamban dan dalam waktu
yang lama (Wibawan dan Soejoedono 2013). Vaksin rabies mempunyai durasi
imunitas sekitar 3 tahun dengan perkiraan tingkat proteksi relatif sebesar 85%.
Beberapa penyebab kegagalan vaksinasi dalam pembentukan antibodi antara lain
adalah keberadaan imunitas secara pasif (antibodi maternal), mundurnya respon
sistem kekebalan, imunogenitas vaksin yang lemah, ketidakmampuan genetik
untuk merespon antigen dalam vaksin, kejadian imunosupresi, dan inefektifitas
vaksin itu sendiri (Schultz 2000).
Menurut Roth (2007) faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan durasi
imunitas pada hewan antara lain: vaksin yang digunakan, kondisi hewan dan
faktor patogenitas virus yang menginfeksi. Nash (2008) menegaskan bahwa
4
adanya antibodi maternal, jarak waktu vaksinasi dan paparan antigen, kerusakan
vaksin, aplikasi vaksinasi yang kurang tepat, jadwal vaksinasi yang kurang tepat,
variasi ras, imunosupresi atau imunodefisiensi, dan defisiensi nutrisi dapat
berpengaruh terhadap kurang optimalnya vaksinasi.
Pengukuran Antibodi terhadap Rabies
Diagnosa rabies yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) dan Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) adalah direct fluorescent
antibody test (dFAT). Metode dFAT digunakan untuk mendeteksi keberadaan
antigen (Lyssavirus) dari spesimen otak sehingga digunakan dalam kondisi postmortem. Pengujian dFAT memiliki keterbatasan atau tidak dapat digunakan untuk
diagnosa rabies dari spesimen non-neural seperti cairan cerebrospinal, biopsi kulit,
dan air liur (Dürr et al. 2008).
Metode pengukuran antibodi terhadap rabies dapat dilakukan dengan
metode pengujian enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) yang relatif lebih
cepat untuk pengujian dengan jumlah sampel banyak dan sekaligus. Kekurangan
dari metode ELISA adalah sensitifitas yang rendah dibandingkan dengan uji SNT
(serum neutralization test).
Titer antibodi protektif bagi hewan dan manusia dinyatakan dengan
besaran 0.5 IU/ml untuk sampel individu atau 0.1 IU/ml untuk serum sampel
kelompok. Menurut WHO, pengujian untuk pengukuran titer antibodi rabies
disarankan menggunakan mouse neutralization test (MNT) dan plaque reduction
test (PRT), sedangkan OIE telah menetapkan metode rapid fluorescent focus
inhibition test (RFFIT) sebagai uji standar dalam pengukuran titer antibodi rabies.
Uji SNT merupakan uji yang paling spesifik untuk pendeteksian antibodi rabies.
Titik kritis uji SNT adalah pada kemampuan penggunaan sel yang sensitif untuk
pertumbuhan virus rabies dan menunjukkan kerusakan sitopatik pada myeloneuroblastoma (sel MNA) setelah inkubasi selama tiga hari (Soedijar dan Dharma
2005).
Metode pengukuran antibodi dengan menggunakan tingkat kekebalan
selular dapat dilakukan dengan uji sitotoksisitas. Metode uji ini untuk mengukur
efek sitostatik antibodi atau sel efektor (limfosit). Limfosit sel T sitotoksik
memegang peran penting dalam regulasi respon imun. Pengujian untuk deteksi
keberadaan virus rabies dapat menggunakan direct rapid immunohistochemical
test (dRIT). Penggunaan pengujian dRIT di Tanzania telah menunjukkan
sensitifitas dan spesifisitas yang mencapai 100% dibandingkan dengan uji standar
yaitu direct fluorescent antibody test (dFAT) sebagai gold standard atau uji yang
direkomendasikan oleh WHO (Dürr et al. 2008).
Pengujian Titer Antibodi
Pada penelitian ini pemeriksaan titer antibodi terhadap virus rabies
dilakukan dengan menggunakan metode ELISA. Metode ELISA ini sesuai dengan
rekomendasi OIE tahun 2008 dalam Manual of Standards for Diagnositic Test
and Vaccines. Metode ELISA juga mempunyai spesifisitas yang baik dan sesuai
5
penggunaannya sebagai metode uji cepat titer antibodi yang memerlukan waktu
sekitar 4 jam. Salah satu kit ELISA rabies yang telah mendapat persetujuan dari
OIE adalah Platelia™ RABIES II kit untuk pengukuran titer antibodi kucing dan
anjing. Penggunaan kit ELISA tersebut terutama ditujukan untuk pemenuhan
regulasi mobilitas atau perdagangan internasional hewan (kucing dan anjing)
terkait tingkat kekebalan terhadap rabies. Sensitifitas dan spesifisitas kit tersebut
pada pengujian titer antibodi kucing secara berurut adalah 81.8% dan 98.2%
dengan tingkat kepercayaan (CI) 95% (OIE, 2007).
Titer serum ditentukan berdasarkan optical density (OD) dalam bentuk
ekuivalen unit (EU) terhadap serum standar OIE. Hasil titer yang protektif
ditunjukkan dengan nilai ≥0.6 EU/ml yang nilainya ekuivalen dengan ≥0.5 IU/ml
sebagai standar protektif titer antibodi menurut OIE, sedangkan nilai hasil yang
sebaliknya akan dianggap tidak protektif.
Prosedur Importasi Kucing
OIE telah mengeluarkan rekomendasi untuk importasi hewan yang
berpotensi dalam penyebaran virus rabies secara global sebagai dampak dari
perdagangan internasional. Rekomendasi tersebut tertuang dalam Terrestrial
Animal Health Code (TAHC) yang senantiasa diperbaharui berdasarkan kajian
ilmiah. Rabies secara spesifik dibahas pada TAHC volume 8 tahun 2014 chapter
8.12. Rekomendasi terkait dengan importasi hewan yang dapat berpeluang sebagai
penyebaran virus rabies secara detail sebagai berikut :
1) Kucing yang diimpor dari Negara bebas rabies, di dalam international
veterinary certificate harus diterangkan bahwa hewan tidak menunjukkan
gejala klinis rabies sebelum dan/atau saat akan diberangkatkan (dikirim).
Hewan sejak lahir atau minimal 6 bulan sebelum pemberangkatan berada
pada negara bebas rabies.
2) Kucing yang diimpor dari Negara endemik rabies harus sehat atau dinyatakan
tidak menunjukkan adanya gejala klinis rabies pada saat akan diberangkatkan.
Hewan seharusnya dipasang identitas (microchip) dan angka identitasnya
dicantumkan dalam international veterinary certificate. Hewan divaksinasi
atau divaksinasi ulang sesuai dengan rekomendasi dari produsen vaksin.
Vaksin yang digunakan seharusnya diproduksi dan digunakan sesuai dengan
Terrestrial manual yang ditetapkan oleh OIE. pengujian titer antibodi
dilakukan tidak kurang dari 3 bulan dan tidak lebih dari 12 bulan sebelum
diberangkatkan dan menunjukkan hasil protektif minimum 0.5 IU/ml.
Pemerintah Indonesia sebagai negara anggota World Trade Organization
(WTO) telah menetapkan regulasi importasi HPR sesuai dengan SPS measure.
Regulasi importasi HPR tertuang dalam Surat Keputusan Kepala Badan Karantina
Pertanian Nomor 344.b/kpts/PD.670.370/L/12/06 tentang Petunjuk Teknis
Persyaratan dan Tindakan Karantina Hewan terhadap Lalulintas Pemasukan
Hewan Penular Rabies (anjing, kucing, kera, dan hewan sebangsanya).
Persyaratan dan tindakan yang diberlakukan oleh pemerintah Indonesia terkait
importasi kucing adalah hewan dalam kondisi sehat atau tidak menunjukkan
gejala klinis rabies dan disertai kelengkapan dokumen yang meliputi :
6
1) Sertifikat kesehatan hewan yang diterbitkan oleh pejabat berwenang di negara
asal dan negara transit;
2) Surat persetujuan pemasukan dari Direktorat Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan;
3) Paspor hewan atau surat keterangan identitas hewan dalam bahasa Inggris
yang dikeluarkan oleh dokter hewan berwenang di negara asal yang memuat
antara lain telah berada atau dipelihara sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan di
negara asal sebelum diberangkatkan, dan hewan sekurang-kurangnya telah
berumur 6 (enam) bulan serta tidak dalam keadaan bunting umur 6 (enam)
minggu atau lebih, dan atau hewan tersebut tidak sedang menyusui pada saat
diberangkatkan. Paspor hewan mencantumkan informasi sekurang-kurangnya
jenis hewan, bangsa, jenis kelamin, warna bulu, umur/tanggal lahir dan
penanda identitas; atau
4) Penanda identitas permanen dengan identifikasi elektronik (microchip). Bila
microchip yang digunakan tidak sesuai dengan alat baca pada
pelabuhan/bandara pemasukan, maka pemilik atau kuasa pemilik harus
menyediakan sendiri perangkat alat baca untuk microchip tersebut.
5) Hewan yang akan masuk ke wilayah/daerah bebas rabies di Indonesia
diberangkatkan langsung dari negara bebas rabies. Apabila harus transit maka
harus ada persetujuan dari Menteri Pertanian cq. Dirjen Peternakan dan
Kesehatan Hewan serta keterangan yang diberikan oleh otoritas veteriner di
negara transit;
6) Surat keterangan vaksinasi bagi negara yang melaksanakan vaksinasi, yang
menerangkan bahwa vaksinasi menggunakan vaksin inaktif, yang diberikan
pada:
a. hewan yang divaksinasi pertama kali (primer), sekurang-kurangnya 6
bulan dan tidak lebih dari 1 tahun sebelum diberangkatkan yang
diberikan pada saat hewan berumur minimal 3 bulan;
b. hewan yang divaksinasi ulang/booster, sekurang-kurangnya 1 bulan atau
tidak lebih dari 1 tahun sebelum diberangkatkan;
7) Surat keterangan hasil pemeriksaan titer antibodi dari negara asal. Pengujian
titer antibodi tidak boleh dilakukan lebih lama dari 6 bulan setelah vaksinasi
dari laboratorium terakreditasi.
3 METODE
Penelitian ini menggunakan kajian lintas seksional terhadap titer antibodi
anti rabies pada kucing impor. Penelitian ini untuk melihat peubah bebas: umur,
status negara asal, rute aplikasi vaksin, jenis kelamin, jarak pengujian, dan
ulangan vaksinasi dalam mempengaruhi titer antibodi terhadap rabies sebagai
peubah terikat pada kucing-kucing impor yang diamati. Pengumpulan data dari
peubah bebas dan peubah terikat memerlukan pendefinisian operasional sebelum
dilakukan analisis datanya. Definisi operasional untuk masing-masing peubah
dapat dilihat pada Tabel 1.
7
Tabel 1 Definisi operasional penelitian
No
1
2
3
4
5
6
7
Peubah
Definisi operasional
Titer antibodi adalah ukuran besaran antibodi dalam
tubuh sebagai hasil vaksinasi rabies
Protektif
Kelompok hewan yang mempunyai
nilai titer antibodi rabies ≥ 0.6 EU/ml
Tidak
Kelompok hewan yang mempunyai
protektif
nilai titer antibodi rabies < 0.6 EU/ml
Cara
mengukur
Nominal
Uji ELISA
Rabies
Umur adalah jarak waktu kelahiran dengan importasi
Umur >6
Kelompok hewan yang saat diimpor ke
bulan
Indonesia lebih dari 6 bulan
Umur ≤6
Kelompok hewan yang saat diimpor ke
bulan
Indonesia kurang dari dan/atau 6 bulan
Observasi
paspor
hewan
Cara aplikasi vaksin adalah rute pemberian vaksin rabies
Injeksi SC
Vaksinasi dilakukan dengan injeksi
vaksin pada jaringan dibawah kulit
Injeksi IM
Vaksinasi dilakukan dengan injeksi
vaksin pada otot
Observasi
buku
vaksinasi
Jenis kelamin adalah pembedaan hewan berdasarkan
keberadaan organ ambing dalam anatominya
Jantan
Kelompok hewan yang tidak
mempunyai ambing
Betina
Kelompok hewan yang mempunyai
ambing
Status negara adalah kriteria suatu negara berdasarkan
keberadaan kasus rabies
Negara
Negara yang dilaporkan masih terjadi
endemik
kasus rabies pada spesies hewan
rabies
maupun manusia dalam periode waktu
kurang dari 2 tahun
Negara bebas
Negara yang tidak pernah dilaporkan
rabies
terjadi kasus rabies dan/atau negara
yang dalam periode 2 tahun terakhir
tidak terjadi kasus rabies pada spesies
hewan maupun manusia
Jarak pengujian adalah interval waktu vaksinasi dan
pengambilan serum untuk pengujian titer antibodi
x ≥ 1 bulan
Jarak pengujian lebih dari dan/atau 1
bulan
x < 1 bulan
Jarak pengujian kurang dari 1 bulan
Ulangan vaksinasi adalah frekuensi vaksinasi pada hewan
Hewan mendapat satu kali vaksinasi
Priming
rabies
Booster
Hewan mendapat vaksinasi rabies dua
kali atau lebih
Skala
1
(protektif)
2 ( tidak
protektif)
Ordinal
1(>6
bulan)
2 ( ≤6
bulan)
Nominal
1 (SC)
2 (IM)
Nominal
Observasi
fisik
1 (jantan)
2 (betina)
Ordinal
Observasi
data
Wahid
interface
OIE
1
(endemik
rabies)
2 (bebas
rabies)
Ordinal
Obsevasi
buku vaksin dan
buku lab
1 (≥ 1
bulan)
2 (< 1
bulan)
Observasi
buku
vaksinasi
Ordinal
1
(priming)
2
(booster)
8
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada periode waktu Juni 2014 sampai dengan
September 2014. Penelitian bertempat di Instalasi dan Laboratorium Karantina
Hewan Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno Hatta, Bandar Udara
Internasional Soekarno Hatta.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan yaitu: biosafety cabinet class II, ELISA
reader, ELISA washer, inkubator, vortex, stop wacth, mikroplat dasar U, preset
pipette 1-10 ml, single micropipette 10-1000 µl, multichannel micropipette 20100 µl, tabung 25 ml, 100 ml, dan 1000 ml, disposal tube, konjugat: protein Aperoksidase dan bovine protein yang dimurnikan (kosentrasi 10x), buffer substrat
peroksida dengan menggunakan asam sitrat dan sodium asetat yang mengandung
0.015% H2O2 dan 4% dimetilsulfoksida (DMSO), Chromogen berupa 0.25%
larutan tetrametilbenzidin, kontrol negatif, kontrol positif, standar kuantifikasi,
sampel diluent, wash solution, stop solution dan adhesive film.
Kerangka Penelitian
Perumusan disain hubungan antara beberapa peubah bebas yang mempunyai
pengaruh terhadap pembentukan titer antibodi seperti pada Gambar 2.
Peubah bebas
1. Umur
2. Aplikasi vaksin
3. Jarak waktu vaksinasi dengan
koleksi serum darah
4. Status negara asal
5. Ulangan vaksinasi
6. Jenis kelamin
Peubah terikat
1.
2.
Antibodi protektif
(positif)
Antibodi tidak
protektif (negatif)
Gambar 2 Hubungan peubah bebas dan peubah terikat
Setiap kelompok diteliti terhadap faktor risiko melalui data dan riwayat
kesehatan yang diperoleh dari lembar permohonan pemeriksaan karantina,
dokumen kesehatan, dan lembar kartu status hewan saat dilakukan pemeriksaan di
IKH. Setiap hewan diuji titer antibodi rabies dan dilakukan observasi selama 14
hari sesuai petunjuk teknis Badan Karantina Pertanian (SK Kepala Badan
Karantina Pertanian Nomor 344.b/Kpts/PD.670.370/L/12/2006) tentang Petunjuk
Teknis Persyaratan dan Tindakan Karantina Hewan terhadap Lalulintas
Pemasukan Hewan Penular Rabies (anjing, kucing, kera, dan sebangsanya).
Hasil pengujian dimasukkan dalam tabel yang dibuat dengan berdasarkan
pengelompokkan nilai hasil pengujian titer antibodi, yaitu protektif dan tidak
9
protektif. Data hasil pengujian titer antibodi yang telah diperoleh, dianalisis
dengan khi-kuadrat (χ2) dan dilanjutkan dengan regresi logistik. Peubah bebas
umur, cara aplikasi vaksin, jarak pengujian, ulangan vaksinasi, jenis kelamin dan
jenis vaksin untuk mengetahui pengaruh masing-masing faktor terhadap titer
antibodi. Uji statistik deskriptif khi-kuadrat (χ2) digunakan untuk melihat faktor
yang berpotensi sebagai kandidat (peubah bebas). Kandidat yang didapat diuji
lanjut dengan regresi logistik untuk menentukan faktor-faktor yang memiliki
hubungan atau berpengaruh terhadap titer antibodi (Thrusfield 2005).
Teknik Pengambilan Data
Penelitian ini dilakukan pada kucing impor yang berasal dari negara bebas
rabies dan negara endemik rabies sesuai dengan daftar World Animal Health
Information Database (Wahid) Interface OIE tahun 2014. Data yang digunakan
adalah data primer dengan mengumpulkan data pengujian titer antibodi rabies di
laboratorium selama periode waktu bulan Juni sampai dengan September 2014.
Sedangkan data sekunder diperoleh melalui lembar permohonan pemeriksaan
karantina, dokumen kesehatan dari negara asal, buku vaksinasi, dan catatan
kesehatan selama di instalasi karantina hewan, Balai Besar Karantina Pertanian
Soekarno Hatta.
Pengambilan Sampel Darah
Pengambilan sampel darah dilakukan pada setiap kedatangan kucing yang
berasal dari luar negeri (sampel 100% hewan yang datang) pada periode 1 Juni –
30 September 2014, baik yang berasal dari negara bebas rabies dan endemis rabies.
Setiap kucing yang datang akan diistirahatkan terlebih dahulu selama 1-2 hari agar
kondisi tubuhnya berada pada kondisi yang baik sebelum dilakukan pengambilan
darah. Pada kucing yang divaksinasi dengan vaksin inaktif (killed vaccine),
pengambilan sampel darahnya memperhatikan waktu pelaksanaan vaksinasinya
dengan batas minimum 30 hari setelah vaksinasi.
Pengambilan darah ditujukan untuk mendapatkan serum sebagai bahan
untuk pemeriksaan titer antibodi rabies dari hewan yang telah divaksinasi. Darah
kucing sebanyak 1-2 ml diambil dari vena femoralis kaki belakang atau vena
saphena kaki depan dengan menggunakan spuit steril berukuran 2.5 ml. Spuit
yang telah berisi darah kemudian disimpan pada suhu ruang (25 – 27 ºC) sampai
terjadi pemisahan antara serum dan bekuan sel darah. Cairan serum yang terpisah
dari bekuan darah dipindahkan ke dalam tabung reaksi/disposal tube yang steril.
Serum yang terkoleksi disimpan pada suhu -4 ºC sampai serum digunakan untuk
uji.
Pengujian Titer Antibodi
Pada penelitian ini pengukuran titer antibodi menggunakan uji ELISA
kuantifikasi dengan Platelia™ RABIES II kit. Pada setiap mikroplat dapat
digunakan untuk menganalisis 90 sampel secara kualitatif atau 80 sampel secara
10
kuantitatif terhadap antibodi rabies. Pengujian ini berdasarkan teknik indirect
ELISA dengan melekatkan ekstrak glikoprotein pada dasar sumur mikroplat.
Glikoprotein tersebut diambil dari membran virus rabies yang diinaktivasi dan
dipurifikasi, sedangkan konjugat enzimatik yang digunakan meliputi protein A
yang berasal dari S. aureus dan berpasangan/berikatan dengan peroksidase.
Prinsip uji ELISA ini adalah bedasarkan ikatan antigen (glikoprotein virus
rabies) dan antibodi yang ditunjukkan melalui perpedaran warna dan intensitasnya.
Perpendaran warna dan intensitasnya ini adalah hasil dari enzim yang terikat pada
konjugat bereaksi dengan substrat. Perubahan warna dan intensitasnya diukur
secara fotometrik dengan menggunakan ELISA reader.
Pada pengujian kuntitas titer antibodi rabies, terlebih dahulu membuat
standar kuantifikasi dari kontrol positif yang diencerkan secara bertingkat (4
EU/ml, 2 EU/ml, 1 EU/ml, 0.5 EU/ml, 0.25 EU/ml dan 0.125 EU/ml). Titer serum
ditentukan berdasarkan optical density (OD) yang dinyatakan dalam satuan
equivalen unit terhadap serum standar OIE. Nilai uji ≥0.6 EU/ml setara dengan
≥0.5 IU/ml merupakan hasil titer yang protektif mengacu pada standar protektif
titer antibodi menurut OIE, sedangkan sebaliknya akan dianggap sebagai titer
antibodi yang tidak protektif. Kit Elisa Rabies yang digunakan ditunjukkan pada
Gambar 3.
Gambar 3 Platelia™ rabies II sebagai kit ELISA
Prosedur pengujian dengan Platelia™ RABIES II kit ini adalah terlebih
dahulu dengan mengaktivasi sampel pada waterbath dengan suhu 27 ºC selama 60
menit. Reagen kit diagnostik sebelum digunakan disimpan pada suhu ruang (1830 ºC) selama 30 menit dan dihomogenkan secara perlahan. Mikroplat yang akan
digunakan juga disimpan dalam suhu ruang (18-30 ºC) selama 30 menit.
Penyimpanannya tetap dalam kemasan untuk menghindari terjadinya tetesan air
kondensasi pada sumur-sumur mikroplat.
Persiapan reagen yang akan digunakan diantaranya adalah pengenceran
sampel dan kontrol negatif sebesar 100 kali dengan menggunakan sampel diluen.
Pembuatan standar kuantifikasi melalui pengenceran 100 kali antara kontrol
positif (R4b) dengan sampel diluen, sebagai standar dengan kosentrasi 4EU/ml
(S6). Standar kuantifikasi dari S6 dilakukan pengenceran secara bertingkat untuk
11
mendapatkan standar dengan kosentrasi 2 EU/ml (S5), 1 EU/ml (S4), 0.5 EU/ml
(S3), 0.25 EU/ml (S2), 0.125 EU/ml (S1) seperti yang terlihat pada Tabel 2.
Larutan pencuci (wash solution) terlebih dahulu dilakukan pengenceran
menggunakan air destilata dengan perbandingan 1 : 9. Persiapan untuk konjugat
dibuat dengan mencampurkan sedian konjugat dan wash solution yang
mengandung buffer Tris-NaCl 0.01% dengan perbandingan volume 1.1 ml : 9.9
ml. Pembuatan larutan enzim dilakukan dengan mencampurkan 1 ml chromogen
dengan 10 ml buffer substrat peroksida.
Standar
kuantifikasi
S6
S5
S4
S3
S2
S1
Tabel 2 Pembuatan standar kuantifikasi
Kosentrasi standar yang
Pengenceran serial
diperoleh dari pengenceran
R4b diencerkan hingga 1/100
4 EU/ml
S6 diencerkan hingga 1/2
2 EU/ml
S5 diencerkan hingga 1/2
1 EU/ml
S4 diencerkan hingga 1/2
0.5 EU/ml
S3 diencerkan hingga 1/2
0.25 EU/ml
S2 diencerkan hingga 1/2
0.125 EU/ml
Pengujian sampel secara kuantitas untuk mengetahui titer antibodi rabies
dilakukan dengan menempatkan sampel diluen, kontrol negatif, kontrol positif
dan standar kuantifikasi (S6, S5, S4, S3, S2, dan S1) pada sumur mikroplat dengan
volume masing-masing sebanyak 100 µl. Kontrol dan standar kuantifikasi
dilakukan secara duplo sedangkan sampel cukup dilakukan secara tunggal.
Setelah semua ditempatkan pada sumur mikroplat ditutup dengan adhesive film
dan diinkubasi selama 60 menit pada suhu 37 ºC. Selesai inkubasi pertama
mikroplat dikeluarkan dari inkubator, adhesive film dilepaskan dan dilakukan
pencucian dengan wash solution sebanyak tiga kali. Penempatan kontrol, standar
kuantifikasi dan sampel seperti ditunjukkan pada Gambar 4.
A
B
C
D
E
F
G
H
1
R3
R3
R4a
R4a
S6
S6
S5
S5
2
S4
S4
S3
S3
S2
S2
S1
S1
3
C1
C2
C3
C4
C5
C6
C7
C8
4
C9
C10
C11
C12
C13
C14
C15
C16
5
C17
C18
C19
C20
C21
C22
C23
C24
6
C25
C26
C27
C28
C29
C30
C31
C32
7
C33
C34
C35
C36
C37
C38
C39
C40
8
C41
C42
C43
C44
C45
C46
C47
C48
9
C49
C50
C51
C52
C53
C54
C55
C56
10
C57
C58
C59
C60
C61
C62
C63
C64
11
C65
C66
C67
12
…
R3: kontrol negatif; R4a: kontrol positif; S6, S5, S4, S3, S2, S1: standar kuantifikasi;C1 – C67: sampel
Gambar 4 Disain penempatan kontrol, standar, dan sampel untuk uji kuantitas
Langkah berikutnya adalah ditambahkan 100 µl konjugat pada setiap
sumur mikroplat dan ditutup kembali dengan adhesive film. Diinkubasi kembali
dalam inkubator selama 60 menit pada suhu 37 ºC. pada saat inkubasi sudah
mencapai waktu 60 menit, mikroplat dikeluarkan dari inkubator dan adhesive film
dilepaskan kembali untuk dilakukan pencucian dengan wash solution. Pencucian
tahap kedua dilakukan sebanyak lima kali. Pada tahapan berikutnya adalah dengan
12
penambahan 100 µl enzim untuk masing-masing sumur mikroplat. Inkubasi ketiga
dilakukan pada suhu ruang selama 30 menit dalam kondisi ruang gelap. Setelah 30
menit inkubasi dilakukan penambahan stop solution dan mikroplat siap
dimasukkan dalam ELISA reader. Hal ini untuk mengukur fotometrik dari
masing-masing sampel sehingga dapat dibaca secara kuantitas hasil pengujia titer
antibodi terhadap rabies.
Prosedur Analisis Data
Data penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis statistik
deskriptif khi-kuadrat dan statistik regresi logistik dengan bantuan software SPSS.
Analisis regresi logistik berganda dengan membangkitkan kembali data sebanyak
5000 kali untuk melihat pengaruh beberapa faktor vaksinasi yang signifikan
secara bersamaan terhadap munculnya titer antibodi.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hewan kesayangan berupa kucing yang diimpor ke Indonesia dalam periode
waktu empat bulan mulai dari Juni hingga September 2014 sebanyak 67 ekor yang
berasal dari 20 negara. Seluruh hewan yang dimasukkan tersebut diambil sampel
darah untuk dilakukan pengujian laboratorium guna melihat secara kuantifikasi
titer antibodi terhadap rabies. Pengukuran kuantifikasi titer antibodi terhadap
rabies selanjutnya dikategorikan kedalam tingkat perlindungan/kekebalan yaitu
titer protektif dan titer tidak protektif terhadap penyakit rabies. Gambar 5
menunjukkan jumlah pemasukan kucing ke Indonesia melalui Bandar udara
Soekarno Hatta, Jakarta selama periode penelitian.
29
30
25
17
Jumlah
20
15
12
ekor
9
10
5
0
Juni
Gambar 5
Juli
Agustus
September
Jumlah kucing yang masuk ke Indonesia melalui Bandar udara
Soekarno Hatta, Jakarta pada periode penelitian
13
Berdasarkan data kusioner yang dihimpun dari pengimpor kucing pada
periode tersebut diketahui penyebab perbedaan volume impor kucing. Jumlah
kucing yang diimpor sangat dipengaruhi oleh mobilitas manusia yang melakukan
perjalanan dengan membawa hewan kesayangannya. Faktor lain yang
mempengaruhi jumlah impor kucing ke Indonesia adalah permintaan pasar hewan
kesayangan di Indonesia terhadap kucing berbagai ras. Kedua hal ini yang
menjadi alasan dasar mobilitas kucing sebagai hewan kesayangan masuk ke
Indonesia, disamping adanya faktor lain berupa festival atau kontes hewan
kesayangan. Pada periode penelitian, jenis ras kucing yang diimpor sangat
beragam dengan kuantitas yang sangat bervariasi.
Pengaruh Faktor Umur terhadap Titer Antibodi
Kuantifikasi titer antibodi terhadap rabies pada kucing impor berdasarkan
faktor umur dikategorikan dalam dua kelompok umur yaitu, kelompok umur
kurang dari dan/atau enam bulan dan umur lebih dari enam bulan. Kucing yang
diimpor selama periode Juni – September 2014 sebagian besar adalah berumur
lebih dari enam bulan yaitu sebanyak 56 ekor (83.6%). Pada kelompok hewan
yang berumur kurang dari dan/atau enam bulan lebih banyak yang memiliki titer
antibodi tidak protektif yaitu sebesar 54.5% dibandingkan dengan yang memiliki
titer protektif. Hal sebaliknya terjadi pada kelompok hewan yang berumur lebih
dari enam bulan, yang memiliki titer antibodi protektif jauh lebih besar
persentasenya yaitu 78.6% dibandingkan dengan titer yang tidak protektif, seperti
yang ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3
Umur
≤ 6 bulan
> 6 bulan
Jumlah
Kelompok faktor umur kucing terhadap titer antibodi
Titer antibodi
< 0.5 IU/ml
≥ 0.5 IU/ml
(tidak protektif)
(protektif)
6 (54.5%)
5 (45.5%)
12 (21.4%)
44 (78.6%)
18 (26.9%)
49 (73.1%)
Jumlah
11 (16.4%)
56 (83.6%)
67 (100%)
Hewan yang divaksinasi berumur kurang dari enam bulan dan lebih dari
lima tahun memiliki kecenderungan pembentukan antibodi yang kurang optimal
dibandingkan dengan hewan yang telah berumur enam bulan hingga lima tahun
(Berndtsson et al. 2011).
Pengaruh Faktor Status Negara terhadap Titer Antibodi
Hasil pengujian titer antibodi dari kucing yang diimpor, dianalisis
berdasarkan status negara asal dengan mengacu pada Wahid interface OIE (2014).
Titer antibodi protektif lebih tinggi pada kelompok kucing yang berasal dari
negara endemik rabies dibandingkan dengan yang berasal dari negara bebas rabies.
Persentase kucing yang memiliki titer antibodi protektif terhadap rabies dari
negara endemik rabies sebesar 82.6%, sedangkan yang titer antibodinya tidak
14
protektif hanya 17.4%. Pada kelompok kucing yang berasal dari negara berstatus
bebas rabies, perbandingan antara titer antibodi yang protektif dan yang tidak
protektif tidak berbeda jauh. Kucing dengan titer antibodi protektif terhadap rabies
sebesar 52.4% dan yang tidak protektif terhadap rabies sebesar 47.6%, dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4
Kelompok faktor status negara asal kucing terhadap titer antibodi
Status
negara
Bebas
Endemik
Jumlah
Titer antibodi
< 0.5 IU/ml
≥ 0.5 IU/ml
(tidak protektif)
(protektif)
10 (47.6%)
11 (52.4%)
8 (17.4%)
38 (82.6%)
18 (26.9%)
49 (73.1%)
Jumlah
21 (31.3%)
46 (68.7%)
67 (100%)
Pada umumnya negara endemis rabies, pemerintahnya telah menetapkan
program pengendalian dan pemberantasan melalui vaksinasi. Pelakasanaan
vaksinasi dengan cakupan populasi yang luas sangat penting diupayakan untuk
perlindungan kesehatan hewan sekaligus peningkatan kesehatan masyarakat (Roth
2011). Vaksinasi yang dijalankan secara teratur dapat mempengaruhi respons
sistem kekebalan yang lebih optimal. Vaksinasi pada negara asal hewan juga
mempunyai peran dalam mempengaruhi respon imun (Mansfield et al. 2004).
Pengaruh Faktor Rute Aplikasi Vaksin terhadap Titer Antibodi
Berdasarkan data yang didapatkan dari riwayat vaksninasi kucing yang
diimpor dapat dibedakan aplikasi vaksin berdasarkan rute vaksinasinya menjadi
dua yaitu, intramuskular (IM) dan subkutan (SC). Tabel 5 menunjukkan bahwa
perbedaan atau selang persentase antara titer antibodi yang protektif dan yang
tidak protektif, lebih besar pada rute aplikasi vaksin secara SC daripada IM.
Persentase titer antibodi protektif dari rute aplikasi vaksin secara SC sebesar
87.5%, sedangkan yang menunjukkan titer antibodi tidak protektif hanya sebesar
12.5%. Pada kelompok kucing yang divaksinasi secara IM, memperlihatkan titer
antibodi yang protektif sebesar 65.1% dan yang tidak protektif sebesar 34.9%.
Tabel 5
Rute aplikasi
vaksin
Intramuskular
Subkutan
Jumlah
Kelompok faktor rute aplikasi vaksin terhadap titer antibodi
Titer antibodi
< 0.5 IU/ml
≥ 0.5 IU/ml
(tidak protektif)
(protektif)
15 (34.9%)
28 (65.1%)
3 (12.5%)
21 (87.5%)
18 (26.9%)
49 (73.1%)
Jumlah
43 (64.2%)
24 (35.8%)
67 (100%)
Menurut Aubert yang dikutip Cahyono (2009), vaksinasi yang
diaplikasikan secara IM akan menimbulkan titer yang lebih cepat muncul, namun
onset-nya akan lebih cepat hilang apabila dibandingkan dengan vaksin yang
diaplikasikan secara
SC. Rute aplikasi vaksin dengan injeksi SC akan
15
menyebabkan terbentuknya depo sehingga vaksin dilepaskan secara perlahan
didalam tubuh.
Pengaruh Faktor Jenis Kelamin terhadap Titer Antibodi
Hasil pengujian titer antibodi terhadap rabies dari kucing yang diimpor
dikelompok berdasarkan jenis kelamin. Pada kucing jantan lebih banyak yang
memiliki titer antibodi protektif terhadap rabies dibandingkan dengan yang tidak
protektif. Begitu juga dengan titer antibodi yang dimiliki kucing betina.
Persentase titer antibodi yang protektif pada kucing jantan sebesar 80% dan 20%
menunjukkan titer antibodi yang tidak protektif. Kelompok kucing betina yang
memiliki titer antibodi protektif sebesar 67.6% sedangkan yang tidak protektif
sebesar 32.4%. Persentase protektifitas terhadap rabies berdasarkan jenis kelamin
ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 6
Jenis
kelamin
Betina
Jantan
Jumlah
Kelompok faktor jenis kelamin terhadap titer antibodi
Titer antibodi
< 0.5 IU/ml
≥ 0.5 IU/ml
(tidak protektif)
(protektif)
12 (32.4%)
25 (67.6%)
6 (20%)
24 (80%)
18 (26.9%)
49 (73.1%)
Jumlah
37 (55.2%)
30 (44.8%)
67 (100%)
Pengaruh Faktor Jarak Pengujian terhadap Titer Antibodi
Data yang diperoleh selama masa pengamatan terhadap kucing impor
terkait interval waktu vaksinasi dengan pengambilan serum darah dikategorikan
dalam kelompok kurang dari satu bulan dan kelompok lebih dari dan/atau satu
bulan. Pada Tabel 7 memperlihatkan bahwa pada kelompok lebih dari satu bulan
jarak pengujiannya sangat mendominasi. 67 sampel yang telah diuji titer
antibodinya terhadap rabies, hanya ada dua sampel yang jarak pengujiannya
kurang dari satu bulan, dan keduanya (100%) memperlihatkan titer antibodi yang
tidak protektif. Pada jarak pengujian lebih dari dan/atau satu bulan menunjukkan
bahwa 75.5% protektif sedangkan yang tidak protektif sebesar 24.5%.
Tabel 7
Jarak
pengujian
DIMASUKKAN KE WILAYAH INDONESIA MELALUI
BANDAR UDARA INTERNASIONAL SOEKARNO HATTA
ANES DONI KRISWITO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Efektifitas Vaksinasi
Rabies pada Kucing yang Dimasukkan ke Wilayah Indonesia Melalui Bandar
Udara Internasional Soekarno Hatta adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Anes Doni Kriswito
NIM B251130244
RINGKASAN
ANES DONI KRISWITO. Efektifitas Vaksinasi Rabies pada Kucing yang
Dimasukkan ke Wilayah Indonesia Melalui Bandar Udara Internasional Soekarno
Hatta. Dibimbing oleh DENNY W. LUKMAN dan RETNO D. SOEJOEDONO.
Rabies merupakan penyakit yang mempunyai nilai strategis dalam
pengendaliannya. Kasus rabies terjadi di lebih dari 150 negara dan lebih dari
55000 orang per tahun meninggal karena rabies, terutama diberbagai negara
berkembang di Asia dan Afrika. Peningkatan mobilitas hewan penular rabies
(HPR) antar negara membawa konsekuensi terhadap peningkatan risiko penularan
penyakit hewan (rabies). Menurut data hasil survei kasus rabies di USA tahun
2008-2009 yang dipublikasikan oleh Centers for Disease Control and Prevention
(CDC), kasus rabies lebih banyak terjadi pada kucing daripada anjing.
Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan kajian seksama terhadap titer antibodi
rabies pada kucing yang diimpor. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasikan hubungan antara hasil pemeriksaan titer antibodi terhadap
rabies dengan faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya.
Studi ini dilaksanakan dengan menggunakan kajian lintas seksional
terhadap kucing impor pada periode bulan Juni - September 2014 di instalasi dan
laboratorium Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno Hatta, Bandar Udara
Internasional Soekarno Hatta. Studi dilakukan melalui pengujian titer antibodi
sebagai peubah terikat dengan uji indirect ELISA menggunakan kit yang telah
mendapat persetujuan Office International des Epizooties (OIE). Pengumpulan
informasi untuk faktor risiko potensial sebagai peubah bebas dikumpulkan dari
setiap kucing impor melalui pemeriksaan dokumen (international veterinary
certificate, passpor hewan dan buku vaksinasi) dan kuisioner. Hubungan peubah
terikat dan peubah bebas dianalisis secara statistik deskriptif dan regresi logistik.
Hasil pengujian titer antibodi terhadap 67 kucing yang diimpor
menunjukkan persentase titer protektif (≥0.5 IU/ml) sebesar 91.8%. Hasil studi
yang menarik adalah kucing-kucing yang berasal dari negara berstatus endemik
menunjukkan tingkat protektifitas yang lebih baik dibandingkan dengan yang
berasal dari negara bebas rabies. Peubah bebas yang berpeluang sebagai faktor
pengaruh potensial untuk keberhasilan vaksinasi rabies pada kucing antara lain,
umur lebih dari 6 bulan, hewan berasal dari negara endemik, rute aplikasi vaksin
secara subkutan, dan jarak pengujian yaitu interval waktu antara pengambilan
sampel serum dengan waktu vaksinasi lebih dari satu bulan serta ulangan
vaksinasi yang lebih dari satu kali. Berdasarkan hasil regresi logistik, penelitian
ini menyimpulkan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan titer
antibodi yang protektif pada kucing dari luar negeri yang dimasukkan melalui
Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta adalah: rute aplikasi vaksin dan jarak
pengujian (interval waktu pengambilan sampel serum dengan waktu vaksinasi).
Kata kunci: endemik, rabies, subkutan, titer antibodi
SUMMARY
ANES DONI KRISWITO. Effectiveness of Rabies Vaccination on Cats Imported
into Republic of Indonesia through Soekarno Hatta International Airport.
Supervised by DENNY W LUKMAN and RETNO D SOEJOEDONO.
Rabies is a zoonotic disease that has a strategic value in control. Rabies
cases are occured in more than 150 countries, over 55000 people die of the disease
annualy, mainly in the developing Asian and African countries. The increased
mobility of the animals transmitting rabies inter-states had brought the
consequence of the increased risk of transmission of animal diseases (rabies).
According to the survey data of rabies cases in the USA in 2008-2009, published
by the Centers for Disease Control and Prevention (CDC), rabies was more
common in cats than in dogs. Based on this, it was needed to be examined rabies
antibody titers in imported cats. The purpose of this study was to identify the
association between the results of the rabies antibody titer and the factors that
could influence it.
The study was conducted by using a cross-sectional study towards cats
imported in the period of June - September 2014. The study was carried out by
measuring antibody titer as a bound variables using indirect ELISA test and kit
that is approved by the World Organization for Animal Health (OIE). The
collection of information for potential risk factors as independent variables were
collected from data of each cat imported through inspection of documents
(international veterinary certificate, animal passports and vaccination book) and
questionnaires. Association between bound variables and independent variables
was analyzed descriptively and using logistic regression analyzed.
The antibody titers test results of 67 cats that were imported showed the
percentage of protective titers (≥0.5 IU / ml) of 91.8%. This study found that the
cats originated from the endemic countries had the protective level better than
rabies free countries. The potential factors influencing the protective titers of
rabies of rabies in cats involved age of more than six months, rabies infected
countries, vaccination route of subcutaneous, time interval between time of serum
sampling and vaccination, and booster. The conclusion of this research was based
on logistic regression analysis, the factors that influence the formation of a
protective antibody titers in cats from abroad that entered through Soekarno Hatta
International Airport, that was: the application of vaccines and test distance
(serum sampling time interval to the time of vaccination).
Key words: antibody titer, endemic, rabies, subcutaneous
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
EFEKTIFITAS VAKSINASI RABIES PADA KUCING YANG
DIMASUKKAN KE WILAYAH INDONESIA MELALUI
BANDAR UDARA INTERNASIONAL SOEKARNO HATTA
ANES DONI KRISWITO
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji luar komisi pada ujian tesis: Dr Ir Etih Sudarnika, MSi
Judul Tesis : Efektifitas Vaksinasi Rabies pada Kucing yang Dimasukkan ke
Wilayah Indonesia Melalui Bandar Udara Internasional Soekarno
Hatta
Nama
: Anes Doni Kriswito
NIM
: B251130244
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr med vet Drh Denny W Lukman, MSi
Ketua
Prof Dr Drh Retno D Soejoedono, MS
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Kesehatan Masyarakat Veteriner
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr med vet Drh Denny W Lukman, MSi
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 3 Februari 2015
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni hingga September
2014 ini ialah faktor risiko vaksinasi, dengan judul Efektifitas Vaksinasi Rabies
pada Kucing yang Dimasukkan ke Wilayah Indonesia Melalui Bandar Udara
Soekarno Hatta Jakarta.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr med vet drh Denny W
Lukman, MSi dan Ibu Prof Dr drh Retno D Soejoedono, MS selaku pembimbing,
yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada Ibu Ir. Banun Harpini, MSc, Bapak drh. Mulyanto, MM, dan
Bapak drh. Sujarwanto, MM dari Badan Karantina Pertanian yang telah
memberikan motivasi dan kesempatan untuk menempuh pendidikan S2. Penulis
juga sampaikan terima kasih kepada Bapak Dr Ir H M. Mussyafak Fauzi, SH,.MSi
sebagai Kepala Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno Hatta, beserta staf
Bidang Karantina Hewan dan laboran Balai Besar Karantina Pertanian yang telah
membantu selama pengumpulan data. Penulis merasa bahagia berkesempatan
menyelesaikan pendidikan S2 bersama dengan 19 orang sahabat yang tergabung
dalam mahasiswa KMV 2013, yang senantiasa saling mendukung dan
memotivasi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu, ayah, istri dan
anak-anakku, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan
dan perkarantinaan hewan di Indonesia.
Bogor, Februari 2015
Anes Doni Kriswito
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xii
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
1
1
2
2
2 TINJAUAN PUSTAKA
Etiologi
Vaksinasi Rabies
Pengukuran Antibodi terhadap Rabies
Pengujian Titer Antibodi
Prosedur Importasi Kucing
2
3
3
4
4
5
3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan dan Alat
Kerangka Penelitian
Teknik Pengambilan Data
Pengambilan Sampel Darah
Pengujian Titer Antibodi
Prosedur Analisis Data
6
8
8
8
9
9
9
12
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Faktor Umur terhadap Titer Antibodi
Pengaruh Faktor Status Negara terhadap Titer Antibodi
Pengaruh Faktor Rute Aplikasi Vaksin terhadap Titer Antibodi
Pengaruh Faktor Jenis Kelamin terhadap Titer Antibodi
Pengaruh Faktor Jarak Pengujian terhadap Titer Antibodi
Pengaruh Faktor Ulangan Vaksinasi terhadap Titer Antibodi
Penilaian Kandidat Faktor Risiko Pembentukan Titer Antibodi
Faktor-faktor Efektifitas Vaksinasi Rabies terhadap Titer Antibodi
Reverse-genetic sebagai Paradigma Baru Vaksinasi Rabies
12
13
13
14
15
15
16
16
19
21
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
22
22
22
DAFTAR PUSTAKA
22
LAMPIRAN
25
RIWAYAT HIDUP
37
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Definisian operasional penelitian
Pembuatan standar kuantifikasi
Kelompok faktor umur kucing terhadap titer antibodi
Kelompok faktor status negara asal kucing terhadap titer antibodi
Kelompok faktor rute aplikasi vaksin terhadap titer antibodi
Kelompok faktor jenis kelamin terhadap titer antibodi
Kelompok faktor jarak pengujian terhadap titer antibodi
Kelompok faktor ulangan vaksinasi terhadap titer antibodi
Penilaian kandidat faktor risiko terhadap pembentukan titer antibodi
Nilai OR faktor-faktor vaksinasi terhadap titer antibodi berdasarkan
analisis regresi logistik
7
11
13
14
14
15
15
16
17
20
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
Struktur dasar dan komposisi virus rabies
Hubungan peubah bebas dan peubah terikat
Platelia TM rabies II sebagai kit ELISA
Disain penempatan kontrol, standar dan sampel untuk uji kuantitas
Jumlah kucing yang masuk ke Indonesia melalui Bandar udara
Soekarno Hatta, Jakarta pada periode penelitian
3
8
10
11
12
DAFTAR LAMPIRAN
1 Rekapitulasi data kucing impor selama periode 1 Juni – 30 September
2 Daftar negara berdasarkan situasi rabies menurut World animal health
information database interface, OIE
3 Contoh sertifikat kesehatan hewan dari negara asal hewan
4 Contoh hasil pemeriksaan titer antibodi terhadap rabies
5 Contoh lembar catatan vaksinasi rabies
6 Contoh sertifikat pelepasan karantina hewan
25
28
33
34
35
36
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rabies merupakan penyakit yang mempunyai nilai strategis dalam
pengendaliannya. Rabies sebagai salah satu penyakit zoonotik tertua yang hingga
saat ini masih menyebabkan kematian tinggi pada manusia. Kasus rabies terjadi di
lebih dari 150 negara dan di semua benua, kecuali benua antartika. Lebih dari
55000 orang per tahun diperkirakan meninggal karena rabies (Schnell et al. 2010).
Penyakit Rabies juga dikenal sebagai penyakit culdesak (berakhir pada manusia
penularannya). Rabies adalah isu global yang mempunyai dampak sosio-ekonomi
yang sangat besar karena terkait dengan ketentraman batin dan pendapatan suatu
daerah/negara dari sektor pariwisata.
Seiring dengan kemajuan teknologi dan pemanfaatan dibidang transportasi
menyebabkan mobilitas manusia dan hewan antar negara semakin tinggi.
Peningkatan mobilitas hewan penular rabies (HPR) antar negara membawa
konsekuensi terhadap peningkatan risiko penularan penyakit hewan (rabies).
Upaya meminimalisasi risiko masuknya rabies dari luar negeri dilakukan dengan
pengkarantinaan di border (wilayah kepabeanan tempat pemasukan importasi).
Pelaksanaan berbagai program pemberantasan dan pencegahan rabies dari
luar negeri meliputi vaksinasi, eliminasi hewan carrier, pembatasan lalu lintas,
pengujian laboratorium dalam surveilans dan pengkarantinaan hewan. Masingmasing negara melaksanakan tindakan karantina terhadap lalu lintas HPR impor
sesuai dengan ketentuan yang berlaku secara internasional dan kebijakan dalam
negerinya.
Tahun 2013 tercatat impor kucing sebagai salah satu HPR sebanyak 393
ekor dengan frekuensi sebanyak 250 kali (BBKP Soekarno Hatta 2014). Menurut
data hasil survei kasus rabies di USA tahun 2008-2009 yang dipublikasikan oleh
Centers for Disease Control and Prevention (CDC), lebih banyak pada kucing
daripada anjing. Kasus rabies tahun 2008 pada kucing sebanyak 294 kasus dan 75
kasus pada anjing. Data tahun 2009 menunjukkan kasus rabies pada kucing
sebanyak 300 kasus dan 81 kasus pada anjing (CDC 2010).
Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan kajian seksama terhadap titer
antibodi rabies pada HPR (kucing) yang diimpor dari luar negeri baik yang
berstatus bebas rabies maupun endemis rabies. Titer antibodi rabies merupakan
jaminan terhadap kebenaran sertifikat vaksinasi yang disertakan bersama hewan
bersangkutan disaat kedatangan. Kondisi ini dapat menggambarkan keberhasilan
atau kegagalan vaksinasi yang dilakukan di negara asal HPR.
Perumusan Masalah
Sampai dengan saat ini belum ada data penelitian ilmiah yang dapat
menggambarkan efektifitas vaksinasi rabies pada hewan kucing yang diimpor dari
luar negeri ke wilayah Indonesia dengan menggunakan transportasi udara.
Disamping itu, negara asal (pengekspor) kucing sangat beragam dan belum
diketahui secara pasti penanganan kesehatan kucing yang diekspor ke Indonesia.
Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk menggambarkan hubungan
2
antara pemeriksaan titer antibodi terhadap rabies dengan faktor-faktor yang
mempengaruhinya sehingga dapat dilihat efektifitas vaksinasinya.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasikan hubungan antara hasil
pemeriksaan titer antibodi terhadap rabies dengan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhinya pada kucing yang diimpor dari luar negeri melalui Bandar
Udara Internasional Soekarno Hatta.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan gambaran hasil vaksinasi
rabies pada kucing yang dilalulintaskan dari luar negeri ke wilayah Indonesia.
Dengan demikian, data yang didapatkan bisa digunakan sebagai referensi bagi
Karantina Hewan untuk menentukan tindakan-tindakan yang diperlukan dalam
mengantisipasi masuk dan menyebarnya rabies dari importasi kucing.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Etiologi
Penyakit rabies dikenal juga dengan nama lyssa, tollwut, rage dan
hydrophobia. Rabies merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus yang
menyerang susunan syaraf pusat dan bersifat zoonotik. Agen penyebab penyakit
rabies adalah virus neurotropik yang dikelompokkan dalam famili Rhabdoviridae,
genus Lyssavirus (Fischer et al. 2014). Rabies merupakan salah satu penyakit
viral ensefalomielitis yang mempunyai ancaman berbahaya dengan case fatality
rate dapat mencapai 100% setelah muncul gejala klinis (Rupprecht 2007).
Penularan virus rabies terjadi melalui gigitan dari hewan penderita rabies yang
menyebabkan deposit virus pada air liur (saliva) masuk ke dalam luka gigitan.
Virus rabies menyebabkan terjadinya neurotropik yang sangat tinggi dengan
periode inkubasinya sangat bervariasi sesuai dengan jarak lokasi gigitan dan
susunan syaraf pusat. Virus menginfeksi syaraf peripheral dan bergerak naik ke
akar ganglion bagian dorsal (Hicks et al. 2012)
Spesies dari genus Lyssavirus antara lain: virus kelelawar Lagos (LBV),
virus Mokola (MOKV), virus Duvenhage (DUVV), virus kelelawar Eropa tipe 1
dan 2 (EBLV-1 & -2), virus kelelawar Australia (ABLV), virus Aravan (ARAV),
virus Khujand (KHUV), virus Irkut (IRKV), virus kelelawar West Caucasian
(WCBV), dan virus kelelawar Shimoni (SHIBV). Dua virus yang paling sering
ditemukan saat ini adalah virus kelelawar Bokeloh (BBLV) dan virus Ikoma
(IKOV), yang telah diakui sebagai spesies baru dan sedang menunggu hasil
ratifikasi yang dilakukan oleh Komite Internasional Taksonomi Virus (Fischer et
al. 2014).
3
Rhabdovirus merupakan virus dengan panjang kira-kira 180 nm dan lebar
75 nm. Genom rabies mempunyai 5 jenis protein : nukleoprotein (N), fosfoprotein
(P), protein matrik (M), glikoprotein (G) dan polimerase (L). Semua Rhabdovirus
mempunyai komponen struktur helical ribonucleoprotein core (RNP) dan amplop
di sekelilingnya. Pada RNP, RNA dilekatkan oleh nukleoprotein. Protein virus
lainnya yaitu phosphoprotein dan protein besar (Lprotein atau polimerase)
berhubungan dengan RNP. Bentuk glikoprotein rata-rata terdiri dari 400 trimeric
spike yang melekat di permukaan virus. Protein M dihubungkan dengan amplop
dan RNP atau protein pusat Rhabdovirus. Struktur dasar dan komposisi virus
rabies dapat dilihat pada Gambar 1 (Sugiyama dan Ito 2007).
Envelope
(membrane)
Matrix protein
Glycoprotein
Ribonucleoprotein
Gambar 1 Struktur dasar dan komposisi virus rabies
Rhabdovirus merupakan virus RNA utas tunggal berpolaritas negatif.
Materi genetik berupa RNA tidak dapat berfungsi sebagai messenger RNA
(mRNA). Morfologi virus ini berbentuk batang dan pada salah satu bagian
ujungnya melengkung sehingga sering dikatakan seperti bentuk peluru. Amplop
ini berpengaruh terhadap sifat infektifitasnya, sedangkan RNA dan
nukleoplasmidnya tidak infektif (Soedijar dan Dharma 2005).
Vaksinasi Rabies
Vaksin rabies yang digunakan pada hewan dikelompokkan menjadi dua
jenis yaitu live vaccine dan killed vaccine atau vaksin inaktif. Pada umumnya
vaksin rabies yang digunakan saat ini adalah jenis vaksin inaktif. Vaksin inaktif
adalah vaksin yang dibuat dari mikroorganisme yang telah diinaktifkan tetapi
tetap bersifat imunogenik. Vaksin jenis ini biasanya dikemas dalam cairan
adjuvan sehingga partikel vaksin dikeluarkan secara lamban dan dalam waktu
yang lama (Wibawan dan Soejoedono 2013). Vaksin rabies mempunyai durasi
imunitas sekitar 3 tahun dengan perkiraan tingkat proteksi relatif sebesar 85%.
Beberapa penyebab kegagalan vaksinasi dalam pembentukan antibodi antara lain
adalah keberadaan imunitas secara pasif (antibodi maternal), mundurnya respon
sistem kekebalan, imunogenitas vaksin yang lemah, ketidakmampuan genetik
untuk merespon antigen dalam vaksin, kejadian imunosupresi, dan inefektifitas
vaksin itu sendiri (Schultz 2000).
Menurut Roth (2007) faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan durasi
imunitas pada hewan antara lain: vaksin yang digunakan, kondisi hewan dan
faktor patogenitas virus yang menginfeksi. Nash (2008) menegaskan bahwa
4
adanya antibodi maternal, jarak waktu vaksinasi dan paparan antigen, kerusakan
vaksin, aplikasi vaksinasi yang kurang tepat, jadwal vaksinasi yang kurang tepat,
variasi ras, imunosupresi atau imunodefisiensi, dan defisiensi nutrisi dapat
berpengaruh terhadap kurang optimalnya vaksinasi.
Pengukuran Antibodi terhadap Rabies
Diagnosa rabies yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) dan Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) adalah direct fluorescent
antibody test (dFAT). Metode dFAT digunakan untuk mendeteksi keberadaan
antigen (Lyssavirus) dari spesimen otak sehingga digunakan dalam kondisi postmortem. Pengujian dFAT memiliki keterbatasan atau tidak dapat digunakan untuk
diagnosa rabies dari spesimen non-neural seperti cairan cerebrospinal, biopsi kulit,
dan air liur (Dürr et al. 2008).
Metode pengukuran antibodi terhadap rabies dapat dilakukan dengan
metode pengujian enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) yang relatif lebih
cepat untuk pengujian dengan jumlah sampel banyak dan sekaligus. Kekurangan
dari metode ELISA adalah sensitifitas yang rendah dibandingkan dengan uji SNT
(serum neutralization test).
Titer antibodi protektif bagi hewan dan manusia dinyatakan dengan
besaran 0.5 IU/ml untuk sampel individu atau 0.1 IU/ml untuk serum sampel
kelompok. Menurut WHO, pengujian untuk pengukuran titer antibodi rabies
disarankan menggunakan mouse neutralization test (MNT) dan plaque reduction
test (PRT), sedangkan OIE telah menetapkan metode rapid fluorescent focus
inhibition test (RFFIT) sebagai uji standar dalam pengukuran titer antibodi rabies.
Uji SNT merupakan uji yang paling spesifik untuk pendeteksian antibodi rabies.
Titik kritis uji SNT adalah pada kemampuan penggunaan sel yang sensitif untuk
pertumbuhan virus rabies dan menunjukkan kerusakan sitopatik pada myeloneuroblastoma (sel MNA) setelah inkubasi selama tiga hari (Soedijar dan Dharma
2005).
Metode pengukuran antibodi dengan menggunakan tingkat kekebalan
selular dapat dilakukan dengan uji sitotoksisitas. Metode uji ini untuk mengukur
efek sitostatik antibodi atau sel efektor (limfosit). Limfosit sel T sitotoksik
memegang peran penting dalam regulasi respon imun. Pengujian untuk deteksi
keberadaan virus rabies dapat menggunakan direct rapid immunohistochemical
test (dRIT). Penggunaan pengujian dRIT di Tanzania telah menunjukkan
sensitifitas dan spesifisitas yang mencapai 100% dibandingkan dengan uji standar
yaitu direct fluorescent antibody test (dFAT) sebagai gold standard atau uji yang
direkomendasikan oleh WHO (Dürr et al. 2008).
Pengujian Titer Antibodi
Pada penelitian ini pemeriksaan titer antibodi terhadap virus rabies
dilakukan dengan menggunakan metode ELISA. Metode ELISA ini sesuai dengan
rekomendasi OIE tahun 2008 dalam Manual of Standards for Diagnositic Test
and Vaccines. Metode ELISA juga mempunyai spesifisitas yang baik dan sesuai
5
penggunaannya sebagai metode uji cepat titer antibodi yang memerlukan waktu
sekitar 4 jam. Salah satu kit ELISA rabies yang telah mendapat persetujuan dari
OIE adalah Platelia™ RABIES II kit untuk pengukuran titer antibodi kucing dan
anjing. Penggunaan kit ELISA tersebut terutama ditujukan untuk pemenuhan
regulasi mobilitas atau perdagangan internasional hewan (kucing dan anjing)
terkait tingkat kekebalan terhadap rabies. Sensitifitas dan spesifisitas kit tersebut
pada pengujian titer antibodi kucing secara berurut adalah 81.8% dan 98.2%
dengan tingkat kepercayaan (CI) 95% (OIE, 2007).
Titer serum ditentukan berdasarkan optical density (OD) dalam bentuk
ekuivalen unit (EU) terhadap serum standar OIE. Hasil titer yang protektif
ditunjukkan dengan nilai ≥0.6 EU/ml yang nilainya ekuivalen dengan ≥0.5 IU/ml
sebagai standar protektif titer antibodi menurut OIE, sedangkan nilai hasil yang
sebaliknya akan dianggap tidak protektif.
Prosedur Importasi Kucing
OIE telah mengeluarkan rekomendasi untuk importasi hewan yang
berpotensi dalam penyebaran virus rabies secara global sebagai dampak dari
perdagangan internasional. Rekomendasi tersebut tertuang dalam Terrestrial
Animal Health Code (TAHC) yang senantiasa diperbaharui berdasarkan kajian
ilmiah. Rabies secara spesifik dibahas pada TAHC volume 8 tahun 2014 chapter
8.12. Rekomendasi terkait dengan importasi hewan yang dapat berpeluang sebagai
penyebaran virus rabies secara detail sebagai berikut :
1) Kucing yang diimpor dari Negara bebas rabies, di dalam international
veterinary certificate harus diterangkan bahwa hewan tidak menunjukkan
gejala klinis rabies sebelum dan/atau saat akan diberangkatkan (dikirim).
Hewan sejak lahir atau minimal 6 bulan sebelum pemberangkatan berada
pada negara bebas rabies.
2) Kucing yang diimpor dari Negara endemik rabies harus sehat atau dinyatakan
tidak menunjukkan adanya gejala klinis rabies pada saat akan diberangkatkan.
Hewan seharusnya dipasang identitas (microchip) dan angka identitasnya
dicantumkan dalam international veterinary certificate. Hewan divaksinasi
atau divaksinasi ulang sesuai dengan rekomendasi dari produsen vaksin.
Vaksin yang digunakan seharusnya diproduksi dan digunakan sesuai dengan
Terrestrial manual yang ditetapkan oleh OIE. pengujian titer antibodi
dilakukan tidak kurang dari 3 bulan dan tidak lebih dari 12 bulan sebelum
diberangkatkan dan menunjukkan hasil protektif minimum 0.5 IU/ml.
Pemerintah Indonesia sebagai negara anggota World Trade Organization
(WTO) telah menetapkan regulasi importasi HPR sesuai dengan SPS measure.
Regulasi importasi HPR tertuang dalam Surat Keputusan Kepala Badan Karantina
Pertanian Nomor 344.b/kpts/PD.670.370/L/12/06 tentang Petunjuk Teknis
Persyaratan dan Tindakan Karantina Hewan terhadap Lalulintas Pemasukan
Hewan Penular Rabies (anjing, kucing, kera, dan hewan sebangsanya).
Persyaratan dan tindakan yang diberlakukan oleh pemerintah Indonesia terkait
importasi kucing adalah hewan dalam kondisi sehat atau tidak menunjukkan
gejala klinis rabies dan disertai kelengkapan dokumen yang meliputi :
6
1) Sertifikat kesehatan hewan yang diterbitkan oleh pejabat berwenang di negara
asal dan negara transit;
2) Surat persetujuan pemasukan dari Direktorat Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan;
3) Paspor hewan atau surat keterangan identitas hewan dalam bahasa Inggris
yang dikeluarkan oleh dokter hewan berwenang di negara asal yang memuat
antara lain telah berada atau dipelihara sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan di
negara asal sebelum diberangkatkan, dan hewan sekurang-kurangnya telah
berumur 6 (enam) bulan serta tidak dalam keadaan bunting umur 6 (enam)
minggu atau lebih, dan atau hewan tersebut tidak sedang menyusui pada saat
diberangkatkan. Paspor hewan mencantumkan informasi sekurang-kurangnya
jenis hewan, bangsa, jenis kelamin, warna bulu, umur/tanggal lahir dan
penanda identitas; atau
4) Penanda identitas permanen dengan identifikasi elektronik (microchip). Bila
microchip yang digunakan tidak sesuai dengan alat baca pada
pelabuhan/bandara pemasukan, maka pemilik atau kuasa pemilik harus
menyediakan sendiri perangkat alat baca untuk microchip tersebut.
5) Hewan yang akan masuk ke wilayah/daerah bebas rabies di Indonesia
diberangkatkan langsung dari negara bebas rabies. Apabila harus transit maka
harus ada persetujuan dari Menteri Pertanian cq. Dirjen Peternakan dan
Kesehatan Hewan serta keterangan yang diberikan oleh otoritas veteriner di
negara transit;
6) Surat keterangan vaksinasi bagi negara yang melaksanakan vaksinasi, yang
menerangkan bahwa vaksinasi menggunakan vaksin inaktif, yang diberikan
pada:
a. hewan yang divaksinasi pertama kali (primer), sekurang-kurangnya 6
bulan dan tidak lebih dari 1 tahun sebelum diberangkatkan yang
diberikan pada saat hewan berumur minimal 3 bulan;
b. hewan yang divaksinasi ulang/booster, sekurang-kurangnya 1 bulan atau
tidak lebih dari 1 tahun sebelum diberangkatkan;
7) Surat keterangan hasil pemeriksaan titer antibodi dari negara asal. Pengujian
titer antibodi tidak boleh dilakukan lebih lama dari 6 bulan setelah vaksinasi
dari laboratorium terakreditasi.
3 METODE
Penelitian ini menggunakan kajian lintas seksional terhadap titer antibodi
anti rabies pada kucing impor. Penelitian ini untuk melihat peubah bebas: umur,
status negara asal, rute aplikasi vaksin, jenis kelamin, jarak pengujian, dan
ulangan vaksinasi dalam mempengaruhi titer antibodi terhadap rabies sebagai
peubah terikat pada kucing-kucing impor yang diamati. Pengumpulan data dari
peubah bebas dan peubah terikat memerlukan pendefinisian operasional sebelum
dilakukan analisis datanya. Definisi operasional untuk masing-masing peubah
dapat dilihat pada Tabel 1.
7
Tabel 1 Definisi operasional penelitian
No
1
2
3
4
5
6
7
Peubah
Definisi operasional
Titer antibodi adalah ukuran besaran antibodi dalam
tubuh sebagai hasil vaksinasi rabies
Protektif
Kelompok hewan yang mempunyai
nilai titer antibodi rabies ≥ 0.6 EU/ml
Tidak
Kelompok hewan yang mempunyai
protektif
nilai titer antibodi rabies < 0.6 EU/ml
Cara
mengukur
Nominal
Uji ELISA
Rabies
Umur adalah jarak waktu kelahiran dengan importasi
Umur >6
Kelompok hewan yang saat diimpor ke
bulan
Indonesia lebih dari 6 bulan
Umur ≤6
Kelompok hewan yang saat diimpor ke
bulan
Indonesia kurang dari dan/atau 6 bulan
Observasi
paspor
hewan
Cara aplikasi vaksin adalah rute pemberian vaksin rabies
Injeksi SC
Vaksinasi dilakukan dengan injeksi
vaksin pada jaringan dibawah kulit
Injeksi IM
Vaksinasi dilakukan dengan injeksi
vaksin pada otot
Observasi
buku
vaksinasi
Jenis kelamin adalah pembedaan hewan berdasarkan
keberadaan organ ambing dalam anatominya
Jantan
Kelompok hewan yang tidak
mempunyai ambing
Betina
Kelompok hewan yang mempunyai
ambing
Status negara adalah kriteria suatu negara berdasarkan
keberadaan kasus rabies
Negara
Negara yang dilaporkan masih terjadi
endemik
kasus rabies pada spesies hewan
rabies
maupun manusia dalam periode waktu
kurang dari 2 tahun
Negara bebas
Negara yang tidak pernah dilaporkan
rabies
terjadi kasus rabies dan/atau negara
yang dalam periode 2 tahun terakhir
tidak terjadi kasus rabies pada spesies
hewan maupun manusia
Jarak pengujian adalah interval waktu vaksinasi dan
pengambilan serum untuk pengujian titer antibodi
x ≥ 1 bulan
Jarak pengujian lebih dari dan/atau 1
bulan
x < 1 bulan
Jarak pengujian kurang dari 1 bulan
Ulangan vaksinasi adalah frekuensi vaksinasi pada hewan
Hewan mendapat satu kali vaksinasi
Priming
rabies
Booster
Hewan mendapat vaksinasi rabies dua
kali atau lebih
Skala
1
(protektif)
2 ( tidak
protektif)
Ordinal
1(>6
bulan)
2 ( ≤6
bulan)
Nominal
1 (SC)
2 (IM)
Nominal
Observasi
fisik
1 (jantan)
2 (betina)
Ordinal
Observasi
data
Wahid
interface
OIE
1
(endemik
rabies)
2 (bebas
rabies)
Ordinal
Obsevasi
buku vaksin dan
buku lab
1 (≥ 1
bulan)
2 (< 1
bulan)
Observasi
buku
vaksinasi
Ordinal
1
(priming)
2
(booster)
8
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada periode waktu Juni 2014 sampai dengan
September 2014. Penelitian bertempat di Instalasi dan Laboratorium Karantina
Hewan Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno Hatta, Bandar Udara
Internasional Soekarno Hatta.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan yaitu: biosafety cabinet class II, ELISA
reader, ELISA washer, inkubator, vortex, stop wacth, mikroplat dasar U, preset
pipette 1-10 ml, single micropipette 10-1000 µl, multichannel micropipette 20100 µl, tabung 25 ml, 100 ml, dan 1000 ml, disposal tube, konjugat: protein Aperoksidase dan bovine protein yang dimurnikan (kosentrasi 10x), buffer substrat
peroksida dengan menggunakan asam sitrat dan sodium asetat yang mengandung
0.015% H2O2 dan 4% dimetilsulfoksida (DMSO), Chromogen berupa 0.25%
larutan tetrametilbenzidin, kontrol negatif, kontrol positif, standar kuantifikasi,
sampel diluent, wash solution, stop solution dan adhesive film.
Kerangka Penelitian
Perumusan disain hubungan antara beberapa peubah bebas yang mempunyai
pengaruh terhadap pembentukan titer antibodi seperti pada Gambar 2.
Peubah bebas
1. Umur
2. Aplikasi vaksin
3. Jarak waktu vaksinasi dengan
koleksi serum darah
4. Status negara asal
5. Ulangan vaksinasi
6. Jenis kelamin
Peubah terikat
1.
2.
Antibodi protektif
(positif)
Antibodi tidak
protektif (negatif)
Gambar 2 Hubungan peubah bebas dan peubah terikat
Setiap kelompok diteliti terhadap faktor risiko melalui data dan riwayat
kesehatan yang diperoleh dari lembar permohonan pemeriksaan karantina,
dokumen kesehatan, dan lembar kartu status hewan saat dilakukan pemeriksaan di
IKH. Setiap hewan diuji titer antibodi rabies dan dilakukan observasi selama 14
hari sesuai petunjuk teknis Badan Karantina Pertanian (SK Kepala Badan
Karantina Pertanian Nomor 344.b/Kpts/PD.670.370/L/12/2006) tentang Petunjuk
Teknis Persyaratan dan Tindakan Karantina Hewan terhadap Lalulintas
Pemasukan Hewan Penular Rabies (anjing, kucing, kera, dan sebangsanya).
Hasil pengujian dimasukkan dalam tabel yang dibuat dengan berdasarkan
pengelompokkan nilai hasil pengujian titer antibodi, yaitu protektif dan tidak
9
protektif. Data hasil pengujian titer antibodi yang telah diperoleh, dianalisis
dengan khi-kuadrat (χ2) dan dilanjutkan dengan regresi logistik. Peubah bebas
umur, cara aplikasi vaksin, jarak pengujian, ulangan vaksinasi, jenis kelamin dan
jenis vaksin untuk mengetahui pengaruh masing-masing faktor terhadap titer
antibodi. Uji statistik deskriptif khi-kuadrat (χ2) digunakan untuk melihat faktor
yang berpotensi sebagai kandidat (peubah bebas). Kandidat yang didapat diuji
lanjut dengan regresi logistik untuk menentukan faktor-faktor yang memiliki
hubungan atau berpengaruh terhadap titer antibodi (Thrusfield 2005).
Teknik Pengambilan Data
Penelitian ini dilakukan pada kucing impor yang berasal dari negara bebas
rabies dan negara endemik rabies sesuai dengan daftar World Animal Health
Information Database (Wahid) Interface OIE tahun 2014. Data yang digunakan
adalah data primer dengan mengumpulkan data pengujian titer antibodi rabies di
laboratorium selama periode waktu bulan Juni sampai dengan September 2014.
Sedangkan data sekunder diperoleh melalui lembar permohonan pemeriksaan
karantina, dokumen kesehatan dari negara asal, buku vaksinasi, dan catatan
kesehatan selama di instalasi karantina hewan, Balai Besar Karantina Pertanian
Soekarno Hatta.
Pengambilan Sampel Darah
Pengambilan sampel darah dilakukan pada setiap kedatangan kucing yang
berasal dari luar negeri (sampel 100% hewan yang datang) pada periode 1 Juni –
30 September 2014, baik yang berasal dari negara bebas rabies dan endemis rabies.
Setiap kucing yang datang akan diistirahatkan terlebih dahulu selama 1-2 hari agar
kondisi tubuhnya berada pada kondisi yang baik sebelum dilakukan pengambilan
darah. Pada kucing yang divaksinasi dengan vaksin inaktif (killed vaccine),
pengambilan sampel darahnya memperhatikan waktu pelaksanaan vaksinasinya
dengan batas minimum 30 hari setelah vaksinasi.
Pengambilan darah ditujukan untuk mendapatkan serum sebagai bahan
untuk pemeriksaan titer antibodi rabies dari hewan yang telah divaksinasi. Darah
kucing sebanyak 1-2 ml diambil dari vena femoralis kaki belakang atau vena
saphena kaki depan dengan menggunakan spuit steril berukuran 2.5 ml. Spuit
yang telah berisi darah kemudian disimpan pada suhu ruang (25 – 27 ºC) sampai
terjadi pemisahan antara serum dan bekuan sel darah. Cairan serum yang terpisah
dari bekuan darah dipindahkan ke dalam tabung reaksi/disposal tube yang steril.
Serum yang terkoleksi disimpan pada suhu -4 ºC sampai serum digunakan untuk
uji.
Pengujian Titer Antibodi
Pada penelitian ini pengukuran titer antibodi menggunakan uji ELISA
kuantifikasi dengan Platelia™ RABIES II kit. Pada setiap mikroplat dapat
digunakan untuk menganalisis 90 sampel secara kualitatif atau 80 sampel secara
10
kuantitatif terhadap antibodi rabies. Pengujian ini berdasarkan teknik indirect
ELISA dengan melekatkan ekstrak glikoprotein pada dasar sumur mikroplat.
Glikoprotein tersebut diambil dari membran virus rabies yang diinaktivasi dan
dipurifikasi, sedangkan konjugat enzimatik yang digunakan meliputi protein A
yang berasal dari S. aureus dan berpasangan/berikatan dengan peroksidase.
Prinsip uji ELISA ini adalah bedasarkan ikatan antigen (glikoprotein virus
rabies) dan antibodi yang ditunjukkan melalui perpedaran warna dan intensitasnya.
Perpendaran warna dan intensitasnya ini adalah hasil dari enzim yang terikat pada
konjugat bereaksi dengan substrat. Perubahan warna dan intensitasnya diukur
secara fotometrik dengan menggunakan ELISA reader.
Pada pengujian kuntitas titer antibodi rabies, terlebih dahulu membuat
standar kuantifikasi dari kontrol positif yang diencerkan secara bertingkat (4
EU/ml, 2 EU/ml, 1 EU/ml, 0.5 EU/ml, 0.25 EU/ml dan 0.125 EU/ml). Titer serum
ditentukan berdasarkan optical density (OD) yang dinyatakan dalam satuan
equivalen unit terhadap serum standar OIE. Nilai uji ≥0.6 EU/ml setara dengan
≥0.5 IU/ml merupakan hasil titer yang protektif mengacu pada standar protektif
titer antibodi menurut OIE, sedangkan sebaliknya akan dianggap sebagai titer
antibodi yang tidak protektif. Kit Elisa Rabies yang digunakan ditunjukkan pada
Gambar 3.
Gambar 3 Platelia™ rabies II sebagai kit ELISA
Prosedur pengujian dengan Platelia™ RABIES II kit ini adalah terlebih
dahulu dengan mengaktivasi sampel pada waterbath dengan suhu 27 ºC selama 60
menit. Reagen kit diagnostik sebelum digunakan disimpan pada suhu ruang (1830 ºC) selama 30 menit dan dihomogenkan secara perlahan. Mikroplat yang akan
digunakan juga disimpan dalam suhu ruang (18-30 ºC) selama 30 menit.
Penyimpanannya tetap dalam kemasan untuk menghindari terjadinya tetesan air
kondensasi pada sumur-sumur mikroplat.
Persiapan reagen yang akan digunakan diantaranya adalah pengenceran
sampel dan kontrol negatif sebesar 100 kali dengan menggunakan sampel diluen.
Pembuatan standar kuantifikasi melalui pengenceran 100 kali antara kontrol
positif (R4b) dengan sampel diluen, sebagai standar dengan kosentrasi 4EU/ml
(S6). Standar kuantifikasi dari S6 dilakukan pengenceran secara bertingkat untuk
11
mendapatkan standar dengan kosentrasi 2 EU/ml (S5), 1 EU/ml (S4), 0.5 EU/ml
(S3), 0.25 EU/ml (S2), 0.125 EU/ml (S1) seperti yang terlihat pada Tabel 2.
Larutan pencuci (wash solution) terlebih dahulu dilakukan pengenceran
menggunakan air destilata dengan perbandingan 1 : 9. Persiapan untuk konjugat
dibuat dengan mencampurkan sedian konjugat dan wash solution yang
mengandung buffer Tris-NaCl 0.01% dengan perbandingan volume 1.1 ml : 9.9
ml. Pembuatan larutan enzim dilakukan dengan mencampurkan 1 ml chromogen
dengan 10 ml buffer substrat peroksida.
Standar
kuantifikasi
S6
S5
S4
S3
S2
S1
Tabel 2 Pembuatan standar kuantifikasi
Kosentrasi standar yang
Pengenceran serial
diperoleh dari pengenceran
R4b diencerkan hingga 1/100
4 EU/ml
S6 diencerkan hingga 1/2
2 EU/ml
S5 diencerkan hingga 1/2
1 EU/ml
S4 diencerkan hingga 1/2
0.5 EU/ml
S3 diencerkan hingga 1/2
0.25 EU/ml
S2 diencerkan hingga 1/2
0.125 EU/ml
Pengujian sampel secara kuantitas untuk mengetahui titer antibodi rabies
dilakukan dengan menempatkan sampel diluen, kontrol negatif, kontrol positif
dan standar kuantifikasi (S6, S5, S4, S3, S2, dan S1) pada sumur mikroplat dengan
volume masing-masing sebanyak 100 µl. Kontrol dan standar kuantifikasi
dilakukan secara duplo sedangkan sampel cukup dilakukan secara tunggal.
Setelah semua ditempatkan pada sumur mikroplat ditutup dengan adhesive film
dan diinkubasi selama 60 menit pada suhu 37 ºC. Selesai inkubasi pertama
mikroplat dikeluarkan dari inkubator, adhesive film dilepaskan dan dilakukan
pencucian dengan wash solution sebanyak tiga kali. Penempatan kontrol, standar
kuantifikasi dan sampel seperti ditunjukkan pada Gambar 4.
A
B
C
D
E
F
G
H
1
R3
R3
R4a
R4a
S6
S6
S5
S5
2
S4
S4
S3
S3
S2
S2
S1
S1
3
C1
C2
C3
C4
C5
C6
C7
C8
4
C9
C10
C11
C12
C13
C14
C15
C16
5
C17
C18
C19
C20
C21
C22
C23
C24
6
C25
C26
C27
C28
C29
C30
C31
C32
7
C33
C34
C35
C36
C37
C38
C39
C40
8
C41
C42
C43
C44
C45
C46
C47
C48
9
C49
C50
C51
C52
C53
C54
C55
C56
10
C57
C58
C59
C60
C61
C62
C63
C64
11
C65
C66
C67
12
…
R3: kontrol negatif; R4a: kontrol positif; S6, S5, S4, S3, S2, S1: standar kuantifikasi;C1 – C67: sampel
Gambar 4 Disain penempatan kontrol, standar, dan sampel untuk uji kuantitas
Langkah berikutnya adalah ditambahkan 100 µl konjugat pada setiap
sumur mikroplat dan ditutup kembali dengan adhesive film. Diinkubasi kembali
dalam inkubator selama 60 menit pada suhu 37 ºC. pada saat inkubasi sudah
mencapai waktu 60 menit, mikroplat dikeluarkan dari inkubator dan adhesive film
dilepaskan kembali untuk dilakukan pencucian dengan wash solution. Pencucian
tahap kedua dilakukan sebanyak lima kali. Pada tahapan berikutnya adalah dengan
12
penambahan 100 µl enzim untuk masing-masing sumur mikroplat. Inkubasi ketiga
dilakukan pada suhu ruang selama 30 menit dalam kondisi ruang gelap. Setelah 30
menit inkubasi dilakukan penambahan stop solution dan mikroplat siap
dimasukkan dalam ELISA reader. Hal ini untuk mengukur fotometrik dari
masing-masing sampel sehingga dapat dibaca secara kuantitas hasil pengujia titer
antibodi terhadap rabies.
Prosedur Analisis Data
Data penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis statistik
deskriptif khi-kuadrat dan statistik regresi logistik dengan bantuan software SPSS.
Analisis regresi logistik berganda dengan membangkitkan kembali data sebanyak
5000 kali untuk melihat pengaruh beberapa faktor vaksinasi yang signifikan
secara bersamaan terhadap munculnya titer antibodi.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hewan kesayangan berupa kucing yang diimpor ke Indonesia dalam periode
waktu empat bulan mulai dari Juni hingga September 2014 sebanyak 67 ekor yang
berasal dari 20 negara. Seluruh hewan yang dimasukkan tersebut diambil sampel
darah untuk dilakukan pengujian laboratorium guna melihat secara kuantifikasi
titer antibodi terhadap rabies. Pengukuran kuantifikasi titer antibodi terhadap
rabies selanjutnya dikategorikan kedalam tingkat perlindungan/kekebalan yaitu
titer protektif dan titer tidak protektif terhadap penyakit rabies. Gambar 5
menunjukkan jumlah pemasukan kucing ke Indonesia melalui Bandar udara
Soekarno Hatta, Jakarta selama periode penelitian.
29
30
25
17
Jumlah
20
15
12
ekor
9
10
5
0
Juni
Gambar 5
Juli
Agustus
September
Jumlah kucing yang masuk ke Indonesia melalui Bandar udara
Soekarno Hatta, Jakarta pada periode penelitian
13
Berdasarkan data kusioner yang dihimpun dari pengimpor kucing pada
periode tersebut diketahui penyebab perbedaan volume impor kucing. Jumlah
kucing yang diimpor sangat dipengaruhi oleh mobilitas manusia yang melakukan
perjalanan dengan membawa hewan kesayangannya. Faktor lain yang
mempengaruhi jumlah impor kucing ke Indonesia adalah permintaan pasar hewan
kesayangan di Indonesia terhadap kucing berbagai ras. Kedua hal ini yang
menjadi alasan dasar mobilitas kucing sebagai hewan kesayangan masuk ke
Indonesia, disamping adanya faktor lain berupa festival atau kontes hewan
kesayangan. Pada periode penelitian, jenis ras kucing yang diimpor sangat
beragam dengan kuantitas yang sangat bervariasi.
Pengaruh Faktor Umur terhadap Titer Antibodi
Kuantifikasi titer antibodi terhadap rabies pada kucing impor berdasarkan
faktor umur dikategorikan dalam dua kelompok umur yaitu, kelompok umur
kurang dari dan/atau enam bulan dan umur lebih dari enam bulan. Kucing yang
diimpor selama periode Juni – September 2014 sebagian besar adalah berumur
lebih dari enam bulan yaitu sebanyak 56 ekor (83.6%). Pada kelompok hewan
yang berumur kurang dari dan/atau enam bulan lebih banyak yang memiliki titer
antibodi tidak protektif yaitu sebesar 54.5% dibandingkan dengan yang memiliki
titer protektif. Hal sebaliknya terjadi pada kelompok hewan yang berumur lebih
dari enam bulan, yang memiliki titer antibodi protektif jauh lebih besar
persentasenya yaitu 78.6% dibandingkan dengan titer yang tidak protektif, seperti
yang ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3
Umur
≤ 6 bulan
> 6 bulan
Jumlah
Kelompok faktor umur kucing terhadap titer antibodi
Titer antibodi
< 0.5 IU/ml
≥ 0.5 IU/ml
(tidak protektif)
(protektif)
6 (54.5%)
5 (45.5%)
12 (21.4%)
44 (78.6%)
18 (26.9%)
49 (73.1%)
Jumlah
11 (16.4%)
56 (83.6%)
67 (100%)
Hewan yang divaksinasi berumur kurang dari enam bulan dan lebih dari
lima tahun memiliki kecenderungan pembentukan antibodi yang kurang optimal
dibandingkan dengan hewan yang telah berumur enam bulan hingga lima tahun
(Berndtsson et al. 2011).
Pengaruh Faktor Status Negara terhadap Titer Antibodi
Hasil pengujian titer antibodi dari kucing yang diimpor, dianalisis
berdasarkan status negara asal dengan mengacu pada Wahid interface OIE (2014).
Titer antibodi protektif lebih tinggi pada kelompok kucing yang berasal dari
negara endemik rabies dibandingkan dengan yang berasal dari negara bebas rabies.
Persentase kucing yang memiliki titer antibodi protektif terhadap rabies dari
negara endemik rabies sebesar 82.6%, sedangkan yang titer antibodinya tidak
14
protektif hanya 17.4%. Pada kelompok kucing yang berasal dari negara berstatus
bebas rabies, perbandingan antara titer antibodi yang protektif dan yang tidak
protektif tidak berbeda jauh. Kucing dengan titer antibodi protektif terhadap rabies
sebesar 52.4% dan yang tidak protektif terhadap rabies sebesar 47.6%, dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4
Kelompok faktor status negara asal kucing terhadap titer antibodi
Status
negara
Bebas
Endemik
Jumlah
Titer antibodi
< 0.5 IU/ml
≥ 0.5 IU/ml
(tidak protektif)
(protektif)
10 (47.6%)
11 (52.4%)
8 (17.4%)
38 (82.6%)
18 (26.9%)
49 (73.1%)
Jumlah
21 (31.3%)
46 (68.7%)
67 (100%)
Pada umumnya negara endemis rabies, pemerintahnya telah menetapkan
program pengendalian dan pemberantasan melalui vaksinasi. Pelakasanaan
vaksinasi dengan cakupan populasi yang luas sangat penting diupayakan untuk
perlindungan kesehatan hewan sekaligus peningkatan kesehatan masyarakat (Roth
2011). Vaksinasi yang dijalankan secara teratur dapat mempengaruhi respons
sistem kekebalan yang lebih optimal. Vaksinasi pada negara asal hewan juga
mempunyai peran dalam mempengaruhi respon imun (Mansfield et al. 2004).
Pengaruh Faktor Rute Aplikasi Vaksin terhadap Titer Antibodi
Berdasarkan data yang didapatkan dari riwayat vaksninasi kucing yang
diimpor dapat dibedakan aplikasi vaksin berdasarkan rute vaksinasinya menjadi
dua yaitu, intramuskular (IM) dan subkutan (SC). Tabel 5 menunjukkan bahwa
perbedaan atau selang persentase antara titer antibodi yang protektif dan yang
tidak protektif, lebih besar pada rute aplikasi vaksin secara SC daripada IM.
Persentase titer antibodi protektif dari rute aplikasi vaksin secara SC sebesar
87.5%, sedangkan yang menunjukkan titer antibodi tidak protektif hanya sebesar
12.5%. Pada kelompok kucing yang divaksinasi secara IM, memperlihatkan titer
antibodi yang protektif sebesar 65.1% dan yang tidak protektif sebesar 34.9%.
Tabel 5
Rute aplikasi
vaksin
Intramuskular
Subkutan
Jumlah
Kelompok faktor rute aplikasi vaksin terhadap titer antibodi
Titer antibodi
< 0.5 IU/ml
≥ 0.5 IU/ml
(tidak protektif)
(protektif)
15 (34.9%)
28 (65.1%)
3 (12.5%)
21 (87.5%)
18 (26.9%)
49 (73.1%)
Jumlah
43 (64.2%)
24 (35.8%)
67 (100%)
Menurut Aubert yang dikutip Cahyono (2009), vaksinasi yang
diaplikasikan secara IM akan menimbulkan titer yang lebih cepat muncul, namun
onset-nya akan lebih cepat hilang apabila dibandingkan dengan vaksin yang
diaplikasikan secara
SC. Rute aplikasi vaksin dengan injeksi SC akan
15
menyebabkan terbentuknya depo sehingga vaksin dilepaskan secara perlahan
didalam tubuh.
Pengaruh Faktor Jenis Kelamin terhadap Titer Antibodi
Hasil pengujian titer antibodi terhadap rabies dari kucing yang diimpor
dikelompok berdasarkan jenis kelamin. Pada kucing jantan lebih banyak yang
memiliki titer antibodi protektif terhadap rabies dibandingkan dengan yang tidak
protektif. Begitu juga dengan titer antibodi yang dimiliki kucing betina.
Persentase titer antibodi yang protektif pada kucing jantan sebesar 80% dan 20%
menunjukkan titer antibodi yang tidak protektif. Kelompok kucing betina yang
memiliki titer antibodi protektif sebesar 67.6% sedangkan yang tidak protektif
sebesar 32.4%. Persentase protektifitas terhadap rabies berdasarkan jenis kelamin
ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 6
Jenis
kelamin
Betina
Jantan
Jumlah
Kelompok faktor jenis kelamin terhadap titer antibodi
Titer antibodi
< 0.5 IU/ml
≥ 0.5 IU/ml
(tidak protektif)
(protektif)
12 (32.4%)
25 (67.6%)
6 (20%)
24 (80%)
18 (26.9%)
49 (73.1%)
Jumlah
37 (55.2%)
30 (44.8%)
67 (100%)
Pengaruh Faktor Jarak Pengujian terhadap Titer Antibodi
Data yang diperoleh selama masa pengamatan terhadap kucing impor
terkait interval waktu vaksinasi dengan pengambilan serum darah dikategorikan
dalam kelompok kurang dari satu bulan dan kelompok lebih dari dan/atau satu
bulan. Pada Tabel 7 memperlihatkan bahwa pada kelompok lebih dari satu bulan
jarak pengujiannya sangat mendominasi. 67 sampel yang telah diuji titer
antibodinya terhadap rabies, hanya ada dua sampel yang jarak pengujiannya
kurang dari satu bulan, dan keduanya (100%) memperlihatkan titer antibodi yang
tidak protektif. Pada jarak pengujian lebih dari dan/atau satu bulan menunjukkan
bahwa 75.5% protektif sedangkan yang tidak protektif sebesar 24.5%.
Tabel 7
Jarak
pengujian