Pengaruh Label Halal Terhadap Pembelian Konsumen Muslim Pada Restoran Cepat Saji Di Kota Bogor

i

PENGARUH LABEL HALAL TERHADAP PEMBELIAN
KONSUMEN MUSLIM PADA RESTORAN CEPAT SAJI DI
KOTA BOGOR

ADE IRWANSYAH

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Label Halal
terhadap Pembelian Konsumen Muslim pada Restoran Cepat Saji di Kota Bogor
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016
Ade Irwansyah
NIM H54110019

ABSTRAK
ADE IRWANSYAH. Pengaruh Label Halal terhadap Pembelian Konsumen
Muslim pada Restoran Cepat Saji di Kota Bogor. Dibimbing Oleh ALLA
ASMARA dan DENI LUBIS.
Umat muslim diwajibkan untuk mengonsumsi pangan yang halal. Selain
karena perintah agama, mengonsumsi makanan yang halal juga baik untuk
kesehatan. Masih adanya penemuan bahan haram pada makanan, label halal pada
produk pangan menjadi indikator yang penting dalam menentukan kehalalan.
Penelitian ini mengidentifikasi persepsi konsumen muslim mengenai pangan halal
dan lembaga halal pada produk pangan, mengidentifikasi tingkat pengetahuan
konsumen muslim mengenai kehalalan suatu produk pangan, serta menganalisis
pengaruh label halal terhadap keputusan pembelian pada produk pangan restoran

cepat saji di Kota Bogor. Jumlah sampel yang digunakan adalah sebanyak 100
orang pada empat restoran cepat saji berlabel halal di Kota Bogor. Sampel dipilih
menggunakan metode non-probability sampling. Analisis deskriptif digunakan
untuk mengidentifikasi persepsi konsumen muslim mengenai pangan halal dan
lembaga halal pada produk pangan serta tingkat pengetahuan konsumen muslim
mengenai kehalalan suatu produk pangan. Partial Least Square Path Modeling
(PLS-PM) digunakan untuk menganalisis pengaruh label halal terhadap keputusan
pembelian. Persepsi konsumen muslim mengenai pangan halal dan lembaga halal
pada produk pangan serta tingkat pengetahuan konsumen muslim mengenai
kehalalan suatu produk pangan sudah cukup baik. Hasil Partial Least Square Path
Modeling (PLS-PM) menunjukkan bahwa label halal berpengaruh signifikan dan
positif terhadap keputusan pembelian pada konsumen muslim.
Kata Kunci : tingkat pengetahuan, Partial Least Square Path Modeling (PLS-PM),
pangan halal, kualitatif , non-probability sampling.

ABSTRACT
ADE IRWANSYAH. The Effect of Halal Label on Moslem Consumer
Buying at Fast Food Restaurant in Bogor City. Supervised by ALLA ASMARA
and DENI LUBIS.
Consumption of halal foods is compulsory for Moslem community. Aside of

religious reason, consuming halal food is also good for health. With the finding of
haram raw material in foods, halal label for food products becomes important
indicators in the determination of halal. This research identified the perception of
Moslem consumers on halal food and halal institution on food products, identified
the consumer level of knowledge on halal about food products, and analyzed the
effect of halal label on the consumer decision to buy foods in fast food restaurant
in Bogor City. The amount of samples used was 100 respondents at four fast food
restaurants with halal label in Bogor City. Samples were selected using non
probability sampling. Descriptive analysis was used to identify the perception of
Moslem consumers on halal food and halal institution on food products, and the
Moslem consumer level of knowledge on halal about food products. Partial Least

Square Path Modeling (PLS-PM) was used to analyze the effect of halal label on
the decision to buy. The perception of Moslem consumers on halal food and halal
institution on food products, and the Moslem consumer level of knowledge on
halal about food products were good enough. The results of PLS-PM showed that
halal label had the positive and significant influence on the decision to buy in
Moslem consumers.
Key words : level of knowledge, Partial Least Square Path Modeling (PLS-PM),
halal food, qualitative, non-probability sampling.


PENGARUH LABEL HALAL TERHADAP PEMBELIAN
KONSUMEN MUSLIM PADA RESTORAN CEPAT SAJI DI
KOTA BOGOR

ADE IRWANSYAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta‟ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Topik yang dipilih
dalam penelitian ini ialah Pengaruh Label Halal terhadap Pembelian Konsumen
Muslim pada Restoran Cepat Saji di Kota Bogor. Shalawat serta salam senantiasa
tercurah kepada Nabi Muhammad Salallahi „Alaihi Wasalam karena berkat jasa
beliau kita dapat merasakan nikmat islam sampai hari ini. Penyelesaian skripsi ini
tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak sehingga pada kesempatan ini penulis
ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Orang tua Bapak Hasan Sajili dan Ibu Cholilah atas segala doa dan dukungan
yang selalu diberikan.
2. Bapak Dr. Alla Asmara, S.Pt, M.Si dan Bapak Deni Lubis, S.Ag, M.A selaku
dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, saran,
waktu, dan motivasi dengan sabar sehingga, penulis bisa menyelesaikan
skripsi ini.
3. Ibu Dr. Ir Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc. Agr. selaku penguji utama dan Ibu
Ranti Wiliasih, S.P, M.Si selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas
kritik dan saran yang telah diberikan untuk perbaikan skripsi ini.
4. Seluruh pihak restoran cepat saji Kentucky Fried Chicken (KFC), McDonald‟s
(McD), Pizza Hut, dan A&W yang telah membantu dalam penyediaan data
untuk penyelesaian skripsi ini.

5. Para dosen, staf dan seluruh civitas akademik Departemen Ilmu Ekonomi
FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis.
6. Kelompok bimbingan skripsi, Siti Nurmu‟minah Fitriah dan Yusrini Santika
yang telah saling berbagi ilmu dan pelajaran dalam menyelesaikan skripsi.
7. Keluarga Besar PSM IPB Agria Swara terkhusus Pengurus Tahun 2013/2014,
Tim Spectaforia, Tim Colourburst, Tim Nuevoria, Tim FLN 2014 “The 5th
International Mission in Art and Culture” dan semua Tenor atas pengalaman,
kenangan dan pembelajaran kepada penulis.
8. Seluruh keluarga Ilmu Ekonomi, terutama Ilmu Ekonomi Syariah 48 terima
kasih atas segala persahabatan, kenangan, perjuangan, dan asa untuk mencapai
tujuan.
9. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini
yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2016
Ade Irwansyah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


ix

DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR LAMPIRAN

ix

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah


3

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian

4

Ruang Lingkup Penelitian

4

TINJAUAN PUSTAKA

4

Tinjauan Konsep


4

Halal dan Kriteria Pangan Halal dalam Islam

4

LPPOM MUI dan Label Halal

6

Perilaku Konsumen dalam Menentukan Produk

8

Fast Food

8

Tinjauan Teori


9

Preferensi Konsumen

9

Faktor-faktor yang Memengaruhi Pembelian

10

Partial Least Square Path Modeling (PLS-PM)

11

Penelitian Terdahulu

13

Kerangka Pemikiran


14

Hipotesis Penelitian

15

METODE PENELITIAN

16

Jenis dan Sumber Data

16

Lokasi dan Waktu Penelitian

16

Metode Pengambilan Sampel

16

Metode Pengumpulan Data

16

Metode Pengolahan dan Analisis Data

17

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Restoran Cepat Saji

21
21

Karakteristik Responden

23

Persepsi Mengenai Halal dan Lembaga Halal pada Produk Pangan

29

Tingkat Pengetahuan Produk Pangan Halal

33

Analisis Pengaruh Label Halal terhadap Keputusan Pembelian

34

SIMPULAN DAN SARAN

38

Simpulan

38

Saran

38

DAFTAR PUSTAKA

39

LAMPIRAN

42

RIWAYAT HIDUP

58

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Definisi operasional variabel
Variabel laten dan indikator
Jenis kelamin responden pada masing-masing restoran cepat saji
Usia responden pada masing-masing restoran cepat saji
Domisili responden pada masing-masing restoran cepat saji
Tingkat pendidikan responden pada masing-masing restoran cepat saji
Pekerjaan responden pada masing-masing restoran cepat saji
Pendapatan responden pada masing-masing restoran cepat saji
Persepsi responden mengenai makanan halal
Persepsi responden mengenai hukum mengonsumsi makanan halal bagi
seorang muslim
Persepsi responden mengenai lembaga yang menjamin kehalalan produk
makanan
Persepsi responden mengenai lembaga LPPOM MUI
Persepsi responden mengenai lembaga yang mengeluarkan label halal
Sebaran responden mengenai sumber informasi halal pada produk
pangan
Tingkat pengetahuan produk pangan halal
Uji validitas dan reliabilitas model
Estimate for path coefficients

20
21
24
25
25
26
27
28
30
30
31
32
32
33
33
35
36

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Jumlah restoran di Kota Bogor tahun 2007-2013
Kerangka pemikiran
Model penelitian PLS-PM
Jenis kelamin responden

2
15
19
24

5
6
7
8
9
10
11

Usia responden
Domisili responden
Tingkat pendidikan responden
Jenis pekerjaan responden
Pendapatan responden
Output korelasi antara indikator dengan latennya
Estimate for path coefficients

25
26
27
28
29
34
36

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Kuesioner penelitian
Uji validitas dan uji reliabilitas kueosioner
Tingkat pengetahuan produk pangan halal
Loading factor dan critical ratio (CR)
Composite reliability
Cross loading
Uji goodness-fit model
Estimate for path coefficients

42
47
50
55
56
56
57
57

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Manusia memerlukan berbagai unsur kebutuhan untuk melangsungkan
hidupnya. Menurut Maslow (1943) kebutuhan fisiologi yang meliputi kebutuhan
akan pangan, sandang dan papan merupakan unsur kebutuhan manusia yang
paling mendasar. Pangan sebagai sumber energi harus dikonsumsi secara aman
sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia (WHO 2005).
Pangan yang aman adalah pangan berlabel yang menjamin kualitas dan
menyediakan informasi penting mengenai pangan tersebut (USDA 2006). Kualitas
pangan yang dikonsumsi dapat berpengaruh terhadap kualitas hidup dan perilaku
mahluk hidup itu sendiri (Smith 2002). Oleh karena itu, setiap mahluk hidup harus
berusaha untuk mendapatkan makanan yang baik. Makanan baik adalah yang
dibenarkan menurut syariat Islam, bermutu dan tidak membahayakan kesehatan.
Hal ini dapat dilihat dari berbagai aspek yang meliputi halal secara zatnya, halal
menurut prosesnya, dan halal cara memperolehnya (Abadi 2011). Kewajiban umat
Islam untuk mengonsumsi makanan yang baik dan halal terdapat dalam Al-Quran:
“Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan
Allah kepadamu dan syukurilah nikmat Allah jika kamu hanya kepada-Nya
saja menyembah.” (QS. An-Nahl : 114).
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah yang mengalir, daging
babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik,
yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas,
kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu)
yang disembelih untuk berhala.” (QS. Al Maidah : 3).
Secara tegas pada kedua ayat tersebut, manusia telah diperintahkan untuk
mengonsumsi makanan yang baik dan juga halal, adapun rezeki yang telah
didapat harus disyukuri dan dipergunakan sesuai dengan syariat Islam. Selain itu
manusia juga tidak boleh mengonsumsi makanan yang telah diharamkan
berdasarkan QS. Al Maidah ayat 3. Dalam hal ini manusia diberikan pilihanpilihan dan pada akhirnya pilihan yang sesuai syariat lah yang akan membawa
manusia kepada kemaslahatan.
Munculnya berbagai kasus produk haram di Indonesia membuat konsumen
terutama konsumen muslim harus lebih berhati-hati dalam mengonsumsi makanan.
Hal ini berkaitan dengan temuan haram pada unsur bahan pangan serta bahan
baku pangan olahan yang dikutip dalam Pusat Informasi, Pendidikan dan
Komunitas Halalan Toyyiban (pusathalal.com). Berdasarkan temuan tersebut
diantaranya terdapat 34 jenis makanan dan minuman mengandung beberapa unsur
bahan haram seperti gelatin, shortening, lard yang berasal dari babi terdapat pada
beberapa produk makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Pada tahun 2006
ditemukan sebanyak 2.9 kuintal daging oplosan yang merupakan bahan baku
pangan olahan serta terbongkarnya jaringan perdagangan oplosan daging sapi
dengan babi hutan/celeng yang dibongkar oleh Polres Bogor. Jaringan itu
beroperasi di Lampung, Pasar Senen Jakarta, dan Bogor. Selain itu, pada tahun
2012 temuan daging giling yang telah membusuk beredar di sejumlah pasar di

2

Bogor. Daging giling tersebut merupakan cadangan daging impor membusuk
yang digiling lalu dijual di beberapa pasar Bogor.
Pemerintah telah mengeluarkan peraturan bagi pelaku usaha pangan yang
terdapat pada Undang-Undang RI No. 33 tahun 2014 pasal 4 tentang jaminan
produk halal. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa produk yang masuk, beredar
dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal. Label halal
sebagai parameter kehalalan suatu makanan harus diperhatikan. Label halal yang
resmi adalah label halal yang diperoleh setelah melalui serangkaian sertifikasi
produk halal oleh LPPOM MUI. Label halal menjadi hal yang penting bagi
produk pangan olahan di Indonesia mengingat data Badan Pusat Statistik (BPS
2010) tercatat sebanyak 207 176 162 penduduk memeluk Agama Islam atau setara
dengan 87.18% dari total penduduk Indonesia. Kota Bogor sendiri sampai dengan
tahun 2010 memiliki jumlah muslim sebanyak 881 721 orang atau sekitar 92.78%
dari total penduduknya (BPS Kota Bogor 2010). Adanya label halal pada produk
pangan artinya produk pangan tersebut sudah melalui serangkaian proses
sertifikasi halal serta konsumen muslim dapat berhati-hati dalam memastikan
produk pangan apa saja yang boleh untuk dikonsumsi.
Seiring dengan perkembangan zaman, manusia semakin sibuk dengan
pekerjaannya. Mereka dituntut untuk selalu cepat dalam beraktivitas sehingga
cenderung memilih hal yang praktis seperti makan di restoran cepat saji daripada
memasak makanan sendiri di rumah. Fenomena ini dapat ditangkap oleh beberapa
orang yang kemudian mendirikan usaha di bidang jasa penyediaan makanan.
Berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bogor
(Bappeda 2014), tingkat rata-rata pengeluaran konsumsi per bulan masyarakat
terhadap pangan di Kota Bogor meningkat dari Rp 87 685 pada tahun 2009
menjadi Rp 94 115 pada tahun 2012. Peningkatan tersebut dapat disebabkan oleh
perubahan pola hidup masyarakat yang semakin modern. Hal ini juga ditunjukkan
dengan jumlah restoran yang semakin meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan
data Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bogor (2014), jumlah restoran di
Kota Bogor mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2007, jumlah
restoran di Kota Bogor sebanyak 205 restoran dan terus meningkat hingga 281
restoran pada tahun 2013. Peningkatan jumlah restoran di Kota Bogor dapat
dilihat pada Gambar 1.

Jumlah Restoran

300
250
200
150
100
50
0
2007

2008

2009

2010
Tahun

2011

2012

2013

Gambar 1. Jumlah restoran di Kota Bogor tahun 2007-2013
Sumber : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bogor 2014

3

Menurut data LPPOM MUI (2015), jumlah restoran yang sudah memiliki
sertifikat halal adalah 53 restoran, hal ini artinya baru 18.86% restoran di Kota
Bogor yang telah memiliki sertifikat halal. Perubahan gaya hidup masyarakat
Indonesia yang cenderung konsumtif yang disertai peningkatan daya beli
masyarakat menyebabkan bergesernya pola konsumsi yang mengarah kepada
peningkatan intensitas masyarakat dalam membeli makanan dan minuman di
restoran cepat saji. Pergeseran gaya hidup ini terlihat pula pada kehidupan seharihari, konsumen lebih mementingkan gengsi (prestise), efisiensi, namun
mengesampingkan label halal yang terdapat pada restoran tersebut (Friza 2007).
Oleh karena itu menjadi penting untuk mengetahui pengaruh label halal terhadap
keputusan pembelian pada restoran cepat saji di Kota Bogor.
Perumusan Masalah
Mayoritas penduduk di Indonesia dan Khususnya di Kota Bogor beragama
Islam (BPS 2010). Mengonsumsi suatu pangan yang halal dan thayyib merupakan
kewajiban bagi umat Islam dan merupakan perintah dari Allah SWT. Harapan
konsumen muslim yaitu semua produk pangan sudah memenuhi kriteria halal dan
thayyib. Namun, munculnya berbagai kasus produk haram di Indonesia membuat
konsumen muslim harus lebih berhati-hati dalam mengonsumsi pangan. Dengan
adanya temuan haram, label halal sebagai parameter kehalalan suatu pangan harus
diperhatikan. Meningkatnya pengeluaran rata-rata konsumsi pangan di Kota
Bogor dari Rp 87 685 pada tahun 2009 menjadi Rp 94 115 pada tahun 2012
(Bappeda 2012) dapat disebabkan oleh perubahan pola hidup masyarakat yang
semakin modern, dituntut untuk serba praktis termasuk dalam mengonsumsi
pangan, seperti pada restoran cepat saji. Hal ini juga ditunjukkan dengan
meningkatnya jumlah restoran tiap tahunnya di wilayah Bogor. Berdasarkan data
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bogor (2014), jumlah restoran di wilayah
Bogor sebanyak 205 restoran pada tahun 2007 dan terus meningkat hingga
menjadi 281 restoran pada tahun 2013. Akan tetapi, baru 53 restoran yang telah
memiliki sertifikat halal dari LPPOM MUI yang artinya baru 18.86% restoran di
Kota Bogor yang telah memiliki sertifikat (LPPOM MUI 2015). Pola perilaku
konsumen muslim dalam mengonsumsi produk pangan halal tentu dipengaruhi
oleh pengetahuan serta pemahaman mengenai kehalalan suatu produk pangan.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat diambil beberapa permasalahan:
1. Bagaimana persepsi konsumen muslim mengenai pangan halal dan lembaga
halal pada produk pangan?
2. Bagaimana tingkat pengetahuan konsumen muslim mengenai kehalalan suatu
produk pangan?
3. Apakah label halal memiliki pengaruh terhadap keputusan pembelian?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, peneliti memiliki tujuan
sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi persepsi konsumen muslim mengenai pangan halal dan
lembaga halal pada produk pangan.

4

2. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan konsumen muslim mengenai kehalalan
suatu produk pangan.
3. Menganalisis pengaruh label halal terhadap keputusan pembelian pada restoran
cepat saji di Kota Bogor.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Pemerintah, sebagai referensi dalam menyusun kebijakan terkait regulasi
pangan halal dan sertifikasi halal.
2. Bagi masyarakat dan produsen pangan, dapat mengetahui konsep pangan halal
dan pentingnya label halal pada produk pangan sehingga pada akhirnya
diharapkan untuk tidak mengesampingkan label halal.
3. Bagi penulis, sebagai salah satu media untuk mengenalkan urgensi label halal
pada produk pangan kepada masyarakat.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini akan menganalisis konsumen restoran cepat saji di Kota
Bogor sebagai responden dengan batasan restoran antara lain; Pizza Hut, Kentucky
Fried Chicken (KFC), A&W dan McDonald‟s (McD). Dari analisis ini diharapkan
dapat menggambarkan seberapa besar pengaruh label halal terhadap keputusan
pembelian pada restoran cepat saji, persepsi konsumen muslim mengenai pangan
halal dan lembaga halal pada produk pangan serta tingkat pengetahuan konsumen
muslim mengenai kehalalan pada suatu produk pangan. Harga, kualitas produk,
layanan, aksesibilitas lokasi, juga menjadi bahasan yang akan diteliti sebagai
faktor yang memengaruhi keputusan pembelian.

TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Konsep
Halal dan Kriteria Pangan Halal dalam Islam
Kata halalan berasal dari bahasa Arab secara etimologis halla yang berarti
lepas atau tidak terikat. Hal ini meliputi makanan dan minuman yang menjadi
konsumsi dalam kehidupan manusia sehari-hari. Selain makanan dan minuman
yang halal, terdapat pula makanan dan minuman yang diharamkan karena sebab
atau zatnya. Haram karena sebab berkaitan dengan perolehan makanan yang tidak
sesuai syariat Islam. Sedangkan, haram karena zatnya adalah asal dari makanan
tersebut memang sudah haram (Suryana 2009).
Seorang muslim diharuskan untuk mengetahui halal dan haram terhadap
pangan yang dikonsumsi. Apabila seorang muslim tidak mengetahui halal dan
haram terhadap pangan dapat mengakibatkan seseorang mengonsumsi pangan
yang diharamkan. Mengonsumsi pangan yang haram dapat berakibat buruk bagi
kaum muslimin. Mengonsumsi pangan yang haram dari sisi rohani dapat

5

berakibat pada tertolaknya ibadah dan akan dimasukkan ke dalam neraka.
Sementara dari jasmani, mengonsumsi pangan yang haram akan berakibat buruk
bagi tubuh. Yaqub (2008) membagi kriteria pangan halal kedalam 5 bagian, yaitu:
1. Thayyib.
At-thayyib adalah sesuatu yang suci, enak dan tidak berbahaya pada
tubuh dan akal. At-thayyib berarti sesuatu yang terhindar dari al-khabits
(sesuatu yang membahayakan tubuh dan akal, tidak suci dan tidak enak).
2. Tidak membahayakan/dharar.
Al-dharar adalah sesuatu yang dilakukan manusia berupa hal yang tidak
disukai atau menyakitkan, baik menimpa pada akal, keturunan, harta, jiwa dan
agamanya. Segala sesuatu yang dapat membahayakan manusia, maka haram
menggunakannya, baik untuk makan, minum, berobat dan bersolek.
3. Tidak Najis.
Najis adalah sesuatu yang dipandang jijik dan mengahalangi sahnya sholat dan
tidak ada keringanan di dalamnya. Najis merupakan salah satu kriteria haram
makanan, minuman, obat dan alat kosmetika. Babi serta turunannya dan
khamar serta turunannya termasuk golongan najis. Keharaman babi dan
khamar termaktub di dalam Al-Quran dan hadis. Seiring dengan perkembangan
zaman, produk turunan dari babi dan khamar semakin bervariasi. Kaum
muslimin harus waspada terhadap produk turunan tersebut, sebab
keharamannya sama seperti keharaman babi dan khamar. Para ulama sepakat
bahwa setiap benda yang najis tidak dapat disucikan dengan istihalal
(perubahan sesuatu benda dari sifat/hakikat yang satu ke sifat/hakikat yang
lain) kecuali khamar yang berubah sendiri menjadi cuka, darah hewan yang
berubah menjadi susu dan darah kijang yang berbuah minyak kasturi. Ulama
hanafiyah berpendapat setiap benda najis dapat disucikan dengan Istihalal
secara mutlak, baik terjadi dengan sendirinya maupun campur tangan manusia
dengan syarat adanya bala (kesulitan yang menimpa secara umum).
4. Tidak memabukkan/iskar.
Iskar (memabukkan) adalah salah satu kriteria yang menentukan
keharaman, baik terdapat pada minuman-minuman yang bersifat cairan seperti
khamar dan nabidz yang memabukkan atau benda-benda yang padat seperti
narkotika dan zat-zat adiktif lainnya. Setiap yang memabukkan, apapun
jenisnya cair atau padat, mentah atau matang, berasal dari perasan anggur atau
bahan lainnya, adalah haram. Mayoritas ulama dari kalangan ahli fikih hijaz,
ahli hadis dan ulama-ulama Hanafiyah. Malikiyah, Syafi‟iyah dan Hanabilah
berpendapat bahwa kadar haram pada minuman-minuman yang memabukkan
adalah sedikit maupun banyak selagi memiliki potensi memabukkan. Minuman
tersebut haram meskipun ketika dikonsumsi tidak sampai memabukkan.
5. Tidak mengandung organ manusia.
Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, sebagian orang
mulai berpendapat bahwa organ manusia dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan pangan, obat dan kosmetika. Sebagian orang memanfaatkan
bagian tubuh manusia sebagai pengembang makanan, kesuburan air susu, obat,

6

kecantikan dan lainnya. Kandungan organ manusia yang terdaapat pada pangan
menjadi salah satu kriteria haram. Al-Quran surat Al-Isra ayat 70 menjadi dalil
pengharaman produk yang mengandung organ manusia. Surat tersebut
menerangkan bahwa Allah telah memuliakan anak-anak Adam. Makna
“memuliakan” dalam ayat tersebut adalah tidak menghukumi najis kepada
manusia, baik muslim maupun kafir, baik hidup maupun mati. Memuliakan
juga berarti dilarang untuk memanfaatkan bagian tubuh manusia baik untuk
pangan, obat dan kosmetika.
LPPOM MUI dan Label Halal
Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama
Indonesia (LPPOM MUI), merupakan sebuah lembaga yang dibentuk oleh
Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 6 Januari 1989 dengan tugas
menjalankan fungsi MUI untuk melindungi konsumen muslim dalam
mengonsumsi makanan, minuman, obat-obatan maupun kosmetika melalui
pemeriksaan serta sertifikasi halal. Pembentukan LPPOM MUI didasarkan atas
mandat dari pemerintah/negara agar MUI berperan aktif dalam meredakan kasus
lemak babi di Indonesia pada tahun 1988. Label halal dilekatkan pada produk
yang berupa logo yang didapat dari hasil sertifikasi halal oleh LPPOM MUI
(LPPOM MUI 2010).
Label halal merupakan suatu tanda atau bukti bahwa produk tersebut telah
mendapatkan sertifikat halal dari LPPOM MUI (memiliki nomor registrasi dari
LPPOM MUI). Sertifikat halal merupakan fatwa tertulis MUI terhadap suatu
produk, yang intinya menyatakan bahwa produk tersebut merupakan produk halal,
yang dibuktikan melalui audit oleh LPPOM MUI. Labelisasi halal di Indonesia
dilakukan oleh Lembaga pengkajian Pangan dan Obat-obatan Majelis Ulama
Indonesia (LPPOM MUI). Apabila suatu produk mencantumkan logo halal (Halal
MUI) tanpa memiliki sertifikat halal dari MUI dapat dikategorikan memalsukan
atau melakukan penipuan terhadap konsumen dan dapat dituntut secara hukum.
Dengan demikian produk-produk yang tidak mencantumkan label halal belum
mendapat persetujuan lembaga berwenang untuk diklasifikasikan kedalam daftar
produk halal atau dianggap masih diragukan kehalalalnnya1. Menurut LPPOM
MUI, untuk mendapatkan izin pencantuman label halal, maka pemilik usaha
(produsen) harus melakukan permohonan sertifikasi halal terlebih dahulu dengan
mendaftar ke sekretariat LPPOM MUI melalui serangkaian proses yang sudah
diatur, seperti berikut ini:
Bagi Industri Pengolahan:
1. Produsen harus mendaftarkan seluruh produk yang diproduksi di lokasi yang
sama atau memiliki merek/brand yang sama.
2. Produsen harus mendaftarkan seluruh lokasi produksi termasuk pabrik
pengemasan.
3. Ketentuan untuk tempat harus dilakukan di perusahaan yang sudah mempunyai
produk bersertifikat halal atau yang bersedia disertifikasi halal

1

Disampaikan oleh Sugeng Dwi Hastono (Kepala Bidang Pelatihan dan Sosialisasi Halal Lembaga
Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika LPPOM MUI Provinsi Lampung) untuk menjawab
pertanyaan dari masyarakat terkait perbedaan label halal BPPOM dan MUI pada 13 Agustus 2012. Tersedia
pada: http://lampung.tribunnews.com/2012/08/13/apa-beda-label-halal-bp-pom-dan-mui

7

Bagi Restoran dan katering:
1. Restoran dan katering harus mendaftarkan seluruh menu yang dijual termasuk
produk-produk titipan, kue ulang tahun serta menu musiman.
2. Restoran dan katering harus mendaftarkan seluruh gerai, dapur serta gudang.
Bagi Rumah Potong Hewan:
1. Produsen harus mendaftarkan seluruh tempat penyembelihan yang berada
dalam satu perusahaan yang sama.
2. Setelah formulir dikembalikan ke LPPOM MUI beserta kelengkapannya maka
tim auditor LPPOM MUI akan melakukan audit ke lokasi produsen.
3. Hasil audit dan laboratorium akan dievaluasi dalam rapat auditor LPPOM
MUI. Jika memenuhi persyaratan maka akan dibuatkan laporan hasil audit
yang selanjutnya diajukan pada sidang komisi fatwa MUI untuk diputuskan
status kehalalannya.
4. Sidang komisi fatwa MUI dapat menolak laporan hasil audit dan hasilnya akan
disampaikan kepada produsen pemohon. Penolakan tersebut dikarenakan
persyaratan yang telah ditentukan belum terpenuhi.
5. Sertifikat halal baru akan dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia setelah
ditetapkan status kehalalannya oleh komisi fatwa MUI.
6. Sertifikat halal berlaku selama 2 (dua) tahun sejak tanggal penetapan fatwa.
7. Tiga bulan sebelum masa berlaku sertifikat halal berakhir, produsen harus
mengajukan perpanjangan sertifikat halal sesuai dengan aturan yang telah
ditetapkan LPPOM MUI.
Dari serangkaian proses tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu produk
yang dikatakan halal tidak semata-mata hanya terdiri dari penyediaan bahanbahan baku pembuatan, tetapi juga pengolahan, penyimpanan, pengemasan,
pendistribusian, penjualan, hingga penyajian. Pelaku usaha yang telah
mendapatkan sertifikat halal sebaiknya segera mencantumkan label halal pada
produk yang akan dijual. Label halal harus ditempatkan di bagian yang mudah
terlihat. Jika pelaku usaha tidak melakukan ketentuan tersebut, maka sanksi
berupa pencabutan sertifikat halal pun akan dilakukan (LPPOM MUI).
Label Halal Bagi Konsumen dan Produsen
Adanya label halal pada produk artinya produk tersebut telah bersertifikat
halal. Manfaat label halal bagi konsumen yaitu konsumen mendapatkan keamanan
serta ketenangan batin dalam mengonsumsi dan menggunakan produk tersebut.
Selain itu konsumen juga mendapat kepastian dan jaminan bahwa produk tersebut
tidak mengandung sesuatu yang tidak halal dan juga diproduksi dengan cara yang
halal. Label halal memberikan manfaat bagi semua konsumen, tidak hanya
konsumen muslim saja, karena halal tidak saja berarti kandungannya halal namun
juga diproses dengan cara yang ber-etika, sehat dan baik (BPOM 2013).
Adanya label halal merupakan salah satu bentuk kewajiban sosial dan dapat
meningkatkan kepercayaan serta loyalitas konsumen. Label halal yang merupakan
bagian dari sertifikat halal membuka peluang ekspor yang luas. Produk yang telah
bersertifikat halal memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan dengan
perusahaan pangan lainnya. Sertifikasi halal diperlukan dalam memproduksi
produk-produk untuk konsumen produk halal yang saat ini mencakup konsumen

8

muslim dan juga non-muslim yang ingin menjaga kesehatannya dengan menjaga
makanannya. Saat ini terdapat 1.4 milyar penduduk muslim dan jutaan konsumen
non-muslim lainnya yang memilih untuk mengonsumsi produk halal. Dengan
mensertifikasi kehalalan produk, produk tersebut mendapat kesempatan untuk
menembus pasar pangan halal yang diperkirakan bernilai sekitar 150 hingga 500
milyar USD. Keuntungan bagi produsen dalam memperoleh sertifikat halal
(BPOM 2013) adalah:
1. Kesempatan untuk meraih pasar pangan halal global yang diperkirakan
sebanyak 1.4 milyar muslim dan jutaan non-muslim lainnya.
2. Sertifikasi Halal adalah jaminan yang dapat dipercaya untuk mendukung klaim
pangan halal.
3. 100% keuntungan dari market share yang lebih besar tanpa kerugian dari
pasar/klien non-muslim.
4. Meningkatkan marketability produk di pasar/negara muslim.
5. Investasi berbiaya murah dibandingkan dengan pertumbuhan revenue yang
dapat dicapai.
6. Peningkatan citra produk.
Perilaku Konsumen dalam Menentukan Produk
Berbagai perilaku konsumen yang berbeda-beda dapat kita perhatikan ketika
akan menentukan suatu produk yang akan dikonsumsinya, menurut Al-Ahsyar
(2002) perilaku konsumen di pusat-pusat perbelanjaan atau tempat lainnya dapat
dikelompokan menjadi tiga kelompok. Pertama, yaitu konsumen yang hanya
memerhatikan faktor harga (murah atau tidak). Kedua, konsumen yang berhatihati dalam memilih produk karena didorong oleh keyakinan agama. Ketiga,
konsumen yang membeli karena faktor kesehatan atau karena kualitas dan tertarik
pada tabel komposisi bahan yang tertera pada kemasan produk.
Berdasarkan ketiga kelompok tersebut diatas dapat dicermati bahwa
kelompok yang pertama dipengaruhi oleh faktor kemampuan finansialnya dalam
mengkosumsi suatu produk. Kelompok kedua membutuhkan label halal pada
kemasan produk yang akan dikonsumsinya. Kelompok yang ketiga, boleh jadi
membutuhkan label halal, namun mereka tetap menginginkan informasi tentang
komposisi bahan yang ada dalam kemasan produk.
Fast Food
Istilah fast food pertama kali diperkenalkan di Amerika Serikat sekitar tahun
1950-an. Fast food merupakan salah satu jenis makanan yang sangat dibutuhkan
mereka yang mempunyai waktu yang sangat sedikit untuk menikmati makan siang
dan juga bagi mereka yang menginginkan pelayanan cepat, sehingga mereka
merasa lebih praktis dan efisien jika memesan makanan cepat saji di restoran fast
food. Restoran fast food berkembang hampir di seluruh dunia termasuk di
beberapa kota besar yang ada di Indonesia. Hidangan tersebut biasanya berupa
ayam goreng, kentang goreng, hamburger, pasta, pizza atau roti isi yang sering
dijadikan sebagai penuntas lapar di tengah sibuknya mobilitas seseorang.
Produk fast food dewasa ini semakin beragam dan terus berkembang
sehubung dengan pergeseran pola konsumsi masyarakat yang didukung oleh

9

peningkatan pendapatan per-kapita terutama pada masyarakat perkotaan. Sebagian
besar restoran fast food atau cepat saji menggunakan sistem franchise, karena
sistem ini memungkinkan output yang seragam dan konsisten bagi konsumen
dimanapun produk itu dibeli. Suatu restoran dapat dikatakan makanan cepat saji
dan cocok dijalankan dengan sistem franchise, apabila makanan yang disajikan
pada restoran tersebut memenuhi persyaratan:
1. Makanan disajikan dengan cepat dan memiliki standarisasi tertentu yang
meliputi sistem mutu, pelayanan dan harga.
2. Makanan tersebut serba cepat, unik dan terkenal.
3. Makanan dijual pada outlet tertentu dan memiliki ruang untuk menyantap
makanan di tempat, baik dengan cara melayani diri sendiri (self service)
maupun dengan pesanan.
4. Restoran tersebut dioperasikan dengan skala tertentu dan makanan diproduksi
secara massal.
5. Makanan yang dijual harus relatif menguntungkan dan kesuksesan telah
terbukti selama dua tahun.
Selama penyajian makanan di restoran fast food berbeda dengan masakan
tradisional. Masakan tradisional biasanya memerlukan penyajian yang cukup lama.
Peyajian dengan hidangan baru diproduksi jika ada yang memesan dan makanan
ini memiliki standar tertentu dan jenis menu makanan yang beragam (Sugiarto,
Sulartiningrum 1996).
Tinjauan Teori
Preferensi Konsumen
Preferensi konsumen merupakan pilihan suka atau tidak suka oleh seseorang
terhadap produk yang dikonsumsi. Preferensi konsumen juga merupakan nilainilai yang diperhatikan konsumen dalam menentukan pilihan. Preferensi dibagi
menjadi dua, yaitu preferensi berdasarkan sikap dan preferensi berdasarkan atribut.
Preferensi berdasarkan sikap dibentuk berdasarkan sikap konsumen secara
keseluruhan terhadap dua produk. Preferensi berdasarkan atribut terbagi menjadi
dua yaitu atribut unik dan atribut bersama. Atribut unik merupakan atribut yang
termasuk kedalam deskripsi satu produk tetapi dihilangkan dari deskripsi produk
lainnya, sedangkan atribut bersama adalah atribut yang tidak hanya dimiliki satu
produk saja, akan tetapi semua produk memiliki atribut ini (Kardes 2002).
Sedangkan menurut Kotler dan Armstrong (2008), sikap menggambarkan evaluasi,
perasaan dan tendensi yang konsisten dari seseorang terhadap sebuah objek atau
ide. Preferensi berdasarkan atribut dibentuk atas dasar membandingkan satu atau
lebih atribut atau fitur dari dua produk ataupun lebih. Preferensi konsumen sangat
dipengaruhi oleh tingkat kepuasan yang akan diterima karena keputusan yang
mereka buat. Konsep preferensi menyatakan bahwa jika seseorang mengatakan
dia lebih menyukai A daripada B, ini berarti segala kondisi dibawah A tersebut
disukai daripada kondisi dibawah pilihan B.

10

Faktor-faktor yang Memengaruhi Pembelian
Keputusan pembelian dari konsumen sangat dipengaruhi oleh beberapa
perilaku konsumen. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen,
menurut Kotler dan Armstrong (2008), yaitu:
1. Faktor Budaya.
Faktor budaya memiliki pengaruh yang sangat luas dan mendalam
terhadap perilaku konsumen, mencakup budaya, sub budaya, dan kelas sosial
konsumen. Budaya adalah suatu nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan dan
tingkah laku dari keluarga dan institusi lainnya. Setiap perilaku konsumen
dipengaruhi oleh berbagai sistem nilai dan norma budaya yang berlaku pada
suatu daerah tertentu, untuk itu perusahaan harus tahu produknya itu
dipasarkan pada suatu daerah yang berkebudayaan seperti apa dan bagaimana
(conditional).
Sub-budaya adalah kelompok orang yang mempunyai sistem nilai yang
sama berdasarkan pada pengalaman hidup dan situasi. Sub-budaya meliputi
nasionalis, agama, kelompok ras dan wilayah geografis. Bagian pemasaran
harus merancang produk dan program pemasaran yang disesuaikan dengan
kebutuhan mereka (konsumen). Kelas sosial adalah divisi atau bagian-bagian
masyarakat yang relatif permanen dan teratur dengan para anggotanya yang
mengikuti nilai-nilai, kepentingan dan perilaku yang sama. Kelas sosial tidak
ditentukan oleh satu faktor saja, misalnya pendapatan, tetapi ditentukan sebagai
suatu kombinasi pekerjaan, pendapatan, pendidikan dan kekayaan.
2. Faktor Sosial.
Selain faktor-faktor budaya, perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh
faktor faktor sosial seperti kelompok acuan, keluarga, serta peran dan status
sosial konsumen. Kelompok acuan adalah kelompok yang memiliki pengaruh
langsung atau tidak langsung terhadap sikap atau tingkah laku seseorang.
Seperti teman, saudara, tetangga dan rekan kerja. Keluarga adalah organisasi
pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat dan anggota
keluarga sangat memengaruhi perilaku pembelian. Peran status seseorang yang
berpartisipasi diberbagai kelompok akan membawa pada posisi tertentu. Setiap
peran membawa status yang mencerminkan penghargaan yang diberikan oleh
masyarakat. Seseorang sering kali memilih produk yang menunjukkan status
mereka dalam masyarakat. Pemasar menyadari potensi simbol status dari
produk dan merek.
3. Faktor Pribadi.
Keputusan seorang pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi
seperti usia dan tahap siklus hidup, pekerjaaan, keadaan ekonomi dan gaya
hidup, serta kepribadian dan konsep diri pembeli. Usia berhubungan erat
dengan perilaku dan selera seseorang, dengan bertambahnya usia seseorang
diikuti pula dengan berubahnya selera terhadap produk begitu juga dengan
faktor pekerjaan dan keadaan ekonomi. Pilihan produk sangat dipengaruhi oleh
keadaan ekonomi seseorang. Bila indikator ekonomi menunjukkan resesi,
pemasar dapat mengambil langkah-langkah untuk merancang ulang,
memposisikan kembali dan mengubah harga produk. Gaya hidup adalah pola

11

hidup seesorang di dunia yang diwujudkan dalam aktivitas, interes dan
opininya yang menggambarkan keseluruhan diri seseorang dalam berinteraksi
dengan lingkunganya. Kepribadian adalah karakteristik psikologis. seseorang
yang berbeda dengan orang lain yang menyebabkan respons yanng relatif
konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungan disekitarnya.
4. Faktor Psikologis.
Faktor psikologis yang memengaruhi pilihan pembelian terdiri dari
empat faktor, yaitu motivasi, persepsi, pengetahuan, keyakinan dan sikap.
Motivasi adalah kebutuhan yang cukup mendorong seseorang untuk bertindak,
dengan memuaskan kebutuhan tersebut ketegangan akan berkurang, sedangkan
persepsi adalah proses yang digunakan seseorang dalam memilih, mengatur
dan menginterpretasikan masukan informasi untuk menciptakan gambaran
yang berarti. Seseorang yang termotivasi siap untuk bertindak, bagaimana
seseorang termotivasi bertindak akan dipengaruhi oleh persepsinya terhadap
situasi tertentu.
Dalam perilaku konsumen yang dipengaruhi faktor budaya, sosial,
pribadi dan psikologis dapat diambil kesimpulan bahwa dalam pembelian suatu
produk khususnya dalam pengambilan keputusan, para pembeli dipengaruhi
oleh empat faktor tersebut, meskipun pengaruhnya pada setiap konsumen
berbeda-beda.
Partial Least Square Path Modeling (PLS-PM)
Partial Least Square pertama kali dikembangkan oleh Herman Wold
(1975). PLS merupakan metode analisis yang powerful karena dapat digunakan
pada setiap jenis skala data (nominal, ordinal, interval dan rasio) serta syarat
asumsi yang lebih fleksibel. Dari sudut pandang yang lebih luas, PLS merupakan
teknik analisis data untuk menganalisis hubungan di antara satu set blok variabel.
Hal ini berdasarkan dugaan bahwa hubungan antara blok yang ditetapkan
mengacu serta mempertimbangkan dasar pengetahuan (teori) yang telah jelas.
Setiap blok variabel diasumsikan dapat mewakili konsep teoritis yang
direpresentasikan dalam bentuk variabel laten.
PLS tidak mengasumsikan data harus mengikuti suatu distribusi tertentu,
misal berdistribusi normal multivariat. Pendekatan PLS merupakan distribution
free serta ukuran sampel yang fleksibel. PLS dapat juga digunakan ketika
landasan teori model adalah tentatif atau pengukuran setiap variabel laten masih
baru. PLS didesain dengan tujuan prediksi. Hal ini merupakan konseptual awal
yang harus menjadi landasan bagi para peneliti. Sebagaimana dalam analisis
regresi, tujuan utamanya adalah mengidentifikasi variabel yang berguna untuk
memprediksi hasil. PLS dapat juga digunakan untuk tujuan konfirmasi (seperti
pengujian hipotesis) dan tujuan eksplorasi. Meskipun PLS lebih diutamakan
sebagai eksplorasi daripada konfirmasi, PLS juga dapat untuk menduga apakah
terdapat hubungan atau tidak. Tujuan utamanya adalah untuk menjelaskan
hubungan antar konstrak dan menekankan pengertian tentang nilai hubungan
tersebut.
PLS sering digunakan oleh para peneliti dan praktisi karena empat alasan.
Pertama, algoritma PLS tidak terbatas hanya untuk hubungan antara indikator

12

dengan konstrak latennya yang bersifat reflektif saja tetapi algoritma PLS juga
dipakai untuk hubungan yang bersifat formatif. Kedua, PLS dapat digunakan
untuk menaksir model path dengan sample size yang kecil. Ketiga, PLS dapat
digunakan untuk model yang sangat kompleks (terdiri atas banyak variabel laten
dan manifes) tanpa mengalami masalah dan estimasi data. Keempat, PLS dapat
digunakan ketika distribusi data sangat miring (Skew). PLS dapat digunakan
ketika independensi antara data pengamatan tidak dapat dijamin sebab tidak ada
asumsi distribusi yang dibutuhkan.
Di dalam PLS ini dikenal dengan variabel eksogen dan variabel
endogen. Variabel eksogen adalah variabel laten yang menjelaskan variabel laten
endogen. Nama variabel laten eksogen sama hal nya seperti variabel independen
(predictor) dalam regresi linear. Sedangkan variabel endogen adalah variabel
laten yang dijelaskan oleh variabel laten eksogen, sama halnya seperti variabel
dependen dalam regresi linear (Yamin, Kurniawan 2011). Pemodelan dalam PLSPM ada 2 model:
1. Model Pengukuran (Outer Model ), yaitu model pengukuran yang
menghubungkan indikator dengan variabel latennya. Model ini digunakan
untuk mengevaluasi terhadap model reflektif indikator meliputi pemeriksaan
pada individual item reliability, construct reliability, average variance
extracted dan discriminant validity. Keempat pengukuran tersebut akan
dikelompokkan dalam convergent validity yaitu untuk mengukur besarnya
korelasi antara konstrak dengan variabel laten. Dalam evaluasi convergent
validity dari pemeriksaan individual item reliability, dapat dilihat dari
nilai standardized loading factor yang menggambarkan besarnya korelasi
antara setiap item pengukuran indikator dengan konstrak. Dalam outer model
terdapat dua tipe indikator yaitu indikator reflektif dan indikator formatif.
a. Indikator reflektif. Indikator ini mempunyai ciri-ciri: arah hubungan
kausalitas dari variabel laten ke indikator, antar indikator diharapkan saling
berkorelasi (instrumen harus memiliki consistency reliability),
menghilangkan satu indikator, tidak akan merubah makna dan arti variabel
yang diukur, dan kesalahan pengukuran (error) pada tingkat indikator.
Sebagai contoh model indikator reflektif adalah variabel yang berkaitan
dengan sikap (attitude) dan niat membeli (purchase intention).
b. Indikator formatif. Ciri-ciri model indikator formatif yaitu: arah hubungan
kausalitas dari indikator ke variabel laten, antar indikator diasumsikan tidak
berkorelasi (tidak diperlukan uji reliabilitas konsistensi internal),
menghilangkan satu indikator berakibat merubah makna dari variabel laten
dan kesalahan pengukuran berada pada tingkat variabel laten. Variabel laten
dengan indikator formatif dapat berupa variabel komposit. Sebagai contoh
variabel status sosial ekonomi diukur dengan indikator yang saling mutual
exclusive (pendidikan, pekerjaan, dan tempat tinggal). variabel kualitas
pelayanan dibentuk oleh 5 dimensi yaitu tangible, reliability, responsive,
emphaty dan assurance.
2. Model Persamaan (Inner model), yaitu model struktural yang menghubungkan
antar variabel laten. Dalam analisis ini ada beberapa tahap yang harus
dilakukan, pertama adalah melihat signifikansi hubungan antar konstrak. Hal

13

ini dapat dilihat dari koefisien jalur ( path coefficient ) yang menggambarkan
kekuatan hubungan antara konstrak. Selanjutnya mengevaluasi nilai RSquare yaitu untuk melihat besarnya variability variabel endogen yang mampu
dijelaskan oleh variabel eksogen.
Penelitian Terdahulu
Agustian dan Sujana (2013) melakukan penelitian tentang Pengaruh
Labelisasi Halal terhadap Keputusan Pembelian Konsumen (Studi Kasus pada
Produk Wall‟s Conello). Analisis menggunakan analisis regresi dan korelasi.
Berdasarkan hasil analisis, labelisasi halal berpengaruh terhadap keputusan
pembelian konsumen produk Wall‟s Conello. Selain itu rata-rata penilaian
tanggapan mahasiswa Muslim mengenai labelisasi halal produk Wall‟s Conello
adalah baik.
Ghanimata (2012) melakukan penelitian tentang Analisis Pengaruh Harga,
Kualitas Produk dan Lokasi terhadap Keputusan Pembelian (Studi pada Pembeli
Produk Bandeng Juwana Elrina Semarang). Analisis yang digunakan adalah
analisis regresi linier berganda. Berdasarkan hasil analisis regresi berganda dapat
terlihat bahwa semua variabel harga, kualitas produk dan lokasi berpengaruh
positif terhadap keputusan pembelian. Variabel lokasi mempunyai pengaruh yang
paling besar kemudian secara berturut-turut diikuti oleh variabel kualitas produk
dan harga.
Rofiqoh (2012) meneliti tentang Pengaruh Labelisasi Halal terhadap
Keputusan Konsumen Membeli Produk Mie Instan Indofood (Studi Kasus Pada
Mahasiswa Jurusan Muamalah Dan Ahwal Al-Syakhsiyyah Semester VIII IAIN
Walisongo Semarang). Metode yang digunakan adalah regresi linier sederhana.
Berdasarkan hasil analisis, labelisasi halal berpengaruh positif terhadap keputusan
konsumen membeli produk mie instan indofood.
Alfian (2013) meneliti tentang Analisis Pengaruh Persepsi Harga, Kualitas
Produk, Aksesibilitas Lokasi dan Kekuatan Referensi Sosial terhadap Keputusan
Pemilihan Rumah Makan Padang Salero Bundo di Jakarta. Analisis yang
digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Berdasarkan hasil analisis
regresi berganda dapat terlihat bahwa semua variabel yaitu persepi harga, kualitas
produk, aksesibilitas lokasi dan kekuatan referensi sosial berpengaruh positif dan
signifikan terhadap keputusan pembelian. Berturut-turut variabel aksesibilitas
lokasi, persepsi harga, kekuatan referensi dan kualitas produk secara berurutan
menjabarkan besaran koefisien regresi dari yang paling besar hingga yang paling
kecil.
Nabhan dan Kresniani (2005) melakukan penelitian tentang Faktor-Faktor
yang Berpengaruh terhadap Keputusan Konsumen dalam Melakukan Pembelian
pada Rumah Makan di Kota Batu. Analisis yang digunakan adalah analisis regresi
linier berganda. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa variabel
bebas (produk/menu, pelayanan, harga, tempat, kelas sosial dan promosi) secara
bersama-sama memiliki pengaruh terhadap variabel terikat (keputusan pembelian
konsumen). Dari keenam variabel bebas, ternyata variabel produk/menu memiliki
pengaruh paling besar terhadap keputusan pembelian konsumen konsumen
dibandingkan variabel bebas lainnya.

14

Rambe dan Afifuddin (2012) melakukan penelitian tentang Pengaruh
Pencantuman Label Halal pada Kemasan Mie Instan terhadap Minat Pembelian
Masyarakat Muslim (Studi Kasus pada Mahasiswa Universitas Al-Washliyah,
Medan). Analisis menggunakan korelasi product moment. Dari penelitian ini
diketahui bahwa pencantuman label halal memberikan pengaruh sebesar 31.1%
terhadap minat beli. Selain itu minat beli mahasiswa Universitas Al-Wasliyah
Medan terhadap produk mie instan tergolong tinggi dan keyakinan mahasiswa
terhadap pencantuman label halal pada kemasan mie instan, dinyatakan tinggi.
Kerangka Pemikiran
Pada penelitian ini peneliti mengawali kerangka berfikir dari kebutuhan
manusia dalam menjaga keberlangsungan hidupnya. Kebutuhan manusia yang
paling mendasar atau disebut kebutuhan primer yaitu pangan. Perubahan gaya
hidup yang terjadi pada masyarakat terlihat pada kehidupan sehari-hari, dimana
manusia saat ini lebih mementingkan gengsi (prestise), efisiensi, serba instan
dalam segala hal termasuk dalam hal mengonsumsi pangan. Gaya hidup tersebut
menjadi suatu tuntutan bagi restoran untuk memenuhi kebutuhan. Restoran cepat
saji menjadi pilihan bagi orang-orang tersebut dalam memenuhi kebutuhan
makanan. Selain penyajian cepat dan efisien, restoran cepat saji juga harus
memenuhi peraturan mengenai keamanan pangan. Salah satu yang menjadi acuan
penting lainnya adalah kehalalan makanan, mengingat mayoritas penduduk
Indonesia adalah muslim yang diwajibkan untuk mengonsumsi pangan halal.
Label halal yang diperoleh setelah melalui proses sertifikasi oleh LPPOM MUI
menjadi indikator bahwa suatu produk makanan tersebut baik dikonsumsi untuk
masyarakat muslim. Konsumen berhak memilih dan mengetahui makanan yang
baik untuk dikonsumsi. Dalam penelitian ini akan dilihat pengaruh dari label halal,
harga, kualitas produk, layanan dan aksesibilitas lokasi sebagai faktor independen
terhadap keputusan pembelian sebagai faktor dependen. Melalui data ini akan
diperoleh informasi-informasi seperti, persepsi konsumen mengenai pangan halal
dan lembaga halal pada produk pangan, tingkat pengetahuan konsumen mengenai
kehalalan suatu produk pangan dan pengaruh label halal terhadap keputusan
pembelian pada restoran cepat saji di Kota Bogor. Persepsi dan tingkat
pengetahuan konsumen mengenai label halal akan dianalisis menggunakan
analisis deskriptif, sedangkan untuk pengaruh label halal terhadap keputusan
pembelian menggunakan Partial Least Square Path Modeling (PLS-PM). Adapun
kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

15

Kebutuhan Pokok
(Pangan)

Mayoritas Penduduk
Indonesia Muslim

Gaya Hidup
(Pr