Analisis pengembangan wilayah berbasis konservasi sumberdaya alam di kabupaten Lebong

ANALIS
SIS PEN
NGEMBA
ANGAN WILAYA
W
AH BER
RBASIS
KONSE
ERVASI SUMBER
S
RDAYA ALAM
DII KABUP
PATEN LEBONG
L
G

S
SUKISNO
O

SE

EKOLAH
H PASCAS
SARJANA
A
INS
STITUT P
PERTANIA
AN BOGO
OR
BOGOR
2009

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Analisis Pengembangan
Wilayah Berbasis Konservasi Sumberdaya Alam di Kabupaten Lebong adalah
karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2009
Sukisno
NRP A353 060 071

ABSTRACT
SUKISNO. Analysis of Regional Development Based on Natural Resource
Conservations in Lebong Regency. Supervised by WIDIATMAKA and
HARIADI KARTODIHARDJO.
The objective of this research is to formulate the land allocation guidelines
based on natural resources conservation in Lebong Regency. The method used
was overlaying between thematic map of natural resources. The Analisys of
population pressure on conservation area, level of knowledge and awareness on
natural resources conservation, local institution aspect on natural resources
management, location quotients (LQ), and tipology and development index of
region was conducted to support the guidelines of land allocation.
The results showed that there was landuse conflict problem on protected
area as much as 6.573,88 ha (3,95%) based on forested area, 12.303,01 ha
(7,39%) based on Regional Spatial Planning Map (RTRW), and 6.809,24 ha
(4,09%) based on land capability. The landuse deviation was more influenced by
social economic factor rather than land capability. This conversion was indicated

by the population pressure value >1 on the overall village (97,4%). Understanding
on the importance of natural resources conservation was inconsistence with the
degree of it’s awareness, due to the low of willingness to pay on natural resources
conservation with the value of wtp of Rp39.487,17/Family/year. There is a rule of
the game on forest management in Ladang Palembang and Ketenong I Villages
that could be used as guidelines to solve the landuse conflict problem on
conservation area. Coffee, rubber, rice, durian, kemiri, corn, soy bean, vegetable,
and fish are potentially able to be developed as the economic resources rather than
nilam due to negative effect on natural resources. There is 9 village that could be
considered as new growth pole. Those are Tes Taba Anyar, Air Dingin, Kampung
Jawa Dalam, Ketenong Satu, Ketenong Dua, Sebelat Ulu, Kampung Muara Aman
dan Pasar Muara Aman.
The land allocation guidelines based on natural resources conservation in
Lebong Regency comprise: (1) protected area comprising of 135,84 ha (0.08%)
for Protected Area Danau Menghijau, 2.774,82 ha (1.67%) for Protected Area
Danau Tes, 16.123,20 ha (9.70%) for Conservation Forest Bukit Daun, and
101.531,92 ha (61.05%) for Kerinci Seblat National Park, (2) cultivated area
which consist of 9.759,06 ha (5.87%) for very intensive agriculture, 12.204,73 ha
(7.34%) for intensive agriculture, 1.867,26 ha (1.12%) for moderate agriculture,
14.837,64 ha (8.92%) for limited agriculture, 3.277,25 ha (1.97%) for intensive

grasslands dan 3.786,24 ha (2.28%) for forests. There is neeed a detiled landused
planning to accomodate landused conlict problem on conservation area.
Keywords: regional development, natural resources conservations, Lebong

RINGKASAN
SUKISNO. Analisis Pengembangan Wilayah Berbasis Konservasi Sumberdaya
Alam Di Kabupaten Lebong. Dibimbing oleh WIDIATMAKA dan HARIADI
KARTODIHARDJO.
Konservasi sumberdaya alam di Kabupaten Lebong memiliki fungsi yang
sangat penting. Dari 192.924 ha luas wilayah Lebong, 20.777 ha (10,77%)
merupakan kawasan hutan lindung, 111.035 ha (57,56%) adalah Taman Nasional
Kerinci Seblat (TNKS), 3.022,15 ha (1,55%) adalah suaka alam dan hanya
58.089,45 ha (30,10%) yang merupakan pemukiman dan peruntukan lain.
Penelitian ini bertujuan untuk menyusun arahan pemanfaatan ruang berbasis
konservasi sumberdaya alam di Kabupaten Lebong. Metode yang digunakan
adalah overlay antara peta-peta tematik terkait pengelolaan sumberdaya alam.
Analisis tekanan penduduk terhadap kawasan lindung, tingkat pemahaman dan
kepedulian masyarakat terhadap konservasi sumberdaya alam, aspek kelembagaan
lokal terkait pengelolaan sumberdaya alam, LQ, dan tipologi dan tingkat
perkembangan wilayah dilakukan untuk mendukung arahan pemanfaatan ruang

yang disusun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi terjadi konflik
pemanfaatan ruang pada lahan yang diperuntukkan sebagai kawasan lindung
seluas 6.573,88 ha (3,95%) berdasarkan status kawasan hutan, 12.303,01 ha
(7,39%) berdasarkan rencana tata ruang wilayah dan 6.809,24 ha (4,09%)
berdasarkan kelas kemampuan lahan. Penyimpangan penggunaan lahan lebih
dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi, bukan faktor fisik lahan. Indikasi tekanan
terhadap keberlanjutan kawasan lindung semakin besar karena tingginya tekanan
penduduk (Ppt>1) pada seluruh kawasan (97,4%) serta rendahnya kepedulian
masyarakat terhadap upaya pelestarian sumberdaya alam. Pemahaman terhadap
pentingnya konservasi sumberdaya alam tidak dibarengi dengan tingginya tingkat
kepedulian terhadap upaya pelestarian sumberdaya alam, ditunjukkan dengan
rendahnya rata-rata nilai Willingness to Pay sebesar Rp39.487,17/keluarga/tahun.
Penguatan sistim hukum adat berkaitan dengan pengelolaan kawasan hutan, dapat
dijadikan cara untuk mengurangi tekanan masyarakat terhadap kawasan hutan
sebagaimana diterapkan di Desa Ketenong I dan Ladang Palembang. Kopi, karet,
padi, kakao, durian, kemiri, jagung, kedelai, sayur-mayur, dan perikanan air tawar
berpotensi dikembangkan sebagai sektor basis perekonomian wilayah, sementara
nilam tidak dianjurkan karena sistim budidayanya mengancam kelestarian
sumberdaya alam. Terdapat 9 desa dengan tingkat perkembangan maju yang dapat

dijadikan pusat pertumbuhan baru, yaitu Tes, Taba Anyar, Air Dingin, Kampung
Jawa Dalam, Ketenong Satu, Ketenong Dua, Sebelat Ulu, Kampung Muara Aman
dan Pasar Muara Aman.
Arahan pemanfaatan ruang di Kabupaten Lebong terdiri dari: (1) kawasan
budidaya terdiri dari: pertanian sangat intensif 9.759,06 ha (5.87%), pertanian
intensif 12.204,73 ha (7.34%), pertanian sedang 1.867,26 ha (1.12%), pertanian

terbatas 14.837,64 ha (8.92%), penggembalaan intensif 3.277,25 ha (1.97%) dan
hutan 3.786,24 ha (2.28%), (2) kawasan lindung terdiri dari: Cagar Alam Danau
Menghijau 135,84 ha (0.08%), 2.774,82 ha (1.67%) Cagar Alam Danau Tes,
16.123,20 ha (9.70%) Hutan Lindung Bukit Daun, dan 101.531,92 ha (61.05%)
Taman Nasional Kerinci Seblat. Diperlukan rencana detil tata ruang untuk
mengakomodir masalah konflik pemanfaatan ruang pada kawasan konservasi.
Kata Kunci: Pengembangan wilayah, Konservasi sumberdaya alam, Lebong

© Hak cipta milik IPB, tahun 2009
Hak cipta dilindung Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan
pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan

kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan
kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH BERBASIS
KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM
DI KABUPATEN LEBONG

SUKISNO

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009


Judul Tesis

:

Nama
NIM

:
:

Analisis Pengembangan Wilayah Berbasis
Sumberdaya Alam di Kabupaten Lebong
Sukisno
A353060071

Konservasi

Disetujui
Komisi Pembimbing


Dr. Ir. Widiatmaka, DAA
Ketua

Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi
Ilmu Perencanaan Wilayah

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr

Tanggal Ujian : 6 Januari 2009

Dekan
Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS


Tanggal Lulus : 16 Febuari 2009

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS

Teruntuk:
Ayahanda Margono(alm) dan Ibunda Radiyem (alm)
Ibu dan Dimas
Kang Wanto dan Diana
Adinda Melati Ariessiani, SE
Seluruh keluarga besar yang telah mendukung selama ini

PRAKATA
Puji syukur kehadirat Alah SWT penulis panjatkan, atas segala karunia yang
diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini. Tesis
yang berjudul Analisis Pengembangan Wilayah Berbasis Konservasi Sumberdaya
Alam di Kabupaten Lebong ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
(PWL) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).
Banyak pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan

tesis ini dan selama penyelesaian studi di IPB. Pada kesempatan ini, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua, keluarga angkat, kakak serta adik-adik terkasih atas segala
dukungan, doa, harapan, pengorbanan, dan kesabarannya,
2. Dr. Ir. Widiatmaka, DAA selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ir.
Hariadi Kartodiharjo, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing atas segala
bimbingan, masukan dan saran selama penyusunan tesis,
3. Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr beserta segenap dosen dan karyawan selingkup
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah dan Dept. ISTL, atas arahan dan
bantuan terhadap penulis dalam penyelesaian studi,
4. Rektor dan Dekan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, atas kesempatan
yang diberikan untuk menempuh studi melalui Beasiswa Program Hibah
Kompetensi (PHK) A2 Jurusan BDP Faperta UNIB,
5. Yayasan Toyota & Astra, atas bantuan penelitian yang diberikan,
6. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi PWL SPs IPB, khususnya angkatan
2006 serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga karya ini bermanfaat bagi semua pihak. Kritik dan saran dapat
disampaikan ke alamat Institusi dimana penulis bekerja saat ini.

Bogor, Januari 2009

Sukisno

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Sidodadi, Kecamatan Argamakmur, Kabupaten
Bengkulu Utara, Bengkulu pada 10 April 1979. Penulis merupakan putra kedua
dari tiga bersaudara pasangan Margono dan Radiyem.
Pendidikan dasar (SD) dan menengah pertama (SLTP) diselesaikan pada
tahun 1992 dan 1995 di Argamakmur, Kabupaten Bengkulu Utara. Pendidikan
menengah atas di SMU N 5 Bengkulu, Kota Bengkulu, lulus tahun 1998. Penulis
menempuh pendidikan S1 Program Studi Ilmu Tanah Jurusan Budidaya Pertanian,
Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, lulus tahun 2003.
Pada tahun 2005 penulis diterima sebagai staf pengajar Program Studi Ilmu
Tanah Fakultas Universitas Bengkulu (UNIB). Penulis memperoleh kesempatan
untuk meneruskan pendidikan S2 di Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
IPB pada tahun 2006 melalui Beasiswa Program Hibah Kompetensi (PHK) A2
Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...........................................................................................

xii

DAFTAR GAMBAR .....................................................................................

xiv

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................

xvi

PENDAHULUAN
Latar Belakang ..........................................................................................
Rumusan Masalah .....................................................................................
Tujuan Penelitian .......................................................................................
Manfaat Penelitian ....................................................................................

1
4
7
7

TINJAUAN PUSTAKA
Definisi dan Klasifikasi Sumberdaya Alam ...............................................
Pengelolaan Sumberdaya Alam dalam Pembangunan Wilayah ................
Sektor Basis Perekonomian Wilayah ........................................................
Konservasi Sumberdaya Alam dan Pembangunan Wilayah ......................
Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam .........................................................
Arahan Pemanfaatan Ruang Berbasis Konservasi Sumberdaya Alam ......
Kabupaten Konservasi dan Pembangunan Berkelanjutan .........................

8
11
14
15
18
20
25

METODE PENELITIAN
Kerangka Pikir Penelitian ..........................................................................
Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................
Pengumpulan Data .....................................................................................
Metode Analisis
Analisis Geobiofisik Wilayah ...........................................................
Analsisis Tekanan Penduduk terhadap Kawasan Konservasi ...........
Analisis Tingkat Pemahaman dan Kepedulian Masyarakat Terhadap
Keberadaan Kawasan Lindung .........................................................
Analisis Kelembagaan Masyarakat ...................................................
Analisis Ekonomi .............................................................................
Analisis Tipologi dan Perkembangan Wilayah.................................
Analisis Arahan Pemanfaatan Ruang Berbasis Konservasi
Sumberdaya Alam .............................................................................
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Administrasi dan Letak Geografis ............................................................
Kondisi Sosial Ekonomi
Kependudukan ..................................................................................
Ekonomi dan Ketenaga Kerjaan .......................................................
Kondisi Geobiofisik Wilayah
Fisiografi dan Bentuk Wilayah ........................................................
Topografi Lahan dan Kemiringan Lereng ........................................

30
31
31
34
35
36
38
39
40
42

44
46
47
47
50

Kondisi Iklim dan Hidrologi .............................................................
Jenis Tanah .......................................................................................
Geologi dan Potensi Sumberdaya Mineral........................................
Penggunaan Lahan ...........................................................................

53
54
57
59

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Kawasan Hutan Kabupaten Lebong ............................................. 62
Kondisi Hutan Berdasarkan Surat Keputusan Penunjukan Kawasan
Hutan ......................................................................................................... 64
Kondisi Hutan Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) ....... 67
Kondisi Hutan Berdasarkan Kelas Kemampuan Lahan ............................. 70
Kajian Tekanan Penduduk terhadap Keberadaan Kawasan Lindung ........ 75
Kajian Tingkat Pemahaman dan Kepedulian Masyarakat terhadap
Kawasan Lindung ...................................................................................... 79
Karakteristik Responden ................................................................... 82
Pemahaman dan Kepedulian Masyarakat terhadap Kawasan
Lindung ............................................................................................. 85
Tinjauan Aspek Hukum Adat Masyarakat Lebong dalam Mengelola
Hutan .......................................................................................................... 90
Kabupaten Lebong sebagai Kabupaten Konservasi ................................... 93
Sektor Basis Perekonomian Wilayah ......................................................... 102
Tipologi dan Tingkat Perkembangan Wilayah .......................................... 113
Arahan Pemanfaatan Ruang Kabupaten Lebong sebagai Kabupaten
Konservasi ................................................................................................. 127
SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 137
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 140
LAMPIRAN ..................................................................................................... 144

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Kriteria klasifikasi kemampuan lahan .......................................................... 35
2. Luas wilayah Kabupaten Lebong .................................................................. 46
3. Luas wilayah Kabupaten Lebong berdasarkan fisiografi lahannya .............. 48
4. Luas wilayah berdasarkan ketinggian ........................................................... 50
5. Luas wilayah berdasarkan lereng ................................................................. 50
6. Rata-rata curah hujan pada tahun 2007 di Kabupaten Lebong .................... 53
7. Luas DAS Ketahun dan DAS Seblat di Kabupaten Lebong ......................... 54
8. Luas wilayah berdasarkan penggunaan lahan .............................................. 60
9. Kondisi penutupan lahan berdasarkan citra lansad tahun 2005 ................... 60
10. Luas kawasan hutan di Kabupaten Lebong berdasarkan SK penunjukan
kawasan hutan Propinsi Bengkulu ............................................................... 65
11. Luas wilayah berdasarkan pemanfaatan ruang dalam RTRW ...................... 68
12. Luas wilayah berdasarkan kelas kemampuan lahan dan penyimpanganya .. 71
13. Sebaran responden menurut lokasi tempat tinggalnya ................................. 82
14. Sebaran responden menurut kelompok umur................................................ 83
15. Sebaran responden menurut tingkat pendidikannya .................................... 83
16. Sebaran responden menurut jenis pekerjaanya ............................................. 83
17. Sebararan responden menurut tingkat pendapatanya ................................... 84
18. Sebaran responden menurut jumlah tanggungan keluarga . ......................... 84
19. Pengetahuan masyarakat terhadap kawasan lindung ................................... 86
20. Perbandingan WTP dan WTA masyarakat terhadap upaya pelestarian
SDA............................................................................................................... 89
21. Kriteria Kabupaten Lebong sebagai kabupaten konservasi ......................... 101
22. Desa dengan indeks LQ>1 untuk komoditas kopi di Kab. Lebong .............. 103
23. Desa dengan indeks LQ>1 untuk komoditas karet di Kab. Lebong ............. 105
24. Desa dengan indeks LQ>1 untuk komoditas nilam di Kab. Lebong ............ 106
25. Sebaran desa dengan indeks LQ>1 untuk komoditas padi ........................... 109

26. Sebaran desa dengan indeks LQ>1 untuk pengembangan budidaya ikan
air tawar ........................................................................................................ 112
27. Potensi pengembangan peternakan di Kab. Lebong berdasarkan
analisis LQ .................................................................................................... 113
28. Pengelompokkan desa/kelurahan berdasarkan indeks hirarki wilayah ......... 116
29. Karakteristik faktor utama hasil analisis PCA .............................................. 119
30. Nilai akar ciri hasil analisis komponen utama .............................................. 120
31. Hasil analisis cluster .................................................................................... 122
32. Matriks tipologi wilayah hasil analisis DFA ................................................ 123
33. Fungsi klasifikasi analisis fungsi diskriminan .............................................. 123
34. Karakteristik tipologi wilayah berdasarkan hasil analisis multivariabel ...... 125
35. Arahan pemanfaatan ruang di Kabupaten Lebong ........................................ 130
36. Arahan pemanfaatan ruang desa di Kabupaten Lebong................................ 133

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Keterkaitan antara sumberdaya alam dan aktivitas ekonomi ....................... 9
2. Klasifikasi sumberdaya alam ....................................................................... 10
3. Aliran barang dan jasa dalam sistim ekonomi berwawasan lingkungan ...... 17
4. Klasifikasi valuasi non-market...................................................................... 18
5. Skema hubungan antara kelas kemampuan lahan dengan intensitas dan
macam penggunaan ..................................................................................... 22
6. Kerangka pikir penelitian .............................................................................. 32
7. Diagram alir tahapan penelitian ................................................................... 43
8. Peta administrasi Kabupaten Lebong............................................................ 45
9. Peta fisiografi Kabupaten Lebong ................................................................ 49
10. Peta topografi Kabupaten Lebong................................................................. 51
11. Peta lereng Kabupaten Lebong .................................................................... 52
12. Jaringan sungai dan kawasan DAS di Kabupaten Lebong .......................... 55
13. Peta jenis tanah (great group) Kabupaten Lebong ...................................... 56
14. Peta potensi energi dan sumberdaya mineral Kabupaten Lebong ................ 58
15. Peta penggunaan lahan Kabupaten Lebong .................................................. 61
16. Kondisi kawasan hutan TNKS di sekitar Desa Seblat Ulu ........................... 63
17. Perambahan kawasan hutan TNKS di Desa Tambang Sawah (a)
dan Lemeu (b) ............................................................................................... 64
18. Kondisi kawasan hutan berdasarkan status hutan ......................................... 66
19. Kondisi kawasan hutan berdasarkan rencana tata ruang wilayah ................. 69
20. Kondisi kawasan hutan berdasarkan kelas kemampuan lahan ..................... 73
21. Perambahan kawasan hutan TNKS teridentifikasi........................................ 77
22. Peta indeks tekanan penduduk terhadap kawasan lindung .......................... 80
23. Kondisi kebun kopi (a) dan karet (b) milik masyarakat di Desa Ladang
Palembang ..................................................................................................... 103
24. Peta potensi pengembangan tanaman kopi ................................................... 104
25. Peta potensi pengembangan tanaman karet .................................................. 107

26. Peta potensi pengembangan nilam ................................................................ 108
27. Peta sebaran potensi pengembangan padi ..................................................... 110
28. Hirarki desa di Kabupaten Lebong berdasarkan kelengkapan sarana dan
prasarana wilayah.......................................................................................... 117
29. Tipologi Wilayah Lebong berdasarkan hasil analisis multivariabel ............. 121
30. Peta arahan pemanfaatan ruang di Kabupaten Lebong ................................. 131

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Matrik kiteria dan indikator penetapan status kabupaten konservasi ........ 144
2. Variabel analisis skalogram ....................................................................... 146
3. Variabel asal analisis PCA ........................................................................ 148
4. Luas wilayah berdasarkan jenis tanah (great group) ................................ 149
5. Penggunaan lahan eksisting berdasarkan status hutan .............................. 150
6. Penggunaan lahan eksisting berdasarkan tata ruang wilayah .................... 151
7. Penggunaan lahan eksisting berdasarkan kemampuan lahan .................... 153
8. Indeks tekanan penduduk terhadap kawasan lindung ................................ 155
9. Hasil analisis regresi dan korelasi WTP dan WTA konservasi SDA .......... 159
10. Indeks LQ potensi peternakan di Kabupaten Lebong ................................ 160
11. Nilai factor loadings hasil analisis PCA .................................................... 162
12. Nilai factor scores hasil analisis PCA ....................................................... 163

PENDAHULUAN
Beberapa

tahun

Latar Belakang
terakhir ini, perhatian

terhadap

permasalahan

pengembangan wilayah bertambah besar. Hal ini terlihat dari usaha sungguhsungguh yang dilakukan oleh berbagai pihak dalam mempercepat proses
pembangunan di daerah, di era otonomi daerah yang memberikan kesempatan
yang lebih luas bagi daerah dalam mengembangkan kegiatan pembangunan
wilayahnya. Otonomi daerah didefinisikan sebagai hak, wewenang dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sementara desentralisasi merupakan penyerahan wewenang pemerintahan oleh
Pemerintah Pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi dan
desentralisasi, dalam perkembangannya tidak hanya melahirkan pelimpahan
wewenang kepada daerah untuk mengelola daerahnya sendiri sehingga tercipta
kemandirian dalam pembangunan, tetapi juga memicu terbentuknya daerahdaerah otonom baru (pemekaran wilayah).
Pemekaran wilayah memiliki berbagai dampak, baik positif maupun
negatif. Pemekaran wilayah bisa memacu pembangunan di daerah, meningkatkan
investasi, serta membuka keterisolasian daerah. Pembangunan infrastruktur baru
seperti jalan dan jembatan, sarana pendidikan dan kesehatan, pusat pelayanan
pemerintahan

dan

berbagai

fasilitas

umum

lainnya

diharapkan

dapat

meningkatkan aktifitas masyarakat dalam berbagai sektor, sehingga peningkatan
kesejahteraan masyarakat sebagai tujuan dari pemekaran wilayah dapat terwujud.
Pemekaran wilayah juga memiliki dampak negatif. Selain potensi konflik tapal
batas, pemilihan kepala daerah serta eksploitasi sumberdaya alam secara
berlebihan, pemekaran wilayah juga berpotensi menambah beban negara. Hal ini
dikarenakan banyaknya jumlah daerah otonom dan keterbatasan sumber
pendapatan asli daerah (PAD) sehingga sebagian besar sumber pendanaan
pembangunan masih dibebankan pada keuangan negara (APBN). Terdapat
indikasi bahwa pemekaran wilayah yang terjadi selama ini lebih bernuansa politis

(bagi-bagi kekuasan elit politik di daerah) dan kurang mencerminkan aspirasi
masyarakat1.
Terlepas dari berbagai permasalahan dan persepsi yang ada dalam konteks
wilayah sebagai segmen ruang, pemekaran wilayah memiliki makna yang positif.
Pemekaran wilayah diidentikkan dengan istilah peningkatan, perluasan,
munculnya eksistensi, tumbuhnya eksistensi, tumbuhnya sesuatu dan munculnya
suatu produk, yang kesemuanya memberikan manfaat kepada masyarakat
(Nasution 2003). Untuk itu, pemekaran wilayah yang terjadi harus memberikan
manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat sebagaimana diamanahkan pasal
33 ayat 3 UUD 1945 (bumi, air, ruang angkasa serta kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat).
Lebong merupakan daerah otonom yang baru terbentuk 7 Januari 2004 di
Provinsi Bengkulu. Sebelumnya, Lebong merupakan bagian dari Kabupaten
Rejang Lebong. Sebagai daerah otonom yang baru terbentuk, pembangunan di
Lebong masih jauh tertinggal dibandingkan dengan daerah lain. Hal ini dapat
dilihat dari keberadaan sarana dan prasarana yang masih terbatas serta tingkat
PDRB yang rendah. Dari Rp 627.215.000.000,- PDRB Wilayah Lebong tahun
2005, sektor pertanian masih menjadi penyumbang utama (78%), sementara
sektor lain seperti pertambangan dan penggalian, industri pengolahan dan lain
sebagainya belum begitu berkembang. Sekitar 37% keluarga (7.975 KK) di
Kabupaten Lebong juga masih termasuk kelompok pra keluarga sejahtera dan
keluarga sejahtera 1 (BPS Lebong 2007).
Kabupaten Lebong memiliki luas wilayah 192.924 ha. Dari 192.924 ha
luas wilayah tersebut, 20.777 ha (10,77%) merupakan kawasan hutan lindung,
111.035 ha (57,56%) adalah Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), 3.022,15 ha
(1,55%) adalah suaka alam dan hanya 58.089,45 ha (30,10%) yang merupakan
pemukiman dan peruntukan lain (BPS Lebong 2005, 2006, 2007). Dengan
minimnya luas kawasan budidaya (30,10%), Lebong dihadapkan pada trade-off
bagaimana memenuhi kebutuhan pembangunan di satu sisi dan upaya
mempertahankan kelestarian lingkungan di sisi lain. Kewenangan yang ada
memungkinkan pemerintah daerah untuk memanfaatkan (mengeksploitasi)
1

Kompas, 24 September 2007. Pemekaran Kurang Cerminkan Aspirasi Rakyat

sumberdaya alam yang ada sebagai modal pembangunan. Bagi daerah yang kaya
akan sumberdaya alam, hal tersebut tentu sangat menguntungkan. Semakin besar
sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan, semakin besar pajak (pendapatan)
yang akan diperoleh sebagai modal pembangunan (Pendapatan Asli Daerah).
Akan tetapi tidak semua daerah otonom merupakan daerah kaya. Beberapa daerah
justru merupakan daerah yang masih tertinggal dengan keterbatasan sumberdaya
alam yang dapat dimanfaatkan. Beberapa daerah juga merupakan daerah yang
sebagian besar wilayahnya merupakan kawasan konservasi, yang secara ekonomi
belum memberikan manfaat yang signifikan bagi perekenomian daerah
sebagaimana dialami oleh Lebong.
Kawasan konservasi di Kabupaten Lebong memiliki fungsi yang sangat
penting, baik untuk kepentingan lokal, regional maupun global. Kawasan
konservasi di Kabupaten Lebong menyimpan keanekaragaman hayati yang cukup
tinggi, sebagai sumber plasma nutfah, penyimpan dan penata air, pereduksi
karbon (gas rumah kaca), penyimpan sumberdaya mineral dan sumber energi
alternatif, penyeimbang tata ruang wilayah,

serta sebagai tempat penelitian,

pendidikan dan penerapan iptek. Sebagai contoh, sebagai penyeimbang dan
penata air, terdapat dua Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu DAS Seblat dan DAS
Ketahun. DAS Ketahun dengan sungai utamanya Sungai Ketahun, merupakan
sumber pasokan air bagi PLTA Tes, yang secara regional sangat penting bagi
pasokan energi listrik di Wilayah Sumatera Bagian Selatan (BP DAS KETAHUN
2007).
Dengan minimnya luas kawasan yang dapat dibudidayakan (30,10%) serta
tingkat kemandirian yang masih rendah dalam penyelenggaraan pembangunan,
Pemerintah Lebong dituntut untuk lebih aktif dan kreatif dalam menggali dan
mengembangkan potensi daerah sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi
unggulan daerah guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu
pertanyaan yang harus dijawab oleh Pemerintah Lebong adalah bagaimana
menjadikan keberadaan kawasan konservasi sebagai kekuatan pembangunan,
bukan sebagai faktor pembatas, sebagaimana kesan yang selama ini ada.
Dominasi kawasan lindung dengan berbagai kekayaan alam yang terkandung di

dalamnya merupakan potensi, sekaligus keunikan dan keunggulan komparatif
yang tidak dimiliki oleh daerah lain.
Berkembangnya wacana pembentukan Kabupaten Lebong sebagai
kabupaten konservasi merupakan hal yang positif dan perlu mendapat apresiasi.
Menurut Tim Kecil Kabupaten Konservasi (2006), Kabupaten konservasi
didefinisikan

sebagai

pembangunan

berlandaskan

pengawetan

wilayah

keanekaragaman

administratif

perlindungan
hayati,

yang

sistem

pemanfaatan

menyelenggarakan

penyangga

kehidupan,

berkelanjutan,

untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang ditetapkan berdasarkan kriteria
tertentu (Lampiran 1). Outcome yang diharapkan dari pembentukan kabupaten
konservasi adalah tercapainya kinerja pembangunan menuju kemandirian
(kabupaten, masyarakat dan pengelolaan kawasan konservasi). Penelitian ini
dilakukan untuk memberikan kontribusi terhadap pelaksanaan pembangunan yang
lebih memperhatikan aspek kelestarian sumberdaya alam, khususnya di
Kabupaten Lebong.
Rumusan Masalah
Bertambahnya jumlah penduduk yang dibarengi dengan peningkatan akan
kebutuhan sandang, pangan dan perumahan berimplikasi pada bertambahnya
permintaan akan ruang dan lapangan pekerjaan. Dengan minimnya kawasan yang
dapat dimanfaatkan untuk kawasan budidaya (30,10%), tekanan penduduk
terhadap kawasan lindung menjadi bertambah besar. Dengan pertumbuhan
penduduk sebesar 1,55%, jumlah penduduk 89.690 jiwa dan luas wilayah sebesar
192.924 ha, kepadatan penduduk Kabupaten Lebong adalah 47 jiwa per km2.
Namun jika kepadatan ini dihitung hanya berdasarkan luas wilayah kawasan
budidaya (58.089,45 ha), maka kepadatan penduduk menjadi 154 jiwa per km2
(BPS Lebong 2007). Angka tersebut memang belum mengindikasikan tekanan
yang cukup berarti bagi keberlanjutan sumberdaya alam, namun seiring dengan
berjalannya waktu, tekanan terhadap kawasan lindung kemungkinan menjadi
bertambah besar. Di sisi lain, kekayaan alam yang terkandung di dalam kawasan
lindung menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk masuk dan
melakukan aktivitas yang mungkin dapat mengganggu fungsi kawasan.
Akibatnya, konflik pemanfaatan ruang serta tumpang tindih peruntukan

penggunaan lahan merupakan sesuatu yang pasti akan terjadi. Ruang yang
seharusnya dijadikan kawasan lindung dimanfaatkan untuk aktivitas pertanian,
pemukiman, dan/atau untuk peruntukan lainnya.
Sebagai daerah otonom yang baru terbentuk, tingkat kemandirian daerah
masih sangat rendah, terutama dalam hal pembiayaan pembangunan yang masih
sangat tergantung dari pemerintah pusat. Data Dispenda Kabupaten Lebong
menunjukkan bahwa realisasi penerimaan Pemerintah Daerah tahun 2005 baru
sebesar Rp11.577.108.000,- (BPS Lebong 2007). Untuk itu, potensi ekonomi
daerah sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah perlu digali
dan dikembangkan. Berkembangnya wacana serta adanya keinginan untuk
menjadikan Lebong sebagai kabupaten konservasi merupakan hal positif
mengingat pentingnya keberadaan kawasan konservasi di Kabupaten Lebong.
Beragam manfaat dapat diperoleh, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Meski bukan satu-satunya, namun rumusan untuk memperoleh insentif/manfaat
atas jasa lingkungan yang dihasilkan merupakan stimulan suatu daerah untuk
mendeklarasikan diri sebagai kabupaten konservasi. Insentif yang diharapkan
antara lain berupa alokasi dana khusus dari pemerintah pusat, negara donor,
maupun pihak lain yang berkepentingan dengan pembentukan kabupaten
konservasi. Insentif tersebut diharapkan dapat menjadi modal bagi daerah untuk
melaksanakan pembangunan berbasiskan konservasi sumberdaya alam.
Seyogyanya, konservasi sumberdaya alam merupakan bagian integral
pembangunan wilayah. Pengembangan manfaat ekonomi harus dibarengi dengan
pemantapan keutuhan kawasan konservasi. Namun demikian, pada saat ini, kedua
hal tersebut seolah sulit dijalankan mengingat apa yang terjadi di lapangan justru
sebaliknya. Terdapat fenomena yang menarik dimana persepsi yang positif tidak
dibarengi dengan perilaku yang positif, dengan masih terdapatnya sebagian
masyarakat yang melakukan berbagai kegiatan ilegal. Aktivitas ekonomi di dalam
kawasan hutan di Kabupaten Lebong dilakukan oleh masyarakat dan telah
berlangsung lama (Giripurwo et al. 2001; Hartiman et al. 2001). Perambahan
kawasan hutan disebabkan oleh faktor kebutuhan atau sosial ekonomi masyarakat,
bukan faktor fisik lahan (Sulistyo et al. 2001). Hal ini tentu menjadi dilema

tersendiri bagi Pemerintah Daerah untuk menjalankan pembangunan wilayah
berbasis konservasi sumberdaya alam.
Berkaitan dengan keinginan Pemerintah Daerah untuk menjadikan Lebong
sebagai kabupaten konservasi, Pemerintah Daerah dan masyarakat lokal dituntut
untuk lebih memahami makna keberadaan kawasan konservasi sehingga
kebijakan dan kegiatan yang dilakukan tidak bertentangan dengan maksud dan
tujuan kabupaten konservasi. Selama ini, meskipun telah diketahui bahwa
kawasan konservasi memiliki berbagai manfaat yang sangat besar nilainya bagi
kehidupan dan kelangsungan hidup manusia, namun karena manfaat tersebut lebih
bersifat intangible dan
konservasi

sering

belum terukur dalam nilai moneter, maka kegiatan

dianggap

tidak

ekonomis.

Walaupun

masih

banyak

diperdebatkan, beragam upaya kuantifikasi manfaat ekonomi konservasi
sumberdaya alam telah banyak dilakukan. Valuasi ekonomi sumberdaya alam
dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pengambil kebijakan dalam mengelola
sumberdaya alam (Fauzi 2006; Khan dan Virza 2005).
Keberhasilan pembangunan wilayah berbasis konservasi sumberdaya alam
juga sangat ditentukan oleh sejauh mana daerah mampu melakukan penguatan
kelembagaan yang ada dalam pengelolaan sumberdaya alam. Kelembagaan
merupakan seperangkat aturan formal (hukum, sistem politik, organisasi, pasar,
dll) dan informal (norma, tradisi, sistem nilai) yang mengatur hubungan antara
individu dan kelompok masyarakat. Institusi/kelembagaan juga dimaksudkan
sebagai alat untuk memberikan kepastian dalam berinteraksi yang kemudian
mempengaruhi pola tingkah laku hubungan individu. Dampak kepastian akan
meningkatkan efisiensi dan kinerja institusi yang pada gilirannya akan berdampak
pada pengelolaan sumberdaya alam secara keseluruhan. Hubungan antara
masyarakat Lebong dengan alam, sifat kolektifitas serta kearifannya dalam
mengelola sumberdaya alam perlu dikaji, apakah telah mendukung upaya
konservasi sumberdaya alam atau belum.
Aktivitas pembangunan di Lebong sudah berlangsung lama, berdampak
pada kondisi eksisting tingkat perkembangan wilayah. Dalam perspektif
perencanaan pengembangan wilayah, kondisi eksisting merupakan dasar
pertimbangan untuk menentukan arah pengembangan dan pembangunan wilayah

selanjutnya. Keingian Lebong menjadi kabupaten konservasi, sebaiknya diawali
dengan penggambaran kondisi eksisting wilayah dengan jelas, baik fisik, sosial,
maupun ekonomi, sehingga evaluasi lebih mudah dilakukan. Kondisi eksisting
dapat digambarkan dalam bentuk tipologi dan tingkat perkembangan wilayah.
Beradasarkan uraian di atas dapat ditarik rumusan permasalahan pokok
arahan pemanfaatan ruang di Kabupaten Lebong sehingga kelestarian sumberdaya
alam dapat terjaga, dengan memperhatikan aspek-aspek:
1. Kondisi kewilayahan kawasan konservasi,
2. Tekanan penduduk terhadap kawasan konservasi,
3. Pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap kawasan konservasi,
4. Peran kelembagaan masyarakat berkaitan dengan pengelolaan kawasan
konservasi,
5. Sektor basis perekonomian wilayah, dan
6. Tipologi dan tingkat perkembangan wilayah.
Tujuan Penelitian
Umum: Menyusun arahan pemanfaatan ruang berbasis konservasi sumberdaya
alam di Kabupaten Lebong
Khusus:
1. Menganalisis kondisi kewilayahan kawasan konservasi di Kabupaten
Lebong
2. Menganalisis tekanan penduduk terhadap kawasan konservasi
3. Mengetahui tingkat pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap
kawasan konservasi melalui teknik valuasi SDA
4. Mengetahui peran kelembagaan masyarakat berkaitan dengan pengelolaan
kawasan konservasi
5. Mengetahui sektor basis perekonomian wilayah
6. Mengetahui tipologi dan tingkat perkembangan wilayah
Manfaat Penelitian
1. Bahan pertimbangan bagi pemda untuk melaksanakan pembangunannya
2. Dasar arahan pemanfaatan ruang di Kabupaten Lebong
3. Bahan rujukan bagi peneliti/para pihak yang berkepentingan

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi dan Klasifikasi Sumberdaya Alam
Sumberdaya alam seperti tanah, air, udara, minyak bumi, batu bara, ikan,
hutan, dan lain-lain merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan
hidup manusia. Hilangnya atau berkurangnya ketersediaan sumber daya tersebut
akan berdampak besar bagi kelangsungan hidup umat manusia. Sebagai contoh,
tanpa udara dan air, manusia tidak dapat hidup. Demikian pula, sumberdaya alam
seperti hutan, ikan, dan lain sebagainya merupakan sumberdaya yang tidak saja
mencukupi kebutuhan manusia, namun juga memberikan kontribusi yang besar
terhadap kesejahteraan suatu bangsa (wealth of nation). Pengelolaan sumberdaya
alam yang baik akan meningkatkan kesejahteraan umat manusia, dan sebaliknya,
pengelolaan sumberdaya alam yang tidak baik akan berdampak buruk bagi umat
manusia. Oleh karena itu, persoalan mendasar sehubungan dengan pengelolaan
sumberdaya alam adalah pengelolaan yang menghasilkan manfaat yang sebesarbesarnya bagi manusia dengan tidak mengorbankan kelestarian sumberdaya alam
itu sendiri (Fauzi 2006).
Secara umum sumberdaya alam didefinisikan sebagai sumberdaya yang
terbentuk karena proses alamiah seperti tanah, air, udara, ruang, mineral, panas
bumi, dan lain sebagainya. Sesuatu dapat dikatakan sebagai sumberdaya jika
memiliki dua kriteria, yaitu: (i) harus ada pengetahuan, teknologi atau
keterampilan (skill) untuk memanfaatkannya; dan (ii) harus ada permintaan
(demand) terhadap sumberdaya tersebut. Definisi sumberdaya juga berkaitan
aspek teknis yang memungkinkan sumberdaya tersebut dimanfaatkan dan aspek
kelembagaan yang menentukan siapa yang mengendalikan sumberdaya dan
bagaimana teknologi digunakan (Fauzi 2006).
Berkaitan dengan pembangunan wilayah, sumberdaya alam didefinisikan
sebagai segala sumberdaya hayati dan non-hayati yang dimanfaatkan oleh
manusia sebagai sumber pangan, bahan baku dan energi. Sumberdaya alam
merupakan faktor produksi dari pembangunan ekonomi. Makin banyak suatu
daerah mempunyai sumberdaya alam dan makin efisien pemanfaatannya, makin
baiklah harapan akan tercapainya keadaan kehidupan ekonomi yang baik dalam

jangka panjang. Gambar 1 menunjukkan bahwa sumberdaya alam menghasilkan
barang dan jasa untuk proses industri (I1) maupun langsung dikonsumsi oleh
rumah tangga (I2). Dari proses industri dihasilkan barang dan jasa yang kemudian
dapat digunakan oleh rumah tangga untuk konsumsi (I3). Kegiatan produksi oleh
industri dan konsumsi oleh rumah tangga menghasilkan limbah yang kemudian
dapat didaur ulang (D1 dan D2). Terdapat juga limbah yang tidak dapat didaur
ulang dan menjadi residual (D3) yang akan kembali ke lingkungan (Barbier 2005;
Fauzi 2006).
Sumberdaya alam
& lingkungan
I1

I2
Konsumsi

Produksi
I3
D2

Limbah

D1

D3
Residual
Gambar 1. Keterkaitan antara sumberdaya alam dan aktivitas ekonomi
(Fauzi 2006)
Secara umum, sumberdaya alam diklasifikasikan menjadi dua, yaitu
sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable) dan sumberdaya alam
yang tak dapat diperbaharui (nonrenewable) (Gambar 2). Sumberdaya alam yang
dapat diperbaharui atau sering juga disebut dengan “flow” (alur) merupakan
sumberdaya alam yang secara fisik kuantitasnya dapat berubah sepanjang waktu.
Jumlah yang kita manfaatkan sekarang bisa mempengaruhi atau bisa juga tidak
mempengaruhi ketersediaan sumberdaya tersebut dimasa mendatang. Walaupun
dapat diperbaharui, penggunaan atau pengelolaan diluar batas kewajaran (ambang
batas) dapat memberikan dampak yang merugikan baik secara ekonomi maupun
sosial. Termasuk dalam kelompok sumberdaya ini adalah kesuburan tanah;
produk dari lahan (produk pertanian, hutan, hewan liar); produk dari danau,
sungai dan laut; ekosistem (jasa lingkungan); dan sumber energi alam seperti

energi angin, energi panas matahari, energi panas bumi, energi pasang surut, dan
energi air (hydropower) (Fauzi 2006; Chiras dan Reganold 2005).
Sumberdaya Alam

Kegunaan Akhir

Skala Waktu Pertumbuhan

Stok (tidak dapat
diperbaharui)

Habis di
konsumsi

Contoh:
Minyak
bumi,
Gas,
Batubara

Dapat
didaur
ulang

Contoh:
Besi,
tembaga

Alur (dapat
diperbaharui)

Memiliki
titik kritis

Tidak
memiliki
titik kritis

Contoh:
Ikan,
hutan,
tanah

Contoh:
Udara,
angin,
pasang
surut

SD Mineral

Material
metalik

Contoh;
Emas, besi,
Alumunium

SD Energi

Material
nonmetalik

Energi

Contoh:
tanah,
air, pasir

Contoh:
Angin,
energi
surya, air
terjun

Ekstraksi>titik kritis

Gambar 2. Klasifikasi sumberdaya alam (Fauzi 2006)
Sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui atau disebut juga
kelompok stok atau terhabiskan (exhaustible) merupakan sumberdaya yang
tersedia dalam jumlah terbatas. Ketika dikonsumsi atau dihancurkan (destroyed),
seperti pembakaran batu bara, sumberdaya tersebut tidak dapat diganti (replaced).
Eksploitasi terhadap sumberdaya tersebut akan menghabiskan cadangan yang ada.
Termasuk dalam kelompok tersebut adalah bahan bakar fosil (fossil fuel). Bahan
bakar fosil dihasilkan oleh proses yang terjadi jutaan tahun yang lalu, ketika
dikonsumsi (burned) menghasilkan atau melepaskan panas (energi), air dan gas
(karbon monoksida, karbon dioksida, dan sulfur dioksida). Selain itu, juga
termasuk kedalam kelompok stok adalah mineral logam (seperti emas, tembaga,
besi, dan lain sebagainya) dan mineral non-logam (batuan fospat, pasir, dan
garam) (Fauzi 2006; Chiras dan Reganold 2005).

Pengelolaan Sumberdaya Alam dalam Pembangunan Wilayah
Sumberdaya alam memiliki kedudukan dan peran yang sangat penting
bagi kehidupan manusia. Sumberdaya alam yang ada dan melimpah merupakan
modal dasar pembangunan suatu wilayah. Kerusakan dan kepunahan sumberdaya
alam yang ada akan berdampak negatif bagi pembangunan, menurunkan kualitas
lingkungan, yang pada akhirnya merugikan bagi masyarakat. Oleh karena itu
sumberdaya alam harus dikelola dan dimanfaatkan secara lestari, selaras, serasi
dan seimbang bagi kesejahteraan masyarakat. Upaya tersebut dapat ditempuh
dengan menerapkan konservasi sumberdaya alam sebagai bagian integral dari
pembangunan wilayah.
Terdapat beberapa paham (ideologi) berkaitan dengan pengelolaan
sumberdaya alam, namun menurut Chiras dan Reganold (2005) terdapat empat,
yaitu eksploitasi, preservasi, pendekatan utilitarian, dan pendekatan ekologi atau
keberlanjutan (sustainable). Eksploitasi merupakan suatu pendekatan yang
berpusat pada manusia (a human-centered approach) yang mengasumsikan
bahwa sumberdaya yang ada sebaiknya dipergunakan seintensif mungkin guna
memperoleh manfaat tertinggi bagi manusia (sumberdaya yang ada memiliki
suplai yang tak terbatas dan keberadaannya hanya untuk kepentingan manusia).
Paham ini berkembang pada tahun 1800-an di Eropa dan Amerika dan diadopsi
oleh beberapa negara berkembang dan terbelakang pada awal masa kemerdekaan
mereka. Kelestarian, hanya sedikit sekali mendapat perhatian.
Preservasi merupakan paham atau pendekatan yang berpusat pada
sumberdaya alam (a nature-centered approach). Menurut paham ini, sumberdaya
alam sebaiknya dipelihara, disisihkan dan dilindungi. Sebagai contoh, hutan,
sebaiknya

tidak

digunakan

sebagai

sumber

kayu.

Hutan

sebaiknya

dipelihara/dibiarkan dalam bentuk aslinya secara alamiah. Paham ini merupakan
kebalikan dari paham eksploitasi, lahir sebagai reaksi atas dampak negatif yang
dihasilkan oleh eksploitasi sumberdaya alam berlebihan (Chiras dan Reganold
2005).
Pendekatan

utilitarian

dan

keberlanjutan

merupakan

pendekatan

pengelolaan sumberdaya alam yang menekankan pada hasil yang berkelanjutan.
Sumberdaya alam yang dapat diperbaharui sebaiknya dikelola sedemikian rupa

sehingga sumberdaya tersebut tidak habis. Sumberdaya yang telah dipanen atau
diambil harus diganti, baik dengan membiarkannya terjadi secara alami maupun
melalui stimulasi tertentu. Melindungi sumber daya melalui pemanenan pada
laju/level yang tetap memungkinkan keberlanjutannya pada jangka waktu lama
membutuhkan banyak pertimbangan dan pemahaman mengenai pengelolaan yang
lebih baik. Dalam hal ini, pemahaman yang baik tentang ekologi akan sangat
membantu (Chiras dan Reganold 2005).
Ekologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang
hubungan antara organisme dan lingkungannya. Pendekatan ekologi dalam
mengelola sumberdaya alam mengandung makna bahwa sumberdaya alam seperti
tanah, air, hewan liar, ikan, dan hutan digunakan sedemikian rupa sehingga
menjamin kesehatan (health) dan vitalitasnya (vitality) dalam jangka panjang.
Pendekatan ekologi dalam mengelola sumberdaya alam membutuhkan cara
pandang (view) ke depan/jangka panjang (long-term). Sebagai contoh, sebuah
hutan bukan hanya dilihat sebagai sumber kayu, tetapi juga memiliki nilai lain
seperti sebagai habitat hewan liar, sumber plasma nutfah, keindahan alam, serta
pengendali erosi dan banjir (Chiras dan Reganold 2005).
Kapasitas daya dukung (carrying capacity) merupakan bagian dari kunci
pengelolaan sumberdaya alam yang memperhatikan aspek ekologi dan/atau
ekosistem. Kapasitas daya dukung diartikan sebagai kemampuan ekosistem untuk
mendukung populasi suatu spesies atau organisme yang hidup di dalamnya.
Kapasitas daya dukung ditentukan oleh ketersediaan sumberdaya dan kemampuan
ekosistem dalam mengadsorpsi limbah, yang diketahui sebagai fungsi sumber
(source) dan sink (Barbier 2005; Chiras dan Reganold 2005).
Seiring dengan berjalannya waktu, manusia sebagai subjek dari
pembangunan memanfaatkan sumberdaya alam untuk kelangsungan hidupnya,
mengalami peningkatan dalam hal kuantitas dan kualitas. Hal ini berdampak pada
peningkatan kebutuhan akan sandang, pangan, perumahan dan kebutuhan lainnya.
Di sisi lain, sumberdaya alam sebagai bahan pemenuh kebutuhan mengalami
pertumbuhan yang tidak sebanding, baik dalam skala jumlah maupun mutunya.
Eksploitasi secara berlebihan tanpa memperhatikan aspek kelestarian sumberdaya
alam dan kepentingan generasi yang akan datang sering dilakukan oleh

sekelompok manusia pada generasi sekarang. Pemenuhan kebutuhan manusia di
satu sisi menyebabkan penurunan stok (scarcity) sumberdaya di sisi lain.
Degradasi sumberdaya alam merupakan proses alam yang terjadi akibat dari
aktifitas tersebut (Rustiadi 2004).
Degradasi sumberdaya alam dicirikan oleh sifat dan kerusakannya. Proses
tersebut berjalan relatif perlahan, namun dampaknya bersifat kumulatif (Rustiadi
2004). Sedimentasi yang terjadi di daerah hilir sungai, danau atau waduk
merupakan dampak dari erosi yang terjadi selama bertahun-tahun di daerah hulu.
Ketika banjir bandang melanda dan/atau penurunan fungsi turbin Pembangkit
Listrik Tenaga Air (PLTA) telah terganggu/menurun, pentingnya pengendalian
kerusakan sumberdaya alam di daerah hulu baru disadari. Konservasi sumberdaya
alam perlu mendapat dukungan dari semua pihak mengingat rumitnya
pengelolaan sumberdaya alam terkait karena banyaknya pihak serta sistem yang
terlibat/terkait.
Sistem pemerintahan yang membagi kewenangan berdasarkan batas-batas
a

Dokumen yang terkait

Kajian Konservasi Lahan di Hulu DAS Citarum dalam Upaya Mendukung Pengembangan Wilayah Berbasis Sumberdaya Alam yang Berkelanjutan

2 22 260

Analisis pengembangan wilayah berbasis konservasi sumberdaya alam di kabupaten Lebong

3 18 376

Kajian Konservasi Lahan di Hulu DAS Citarum dalam Upaya Mendukung Pengembangan Wilayah Berbasis Sumberdaya Alam yang Berkelanjutan

1 14 125

STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA BERBASIS KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM BERKELANJUTAN DI PULAU PANJANG KABUPATEN JEPARA - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

3 18 10

STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA BERBASIS KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM BERKELANJUTAN DI PULAU PANJANG KABUPATEN JEPARA - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 1 3

STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA BERBASIS KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM BERKELANJUTAN DI PULAU PANJANG KABUPATEN JEPARA - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

2 4 24

STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA BERBASIS KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM BERKELANJUTAN DI PULAU PANJANG KABUPATEN JEPARA - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 2 29

STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA BERBASIS KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM BERKELANJUTAN DI PULAU PANJANG KABUPATEN JEPARA - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 19

STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA BERBASIS KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM BERKELANJUTAN DI PULAU PANJANG KABUPATEN JEPARA - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 1 19

EKSPLORASI SUMBERDAYA LAHAN DAN LINGKUNG

0 1 6