Kajian Konservasi Lahan di Hulu DAS Citarum dalam Upaya Mendukung Pengembangan Wilayah Berbasis Sumberdaya Alam yang Berkelanjutan

(1)

(Studi Kasus di Desa Sukamanah

)

NURUL FEBRIANI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2008


(2)

(

Studi Kasus di Desa Sukamanah

)

NURUL FEBRIANI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2008


(3)

NURUL FEBRIANI. Kajian Konservasi Lahan di Hulu DAS Citarum dalam Upaya Mendukung Pengembangan Wilayah Berbasis Sumberdaya Alam yang Berkelanjutan. (AKHMAD FAUZI sebagai Ketua dan HARIADI KARTODIHARDJO sebagai Anggota Komisi Pembimbing)

Pelaksanaan konservasi di Hulu DAS Citarum bertujuan untuk menekan jumlah lahan kritis di daerah hulu dan juga untuk memperbaiki lingkungan, seraya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di dalam dan di sekitar hutan. Namun pada kenyataannya, pelaksanaan konservasi belum mampu memberikan dampak suatu perubahan bagi pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan. Penelitian yang dilakukan di kawasan konservasi di Hulu DAS Citarum bertujuan untuk: (1) mengevaluasi pelaksanaan konservasi lahan di Hulu DAS Citarum (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam upaya mendukung pelaksanaan konservasi (3) merekomendasikan prioritas pengelolaan sumberdaya lahan yang berkelanjutan dengan mempertimbangkan aspek ekologi, sosial ekonomi masyarakat. Metode analisis yang digunakan: 1) analisis deskriptif, 2) analisis regresi logit dan 3) analisis multi criteria desicion making

(MCDM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan konservasi di Hulu DAS Citarum sudah sesuai dengan kondisi dan geografis wilayah. Persepsi masyarakat terhadap konservasi baik, namun keterlibatan masyarakat dalam program konservasi hanya sebagai buruh tanam dan buruh panen. Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan masyarakat terhadap upaya konservasi lahan di Hulu DAS Citarum adalah umur petani, tingkat pendapatan, jumlah anggota keluarga, luas lahan dan pekerjaan sampingan. Rekomendasi prioritas pengelolaan sumberdaya alam di hulu DAS Citarum sebaiknya adalah secara environment driven, artinya diutamakan untuk konservasi dan/atau untuk hutan lindung karena dapat meningkatkan fungsi kawasan hulu DAS sebagai daerah tangkapan air dan juga meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitar kawasan konservasi.


(4)

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya

yang berjudul : Kajian Konservasi Lahan di Hulu DAS Citarum dalam Upaya

Mendukung Pengembangan Wilayah Berbasis Sumberdaya Alam yang Berkelanjutan

(Studi Kasus di Desa Sukamanah), adalah karya saya sendiri dan belum diajukan

dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis

lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian

akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2008

Nurul Febriani.


(5)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2008

Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan atas tinjauan masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa IPB


(6)

(7)

(8)

Nama : Nurul Febriani

N I M : AI55O4OO31

Program Studi : Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD)

Diketahui,

Komisi Pembimbing,

Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, MSc Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS

K e t u a A n g g o t a

Mengetahui,

Ketua Program Studi

Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Ir. Isang Gonarsyah. Ph.D Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS


(9)

telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis

ini, dengan judul “Kajian Konservasi Lahan di Hulu DAS Citarum dalam Upaya

Mendukung Pengembangan Wilayah Berbasis Sumberdaya Alam yang Berkelanjutan”.

Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD) Sekolah

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak

yang telah membantu dalam pembuatan tesis ini, antara lain :

1.

Prof. Dr. Isang Gonarsyah, PhD. sebagai ketua Program Studi Ilmu Perencanaan

Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana IPB, yang

telah banyak memberikan arahan dan bantuan dalam menyelesaikan studi.

2.

Prof. Dr. Ir. H.Akhmad Fauzi, MSc sebagai ketua dan Dr. Ir. Hariadi

Kartodihardjo.MS selaku anggota komisi pembimbing yang tidak hanya

memberikan bimbingan saja, tetapi juga memberikan didikan yang sangat berarti.

Tak lupa pula, penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Setia

Hadi, MS, yang telah berkenan menjadi penguji luar dan juga berkenan

memberikan kritik dan saran-saran untuk kesempurnaan tesis ini.

3.

Kepada Bapak Gubernur Provinsi Jambi dan juga kepada Bapak Kepala Badan

Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Provinsi Jambi yang telah

memberikan beasiswa kepada penulis selama masa studi.

4.

Kepada seluruh keluarga besar, khususnya yang tercinta ayahnda Darmi (alm) (tesis ini

merupakan janji yang baru sekarang dapat ku penuhi) ibunda Hj. Yuniar Asti yang

telah memberikan kasih sayang, doa dalam setiap sholatnya, juga kepada kakak dan

adikku tercinta, Nurul Rahmi, SE, Ir.Yanuar Fitri MSi, Nurul Edriyansyah SH, Shinta

Oktarina SPt, Nurul Iskandarsyah, SH serta keponakanku Ulfi Tifalni, Jihan

Ramadhani, Hanifah dan Hanafah serta Syasha Bila Nurshinta, atas dorongan,

dukungan, doa, perhatian yang sangat berarti dan tak ternilai harganya.

5.

Kepada rekan-rekan seperjuangan Program Studi PWD ‘angkatan 2004’ Dhona

Yulianti, Nita Sari Tarigan, Rahma Maulida, Rita Sulaksmi, Anhar Drakel, Abdul


(10)

Elan Masbulan, Alberto dan banyak lagi yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Terima kasih telah memberikan dukungan, saran, kritikan, share serta sosial

capital yang sangat berarti. Semoga ini tidak akan berakhir walaupun terpisahkan

oleh jarak dan waktu.

6.

Kepada teman-temanku di Alyesha lily, dian, susan, eva, mb yuni, vera, rina, dhea

kak zulfa, rika, ane, atas kebersamaan, kekompakan dan kasih sayang yang terus

terasa sampai perpisahan terus menjemput, kepada teman seperjuang dari Jambi

kak sofi, kak rahmi juga pada teman di rempatis dewi, ainun dan

teman-teman lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu terima kasih, atas dukungan

dan kasih sayang yang tulus, juga bapak dan ibu ratna yang memberikan perhatian

dalam suka maupun duka kepada penulis.

Penulis sangat menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karenanya

kritik maupun saran sangat diperlukan untuk perbaikan dan pengembangan di kemudian

hari. Akhirnya penulis berharap agar tesis ini dapat bermanfaat baik bagi diri penulis

maupun pihak-pihak lain yang menggunakannya.

Penulis


(11)

Penulis dilahirkan pada tanggal 5 Februari 1972 di Jambi dari ayah H. Darmi (alm) dan ibu Hj.Yuniar Asti. Penulis merupakan anak tiga dari empat bersaudara.

Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) di Provinsi Jambi. Pada tahun 1992 penulis mengikuti ujian seleksi di Universitas Jambi (Unja) Fakultas Peternakan Jurusan Produksi Ternak, dan tamat pada tahun 1997. Pada tahun 1999 penulis di terima sebagai Pegawai Negeri Jambi (Pemda Kabupaten Bangko) dan pada tahun 2002 penulis pindah tugas pada Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Provinsi Jambi, Bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Teknologi (Bidang SDA&T Balitbangda Provinsi Jambi).

Pada tahun 2004 penulis diberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke Program Magister Sains (S2) dengan beasiswa Pemerintah Provinsi Jambi di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD).


(12)

(13)

Vii Vii DAFTAR TABEL …...…….……..………...

DAFTAR GAMBAR …...………..………..…....

DAFTAR LAMPIRAN …….…...………...………... Viii

I PENDAHULUAN……… 1

1.1. Latar Belakang………..…………. 1

1.2. Rumusan Masalah ………...………... 3

1.3. Tujuan Penelitian....………....…... 5

1.4. Manfaat Penelitian... 5

1.5. Ruang Lingkup Penelitian... 5

II TINJAUAN MENGENAI KONSEP DAN METODE ANALISIS. 7 2.1. Pengembangan Wilayah... ... 7

2.2. Fungsi Kawasan Konservasi terhadap Pengembangan Wilayah... 9

2.3. Konsep Konservasi Tanah... 11

2.4. Daerah Aliran Sungai... ... 16

2.5. Kebijakan dan Pengelolaan Konservasi... 18

2.6. Analisis Multi Criteria Decision Maker... 23

III METODOLOGI PENELITIAN... ... 26

3.1. Kerangka Pemikiran ... 26

3.2. Lokasi Waktu dan Metode Penelitian... 29

3.3. Penentuan Sampel/Responden... 29

3.4. Jenis dan Cara Pengumpulan Data... 29

3.5. Metode Analisis... 30

3.5.1. Analisis Deskriptif... 30

3.5.2. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dukungan Masyarakat terhadap Upaya Konservasi Lahan... 31

3.5.3. Analisis Multi Kriteria dalam Penentuan Alternatif Pengelolaan lahan... 33

3.5.4. Analisis Pembobotan /Wieghted Sum Method... 35

3.5.5. Definisi Operasional... 36

IV KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN..... 38

4.1. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bandung... 38

4.2. Gambaran Umum Daerah Aliran Sungai... 40

4.2.1. Topografi ... 41

4.2.2. Penggunaan Lahan... ... 41

4.2.3. Klimatologi... 41

4.2.4. Hidrologi... 42

4.2.5. Karakteristik Masyarakat di Sekitar DAS Citarum... 42

4.3. Gambaran Umum Wilayah Kecamatan Pengalengan.………….. 43

4.3.1. Iklim... 43

4.3.2. Penggunaan Lahan... 44


(14)

4.4.1. Kondisi Kependudukan ... 46

4.4.2. Tingkat Pendidikan... 48

4.4.3. Mata Pencaharian... 49

4.4.4. Agama... 49

4.4.5. Kelembagaan Pemerintah dan Perekonomian... 49

4.4.6. Tingkat Kesejahteraan Masyarakat ... 50

V HASIL DAN PEMBAHASAN... 51

5.1. Karakterisitik Sosial Ekonomi Responden... 51

5.1.1. Tingkat Umur Responden... 52

5.1.2. Tingkat Pendidikan Responden... 52

5.1.3. Tingkat Pendapatan Responden... 53

5.1.4.Jumlah Anggota Keluarga Responden... 53

5.2. Analisis Deskriftip Pelaksanaan Konservasi... 54

5.2.1. Konservasi di Tinjau dari Kesesuaian Lahan dan Kondisi Geografis Wilayah ... 54

5.2.2. Konservasi Lahan di Tinjau dari Persepsi Masyarakat... 58

5.2.3. Konservasi Lahan di Tinjau dari Aspek Ekologi... 65

5.2.3.1.Estimasi Nilai Persediaan atau Pengaturan Air... 65

5.2.3.2.Estimasi Nilai Pengendalian Erosi... 67

5.2.3.3.Estimasi Nilai Penyediaan Unsur Hara ... 68

5.3. Pengelolaan Konservasi Lahan di Hulu DAS Citarum....……….. 69

5.4. Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Konservasi Lahan... 72

5.4.1. Umur Petani... 73

5.4.2. Pendapatan Petani... 74

5.4.3. Jumlah Anggota Keluarga... 75

5.4.4. Luas Lahan... 75

5.4.5. Pekerjaan Sampingan... 76

5.5. Analisis Multi Kriteria dalam Penentuan Strategi Pengelolaan... 76

5.5.1 Skor Pembobotan (Weighted)... 81

5.6. Implikasi Kebijakan... 87

5.6.1. Persepsi dan Partisipasi Masyarakat... 88

5.6.2. Nilai Ekonomis Kawasan... 89

5.6.3. Pengelolaan Wilayah dan Pengembangan Wilayah... 89

5.6.4. Institusi Pengelolaan... 90

VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 92

6.1. Kesimpulan ... 92

6.2. Saran ... 93 DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...

94 98


(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Jenis dan Sumberdata yang digunakan dalam penelitian... 30

2 Keputusan dalam metode analisis multikriteria... 34

3 Persebaran luas wilayah, penduduk dan kepadatan penduduk per kecamatan di Kabupaten Bandung Tahun 1995 dan Tahun 2005... 39

4 Data klimatologi rata-rata bulanan DAS Citarum... 42

5 Luas tanam, panen, produksi dan rata-rata tanaman pangan, sayur-sayuran dan buah-buahan di Kecamatan Pengalengan... 45

6 Status pekerjaan dan jenis pekerjaan penduduk di Kecamatan Pengalengan menurut lapangan usaha tahun 2005... 46

7 Jumlah penduduk di Desa Sukamanah Kecamatan Pengalengan berdasarkan umur tahun 2005... 47

8 Jumlah penggunaan lahan di Desa Sukamanah, Kecamatan Pengalengan.. 48

9 Tingkat pendidikan masyarakat di Desa Sukamanah, Kecamatan Pengalengan... 49

10 Jumlah dan persebaran pemilikan lahan petani di Desa Sukamanah, Kecamatan Pengalengan ... 49

11 Jenis kelembagaan ekonomi di Desa Sukamanah, Kecamatan Pengalengan tahun 2005... 50

12 Jumlah keluarga menurut tingkat kesejahteraan di Desa Sukamanah, Kecamatan Pengalengan tahun 2005... 50

13 Penyebaran luas lahan menurut kemiringan di DAS Citarum, tahun 2002.. 55

14 Pengaturan lahan di Hulu DAS Citarum, tahun 2002... 56

15 Kriteria kesesuaian lahan untuk eucaliptus sp... 56

16 Persepsi pespoden terhadap konservasi... 59

17 Persepsi responden terhadap pendapatan dan fungsi ekologis... 61

18 Persepsi responden terhadap pelaksanaan konservasi... 62

19 Jumlah lahan pertanian yang digarap oleh petani di Desa Sukamanah... 63

20 Permasalahan yang timbul setelah adanya konservasi... 64

21 Estimasi nilai persediaan atau pengaturan air... 67

22 Estimasi nilai pengendalian eosi... 68

23 Estimasi nilai penyediaan unsur hara... 69

24 Analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konservasi lahan... 73

25 Prioritas alternatif pengelolaan konservasi lahan ... 81

26 Matrik dominance untuk pengelolaan konservasi lahan di Hulu DAS Citarum... 86


(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Diagram alir kerangka pemikiran... 28

2 Tingkat umur pesponden... 51

3 Tingkat pendidikan responden... 52

4 Tingkat pendapatan responden... 53

5 Jumlah anggota keluarga... 53

6 Peta penyusunan tata ruang Hulu DAS Citarum... 58

7 Value tree alternatif pengelolaan konservasi lahan di Hulu DAS Citarum... 76

8 Nilai selang (value interval) pengelolaan konservasi lahan di Hulu DAS... 79

9 Nilai selang (value interval) perbaikan ekonomi dalam pengelolaan konservasi lahan di Hulu DAS Citarum... 79

10 Nilai selang (value interval) perbaikan sosial dalam pengelolaan konservasi lahan di Hulu DAS Citarum... 80

11 Nilai selang (value interval) perbaikan ekologi dalam pengelolaan konservasi lahan di Hulu DAS Citarum... 80

12 Nilai selang (value interval) perbaikan kelembagaan dalam pengelolaan konservasi lahan di Hulu DAS Citarum... 81

13 Nilai bobot konservasi lahan di Hulu DAS, Desa Sukamanah... 82

14 Nilai bobot dengan aspek ekonomi sebagai driven pengelolaan konservasi lahan di Hulu DAS Citarum... 83

15 Nilai bobot dengan aspek sosial sebagai driven pengelolaan konservasi lahan di Hulu DAS Citarum... 84

16 Nilai bobot dengan aspek ekologi sebagai driven pengelolaan konservasi lahan di Hulu DAS... 85


(17)

1.1. Latar Belakang

Sumberdaya hutan merupakan kekayaan alam yang tidak ternilai harganya karena berfungsi sebagai salah satu modal pembangunan nasional yang mampu memberikan manfaat kehidupan bangsa Indonesia baik secara ekologi, sosial budaya dan ekonomi. Mengingat peran hutan sangat penting, maka pengelolaan hutan harus didasarkan pada pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 yang mewajibkan agar bumi, tanah, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Di Samping itu, pengelolaan sumberdaya hutan juga harus sesuai dengan UU nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Undang-undang nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, UU nomor 6 Tahun 1994 tentang Perubahan Iklim, UU nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Semua undang-undang yang telah ditetapkan tersebut bertujuan agar sumberdaya hutan sebagai salah satu sumberdaya alam dan memiliki fungsi lingkungan yang sangat beragam dapat dimanfaatkan dengan sebijaksana mungkin dengan mengikuti peraturan pengelolaan yang telah diatur dan ditetapkan sesuai dengan fungsinya.

Sumberdaya hutan yang dimiliki oleh Provinsi Jawa adalah seluas 4.435.917.553 ha atau sekitar 22,5% dari total luas wilayah, berdasarkan fungsinya terbagi menjadi hutan produksi seluas 393.117 hektar, hutan lindung seluas 291.306 hektar dan hutan konservasi seluas 132.180 hektar. Dilihat dari komposisi luasannya, maka sebagian besar hutan di Provinsi Jawa Barat lebih di titik beratkan pemanfaatannya untuk fungsi perlindungan dan konservasi.

Jawa Barat yang memiliki topografi dengan curah hujan yang cukup tinggi serta jenis tanah yang peka terhadap erosi menjadi pertimbangan keberadaan dan kelestarian hutan di Provinsi Jawa Barat yang harus dipertahankan. Peran dan fungsi sumberdaya hutan di Jawa Barat cukup besar dalam keseimbangan ekologi regional, khususnya penyediaan jasa lingkungan seperti regulasi tata air yang


(18)

menunjang penyediaan energi di Jawa dan air bersih untuk Jawa Barat dan DKI Jakarta.

Peranan dan fungsi hutan yang strategis tersebut, mulai tergangu sejak krisis ekonomi dan moneter yang terjadi pada tahun 1997. Kondisi sumberdaya hutan di Jawa Barat mengalami tekanan yang sangat berat sehingga secara umum telah dan sedang mengalami degaradasi fungsi secara serius, baik disebabkan oleh penjarahan, perambahan, okupasi, maupun kebakaran hutan. Pada Tahun 2002 kawasan hutan yang dikelola oleh Perum Perhutani Unit III Jawa Barat tercatat lahan kritis seluas 170.593.43 hektar yang tersebar di 13 Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH).

Dengan semakin meluasnya lahan kritis maka mengakibatkan meningkatnya kerusakan lingkungan karena sebagian besar lahan kritis di Jawa Barat berada di daerah aliran sungai (DAS) baik di sekitar kawasan hutan maupun di dalam kawasan hutan, sehingga penanganan lahan kritis perlu dilakukan. Penyebaran lahan kritis di DAS Citarum terjadi di berbagai kabupaten dan kota di Jawa Barat. Penyebaran luas lahan kritis yang paling besar di kawasan hutan konservasi terjadi pada Kabupaten Bandung seluas 2.448,80 ha, begitu juga dengan luas lahan kritis yang terjadi di kawasan lindung non hutan untuk daerah Kabupaten Bandung seluas 16.506 ha (BPDAS 2006). Degradasi juga terjadi pada lahan-lahan di luar kawasan hutan sehingga secara kumulatif berakibat pada semakin kritisnya kondisi daerah aliran sungai (DAS).

Akibat dari lahan kritis dan kerusakan lingkungan di hulu DAS mengakibatkan terjadinya bencana alam yang berawal dari sungai, sehingga laju degradasi lahan DAS di hulu harus dihentikan. Untuk itu perlu dilakukan upaya pemanfaatan lahan di DAS hulu melalui konservasi lahan. Dalam pelaksanaan konservasi menunjukan bahwa perubahan praktek penggunaan lahan dalam penutupan hutan di hulu DAS seringkali mengakibatkan degradasi lahan, yang tidak terkembalikan lagi (irreversible), yang menurunkan nilai produktivitas lahan itu sendiri, dan juga aktivitas produksi di wilayah hilir, seperti fasilitas tenaga air, proyek irigasi dan perikanan (Aylward et al. 1995: kidd dan Pimental 1992).


(19)

1.2. Perumusan Masalah

Seperti telah disebutkan diatas bahwa hutan yang ada di Jawa Barat 4.435.917.553 hektar atau sekitar 22,5% dari total luas wilayah, dan 33.474,78 hektar berada di hulu daerah aliran sungai (DAS) Citarum. DAS Citarum merupakan DAS yang menjadi prioritas yang harus segera ditangani untuk konservasi dan rehabilitasi. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa pertimbangan antara lain (i) di kawasan DAS Citarum banyak dijumpai lahan yang sudah tergolong kritis, (ii) di kawasan tersebut terdapat bendungan-bendungan vital untuk pengairan dan sumber tenaga listrik (bendungan Jatiluhur, Saguling dan Citara), (iii) kecepatan pembangunan non-pertanian yang sedikit banyak berpengaruh sekali terhadap makin menyempitnya lahan-lahan pertanian produktif.

Berdasarkan laporan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Departemen kehutanan, pemerintah kabupaten dan kota seluruh Jawa Barat, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten serta pengelola perkebunan besar, diketahui bahwa pada akhir Desember 2003 luas lahan kritis di Jawa Barat keseluruhannya mencapai sekitar 580.397 hektar, diantaranya terdapat di luar kawasan hutan yang tersebar di 15 kabupaten di Jawa Barat, yaitu; Kabupaten Garut 82.696 ha, Kabupaten Sukabumi 67.525 ha, Kabupaten Bandung 47.365 ha, Kabupaten Majalengka 47.115 ha, Kabupaten Cianjur 46.773 ha, Kabupaten Bogor 45.637 ha, Kabupaten Indramayu 40.494 ha, Kabupaten Karawang 31.123 ha, Kabupaten Subang 30.897 ha, Kabupaten Ciamis 25.364 ha, Kabupaten Sumedang 23.690 ha. Sementara itu lahan kritis di dalam kawasan hutan mencapai 85.531,45 ha yang tersebar di areal perhutani, untuk luas lahan kritis yang berada di hutan negara :151.689 ha, lahan kritis perkebunan besar : 26.180 ha, lahan kritis milik masyarakat: 402.528 ha (Pasaribu 1999).

Menurut Kartodihardjo (2003) bahwa dari data yang telah divalidasi Perhutani, Jawa Barat merupakan yang paling banyak memiliki lahan dengan kondisi sangat kritis. Dalam kawasan hutan negara, diperkirakan terdapat sekitar 300.000 ha yang memerlukan penanganan sesegera mungkin. Sementara, di luar kawasan hutan negara, terdapat luas tanah yang harus direhabilitasi sekitar tiga


(20)

kalinya, yaitu sekitar satu juta ha. Berarti, total kawasan hutan yang harus diperbaiki sesegera mungkin di Jawa Barat mencapai 1,3 juta ha.

Upaya pemerintah dalam pengembangan lahan kritis adalah dengan dilakukannya program konservasi. Konservasi lahan mempunyai peran sebagai suatu upaya perlindungan dan pelestarian yang dikelola dengan pemanfaatan sumberdaya alam yang dapat mewujudkan keuntungan yang lestari bagi masyarakat dan sumber devisa negara. Konservasi memegang peranan penting dalam pembangunan sosial ekonomi di lingkungan pedesaan dan turut menyumbangkan peningkatan kesejahteraan ekonomi pusat-pusat perkotaan. Ironisnya hal ini bertentangan dengan kebijakan pembangunan dan pemanfaatan sumberdaya alam khususnya hutan dan lahan selama ini berorientasi eksploitasi dan sentralistik untuk mencapai pertumbuhan, namun menimbulkan berbagai permasalahan ekonomi, sosial dan lingkungan. Dari sosial ekonomi masyarakat lokal, dampak yang dirasakan adalah peningkatan kesejahteraan yang tidak tercapai.

Konservasi di Kabupaten Bandung, diintrodusikan untuk menghindari meluasnya lahan kritis, degradasi ekosistem DAS dan kerusakan lingkungan lainnya karena fungsi dari konservasi di bagian hulu DAS Citarum ini adalah sebagai daerah perlindungan kawasan chatmant area. Dalam pelaksanaan konservasi ini memberikan dampak negatif bagi masyarakat di sekitar hutan, karena dalam pelaksanaan konservasi kurang mempertimbangkan faktor-faktor penentu dalam pelaksanaan konservasi lahan tersebut, sehingga langkah-langkah kebijakan yang diambil tidak terarah, efektif dan efisien. Selain itu konservasi di hulu DAS Citarum kurang di evaluasi bagaimana dampaknya terhadap aspek makro dan mikro terutama terhadap sosial ekonomi masyarakat.

Dengan demikian kajian mengenai pelaksanaan konservasi terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat menjadi penting untuk dilakukan, agar segala konsekuensi dari konservasi lahan dapat segera diketahui, dari fakta dan kondisi diatas maka dilakukan penelitian yang menelaah pelaksanaan kegiatan konservasi dan faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi masyarakat guna mendukung pengelolaan sumberdaya lahan yang berkelanjutan serta merumuskan kebijakan


(21)

dalam pengelolaan sumberdaya lahan yang akan dievaluasi dengan aspek ekonomi dan lingkungan.

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengevaluasi pelaksanaan konservasi lahan di Desa Sukamanah, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam upaya pelaksanaan konservasi lahan di Desa Sukamanah, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung.

3. Merekomendasikan alternatif dan prioritas strategi kebijakan dalam pengelolaan konservasi lahan di Hulu DAS Citarum yang berkelanjutan dengan mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi masyarakat di Desa Sukamanah, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penelitian-penelitian lebih lanjut tentang konservasi lahan di Hulu DAS dan kaitannya dengan pengembangan wilayah berbasis sumberdaya alam yang berkelanjutan. Selain itu, penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai informasi bagi pemerintah daerah dalam menetapkan kebijakan konservasi lahan, pengelolaan DAS pada umumnya 1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan studi kasus pada pelaksanaan konservasi di Desa Sukamanah kecamatan Pengalengan Kabupaten Bandung. Dengan ruang lingkup adalah Penelitian ini menekankan pada pelaksanaan konservasi lahan yang dilakukan dilihat dari aspek kondisi lahan, dari kondisi sosial masyarakat yang di tinjau dari persepsi masyarakat di lokasi penelitian. Analisis yang digunakan analisis deskriptif dari pelaksanaan konservasi, selanjutnya untuk pelaksanaan konservasi dengan melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi masyarakat dalam upaya mendukung konservasi, dilakukan dengan analisis regresi logistrik biner. Analisis yang ketiga yang dilakukan adalah untuk menjawab tujuan yang ketiga yaitu rumusan strategi pengelolaan sumberdaya lahan khususnya di Hulu DAS Citarum sebagai chatmant area analisis ini menggunakan metode Multi Criteria Decision Maker (MCDM). Dalam analisis ini menggunakan teknik


(22)

Preference Ratios In Multiattribute Evaluation (PRIME) ini bertujuan untuk menghasilkan alternatif pengambilan keputusan yang terbaik dalam pengelolaan sumberdaya alam yang menitiberatkan pada aspek ekologis dan ekonomi sehingga tujuan dari pengelolaan sumberdaya lahan yang berkelanjutan sesuai dengan tiga aspek yaitu sosial budaya, ekonomi dan ekologi.


(23)

2.1.Pengembangan Wilayah

Dalam banyak hal, istilah pembangunan dan pengembangan banyak digunakan dalam hal yang sama, yang dalam Bahasa Inggrisnya adalah

development, sehingga untuk berbagai hal, istilah pembangunan dan pengembangan wilayah dapat saling dipertukarkan. Namun berbagai kalangan di Indonesia cenderung untuk menggunakan secara khusus istilah pengembangan wilayah/kawasan dibandingkan pembangunan wilayah/kawasan untuk istilah regional development. Secara umum istilah pengembangan dianggap mengandung konotasi pemberdayaan, kedaerahan, kewilayahan dan lokalitas (Rustiadi, et.al. 2005).

Pengembangan lebih menekankan proses meningkatkan dan memperluas. Dalam pengertian bahwa pengembangan adalah melakukan sesuatu yang tidak dari nol, atau tidak membuat sesuatu yang sebelumnya tidak ada, melainkan melakukan sesuatu yang sebenarnya sudah ada tapi kualitas dan kuantitasnya ditingkatkan atau diperluas. Jadi dalam hal pengembangan masyarakat tersirat pengertian bahwa masyarakat yang dikembangkan sebenarnya sudah memiliki kapasitas (bukannya tidak memiliki sama sekali) namun perlu ditingkatkan kapasitasnya (capacity building) (Rustiadi, et.al.

2005).

Secara filosofis suatu proses pembangunan dapat diartikan sebagai upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Dengan perkataan lain proses pengembangan merupakan proses memanusiakan manusia. Untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan yang diinginkan, upaya-upaya pembangunan harus diarahkan kepada efisiensi (effeciency), kemerataan (equity) dan keberlanjutan

(sustainability) dalam memberi panduan kepada alokasi sumber-sumber daya (semua kapital yang berkaitan dengan natural, human, man-made maupun

social) baik pada tingkatan nasional, regional maupun lokal, yang sering memerlukan sumber daya dari luar, seperti barang-barang modal untuk


(24)

diinvestasikan guna mengembangkan infrastruktur ekonomi, sosial dan lingkungan (Anwar, 2005).

Serageldin (1994), menyatakan bahwa paling sedikit diperlukan empat jenis sumberdaya di dalam melaksanakan pembangunan yaitu; 1) sumberdaya alam (natural capital), 2) sumberdaya manusia (human capital), 3) sumberdaya buatan (man-made resources) atau infrastruktur, dan 4) sumberdaya sosial (sosial capital) . Sumberdaya ini dapat menjadi sarana dan prasarana guna dimanfaatkan bagi tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat secara luas, dimana hasil manfaat yang maksimum dari sumberdaya tersebut harus dialokasikan sebaik mungkin (Anwar 2000). Dikatakan pula supaya sumberdaya tersebut manfaatnya mencapai maksimal, maka harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu seperti efisiensi (efficiency), pemerataan (equity) berdasarkan keadilan (justice dan fairness) dan mengarah kepada keberlanjutan (sustainaibile).

Sumberdaya alam (nature capital) seperti air, udara, lahan, ikan, hutan dan sebagainya merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Sumberdaya hutan misalnya tidak saja untuk mencukupi kebutuhan hidup manusia, namun juga memberikan kontribusi yang cukup besar bagi kesejahteraan suatu bangsa (wealth of nation).

Sumberdaya dalam arti ekonomi pertama kali telah dikemukan oleh Adam Smith (dalam buku ” The Wealth Of Nation”) sebagai seluruh faktor produksi yang diperlukan untuk menghasilkan output. Sedangkan sumberdaya dalam pengertian umum adalah segala sesuatu yang dipandang memiliki nilai ekonomi. Selanjutnya menurut Rees (1990) dalam Fauzi (2004), lebih jauh mengatakan bahwa sesuatu dapat digolongkan sebagai sumberdaya harus memiliki dua kriteria yakni: 1) harus ada teknologi, pengetahuan atau skill untuk memanfaatkannya; 2) harus ada permintaan (demand) terhadap sumberdaya tersebut. Apabila kedua kriteria tersebut tidak dimiliki, maka sesuatu itu disebut sebagai barang netral.

Masyarakat sebagai bagian dari mahluk hidup, memegang peranan yang menentukan terhadap kelestarian dan keseimbangan ekosistem. Ekosistem hutan sebagaimana hal ekosistem lainnya memang harus dimanfaatkan oleh


(25)

manusia penghuninya untuk mewujudkan kesejahteraannya. Namun cara pemanfaatan yang berlebihan dan semena-mena, mengakibatkan terganggunya keseimbangan bahkan hancurnya ekosistem hutan. Untuk mengkaji hubungan antara manusia dengan lingkungannya, maka dalam kerangka ekologi manusia mencakup empat unsur utama yaitu populasi, organisasi, sumberdaya alam dan teknologi, empat unsur ini saling berkaitan secara fungsional sehingga adanya perubahan pada salah satu unsur mengakibatkan perubahan pada unsur yang lain. Dalam konteks masyarakat perdesaan sekitar hutan dijumpai kualitas hidup yang rendah yang terkait dengan kepadatan penduduk, keterbatasan kemampuan teknologi, keterbatasan sumberdaya sehingga masyarakatnya kurang terlibat dalam kegiatan produktif. Dengan demikian, pengelolaan sumberdaya alam termasuk sumberdaya hutan secara bijaksana adalah pengelolaan yang dapat menghasilkan penerimaan dan kepuasan ekonomi yang maksimal.

2.2. Fungsi Kawasan Konservasi Terhadap Pembangunan Wilayah

Dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990, menjelaskan konservasi didefinisikan sebagai manajement biosphere yang dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk generasi sekarang dan generasi yang akan datang. Pada umumnya tujuan rencana konservasi sumberdaya alam adalah sumberdaya alam dapat dilestarikan semaksimal mungkin. Namun tujuan tersebut seringkali terhambat oleh tiga kendala utama yaitu: (i) belum adanya petunjuk teknis yang rinci dan tepat untuk memudahkan perencana, pengelola, politisi maupun ahli konservasi kehidupan liar dalam mengupayakan konservasi jenis sumberdaya hayati yang terancam punah, (ii) kurangya pemahaman tentang sebaran maupun kebutuhan habitat berbagai jenis organisme yang terancam punah dan, (iii) perencana seringkali menghadapi berbagai tuntutan tata guna lahan yang seringkali menjadi konflik (Lembaga Penelitian IPB, 2002).

Salm et.al (2000) menyebutkan kriteria dasar penetapan kawasan konservasi terdiri atas kriteria ekologi, sosial dan ekonomi. Kriteria-kriteria tersebut diuraikan sebagai berikut:


(26)

1. Kriteria ekologi meliputi: keanekaragaman hayati, kealamian, ketergantungan, keterwakilan, keunikan, integritas, produktivitas, dan kerentanan/kepekaan.

2. Kriteria sosial meliputi: penerimaan masyarakat, kesehatan masyarakat, rekreasi, budaya, estetika, konflik kepentingan, keamana, aksesibilitas, keperdulian masyarakat dan kompabilitas.

3. Kriteria ekonomi meliputi: spesies penting, bentuk ancaman, manfaat ekonomi dan potensi pariwisata.

Mac Kinnon et.al (1986) menyatakan bahwa penetapan DAS sebagai suatu kawasan yang dipilih atau ditetapkan sebagai kawasan konservasi karena kawasan tersebut bersifat istimewa dan mempunyai ciri-ciri khas tertentu yang bernilai, dilihat dari kepentingan nasional maupun internasional adalah:

1. Mempunyai bentang/lanskap atau ciri geofisik yang mempunyai ciri estetika tertentu atau indah serta mempunyai nilai dalam ilmu pengetahuan, misalnya air terjun, gua mata air panas dll.

2. Mempunyai fungsi lindung terhadap tata air/hidrologi, tanah, air dan iklim mikro misalnya melindungi daerah tangkapan air.

Menurut Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999, mendifiniskan hutan konservasi adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Kawasan hutan konservasi teridiri dari Cagar Alam (CA), Suaka Margasatwa (SM), Taman Nasional (TM), Taman Wisata Alam (TW), Taman Hutan Raya (THR) dan Taman Buru (TB).

Keberhasilan dari pembangunan suatu wilayah dapat diukur dari besarnya manfaat yang diterima oleh masyarakat baik secara ekonomi, sosial, dan lingkungan. Hal ini erat kaitannya dengan kemampuan dan kesempatan masyarakat untuk memilih peranannya dalam pembangunan, terutama dalam kaitannya dengan pelestarian alam dan pengelolaan manfaat pembangunan yang berkelanjutan.

2.3. Konsep Konservasi Tanah

Indonesia pada saat ini memiliki sumberdaya hutan seluas 120 hektar dengan fungsi produksi, konservasi dan fungsi lindung dengan akibat


(27)

keanekaragaman yang tinggi. Besarnya fungsi sumberdaya hutan tersebut memiliki nilai strategis untuk dimanfaatkan guna mendukung proses pembangunan nasional untuk mencapai peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam tiga puluh tahun terakhir potensi sumberdaya hutan tersebut telah dimanfaatkan sekaligus menjadi tumpuan serta modal dasar pembangunan ekonomi nasional, yang memberi dampak peningkatan devisa, penyerapan tenaga kerja, pertumbuhan industri serta mendorong pertumbuhan wilayah (Suhardi, 2001)

Konsep konservasi baru mulai diterapkan di Indonesia pada tahun 1982 dengan diresmikannya pembangunan Tanam Nasional di Indonesia pada saat Konverensi Taman Nasional sedunia ke-3 di Bali. Hal ini yang membawa pengaruh kepada masyarakat luas, seolah-olah konservasi hanya terkait dengan pengelolaan tanpa melindungi daerah kawasan konservasi lainnya. Padahal ditekankan bahwa konservasi menyangkut aspek pengelolaan sumberdaya alam yang luas. Bahkan IUCN, UNEP dan WWF tahun 1991, menekan bahwa konservasi mencakup baik perlindungan alam maupun pengawasan sumberdaya alam secara rasional dan bijaksana. Oleh karena itu konservasi merupakan hal yang penting bila ingin meningkatkan kehidupan yang layak dan bermartabat, serta menjamin kesejahteraan hidup kini dan generasi mendatang.

Pada awalnya konservasi dianggap sebagai suatu upaya perlindungan dan pelestarian yang menutup kemungkinan dilakukan pemanfaatan sumberdaya alam, namun sekarang bila kawasan itu dilindungi, dirancang dan dikelola secara tepat, dapat memberikan keuntungan yang lestari bagi masyarakat dan sebagai sumber devisa negara. Oleh karena itu konservasi memegang peranan penting dalam pembangunan sosial dan ekonomi di lingkungan perdesaan dan turut menyumbangkan peningkatkan kesejahteran ekonomi pusat-pusat perkotaan serta meningkatkan kualitas hidup penghuninya (Mac Kinnon, et al.,1986)

Selanjutnya Camp dan Dougthery (1991), menyatakan bahwa konservasi merupakan landansan utama segala bentuk pengelolaan sumberdaya


(28)

alam dan lingkungan. Bahkan Saunier dan Meganck (1995), menyatakan bahwa konservasi menjadi kunci keberhasilan dari kegiatan pembangunan.

Dalam rangka mengimplentasikan strategi konservasi dan memudahkan pemahamannya, maka Alikodra (1990), mengembangkan konservasi melalui tiga prinsip :

1. Mengamankan (save it), yaitu mengamankan ekosistem yang berarti genetik, spesies dan ekosistem dengan cara: menjaga penurunan kualitas dari komponen-komponen utama ekosistem, mengembangkan upaya mengelola dan pelindungan secara efektif, mengembalikan spesies-spesies yang telah hilang kepada habitat aslinya dan memeliharanya di bank genetik seperti kebun raya dan fasilitas ex-situ lainnya.

2. Mempelajari (studi it), artinya melakukan inventarisasi dan identifikasi mengenai karakteristik sifat biologis, ekologis dan sosial ekonomi masyarakat. Hal ini berarti sekaligus membina kesadaran akan nilai-nilai sumberdaya alam, memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menghargai keanekaragaman alam serta memasukan isu-isu tentang sumberdaya dan ekosistemnya kedalam bagian kurikulum pendidikan.

3. Memanfaatkan (use it), artinya melakukan pemanfaatan sumberdaya alam secara lestari dan seimbang, agar terus dapat dikembangkan dengan teknik-teknik pemanfaatan sumberdaya alam hanya untuk memperbaiki kehidupan umat manusia dan memberikan jaminan bahwa sumber-sumber ini dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat secara adil dan bijaksana.

Konservasi tanah dan air adalah usaha-usaha untuk menjaga tanah tetap produktif atau memperbaiki tanah yang rusak karena erosi agar menjadi lebih produktif, dan usaha-usaha agar air dapat lebih banyak tersimpan didalam tanah sehingga dapat digunakan tanaman dan mengurangi terjadinya banjir dan erosi. Salah satu dasar dalam konservasi tanah dan air adalah menggunakan tanah sesuai dengan kemampuannya.


(29)

Tujuan konservasi hutan tanah dan air serta lingkungan akan selalu terkait dengan kegiatan rehabilitasi penanaman vegetasi sebagai salah satu komponen ekosistem dan keseimbangan dengan masyarakat setempat. Secara umum tujuan rehabilitasi hutan, tanah dan air adalah (i) meningkatkan kualitas dan fungsi hutan dan lahan secara optimal sebagai sarana produksi, tata air dan perlindungan lingkungan, (ii) meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pendapatan dan memanfaatkan lahan dan hutan.

Sedangkan sasaran kegiatan rehabilitasi lahan dan hutan diarahkan kepada (i) kawasan hutan yang rusak (ii) lahan yang tidak produktif (lahan kritis), (iii) kawasan hutan yang fungsinya belum optimal, (iv) daerah rawan pangan, kebakaran hutan dan daerah yang terganggu fungsi hidro-orologisnya.

Petani di perdesaan sebagai salah satu aktor yang diharapkan berperan dalam konservasi tanah dan air. Oleh karena itu dalam kegiatan konservasi tersebut harus diberi kesempatan baik dalam perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasannya. Kegiatan penghijauan adalah upaya memulihkan atau memperbaiki lahan kritis diluar kawasan hutan negara agar berfungsi sebagai media produksi dan sebagai media tata air yang baik, serta upaya mempertahankan dan meningkatkan daya dukung lahan sesuai dengan peruntukannya. Jadi penghijauan selain mempunyai dimensi konservasi tanah dan air juga berdimensi terhadap pendapatan masyarakat (peningkatan produksi). Jenis dan macam kegiatan secara umum dapat digolongkan menjadi 2 golongan yaitu : 1) kegiatan yang bersifat vegetatif dengan penanaman tumbuh-tumbuhan misalnya dengan pembuatan hutan rakyat (HR) atau pembuatan kebun rakyat (KR) serta 2) kegiatan yang bersifat sipil teknis dengan membangun bangunan penahan erosi seperti terassering, pembuatan bangunan terjunan air (drop) dam pengendalian (DPi) dan dam penahan (DPa). Disamping itu pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan pengetahuan petani melalui pelatihan petani, pembuatan unit percontohan juga diperhatikan.

Prasetyo (2005), menegaskan bahwa upaya untuk menekan laju kerusakan DAS dapat dilakukan dengan cara pendekatan sipil teknis dan/atau pendekatan vegetatif. Pendekatan sipil teknis adalah upaya pengendalian laju kerusakan DAS dengan membangun bangunan-bangunan, misalnya dam,


(30)

tanggul dan sumur resapan. Sedangkan pendekatan vegetatif adalah upaya penanaman jenis-jenis tanaman yang mampu mengurangi laju kerusakan DAS dengan teknik budidaya yang benar. Pendekatan sipil teknis sering mengalami kendala seperti ketersediaan dana, dan umur bangunan sangat pendek karena tingkat erosi yang sangat tinggi. Pendekatan vegetatif dengan introduksi tanaman yang bernilai ekonomi tinggi akan lebih efektif. Pendekatan ini mampu menyelesaikan dua permasalahan yaitu upaya konservasi tanah dan air, serta peningkatan pendapatan masyarakat. Pengelolaan suatu DAS sampai saat ini belum sepenuhnya dilakukan secara baik, karena menyangkut berbagai elemen yang terlibat didalammnya, salah satunya adalah institusi yang menangani belum tertata dengan baik.

Dalam kajian yang dilakukan oleh Kartodihardjo et.al (2000), dijelaskan bahwa dalam pengelolaan DAS yang juga penting adalah menyangkut pembenahan institusi yang mengelola DAS dan konservasi tanah, sehingga menimbulkan berbagai permasalahan antara lain (i) pengelolaan DAS dan konservasi tanah merupakan satu kegiatan, dimana didalamnya terlibat berbagai unsur formal, baik instansi pemerintah maupun non-pemerintah, (ii) perencanaan pengelolaan DAS dan konservasi tanah yang dikembangkan masih belum sepenuhnya diintregrasi kedalam perencanaan pembangunan oleh pemerintah daerah dan belum banyak melibatkan peran serta masyarakat melalui pendekatan partisipatif dalam pengelolaan lahan sesuai dengan kemampuan dan kesesuaiannya, (iii) infrastruksutur fisik dan sosial di bagian hulu relatif lebih rusak dibandingkan di daerah hilir DAS. Hal ini dikarenakan di masa lalu usaha pembangunan pertanian telah lebih terkonsentrasi di daerah ”lowland” sehingga dataran tinggi dan hulu DAS tidak di untungkan dari program-program yang didanai oleh pemerintah, (iv) keterbatasan kepemilikan lahan pertanian menyebabkan lahan yang di garap petani dapat dijadikan sebagi satu-satunya tumpuan atau penompang kebutuhan dasar kehidupan masyarakat miskin di perdesaan. Demikian juga halnya dengan cara pengelolaan lahan yang masih memungkinkan terjadinya kondisi tanah garapan yang rawan erosi.


(31)

Konservasi tanah adalah masalah menjaga agar struktur tanah tidak terdispersi, dan mengatur kekuatan gerak dan jumlah aliran permukaan (Arsyad, 2000). Berdasarkan asas ini ada tiga cara pendekatan dalam konservasi tanah, yaitu (1) menutup tanah dengan tumbuh-tumbuhan dan tanaman atau sisa tanaman/tumbuhan agar terlindung dari daya perusak butir-butir hujan yang jatuh, (2) memperbaiki dan menjaga keadaan tanah agar resisten terhadap penghancuran agregat dan terhadap pengangkutan, serta lebih besar dayanya untuk menyerap air permukaan tanah, dan (3) mengatur air aliran permukaan agar mengalir dengan kecepatan yang tidak merusak dan memperbesar jumlah air yang terinflitasi ke dalam tanah.

Arsyad (2000), metode konservasi tanah dapat dibagi tiga golongan utama, yaitu (1) metode vegetatif (2) metode mekanik dan (3) metode kimia dan dalam penerapannya dapat dilaksanakan salah satu, dua atau kombinasi dari ketiga jenis metode tersebut. Metode vegetatif adalah penggunaan tanaman atau tumbuhan dan sisinya untuk mengurangi daya rusak hujan yang jatuh, mengurangi jumlah dan daya rusak aliran permukaan dan erosi. Dalam konservasi tanah dan air metode vegetatif mempunyai fungsi (a) melindungi tanah terhadap daya perusak butir-butir hujan yang jatuh, (b) melindungi tanah terhadap daya perusak aliran air di atas permukaan tanah, dan (c) memperbaiki kapasitas inflitasi tanah dan penahanan air yang langsung mempengaruhi besaran aliran permukaan. Termasuk di dalam metode vegetatif untuk konservasi tanah dan air adalah (1) penanaman tumbuhan dan atau tanaman yang menutupi tanah secara terus menerus, (2) penamanan dalam strip (strip cropping), (3) pengiliran tanaman dengan tanaman pupuk hijau atau tanaman penutup tanah (conservation rotation), (4) system pertanian hutan (agroforestry), pemanfaatan sisa tanaman atau tumbuhan (residu management) dan (6) penaman saluran-saluran pembuangan dengan rumput (vegetated atau grassed waterways)

Metode mekanik adalah semua perlakukan fisik mekanis yang diberikan terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi, dan mengingkatkan kemampuan penggunaan tanah. Termasuk dalam metode mekanik adalah (1) pengolahan tanah (tillage), (2) pengolahan tanah menurut kontur (counter cultivation), (3) guludan dan gulugan bersaluran


(32)

menurut kountur, (4) teras, (5) dan penghambatan (check dam), waduk (balong) (farmponds), rorak, tanggul, dan (6) perbaikan drainase dan irigasi.

Metode kimia dalam konservasi tanah dan air adalah penggunaan preparat kimia sintetis atau alami, kemantapan struktur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang menentukan kepekaan tanah terhadap erosi. Dalam pembentukan struktur tanah butir-butir terikat satu sama lain menjadi agregrat. Model konservasi telah banyak dikemukan oleh berbagai sumber maupun ahli. Seperti dikemukan oleh Direktorat Konservasi Tanah (1993), bahwa model penanganan lahan kering dengan konservasi di kembangkan usahatani konservasi dengan anjuran menggunakan sistem tanam tumpang sari dan sistem tanaman sisipan antara tanaman pangan, tanaman keras/kayu-kayu/buah-buahan, rumput pakan ternak yang dapat mempertinggi efisiensi penggunaan lahan dan waktu yang tersedia.

2.4. Daerah Aliran Sungai

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu ekosistem dengan unsur utamanya terdiri atas sumberdaya tanah, air, dan vegetasi serta manusia sebagai pemanfaat sumberdaya alam dengan segala interaksinya yang berfungsi untuk menampung dan menyimpan air hujan kemudian menyalurkan ke laut melalui sungai utama. Interaksi tersebut digambarkan dalam bentuk keseimbangan masukan dan keluaran yang mencirikan keadaan hidrologis DAS. Kualitas ekosistem DAS dapat dilihat dari output ekosistem tersebut dan secara fisik antara lain dapat diukur dari besarnya erosi, sedimentasi, aliran permukaan, fluktuasi debit dan produktivitas lahan.

Secara umum DAS dibagi menjadi daerah hulu, tengah dan hilir. DAS bagian hulu merupakan daerah konservasi, mempunyai kerapatan drainase tinggi, kemiringan lereng yang tinggi (>15%) dengan jenis vegetasi tegakan hutan (Asdak 2002). Bagian hilir DAS dicirikan sebagai daerah pemanfaatan, kerapatan drainase kecil, kemiringan lereng kecil (<8%), sebagian diantaranya merupakan daerah banjir, dan didominasi jenis vegetasi tanaman pertanian. Bagian tengah DAS merupakan daerah transisi di antara DAS hulu dan DAS hilir. Ketiga bagian DAS ini mempunyai keterkaitan satu dengan yang lain. Ekosistem DAS bagian hulu merupakan bagian yang penting karena


(33)

mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan bagian DAS (Asdak 2002). Bagian DAS hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biogeofisik melalui daur hidrologi. Hubungan antara masukan dan keluaran dari DAS yang bersangkutan dapat digunakan untuk menganalisis dampak suatu kegiatan pada lingkungan, terutama pengaruhnya di daerah hilir.

Secara tidak langsung DAS dapat dipandang sebagai suatu ekosistem yang menghasilkan produk berupa barang dan jasa. Barang yang dihasilkan oleh komponen DAS yaitu yang dapat diukur berupa produktivitas, sedangkan jasa merupakan produk ekonomis dari DAS yang tidak dapat diukur. Oleh karenanya dalam pengelolaan DAS diperlukan adanya keseimbangan antara kepentingan ekosistem dengan kepentingan ekonomi sehingga bisa memberikan manfaat secara berkelanjutan.

Usaha konservasi di daerah aliran sungai bagian hulu ditujukan pada sumberdaya tanah dan air. Dalam arti luas, konservasi termasuk juga usaha rehabilitasi dan reklamasi, yaitu upaya membawa lahan kritis atau marjinal menjadi lebih subur dan lebih produksi yang dapat dipertahankan kesuburannya (Sukmana et.al 1990). Lebih lanjut dikatakan oleh Yasin et.al

(1997), bahwa konservasi dan rebailitasi di daerah aliran sungai perlu ditingkatan melalui pendekatan pengelolaan terpadu daerah aliran sungai (DAS) atau daerah tangkapan air (chantmat area), dan yang dimaksud dengan daerah tangkapan air dalam penelitian ini adalah daerah yang miliki kemiringan lahan antara 8% sampai 40%.

Pengelolaan daerah tangkapan air secara terpadu meliputi penggunaan terpadu atas tanah, air tumbuhan serta sumber-sumber fisik dan berbagai kegiatan lain dalam daerah tangkapan, untuk menyakinkan bahwa proses perusakan dan erosi tanah dapat dikurangi seminimal mungkin. Tujuan khusus pengelolaan daerah tangkapan air secara terpadu adalah (Mitchell et.al, 2000):

a. Meningkatkan efektifiktas koordinasi kebijakan dan tindakan dari departemen terkait, pengrusakan serta individu yang berkaitan dengan usaha-usaha konservasi, penggunaan daerah tangkapan air yang berkelanjutan, termasuk tanah, air dan tumbuhan.


(34)

b. Meyakinkan terusnya stabilitas dan produktifitas tanah, kelangsungan suplai air serta pemeliharaan tumbuhan permukaan yang sesuai dan produktif.

c. Meyakinkan bahwa tanah dalam daerah tangkapan air digunakan sesuai dengan kapasitasnya, dengan tetap memelihara kemungkinan penggunaan di masa depan.

2.5. Kebijakan dan Pengelolaan Konservasi

Kebijakan pembangunan dan pemanfaatan sumberdaya khususnya hutan dan lahan yang berorientasi eksploitasi dan sentralistik untuk mencapai pertumbuhan akhirnya menimbulkan berbagai permasalahan ekonomi, sosial dan lingkungan. Dari segi sosial ekonomi masyarakat lokal, dampak peningkatan kesejahteraan tidak tercapai yang diakibatkan karena proses marginalisasi masyarakat hutan untuk memperoleh akses manfaat sumberdaya, sehingga yang terjadi adalah kemiskinan dan kesenjangan. Kondisi yang demikian seringkali menyebabkan proses degradasi baik aspek luasan maupun produktivitas sumberdaya, sehingga pengelolaannya yang optimal dan lestari tidak dapat dipertahankan.

Laju degradasi kawasan hutan di Indonesia diperkirakan 1,5 juta ha pertahun, sedangkan data realisasi reboisasi dan rehabilitasi hutan 50.000 s/d 70.000 hektar pertahun. Laju kegiatan penghijauan berkisar 400.000 s/d 500.000 hektar pertahun. Berdasarkan data tersebut terlibat bahwa upaya rehabilitasi yang dilakukan selama ini tidak mampu memulihkan kondisi lahan dan hutan yang rusak. Kecendrungan dari keadaan ini akan terus bertambah dan laju degradasi lahan semakin mengkhawatirkan. Kondisi yang demikian ini apabila tidak diperhatikan secara serius, sumberdaya hutan dan lahan serta lingkungan akan menjadi tidak menentu menuju krisis yang berkepanjangan.

Menurut Alikodra (2001), pengelolaan kawasan konservasi adalah serangkaian upaya penetapan, pemanfaatan, pelestarian dan pengendalian pemanfaatan kawasan konservasi. Pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia dilaksanakan oleh Direktorat Jendral Perlindungan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan dengan kebijakan umum pengelolaan kawasan konservasi sebagai berikut (i) mengupayakan terwujudnya tujuan dan misi


(35)

konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistem, yaitu : perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya dan pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, (ii) meningkatkan pendayagunaan potensi sumberdaya alam hayati dan ekosistem kawasan konservasi dan hutan lindung untuk kegiatan yang menunjang budidaya. Jenis kegiatannya mencakup pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu pada kawasan konservasi, (iii) memberdayakan peran serta masyarakat di sekitar kawasan konservasi dan hutan lindung melalui pembinaan masyarakat untuk berperan aktif dalam setiap konservasi dan upaya peningkatan kesejahteraan, (iv) keterpaduan dan koordinasi untuk mencapai pembangunan kawasan konservasi yang integral dengan pembangunan sektor lain di sekitarnya sehingga kegiatan pembangunan tersebut dapat terselenggara secara selaras, serasi dan seimbang, (v) pemantauan dan evaluasi fungsi kawasan untuk mengetahui keefektifan pengelolaan dan penentuan arah kebijakan pengelolaan selanjutnya.

Pengelolaan sumberdaya alam yang luas yang menekankan pada perlindungan dan pengawasan sumberdaya alam secara rasional dan bijaksana merupakan konsep dari konservasi. Selain itu juga tujuan dari konservasi menitikberatkan pada pemanfaatan sumberdaya alam, yang sekarang bila kawasan itu dilindungi, dirancang dan dikelola dengan tepat, dapat memberikan devisa negara. Oleh karena itu konservasi memegang peranan penting dalam pembangunan sosial ekonomi di lingkungan perdesaan dan turut menyumbangkan peningkatkan kesejahteraan ekonomi pusat-pusat perkotaan serta meningkatkan kualitas hidup penghuninya. Konsep pengelolaan hutan bersama rakyat dengan cara memberikan kesempatan sebesar-besarnya pada masyarakat bukan hanya untuk mengakses sumberdaya hutan (lahan) tetapi juga mendorong lebih bertanggung jawab dalam pengelolaan hutan secara kesinambungan. Keberadaan hutan yang pada umumnya dikelilingi oleh desa sekitar hutan (ada sekitar 6.000 desa yang mengelilingi hutan jawa), dengan kondisi sosial ekonomi tergolong penduduk miskin menuntut adanya perubahan paragidma pengelolaan hutan Indonesia.


(36)

Ichsan (2006), menyatakan kepemilikian lahan yang sempit, kemampuan teknologi yang masih rendah, kelangkaan modal dan akses pelayanan yang langka membuat penduduk desa sekitar hutan semakin sulit bangkit dari kemiskinan. Hal ini merupakan suatu pertimbangan dalam penyusunan kebijakan pengelolaan hutan.

Teknik pengelolaan sumberdaya hutan bersama masyarakat lokal telah diupayakan dengan model yang sangat unik yang dikenal dengan sistem wanatani, talun dan kebun yang lebih mengedepankan keragaman hasil hutan bukan hanya berupa kayu, tetapi juga non kayu. Haeruman (2005), menyatakan secara umum model ini dikelompokan pada a) budidaya pohon-pohonan bercampur tanaman perkebunan, tanaman makanan ternak, semak dan obat-obatan, b) budidaya pohon-pohonan dengan tanaman makanan ternak dan ternak dan c) budidaya pohon-pohonan dengan perikanan/ silvofishery. Agroforestry adalah sistem pengelolaan lahan secara berkesinambungan dengan peningkatan produksi lahan yang menggabungkan tanaman pangan dan pohon-pohon hutan dan /atau binatang secara simultan dalam kesatuan unit lahan yang sama serta mengaplikasikan manajemen praktis yang komtiable

dengan budaya masyarakat setempat.

Agroforestry (wanatani) sendiri menurut Perum Pehutani (1992), merupakan teknologi pengelolaan dan pemanfaatan lahan dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian pada lahan yang sama dan yang bersamaan atau berurutan dengan memperhatikan kondisi lingkungan fisik, sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat yang berperan serta. Menurut Nair (1992), konsep kunci dari wanatani adalah (i) mengkombinasikan produksi dari berbagai output melalui perlindungan sumberdaya sebagai dasarnya, (ii) menerapkan berbagai jenis pohon dan belukar sebagai bagian penting untuk menjaga lingkungan, (iii) lebih memperhatikan pada nilai sosial budaya masyarakat dari pada sistem penggunaan lahan, dan (iv) secara strukutal dan fungsional lebih kompleks dibandingkan dengan monokultur. Dengan kata lain wanatani adalah suatu bentuk pengelolaan lahan yang dilakukan dengan cara mengkombinasikan beragam jenis komoditas baik berupa tanaman keras, tanaman pangan ataupun ternak yang dilakukan pada


(37)

satuan waktu tertentu pada sebidang lahan yang sama bertujuan untuk mengoptimalkan penggunaan sumberdaya.

Ichsan (2006), agar sumberdaya hutan dapat memberikan manfaat yang besar terhadap kesejahteraan masyarakat, maka pengelolaannya harus mengikuti kaidah-kaidah pemanfaatan yang lestari dan berkelanjutan. Hal ini agar dapat memberikan kegunaan bagi masyarakat pada saat ini dan juga pada masa mendatang dengan tetap memperhatikan aspek kelestarian lingkungan, hal ini untuk mendorong terselenggaraanya pengelolaan sumberdaya hutan (lahan) yang berkeadilan dan acountable

Sardjono (2004), mengemukakan bahwa ada empat intisari permasalahan kehutanan dan pengelolaan hutan di Indonesia yang tidak berkelanjutan. Pertama, Ketidakjelasan implementasi ”penguasaan sumberdaya alam oleh negara”, telah menimbulkan ketidakharmonisan pengelolaan kawasan hutan antara para pihak dan telah memarjinalkan hak-hak masyarakat lokal. Dimana menurut Undang-undang Dasar 1945 mengemukakan bahwa penguasaan sumberdaya alam dan cabang produksi yang menyangkut hajad hidup orang banyak seperti hutan dikuasai oleh negara. Ini tidak berarti bahwa negara menjadi pemilik sumberdaya hutan di Indonesia melainkan hanya sebagai ”kontrol” pengelolaannya. Kondisi yang demikian bukan saja menimbulkan gesekan kepentingan antara sektor lainnya yang memerlukan kawasan yang sama (seperti pertambangan, perkebunan atau transmigrasi), tetapi secara jelas menimbulkan konflik antara para pihak yang berkepentingan dan tentu saja sangat merugikan masyarakat lokal yang ada di dalam maupun di sekitar hutan yang menggantungkan hidupnya pada hutan.

Kedua, arogansi kekuasaan dan pengetahuan elit kehutanan telah mengabaikan fakta dan kebutuhan lapangan pengelolaan hutan, serta telah menghilangkan kontribusi berharga dari kapasitas masyarakat lokal dalam menciptakan hutan yang lestari. Dimana para era 70-an para elit kehutanan membuat kebijakan-kebijakan yang mengsiplifikasikan pendekatan, misalnya penyeragaman kebijakan dan instrumen pengelolaan kehutanan di semua daerah. Contohnya, penerapan Tebang Pilih Indonesia hingga Tebang Pilih Tanaman Indonesia, upaya memonokulturkan hutan-hutan alam yang


(38)

berkarakter kompleks dan heterogen dalam skala besar-besaran melalui program Hutan Tanaman Industri, munculnya pengabaian atas fakta-fakta yang ada di lapangan menyangkut keberadaan masyarakat lokal di dalam maupun disekitar hutan yang telah beregenerasi turun temurun.

Ketiga, dominasi penyusun kebijakan, administrasi dan perencanaan kehutanan oleh pihak penguasa, tidak hanya telah membawa kepada ketidakefektifan dan inefisiensi pengorganisasian sektor kehutanan, tetapi juga sekaligus tidak menyisakan ruang yang memadai bagi inisiatif masyarakat dan partisipasi institusi lokal. Kebijakan-kebijakan pemerintah dalam rangka memberdayakan institusi lokal yang selama ini terjadi hanya sekedar berupa keikutsertaan masyarakat dalam program-program pemerintah atau instansi terkait. Padahal partisipasi dan keikutsertaan adalah dua hal yang berbeda, tetapi seringkali tidak disadari oleh para pengambil keputusan.

Keempat, orientasi moneter dari pemanfaatan hutan dengan dalih kepentingan nasional secara berlebihan/berkepanjangan, telah melupakan aspek-aspek konservasi sumberdaya, serta telah memiskinkan kehidupan sosial-ekonomi dan kultural masyarakat lokal. Hutan bagi Indonesia khususnya hasil hutan yang berupa kayu telah menjadi tumpuan perekonomian negara disamping minyak bumi serta hasil tambang lainnya. Sebenarnya sebagai negara yang kaya akan potensi sumberdaya hutan yang melimpah merupakan hal yang wajar untuk memanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Akan tetapi, persoalannya menjadi lain apabila pelaksanaan itu dilakukan secara berlebihan dan tanpa kendali. Dimana berlebihan artinya telah melampaui daya dukung hutan hujan tropis dibandingkan dengan daya regenerasinya (baik secara alami ataupun melalui upaya rehabilitasi). Sedangkan tidak terkendali artinya praktis tidak ada aturan main yang memadai untuk dilaksanakan secara konsisten di lapangan.

Kebijakan pelaksanaan konservasi yang dilakukan oleh stakeholder kurang mempertimbangkan aspek ekologi dan aspek sosial masyarakat sekitar. Sehingga kebijakan pengelolaan sumberdaya dengan sistem konservasi mengakibatkan terjadinya penurunan pendapatan usahatani petani. Maka untuk itu diperlukan suatu rumusan pengelolaan sumberdaya alam yang mengacu


(39)

pada aspek ekologi yang mempertimbangkan kegiatan konservasi juga mengikutserta petani untuk pemanfaatan lahan untuk tumpangsari agar pendapatan petani meningkat.

2.6. Analisis Multi Criteria Desicion Making (MCDM)

Pendekatan MCDM telah banyak digunakan, dikembangkan dan dapat diakomodasi bagi berbagai kriteria yang dihadapi, namun relevan dalam pengambilan keputusan tanpa perlu konversi ke unit-unit pengukuran dan proses normalisasi. Secara umum struktur MCDM sama dengan AHP dimana bobot suatu alternatif yang harus diambil, disusun berdasarkan matrik.

Jankowski (1995) dalam Subandar (2002), mengelompokan MCDM ke dalam dua kategori, yaitu: multiple atribut decision making (MADM), dan

multiple objective dicision making (MODM). Istilah MADM dipakai apabila pilihan alternatif berukuran kecil (5-20 alternatif), sedangkan MODM dipakai apabila berhadapan dengan pilihan alternatif yang lebih besar dari MADM. MADM sering dipertukarkan dengan MCDM, sementara itu, pada literatur lain secara terminologi sering juga digunakan istilah multiple criteria analysis

(MCA), atau multi crietria evaluation (MCE).

Bidang analisis multi criteria memerlukan sejumlah pendekatan untuk menghitung kriteria yang banyak guna membentuk struktur pendukung proses pengambilan keputusan. Penggunaan teknik MCDM pada beberapa bidang ditentukan oleh beberapa faktor, yakni; (i) teknik MCDM mempunyai kemampuan dalam menangani jenis data yang bervariasi (kuantitatif, kualitatif dan campuran) dan pengukuran yang intangibel; (ii) teknik MCDM dapat mengakomodasi perbedaan yang diinginkan dalam penentuan kriteria; (iii) skema bobot yang bervariasi untuk suatu prioritas atau pandangan dari

stakeholder yang berbeda, dapat diterapkan dalam MCDM; (iv) tidak membutuhkan penentuan nilai ambang seperti pada operasi overlay sehingga kehilangan informasi yang dihasilkan, tidak terjadi akibat penurunan skala dari variabel yang countinue pada skala nominal; dan (v) prosedur analisis atau agregasi dalam teknik MCDM relatif sederhana (Jankowski, 1994); (Carter, 1991; Jasen and Rieveld, 1990 dalam Subandar, 2002). Secara umum, struktur MCDM sama dengan analisis hirarki proses (AHP) dimana bobot suatu


(40)

alternatif dengan kriteria yang harus diambil disusun berdasarkan matrik. Teknik yang bertujuan mengakomodasi proses seleksi yang melibatkan kriteria (multi objective) dalam mengkalkulasi pemrasaran diantara kriteria konflik yang terjadi. Bidang analisis ini memerlukan sejumlah pendekatan dengan menghitung banyak kriteria untuk membentuk struktur yang mendukung proses pengambilan keputusan. Beberapa software yang dirancang untuk mendukung analisis ini diantaranya adalah PRIME (Prefernce Ratios in Multiattribute Evaluation).

Salo dan Hamalainen (2001), menyatakan bahwa PRIME merupakan alat atau metode yang digunakan untuk melakukan analisa atribut. Didalam PRIME proses pemunculan (elasitasi) pilihan dan sintesa berdasarkan pada: (i) konversi dari perbandingan kemungkinan perbandingan pertimbangan yang kurang tepat atau kurang jelas ke dalam suatu model pilihan yang spesifik, (ii) penggunaan struktur dominasi dan kaidah pengambilan keputusan dalam merekomendasikan suatu kebijakan, (iii) proses permunculan (elisitasi) dilakukan dalam sebuah rangkaian kerja. Proses akan berlanjut pada tahap alternatif pilihan teridentifikasi dan akan berhenti jika pengambilan kebijakan direkomendasi dengan nilai alternatif tertinggi.

Metode PRIME berdasarkam pada perbandingan rasio tingkat kepentingan dari atribut. Permunculan (rasio elistasi) berdasarkan pada perbandingan dari perbedaan pendapat/pilihan. Tentang pasangan konsekuensi. Perbandingan seperti ini mungkin ditetapkan baik sebagai titik taksiran atau sebagai interval yang mengharuskan batasan liner dari skor atribut tunggal pada suatu alternatif.

Beberapa teknik yang telah dibangun untuk mengurangi masalah proses elisitas model pilihan seperti HOPIE (Weber dalam Salo dan Hamalainen, 2001) yang menerima perbandingan holistik dan pemisahan stateman pilihan serta menggunakan program linear untuk mensintesanya ke dalam hasil dominasi, MCRID (Moskowitz, Preckel and Yang dalam Salo dan Hamalainen, 2001) menggunakan nilai interval dengan alternatif-alternatif dari atribut, PAIRS (Salo and Hamalainen, 1992 dalam Salo and Hamalainen, 2001) memproses statement tidak jelas dari tingkat kepentingan relatif kedalam


(41)

hubungan dominasi serta memelihara konsistensi model pilihan. Terdapat tiga perbedaa antara PRIME dengan AHP, SMART, MCRID dan PAIRS, yaitu ;

1. Perbandingan rasio secara jelas dihubungkan kepada alternatif interval nilai suatu atribut, dengan begitu masalah yang timbul akibat dugaan yang samar dapat dihindari.

2. PRIME mampu menangani pertimbangan pilihan secara holistik yang mana konsekuensi-konsekuensi dibandingkan antar atribut pada semua tingkatan pohon nilai (value tree)

3. Rekomendasi keputusan/kebijakan dalam PRIME dilengkapi dengan informasi mengenai jumlah non-optimasi (possible loss of value). Menurut Jankowski (1995) dalam Subandar (2002), secara umum pelaksanaan teknik MCDM dibagi menjadi tiga, yaitu: (1) penentuan/penetapan alternatif, (2) penentuan nilai/skor masing-masing kriteria, dan (3) prioritas pembuatan keputusan (decision making preferences). Alternatif yang ditetapkan merupakan pilihan-pilihan yang relevan., seterusnya dari alternatif yang telah ditetapkan, disusun kriteria-kriteria yang mempengaruhi alternatif pilihan. Masing-masing kriteria yang telah disusun diberi nilai. Nilai dapat beruapa kuantitatif, kualitatif maupun campuran. Proses normalisasi nilai dari masing-masing kriteria dapat dilakukan dengan menggunakan prosedur standar linier dan non-linier. Sedangkan prioritas pembuatan keputusan dapat diformulasikan dari kriteria yang diambil, dengan membentuk nilai sendiri (maksimum atau minimum) atau sesuai dengan tingkat keinginan. Proses pemberian nilai menggunakan fungsi agregasi tunggal atau ganda yang menghasilkan satu atau beberapa buah solusi.


(42)

3.1. Kerangka Pemikiran

Sumberdaya alam/hutan memiliki peranan yang penting dalam sistem alam bagi pendukung siklus kehidupan manusia, begitu juga dengan pengelolaan/pemanfaatan lahan di Hulu DAS sebagai penopang keberlanjutan ekosistem alam dalam hal mengatur tata guna air dalam sistem hidrologi yang merupakan penyangga bagi kehidupan manusia, sebagai pencegah terjadinya erosi tanah, mencegah terjadinya bencana banjir dan juga berperan dalam menjaga kesuburan tanah. Degradasi lahan terjadi hampir semua DAS di Indonesia tidak terkecuali di Jawa Barat, sehingga akan mengakibatkan pemanfaatan sumberdaya lahan tidak berkelanjutan dan menurunkan kualitas ekosistem, sebagai salah satu indikator keseimbangan ekologis di muka bumi.

Konservasi lahan merupakan kawasan yang ditujukan untuk perlindungan dan pelestarian yang dilakukan dengan pemanfaatan sumberdaya alam yang dapat memberikan keuntungan yang lestari bagi masyarakat dan sumber devisa bagi negara. Oleh karena penetapan kawasan konservasi dapat dianggap sebagai intrumen yang terkait dengan aspek ekologis dan berkelanjutan. Penetapan kawasan konservasi dapat dipandang sebagi upaya untuk menwujudkan suatu pemanfaatan yang berkelanjutan, yang mensyaratkan adanya keuntungan baik ekonomi maupun sosial bagi masyarakat.

Dalam kaitannya dengan pengembangan wilayah di Hulu DAS di Kecamatan Pengalengan, berbagai pertentangan antara kepentingan ekonomi dan kepentingan konservasi lahan dan sosial menjadi perlu dikaji. Sehingga suatu kegiatan dikhawatirkan dapat menimbulkan dampak serius baik bagi lingkungan, sosial maupun perekonomian masyarakat.

Tidak mustahil dampak negatif akan lebih mendominasi apabila kebijakan tersebut tetap dilanjutkan. Sehingga perlu dikaji bagimana pelaksanaan konservasi lahan di Hulu DAS tersebut terhadap kondisi sosial masyarakat sekitar. Untuk itu dukungan masyarakat tentang konservasi lahan harus di bangun melalui persepsi masyarakat agar pelaksanaan konservasi ini bisa memberikan manfaat dan juga akan mengarahkan keterlibatan masyarakat secara aktif akan perlindungan dan


(43)

pemeliharaan kawasan sehingga konsep pemanfaatan keberlanjutan dapat dicapai. Kondisi sosial masyarakat setempat juga harus diperhatikan dan dipertimbangkan dalam pelaksanaan suatu kegiatan. Kondisi lokal tentang siapa yang menanggung biaya dan yang menikmati manfaat dari suatu kegiatan agar tercipta distribusi sumberdaya yang lebih adil dan merata serta memperhatikan permasalahan hak masyarakat setempat, selain itu sumberdaya hutan/lahan masih banyak menjadi pemicu konflik sehingga merupakan syarat penting dalam merumuskan kebijakan yang efektif untuk melindungi dan mempertahankan sumberdaya lahan.

Setiap kebijakan dalam rangka pengembangan wilayah pasti akan membawa dampak positif (manfaat) dan dampak negatif (kerugian) bagi masyarakat. Maka kebijakan yang diambil adalah kebijakan yang memberikan manfaat yang lebih besar daripada kerugiannya. Penelitian kebijakan diperlukan untuk menilai sejauh mana implementasi kebijakan selama ini. Selain itu, sebagai upaya untuk mengembangkan kebijakan ke depan yang dapat memecahkan permasalahan yang ada. Analisis untuk menilai layak atau tidaknya pelaksanaan konservasi dikembangkan dengan menggunakan analisis multi criteria decision making (MCDM). Penggunaan analisis MCDM ini untuk memberikan rekomendasi pelaksanaan konservasi selanjutnya harus mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial dan ekologis dalam pengelolaan sumberdaya lahan di Hulu DAS Citarum. Analisis ini dilakukan untuk mendapatkan informasi skenario yang optimal sehingga manfaat yang diterima masyarakat lebih besar dibandingkan dengan kerugian yang di derita. Yang dimaksud dengan manfaat adalah setiap kondisi dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat baik dalam bentuk penambahan pendapatan maupun pengurangan biaya yang harus dipikul. Sedangkan biaya atau kerugian adalah setiap kondisi yang dapat mengurangi tingkat kesejahteraan masyarakat dalam bentuk hilangnya kesempatan untuk memperoleh pendapatan maupun munculnya tambahan biaya akibat adanya kebijakan. Adapun tiga skenario yang dapat menjadi alternatif pilihan adalah:

1. Skenario Eksisting, yaitu membiarkan kondisi lahan dan sekitarnya pada saat ini tanpa adanya perubahan.

2. Skenario Economic driven, dimana konservasi lahan dilakukan hanya memperhatikan keuntungan ekonomi bagi pelaksana konservasi tanpa memperhatikan kondisi sosial dan lingkungan masyarakat sekitar.


(44)

3. Skenario Environment driven, dimana konservasi lahan dilakukan memperhatikan aspek ekologis, sosial ekonomi masyarakat sekitar agar fungsi dari chatmant area dari Hulu DAS Citarum kembali.

Untuk lebih mudah memahami kerangka pemikiran yang di gunakan dalam penelitian ini dapat di lihat pada gambar 1.

Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Kajian Konservasi Lahan dalam upaya

pengembangan wilayah Penetapan kawasan

Konservasi lahan

Analisis Sosial Ekonomi (regresi logistik biner) Analisis Pelaksanaan

Konservasi lahan (deskriptif)

Rumusan Alternatif dan Prioritas Kebijakan Pengelolaan lahan di Hulu DAS Citarum

Pengelolaan/Pemanfaatan Lahan di Hulu DAS Citarum

Degradasi Sumberdaya alam dan lingkungan Pemanfaatan

Bekelanjutan

Analsis Kebijakan

multi criteria decision making (MCDM)


(45)

3.2.Lokasi Waktu dan Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Hulu DAS Citarum di Desa Sukamanah, Kecamatan Pengalengan, Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat. Waktu penelitian dimulai dari bulan Juni sampai Agustus 2006.

3.3. Penentuan Sampel/Responden

Penelitian dilakukan di Hulu DAS Citarum di Desa Sukmanah, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Adapun dasar dari pengambilan responden ini adalah: penelitian ini merupakan studi kasus yang terjadi akibat dari pelaksanaan konservasi, dan Desa Sukamanah merupakan salah satu desa yang berada di Hulu DAS Citarum yang mengalami dampak dari pelaksanaan konservasi lahan di Hulu DAS Citarum.

Responden pada penelitian ini adalah petani yang mengarap petanian di lahan konservasi milik perhutani, pengambilan responden dilakukan dengan cara purposive sampling (sengaja). Jumlah responden yang diambil adalah sebanyak 60 orang (enam puluh). Menurut Umar (2004), ukuran minimum respoden dapat diterima berdasarkan pada tujuan dari penelitian yang digunakan.

3.4.Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui pengamatan langsung di lapangan dan wawancara dengan responden, berdasarkan kuesioner yang telah disiapkan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi pemerintah dan non pemerintah berupa studi literatur terhadap hasil-hasil penelitian, laporan dan data statistik baik yang sudah dipublikasi resmi seperti kantor Kecamatan, Bappeda, Biro Pusat Statistik, Dinas Kehutanan dan Instansi terkait di Kabupaten Badung. Teknik pengambilan data berupa wawancara dilakukan dengan perbincangan langsung secara formal atau dengan menggunakan kuisioner. Di Hulu DAS Citarum data yang diperoleh dari pendapat masyarakat khususnya petani baik yang mendukung adanya kegiatan konservasi maupun yang tidak mendukung, tokoh masyarakat, dan aparat/dinas instansi setempat (desa dan kecamatan). Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini selengkapnya tercantum pada Tabel 1.


(46)

Tabel 1. Jenis dan Sumberdata yang Digunakan dalam Penelitian

No Tujuan Metode

Analisis

Parameter Peubah (satuan) Data yang digunakan 1 Menganalisa

Pelaksanaan konservasi Di Desa sukamanah Kecamatan Pengalengan

Analisis deskriftif

Pelaksanaan konservasi dan penerapannya di lokasi penelitian di kaji dari aspek kondisi fisik dan aspek sosial ekonomi masyarakat

wawancara

2 Menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi

masyarakat dalam upaya mendukung konservasi di Desa Sukamanah Kecamatan Pangalengan

Analisis regresi logit

Umur petani (thn) Pendapatan petani (rp/th) Jumlah Anggota Keluarga (jiwa) Luas lahan yang digarap (ha) Pekerjaan sampingan Akses pasar

Persepsi terhadap konservasi

Wawancara kepada responden

3 Rekomendasi strategi pengelolaan konservasi yang memperhatikan aspek ekologi dan ekonomi masyarakat di Desa Sukamanah Kecamatan Pangalengan Multi criteria desicion making (MCDM) dengan program Prime

Untuk atribut ekonomi - Peningkatan Pendapatan - Sumbangan PAD - akses pasar Untuk atribut sosial : - Penyerapan tenaga kerja - persepsi terhadap konservasi - konflik sosial

Untuk Atribut Ekologis - Mencegah erosi - Penyerapan air tanah Untuk atribut kelembagaan - peran kelembagaan - lembaga permodalan

Wawancara dengan stakeholder dan data sekunder dari berbagai instansi

3.5. Metode Analisis 3.5.1 Analisis Deskriptif

Dalam penelitian ini digunakan metode analisis deskriptif, kuantitatif dan kualitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan pelaksanaan konservasi yang diprogramkan oleh pemerintah dengan melibatkan masyarakat di lokasi penelitian. Pada bagian ini tinjauan konservasi dilakukan dengan melihat kondisi fisik wilayah penelitian, dengan melihat persepsi masyarakat dan terakhir di lihat dari aspek ekologis. Untuk tinjauan pertama dan kedua dilakukan dengan analisis deskriptif, sedangkan untuk aspek ekologis dilihat dari manfaat tidak langsung dari pelaksanaan konservasi dengan estimasi penilaian ekonomi dengan menggunakan analisis benefit tranfer.


(47)

3.5.2. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dukungan Masyarakat terhadap Upaya Konservasi Lahan

Peluang masyarakat dalam upaya mendukung konservasi terkait dengan aspek-aspek yang menyangkut sosial ekonomi masyarakat. Tujuan kedua dari penelitian ini, yaitu untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam upaya mendukung pelaksanaan konservasi. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor tersebut digunakan model analisis limited devependent variabel atau lebih dikenal dengan analisis Regresi Logistik Bineri

(Gujaraty 2003).

Model Regresi Logistik Bineri untuk mengukur seberapa besar peluang suatu kejadian satu dengan kejadian yang lainnya, yang mana datanya mengikuti sebaran binomial. Sebagai contoh: misalnya suatu kejadian dapat dikategorikan sukses dan tidak sukses (mengikuti sebaran binomial). Dengan model Regresi Logistik Biner dapat dicari berapa besar peluang kejadian sukses dibandingkan dengan kejadian tidak sukses.

Dalam penelitian ini, yang ingin dicari adalah seberapa besar peluang masyarakat dalam upaya mendukung konservasi (dinotasikan dengan P=1), dan berapa besar peluang masyarakat tidak mendukung konservasi (P=0). Peluang mendukung konservasi dinotasikan dengan Pi. Karena total peluang semua kejadian jumlahnya 1 (satu), maka peluang kejadian lainnya di notasikan dengan 1-Pi. Dalam model logit Pi didefinisikan sebagai berikut :

W

e

Pi

+

=

1

1

; dimana : Wi = β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 .... βi Xi+εi

sehingga W Wi W W Wi

e

e

e

e

e

Pi

− − − −

+

=

+

+

+

=

1

1

1

1

1

1

Wi Wi Wi Wi

e

e

e

e

Pi

Pi

− − − −

+

+

=

1

1

1

1

1

e

Pi


(48)

Pi = peluang terjadinya suatu kejadian i

Model regresi logistik bineri adalah suatu model yang dapat digunakan untuk menganalisis data kategori dimana variabel terikatnya berbentuk dua kategori atau binom atau biner (yaitu terjadinya suatu kejadian dinyatakan dengan 1 dan kejadian lainnya dinyatakan dengan 0), dan variabel bebasnya bersifat kontinyu atau kategori (Hosmes dan Lemeshow et al., 1989) dan Nahchrohwi et al., 2002).

Dalam model regresi logistik biner, perbandingan antara probabilitas suatu peristiwa dengan probabilitas tidak terjadinya suatu peristiwa dinamakan odds

atau sering disebut sebagai resiko. Kalau kita aplikasikan dalam penelitian ini, makin besar nilai odds, maka makin besar kecendrungan terjadinya minat masyarakat dalam upaya konservasi. Dengan kata lain, makin besar nilai odds, maka resiko terjadinya minat terhadap konservasi semakin besar. Pengambilan data diperoleh dari hasil wawancara terhadap 60 responden. Analisis menggunakan soft ware Minitab 14 model logitnya sebagai berikut:

Pi

=

β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 ... β6 X6 + β1 D1+ β2 D2 ... β4 D4+εi

P(i) = ( )

1

1

xi

e

− α+β

+

Pi : Peluang dukungan masyarakat terhadap upaya konservasi

(1 = opsi mendukung konservasi, 0 = tidak mendukung konservasi) β0 : intersep

X1 : Umur (thn)

X2 : Pendapatan Petani (rp/bln)

X3 : Pendidikan (0= tidak tamat SD, 1= SD, 2 = SMP dan 3 = SLTA)

X4 : Jumlah Anggota Keluarga (orang)

X5 : Luas lahan yang di garap (ha)

D1 : Pekerjaan Sampingan ( 1 = ada, 0 = tidak ada)

D2 : Akses Pasar (1 = tidak sulit , 0 = sulit)

D3 : Persepsi terhadap konservasi (1 = mengerti, 0= tidak mengerti)

Model regresi logistik digunakan untuk variabel yang bersifat prediksi (predictor variable), yang mana dapat berupa variabel kategorik. Dengan kata lain, model regresi ini didesain untuk menjelaskan peluang-peluang dengan nilai dari variabel respon (Departement of Statistics IPB, 2005). Berdasarkan tipe peubah kategori peubah Y, analisis regresi logistik dapat dibagi menjadi tiga jenis, sebagai berikut: (i) regresi logistik binery, (ii) regresi logistik nominal, (iii) regresi


(1)

Correlations: umur, pdptan, pddkan, JAK, luas lahan, pkjan smpng, ...

umur pdptan pddkan JAK pdptan -0.234

0.072

pddkan -0.771 0.263 0.000 0.043

JAK 0.199 -0.163 -0.327 0.128 0.215 0.011

luas lahan -0.391 0.590 0.285 -0.182 0.002 0.000 0.028 0.163 pkjan smpng -0.024 -0.011 -0.004 -0.102 0.854 0.936 0.977 0.437 konflik sosi 0.082 -0.301 -0.001 -0.180 0.535 0.019 0.993 0.168 akses pasar -0.003 0.234 -0.066 0.181 0.981 0.072 0.616 0.166 peran klmbag -0.014 -0.016 0.090 -0.063 0.917 0.902 0.494 0.634 persepsi thd -0.036 0.069 -0.026 -0.129 0.784 0.601 0.846 0.326

luas lahan pkjan smpng konflik sosi akses pasar pkjan smpng -0.154

0.241

konflik sosi -0.471 0.302 0.000 0.019

akses pasar 0.149 -0.010 -0.099 0.257 0.939 0.452

peran klmbag 0.038 0.018 -0.079 0.040 0.772 0.892 0.549 0.759 persepsi thd 0.031 0.104 0.135 0.012 0.815 0.427 0.305 0.926

peran klmbag persepsi thd -0.201 0.124

Cell Contents: Pearson correlation P-Value


(2)

(3)

Lampiran 3. Matriks Operasional Indikator Penelitian

No Kriteria

Indikator

Definisi

Operasional

1

Ekonomi

Pendapatan

tingkat pendapatan masyarakat

terhadap kegiatan konservasi

Sumbangan PAD

Kontribusi PAD bagi daerah

maupun desa

Akses pasar

Aksesibilitas dalam pemasaran

hasil pertanian

2 Sosial

budaya

Penyerapan

tenaga

kerja

Jumlah tenaga kerja yang

terserap dalam pelaksanaan

konservasi

Konflik

sosial

Tingkat konflik yang terjadi

pada pelaksanaan konservasi

Persepsi

respoden

terhadap konservasi

Pendapat responden terhadap

konservasi

3

Ekologi

Mencegah erosi

Intensitas erosi terhadap

konservasi

Penyerapan air tanah

Intesitas penyerapan air tanah

terhadap konservasi

4

kelembagaan

Peran kelembagaan

Peranan kelembagaan terhadap

konservasi

Efektifitas

kelembagaan

Tingkat efektifan kelembagaan

dalam menerapkan kebijakan

dan peraturan


(4)

Lampiran 3. Hasil Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Masyarakat dalam

Upaya Mendukung Konservasi Lahan di Hulu DAS Citarum

Link Function: Logit Response Information Variable Value Count

y 1 20 (Event) 0 40

Total 60

Logistic Regression Table

Odds 95% CI Predictor Coef SE Coef Z P Ratio Lower Upper Constant 13.2272 4.79855 2.76 0.006

umur -0.0674303 0.0395269 -1.71 0.088 0.93 0.87 1.01 pendapatan -1.96594 1.08461 -1.81 0.070 0.14 0.02 1.17 JAK -1.62998 0.930439 -1.75 0.080 0.20 0.03 1.21 luas lahan -2.84583 1.11657 -2.55 0.011 0.06 0.01 0.52 D_pkjan smpng 3.14892 1.08342 2.91 0.004 23.31 2.79 194.89 D_akses pasar -0.584444 1.08756 -0.54 0.591 0.56 0.07 4.70 D_persepsi konsvsi 0.219654 0.889050 0.25 0.805 1.25 0.22 7.11

Log-Likelihood = 19.244

Test that all slopes are zero: G = 37.894, DF = 7, P-Value = 0.000

Goodness-of-Fit Tests

Method Chi-Square DF P Pearson 37.7010 50 0.900 Deviance 38.4879 50 0.882 Hosmer-Lemeshow 1.9595 8 0.982

Table of Observed and Expected Frequencies:

(See Hosmer-Lemeshow Test for the Pearson Chi-Square Statistic) Group

Value 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total 1

Obs 0 0 0 0 1 2 3 4 4 6 20 Exp 0.0 0.0 0.1 0.4 0.7 1.4 2.8 3.9 4.8 5.8

0

Obs 6 6 6 6 5 4 3 2 2 0 40 Exp 6.0 6.0 5.9 5.6 5.3 4.6 3.2 2.1 1.2 0.2

Total 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 60

Measures of Association:

(Between the Response Variable and Predicted Probabilities) Pairs Number Percent Summary Measures

Concordant 737 92.1 Somers' D 0.84 Discordant 62 7.8 Goodman-Kruskal Gamma 0.84 Ties 1 0.1 Kendall's Tau-a 0.38 Total 800 100.0


(5)

Lampiran 4. Korelasi Pearson terhadap Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi

konservasi lahan di Hulu DAS Citarum

Correlations: umur, pdptan, pddkan, JAK, luas lahan, pkjan smpng, ...

umur pdptan pddkan JAK pdptan -0.234

0.072

pddkan -0.771 0.263 0.000 0.043

JAK 0.199 -0.163 -0.327 0.128 0.215 0.011

luas lahan -0.391 0.590 0.285 -0.182 0.002 0.000 0.028 0.163 pkjan smpng -0.024 -0.011 -0.004 -0.102 0.854 0.936 0.977 0.437 konflik sosi 0.082 -0.301 -0.001 -0.180 0.535 0.019 0.993 0.168 akses pasar -0.003 0.234 -0.066 0.181 0.981 0.072 0.616 0.166 peran klmbag -0.014 -0.016 0.090 -0.063 0.917 0.902 0.494 0.634 persepsi thd -0.036 0.069 -0.026 -0.129 0.784 0.601 0.846 0.326

luas lahan pkjan smpng konflik sosi akses pasar pkjan smpng -0.154

0.241

konflik sosi -0.471 0.302 0.000 0.019

akses pasar 0.149 -0.010 -0.099 0.257 0.939 0.452

peran klmbag 0.038 0.018 -0.079 0.040 0.772 0.892 0.549 0.759 persepsi thd 0.031 0.104 0.135 0.012 0.815 0.427 0.305 0.926

peran klmbag persepsi thd -0.201 0.124

Cell Contents: Pearson correlation P-Value


(6)