Pengaruh Fasilitasi Perdagangan Terhadap Ekspor Tpt Indonesia Ke Kawasan Asia Pasifik

PENGARUH FASILITASI PERDAGANGAN TERHADAP
EKSPOR TPT INDONESIA KE KAWASAN ASIA PASIFIK

EMMA DWI SURYANTI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Fasilitasi
Perdagangan Terhadap Ekspor TPT Indonesia ke Kawasan Asia Pasifik adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2017
Emma Dwi Suryanti
NIM. H151137134

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait

RINGKASAN
EMMA DWI SURYANTI. Pengaruh Fasilitasi Perdagangan Terhadap Ekspor
TPT Indonesia ke Kawasan Asia Pasifik. Dibimbing oleh IDQAN FAHMI dan
WIWIEK RINDAYATI.
Ekspor sangat penting bagi pembangunan ekonomi. Penelitian Wilson et al.
(2005) dan Rahman et al. (2013) menunjukkan bahwa fasilitasi perdagangan
merupakan salah satu kebijakan yang terbukti mampu meningkatkan perdagangan.
Dalam rangka peningkatan ekspor, perlu ditinjau produk yang memiliki daya
saing bagus serta pasar yang potensial. Tekstil dan Produk Tekstil (TPT)
merupakan subsektor industri yang penting bagi Indonesia. Ekspor TPT pada
tahun 2015 menduduki posisi ketiga diantara sub sektor industri lainnya, selain itu
mampu menyerap tenaga kerja paling tinggi pada tahun 2013. APEC merupakan
pasar potensial bagi Indonesia. Share total ekspor Indonesia ke APEC rata-rata

sekitar 70 persen dari total ekspor Indonesia ke dunia pada tahun 2004 - 2015.
Disamping itu, jumlah penduduk APEC mencapai 38.78 persen dari populasi
penduduk dunia pada tahun 2015. Untuk itu penelitian ini bermaksud
mengidentifikasi daya saing TPT Indonesia di pasar Asia Pasifik serta mengetahui
pengaruh fasilitasi perdagangan terhadap peningkatan ekspor TPT Indonesia.
Analisis daya saing dilakukan pada produk dengan kode HS 54 (Filamen
Buatan), HS 55 (SErat Stafel Buatan), HS 61 (Barang-barang Rajutan) dan HS 62
(Pakaian Jadi Bukan Rajutan). TPT yang dianalisis memiliki daya saing bagus
yang ditunjukkan dengan nilai RCA lebih dari satu. Barang-barang rajutan dan
pakaian jadi bukan rajutan memiliki daya saing lebih bagus dibanding filament
buatan dan serat stafel buatan. Hasil ini didukung oleh hasil analisis daya saing
dengan metode EPD, dimana kedua produk tersebut berada pada posisi pasar
falling star yang berarti mengalami peningkatan pada share ekspornya.
Perdagangan barang-barang rajutan dan pakaian jadi bukan rajutan mempunyai
tingkat integrasi lemah dengan nilai ekspor yang lebih besar dibanding impor. Hal
ini berarti kedua produk tersebut memiliki keunggulan di pasar Asia Pasifik.
Hasil analisis data panel menunjukkan bahwa Port Efficiency dan
Regulatory Environment mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap ekspor
barang-barang rajutan dan pakaian jadi bukan rajutan. GDP negara APEC, jarak
ekonomi dan tariff juga bepengaruh signifikan pada kedua produk tersebut. GDP

Indonesia mempunyai pengaruh signifikan terhadap ekspor barang-barang rajutan,
sedangkan nilai tukar riil berpengaruh signifikan terhadap ekspor pakaian jadi
bukan rajutan.
Produk TPT yang berdaya saing bagus di pasar Asia Pasifik adalah barangbarang rajutan dan pakaian jadi bukan rajutan. Fasilitasi perdagangan yang
mempunyai pengaruh signifikan terhadap ekspor TPT adalah Port Efficiency dan
Regulatory Environment sehingga ekspor barang-barang rajutan dan pakaian jadi
bukan rajutan bisa mempertimbangkan negara tujuan yang mempunyai Port
Efficiency yang baik dan Regulatory Environment yang lunak.
Kata kunci: Fasilitasi Perdagangan, Tekstil, Asia Pasifik, Daya Saing, Data Panel

SUMMARY
EMMA DWI SURYANTI. Effect of Trade Facilitation on Indonesian TPT Export
to Asia Pasific Countries. Supervised by IDQAN FAHMI and WIWIEK
RINDAYATI.
Exports are very important for the economic development. Studies from
Wilson et al. (2005) and Rahman et al. (2013) showed that trade facilitation is a
policy that can lead trade increasing. Information about competitive product and
potential market are needed in order to increase export. Textile and Textile
Product (TPT) is important sub-sector for Indonesia because its export occupied
the third position among other industrial sub-sector in 2015. TPT also absorbs

highest labor force in 2013. APEC is a potential market for Indonesia. Indonesian
total export to the APEC is about 70 percent of Indonesian total export to the
world in 2004 - 2015. APEC's total population reached 38.78 percent of the world
population in 2015. This study aims to identify the competitiveness of Indonesian
TPT exported to the Asia Pacific region and then wants to analyze effect of trade
facilitation in APEC member countries on Indonesian TPT.
Competitiveness analysis performed on products with HS code 54 (Manmade filaments), 55 (Man-made staple fibres), 61 (Articles of apparel and clothing
accessories, knitted or crocheted) and 62 (Articles of apparel and clothing
accessories, not knitted or crocheted). Indonesian TPT have good competitiveness
with RCA value more than one. Articles of apparel and clothing accessories,
knitted or crocheted and Articles of apparel and clothing accessories, not knitted
or crocheted have better competitiveness than Man-made filaments and Manmade staple fibres. These results are supported by the results of the
competitiveness analysis used EPD method, which that two products currently on
falling stars market position which means that their share of exports is increase.
Integration of the two products is weak with exports greater than imports. This
means that both products have good advantage in the Asia Pacific market.
The results of panel data analysis showed that Port Efficiency and
Environment Regulatory has a significant effect on exports of Articles of apparel
and clothing accessories, knitted or crocheted and Articles of apparel and clothing
accessories, not knitted or crocheted. GDP of APEC member countries, economic

distance and tariff also have significant effect on both products. GDP Indonesia
has a significant effect on exports of Articles of apparel and clothing accessories,
knitted or crocheted, while the real exchange rate have significant effect on export
of Articles of apparel and clothing accessories, not knitted or crocheted.
Indonesian textile products that have good competitiveness in Asia Pacific
market are Articles of apparel and clothing accessories, knitted or crocheted and
Articles of apparel and clothing accessories, not knitted or crocheted. Trade
facilitation that have significant effect on Indonesian textile export is Port
Efficiency and Regulatory Environment, therefore exports of both products may
consider a countries that have a good Port Efficiency and weak Regulatory
Environment.
Keywords: Trade Facilitation, Textile, Asia Pacific, Competitivenes, Panel Data

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGARUH FASILITASI PERDAGANGAN TERHADAP
EKSPOR TPT INDONESIA KE KAWASAN ASIA PASIFIK

EMMA DWI SURYANTI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc.Agr


Scanned by CamScanner

Judul Tesis
Nama
NIM

: Pengaruh Fasilitasi Perdagangan Terhadap Ekspor TPT Indonesia
ke Kawasan Asia Pasifik
: Emma Dwi Suryanti
: H151137134

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Idqan Fahmi, MEc
Ketua

Dr Ir Wiwiek Rindayati, MSi
Anggota


Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Ekonomi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Lukytawati Anggraeni, SP MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 11 November 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan karuniaNya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam selalu tercurah
kepada Nabi Muhammad SAW. Penelitian dengan tema perdagangan
internasional yang dilaksanakan sejak bulan April 2015 ini berjudul “Pengaruh

Fasilitasi Perdagangan Terhadap Ekspor TPT Indonesia Ke Kawasan Asia
Pasifik”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu terselesaikannya penelitian ini. Apresiasi dan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya penulis sampaikan secara khusus kepada Dr. Ir. Idqan Fahmi,
M.Ec dan Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si selaku komisi pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, arahan dan masukan selama proses penelitian ini. Terima
kasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc.Agr dan Dr.
Toni Irawan SE, M.App.Ec atas saran dan masukannya demi perbaikan tesis ini.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Lukytawati Anggraeni, SP.
M.Si beserta para pengelola Program Magister pada Program Studi Ilmu Ekonomi
serta seluruh dosen yang telah berbagi ilmu kepada penulis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia yang telah memberikan
kesempatan pada penulis untuk melanjutkan pendidikan Program Magister pada
Program Studi Ilmu Ekonomi di Sekolah Pascasarjana IPB. Tak lupa penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta yang telah
memberikan dukungan, dan doa kepada penulis serta rekan-rekan kuliah baik
kelas Kementerian Perdagangan S2 IPB batch 1 dan 2 maupun kelas regular yang
telah membantu dan memberikan semangat hingga selesainya tesis ini. Semoga

karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Januari 2017
Emma Dwi Suryanti

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang

Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
4
5
5
6

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Teoritis
Tinjauan Empiris
Kerangka Pemikiran
Hipotesis

7
7
13
15
16

3 METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Metode Analisis

18
18
18

4 GAMBARAN UMUM
Gambaran Umum APEC
Gambaran Umum Perekonomian APEC
Fasilitasi Perdagangan negara-negara APEC

25
25
26
27

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Daya Saing dan Tingkat Integrasi TPT Indonesia
Pengaruh Fasilitasi Perdagangan dan Faktor Lain Terhadap Ekspor TPT
Indonesia ke Kawasan Asia Pasifik

31
31
34

6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

37
37
37

DAFTAR PUSTAKA

38

RIWAYAT HIDUP

54

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Total populasi negara anggota APEC
Jenis dan sumber data
TPT yang dianalisis
Matrix of market positioning
Klasifikasi dan nilai IIT
Anggota APEC dan tanggal bergabung
Hasil analisis daya saing dengan metode EPD
Perkembangan nilai IIT TPT yang dianalisis periode 2009-2015
Pengaruh fasilitasi perdagangan dan faktor ekonomi lainnya terhadap
ekspor TPT Indonesia

2
18
19
20
21
25
32
33
34

DAFTAR GAMBAR
1 Share total ekspor Indonesia ke APEC terhadap dunia
2 Sepuluh kelompok hasil industri dengan nilai ekspor terbesar tahun
2015
3 Jumlah tenaga kerja pada subsektor industri di Indonesia tahun 2013
4 Kurva perdagangan internasional
5 Kerangka pemikiran
6 Perkembangan GDP kawasan Asia Pasifik 2004-2015
7 Pertumbuhan transaksi perdagangan kawasan Asia Pasifik dan dunia
periode 2004-2015
8 Rata-rata indeks customs environment negara anggota APEC tahun
2009-2015
9 Rata- rata indeks e-business negara anggota APEC tahun 2009-2015
10 Rata-rata Indeks port efficiency negara anggota APEC tahun 20092015
11 Rata-rata indeks regulatory environment negara anggota APEC tahun
2009-2015
12 Perkembangan nilai RCA TPT Indonesia tahun 2009-2015

2
3
4
8
16
26
27
28
28
29
30
31

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Indeks Customs Environment Negara APEC 2009-2015
Indeks E-Business Negara APEC 2009-2015
Indeks Port Efficiency Negara APEC 2009-2015
Indeks Regulatory Environment Negara Anggota APEC 2009-2015
Nilai RCA Komoditi Tekstil 2009-2015
Nilai IIT TPT Indonesia tahun 2009-2015
Nilai Ekspor Filamen Buatan Indonesia 2009-2015
Nilai Ekspor Serat Stafel Buatan Indonesia 2009-2015
Nilai Ekspor Barang-barang Rajutan Indonesia 2009-2015
Nilai Ekspor Pakaian Jadi Bukan Rajutan Indonesia 2009-2015
Hasil Analisis Data Panel untuk HS 61
Hasil Analisis Data Panel untuk HS 62

42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peningkatan ekspor sangat penting bagi pembangunan ekonomi sebuah
negara. Share ekspor terhadap GDP Indonesia selama lima tahun terakhir cukup
besar, yaitu sebesar 21 sampai dengan 26 persen (WDI 2016). Peningkatan ekspor
sangat ditunjang oleh peningkatan daya saing ekonomi, terlebih pada era
liberalisasi perdagangan. Salah satu mekanisme kebijakan perdagangan
internasional yang beberapa tahun belakangan banyak dilakukan negara-negara di
dunia dalam menghadapi kebijakan pasar bebas adalah melalui pengukuran Trade
Facilitation (fasilitasi perdagangan). Selama dekade terakhir, fasilitasi
perdagangan telah muncul dan menjadi populer dalam agenda politik internasional
sebagai faktor kunci efisiensi perdagangan internasional dan pembangunan
ekonomi sebuah negara. Hal ini disebabkan dampaknya pada daya saing dan
integrasi pasar. Sebagai puncaknya ditandai dengan adanya Perjanjian Fasilitasi
Perdagangan di WTO serta program bantuan teknis internasional untuk negara
berkembang (UNECE 2016).
Secara umum, fasilitasi perdagangan bertujuan untuk menurunkan biaya
transaksi perdagangan, meningkatkan daya saing dan meningkatkan efisiensi
perdagangan. Kebijakan fasilitasi perdagangan lebih menitikberatkan kepada
kemudahan dalam prosedur perdagangan seperti kerjasama dalam melakukan
penyeragaman sistem pada kode barang (harmonized system), kesepakatan dalam
aturan asal barang (rule of origin), national single windows, modernisasi
infrastruktur dan administrasi kepabeanan. Beberapa penelitian mengungkapkan
peran penting peningkatan fasilitasi perdagangan terhadap arus perdagangan,
antara lain penelitian Wilson et al. (2005) menunjukkan bahwa peningkatan
fasilitasi perdagangan pada sampel sebanyak tujuh puluh lima negara dapat
meningkatkan perdagangan sebesar 10 persen atau sebesar US$ 377 milyar.
Rahman et al. (2013) menyimpulkan bahwa perdagangan di Asia Selatan
dipengaruhi oleh time delays in trade, the quality of port infrastructure, customs
efficiency and cost of trade.
Dalam mewujudkan kerjasama perdagangan, sebagian besar negara-negara
melakukan integrasi. Secara umum integrasi yang dilakukan oleh setiap negara
bertujuan agar posisi ekonominya di pasar internasional dapat diperkuat, sehingga
setiap negara dapat bersaing dengan negara-negara yang telah maju dan sudah
besar. Integrasi ekonomi di berbagai kawasan di dunia mampu memberikan
manfaat ekonomi baik bagi pelaku ekonomi maupun perekonomian kawasan.
Menurut Salvatore (1997), perdagangan bebas akan memaksimalkan output dunia
dan keuntungan bagi setiap negara yang terlibat di dalamnya. Studi Meier (1995)
menjelaskan integrasi ekonomi yang terdapat dalam suatu kawasan memiliki
beberapa manfaat untuk negara-negara yang tergabung dalam integrasi tersebut,
seperti terdorongnya efisiensi ekonomi di suatu kawasan ekonomi, mendorong
industri lokal agar berkembang, serta manfaat perdagangan yang meningkat akibat
adanya perbaikan terms of trade. Salah satu bentuk integrasi yang penting bagi
perekonomian Indonesia adalah kerjasama ekonomi di Kawasan Asia Pasifik atau

1

2

Nilai Ekspor (Miliar USD)

250

78
76

76

200

74
150

73

73

74

74

72

74
73

72
71

100

70
69
68

50

66

0

Share Ekspor Indonesia ke APEC
terhadap Dunia (%)

dikenal dengan Asia Pacific Economic Cooperation (APEC). Selama ini APEC
telah memberikan manfaat yang signifikan bagi Indonesia.

64
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Tahun
Total Ekspor Indonesia ke APEC

Total Ekspor Indonesia ke Dunia

Share Ekspor Ind ke APEC thd Dunia

Sumber : ITC Trade Map (2016)

Gambar 1 Share total ekspor Indonesia ke APEC terhadap dunia
Gambar 1 menunjukkan share total ekspor Indonesia ke APEC pada tahun
2004 - 2014 rata-rata di atas 70 persen dari total ekspor Indonesia ke dunia.
Meskipun mengalami penurunan pada tahun 2015 menjadi 69 persen, akan tetapi
share ekspor masih sekitar 70 persen. Hal ini menunjukkan pentingnya kerjasama
APEC bagi kelangsungan ekspor Indonesia.
Tabel 1 Total populasi negara anggota APEC
Negara

2009
Jepang
128.0
Cina
1331.3
Singapura
5.0
Amerika Serikat
306.8
Republik Korea
49.2
Malaysia
27.7
Indonesia
238.5
Taiwan
23.1
Thailand
66.5
Australia
21.7
Filipina
91.6
Hongkong
7.0
Vietnam
86.0
Federasi Rusia
142.8
Meksiko
116.8
Kanada
33.6
New Zealand
4.3
Peru
29.0
Chili
16.8
Papua Nugini
6.7
Brunei Darussalam
0.4
Sumber: World Bank, 2016

Total Populasi Negara Anggota APEC (Juta)
2010
2011
2012
2013
2014
128.1
127.8
127.6 127.3
127.1
1337.7
1344.1 1350.7 1357.4 1364.3
5.1
5.2
5.3
5.4
5.5
309.3
311.7
314.1
316.5
318.9
49.4
49.8
50.0
50.2
50.4
28.1
28.6
29.0
29.5
29.9
241.6
244.8
248.0
251.3
254.5
23.2
23.2
23.3
23.3
23.4
66.7
66.9
67.2
67.5
67.7
22.0
22.3
22.7
23.1
23.5
93.0
94.5
96.0
97.6
99.1
7.0
7.1
7.2
7.2
7.2
86.9
87.8
88.8
89.7
90.7
142.8
143.0
143.2
143.5
143.8
118.6
120.4
122.1
123.7
125.4
34.0
34.3
34.8
35.2
35.5
4.4
4.4
4.4
4.4
4.5
29.4
29.8
30.2
30.6
31.0
17.0
17.2
17.4
17.6
17.8
6.8
7.0
7.2
7.3
7.5
0.4
0.4
0.4
0.4
0.4

2015
127.0
1371.2
5.5
321.4
50.6
30.3
257.6
23.4
68.0
23.8
100.7
7.3
91.7
144.1
127.0
35.9
4.6
31.4
17.9
7.6
0.4

3

Jumlah penduduk kawasan Asia Pasifik mencapai 38.78 persen dari
populasi penduduk dunia pada tahun 2015. Hal tersebut menjadikan APEC
sebagai pasar potensial bagi produk ekspor Indonesia. Tabel 1 menunjukkan total
populasi negara-negara APEC. Populasi terbanyak dimiliki oleh China, yaitu
mencapai 1.37 milyar jiwa pada tahun 2015 atau setara dengan 48 persen dari
populasi kawasan Asia Pasifik. Amerika Serikat menempati posisi kedua negara
di kawasan Asia Pasifik dengan populasi terbanyak, yaitu mencapai 321 juta jiwa.
Sementara itu, pada periode yang sama Indonesia menempati posisi ketiga dengan
257 juta jiwa. Pada sisi permintaan, pertumbuhan populasi akan dapat mendorong
peningkatan konsumsi baik terhadap komoditi dalam negeri maupun luar negeri.
Tingginya populasi negara tujuan ekspor diharapkan berimplikasi pada
peningkatan permintaan terhadap barang dan jasa Indonesia.
Dalam rangka meningkatkan ekspor Indonesia, perlu dilihat sektor-sektor
yang mempunyai peran strategis. Sektor itulah yang perlu mendapat perhatian dan
dukungan untuk dikembangkan agar ekspor Indonesia semakin meningkat. Sektor
industri merupakan salah satu sektor yang mempunyai peran strategis dalam
perekonomian Indonesia. Data Kementerian Perindustrian menunjukkan peran
ekspor sektor industri terhadap total ekspor Indonesia selama 2012-2015 adalah
diatas 60 persen. Pada tahun 2015 peran sektor industri mencapai 66.18 persen
dari total ekspor non migas Indonesia. Sektor industri terbagi menjadi beberapa
sub sektor.

Sumber : Kementrian Perindustrian, 2016

Gambar 2 Sepuluh kelompok hasil industri dengan nilai ekspor terbesar tahun
2015
Gambar 2 menunjukkan sepuluh subsektor industri yang memiliki nilai
ekspor terbesar pada tahun 2015. Dengan kata lain sepuluh sub sektor inilah yang
menjadi andalan dalam ekspor sektor industri. Salah satu sub sektor hasil industri
yang memiliki nilai ekspor signifikan adalah tekstil. Menurut data Kementerian
Perindustrian, pada tahun 2015 tekstil menduduki posisi ketiga sebagai sub sektor
industri yang memiliki nilai ekspor terbesar. Nilai ekspor tekstil pada tahun 2015
mencapai US$ 12.26 milyar atau sebesar 11.50 persen dari total ekspor hasil
industri.
Faktor lain yang menjadikan tekstil sangat penting bagi Indonesia adalah
bahwa sub sektor tekstil mampu menyerap tenaga kerja paling tinggi diantara sub
sektor lainnya.

2

3

4

7

8

9

6112

132278

174103

62201

80949

61188

120771

95779

156953

56582

357544

179479

54226

182115
6657

6

48268

5

108794

221132

278953
45013
1

220723

832411

Jumlah Tenaga Kerja

1000000
900000
800000
700000
600000
500000
400000
300000
200000
100000
0

900677

4

10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Sub Sektor Industri

Keterangan
1. Makanan
13.Barang Galian Bukan Logam
2. Minuman
14.Logam Dasar
3. Pengolahan Tembakau
15.Barang Logam, Bukan Mesin dan Peralatannya
4. Tekstil dan Pakaian Jadi
16.Komputer, Barang Elektronik dan Optik
5. Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki
6. Kayu, Gabus (Tidak Termasuk Furnitur) dan Anyaman dari Bambu, 17.Peralatan Listrik
18.Mesin dan Perlengkapan ytdl
Rotan dsj
19.Kendaraan Bermotor, Trailer dan Semi Trailer
7. Kertas dan Barang dari Kertas
20.Alat Angkutan Lainnya
8. Pencetakan dan Reproduksi Media Rekaman
21.Furnitur
9. Produk dari Batu Bara dan Pengilangan Minyak Bumi
22.Pengolahan Lainnya
10.Bahan Kimia dan Barang dari Bahan Kimia
23.Jasa Reparasi dan Pemasangan Mesin dan
11.Farmasi, Produk Obat Kimia dan Obat Tradisional
Peralatan
12.Karet, Barang dari Karet dan Plastik

Sumber : BPS Statistik Industri Besar dan Sedang, 2016 (diolah)

Gambar 3 Jumlah tenaga kerja pada subsektor industri di Indonesia tahun 2013
Gambar 3 menunjukkan bahwa tekstil dan pakaian jadi menyerap tenaga
kerja paling banyak diantara sub sektor industri yang lain pada tahun 2013 yaitu
sebesar 900.677 tenaga kerja. Hal ini berarti bahwa peningkatan ekspor pada sub
sektor tekstil akan membawa kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia.
Perumusan Masalah
Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) mempunyai peranan yang sangat
penting bagi perekonomian Indonesia. Daya saing komoditi ekspor merupakan
salah satu faktor yang menentukan tingkat ekspor. Untuk itu identifikasi daya
saing TPT sangat penting sebagai upaya peningkatan ekspor. Penelitan Sa’idy
(2013) menganalisis daya saing TPT Indonesia ke Amerika Serikat sebelum dan
sesudah dihapuskannya kuota (2000-2012) menghasilkan kesimpulan bahwa
selama periode 2000-2012 TPT Indonesia di pasar Amerika Serikat memiliki daya
saing yang cukup bagus. Hal ini ditunjukkan oleh nilai RCA yang lebih besar dari
satu. Pada tahun 2000 hingga 2005 atau sebelum dihapuskannya kuota nilai RCA
memiliki kecenderungan naik. Paska dihapuskannya kuota, daya saing TPT masih
bagus yang terbukti dengan masih meningkatnya nilai RCA dari 4.24 pada tahun
2005 menjadi sebesar 4.97 pada tahun 2006. Akan tetapi untuk periode 2006
hingga 2012, nilai RCA TPT Indonesia cenderung turun, meskipun masih diatas
satu. Hal ini berarti bahwa setelah tahun 2006 daya saing TPT Indonesia di pasar
Amerika Serikat cenderung turun. Daya saing sangat erat kaitannya dengan
tingkat ekspor. Penurunan daya saing dapat menyebabkan penurunan ekspor.
Untuk itu dalam penelitian ini dilakukan analisis terhadap daya saing TPT

5

Indonesia di negara APEC, dimana daya saing tidak hanya dianalisis
menggunakan metode RCA akan tetapi juga menggunakan metode EPD sehingga
selain diketahui daya saing pada tahun tertentu juga dapat dilihat kedinamisan
komoditi tersebut yang ditunjukkan dengan posisi pasar. Analisis perdagangan
intra industri dilakukan untuk melihat tingkat keterkaitan atau integrasi
perdagangan Indonesia dan negara APEC untuk TPT. Keterkaitan perdagangan
akan semakin menambah ketergantungan perdagangan produk sehingga
memperbesar peluang Indonesia untuk meningkatkan ekspor TPT ke kawasan
tersebut.
Beberapa tahun belakangan ini, fasilitasi perdagangan menjadi isu penting
dalam perdagangan internasional. Dalam konferensi Menteri Perdagangan di
Doha tahun 1998 dihasilkan kesepakatan yaitu: “WTO akan meningkatkan aspek
yang relevan dan mengidentifikasi kebutuhan fasilitasi perdagangan yang
diprioritaskan kepada anggotanya, khususnya negara-negara berkembang dan
negara maju. Perez dan Wilson (2012) menyimpulkan bahwa pengembangan
kualitas fasilitasi perdagangan akan membawa keuntungan yang sangat besar
terhadap pertumbuhan ekspor di negara berkembang. Penelitian Wilson et al.
(2003) menyimpulkan bahwa peningkatan fasilitasi perdagangan dapat
meningkatkan perdagangan intra-APEC sebesar $254 milyar atau sebesar 21
persen dalam kurun waktu 1989-2000. Mengacu pada hasil penelitian tersebut,
penelitian ini mencoba melihat pengaruh fasilitasi perdagangan terhadap ekspor
TPT Indonesia ke Kawasan Asia Pasifik sebagai upaya untuk meningkatkan
ekspor tekstil Indonesia.
Berdasarkan uraian sebelumnya, perumusan masalah yang akan dibahas
pada penelitian ini adalah:
1. Bagaimana daya saing dan derajat integrasi TPT Indonesia di Kawasan Asia
Pasifik?
2. Bagaimana pengaruh fasilitasi perdagangan terhadap ekspor TPT Indonesia ke
Kawasan Asia Pasifik?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Menganalisa daya saing dan derajat integrasi TPT Indonesia di Kawasan Asia
Pasifik.
2. Menganalisa pengaruh fasilitasi perdagangan terhadap ekspor TPT Indonesia
ke Kawasan Asia Pasifik.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Sumber informasi ilmiah dan dapat menjadi referensi bagi pemerintah dalam
perumusan kebijakan, khususnya terkait ekspor TPT.
2. Referensi pemilihan produk ekspor ke Kawasan Asia Pasifik bagi pelaku usaha
khususnya industri tekstil.
3. Sumber informasi ilmiah yang dapat memperluas pengetahuan pembaca, serta
dapat dijadikan acuan bagi penelitian selanjutnya.

6

Ruang Lingkup Penelitian
Adapun ruang lingkup pada penelitian ini antara lain penelitian ini
dilaksanakan untuk menganalisis pengaruh fasilitasi perdagangan terhadap ekspor
TPT Indonesia ke Kawasan Asia Pasifik. Penelitian ini dilakukan dalam ruang
lingkup perdagangan bilateral diantara Indonesia dengan negara-negara anggota
APEC yaitu Amerika Serikat, Australia, Chili, China, Federasi Rusia, Filipina,
Hongkong, Jepang, Kanada, Korea, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Singapura,
Taipei, Thailand, dan Vietnam. Berdasarkan ketersediaan data, periode penelitian
adalah tahun 2009 sampai 2015. Fokus penelitian ini adalah menganalisis
pengaruh fasilitasi perdagangan terhadap ekspor tekstil Indonesia dari sisi
permintaan ekspor sehingga fasilitasi perdagangan yang diteliti adalah fasilitasi
perdagangan negara mitra. Fasilitasi perdagangan yang digunakan adalah Customs
Environment, E-Business, Port Efficiency dan Regulatory Environment. Karena
ketersediaan data maka analisis daya saing dilakukan untuk produk dengan Kode
HS 54, 55, 61 dan 62. Sedangkan analisis data panel dilakukan untuk produk yang
termasuk ke dalam kelompok pakaian jadi yaitu HS 61 dan 62 dengan
pertimbangan bahwa ekspor prakaian jadi bisa memberikan nilai tambah
dibanding ekspor bahan baku atau bahan setengah jadi, selain itu share ekspor
pakaian jadi Indonesia jauh lebih besar dibanding TPT lainnya.

7

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Teoritis
Teori Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai perdagangan antar
atau lintas negara, yang mencakup ekspor dan impor. Menurut Halwani (2005),
sebab-sebab yang mendorong perdagangan internasional adalah perbedaan potensi
sumber daya alam (natural resources), sumber daya modal (capital resources),
sumber daya manusia (human capital) dan kemajuan teknologi antarnegara.
Sejumlah keunggulan khusus yang dimiliki oleh masing-masing negara akan
dijadikan basis dalam meningkatkan perdagangan yang saling menguntungkan.
Konsep perdagangan bebas untuk pertama kali diperkenalkan oleh Adam
Smith pada awal abad ke-19 dengan teori keunggulan absolut (absolute
comparative). Teori Adam Smith kemudian disempurnakan oleh David Ricardo
pada tahun 1817 dengan model keunggulan komparatif (The Theory of
Comparative Advantage). Berbeda dengan konsep keunggulan absolut yang
menekankan pada biaya riil yang lebih rendah, keunggulan komparatif lebih
melihat pada perbedaan harga relatif antara dua input produksi sebagai penentu
terjadinya perdagangan. Menurut David Ricardo, perdagangan dapat dilakukan
oleh negara yang tidak memiliki keunggulan absolut pada kedua komoditi yang
diperdagangkan dengan melakukan spesialisasi produk yang kerugian absolutnya
lebih kecil atau memiliki keunggulan komparatif. Hal ini dikenal sebagai Hukum
Keunggulan Komparatif (Law of Comparative Advantage).
Keunggulan komparatif dibedakan atas cost comparative advantage (labor
efficiency) dan production comparative advantage (labor productivity). Menurut
teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu negara akan
memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi
produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut dapat berproduksi lebih
efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relatif kurang
atau tidak efisien.
Berdasarkan analisis production comparative advantage (labor
productivity) dapat dikatakan bahwa suatu negara akan memperoleh manfaat dari
perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor
barang di mana negara tersebut berproduski lebih produktif serta mengimpor
barang di mana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak produktif.
Dengan kata lain, cost comparative menekankan bahwa keunggulan komparatif
akan tercapai jika suatu negara memproduksi suatu barang yang membutuhkan
sedikit jumlah jam tenaga kerja dibandingkan negara lain sehingga terjadi efisiensi
produksi. Production comparative menekankan bahwa keunggulan komparatif
akan tercapai jika seorang tenaga kerja di suatu negara dapat memproduksi lebih
banyak suatu barang/jasa dibandingkan negara lain sehingga tidak memerlukan
tenaga kerja yang lebih banyak. Dengan demikian keuntungan perdagangan
diperoleh jika negara melakukan spesialisasi pada barang yang memiliki cost
comparative advantage dan production advantage. Atau dengan mengekspor
barang yang keunggulan komparatifnya tinggi dan mengimpor barang yang
keunggulan komparatifnya rendah. Teori klasik David Ricardo tersebut

8

selanjutnya dikembangkan oleh Heckscher - Ohlin (H-O) dengan The Theory of
Factor Proportions (1949 – 1977). Model H-O mengatakan bahwa walaupun
tingkat teknologi yang dimiliki sama, perdagangan internasional akan tetap terjadi
bila ada perbedaan kepemilikan faktor produksi (factor endowment) diantara
masing-masing negara. Satu negara dengan kepemilikan kapital berlebih akan
berspesialisasi dan mengekspor komoditi padat kapital (capital-intensive goods),
dan sebaliknya negara dengan kepemilikan tenaga kerja berlebih akan
memproduksi dan mengekspor komoditi padat tenaga kerja (labor-intensive
goods).
Krugman dan Obstfeld (2003) menjelaskan bahwa perdagangan antar
negara terjadi karena dua alasan: (1) karena negara-negara tersebut berbeda satu
sama lain. Perdagangan internasional memberikan keuntungan kepada setiap
negara jika mereka memperdagangkan produk yang berbeda, dan (2) negaranegara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai skala ekonomi.
Jika suatu negara menghasilkan produk dengan ragam yang terbatas, maka negara
itu dapat memproduksi dalam jumlah yang lebih besar. Dengan demikian akan
lebih efisien dibanding negara itu memproduksi semua produk. Menurut
Tambunan (2001), faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan internasional
dapat dilihat dari teori penawaran dan permintaan. Dari teori penawaran dan
permintaan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa perdagangan internasional
dapat terjadi karena adanya kelebihan produksi dalam negeri (penawaran) dengan
kelebihan permintaan negara lain.

2

Negara A (ekspor)

Perdagangan Internasional

Negara B (impor)

Sumber : Salvatore, 1997

Gambar 4 Kurva perdagangan internasional
Gambar 4 menunjukkan bahwa sebelum terjadinya perdagangan
internasional harga di negara A sebesar PA, sedangkan di negara B sebesar PB.
Penawaran pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih tinggi
dari PA sedangkan permintaan di pasar internasional akan terjadi jika harga
internasional lebih rendah dari PB. Pada saat harga internasional (P*) sama
dengan PA maka negara B akan terjadi excess demand (ED) sebesar B. Jika harga
internasional sama dengan PB maka di negara A akan terjadi excess supply (ES)
sebesar A. Dari A dan B akan terbentuk kurva ES dan ED dimana akan

9

menentukan harga yang terjadi di pasar internasional sebesar P*. Dengan adanya
perdagangan tersebut, maka negara A akan mengekspor komoditi Z sebesar X
sedangkan negara B akan mengimpor komoditi Z sebesar M, dimana di pasar
internasional sebesar X sama dengan M yaitu Q*.
Fasilitasi perdagangan sebagai bagian dari kebijakan perdagangan
internasional yang bertujuan untuk menurunkan biaya transaksi perdagangan,
meningkatkan daya saing dan meningkatkan efisiensi perdagangan akan
berimplikasi kepada meningkatnya kemakmuran suatu negara. Di negara eksportir
(negara A), fasilitasi perdagangan akan menyebabkan supply suatu negara
semakin meningkat (SA2) dari sebelumnya (SA) dengan harga yang relatif tetap,
hal ini dikarenakan pergerakan arus barang ekspor yang semakin baik. Di lain
pihak di negara importir, penentuan kebijakan fasilitasi perdagangan yang tepat
akan menyebabkan membaiknya arus barang impor sehingga membuat demand
suatu negara akan meningkat (DB2) dengan harga yang relatif tetap atau dapat
lebih rendah dari sebelumnya. Peningkatan supply di negara pengekspor dan
demand di negara pengimpor akan membentuk kurva ES dan ED yang baru yaitu
dan
dengan harga yang terjadi di pasar internasional relatif sama dengan
harga sebelumnya bahkan bisa lebih rendah. Dengan adanya perdagangan
tersebut, maka negara A akan mengekspor komoditi Z lebih besar dari
sedangkan negara B akan mengimpor komoditi Z
sebelumnya yaitu sebesar
yang juga lebih besar yakni sebesar
, dimana di pasar internasional sebesar
yaitu Q**. Peningkatan arus barang dalam perdagangan
sama dengan
menunjukkan peningkatan kemakmuran baik dari negara pengekspor maupun dari
negara pengimpor yang saling berdagang.
Besarnya dampak akibat peningkatan kurva supply di negara pengekspor
(negara A) dan peningkatan kurva demand di negara pengimpor (negara B) akibat
peningkatan fasilitasi perdagangan tergantung dari elastisitas kurva supply dan
demand di masing-masing negara. Peningkatan fasilitasi perdagangan terhadap
kurva supply yang lebih elastis di negara pengekspor akan meningkatkan ekspor
yang lebih besar. Sementara peningkatan fasilitasi perdagangan terhadap kurva
demand yang lebih elastis di negara pengimpor akan meningkatkan impor yang
lebih besar.
Fasilitasi Perdagangan
Menurut WTO (2016), fasilitasi perdagangan adalah penyederhanaan dan
harmonisasi dari prosedur perdagangan internasional, termasuk praktek kegiatan
dan formalitas yang terlibat dalam mengumpulkan, presentasi, komunikasi dan
pengolahan data dan informasi lainnya yang diperlukan untuk pergerakan barang
dalam perdagangan internasional. Dalam pengertian sempit, fasilitasi perdagangan
menunjukkan logistik perpindahan barang-barang melalui pelabuhan atau yang
lebih efisien melalui perpindahan dokumentasi yang dihubungkan dengan
perdagangan antar negara. Dalam pengertian yang lebih luas definisi fasilitasi
perdagangan mencakup lingkungan dimana didalamnya terdapat transaksi
perdagangan, transparansi dan profesionalisme bea cukai dan lingkungan
pengaturan sebagaimana harmonisasi dari standarisasi dan dikonversikan terhadap
peraturan internasional atau peraturan regional. Sebagai tambahan, integrasi yang
cepat dari jaringan teknologi informasi ke dalam perdagangan yang berarti bahwa

10

definisi modern dari fasilitasi perdagangan memerlukan cakupan konsep teknologi
yang baik.
Fasilitasi perdagangan bertujuan untuk meminimalkan biaya transaksi dan
kompleksitas perdagangan internasional, dengan tetap menjaga tingkat efisiensi
dan efektifitas dalam kontrol pemerintah. Penelitian Wilson et al. (2003),
menunjukkan bahwa keuntungan dari penyederhanaan prosedur perdagangan
dapat melebihi keuntungan dari liberalisasi perdagangan (misalnya, pengurangan
tarif). Terkadang istilah fasilitasi perdagangan sering digunakan lebih harfiah dan
diperluas artinya menjadi perbaikan infrastruktur transportasi (fasilitasi
transportasi), penghapusan korupsi pemerintah, pengurangan tarif kepabeanan,
resolusi hambatan non-tarif dalam perdagangan, pemasaran ekspor dan promosi
ekspor. Jadi secara umum semua definisi dari fasilitasi perdagangan adalah
keinginan untuk memperbaiki lingkungan perdagangan dan mengurangi atau
menghilangkan biaya transaksi antara bisnis dan pemerintah (Grainger 2007).
Dalam publikasi United Nations tahun 2002 yang berjudul “Trade
Facilitation Handbook For the Greater Mekong Subregion” fasilitasi
perdagangan didefinisikan lebih komprehesif yaitu "pipa perdagangan
internasional" dan berfokus pada implementasi yang efisien dari aturan
perdagangan dan regulasi. Dalam arti sempit, fasilitasi perdagangan dapat
didefinisikan sebagai rasionalisasi sistematis prosedur dan dokumentasi untuk
perdagangan internasional. Dalam arti yang lebih luas, mencakup semua langkahlangkah regulasi yang mempengaruhi aliran impor dan ekspor, termasuk, namun
tidak terbatas pada:
a. Pengawasan bea cukai dalam melakukan langkah-langkah untuk memperoleh
kepatuhan hukum bea cukai dan regulasi.
b. Peraturan teknis untuk memastikan bahwa barang memenuhi standar wajib
ditetapkan dalam hukum dan peraturan nasional.
c. Inspeksi hewan dan produk hewan dan inspeksi fitosanitasi tanaman dan
produk tanaman untuk mencegah penyebaran hama dan penyakit dan
melindungi hewan dan kehidupan manusia.
d. Pemeriksaan kualitas kontrol lainnya untuk memastikan bahwa barang tersebut
sesuai dengan standar minimum internasional dan standar nasional.
Sistem komunikasi elektronik dan internet dapat memberikan kontribusi
secara signifikan pada rasionalisasi prosedur dan dokumentasi, fasilitasi
perdagangan dan juga menjadi semakin terkait dengan isu pengembangan ecommerce. Fasilitasi perdagangan juga dipahami sebagai strategi pembangunan
perdagangan secara keseluruhan yang tujuannya adalah untuk mengembangkan
dan memperluas arus perdagangan yang berkelanjutan untuk mendukung
pembangunan ekonomi suatu negara.
Faktor-faktor penunjang arus perdagangan yang berkaitan dengan fasilitasi
perdagangan menurut Wilson et al. (2005), yaitu:
1. Port Efficiency
Efisiensi pelabuhan merupakan salah satu faktor penting dari pengukuran
fasilitasi perdagangan, efisiensi ini biasanya berjalan beriringan dengan
pembangunan infrastruktur pelabuhan dimana dengan pembangunan
infrastruktur memungkinkan penanganan volume perdagangan yang lebih besar
dan meningkatkan diversifikasi barang yang diperdagangkan.

11

2. Customs Environment
Customs Environment atau efisiensi prosedur kepabeanan merupakan
gambaran dari kinerja kepabeanan setiap negara. Dalam penelitian Wilson et
al. (2005) customs environment yang baik memberikan dampak yang baik
terhadap arus perdagangan di berbagai kawasan ekonomi.
3. Regulatory Environment
Regulatory Environment adalah hukum dan peraturan yang telah dirancang
dan dikembangkan untuk mengukur pendekatan ekonomi serta melakukan
kontrol atas praktek bisnis. Kualitas regulatory environment yang tinggi dapat
berdampak negatif terhadap arus perdagangan, karena adanya indikasi
peraturan-peraturan yang menjadi hambatan alternatif dalam perdagangan.
4. E-Business
Electronic Business didefinisikan sebagai aktivitas yang berkaitan secara
langsung maupun tidak langsung dengan proses pertukaran barang dan/atau
jasa dengan memanfaatkan internet sebagai media komunikasi dan transaksi.
Model Gravity
Model gravity telah banyak digunakan dalam berbagai literatur penelitian
mengenai arus perdagangan negara-negara di dunia untuk menjelaskan aliran
perdagangan bilateral oleh mitra dagang pada GDP dan jarak geografi antar
negara. Model ini pertama kali diperkenalkan oleh Tinbergen pada tahun 1963
yang terinspirasi oleh hukum Newton, dimana interaksi antara dua obyek adalah
sebanding dengan massanya dan berbanding terbalik dengan jarak masing-masing.
Hukum Newton dinyatakan dengan persamaan berikut:
(1)
Keterangan:
Fij
= Gaya tarik gravitasi
Mi, Mj = Massa benda i dan j
Dij
= Jarak antara dua benda
G
= Konstanta gravitasi
Dalam perdagangan bilateral, Fij adalah ekspor yang dipengaruhi langsung secara
proporsional oleh ukuran ekonomi masing-masing negara eksportir dan importer
(Mi dan Mj ) yaitu GDP serta berhubungan terbalik dengan jarak diantara kedua
negara tersebut (Dij). Dengan kata lain, model gravitasi menduga bahwa pasangan
negara yang ekonominya besar akan melakukan perdagangan yang besar pula,
tetapi Negara yang berjauhan secara jarak akan kurang dalam aktivitas
perdagangannya. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh tingginya biaya
transportasi (Shepherd 2012).
Faktor-faktor Penunjang Ekspor
1. GDP
Gross Domestic Product (GDP) suatu negara adalah ukuran kapasitas
untuk memproduksi komoditi ekspor negara tersebut. Kapasitas perekonomian

12

suatu negara terbuka dapat diketahui berdasarkan kurva batas kemungkinan
produksinya. Batas kemungkinan produksi adalah sebuah kurva yang
memperlihatkan berbagai alternatif kombinasi dua komoditi yang dapat
diproduksi oleh sebuah negara dengan menggunakan semua sumberdayanya
dengan teknologi terbaik yang dimilikinya. Jika diasumsikan negara
memproduksi komoditi ekspor X. Apabila terjadi kenaikan GDP, maka suatu
negara akan menambah kapasitas negara untuk memproduksi komoditi X untuk
kebutuhan domestik dan ekspor. Besar perubahan GDP yang terjadi
menggambarkan pertambahan produksi domestik suatu negara. Adanya
peningkatan GDP dan asumsi konsumsi masyarakat sama, maka negara akan
mengekspor komoditi X menjadi lebih banyak dari sebelumnya.
2. Tarif
Tarif adalah pajak atau cukai yang dikenakan untuk komoditi yang
diperdagangkan lintas batas teritorial. Tarif merupakan bentuk kebijakan
perdagangan yang paling tua dan secara tradisional telah digunakan sebagai
sumber penerimaan pemerintah sejak lama. Ditinjau dari aspek asal komoditi,
ada dua macam tarif, yakni tarif impor (import tariff) dan tarif ekspor (expor
tariff). Tarif impor adalah pajak yang dikenakan untuk setiap komoditi yang
diimpor dari negara lain. Sedangkan tarif ekspor adalah pajak untuk suatu
komoditi yang diekspor. Apabila ditinjau dari mekanisme perhitungannya, ada
beberapa jenis tarif, yaitu tarif spesifik, tarif ad valorem, dan tarif campuran.
Tarif spesifik (specific tariff) dikenakan sebagai beban tetap unit barang yang
diimpor (misalnya pungutan 3 dolar untuk setiap barel minyak). Tarif ad
valorem (ad valorem tariff) adalah pajak yang dikenakan berdasarkan angka
persentase tertentu dari nilai barang-barang yang diimpor (misalnya suatu
negara memungut tarif 25 persen atas nilai atau harga dari setiap unit mobil
yang diimpor). Sedangkan tarif campuran (compound tariff) adalah gabungan
dari keduanya (Salvatore 1997). Penerapan kebijakan tarif impor di negara
importir menyebabkan tingkat harga menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan
harga dunia. Kondisi ini menyebabkan jumlah barang ekspor dari Indonesia ke
kawasan ini menjadi lebih kecil.
3. Jarak Antar Negara
Jarak merupakan proxy untuk biaya transportasi. Jarak antara kedua negara
perdagangan sering diukur dengan menggunakan rumus lingkaran besar, yang
memperhitungkan bujur dan lintang dari modal atau "pusat ekonomi" dari
masing-masing negara. Jarak yang lebih besar tidak hanya menunjukkan biaya
transportasi yang lebih besar, tetapi juga berkorelasi dengan besarnya
perbedaan budaya, yang dapat menghambat transfer informasi dan
pembentukan kepercayaan. Oleh karena itu, diharapkan tanda negatif dalam
persamaan gravitasi untuk variabel jarak (Gul dan Yasin 2011). Sejalan dengan
hal tersebut, Disdier & Head (2008) melakukan kajian terhadap 1476 efek jarak
dengan data yang berasal dari 103 paper, dimana hasilnya menunjukkan bahwa
perdagangan internasional akan menurun dengan adanya faktor jarak.
Pada penelitian ini, jarak yang digunakan adalah jarak ekonomi. Oleh
karena itu, semakin jauh jarak negara eksportir dengan importir, maka semakin
tinggi biaya transportasi dan hal ini akan mendorong penurunan jumlah

13

permintaan barang ekspor. Jarak ekonomi dirumuskan sebagai jarak geografi
antara ibukota Indonesia dengan ibukota negara APEC (km) dikali dengan
share GDP nominal masing-masing negara APEC terhadap total GDP nominal
negara APEC.
4. Nilai Tukar Riil (Kurs Riil)
Ketika melakukan perdagangan dengan negara lain, maka dibutuhkan mata
uang yang disepakati sebagai alat tukar agar transaksi dapat berjalan lancar.
Penggunaan nilai tukar dalam model gravity pertama kali dilakukan oleh
Bergstrand (Setyawati 2015). Seiring dengan perkembangan penelitian, nilai
tukar riil mulai banyak digunakan pada analisis aliran perdagangan dengan
model gravity, sebagai salah satu variabel untuk melihat term of trade.
Perbandingan antara harga mata uang domestik terhadap harga mata uang
luar negeri disebut nilai tukar nominal (kurs nominal). Besarnya nilai tukar
berfluktuasi dari waktu ke waktu tergantung kekuatan permintaan dan
penawaran mata uang di pasar valuta asing. Oleh karena itu, untuk
mencerminkan daya beli, nilai tukar yang digunakan adalah dalam bentuk riil.
Nilai tukar riil menyatakan tingkat dimana pelaku ekonomi dapat
memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari
negara lain sehingga terkadang disebut terms of trade (Mankiw 2007). Dampak
perlemahan nilai mata uang rupiah terhadap mata uang asing (depresiasi nilai
tukar) terhadap permintaan ekspor akan meningkatkan volume ekspor negara
eksportir.
Tinjauan Empiris
Beberapa penelitian mengungkapkan peranan penting fasilitasi
perdagangan terhadap peningkatan ekspor. Penelitian Wilson et al. (2003)
berjudul Trade Facilitation and Economic Development: Measuring the Impact
yang menganalisis hubungan antara fasilitasi perdagangan, trade flows dan GDP
per kapita di Kawasan Asia Pasifik untuk sektor manufaktur dengan menggunakan
model gravity menyimpulkan bahwa peningkatan port efficiency memiliki
pengaruh positif dan sangat besar terhadap perdagangan, regulatory menghambat
perdagangan, pengembangan customs dan peningkatan penggunaan e-business
secara signifikan meningkatkan perdagangan tetapi pengaruhnya masih lebih kecil
dibandingkan efek port efficiency. Peningkatan fasilitasi perdagangan juga
meningkatkan perdagangan intra-APEC sebesar 21 persen dan GDP per kapita
sebesar 4.3 persen selama kurun waktu 1989-2000.
Wilson et al. (2005) dalam penelitian berjudul Assessing the Potential
Benefit of Trade Facilitation: A Global Perspective mengukur dan menduga
hubungan antara fasilitasi perdagangan (port efficiency, customs environment,
regulatory environment, dan service sector infrastructure terhadap trade flows
barang-barang manufaktur tahun 2000-2001 diantara 75 negara menggunakan
model gravity. Hasil yang diperoleh adalah baik ekspor maupun impor akan
meningkat dengan peningkatan fasilitasi perdagangan. Pendapatan dari fasilitasi
perdagangan diprediksi menggunakan metode simulasi. Total keuntungan
perdagangan produk manufaktur yang diperoleh melalui peningkatan fasilitasi
perdagangan mencapai $377 miliar. Sebagian besar negara memperoleh

14

keuntungan lebih besar melalui peningkatan ekspor ke pasar OECD dibanding
impor.
Penelitian Suphian (2012) berjudul The Impact of Trade Facilitation on
Economic Development: A Case of East African Community (EAC) menganalisis
dampak fasilitasi perdagangan terhadap pembangunan ekonomi terutama customs
environment terhadap perdagangan negara-negara East African Community (EAC)
tahun 1995-2010 menggunakan model gravity. Metode yang digunakan adalah
OLS. Hasil yang diperoleh adalah bahwa customs environment negara importer
memiliki dampak yang positif dan signifikan terhadap perdagangan EAC.
Sementara dampak customs environment negara eksportir tidak signifikan dan
negatif.
Penelitian Perez dan Wilson (2012) berjudul Export Performance and
Trade Facilitation Reform: Hard and Soft Infrastructure menduga dampak dari
“soft” dan “hard” infrastruktur sebagai fasilitasi perdagangan terhadap ekspor
negara-negara berkembang dengan menggunakan model gravity. Penelitian ini
mengambil sampel 100 negara dalam periode 2004-2007. Hasil yang diperoleh
bahwa perbaikan fasilitasi perdagangan dapat meningkatkan ekspor negara-negara
berkembang. Selain itu hubungan antara tingkat ekspor dan fasilitas perdagangan
sangat komplek. Peningkatan ekspor bukan hanya karena perbaikan fasilitasi
perdagangan negara itu sendiri dan negara mitra, akan tetapi juga karena multidimensionalitas fasilitasi perdagangan.
Zahidi (2012) dalam penelitiannya berjudul “Dampak Trade Facilitation
terhadap Arus Perdagangan di Kawasan ASEAN+3” menganalisis dampak trade
facilitation terhadap perdagangan bilateral di negara-negara ASEAN+3 pada
sektor pertanian barang mentah/baku dan sektor manufaktur. Kesimpulan yang
dihasilkan adalah bahwa pada sektor pertanian barang mentah trade facilitation
melalui variabel efisien prosedur kepabeanan, memberikan dampak baik terhadap
impor di kawasan ASEAN+3. Sedangkan pada sektor manufaktur, biaya
administrasi impor yang besar berdampak buruk terhadap tingkat impor,
sebaliknya efisiensi prosedur kepabeanan memberikan dampak yang positif.
Penelitian mengenai daya saing TPT Indonesia antara lain adalah penelitan
yang dilakukan Hermawan (2008) dalam penelitiannya berjudul “Analisis
Ekonomi Perkembangan Industri Tekstil dan TPT (TPT) Indonesia”,
mengidentifikasi posisi dan daya saing ekspor TPT Indonesia di pasar dunia
menggunakan metode CMS. Kesimpulan yang dihasilkan bahwa secara
keseluruhan, mesk