Dampak Fasilitasi Perdagangan terhadap Ekspor Elektronika Indonesia ke Negara-Negara Anggota APEC

DAMPAK FASILITASI PERDAGANGAN TERHADAP
EKSPOR ELEKTRONIKA INDONESIA KE NEGARANEGARA ANGGOTA APEC

UKE TRI EVASARI

ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Fasilitasi
Perdagangan terhadap Ekspor Elektronika Indonesia ke Negara-Negara Anggota
APEC adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2014
Uke Tri Evasari
NIM H14100135

ABSTRAK
UKE TRI EVASARI. Dampak Fasilitasi Perdagangan terhadap Ekspor
Elektronika Indonesia ke Negara-Negara Anggota APEC. Dibimbing oleh
WIDYASTUTIK.
Industri elektronika memberikan kontribusi terhadap PDB Indonesia.
Namun, industri elektronika memiliki daya saing yang rendah. Daya saing yang
rendah ditunjukkan oleh nilai RCA. Tujuan dari penelitian ini adalah: 1)
Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor elektronika Indonesia ke
negara-negara anggota APEC; 2) Menganalisis dampak fasilitasi perdagangan
terhadap ekspor elektronika Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder
dari tahun 2008 sampai 2012 dan gravity model sebagai metode analisis. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa: 1) Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor
elektronika adalah PDB eksportir dan importir, indeks harga konsumen Indonesia,
jarak ekonomi, dummy krisis, efisiensi pelabuhan negara mitra dan lingkungan
peraturan negara mitra; 2) Fasilitasi perdagangan mempengaruhi ekspor

elektronika Indonesia ke negara-negara anggota APEC.
Kata kunci: ekspor elektronika, fasilitasi perdagangan, gravity model

ABSTRACT
UKE TRI EVASARI. Trade Facilitation Impact of Indonesia Electronic Export to
APEC Member Countries. Supervised by WIDYASTUTIK.

The electronic industry contributes to GDP of Indonesia. However, it
has low of competitiveness. Low of competitiveness is showed by the low
value of RCA. Objectives of this research are: 1) To analyse the factors that
impact electronic export of Indonesia to APEC member countries; 2) To
analyse impact of trade facilitates on Indonesia electronic export. This
research user secondary data from 2008 until 2012 and gravity model as
analysis method. The results show that: 1) the factors that affect electronic
export are GDP exporter and importer, Indonesian CPI, economic distance,
dummy crises, port efficiency of trade partner, environment regulation of
trade partner; 2) Trade facilitation affects Indonesia electronic export to
APEC member countries.
Keywords: electronic export, trade faciliation, gravity model
JEL Classification: F02, F12, F13, F15, F53


DAMPAK FASILITASI PERDAGANGAN TERHADAP
EKSPOR ELEKTRONIKA INDONESIA KE NEGARANEGARA ANGGOTA APEC

UKE TRI EVASARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Dampak Fasilitasi Perdagangan terhadap Ekspor Elektronika
Indonesia ke Negara-Negara Anggota APEC

Nama
: Uke Tri Evasari
NIM
: H14100135

Disetujui oleh

Widyastutik, S.E, M.Si
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr.Ir.Dedi Budiman Hakim M.Ec
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam

penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini ialah perdagangan,
dengan judul Dampak Fasilitasi Perdagangan terhadap Ekspor Elektronika
Indonesia ke Negara-Negara Anggota APEC.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Widyastutik, S.E, M.Si selaku
pembimbing, serta Ibu Tanti Novianti, S.P, M.Si selaku dosen penguji utama dan
Ibu Laily Dwi Arsyanti, M.Ec selaku dosen komisi pendidikan. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa
dan kasih sayangnya. Selain itu, ucapan terima kasih kepada teman-teman Ilmu
Ekonomi 47, SSers, sahabat HIPO, LABLE (Yuya, Desna, Hani, Riana dan
Randy), teman sebimbingan (Nadiah, Qinta, Zulfi dan Anggo), dan sahabat SMA.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Tiwi, Kak Ens, mbak Dian, Nita, Tika,
Chika, Alfin, Fazrie, Arthy, Dian, Heni, Pupuh, Fida, Er, Wiky, Amel dan seluruh
teman-teman atas dukungan dan bantuan selama saya menjalankan penelitian ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2014
Uke Tri Evasari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

xi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah


7

Tujuan Penelitian

9

Manfaat Penelitian

9

Ruang Lingkup Penelitian

9

TINJAUAN PUSTAKA

10

Penelitian Terdahulu


15

Kerangka Pemikiran

17

Hipotesis

18

METODE

18

Jenis dan Sumber Data

18

Metode Analisis dan Pengolahan Data


19

GAMBARAN UMUM

24

HASIL DAN PEMBAHASAN

29

Hasil Estimasi Model Volume Ekspor Elektronika Indonesia

29

Uji Asumsi

29

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Elektronika Indonesia ke

Negara-Negara Anggota APEC
30
Dampak Fasilitasi Perdagangan Terhadap Volume Ekspor Elektronika
Indonesia ke Negara Anggota APEC

33

Negara-Negara Anggota APEC yang Berpotensi Mempengaruhi Volume
Ekspor Elektronika Indonesia

34

SIMPULAN DAN SARAN

34

Simpulan

34


Saran

35

DAFTAR PUSTAKA

36

LAMPIRAN

40

RIWAYAT HIDUP

47

DAFTAR TABEL
1 Kontribusi Perdagangan Terhadap GDP (dalam %)
2 Total Populasi Negara-Negara Anggota APEC Tahun 2008-2012 (Juta)
3 Tarif Impor yang Dikenakan oleh Negara-Negara Anggota APEC untuk
Komoditi Elektronika Tahun 2007-2012 (dalam %)
4 Kontribusi Industri Elektronika Indonesia Tahun 2004-2012 (%)
5 Perkembangan Daya Saing Elektronika Indonesia terhadap NegaraNegara Anggota APEC Tahun 2010-2012
6 Jenis dan Sumber Data
7 Perkembangan Volume Ekspor Elektronika Indonesia ke NegaraNegara Anggota APEC Periode Tahun 2008-2012 (ton)
8 Perkembangan GDP Negara-Negara Anggota APEC Tahun 2008-2012
(triliun US$)
9 Perkembangan Indeks Kualitas Infrastruktur Pelabuhan Negara-Negara
Anggota APEC Periode Tahun 2008-2012
10 Perkembangan Indeks Biaya Administrasi dan Transparansi Kebijakan
Pemerintah Negara-Negara Anggota APEC Periode Tahun 2008-2012
11 Hasil Estimasi Gravity Model Volume Ekspor Elektronika Indonesia
Menggunakan Metode Fixed Effect dengan Pembobotan cross section
(cross-section weighted)
12 Hasil Estimasi Model Volume Ekspor Elektronika Indonesia CrossSection Effect

2
3
6
7
8
19
24
25
27
28

29
34

DAFTAR GAMBAR
1 Perbandingan Pertumbuhan Industri Non Migas dengan PDB Tahun
2004-2012 Berdasarkan Tahun Dasar 2000 (%)
2 Perkembangan Industri Non Migas Tahun 2004-2012 (Juta US $)
3 Perkembangan Ekspor dan Impor Elektronika Indonesia ke NegaraNegara Anggota APEC Tahun 2004-2012 (Juta US $)
4 Kerangka Pemikiran Penelitian
5 Perkembangan Indeks Harga Konsumen Indonesia Periode Tahun
2008-2012

4
4
5
17
26

DAFTAR LAMPIRAN
6 Hasil Uji Normalitas

40

7
8
9
10
11

Hasil Uji Pooled Least Squares
Hasil Uji Fixed Effect Model
Hasil Uji Chow
Hasil Uji Multikolinearitas
Data Dependen dan Independen Ekspor Elektronika kode HS 6 digit ke
Negara-Negara Anggota APEC 2008-2012

40
41
42
43
43

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Globalisasi terutama di negara berkembang mengalami reformasi dari
orientasi ke dalam menjadi orientasi ke luar termasuk liberalisasi perdagangan,
seperti pengurangan tarif, adanya kuota dan hambatan perdagangan non tarif
lainnya. Globalisasi diharapkan akan mengurangi hambatan perdagangan dan
dapat memicu pertumbuhan volume perdagangan internasional dengan berbagai
kegiatan, salah satunya adalah kerjasama yang dilakukan antara satu negara
dengan negara lainnya atau antara satu negara dengan negara yang membentuk
kelompok sehingga terciptanya integrasi ekonomi. Negara-negara di seluruh dunia
saat ini menyadari bahwa integrasi ekonomi memiliki peran penting dalam
perdagangan mereka. Sebagian negara-negara yang berada di seluruh dunia telah
melakukan integrasi ekonomi dengan negara lain.
Secara umum integrasi yang dilakukan oleh setiap negara bertujuan agar
posisi ekonominya di pasar internasional dapat diperkuat, sehingga setiap negara
dapat bersaing dengan negara-negara yang telah maju dan sudah besar. Selain itu,
integrasi ekonomi dapat memperluas akses pasar dan mendorong pertumbuhan
ekonomi suatu negara ke tingkat yang lebih tinggi. Studi Meir (1995) menjelaskan
integrasi ekonomi yang terdapat dalam suatu kawasan memiliki beberapa manfaat
untuk negara-negara yang tergabung dalam integrasi tersebut, seperti
terdorongnya efisiensi ekonomi di suatu kawasan ekonomi, mendorong industri
lokal agar berkembang, serta manfaat perdagangan yang meningkat akibat adanya
perbaikan terms of trade.
Salah satu bentuk kerjasama yang dilakukan Indonesia dalam rangka
meningkatkan investasi tanpa adanya perjanjian hukum yang mengikat dan
mengurangi hambatan perdagangan dengan negara-negara lain adalah dengan
bergabung dalam Asian Pacific Economic Cooperation (APEC). APEC telah
berdiri sejak tahun 1989 dengan beranggotakan 21 kawasan ekonomi Asia Pasifik,
yaitu Kanada, Indonesia, Jepang, Republik Korea, Malaysia, Selandia Baru,
Filipina, Singapura, Thailand, Amerika Serikat, Republik Rakyat China,
Hongkong – China, Chinese – Taipei, Meksiko, Papua Nugini, Chili, Federasi
Rusia, Peru dan Vietnam. Kerjasama ini mengutamakan kegiatan-kegiatan yang
dapat mendorong terciptanya kawasan perdagangan dan investasi yang bebas serta
terbuka untuk memenuhi Bogor Goals dalam tiga aspek yaitu liberalisasi
perdagangan, fasilitasi usaha, serta kerjasama ekonomi dan teknik.
Perdagangan memiliki peran penting dalam pembentukan Gross Domestic
Product (GDP) di negara-negara anggota APEC. Kontribusinya terhadap GDP
masing-masing negara anggota APEC disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel
1 rata-rata kontribusi perdagangan di negara-negara anggota APEC lebih dari 29%
terhadap GDP. Indonesia memiliki rata-rata kontribusi perdagangan yang besar
terhadap GDP, yaitu sebesar 54.18%. Selain itu, negara yang memiliki rata-rata
kontribusi perdagangan terhadap GDP yang paling tinggi dan berada di atas
Indonesia ialah Singapura dan Hongkong dengan nilai sebesar 402.45% dan
396.82%, sedangkan negara yang rata-rata kontribusi perdagangannya berada di
bawah Indonesia ialah Australia, Jepang, Amerika Serikat, Papua Nugini, Federasi

2
Rusia dan Peru dengan nilai masing-masing sebesar 40.57%, 29.05%, 27.08%,
25.45%, 53.48%, dan 46.61%. Walaupun terdapat beberapa negara yang rata-rata
kontribusi perdagangannya berada di bawah 50%, namun perdagangan masih
menjadi kegiatan yang penting karena negara-negara anggota APEC merupakan
integrasi yang menyumbang 48% dari total perdagangan dunia.
Tabel 1 Kontribusi Perdagangan Terhadap GDP (dalam %)
Kontribusi perdagangan terhadap GDP
2008
2009
2010
2011
Australia
41.7
44.6
39.5
40.8
Brunei Darussalam
105.9
108.6
114.3
110.4
China
62.2
49.0
55.0
54.6
Kanada
68.7
59.2
60.7
61.9
Indonesia
58.6
45.5
47.5
51.3
Jepang
35.2
25.0
29.1
31.2
Amerika Serikat
29.9
24.7
28.1
30.7
Republik Korea
107.2
95.8
101.9
110.1
Hongkong
407.4
374.6
432.9
446.8
Meksiko
58.1
56.0
61.2
64.3
New Zealand
63.9
55.1
58.1
59.6
Filiphina
76.3
65.6
71.4
67.6
Singapura
444.1
366.9
377.7
386.7
Thailand
150.3
126.2
135.1
149.4
Vietnam
154.3
136.3
152.2
162.9
Chili
81.0
66.8
69.8
72.7
Federasi Rusia
53.4
48.4
50.4
52.2
Peru
53.3
43.7
47.9
52.8
Sumber : World Development Indicators, 2014 (diolah)
Negara

2012
42.3
112.5
51.8
61.4
50.1
31.3
30.4
109.9
448.3
67.3
59.0
147.4
379.1
148.8
156.6
68.1
51.6
49.5

Negara-negara anggota APEC merupakan potensi pasar untuk Indonesia
karena memiliki jumlah populasi yang besar. Tabel 2 menjelaskan negara-negara
anggota APEC memiliki pertumbuhan populasi yang besar sehingga negaranegara tersebut memiliki potensi pasar yang besar. Pertumbuhan populasi yang
besar di suatu negara dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi penawaran dan sisi
permintaan. Jika dilihat dari sisi penawaran, pertumbuhan populasi yang besar di
suatu negara dapat berpotensi memiliki produk yang beragam dan cenderung
dapat memenuhi kebutuhan negaranya sendiri, sehingga negara tersebut
cenderung untuk meningkatkan produksi dalam negerinya. Sebaliknya, dilihat dari
sisi permintaan, pertumbuhan populasi yang besar di suatu negara akan
meningkatkan permintaan produk yang dapat dijadikan potensi pasar bagi negaranegara lain.
Tabel 2 menjelaskan negara yang menjadi potensi pasar utama bagi ekspor
Indonesia ialah negara China dengan total populasi sebesar 1324.7 juta tahun
2010 dan menjadi 1250.1 juta tahun 2012. Negara dengan populasi terbesar
selanjutnya ialah Amerika Serikat dan Federasi Rusia yaitu sebesar 304.1 juta dan
141.9 juta tahun 2010 menjadi 313.9 juta dan 143.5 juta tahun 2012. Selain itu,
jika dilihat secara keseluruhan APEC memiliki rata-rata jumlah populasi sebesar
39.5% dari total populasi seluruh dunia. Populasi APEC yang besar dapat
dijadikan pasar bagi Indonesia untuk meningkatkan arus perdagangan ekspor.

3
Tabel 2 Total Populasi Negara-Negara Anggota APEC Tahun 2008-2012 (Juta)
Negara

Total populasi negara-negara anggota APEC

2008
2009
Australia
21.4
21.8
Brunei Darussalam
0.39
0.39
China
1324.7
1331.3
Kanada
33.3
33.7
Indonesia
234.2
237.5
Jepang
127.7
127.6
Amerika Serikat
304.1
306.8
Republik Korea
48.9
49.2
Hongkong
6.1
6.9
Meksiko
114.9
116.4
Papua Nugini
6.6
6.7
New Zealand
4.3
4.3
Filipina
90.4
91.9
Singapura
4.8
4.9
Thailand
66.2
66.3
Vietnam
85.1
86.0
Chili
16.8
16.9
Federasi Rusia
141.9
141.9
Peru
28.6
28.9
Sumber : World Development Indicator (diolah), 2014

2010
22.1
0.40
1337.7
34.1
240.7
127.5
309.3
49.4
7.0
117.9
6.9
4.4
93.4
5.1
66.4
86.9
17.2
142.4
29.3

2011
22.3
0.41
1344.1
34.4
243.8
127.8
311.6
49.8
7.1
119.4
7.0
4.4
95.1
5.2
66.6
87.8
17.3
142.9
29.6

2012
22.7
0.41
1350.1
34.9
246.9
127.6
313.9
50.0
7.2
120.8
7.2
4.4
96.7
5.3
66.8
88.8
17.5
143.5
29.9

Kegiatan ekspor sangat mempengaruhi laju pertumbuhan industri nasional.
Ketika terjadi penurunan ekspor hasil-hasil industri pada negara-negara utama
serta penurunan investasi sektor industri mengakibatkan sektor industri
mengalami laju pertumbuhan yang menurun (Kementrian Perindustrian 2012).
Padahal, sektor industri merupakan sektor yang memiliki peranan strategis dalam
mencapai sasaran pembangunan ekonomi karena kontribusinya terhadap PDB
sangat besar (Kementrian Perindustrian 2013). Pada tahun 2004-2012, industri
pengolahan (migas dan non-migas) memberikan kontribusi yang signifikan
terhadap PDB, dimana pada tahun 2004 mencapai 28.07% dan pada tahun 2012
sebesar 23.98%.
Gambar 1 menjelaskan industri non migas mengalami pertumbuhan yang
tinggi pada tahun 2004 yaitu sebesar 7.51%. Namun, tahun 2005 – 2009
pertumbuhannya secara perlahan mengalami penurunan. Lalu, tahun 2010 – 2011
mengalamai kenaikan kembali dengan pertumbuhannya sebesar 6.74% yang
berada di atas PDB pada tahun 2011. Walaupun tahun 2012 mengalami penurunan
kembali, namun pertumbuhannya tetap di atas PDB yaitu sebesar 6.4%. Hal ini
menunjukkan bahwa selama tahun 2004 – 2012, pertumbuhan industri non migas
mengalami tren yang cenderung meningkat walaupun beberapa tahun sempat
mengalami penurunan. Gambar 1 juga menjelaskan jika dibandingkan dengan
pertumbuhan industri migas, industri non migas memiliki pertumbuhan yang lebih
besar, hal ini membuktikan bahwa untuk tahun 2004-2012 industri non migas
memiliki pertumbuhan di atas PDB dan industri migas, dimana industri non migas
sendiri memiliki kontribusi yang besar untuk PDB Indonesia.

4

10
8
6
4
2
0
-2
-4
-6
-8

Industri Non Migas

2012

2011

2010

2009

2008

2007

2006

2005

Industri Migas

2004

Pertumbuhan (%)

Pertumbuhan Sektor Ekonomi

Produk Domestik
Bruto

Tahun
Sumber : Kementrian Perindustrian, 2014 (diolah)

Gambar 1 Perbandingan Pertumbuhan Industri Non Migas dengan PDB Tahun
2004-2012 Berdasarkan Tahun dasar 2000 (%)
Untuk Indonesia sendiri terdapat beberapa komoditi ekspor yang memiliki
peran penting dalam perdagangan, salah satunya adalah komoditi elektronika.
Gambar 2 menjelaskan komoditi elektronika merupakan salah satu dari lima
komoditi utama yang memberikan kontribusi terhadap sektor non migas dari
kegiatan ekspornya. Komoditi elektronika memiliki tren yang meningkat untuk
perkembangan ekspornya dilihat dari rata-rata pertumbuhannya tahun 2012
sebesar 5%, sehingga elektronika saat ini merupakan salah satu komoditi dari
industri non migas yang juga memiliki peran dalam menyumbang devisa
Indonesia melalui kegiatan ekspornya.

Ekspor Non Migas

(Juta US $)

25000
20000

Pengolahan
Kelapa/Kelapa Sawit

15000

Tesktil

10000

Besi Baja, Mesinmesin dan Otomotif

5000

Pengolahan Karet
0
Elektronika
Tahun
Sumber : Kementrian Perindustrian, 2014 (diolah)

Gambar 2 Perkembangan Industri non migas tahun 2004-2012 (Juta US $)

5
Komoditi elektronika juga memiliki peranan yang penting di Indonesia dan
negara anggota APEC. Gambar 3 menunjukkan adanya kecenderungan
peningkatan ekspor elektronika setiap tahunnya dari Indonesia ke negara-negara
anggota APEC, walaupun peningkatannya mengalami fluktuasi. Komoditi
elektronika dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dari pembentukan Produk
Domestik Bruto, ekspor, penciptaan kesempatan kerja, serta dapat mendukung
perkembangan sektor industri lainnya (Kementrian Perindustrian dalam Kuncoro
2005). Selanjutnya, komoditi elektronika juga termasuk komoditi dari industri
padat modal yang memiliki potensi ekspor dan potensi pasar dalam negeri pada
Rancang Bangun Industri tahun 2025. Komoditi elektronika memiliki potensi
besar untuk berkembang di masa depan karena tiga alasan, yaitu 1) Sarana agar
pembangunan secara umum dapat terlaksana; 2) Perannya strategis dan vital bagi
kelangsungan hidup suatu negara di masa depan; 3) Menyerap tenaga kerja dalam
jumlah besar (Thoha dalam Kuncoro 1996). Pada tahun 2011 terdapat 248
perusahaan elektronika dengan nilai investasi sebesar US$ 660,05 miliar yang
dapat menyerap tenaga kerja sebesar 202,794 orang (Kementrian Perindustrian
2013)

Juta (US $)

Arus Perdagangan
18000000
16000000
14000000
12000000
10000000
8000000
6000000
4000000
2000000
0

Impor
Ekspor

Tahun
Sumber : UN COMTRADE (diolah), 2014

Gambar 3 Perkembangan Ekspor dan Impor Elektronika Indonesia ke NegaraNegara Anggota APEC Tahun 2004-2012 (Juta US $)
Kerjasama Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) memiliki motif
dasar yang konservatif yaitu untuk memperluas proses integrasi pasar di antara
negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat dan mitra wilayah negara
tersebut. Selama satu dekade APEC berhasil sukses dengan menggunakan
perspektif ini. Sepanjang direalisasikannya kerjasama dengan motif konservatif
telah mambuat APEC menjadi lebih ambisius bahkan menjadi radikal dengan
membuat komitmen yang dilakukan oleh para pemimpin negara di Bogor pada
tahun 1994. Komitmen ini berisikan tentang perdagangan bebas serta invetasi
terbuka di wilayah Asia Pacific pada tahun 2010 dan 2020, termasuk terciptanya
Deklarasi Bogor (Yamazawa 2000).
Deklarasi Bogor tahun 1994 berisikan tujuan untuk menurunkan tarif
sampai nol atau menghilangkan hambatan tarif untuk negara maju pada tahun

6
2010 dan negara berkembang pada tahun 2020. Oleh karena itu, negara-negara
anggota APEC termasuk Indonesia telah memulai untuk mengurangi hambatan
tarif terhadap komoditinya. Tabel 3 menjelaskan penurunan tarif negara-negara
anggota APEC untuk komoditi elektronika selama periode 2007-2012
Tabel 3 Tarif Impor yang Dikenakan oleh Negara-Negara Anggota APEC untuk
Komoditi Elektronika Tahun 2007-2012 (dalam %)
Tarif MFN yang dikenakan
AVG

Negara
2007
Amerika Serikat
1.7
Australia
3
Brunei Darussalam
14.4
Chili
6
China
8.7
Chinese, Taipei
4
Filipina
3.7
Federasi Rusia
10.3
Hongkong, China
0
Indonesia
6.1
Jepang
6.2
Kanada
2.4
Malaysia
6.5
Meksiko
11.3
Papua Nugini
0
Peru
7.6
Republik Korea
6
Selandia Baru
3.4
Singapura
0
Thailand
8.3
Vietnam
12.8
Sumber : World Tariff Profiles, 2014 (diolah)

2008

2009

2010

2011

2012

1.4
3.2
14.4
6
9
4
3.8
8.9
0
5.8
0.2
2.5
6.5
9.2
0
7.6
6.2
3.5
0
8.3
12.8

1.7
3.2
14.3
6
8
4
4
8.8
0
5.8
0.2
2.5
6.5
9.4
0
3.2
6.2
3.5
0
8.3
12.8

1.7
3.2
14.3
6
8
4
4
8.7
0
5.8
0.2
1.7
4.3
7.7
0
3.1
6.2
2.6
0
7.5
10.9

1.7
2.9
14.2
6
8.3
4
4
7.4
0
5.8
0.2
1.1
4.3
4
0
3.2
6.2
2.6
0
7.5
8.9

1.7
2.9
13.9
6
8.3
4
4
7.3
0
5.8
0.1
1.1
4.3
3.8
0
2.1
6.2
2.3
0
7.6
8.9

Negara-negara yang telah menghilangkan tarif impornya ialah Hongkong,
Papua Nugini, dan Singapura. Selanjutnya, negara-negara yang telah menurunkan
tarif impornya secara siginifikan yaitu Federasi Rusia yang tahun 2007 tarif
impornya sebesar 10.3% menjadi 7.3% tahun 2012. Lalu, Meksiko juga
menurunkan tarif impornya dari 11.3% tahun 2007 menjadi 3.8% tahun 2012.
Selain itu, Jepang merupakan negara dengan penurunan tarif impor paling
signifikan dari 6.2% tahun 2007 menjadi 0.1% tahun 2012. Selain itu, ada
beberapa negara yang menaikkan tarif impornya seperti Republik Korea dari 6%
tahun 2007 menjadi 6.2% tahun 2012 serta Amerika Serikat tahun 2007 memiliki
tarif impor sebesar 1.7% namun turun pada tahun 2008 menjadi 1.4% dan kembali
ke tarif impor awal yaitu 1.7% sampai tahun 2012, tetapi secara keseluruhan
negara-negara anggota APEC telah menurunkan tarif impor untuk komoditi
elektronika.
Penurunan tarif impor komoditi elektronika yang telah dilakukan oleh
negara-negara anggota APEC merupakan peluang bagi Indonesia untuk
meningkatkan ekspornya. Namun, menurut Duval dan Utokham (2009) biaya tarif
hanya mempengaruhi sebagian kecil dari total biaya perdagangan Internasional

7
secara keseluruhan untuk wilayah sub Asia, yaitu sebesar 10%. Sebaliknya, tidak
seperti penurunan tarif, fasilitasi perdagangan dapat meningkatkan perdagangan
melalui biaya sumberdaya yang cukup besar dengan mengikutsertakan
infrastruktur atau memperkecil biaya kepabeanan. Istilah fasilitasi perdagangan
dapat didefinisikan menggunakan pendekatan dengan jenis kebijakan yang
mencakup hal-hal yang dibutuhkan untuk mencapai hal tersebut (Wilson et al
2003). Di samping itu menurut WTO, perlu memasukkan formalitas bea cukai,
prosedur administrasi dan transparansi regulasi yang secara langsung terkait
dengan proses perdagangan antar negara. Selain itu, studi Hertel dan Keeney
(2005) menemukan bahwa keuntungan yang didapat oleh seluruh dunia dari
peningkatan fasilitasi perdagangan adalah sebesar US$ 110 milyar yang besarnya
sebanding dengan hasil dari liberalisasi secara penuh terhadap perdagangan dan
jasa yaitu sebesar US$ 150 milyar. Oleh karena itu, relevan dilakukan penelitian
tentang adanya fasilitasi perdagangan terhadap peningkatan ekspor komoditi
elektronika Indonesia ke negara-negara anggota APEC.

Perumusan Masalah
Volume ekspor elektronika Indonesia ke negara-negara anggota APEC
yang cenderung mengalami penurunan merupakan salah satu penyebab
menurunnya kontribusi komoditi elektronika terhadap total perdagangan
Indonesia setiap tahunnya.
Tabel 4 Kontribusi Industri Elektronika Indonesia Tahun 2004-2012 (%)
Tahun
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012

Kontribusi terhadap Total Perdagangan (%)
Ekspor

Impor
9
9
7
7
6
7
7
5
6

6
6
5
6
11
11
12
10
10

Sumber : UN COMTRADE, 2014 (diolah)

Tabel 4 menjelaskan jika kontribusi ekspor elektronika terhadap total
perdagangan Indonesia tiap tahunnya mengalami penurunan yang berfluktuatif.
Sebaliknya, untuk kontribusi dari impor elektronika terhadap total perdagangan
Indonesia mengalami tren meningkat yang berfluktuatif. Pada tahun 2004 sampai
2007 penurunan kontribusi dari ekspor elektronika terhadap total perdagangan
Indonesia masih melebihi kontribusi impor elektronika terhadap total perdagangan
Indonesia. Akan tetapi, tahun 2008 sampai 2012 nilai kontribusi ekspor
elektronika terhadap total perdagangan Indonesia lebih kecil dibandingkan nilai
kontribusi impor elektronika terhadap total perdagangan Indonesia. Kelemahan
industri elektronika Indonesia adalah masih tergantung kepada barang impor.

8
Bahan baku dan bahan penolong yang dapat dipasok di dalam negeri hanya sekitar
10%-20%, sedangkan 80%-90% kandungannya berasal dari impor (Kuncoro
2007).
Tabel 5 Perkembangan Daya Saing Elektronika Indonesia Terhadap Negara
Anggota APEC Tahun 2010-2012
Indeks Daya Saing
Negara

2010

2011

2012

Amerika Serikat
Australia
Brunei Darussalam
Chili
China

0.712765
0.726662
2.886658
1.208736
0.168252

0.628036
0.524819
3.080376
1.116739
0.14624

0.588836
0.621583
3.500961
0.989066
0.135798

Filipina
Hongkong
Jepang
Kanada
Malaysia
Mexico

0.488679
0.528565
0.333868
0.860334
0.124229
0.709417

0.406153
0.616915
0.305404
0.80233
0.179831
0.921115

0.273309
0.691433
0.346206
0.824216
0.163131
1.161859

Peru
Republik Korea

1.472099
0.151372

1.154534
0.140544

1.393736
0.144173

Rusia
Selandia Baru

0.852835
1.325845

0.424855
1.186843

0.417692
1.401939

Singapura
Thailand

0.710689
0.331234

0.693716
0.379252

0.694837
0.451056

Vietnam
rata-rata tiap tahun

0.499409
0.782869

0.481678
0.732743

0.445194
0.79139

Hasilo olahan RCA yang menunjukkan perkembangan daya saing
elektronika Indonesia terhadap negara-negara anggota APEC periode 2010-2012
disajikan pada Tabel 5. Daya saing komoditi elektronika Indonesia ke negaranegara anggota APEC masih relatif rendah, hal ini ditunjukkan oleh rata-rata daya
saingnya yang tidak lebih dari 1. Pada tahun 2010 daya saing elektronika
Indonesia sebesar 0.78, selanjutnya mengalami penurunan menjadi 0.73 pada
tahun 2011 dan meningkat kembali menjadi 0.79 pada tahun 2012. Oleh karena
itu, agar komoditi elektronika Indonesia lebih berdaya saing maka dibutuhkan
kebijakan yang sesuai sehingga kinerja ekspor komoditi elektronika meningkat.
Salah satu faktor yang mempengaruhi daya saing produk ekspor Indonesia
adalah efisiensi fasilitasi perdagangan (Keppres 2013). Fasilitasi perdagangan
dapat menghemat sekitar seperempat dari biaya volume perdagangan dunia pada
tahun 2000 (UNCTAD dalam Keppres 2002). Efisiennya fasilitasi perdagangan
akan menghemat biaya yang mempengaruhi kegiatan ekspor dan impor. Hal ini
akan mempengaruhi peningkatan daya saing komoditi elektronika, sehingga
kinerja ekspor komoditinya akan meningkat. Oleh sebab itu, rumusan masalah
dari penelitian ini adalah :

9
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan ekspor elektronika Indonesia
ke negara-negara anggota APEC ?
2. Bagaimana dampak fasilitasi perdagangan terhadap peningkatan ekspor
elektronika Indonesia ke negara-negara anggota APEC ?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dijelaskan
maka tujuan penelitian dari skripsi ini adalah :
1. Menganalisis faktor-faktor memengaruhi peningkatan ekspor elektronika
Indonesia ke negara-negara anggota APEC.
2. Menganalisis dampak dari fasilitasi perdagangan terhadap peningkatan ekspor
elektronika Indonesia ke negara-negara anggota APEC.

Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini diharapkan memberikan manfaat bagi
berbagai pihak, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Bagi pemerintah, diharapkan hasil penelitian dapat menjadi masukan dan
informasi untuk merumuskan kebijakan ataupun program dalam rangka
mengembangkan perdagangan komoditi elektronika Indonesia.
2. Bagi pelaku industri elektronika, diharapkan hasil penelitian ini dapat
menjadi referensi untuk meningkatkan kinerja ekspor elektronika Indonesia.
3. Bagi masyarakat, diharapkan hasil penelitian dapat menambah dan
meningkatkan informasi dan wawasan mengenai komoditi elektronika dan
dapat dijadikan sumber acuan untuk penelitian selanjutnya.
4. Bagi penulis, diharapkan penelitian dapat menambah ilmu pengetahuan dan
pemahaman sehingga mampu mengusulkan masukan ataupun solusi untuk
permasalahan perdagangan komoditi elektronika yang dihadapi oleh
Indonesia.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini digunakan untuk menganalisis dampak fasilitasi
perdagangan terhadap ekspor elektronika ke negara-negara anggota APEC.
Penelitian ini dilakukan hanya dalam ruang lingkup perdagangan bilateral diantara
Indonesia dengan negara-negara anggota APEC yaitu Kanada, Singapura,
Indonesia, Brunei Darussalam, Amerika Serikat, Vietnam, Thailand, Peru,
Federasi Rusia, Malaysia, Filipina, China, Jepang, Republik Korea, Australia,
Hongkong – China, Meksiko, Chili dan Selandia Baru yang dimulai dengan data
tahun 2008 sampai 2012. Penelitian menggunakan periode 2008 sampai 2012
dikarenakan keterbatasan data. Kode HS elektronika yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kode HS digit 2 yaitu 85 (Electrical, electronic equipment)
dengan nomenclature product code HS 2007. Selain itu, penelitian ini juga
menggunakan dummy krisis Eropa tahun 2010 karena krisis tahun 2010 ini

10
menyebabkan perubahan pada perkembangan ekonomi global yang salah satunya
mempengaruhi pertumbuhan industri nasional.

TINJAUAN PUSTAKA
Teori Perdagangan Internasional
Perdagangan Internasional mengakibatkan terciptanya gains from trade,
yaitu ketika sebuah negara menjual barang dan jasa ke negara lainnya, maka
pertukaran ini hampir selalu menghasilkan keuntungan untuk kedua negara
tersebut. Kedua negara tersebut dapat melakukan perdagangan agar mendapatkan
keuntungan untuk kedua negara tersebut walaupun salah satu negara lebih efisien
daripada negara lainnya dalam memproduksi suatu barang dan ketika negara
dengan produsen yang efisiensinya kecil juga bisa berkompetisi namun hanya
dengan cara membayar upah lebih rendah. Selain itu, perdagangan juga dapat
memberikan keuntungan dengan mengizinkan negara-negara untuk mengekspor
produksi barang-barang dengan sumberdaya lokal yang berlimpah dan mengimpor
produksi barang-barang dengan sumberdaya lokal yang terbatas (Krugman dan
Obstfeld 2009).
Negara-negara yang terlibat dalam perdagangan internasional memiliki
dua alasan untuk melakukan perdagangan antar sesama negara. Pertama, negaranegara tersebut melakukan perdagangan karena memiliki perbedaan antar negara
satu dengan negara lainnya, seperti perbedaan permintaan dan penawaran.
Perbedaan penawaran disebabkan oleh faktor produksi dan teknologi, sedangkan
perbedaan permintaan disebabkan oleh selera masyarakat dan pendapatan. Kedua,
negara-negara tersebut melakukan perdagangan untuk mencapai skala ekonomi
dalam produksi.

Fasilitasi Perdagangan
Fasilitasi perdagangan adalah penyederhanaan dan harmonisasi prosedur
perdagangan internasional dimana prosedur dalam perdagangan yaitu kegiatan,
praktek dan formalitas yang terlibat dalam pengumpulan, penyajian,
pengkomunikasian dan pengolahan data yang diperlukan untuk pergerakan barang
dalam perdagangan internasional (WTO 1998). Selain itu dengan adanya integrasi
jaringan teknologi informasi seperti telekomunikasi untuk arus data dan
infrastruktur keuangan untuk mendukung fragmentasi dari rantai nilai
internasional. Selanjutnya, fasilitasi perdagangan juga memiliki definisi modern
yaitu meliputi layanan infrstruktur juga. Jadi, fasilitasi perdagangan
menggabungkan unsur-unsur “perbatasan” yang relatif nyata, seperti lingkungan
peraturan domestik dan layanan infrastruktur untuk menciptakan efektivitas dalam
penggunaan teknologi informasi untuk e-bisnis (Wilson et al 2003).
Selanjutnya, terkadang istilah fasilitasi perdagangan sering digunakan
lebih harfiah dan diperluas artinya menjadi perbaikan infrastruktur transportasi
(fasilitasi transportasi), penghapusan korupsi pemerintah, pengurangan tarif
kepabeanan, penghapusan tarif terbalik, resolusi hambatan non-tarif dalam

11
perdagangan, pemasaran ekspor dan promosi ekspor. Jadi secara umum semua
definisi dari fasilitasi perdagangan adalah keinginan untuk memperbaiki
lingkungan perdagangan dan mengurangi atau menghilangkan biaya transaksi
antara bisnis dan pemerintah (Grainger 2007).

Konsep Gravity model
Shepherd (2013) menjelaskan gravity model merupakan alat kunci bagi
para peneliti yang tertarik kepada dampak dari kebijakan yang terkait dengan
perdagangan. Model tersebut dapat menyediakan pengujian yang sesuai untuk
menilai dampak dari kebijakan perdagangan yang berbeda-beda. Model ini
menghubungkan arus perdagangan secara langsung dengan ukuran ekonomi dan
berbanding terbalik dengan biaya perdagangan yang biasanya ditunjukkan oleh
jarak geografis sebagai indikator biaya transportasi, gravity model menangkap
beberapa keteraturan dalam pola perdagangan internasional dan produksi. Selain
itu, saat ini gravity model tidak hanya memasukkan variabel jarak dan ukuran
ekonomi saja tetapi menambahkan variabel lain seperti tarif yang dikenakan oleh
suatu negara.
Peraturan kebijakan, karakteristik politik serta kelembagaan yang ada di
dalam suatu negara telah terbukti mempengaruhi perdagangan seperti yang
dimodelkan oleh kerangka gravity. Selain itu, gravity model tidak hanya sukses
diterapkan untuk perdagangan barang-barang, namun sekarang ini telah sukses
juga untuk diterapkan kepada perdagangan jasa (Kimura dan Lee dalam Shepherd
2006). Selanjutnya seperti yang telah dijelaskan, gravity model awalnya
diperkenalkan sebagai cara intuitif dalam memahami arus perdagangan. Gravity
model dengan bentuk yang paling sederhana dapat dituliskan sebagai berikut :
log Xij = c + b1 log GDPi + b2 log GDPj + b3 log ij + eij
(1a)
log ij = log(distanceij)
(1b)
dimana Xij menunjukkan ekspor dari negara i ke negara j. GDP adalah produk
domestik bersih dari tiap-tiap negara, sedangkan ij menunjukkan biaya
perdagangan antara kedua negara, jarak adalah jarak geografis antara kedua
negara (sebagai proxy yang diamati untuk biaya perdagangan) dan e ij adalah
random error term. Selanjutnya, c adalah konstanta regresi dan b adalah koefisien
yang diduga. Untuk spesifikasi model penelitian sebelum di log adalah sebagai
berikut:
Berdasarkan gravity model di atas dan setelah di log, maka model yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
LOG(Vijt) = C + β1TARIFFjt + β2LOG(PEjt) + β3LOG(GDPit) + β4LOG(GDPjt) +
β5LOG(CPIit) + β6LOG(Distijt) + β3LOG(REjt) + DKrisis + εit
Gross Domestic Product (GDP)
Gravity model menurut Egger (2002) berdasarkan konsep persamaan
gravity, perdagangan bilateral dapat dijelaskan oleh GDP , hambatan perdagangan
(jarak), serta faktor preferensi (batas umum, bahasa umum, dan lain-lainnya).

12
Selanjutnya, menurut Bergstrand dalam AGRODEP (1989) tujuan memasukkan
GDP ke dalam persamaan gravity karena GDP dapat menangkap dampak dari
standar pendapatan yang terdapat di dalam fungsi pengeluaran. σama “gravity”
muncul dari kenyataan bahwa persamaan yang tidak linier dari persamaan 1a
menyerupai hukum newton dari “gravity” dimana ekspor berbanding lurus dengan
“massa” ekonomi negara pengimpor dan pengekspor (GDP) (Shepherd 2013).
Jarak
Menurut Shepherd (2013) ekspor berbanding terbalik dengan jarak antar
kedua negara ( bukan kuadrat dari jarak antara kedua negara seperti dalam fisika).
Semakin jauh jarak antara negara-negara yang sedang melakukan perdagangan
maka arus perdagangan akan mengalami penurunan begitu pun sebaliknya. Studi
Chaney (2011) menjelaskan bahwa dampak jarak terhadap perdagangan tidak
harus dipengaruhi dengan adanya perubahan dari teknologi, hambatan politik
dalam perdagangan, serta peraturan dari negara-negara yang terlibat dalam
perdagangan. Selama individu yang membentuk perusahaan terlibat dalam
komunikasi langsung dengan klien dan pemasoknya, serta selama informasi
terserap langsung melalui interaksi langsung maka diharapkan perdagangan akan
berbanding terbalik dengan jarak. Menurut Li, Song, dan Zhao (2008) untuk
variabel jarak digantikan dengan menggunakan jarak ekonomi rata-rata yang telah
dibobotkan untuk menunjukkan biaya perdagangan yang mana Distf merupakan
jarak geografis antar negara. Jarak ekonomi memiliki rumus sebagai berikut :

dimana :
Distcountry.f
= jarak ekonomi antar negara pada tahun f
Distf
= jarak geografis antar negara pada tahun f
GDPf
= GDP rill negara pada tahun f
Selain itu, penggunaan jarak ekonomi rata-rata yang telah dibobotkan
diharapkan dapat mengukur dampak biaya transportasi dan biaya lainnya terhadap
arus perdagangan bilateral. Jarak ekonomi juga memiliki hubungan yang negatif
dengan arus perdagangan bilateral.

Efisiensi Pelabuhan (Port Efficiency)
Menurut Blonigen dan Wilson (2006) menjelaskan bahwa efisiensi
pelabuhan memiliki hubungan yang positif dengan perdagangan. Ketika efisiensi
pelabuhan mengalami peningkatan sebesar 10% maka akan mendorong
peningkatan perdagangan antara negara yang sedang melakukan perdagangan
sebesar 3.2% yang mana dapat menunjukkan pengaruh yang lebih besar lagi dan
mungkin lebih nyata. Menurut Shepherd dan Wilson (2008) menjelaskan bahwa
arus perdagangan sangat sensitif terhadap kualitas infrastruktur transportasi.
Namun, untuk meningkatkan infrastruktur membutuhkan biaya yang sangat besar
secara signifikan. Studi Limao et al (2000) menjelaskan infrastruktur merupakan

13
faktor yang menentukan biaya transportasi. Penelitian ini menjelaskan jika
kenaikan kualitas infrastruktur dapat menurunkan biaya transportasi sebesar 40%
untuk negara-negara tepi laut dan 60% untuk negara-negara landlocked. Biaya
transportasi yang mengalami penurunan akan menyebabkan peningkatan volume
perdagangan bilateral.

Lingkungan peraturan (Regulatory Environment)
Standar yang ketat dalam lingkungan peraturan akan menurunkan arus
perdagangan bilateral suatu komoditi. Studi Wilson, Mann, dan Otsuki (2003)
menjelaskan lingkungan peraturan memiliki dampak yang negatif dan signifikan
terhadap perdagangan manufaktur intra-APEC dengan koefisien sebesar -1.56.
Hambatan dalam bentuk peraturan digunakan sebagai alternatif pengganti
hambatan tarif dengan mengurangi peraturan ini akan berdampak positif terhadap
perdagangan. Semakin ketat peraturan akan mengurangi peningkatan fasilitasi
perdagangan yang lainnya sehingga biaya perdagangan akan menjadi lebih mahal,
hal ini akan membuat arus perdagangan bilateral akan mengalami penurunan.

Indeks Harga Konsumen (CPI)
Indeks harga konsumen (CPI) merupakan penghitungan laju inflasi yang
didasarkan dari perubahan indeks harga konsumen (CPI) pada periode waktu
tertentu sehingga dapat menggambarkan peningkatan tingkat harga barang dan
jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat secara rata-rata. Menurut Mankiw (2007)
inflasi merupakan keseluruhan tingkat harga yang mengalami peningkatan. Utami
(2008) menjelaskan bahwa perubahan indeks harga konsumen memiliki hubungan
yang negatif dengan indeks volume ekspor.

Tarif
Tarif adalah pajak yang dikenakan secara tidak langsung kepada barangbarang perdagangan. Pajak yang secara tidak langsung dikenakan kepada
komoditi berbeda dengan pajak yang secara langsung dikenakan kepada faktor
produksi. Komoditi yang diperdagangkan disini memiliki arti komoditi yang
sebenarnya atau memiliki potensi ketika dipertukarkan secara internasional
(Greenway 2002). Semenjak tarif dikenakan kepada komoditi-komoditi yang
diperdagangkan maka dapat diidentifikasi bahwa terdapat dua jenis tarif, yaitu
tarif impor dan tarif ekspor. Kedua tarif tersebut dapat dikategorikan menjadi tarif
spesifik atau tarif ad valorem dan tarif single-stage atau multi-stage. Tarif ad
valorem adalah pajak dalam persentase dari nilai barang impor, sedangkan tarif
spesifik adalah pajak yang dikenakan untuk unit barang impor. Jika mengenakan
tarif spesifik maka harga domestik setelah impor yang dikenakan tarif akan
memiliki nilai sebesar :
PD = Pm + t s
Dimana :

14
PD = Harga domestik setelah impor yang dikenakan tarif
Pm = Harga impor dunia
ts = tarif spesifik
Tarif ad valorem dikenakan pada persentase dari nilai impor. Harga
domestik setelah impor yang dikenakan tarif adalah sebesar :
PD = Pm (l + ta)
Dimana :
ta = tingkat pajak
Keuntungan dari tarif ad valorem adalah dapat menyesuaikan dengan sendirinya
dalam periode inflasi, karena ketika mengenakan tarif pada tingkat yang telah
ditentukan maka nilai rill dari tarif tersebut akan tetap.

Dummy Krisis Eropa Tahun 2010
Semua model regresi yang telah dibahas selama ini memiliki variabel
independen X (variabel yang mempengaruhi) dan variabel dependen Y (variabel
yang dipengaruhi). Namun, terkadang variabel-variabel penjelasnya dapat bersifat
kualitatif. Variabel kualitatif ini yang disebut variabel dummy atau beberapa
istilah lainnya, seperti variabel indikator, variabel biner, variabel kategori, dan
variabel dikotomi (Gujarati 2006).
Variabel yang sering kali tidak hanya dipengaruhi oleh variabel-variabel
yang bisa dikuantifikasi pada beberapa skala yang sudah tertentu (pendapatan,
output, biaya, harga) namun ada juga variabel-variabel yang pada dasarnya
bersifat kualitatif (jenis kelamin, ras, warna, agama, kebangsaan). Variabelvariabel kualitatif biasanya menunjukkan ada atau tidaknya “kualitas”atribut.
Salah satu metode yang digunakan untuk “mengkuantifikasikan” atributatribut tersebut adalah dengan membentuk variabel-variabel artifisial yang
memperhitungkan nilai-nilai 0 atau 1, 0 menunjukkan ketiadaan suatu atribut dan
1 menunjukkan keberadaan atribut tersebut. Variabel yang diasumsikan dengan
nilai 0 dan 1 disebut variabel buatan (variabel dummy). Variabel dummy ini
disimbolkan dengan huruf D, bukan dengan symbol lazim X untuk menekankan
bahwa kita berhadapan dengan suatu variabel kualitatif.
Krisis ekonomi global yang terjadi di Eropa tahun 2010 telah membuat
perkembangan ekonomi global mengalami banyak perubahan terutama untuk
industri nasional. Krisis Eropa tahun 2010 ini membuat pertumbuhan industri
nasional mengalami penurunan yang mengakibatkan terjadinya penurunan ekspor
hasil-hasil industri pada negara-negara utama serta penurunan investasi sektor
industri yang berdampak pada penurunan laju pertumbuhan industri nasional
(Kementrian Perindustrian 2012). Oleh sebab itu, krisis Eropa tahun 2010
digunakan sebagai dummy karena diduga dapat mempengaruhi ekspor elektronika
Indonesia dengan angka 1 untuk setelah krisis (2010-2012) dan 0 untuk sebelum
krisis (2008-2009).

15
Penelitian Terdahulu
Penelitian Yuniarti (2007) menganalisis tentang analisis determinan
perdagangan bilateral Indonesia pendekatan gravity model. Alat analisis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data panel dengan variabel-variabel yang
digunakan ialah perdagangan bilateral, GDP negara eksportir, GDP negara
importir, perbedaan faktor endowmen, populasi negara eksportir, populasi negara
importir, kesamaan ukuran perekonomian, jarak mitra dagang, dan keanggotaan
dalam RTAs. Hasil dari penelitian ini adalah GDP negara eksportir dan importir
memiliki hubungan yang positif terhadap perdagangan bilateral, sedangkan jarak
mitra dagang memiliki hubungan negatif dengan perdagangan bilateral. Populasi
mitra dagang memiliki pengaruh yang positif terhadap perdagangan bilateral dan
kesamaan ukuran pereknomian yang memiliki pengaruh positif terhadap
perdagangan bilateral.
Studi Prasetyo dan Firdaus (2009) menganalisis pengaruh infrastruktur
pada pertumbuhan ekonomi wilayah di Indonesia. Alat analisis yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data panel dengan variabel-variabel yang digunakan
ialah pertumbuhan ekonomi, PDRB konstan provinsi, stok modal provinsi, tenaga
kerja provinsi, himan capital, panjang jalan kondisi baik dan sedang, energi listrik
terjual, jumlah air bersih yang disalurkan dan dummy krisis tahun 1998. Hasil dari
studi ini adalah tenaga kerja memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan
ekonomi, stok modal memiliki pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan
ekonomi, human capital memiliki pengaruh yang negatif terhadap pertumbuhan
ekonomi, energi listrik terjual memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan
ekonomi, panjang jalan baik dan sedang memiliki pengaruh positif terhadap
pertumbuhan ekonomi, jumlah air bersih yang disalurkan memiliki pengaruh
positif terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan dummy krisis tahun 1998
memiliki pengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Untuk interpretasi
dummy pada penelitian ini ialah dummy krisis tahun 1998 memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan koefisien sebesar 0.14 yang memiliki arti rata-rata perbedaan tingkat output antara sebelum dan
sesudah krisis yaitu sesudah krisis lebih rendah 0.14 x rata-rata output
dibandingkan dengan sebelum krisis, cateris paribus.
Studi Utami (2008) menganalisis tentang variabel-variabel determinan
ekspor ASEAN: Studi kasus Indonesia, Thailand, Filiphina, dan Vietnam
menggunakan analisis regresi. Alat analisis yang digunakan adalah OLS dengan
variabel-variabel yang digunakan ialah indeks volume ekspor, indeks harga
ekspor, GDP per kapita, Real Effective Exchange Rate, proporsi sektor
manufaktur dalam GDP, proporsi Gross fixed capital formation dalam GDP,
proporsi FDI dalam GDP serta perubahan Inflasi/CPI. Untuk Indonesia sendiri
variabel-variabel yang mempengaruhi indeks volume ekspornya ialah Real
Effective Exchange Rate yang memiliki pengaruh positif terhadap indeks volume
ekspor, proporsi sektor manufaktur dalam GDP yang memiliki pengaruh positif
terhadap indeks volume ekspor, proporsi Gross fixed capital formation dalam
GDP yang memiliki pengaruh positif terhadap indeks volume ekspor dan
perubahan Inflasi (CPI) yang memiliki pengaruh negatif terhadap indeks volume
ekspor.

16
Penelitian Wilson, Mann, dan Otsuki (2003) menganalisis hubungan
antara trade facilitation, arus perdagangan, dan GDP per kapita di wilayah AsiaPasifik untuk sektor manufaktur menggunakan gravity model. Penelitian ini
mendefinisikan dan mengukur trade facilitation menggunakan empat indikator
dasar yaitu port efficiency, customs environment, regulatory environment, dan ebusiness usage. Alat analisis yang digunakan adalah data panel dengan variabelvariabel yang digunakan ialah volume ekspor, GNP negara eksportir dan importir,
GNP per kapita negara eksportir dan importir, jarak geografis, fasilitasi
perdagangan yang diukur melalui port efficiency, customs environment,
regulatory environment, e-business usage dan tarif. Hasil dari studi ini adalah tarif
memiliki pengaruh negatif terhadap volume ekspor, port efficiency memiliki
pengaruh positif terhadap volume ekspor, customs environment memiliki
pengaruh positif terhadap volume ekspor, regulatory environment memiliki
pengaruh negatif terhadap volume ekspor, e-business usage memiliki pengaruh
positif terhadap volume ekspor, GNP negara eksportir dan importir yang memiliki
pengaruh positif terhadap volume ekspor, GNP per kapita negara eksportir dan
importir yang memiliki pengaruh negatif terhadap volume ekspor, jarak geografis
yang memiliki pengaruh negatif terhadap volume ekspor, dummy keanggotaan
NAFTA dan ASEAN yang memiliki pengaruh positif terhadap volume ekspor dan
dummy bahasa inggris, china dan spanyol yang memiliki pengaruh positif
terhadap volume ekspor.
Penelitian τ’Challagan dan Uprasen (2008) tentang dampak pembesaran
EU yang ke-5 dalam ASEAN. Penelitian ini menggunakan gravity model dengan
variabel-variabel yang digunakan, yaitu ekspor negara eksportir, GDP negara
eksportir dan importir, jarak antar ibukota negara eksportir dan importir, CPI
negara eksportir dan importir, tarif impor, subsidi ekspor, rasio modal terhadap
tenaga kerja eksportir dan importir, nilai mutlak dari perbedaan antara GDP per
kapita negara eksportir dan importir, dummy untuk anggota dari EU, dummy untuk
anggota asosiasi baru dan dummy untuk anggota ASEAN. Hasil studi ini
menjelaskan variabel-variabel yang mempengaruhi ekspor manufaktur adalah
GDP negara eksportir dan importir yang memiliki pengaruh positif terhadap
ekspor manufaktur, jarak antara negara eksportir dan importir yang memiliki
pengaruh negatif terhadap ekspor manufaktur, CPI negara eksportir dan importir
yang memiliki pengaruh negatif terhadap ekspor manufaktur, rasio modal
terhadap tenaga kerja eksportir dan importir yang memiliki pengaruh negatif dan
positif terhadap ekspor manufaktur, dummy anggota EU yang memiliki pengaruh
negatif terhadap ekspor manufaktur, dummy anggota ASEAN yang memiliki
pengaruh positif terhadap ekspor manufaktur, sedangkan tarif tidak
mempengaruhi ekspor manufaktur.
Studi Li, Song dan Zhao (2008) tentang komponen perdagangan dan
integrasi ekonomi global China. Studi ini menggunakan metode gravity model
dengan variabel-variabel yang digunakan adalah bagian dan komponen yang
diekspor, GDP rata-rata negara China dan mitranya, jarak ekonomi antar negara,
upah relatif negara China dan mitranya, share FDI terhadap GDPnya dan jumlah
orang yang menggunakan saluran telepon. Hasil penelitian ini menunjukkan jika
GDP rata-rata negara China dan mitranya memiliki pengaruh positif terhadap
bagian dan komponen yang diekspor, jarak ekonomi memiliki pengaruh negatif
terhadap bagian dan komponen yang diekspor, share FDI terhadap GDP yang

17
memiliki pengaruh positif terhadap bagian dan komponen yang diekspor, upah
relatif negara China dan mitranya yang memiliki pengaruh positif terhadap bagian
dan komponen yang diekspor, sedangkan jumlah orang yang menggunakan
saluran telepon tidak mempengaruhi bagian dan komponen yang diekspor.
Kerangka Pemikiran Konseptual
Kerjasama yang dilakukan oleh Indonesia dalam rangka meningkatkan
investasi tanpa adanya perjanjian hukum yang mengikat dan mengurangi
hambatan perdagangan dengan negara-negara lain ialah Asian Pacific Economic
Cooperation (APEC). APEC telah berdiri sejak tahun 1989 dengan beranggotakan
21 anggota ekonomi kawasan Asia Pasifik. Kerjasama ini menyumbang 48%
terhadap total perdagangan dunia. APEC mengutamakan kegiatan-kegiatan yang
mendorong kawasan perdagangan dan investasi yang bebas dan terbuka untuk
memenuhi Bogor Goals dalam tiga aspek yaitu liberalisasi perdagangan, fasilitasi
usaha, serta kerjasama ekonomi dan teknik. Perjanjian Bogor Goals sendiri
berisikan tentang penurunan hambatan tarif dan non tarif untuk semua komoditi
termasuk komoditi dari sektor manufaktur.
Salah satu