Dampak Liberalisasi Perdagangan Di Kawasan Asia Pasifik Terhadap Ekspor Komoditas Non Migas Unggulan Indonesia.

DAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN DI KAWASAN
ASIA PASIFIK TERHADAP EKSPOR KOMODITAS NON
MIGAS UNGGULAN INDONESIA

RATNA PUSPITASARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Dampak Liberalisasi
Perdagangan di Kawasan Asia Pasifik terhadap Ekspor Komoditas Non Migas
Unggulan Indonesia” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Ratna Puspitasari
NIM H151137144

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait

RINGKASAN
RATNA PUSPITASARI. Dampak Liberalisasi Perdagangan di Kawasan Asia
Pasifik terhadap Ekspor Komoditas Non Migas Unggulan Indonesia. Dibimbing
oleh SRI HARTOYO dan SRI MULATSIH.
Kerja sama ekonomi di kawasan Asia Pasifik bernilai strategis, karena
forum ini merupakan representasi dari 49 persen transaksi perdagangan dunia,
GDP kawasan ini mencapai 56 persen dari GDP dunia dan jumlah penduduk
kawasan ini mencapai 39 persen dari populasi penduduk dunia. Rencana
penerapan perdagangan bebas di kawasan Asia Pasifik (Free Trade Area of the
Asia Pacific) pada tahun 2025 merupakan salah satu isu yang banyak
mendapatkan perhatian dari negara-negara kawasan Asia Pasifik. Namun,
pemerintah Indonesia berpendapat target waktu ini masih perlu dikaji lebih dalam,

mengingat perlunya mempersiapkan pelaku usaha dan sektor-sektor terkait serta
memperbaiki kelemahan domestik seandainya kerja sama ini dilaksanakan.
Sehubungan dengan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
komoditas unggulan ekspor Indonesia ke kawasan Asia Pasifik, menganalisis
determinan ekspor komoditas unggulan Indonesia ke kawasan Asia Pasifik dan
menganalisis dampak liberalisasi perdagangan di kawasan Asia Pasifik terhadap
ekspor komoditas unggulan Indonesia. Analisis Revealed Comparative Advantage
(RCA), Export Product Development (EPD), dan Intra Industri Trade (IIT)
digunakan untuk memperoleh komoditi unggulan ekspor Indonesia ke kawasan
Asia Pasifik. Sementara itu, analisis data panel digunakan untuk memperoleh
determinan ekspor komoditi unggulan ekspor Indonesia ke kawasan Asia Pasifik
dan dampak liberalisasi perdagangan di kawasan ini terhadap ekspor Indonesia.
Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai sumber seperti
Trade Map, Comtrade, CEPII, WTO dan Kementerian Perdagangan dari tahun
2004 hingga 2013.
Hasil analisis menunjukkan komoditas unggulan ekspor Indonesia ke
kawasan Asia Pasifik diantaranya adalah sepatu olahraga (HS.640319); palm oil
(HS. 151190); aluminium (HS.260600); ban (HS.401110); panel (HS.441299);
dan kopi (HS. 090111). Secara umum, hasil estimasi data panel menunjukkan
bahwa harga riil, tarif impor negara importir, populasi negara importir, GDP riil

per kapita negara importir, jarak ekonomi, dan nilai tukar riil rupiah terhadap
dolar secara signifikan mempengaruhi volume ekspor dari Indonesia ke negara
kawasan Asia Pasifik. Sementara itu, dampak liberalisasi perdagangan di kawasan
ini terhadap penerimaan ekspor Indonesia akan lebih menguntungkan pada
komoditi yang bersifat elastis. Dengan demikian, pada saat melakukan negosiasi
penurunan tarif dalam perundingan FTAAP, sebaiknya pemerintah fokus pada
komoditi yang bersifat elastis dan mempertimbangkan komoditi yang berdaya
saing tinggi serta memiliki tingkat integrasi yang tinggi.
Kata kunci: Asia Pasifik, data panel, ekspor, liberalisasi perdagangan

SUMMARY
RATNA PUSPITASARI. The Impact of Trade Liberalization in the Asia Pacific
Region on Indonesian Exports of Non-Oil Primary Commodities. Supervised by
SRI HARTOYO and SRI MULATSIH.
Asia Pacific Economic Cooperation has a strategic value, because it is a
representation of 49 percent of world trade, the region's GDP reached 56 percent
of world GDP and the population of this area reaches 39 percent of the world
population. The implementation plan of the Free Trade Area of the Asia Pacific
(FTAAP) in 2025 is one of big issues in the Asia-Pacific region. However, the
Indonesian government believes this plan needs to be studied more deeply, in

order to prepare businesses, related sectors and improve domestic weakness. The
aims of this study are to analyze the main exports commodities from Indonesia to
Asia Pacific countries, to analyze the determinants of Indonesia’s main exports
commodities to Asia Pacific Region and to analyze the impact of trade
liberalization in Asia Pacific to Indonesia’s main exports commodities. Analysis
of Revealed Comparative Advantage (RCA), Export Product Development (EPD),
dan Intra Industri Trade (IIT) is used to obtain the main exports commodity.
While, the analysis of panel data is used to obtain the determinants of exports and
the impact of trade liberalization in Asia Pacific region. This study uses a variety
of data from Trade Map, Comtrade, CEPII, WTO and Ministry of Trade in 20042013.
The analysis result shows that the main exports commodities from Indonesia
to Asia Pacific region are sports footwear (HS.640319); palm oil, other than crude,
& fractions thereof (HS.151190); aluminium ores & concentrates (HS.260600);
New pneumatic tyres, of rubber (HS.401110); panels (HS.441299); and coffee,
not roasted, not decaffeinated (HS.090111). Generally, the estimation results
indicate that real prices, import tariffs, population, real GDP per capita, economic
distances, and real exchange rates significantly affect export volumes from
Indonesia to Asia Pacific regions. In addition, the implementation of trade
liberalization in such region will increase Indonesian exports, especially for elastic
commodities. Therefore, the government should focus on elastic commodities

with comparative advantage and strong integration when negotiating tariff
reduction (within the free trade of the asia pacific framework).
Key words: Asia Pacific, exports, panel data, trade liberalization

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

DAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN DI KAWASAN
ASIA PASIFIK TERHADAP EKSPOR KOMODITAS NON
MIGAS UNGGULAN INDONESIA

RATNA PUSPITASARI


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si

Judul Tesis

: Dampak Liberalisasi Perdagangan di Kawasan Asia Pasifik
terhadap Ekspor Komoditas Non Migas Unggulan Indonesia

Nama


: Ratna Puspitasari

NIM

: H151137144

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

'

-�
Prof Dr Ir Sri Hartoyo, MS

Dr Ir Sri Mulatsih, MScAgr

Ketua

Anggota


Diketahui oleh

Ketua Program Studi­
Ilmu Ekonomi

Dr Lukytawati Anggraeni, SP MSi

Tanggal Ujian: 27 Agustus 2015

Tanggal Lulus:

3 0 SEP 2015

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan karuniaNya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam selalu tercurah
kepada Nabi Muhammad SAW. Penelitian dengan tema perdagangan
internasional yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 ini berjudul “Dampak
Liberalisasi Perdagangan di Kawasan Asia Pasifik terhadap Ekspor Komoditas
Non Migas Unggulan Indonesia”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu terselesaikannya penelitian ini. Apresiasi dan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya penulis sampaikan secara khusus kepada Prof. Dr. Ir. Sri
Hartoyo, MS dan Dr. Ir. Sri Mulatsih, MSc.Agr selaku komisi pembimbing yang
telah memberikan bimbingan, arahan dan masukan selama proses penelitian ini.
Terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si dan Dr.
Lukytawati Anggraeni, SP. MSi atas saran dan masukannya demi perbaikan tesis
ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Nunung Nuryartono,
M.Si, Dr. Lukytawati Anggraeni, MSi dan Dr. Toni Irawan beserta para pengelola
Program Magister pada Program Studi Ilmu Ekonomi serta seluruh dosen yang
telah berbagi ilmu kepada penulis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia yang telah memberikan
kesempatan pada penulis untuk melanjutkan pendidikan Program Magister pada
Program Studi Ilmu Ekonomi di Sekolah Pascasarjana IPB. Tak lupa penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta yang telah
memberikan dukungan, dan doa kepada penulis serta rekan-rekan kuliah baik
kelas Kementerian Perdagangan S2 IPB batch 1 dan 2 maupun kelas regular yang
telah membantu dan memberikan semangat hingga selesainya tesis ini. Semoga
karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, September 2015

Ratna Puspitasari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

iv

DAFTAR GAMBAR

iv

DAFTAR LAMPIRAN

v

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

Ruang Lingkup Penelitian

1
1
4
6
6
6

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Teoritis
Tinjauan Empiris
Alur Pemikiran
Hipotesis Penelitian

7
7
11
12
14

3 METODE
Jenis dan Sumber Data
Metode Analisis

15
15
15

4 POTENSI EKONOMI KAWASAN ASIA PASIFIK
Gambaran Umum APEC
Populasi Kawasan Asia Pasifik
Gross Domestic Product Kawasan Asia Pasifik
GDP per Kapita Kawasan Asia Pasifik
Transaksi Perdagangan Kawasan Asia Pasifik
Performa Ekspor Indonesia ke Kawasan Asia Pasifik
Komoditi Unggulan Ekspor Indonesia ke Kawasan Asia Pasifik
Determinan Ekspor Komoditi Unggulan Indonesia ke Kawasan Asia
Pasifik
Dampak Liberalisasi Perdagangan di Kawasan Asia Pasifik terhadap
Ekspor Indonesia

23
23
25
26
27
28
30
31

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

51
51
51

DAFTAR PUSTAKA

53

LAMPIRAN

56

RIWAYAT HIDUP

73

44
48

iv

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.

Jenis dan sumber data
Klasifikasi dari nilai IIT
Anggota APEC dan tanggal bergabungnya
Nilai ekspor dan impor kawasan Asia Pasifik dan dunia periode 20042013
5. Rata-rata nilai ekspor Indonesia ke negara kawasan Asia Pasifik periode
2004-2013
6. Trend ekspor 20 komoditi non migas dari Indonesia ke negara-negara
Asia Pasifik periode 2004-2008 dan 2009-2013
7. Klasifikasi nilai IIT (Intra Industry Trade) komoditi Indonesia ke
kawasan Asia Pasifik periode 2004-2008 dan 2009-2013
8. Hasil perhitungan rata-rata nilai RCA dan IIT serta posisi pasar 20
komoditi ekspor Indonesia ke kawasan Asia Pasifik periode 2004-2008
dan 2009-2013
9. Pemilihan komoditi unggulan Indonesia ke kawasan Asia Pasifik
10. Determinan ekspor komoditi unggulan Indonesia ke kawasan Asia
Pasifik
11. Simulasi dampak penurunan harga sebesar 1 persen terhadap
penerimaan ekspor

15
18
23
30
31
32
36

38
39
44
49

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.

Perkembangan perjanjian kerja sama regional di kawasan Asia Pasifik
periode 2000-2014
Perkembangan nilai ekspor, impor, dan net ekspor Indonesia ke
kawasan Asia Pasifik periode 2004-2013
Hubungan harga, jumlah dan total revenue
Dampak penurunan tarif impor negara importir terhadap volume ekspor
negara exportir
Alur pikir
Daya tarik pasar dan kekuatan bisnis pada EPD
Struktur organisasi APEC
Share populasi Asia Pasifik terhadap populasi dunia periode 2004-2013
Perkembangan GDP kawasan Asia Pasifik
Pendapatan per kapita anggota APEC periode 2004-2013
Pertumbuhan transaksi perdagangan kawasan Asia Pasifik dan dunia
periode 2004-2013
Perkembangan ekspor Indonesia ke kawasan Asia Pasifik dan dunia
periode 2004-2013
Perkembangan nilai RCA komoditas Indonesia di kawasan Asia Pasifik
periode 2004-2013
Posisi pasar komoditi Indonesia di kawasan Asia Pasifik periode 20042008 dan 2009-2013
Nilai IIT periode 2004-2013

2
3
8
9
13
16
25
26
27
28
29
30
34
35
37

v

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

8.
9.
10.
11.
12.
13.

Milestone APEC
Deskripsi Komoditi Kode HS.6
Nilai dan trend ekspor Indonesia ke kawasan Asia Pasifik tahun 20042008
Nilai dan trend ekspor Indonesia ke kawasan Asia Pasifik tahun 20092013
Nilai RCA (Revealed Comparative Advantage) komoditi Indonesia ke
kawasan Asia Pasifik tahun 2004-2013
Nilai IIT (Intra Industry Trade) komoditi Indonesia ke kawasan Asia
Pasifik tahun 2004-2013
Hasil estimasi komoditi sports footwear other than ski-boots/crosscountry ski footwear/snowboard boots, with outer soles of
rubber/plastics/leather/composition leather & uppers of leather
(HS.640319)
Hasil estimasi komoditi palm oil, other than crude, & fractions thereof,
whether/not refined but not chemically modified (HS.151190)
Hasil estimasi komoditi aluminium ores & concentrates (HS.260600)
Hasil estimasi komoditi New pneumatic tyres, of rubber, of a kind used
on motor cars (incl. station wagons & racing cars)(HS.401110)
Hasil estimasi komoditi Panels, 1 outer ply coniferous wood nes
(HS.441299)
Hasil estimasi komoditi Coffee, not roasted, not decaffeinated
(HS.090111)
Daftar tarif impor di negara importir

56
58
59
60
61
62

63
64
65
66
67
68
69

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perdagangan merupakan suatu proses pertukaran barang dan jasa yang
dilakukan untuk memperoleh barang yang dibutuhkan dengan kesepakatan
tertentu antara pihak-pihak terkait. Memasuki era globalisasi, perdagangan tidak
hanya dilakukan secara domestik saja, namun juga antar negara dan hal inilah
yang mendorong terjadinya perdagangan internasional. Setiap negara bertujuan
mencari keuntungan dari aktivitas perdagangan yang dilakukannya. Selain itu,
Krugman dan Obstfeld (2003) mengungkapkan bahwa alasan utama terjadinya
perdagangan internasional adalah (1) negara-negara berdagang karena mereka
berbeda satu sama lain; (2) negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan
untuk mencapai skala ekonomi (economic of scale).
Liberalisasi mendorong perekonomian dunia berkembang pesat dan
semakin terbukanya hubungan perdagangan antarnegara yang terlihat dari
semakin cepatnya aliran barang dan jasa lintas negara. Liberalisasi perdagangan
mendorong meningkatnya interdependensi bahkan mengarah pada menyatunya
perekonomian dunia sehingga mengaburkan batas-batas antar negara dalam
berbagai praktik dunia usaha seperti kegiatan finansial, produksi, investasi, dan
perdagangan. Salah satu bentuk liberalisasi perdagangan adalah dengan
pembentukan kawasan perdagangan bebas.
Kawasan perdagangan bebas (Free Trade Area) merupakan salah satu
bentuk integrasi ekonomi, dimana melalui kerja sama ini suatu negara akan
berserikat dan memberikan perlakuan khusus kepada negara mitra dagangnya, di
sisi lain menetapkan peraturan yang berbeda kepada negara non mitra dagang.
Melalui kerja sama kawasan ini, akses pasar diharapkan menjadi lebih baik dan
berbagai kemudahan dapat dirasakan, seperti perlakuan pajak yang lebih ringan
dan penetapan kebijakan tarif/non tarif, sehingga dapat meningkatkan volume
perdagangan diantara kawasan tersebut yang meningkatkan pertumbuhan ekonomi
serta tingkat kesejahteraan yang merata diantara negara anggota.
Kerja sama perdagangan bebas dapat terjadi antara dua atau tiga negara
baik dalam satu kawasan yang sama maupun berbeda, serta dapat pula banyak
negara dalam kawasan yang sama. Dalam kurun waktu dua dasawarsa ini,
perjanjian perdagangan kawasan mengalami peningkatan yang signifikan, dimana
pertumbuhannya mencapai 13 persen per tahun. Berdasarkan data WTO, hingga
tahun 2014 terdapat 398 perjanjian perdagangan regional dalam WTO yang
meliputi 230 Free Trade Agreement, 26 Custom Union, 127 Economic Integration
Area, dan 15 Preferential Trade Agreement1. Sementara itu, hingga tahun 2014,
Indonesia telah terlibat dalam 25 perjanjian perdagangan regional, dimana 8
perjanjian telah ditandatangani dan berlaku, 1 perjanjian telah ditandatangani
namun belum berlaku, 6 perjanjian dalam tahap peluncuran negosiasi, 1 perjanjian
dalam tahap penandatanganan persetujuan kerangka kerja, dan 9 perjanjian masih
dalam tahap usulan2.

1
2

WTO. http://rtais.wto.org/UI/publicsummarytable.aspx (diakses 9 Januari 2015)
ADB. http://aric.adb.org/fta-all (diakses 9 Januari 2015)

2

Secara ideal, kerja sama perdagangan bebas dilakukan oleh negara-negara
satu kawasan, mempunyai dasar yang sama, dan dalam tahap pembangunan yang
seimbang. Namun dalam perkembangannya, proses integrasi tidak hanya
mempertimbangkan hal tersebut saja, tetapi juga didasarkan pada kepentingan
ekonomi, salah satu contohnya adalah Asia Pacific Economic Cooperation
(APEC), dimana kerja sama ekonomi ini terdiri dari negara-negara di kawasan
Asia Pasifik yang memiliki berbagai latar belakang dan tingkat perekonomian
yang berbeda.
Kerja sama ekonomi di kawasan Asia Pasifik atau dikenal dengan Asia
Pacific Economic Cooperation (APEC) dibentuk pada tahun 1989 dan saat ini
beranggotakan 21 kawasan ekonomi di Asia Pasifik. Pembentukan APEC
dimaksudkan untuk lebih jauh mendorong pertumbuhan ekonomi dan
kemakmuran serta memperkuat komunitas Asia Pasifik. Sejak terbentuknya,
APEC telah berupaya untuk menurunkan hambatan tarif dan non tarif dengan
maksud untuk menciptakan ekonomi domestik yang efisien dan meningkatkan
ekspor, sehingga akan mendorong pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan
kerja dan memberikan peluang yang lebih luas bagi perdagangan internasional
dan investasi. Selain itu, biaya produksi yang lebih rendah akan mendorong
terciptanya harga barang dan jasa yang lebih murah. Oleh karena itu APEC
berusaha menciptakan lingkungan yang aman dan efisien bagi pergerakan barang,
jasa dan sumber daya manusia melintasi batas negara di kawasan Asia Pasifik
melalui kebijakan dan kerja sama ekonomi dan teknik. Salah satu upaya kerja
sama ekonomi yang dilakukan adalah dengan menjalin kerja sama di antara
negara-negara kawasan Asia Pasifik.
250

300
250

Jumlah Perjanjian

200

200
150
150
100
100
50

50

0

0
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Tahun

Bilateral

Plurilateral

Total

Sumber : ADB, 2015

Gambar 1 Perkembangan perjanjian kerja sama regional di kawasan Asia Pasifik
periode 2000-2014
Gambar 1 menunjukkan perkembangan perjanjian kerja sama regional di
kawasan Asia Pasifik dalam periode 2000-2014 mengalami pertumbuhan yang
pesat. Jika dibandingkan dengan tahun 2000, pada tahun 2014 total perjanjian
perdagangan regional di kawasan ini tumbuh mencapai 4 kali lipatnya dengan

3

pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2004. Namun demkian, perjanjian kerja
sama regional di kawasan ini masih lebih di dominasi oleh perjanjian kerja sama
bilateral dibandingkan dengan kerja sama plurilateral.
Dalam kerangka Free Trade Area of the Asia Pacific (FTAAP), dampak
liberalisasi perdagangan di kawasan Asia Pasifik akan menurunkan harga barang,
meningkatkan output nasional dan akses pasar serta meningkatkan efisiensi
produksi. Manfaat dari pelaksanaan liberalisasi perdagangan terhadap kondisi
makroekonomi akan tergantung dengan derajat liberalisasinya. Kawasaki (2010)
menyebutkan bahwa FTAAP akan meningkatkan rata-rata GDP riil anggota
APEC sebesar 1.9 persen. Peningkatan GDP riil terbesar dialami oleh beberapa
negara ASEAN, yaitu Vietnam sebesar 37.3 persen, Thailand sebesar 25 persen.
dan Malaysia sebesar 12.6 persen. Sementara itu, peningkatan GDP riil Indonesia
hanya sebesar 3.7 persen.
Kerja sama ekonomi di kawasan Asia Pasifik bernilai strategis bagi
Indonesia. Berdasarkan data ITC (2015), pada tahun 2013 transaksi perdagangan
di kawasan ini mencapai US$ 18 trilyun, sementara itu transaksi perdagangan
dunia mencapai US$ 37 trilyun. Pada tahun tersebut transaksi anggota forum
merupakan representasi dari 49 persen transaksi perdagangan dunia. Hal tersebut
menunjukkan bahwa kawasan ini merupakan kawasan yang aktif dalam
mensukseskan perdagangan internasional.
Pada periode yang sama, nilai GDP kawasan ini sebesar US$ 42.8 trilyun,
sementara GDP dunia sebesar US$ 74.9 trilyun, dengan demikian GDP Kawasan
Asia Pasifik mencapai 57 persen dari GDP dunia. Disamping itu, jumlah
penduduk kawasan ini mencapai 39 persen dari populasi penduduk dunia, dimana
populasi anggota APEC mencapai 2.8 milyar jiwa dan populasi dunia mencapai
7.1 milyar jiwa (WDI, 2014). Hal tersebut dapat menjadi pasar potensial bagi
produk ekspor Indonesia.

Nilai ekspor/impor (miliar US$)

160.00
140.00
120.00
100.00
Total Ekspor

80.00

Total Impor

60.00

Net Ekspor

40.00
20.00
(20.00)

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun

Sumber : UN Comtrade, 2014

Gambar 2 Perkembangan nilai ekspor, impor, dan net ekspor Indonesia ke
kawasan Asia Pasifik periode 2004-2013
Berdasarkan data Comtrade tahun 2014, dalam kurun waktu 10 tahun
terakhir, rata-rata nilai ekspor Indonesia ke kawasan Asia Pasifik mencapai 73.6
persen dari ekspor Indonesia ke dunia. Gambar 2 menunjukkan pertumbuhan

4

ekspor Indonesia ke kawasan Asia Pasifik cenderung menunjukkan trend yang
positif, meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa kondisi krisis global 2008
menyebabkan penurunan yang signifikan, khususnya ke negara tujuan utama
ekspor Indonesia. Sebanyak sembilan dari sepuluh negara tujuan utama ekspor
Indonesia adalah negara-negara di kawasan Asia Pasifik, sementara itu delapan
dari sepuluh negara importir utama Indonesia juga merupakan negara-negara
kawasan Asia Pasifik. Pertumbuhan impor Indonesia ke kawasan ini menunjukkan
trend positif dengan pertumbuhan yang melebihi pertumbuhan ekspornya. Hal ini
menyebabkan net ekspor (trade balance) Indonesia menjadi negatif pada tahun
2012 dan 2013.
Kondisi ini harus mendapatkan perhatian serius pemerintah Indonesia
karena ekspor merupakan salah satu tulang punggung penerimaan negara.
Pemerintah sebaiknya fokus meningkatkan ekspor, khususnya pada komoditas
unggulan Indonesia yang berdaya saing dan memiliki intensitas perdagangan yang
erat. Dalam kerangka kerja sama perdagangan kawasan, upaya untuk fokus
terhadap komoditas unggulan ekspor Indonesia ke kawasan Asia Pasifik
diharapkan dapat menjadi momentum untuk meningkatkan ekspor Indonesia.
Perumusan Masalah
Pada pertemuan para pimpinan APEC yang pertama tahun 1993 di SeattleBlake Island Amerika Serikat telah disepakati visi APEC adalah “Terciptanya
suatu komunitas yang dilandasi semangat keterbukaan dan upaya kerja sama
untuk menghadapi perubahan, memperlancar arus barang, jasa dan investasi,
mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih merata, mencapai standar hidup dan
pendidikan yang lebih tinggi, dan mewujudkan pertumbuhan berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan”. Tujuan utama APEC adalah mendorong pertumbuhan
ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan di kawasan Asia Pasifik.
Kunci utama dalam mencapai visi dan tujuan APEC dirumuskan pada saat
Indonesia menjabat sebagai Ketua APEC pada tahun 1994 yang tertuang dalam
Bogor Goals yaitu: “Tercapainya perdagangan dan investasi yang bebas di
kawasan Asia Pasifik pada tahun 2010 bagi ekonomi maju dan pada tahun 2020
bagi ekonomi berkembang”. Secara garis besar, kerja sama ini mengutamakan
aktifitas yang dapat mendorong terciptanya kawasan perdagangan dan investasi
yang bebas serta terbuka untuk memenuhi Bogor Goals dalam tiga aspek yaitu
liberalisasi perdagangan, fasilitasi usaha, serta kerja sama ekonomi dan teknik.
Oxley (1996) menyampaikan bahwa anggota APEC pada dasarnya setuju
terhadap gagasan untuk meningkatkan integrasi ekonomi, namun masih belum
jelas strategi untuk memulai tindakan yang kongkrit dalam pengurangan hambatan
perdagangan tersebut. Road map untuk mencapai liberalisasi perdagangan antar
sesama anggota APEC telah ditetapkan pada Osaka Action Agenda tahun 1995.
Usulan untuk melaksanakan liberalisasi perdagangan dalam bentuk Free Trade
Area oleh seluruh anggota kerja sama ekonomi kawasan Asia Pasifik kembali
dibahas pada tahun 2004, namun saat itu belum mendapatkan respon yang baik
dari negara anggota. Han (2007) juga menyampaikan bahwa pada saat pemimpin
APEC pertama kali menginstruksikan untuk mempelajari kemungkinan FTAAP
pada Rapat Pimpinan APEC di Hanoi tahun 2006, hal ini tidak mendapatkan
respon yang serius dari anggota APEC.

5

Pada pertemuan APEC di Yokohama tahun 2010, Jepang juga
mengusulkan agar diterapkan Free Trade Area oleh seluruh anggota APEC
sebagai tindak lanjut dari kesepakatan Bogor Goals. Namun demikian, tindak
lanjut dari usulan ini juga tergolong lambat. Sato (2004) menyebutkan bahwa
kurangnya kemajuan tindak lanjut dari rencana perdagangan bebas oleh anggota
APEC adalah karena beragamnya kepentingan domestik dan pendekatan yang
berbeda-beda dalam menuju perdagangan bebas tersebut. Rencana penerapan
FTAAP membuat anggota APEC menjadi dilema. Han (2007) menyebutkan
bahwa APEC merupakan forum kerja sama ekonomi semi ‘multilateral’ tanpa
mekanisme yang memaksa anggotanya dalam perjanjian kerja sama apapun. Di
sisi lain, anggota APEC memerlukan wadah perdagangan yang credible.
Oleh karena itu pada APEC Committee on Trade and Investment ke-3
(CTI3) tersebut, China menyampaikan kembali usulannya agar FTAAP dapat
terlaksana pada 2025. Pada KTT APEC di Beijing pada 10-11 Nopember 2014,
tiga tema utama yang dibahas adalah integrasi ekonomi kawasan, penguatan
konektivitas dan infrastruktur, serta upaya mendorong reformasi dan pertumbuhan
ekonomi kawasan. Dari beberapa agenda yang dibahas, FTAAP merupakan salah
satu isu yang banyak mendapatkan perhatian dari anggota APEC karena
diperlukan persiapan yang matang.
Oktaviani (2000) menyatakan bahwa liberalisasi perdagangan APEC
ditemukan secara umum bermanfaat dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi
sebagian besar anggota APEC baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka
panjang, kecuali Amerika Utara. Dampak liberalisasi perdagangan akan lebih
dirasakan apabila keseluruhan negara anggota terlibat dibandingkan jika hanya
negara maju saja yang terlibat. Meskipun negara berkembang tidak terlibat,
Indonesia akan masih tetap mendapat keuntungan jika berpartisipasi pada
liberalisasi perdagangan APEC, namun dengan nilai yang kecil.
Di satu sisi, pelaksanaan FTAAP akan memberikan manfaat bagi
anggotanya, namun di sisi lain juga berpotensi menjadi ancaman jika tidak
dipersiapkan dengan baik. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia masih mengkaji
usulan tersebut. Indonesia berpendapat target waktu ini masih perlu dikaji lebih
dalam, mengingat perlunya mempersiapkan pelaku usaha dan sektor-sektor terkait
serta memperbaiki kelemahan domestik seandainya FTAAP dilaksanakan.
Pada tahap pengkajian usulan, masing-masing pihak mempertimbangkan
dan menganalisis kelayakan FTAAP dimana salah satu langkahnya adalah
membentuk joint study grup. Pada tahap ini pemerintah harus cermat dan
mengedepankan kepentingan domestik, karena hal ini sangat penting untuk
melihat sejauh mana kerja sama FTAAP dapat memberikan keuntungan bagi
Indonesia. Disamping itu, diperlukan banyak referensi dari berbagai sudut
pandang sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan perundingan kerja sama.
Salah satu upaya pemerintah Indonesia agar mendapatkan keuntungan dari
pelaksanaan FTAAP adalah dengan mengoptimalkan ekspor Indonesia ke
kawasan Asia Pasifik mengingat tujuan ekspor Indonesia masih di dominasi oleh
negara anggota APEC. Selain itu juga, pemerintah harus cermat dalam melihat
potensi ekonomi anggota APEC, sehingga dapat dilakukan pemetaan atau analisis
terhadap komoditi-komoditi unggulan ekspor Indonesia ke kawasan Asia Pasifik.
Untuk itu, dalam proses negosiasi, salah satu fokus pemerintah harus
mempertimbangkan daya saing komoditas ekspor Indonesia dibandingkan dengan

6

negera Asia Pasifik lainnya serta dampaknya terhadap kinerja perdagangan
Indonesia, khususnya dari sisi permintaan ekspor komoditas unggulan Indonesia
di kawasan ini.
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka masalah yang relevan untuk
dirumuskan pada penelitian ini antara lain:
1. Bagaimana potensi ekonomi negara-negara anggota APEC sebagai pasar
potensial untuk ekspor?
2. Apa komoditas unggulan ekspor Indonesia ke kawasan Asia Pasifik?
3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ekspor komoditi unggulan
Indonesia ke kawasan Asia Pasifik?
4. Bagaimana dampak liberalisasi perdagangan di kawasan Asia Pasifik (jika
FTAAP diterapkan) terhadap ekspor komoditas unggulan Indonesia?
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian yang dilakukan secara umum adalah menganalisis
dampak jika FTAAP di terapkan terhadap permintaan ekspor komoditas unggulan
Indonesia. Secara khusus, tujuan penelitian yang dilakukan adalah:
1. Mengidentifikasi potensi ekonomi negara-negara anggota APEC sebagai pasar
tujuan untuk ekspor.
2. Menganalisis komoditas unggulan ekspor Indonesia ke kawasan Asia Pasifik.
3. Menganalisis determinan ekspor komoditi unggulan Indonesia ke kawasan
Asia Pasifik.
4. Menganalisis dampak liberalisasi perdagangan di kawasan Asia Pasifik
terhadap ekspor komoditas unggulan Indonesia.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini sebagai berikut :
1. Sumber informasi ilmiah dan salah satu referensi bagi pemerintah dalam
perumusanan kebijakan, khususnya terkait rencana penerapan FTAAP.
2. Referensi pemilihan produk ekspor ke kawasan Asia Pasifik bagi pelaku usaha.
3. Sumber informasi ilmiah yang dapat memperluas pengetahuan pembaca, serta
dapat dijadikan acuan bagi penelitian selanjutnya.
Ruang Lingkup Penelitian
Adapun ruang lingkup pada penelitian ini antara lain:
1. Pada penelitian ini, Free Trade Area didefinisikan sebagai kebijakan
penghapusan/penurunan hambatan tarif kepada sesama anggota. Oleh karena
itu, dampak liberalisasi perdagangan di kawasan Asia Pasifik terhadap ekspor
dari Indonesia dicerminkan dari hasil estimasi pendugaan koefisien ‘tax’ yang
diperoleh dari metode data panel.
2. Sudut pandang penelitian ini difokuskan dari sisi permintaan ekspor, sehingga
perumusan model pendugaan diturunkan dari teori permintaan ekspor.
3. Sehubungan dengan keterbatasan data, pada analisis dampak liberalisasi
perdagangan terhadap ekspor komoditi panel dan kopi hanya menggunakan 15
negara anggota APEC, sementara komoditi lainnya menggunakan 20 negara.

7

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Teoritis
Liberalisasi Perdagangan
Liberalisasi perdagangan atau perdagangan bebas adalah konsep ekonomi
yang merujuk kepada sistem perdagangan barang dan jasa antar negara tanpa
adanya intervensi pemerintah dalam bentuk tarif dan hambatan perdagangan
lainnya, seperti: kuota, subsidi, dan pajak (Krugman et al., 2012). Salah satu
bentuk liberalisasi perdagangan adalah dengan pembentukan kawasan
perdagangan bebas.
Free Trade Area adalah suatu bentuk kerja sama ekonomi regional yang
memperdagangkan produk-produk original negara-negara anggotanya yang tidak
dipungut bea masuk atau bebas bea masuk. Dengan kata lain,”internal tariff”
antara negara anggota menjadi 0 persen, sedangkan masing-masing negara
memiliki “external tariff” sendiri-sendiri (Firdaus, 2011). Sejalan dengan hal
tersebut, Basri dan Munandar (2010) menyampaikan bahwa Free Trade Area
merupakan bentuk kesepakatan perdagangan internasional yang kadar restriksi
perdagangannya paling rendah di antara bentuk perjanjian perdagangan lainnya.
Dua negara atau lebih dikatakan membentuk FTA apabila mereka bersepakat
untuk menghilangkan semua kewajiban impor atau hambatan perdagangan, baik
dalam bentuk tarif maupun non-tarif terhadap semua barang yang diperdagangkan
diantara mereka, sedangkan terhadap negara-negara lain yang bukan anggota
masih tetap diperlakukan menurut ketentuan di masing-masing Negara.
Keuntungan yang akan diperoleh negara-negara yang bergabung dalam
suatu FTA, khususnya untuk negara berkembang antara lain adalah economies of
scale. Pasar yang dilindungi pada awalnya menyebabkan berkurangnya tingkat
kompetisi dan meningkatkan profit produsen di pasar tersebut, tetapi karena
dibukanya pasar tersebut pada akhirnya akan mendorong banyak perusahaan
untuk masuk ke dalam industri tersebut yang dapat meningkatkan efisiensi
industri tersebut dalam berproduksi (Krugman et al., 2012).
Permintaan Ekspor
Permintaan ekspor secara umum dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan suatu barang. Sebagaimana hukum permintaan, faktor
utama yang mempengaruhi jumlah (volume) barang yang diminta adalah harga
barang tersebut, pendapatan konsumen, harga barang lain, dan selera. Namun
demikian, terkait dengan konteks perdagangan internasional, maka variabel tarif,
nilai tukar, jarak dan jumlah penduduk juga menjadi faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan ekspor suatu barang. Variabel tarif, nilai tukar, dan
jarak (sebagai proxy biaya transportasi) akan mempengaruhi pembentukan harga
ekspor untuk selanjutnya akan mempengaruhi permintaan ekspor. Sementara itu,
jumlah penduduk berkaitan dengan jumlah barang ekspor yang diminta.
Hubungan Harga dan Volume Ekspor
Harga merupakan faktor utama yang mempengaruhi volume (kuantitas)
ekspor. Perkalian antara harga barang (Px) yang diekspor dengan kuantitas
permintaannya (Qx) merupakan besaran nilai ekspor. Dengan demikian nilai

8

ekspor sama dengan total revenue (TR) atau penerimaan total eksportir. Jika
diasumsikan bahwa kurva permintaan mempunyai slope bernilai negatif, kenaikan
harga (Px) akan mengakibatkan penurunan volume (Qx) dan sebaliknya,
penurunan harga (Px) akan mengakibatkan peningkatan volume (Qx).
Dampak dari perubahan harga (Px) terhadap total penerimaan eksportir
(TR) ditentukan oleh sifat dari elastisitas permintaan terhadap harga (Nicholson,
1991). Elastisitas harga mengukur tingkat kepekaan jumlah barang yang diminta
(Qx) akibat dari perubahan harganya (Px). Elastisitas harga dinyatakan dalam
persamaan:



,

=

%�

%�

=





/

/

=







…………..………………..……...(1)

Sehubungan dengan jumlah barang yang diminta berhubungan negatif
terhadap harga, maka nilai elastisitas pun dalam bentuk negatif. Suatu barang
dikatakan elastis apabila persentase perubahan jumlah barang yang diminta lebih
besar daripada persentase perubahan harganya (e x, x > 1). Pada barang yang
elastis, penururnan harga sebesar satu persen akan meningkatkan jumlah barang
yang diminta lebih dari satu persen. Sebaliknya, pada barang inelastis (tidak
begitu responsif terhadap perubahan harga), maka angka elastisitasnya akan
kurang dari 1. Namun, apabila persentase perubahan harga suatu barang sama
dengan persentase perubahan kuantitinya, maka barang tersebut dikatakan unit
elastic (Nicholson, 1991). Berdasarkan konsep elastisitas, pada barang yang
bersifat inelastis, penurunan harga (Px) akan mengakibatkan penurunan total
penerimaan eksportir. Hal sebaliknya, bila barang bersifat elastis, maka penurunan
harga (Px) akan mengakibatkan peningkatan total penerimaan eksportir
(Nicholson, 1991). Jika terjadi peningkatan harga, maka dampaknya akan
sebalinya.

Sumber : Nicholson, 1991

Gambar 3 Hubungan harga, jumlah dan total revenue
Hubungan Tarif dan Volume Ekspor
Tarif merupakan salah satu instrumen yang digunakan pemerintah dalam
mengatur perdagangan lintas negara. Tarif impor adalah pajak yang dibebankan
terhadap komoditas yang diimpor dari negara lain. Terdapat beberapa jenis tarif
berdasarkan perhitungannya, yaitu tarif ad valoren, spesifik, dan gabungan. Tarif

9

ad valorem dihitung berdasarkan persentase tertentu terhadap nilai impor. Tarif
spesifik ditentukan sebagai beban tetap per unit produk impor. Sedangkan, tarif
gabungan adalah penggabungan tarif ad valoren dan tarif spesifik.
Hasil analisis menunjukkan terdapat enam komoditi unggulan ekspor
Indonesia ke kawasan Asia Pasifik. Namun demikian, share keenam komoditi
tersebut tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan total ekspor Indonesia ke
kawasan ini. Atas dasar pertimbangan tersebut, Indonesia diasumsikan sebagai
negara terbuka kecil. Gambar 4 menunjukkan dampak penurunan tarif impor di
negara importir terhadap volume ekspor dari Indonesia.
Penerapan kebijakan tarif impor di negara importir menyebabkan tingkat
harga menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan harga dunia. Kondisi ini
menyebabkan jumlah barang ekspor dari Indonesia ke kawasan ini hanya sebesar
b-c. Jika FTA diterapkan, maka akan diberlakukan kebijakan penghapusan atau
penurunan tarif impor kepada sesama anggota FTA. Kondisi ini akan mendorong
harga yang di terima importir menjadi lebih rendah dibandingkan sebelum FTA.
Penurunan harga akan mendorong peningkatan jumlah barang yang diminta di
negara importir (a-d). Hal ini berimplikasi pada meningkatnya jumlah barang
ekspor yang diminta, dengan asumsi cateris paribus.

Sumber : Krugman et al., 2012

Gambar 4 Dampak penurunan tarif impor negara importir terhadap volume ekspor
negara exportir
Hubungan Pendapatan dan Volume Ekspor
Salah satu faktor yang mempengaruhi permintaan adalah pendapatan.
Apabila pendapatan meningkat maka permintaan juga akan mengalami
peningkatan. Pada penelitian ini, pendapatan konsumen di proxy dengan nilai
GDP per kapita riil (RGDPC) negara importir. Besaran GDP per kapita
merupakan salah satu indikator untuk menunjukkan daya beli masyarakat suatu
negara. Penelitian Abidin et al. (2013) yang menunjukkan bahwa PDB per kapita
memiliki pengaruh positif terhadap perdagangan. Dengan demikian, apabila
pendapatan yang dimiliki Negara importir meningkat, maka akan mendorong
peningkatan volume ekspor dari negara eksportir.

10

Hubungan Jumlah Penduduk dan Volume Ekspor
Jumlah populasi merupakan salah satu indikator yang dapat menunjukkan
ukuran suatu negara. Head dan Mayer (2013) menyatakan bahwa ekspor
meningkat secara proporsional sesuai dengan ukuran ekonomi negara tujuan.
Dengan demikian, jumlah populasi negara importir dapat mempengaruhi
permintaan ekspor negara eksportir.
Jumlah populasi dapat mempengaruhi ekspor dari dua sisi yaitu dari segi
penawaran maupun permintaan. Pada sisi penawaran, pertambahan jumlah
populasi dapat memenuhi kebutuhan tenaga kerja untuk sektor-sektor tertentu
yang membutuhkan tenaga manusia dalam melakukan kegiatan produksi.
Sementara itu pada sisi permintaan, pertumbuhan populasi akan dapat mendorong
peningkatan konsumsi baik terhadap komoditi dalam negeri maupun luar negeri.
Penelitian Zahra dan Leili (2011) menunjukkan populasi negara pengimpor
memiliki pengaruh positif terhadap perdagangan. Oleh karena itu, pertambahan
jumlah penduduk diduga akan dapat meningkatkan jumlah barang ekspor yang
diminta.
Hubungan Nilai Tukar Riil dan Volume Ekspor
Ketika melakukan perdagangan dengan negara lain, maka dibutuhkan mata
uang yang disepakati sebagai alat tukar agar transaksi dapat berjalan lancar.
Penggunaan nilai tukar dalam model gravity pertama kali dilakukan oleh
Bergstrand (Setyawati, 2015). Seiring dengan perkembangan penelitian, nilai
tukar riil mulai banyak digunakan pada anaisis aliran perdagangan dengan model
gravity, sebagai salah satu variabel untuk melihat term of trade.
Perbandingan antara harga mata uang domestik terhadap harga mata uang
luar negeri disebut nilai tukar nominal (kurs nominal). Besarnya nilai tukar
berfluktuasi dari waktu ke waktu tergantung kekuatan permintaan dan penawaran
mata uang di pasar valuta asing. Oleh karena itu, untuk mencerminkan daya beli
dalam nilai tukar yang digunakan dalam bentuk riil. Nilai tukar riil menyatakan
tingkat dimana pelaku ekonomi dapat memperdagangkan barang-barang dari
suatu Negara untuk barang-barang dari Negara lain sehingga terkadang disebut
terms of trade (Mankiw, 2007). Dampak perlemahan nilai mata uang rupiah
terhadap mata uang asing (depresiasi nilai tukar) terhadap permintaan ekspor akan
meningkatkan volume ekspor negara eksportir.
Hubungan Jarak dan Volume Ekspor
Jarak merupakan proxy untuk biaya transportasi. Jarak antara kedua negara
perdagangan sering diukur dengan menggunakan rumus lingkaran besar, yang
memperhitungkan bujur dan lintang dari modal atau "pusat ekonomi" dari masingmasing negara. Jarak yang lebih besar tidak hanya menunjukkan biaya
transportasi yang lebih besar, tetapi juga berkorelasi dengan besarnya perbedaan
budaya, yang dapat menghambat transfer informasi dan pembentukan
kepercayaan. Oleh karena itu, diharapkan tanda negatif dalam persamaan gravitasi
untuk variabel jarak (Gul dan Yasin, 2011). Sejalan dengan hal tersebut, Disder
dan Head (2006) melakukan kajian terhadap 1476 efek jarak dengan data yang

11

berasal dari 103 paper, dimana hasilnya menunjukkan bahwa perdagangan
internasional akan menurun dengan adanya faktor jarak.
Pada penelitian ini, jarak yang digunakan adalah jarak ekonomi. Oleh
karena itu, semakin semakin jauh jarak negara eksportir dengan importir, maka
semakin tinggi biaya transportasi dan hal ini akan mendorong penurunan jumlah
permintaan barang ekspor. Jarak ekonomi dirumuskan sebagai jarak geografi
antara ibukota Indonesia dengan ibukota masing-masing Negara APEC (km)
dikali dengan share GDP nominal masing-masing negara APEC terhadap total
GDP nominal negara APEC.
Tinjauan Empiris
Teori perdagangan menyebutkan bahwa liberalisasi perdagangan akan
menstimulasi perdagangan internasional, investasi dan produksi. Salah satu
tujuannya adalah mempercepat aliran perdagangan lintas Negara dengan
menghilangkan hambatan baik tarif maupun non tarif, sehingga dapat memberikan
keuntungan bagi anggota-anggotanya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Baier dan Bergstrand (2007) di USA dengan menggunakan data panel, ditemukan
bahwa efek penerapan FTA mendorong arus perdagangan menjadi lima kali
lipatnya dan jumlah anggota yang terlibat dalam kerja sama perdagangan bilateral
menjadi dua kali lipatnya setelah sepuluh tahun. Economic Committee APEC
(1997) juga meneliti mengenai dampak liberalisasi perdagangan di APEC, dimana
hasilnya menunjukkan bahwa produksi diduga akan lebih efisien, GDP, ekspor
dan impor, dan pendapatan riil akan mengalami peningkatan dengan pelaksanaan
liberalisasi perdagangan di kawasan ini.
Oktaviani (2000) melakukan analisis terkait dampak liberalisasi
perdagangan APEC pada perekonomian Indonesia dan sektor pertanian dengan
menggunakan model Orani-F. Liberalisasi perdagangan APEC ditemukan secara
umum bermanfaat dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebagian besar
anggota APEC baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang, kecuali
Amerika Utara. Dampak liberalisasi perdagangan akan lebih dirasakan apabila
keseluruhan negara anggota terlibat dibandingkan jika hanya negara maju saja
yang terlibat. Indonesia akan mendapatkan keuntungan dengan berpartisipasi pada
liberalisasi perdagangan ini, bahkan jika negara berkembang tidak terlibat,
meskipun dengan efek yang kecil.
Kim, et al. (2013) melakukan analisis terkait dampak pelaksanaan Free
Trade Area of the Asia Pasific (FTAAP) dengan menggunakan model CGE. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan FTAAP akan memberikan
manfaat yang positif, yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi kawasan dan
meningkatkan kesejahteraan. Sejalan dengan hal tersebut, Rodriguez (2008) juga
telah melakukan penelitian serupa namun dari sudut pandang Philipina. Dengan
menggunakan metode AGE, hasil penelitian ini menunjukkan pelaksanaan
FTAAP akan memberikan manfaat dalam peningkatan output dan tenaga kerja.
Penurunan tarif akan memberikan manfaat yang lebih besar pada produk nonpertanian. Pelaksanaan FTAAP akan memberikan manfaat yang lebih besar
dibandingkan dengan pelaksanaan ASEAN+3 FTA.
Penelitian yang dilakukan oleh Ibrahim (2012) secara empiris
memperkirakan parameter fungsi permintaan ekspor untuk Mesir dengan

12

menggunakan data dari tahun 1990-2008 mengkonfirmasi bahwa ada hubungan
yang signifikan antara nilai riil ekspor untuk Mesir dengan GDP riil mitra dagang,
harga ekspor relatif, dan nilai tukar riil. Hasil estimasi menunjukkan bahwa semua
variabel memiliki hubungan yang signifikan dan tanda sesuai dengan teori, dan
elastisitas pendapatan riil, harga relatif dan nilai tukar yang lebih kecil dari satu.
Sementara itu, penelitian terkait komoditi unggulan Indonesia ke pasar
internasional dapat dilihat dari penelitian Jalil dan Firdaus. Jalil (2012) melakukan
identifikasi komoditi unggulan dan faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor
Indonesia ke Uni Eropa. Hasilnya menunjukkan komoditi unggulan ekspor
Indonesia ke Uni Eropa, yaitu komoditi produk minyak sawit, karet, kopi, alas
kaki serta produk elektronik. Sementara itu, tingkat integrasi seluruh komoditi
unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa termasuk strong integration yang
menunjukkan hubungan perdagangan dua arah antara Indonesia dengan Uni Eropa.
Komoditi unggulan ekspor Indonesia ke pasar Uni Eropa secara agregat signifikan
dipengaruhi oleh ekspor komoditi tersebut pada tahun sebelumnya, GDP riil
Indonesia, GDP riil negara tujuan ekspor Indonesia, GDP per kapita negara tujuan,
nilai tukar riil rupiah terhadap mata uang negara tujuan ekspor Indonesia, serta
jarak ekonomi.
Firdaus (2011) menganalisis mengenai kinerja perdagangan dan dampak
FTA ASEAN+3 terhadap Perekonomian Indonesia. Berdasarkan hasil analisis
RCA, EPD dan IIT menunjukkan Indonesia belum memiliki kinerja atau daya
saing dalam menghadapi ASEAN+3 FTA, dimana Indonesia unggul pada sektor
pertambangan dan penggalian serta sektor minyak nabati dan hewani saja.
Analisis dampak ASEAN Plus Three FTA dilakukan dengan menggunakan model
Global Trade Analysis Project (GTAP). Berdasarkan analisis dampak ASEAN
Plus Three FTA maka dapat disimpulkan bahwa FTA ini hanya berpengaruh kecil
terhadap performa ekonomi makro Indonesia. Terlihat dari peningkatan PDB riil,
investasi dan peubah makro lainnya yang meningkat relatif lebih kecil dari
negara-negara ASEAN+3 lainnya. Indonesia mengalami peningkatan impor di
seluruh sektor, sementara peningkatan ekspor tidak sebesar peningkatan impornya.
Namun demikian, keadaan ini lebih baik daripada tidak melakukan FTA, karena
deficit neraca perdagangan menjadi lebih kecil pada saat melakukan FTA.
Alur Pemikiran
Alur pemikiran penelitian ini tersaji pada Gambar 5. Dalam periode 20002014, perjanjian perdagangan kawasan mengalami peningkatan yang signifikan,
dimana pertumbuhannya mencapai 13 persen per tahun. Sebagai negara small
open economy, Indonesia juga aktif terlibat dalam berbagai kerja sama kawasan,
salah satunya adalah APEC. Indonesia telah tergabung dalam APEC sejak awal
pendiriannya tahun 1989.
Pada awal pembentukan APEC, forum ini difokuskan sebagai forum
konsultasi, bukan sebagai forum negoisasi. Namun demikian, seiring dengan
berjalannya waktu orientasi ini mulai bergeser ke arah negoisasi kerja sama
perdagangan kawasan, sebagaimana yang tertuang dalam Bogor Goals,
“Tercapainya perdagangan dan investasi yang bebas dikawasan Asia Pasifik pada
tahun 2010 bagi ekonomi maju dan pada tahun 2020 bagi ekonomi berkembang”.
Sehubungan dengan hal tersebut, pada KTT di Beijing Nopember 2014 salah satu

13

isu yang diangkat adalah rencana penerapan Free Trade Area oleh seluruh Negara
yang tergabung dalam APEC. China mengusulkan agar Free Trade Area of The
Asia Pacific (FTAAP) dapat dilaksanakan mulai 2025. Dari beberapa agenda yang
dibahas, FTAAP merupakan salah satu isu yang banyak mendapatkan perhatian
dari Ekonomi APEC dan perlu disiapkan dengan matang. Sehubungan dengan hal
tersebut, diperlukan studi yang mengkaji dampak jika FTAAP dilaksanakan.
1. Perjanjian perdagangan kawasan mengalami peningkatan yang signifikan
2. Indonesia tergabung dalam APEC pada 1989
1. Adanya dorongan pembentukan FTAAP (Free Trade Area of The Asia Pacific)
pada 2025
2. Pemerintah masing-masing negara sedang berupaya melakukan kajian
Referensi terkait kajian dampak jika FTAAP dilaksanakan diharapkan bermanfaat
untuk perumusan kebijakan oleh pemerintah

Potensi ekonomi negara-negara anggota APEC sebagai pasar tujuan untuk ekspor

Komoditas unggulan ekspor
- Daya saing produk (RCA)
- Pertumbuhan pangsa ekspor (EPD)
- Intensitas perdagangan (IIT)

Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor komoditi unggulan Indonesia ke
kawasan Asia Pasifik (data panel)
Dampak FTAAP terhadap ekspor komoditas unggulan Indonesia

Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan
Gambar 5 Alur pikir
Analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian adalah Revalead
Comparatif Advantage (RCA), Export Product Dynamic (EPD), Intra Industry
Trade (IIT), dan Metode Data Panel. Untuk menganalisa komoditas unggulan
ekspor akan digunakan kombinasi RCA dan EPD. Perhitungan IIT akan
digunakan untuk menganalisa intensitas perdagangan komoditas unggulan intra
APEC. Sementara itu, untuk menganalisa dampak FTAAP terhadap ekspor
Indonesia akan digunakan Metode Data Panel. Keseluruhan alat analisis ini akan

14

digunakan secara bertahap dan saling terkait. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan.
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan teori dan studi penelitian terdahulu, hipotesis penelitan ini
sebagai berikut:
1. Harga ekspor riil, tarif impor di Negara importir dan jarak ekonomi
memiliki hubungan negatif terhadap volume ekspor komoditi unggulan
Indonesia dari negara kawasan Asia Pasifik.
2. Populasi dan GDP per kapita riil negara tujuan ekspor memiliki hubungan
positif terhadap volume ekspor komoditi unggulan Indonesia dari negara
kawasan Asia Pasifik.
3. Depresiasi nilai tukar riil rupiah terhadap dolar memiliki pengaruh positif
terhadap volume ekspor komoditi unggulan Indonesia dari negara kawasan
Asia Pasifik.
4. Penurunan harga pada komoditi yang elastis akan meningkatkan penerimaan
ekspor, sementara penurunan harga pada komoditi inelastis akan
menurunkan penerimaan ekspor.

15

3 METODE
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder tahun
20