Bahan nkp REVOLUSI MENTAL
Bahan nkp :
Revolusi Mental Polri
PEMERINTAHAN Jokowi-JK telah membuat visi, misi, dan slogan baru dalam
konteks sistem politik Indonesia, dengan mencetuskan visi trisaksi, yaitu misi
Nawa Cita dan slogan revolusi mental, yang harus dijabarkan oleh setiap
kementerian, lembaga, dan instansi pemerintahan, termasuk Polri. Sebagai
organisasi yang berada dalam struktur pemerintahan, Polri dituntut untuk
melakukan revolusi mental dalam setiap pelaksanaan tugas pokok Polri, baik
dalam
penegakan
hukum,
pemeliharaan
kamtibmas,
perlindungan,
pengayoman, maupun pelayanan masyarakat.
Fokus revolusi mental Polri telah ditegaskan oleh Kapolri, Jenderal Badrodin
Haiti, pada karakter, jati diri, perilaku, moralitas, mentalitas, dan kepribadian
anggota Polri yang didasari kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional,
kecerdasan spiritual, dan kecerdasan sosial.
Polri harus mampu mengubah mindset dan culture set organisasi secara
cepat sehingga akan mampu menggerakkan revolusi mental dalam setiap
kesatuan Polri, baik di tingkat mabes, polda, polres, polsek, maupun
Babinkamtibmas. Paradigma polisi sipil dan community policing harus mampu
dijadikan modal untuk melakukan revolusi mental Polri yang nyata, kongret,
dan riil dalam tugas pokok Polri.
Penegakan hukum
Dalam proses penegakan hukum, Polri harus mampu menjabarkan revolusi
mental dalam setiap proses penyelidikan dan penyidikan tindak pidana yang
terjadi di tengah masyarakat. Polri harus mampu mengubah watak dan
karakter penyidik menjadi humanis, protagonis, transparan, akuntabel, dan
menghormati HAM. Penyidik Polri harus memperlakukan tersangka, saksi,
dan korban secara manusiawi sehingga akan meningkatkan kepercayaan
masyarakat.
Proses penegakan hukum harus menghilangkan slogan “tumpul ke atas dan
tajam ke bawah”. Artinya, penegakan hukum yang dilakukan Polri harus
mampu menciptakan keadilan sosial, menciptakan kepastian hukum, dan
keharmonisan masyarakat. Polri harus mampu menghilangkan stigma di
tengah masyarakat bahwa penegakan hukum Polri mahal, lama, lambat,
tertutup, dan penuh rekayasa. Revolusi mental Polri harus mampu menjadi
pegangan setiap penyidik Polri dalam menangani setiap kasus hukum di
tengah masyarakat.
Melalui
revolusi
mental,
penegak
hukum
Polri
harus
mampu
menyelenggarakan penegakan hukum yang adil, jujur, dan tepercaya.
Penggalian nilai-nilai kearifan lokal, hukum adat, dan pranata sosial
masyarakat perlu diberdayakan untuk menangani berbagai tindak pidana
ringan (tipiring) berdasarkan prinsip restorative justice dan alternative dispute
resolutions sehingga kejadian Nenek Asyani dan Mbok Minah tidak akan
mencuat ke permukaan dan menjadi kontroversi publik yang merugikan Polri.
Harkamtibmas
Dalam memelihara kamtibmas, Polri harus mampu menerapkan revolusi
mental dalam setiap anggota Polri yang bertugas menjaga kamtibmas di
tengah masyarakat, khususnya Babinkamtibmas. Polri harus mampu hadir di
tengah masyarakat untuk menciptakan keamanan, kenyamanan, dan
ketenangan dalam setiap aktivitas kehidupan masyarakat. Apabila masyarakat
telah merasakan kehadiran Polri di tengah masyarakat, revolusi mental Polri
di bidang kamtibmas
bisa dikatakan telah berhasil.
Revolusi mental Polri harus diarahkan pada pemberdayaan Pamswakarsa,
siskamling, ronda keliling, poskamling, polmas, dan mekanisme deteksi dini di
tengah masyarakat. Kegiatan quick wins, yaitu kecepatan mendatangi TKP
dalam waktu kurang dari 15 menit harus menjadi andalan Polri sehingga
masyarakat akan percaya terhadap kerja Polri dalam menjaga kamtibmas.
Melalui program kamtibmas, Polri harus mampu merebut hati dan pikiran
masyarakat sehingga masyarakat akan mendukung eksistensi Polri.
Karakter anggota Polri dalam menjaga kamtibmas harus ditampilkan secara
halus, sopan, santun, dan simpatik di tengah masyarakat. Upaya memelihara
kamtibmas harus sejauh mungkin meninggalkan budaya dan mentalitas
arogan, militeristis, antagonistis, brutal, dan kasar yang justru akan
menimbulkan antipati publik kepada Polri. Polri harus mampu menampilkan
diri sebagai anggota yang bermental humanis dan bermoral protagonis.
Pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat
Dalam
penyelenggaraan
perlindungan,
pengayoman,
dan
pelayanan
masyarakat, Polri harus mampu menggerakkan revolusi mental pada aspek
sikap dan perilaku yang berbasis pada prinsip 3S (senyum, sapa, salam).
Pelayanan masyarakat yang diberikan oleh Polri harus memenuhi standar
pelayanan prima, yaitu tampilan anggota Polri yang setiap hari bersentuh an
dengan masyarakat harus memiliki mental melayani dan karakter pelayan.
Revolusi mental Polri di bidang pelayanan harus mampu menyasar proses
pelayanan Polri yang selama ini banyak dikeluhkan oleh berbagai pihak.
Stigma negatif masyarakat masih menyatakan bahwa pelayanan Polri buruk,
lama, lambat, mahal, dan berbelit-belit. Melalui revolusi mental Polri, desain
pelayanan Polri harus dirancang secara cepat, tepat, murah, dan mudah
sehingga akan dapat dirasakan masyarakat. Kuncinya ada pada karakter,
moralitas, mentalitas, dan kepribadian anggota Polri yang bertugas melayani
masyarakat.
Revolusi mental merupakan ‘resep’ yang sangat mujarab untuk mengubah
mentalitas Polri. Hal itu sebenarnya sejalan dengan reformasi Polri yang
digariskan melalui reformasi instrumental, struktural, dan kultural. Revolusi
mental Polri sebenarnya telah dilaksanakan Polri dengan melakukan
reformasi kultural Polri dengan sasaran perubahan pada mindset dan culture
set anggota Polri. Revolusi mental yang dicetuskan Jokowi-JK merupakan
pelecut dan pemacu agar Polri menciptakan sosok dan profil anggota Polri
yang berkompeten, profesional, bermoral, dan bermental baja.
Harapannya, revolusi mental Polri dapat tecermin dalam setiap pelaksanaan
tugas pokok Polri di tengah masyarakat yang mana terwujud kepribadian
anggota Polri yang memiliki mentalitas yang baik, benar, jujur dan adil.
Sehingga akan dipercaya masyarakat yang pada akhirnya akan melahirkan
citra Polri yang positif di mata publik. Polri harus menyadari bahwa betapa
pun anggaran yang besar, sarana prasarana yang lengkap, dan aturan sistem
yang sempurna, tanpa dilandasi mentalitas anggota yang kompeten, semua
program dan kegiatan Polri akan menjadi sia-sia belaka. ●
Revolusi Mental Polri
PEMERINTAHAN Jokowi-JK telah membuat visi, misi, dan slogan baru dalam
konteks sistem politik Indonesia, dengan mencetuskan visi trisaksi, yaitu misi
Nawa Cita dan slogan revolusi mental, yang harus dijabarkan oleh setiap
kementerian, lembaga, dan instansi pemerintahan, termasuk Polri. Sebagai
organisasi yang berada dalam struktur pemerintahan, Polri dituntut untuk
melakukan revolusi mental dalam setiap pelaksanaan tugas pokok Polri, baik
dalam
penegakan
hukum,
pemeliharaan
kamtibmas,
perlindungan,
pengayoman, maupun pelayanan masyarakat.
Fokus revolusi mental Polri telah ditegaskan oleh Kapolri, Jenderal Badrodin
Haiti, pada karakter, jati diri, perilaku, moralitas, mentalitas, dan kepribadian
anggota Polri yang didasari kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional,
kecerdasan spiritual, dan kecerdasan sosial.
Polri harus mampu mengubah mindset dan culture set organisasi secara
cepat sehingga akan mampu menggerakkan revolusi mental dalam setiap
kesatuan Polri, baik di tingkat mabes, polda, polres, polsek, maupun
Babinkamtibmas. Paradigma polisi sipil dan community policing harus mampu
dijadikan modal untuk melakukan revolusi mental Polri yang nyata, kongret,
dan riil dalam tugas pokok Polri.
Penegakan hukum
Dalam proses penegakan hukum, Polri harus mampu menjabarkan revolusi
mental dalam setiap proses penyelidikan dan penyidikan tindak pidana yang
terjadi di tengah masyarakat. Polri harus mampu mengubah watak dan
karakter penyidik menjadi humanis, protagonis, transparan, akuntabel, dan
menghormati HAM. Penyidik Polri harus memperlakukan tersangka, saksi,
dan korban secara manusiawi sehingga akan meningkatkan kepercayaan
masyarakat.
Proses penegakan hukum harus menghilangkan slogan “tumpul ke atas dan
tajam ke bawah”. Artinya, penegakan hukum yang dilakukan Polri harus
mampu menciptakan keadilan sosial, menciptakan kepastian hukum, dan
keharmonisan masyarakat. Polri harus mampu menghilangkan stigma di
tengah masyarakat bahwa penegakan hukum Polri mahal, lama, lambat,
tertutup, dan penuh rekayasa. Revolusi mental Polri harus mampu menjadi
pegangan setiap penyidik Polri dalam menangani setiap kasus hukum di
tengah masyarakat.
Melalui
revolusi
mental,
penegak
hukum
Polri
harus
mampu
menyelenggarakan penegakan hukum yang adil, jujur, dan tepercaya.
Penggalian nilai-nilai kearifan lokal, hukum adat, dan pranata sosial
masyarakat perlu diberdayakan untuk menangani berbagai tindak pidana
ringan (tipiring) berdasarkan prinsip restorative justice dan alternative dispute
resolutions sehingga kejadian Nenek Asyani dan Mbok Minah tidak akan
mencuat ke permukaan dan menjadi kontroversi publik yang merugikan Polri.
Harkamtibmas
Dalam memelihara kamtibmas, Polri harus mampu menerapkan revolusi
mental dalam setiap anggota Polri yang bertugas menjaga kamtibmas di
tengah masyarakat, khususnya Babinkamtibmas. Polri harus mampu hadir di
tengah masyarakat untuk menciptakan keamanan, kenyamanan, dan
ketenangan dalam setiap aktivitas kehidupan masyarakat. Apabila masyarakat
telah merasakan kehadiran Polri di tengah masyarakat, revolusi mental Polri
di bidang kamtibmas
bisa dikatakan telah berhasil.
Revolusi mental Polri harus diarahkan pada pemberdayaan Pamswakarsa,
siskamling, ronda keliling, poskamling, polmas, dan mekanisme deteksi dini di
tengah masyarakat. Kegiatan quick wins, yaitu kecepatan mendatangi TKP
dalam waktu kurang dari 15 menit harus menjadi andalan Polri sehingga
masyarakat akan percaya terhadap kerja Polri dalam menjaga kamtibmas.
Melalui program kamtibmas, Polri harus mampu merebut hati dan pikiran
masyarakat sehingga masyarakat akan mendukung eksistensi Polri.
Karakter anggota Polri dalam menjaga kamtibmas harus ditampilkan secara
halus, sopan, santun, dan simpatik di tengah masyarakat. Upaya memelihara
kamtibmas harus sejauh mungkin meninggalkan budaya dan mentalitas
arogan, militeristis, antagonistis, brutal, dan kasar yang justru akan
menimbulkan antipati publik kepada Polri. Polri harus mampu menampilkan
diri sebagai anggota yang bermental humanis dan bermoral protagonis.
Pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat
Dalam
penyelenggaraan
perlindungan,
pengayoman,
dan
pelayanan
masyarakat, Polri harus mampu menggerakkan revolusi mental pada aspek
sikap dan perilaku yang berbasis pada prinsip 3S (senyum, sapa, salam).
Pelayanan masyarakat yang diberikan oleh Polri harus memenuhi standar
pelayanan prima, yaitu tampilan anggota Polri yang setiap hari bersentuh an
dengan masyarakat harus memiliki mental melayani dan karakter pelayan.
Revolusi mental Polri di bidang pelayanan harus mampu menyasar proses
pelayanan Polri yang selama ini banyak dikeluhkan oleh berbagai pihak.
Stigma negatif masyarakat masih menyatakan bahwa pelayanan Polri buruk,
lama, lambat, mahal, dan berbelit-belit. Melalui revolusi mental Polri, desain
pelayanan Polri harus dirancang secara cepat, tepat, murah, dan mudah
sehingga akan dapat dirasakan masyarakat. Kuncinya ada pada karakter,
moralitas, mentalitas, dan kepribadian anggota Polri yang bertugas melayani
masyarakat.
Revolusi mental merupakan ‘resep’ yang sangat mujarab untuk mengubah
mentalitas Polri. Hal itu sebenarnya sejalan dengan reformasi Polri yang
digariskan melalui reformasi instrumental, struktural, dan kultural. Revolusi
mental Polri sebenarnya telah dilaksanakan Polri dengan melakukan
reformasi kultural Polri dengan sasaran perubahan pada mindset dan culture
set anggota Polri. Revolusi mental yang dicetuskan Jokowi-JK merupakan
pelecut dan pemacu agar Polri menciptakan sosok dan profil anggota Polri
yang berkompeten, profesional, bermoral, dan bermental baja.
Harapannya, revolusi mental Polri dapat tecermin dalam setiap pelaksanaan
tugas pokok Polri di tengah masyarakat yang mana terwujud kepribadian
anggota Polri yang memiliki mentalitas yang baik, benar, jujur dan adil.
Sehingga akan dipercaya masyarakat yang pada akhirnya akan melahirkan
citra Polri yang positif di mata publik. Polri harus menyadari bahwa betapa
pun anggaran yang besar, sarana prasarana yang lengkap, dan aturan sistem
yang sempurna, tanpa dilandasi mentalitas anggota yang kompeten, semua
program dan kegiatan Polri akan menjadi sia-sia belaka. ●