KONDISI HISTOPATOLOGI PERICARDIUM MENCIT JANTAN (Mus Musculus L.) AKIBAT PAPARAN MEDAN LISTRIK TEGANGAN TINGGI

(1)

ABSTRAK

KONDISI HISTOPATOLOGI PERICARDIUM MENCIT JANTAN (Mus Musculus L.)

AKIBAT PAPARAN MEDAN LISTRIK TEGANGAN TINGGI (Hasil Penelitian)

Oleh :

Rinaldi Aditya. Asrizal

Jantung adalah organ pompa berotot didalam dada yang bekerja terus menerus tanpa henti memompa darah keseluruh tubuh, pagi dan malam dari kelahiran sampai kematian. Jantung berkontraksi dan relax sebanyak 100.000 kali dalam sehari, dan semua pekerjaan ini memerlukan suplai darah yang baik yang disediakan oleh pembuluh arteri koroner. Mengingat peranan jantung sangat penting bagi kelangsungan hidup, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh medan listrik bertegangan listrik terhadap fungsi organ jantung yang dianalisis histopatologi. Penelitian ini menggunakan hewan uji mencit (Mus Musculus L.) jantan yang diberi pajanan medan listrik sebesar 5kV/m, 6 kV/m, dan 7 kV/m selama 8 jam setiap harinya selama 35 hari.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh paparan medan listrik tegangan tinggi terhadap bagian perikardium jantung pada mencit (Mus Musculus L.) jantan

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan November 2011. Pembuatan preparat histologi Jantung dilaksanakan di Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV) regional III. Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menggunakan 4 perlakuan dan 6 pengulangan. Pengamatan dilakukan dengan melihat kondisi struktur histopatologi dari Perikardium.

Rata-rata ketebalan perikardium yang paling tinggi yaitu sebesar 4 (μm) yaitu pada perlakuan 3 (Perlakuan paparan medan listrik tegangan 6kV), dan rata-rata perikardium yang paling rendah yaitu sebesar 3,83 (μm) yaitu pada perlakuan 2, dan 4 (Perlakuan paparan medan listrik tegangan 5kV, 7kV). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan 2, 3 dan 4 tidak memberikan pengaruh terhadap penambahan ketebalan perikardium yang berarti jika dibandingkan dengan perlakuan 1 (Perlakuan control tanpa paparan medan listrik).

Hasil juga menunjukkan bahwa perlakuan 2, 3, dan 4 didapatkan hasil yang sama yaitu tidak didapatkan adanya tanda-tanda penebalan jumlah sel, hipertrofi, hiperplasi, infiltrasi lemak, tidak terdapat edema dan proses nekrosis pada perikardium. Hasil analisis deskriptif histologi perikardium mencit menunjukkan bahwa tidak adanya pengaruh antara paparan medan listrik tegangan 5kV, 6kV,


(2)

dan 7kV terhadap perubahan histologi perikardium mencit antara kelompok kontrol, P1, P2, P3.

Dari hasil uji analisis ragam (one way anova) pada lampiran tabel 6 dapat diketahui bahwa perlakuan 2, 3, dan 4 tidak meberikan pengaruh yang nyata (tidak signifikan). Hal ini dibuktikan dengan F hitung < F Tabel (3,030 < 0,053). Selanjutnya dilakukan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada α 5% yang dapat dilihat pada lampiran tabel 5.

Kata Kunci : Medan listrik, Jantung, Pericardium, Mencit jantan (Mus Musculus L.)


(3)

KONDISI HISTOPATOLOGI PERICARDIUM MENCIT JANTAN (Mus Musculus L.) AKIBAT PAPARAN MEDAN LISTRIK

TEGANGAN TINGGI

Oleh :

Rinaldy Aditya. Asrizal

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

Sarjana Kedokteran

Fakultas Kedokteran

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(4)

Judul Skripsi : KONDISI HISTOPATOLOGI PERICARDIUM MENCIT JANTAN (Mus Musculus L.) AKIBAT PAPARAN MEDAN LISTRIK TEGANGAN TINGGI

Nama Mahasiswa : Rinaldy Aditya. Asrizal No. Pokok Mahasiswa : 0718011032

Progam Studi : S1

Jurusan : Kedokteran Fakultas : Kedokteran

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing Pembimbing I

dr. Wien Wiratmoko, GTP, Sp.PA

NIP. 19620724 1989101001

Pembimbing II

Drs. Hendri Busman, M. Biomed

NIP. 195901011987031001

Menyetujui, Dekan Fakultas

Dr. Sutyarso, M. Biomed


(5)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : dr. Wien Wiratmoko, GTP, Sp.PA (………..)

Sekretaris : Drs. Hendri Busman, M. Biomed (………..)

Penguji : Dr. Sutyarso, M. Biomed (………..)

2. Dekan Fakultas Kedokteran

Dr. Sutyarso,M. Biomed NIP. 195704241987031001


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 27 juni 1989, sebagai anak kedua dari tiga

bersaudara. Putra dari pasangan bapak dr. Asrizal Taizir. Sp.JP dan ibu Rachmy

Denda Hasnyta.Z.I.

Pendidikan yang ditempuh penulis berawal dari SD Negeri 04 Gedung Air, B. Lampung dan diselesaikan pada tahun 2001, kemudian penulis menyelesaikan Sekolah Tingkat Pertama di SMP Negeri 10 B.Lampung pada tahun 2004 dan menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 03 B.Lampung pada tahun 2007. Pada tahun 2007 akhirnya penulis diterima di perguruan tinggi yang di idam-idam kan sejak lama olehnya yaitu pada jurusan Program Studi Pendidikan Dokter FMIPA Universitas Lampung melalui jalur PKAB.


(7)

The Happinest of Your Life

Dpends Upon the Wuality of You Thoughts

Life,s Just one Chance


(8)

Kupersembahkan Karya Kecil ini Kepada :

Allah.Swt yang sampai saat ini selalu memberikan

pelajaran hidup yang sangat berharga kepadaku . . .

Mami dan Papiku yang sangat aku sayangi dan aku cintai

yang setiap saat tak pernah henti henti nya selalu mendoa

kan dan merawat aku …

Ke dua saudara ku Bang Mirza dan adinda Mia yang

setiap saat selalu mendukung ku …

Dan Almarhum ke dua kakek ku tersayang serta

Almarhumah nenek ku tercinta yang selalu mengajarkan

aku belajar terus menerus hingga akhir hayat nya . . .

Seluruh keluarga dan sahabat yang selalu bersedia hadir

menemani dan menghiburku dalam setiap kesenangan dan

kesedihanku …


(9)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala berkat dan rahmat nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “KONDISI HISTOPATOLOGI PERICARDIUM MENCIT JANTAN (Mus Musculus L.) AKIBAT PAPARAN MEDAN LISTRIK TEGANGAN TINGGI)

Dengan selesainya skripsi ini, tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada:

1. Bapak Dr. H. Sutyarso, M. Biomed selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Pembahas yang telah memberi masukan kritik dan saran yang membangun kepada penulis selama proses pembuatan skripsi ini.

2. dr. Wien Wiratmoko, GTP, SpPA selaku Pembimbing I yang telah dengan sabar membimbing, memberi perhatian dan semangat kepada penulis selama penulis melakukan dan menyelesaikan proses pembuatan skripsi ini.

3. Bapak Drs. Hendri Busman, M. Biomed Selaku Pembimbing II yang telah dengan sabar membimbing, memberi perhatian dan semangat kepada penulis selama penulis melakukan dan menyelesaikan proses pembuatan skripsi ini.

4. Para keluarga ku Mami, Papi, Bang Iing, dan Mia yang selalu memberikan semangat untuk ku.

5. Alm.Gaek/Kakek ku tercinta yang setiap saat selalu sabar dalam mendidik aku.


(10)

6. Teman - teman FK UNILA 07 seperjuangan.

7. Tim BPPV (drh. Wisnu, drh Hadi, drh. Joko. Pak Sunarman), terima kasih atas bimbingan konsultasi, idek, dan semangatnya.

8. Teman – teman Band ku “AUREVOIR BAND”, Yopi, Edo, Ricky, Ubay yang selalu menghiburku, dan mengajarkan banyak hal dalam berkarya dan berteman.

9. Keluarga besarku.

10. Dan kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu-persatu, yang telah dengan tulus membantu penulis selama penulils melakukan proses pembuatan skripsi ini.

11. Wan’Nara.

12. Sahabatku Yopi yang telah membantu meminjamkan printernya kepada penulis selama penulis mencetak skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan didalam penyusunan skripsi ini, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan bagi perbaikan skripsi ini di masa yang akan datang.

Akhirnya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin Ya Allah Ya Tuhanku, Amin Ya Rabbal Alamin.


(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR ... i

DAFTAR TABEL ... ii

I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Rumusan Masalah ... 3

C.Tujuan Penelitian ... 4

D.Manfaat Penelitian ... 4

E.Kerangka Pemikiran ... 5

1.Kerangka Teori ..……… 6

2. Kerangka Konsep ………... 8

F. Hipotesis ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA A.Listrik dan Masalahnya ... 10

B.Medan listrik dan dampaknya secara biologis ... 13

C.Biologi Mencit (Mus musculus L) ... 16

D.Jantung ... 18

1. Jantung Mencit ... 18

2. Anatomi Jantung Manusia ... 18

3. Fisiologi Jantung ... 21

4. Histologi Jantung ... 22

5. Kerusakan Jantung ... 24

E.Adaptasi dan jejas sel ... 28

1 Penyebab jejas sel ... 28

2 Jejas sel dan nekrosis ... 29

3 Jejas reversibel ... 30

4 Jejas ireversibel ... 30

III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 32

B. Alat dan Bahan Penelitian ... 32

1. Hewan Percobaan ... 32

2. Alat ... 32

3. Bahan ... 33

C. Metode ... 33

1. Desain Penelitian ... 33

2. Populasi dan sampel ... 34

a. Fiksasi ... 38

b. Trimming ... 38

c. Dehidrasi ... 39

d. Embedding ... 39

e. Cutting ... 40


(12)

g. Mounting ... 43

h. Pengamatan ... 43

D.Parameter Yang Diamati ... 44

E.Diagaram Alir Penelitian ... 44

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil ... 45

1. Ketebalan pericardium ... 45

1.1. Pengukuran Ketebalan Pericardium ... 48

2. Analisis deskriptif histologi ... 51

B. Pembahasan ... 54

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 57

B. Saran ... 57 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(13)

Tabel

1. Karakteristik medan listrik dan medan magnet ... 11

2. Pengamanan terhadap pengaruh medan listrik 50-60 Hz pada tegangan 115 Volt ... 15

3. Kriteria penilaian derajat perubahan struktur histopatologi sel otot jantung ... 36

4. Tahapan perlakuan setelah proses trimming ... 39

5. Proses staining / pewarnaan... 42

6. Rata-rata ketebalan pericardium mencit ... 45

7. Rata-rata ketebalan pericardium mencit setelah paparan medan listrik tegangan tinggi (5kV, 6kV, 7kV) ... 46


(14)

Gambar

1. Kerangka Teori ... 7

2. Kerangka Konsep ... 8

3. Mencit (Mus Musculus L.) ... 17

4. Anatomi Jantung Manusia ... 20

5. Histologi Normal Otot Jantung Manusia ... 23

6. Grafik pengaruh perlakuan terhadap penambahan jumlah sel pericardium mencit (MusMusculus L) setelah paparan medan listrik ... 47

7. Pengukuran ketebalan pericardium mencit kelompok perlakuan 1 (kontrol)... 48

8. Pengukuran ketebalan pericardium mencit kelompok perlakuan 2 ... 48

9. Pengukuran ketebalan pericardium mencit kelompok perlakuan 3 ... 49

10. Pengukuran ketebalan pericardium mencit kelompok perlakuan 4 ... 49

11. Penebalan lapisan pericardium mencit kelompok perlakuan 1 (kontrol) 52

12. Penebalan lapisan pericardium mencit kelompok perlakuan 2 ... 52

13. Penebalan lapisan pericardium mencit kelompok perlakuan 3 ... 53

14. Penebalan lapisan pericardium mencit kelompok perlakuan 4 ... 53


(15)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pesatnya kemajuan teknologi memberikan banyak kemudahan bagi manusia. Namun demikian, kemajuan yang sangat pesat dari teknologi tersebut juga memberikan dampak negatif bagi manusia. Munculnya berbagai macam aktivitas berteknologi tinggi mengakibatkan manusia sering kali berhubungan dengan listrik.

Medan listrik dihasilkan oleh perbedaan tegangan antara dua kutub yang bermuatan awan dengan kontur permukaan tanah untuk petir, generator, transmisi dan lain-lain. Semakin tinggi tegangannya semakin besar medan listrik yang dihasilkan (Usman, 2003). Karena itu WHO (World Health Organisation) mensyaratkan kuat medan listrik yang aman digunakan adalah tidak lebih dari 5 Kv (Tribuana, 2000). Hal ini disebabkan karena medan listrik dapat menimbulkan efek biologis bagi yang terpajan, namun mekanisme interaksinya masih belum jelas (Busman, 2007).

Hasil penelitian Musadad (2006) menunjukkan bahwa, ke terpaparan medan listrik yang lama dan kontinu dapat mengganggu kesehatan dan merusak beberapa sistem dan fungsi tubuh manusia seperti susunan syaraf pusat, fungsi reproduksi, dan fungsi darah.


(16)

Selain itu, pajanan medan listrik frekuensi rendah (50Hz, 2Kv/m) selama organogenesis pada tikus putih menyebabkan gangguan pertumbuhan yang ditandai dengan meningkatnya kematian dan resorbsi fetus organ ginjal, hati, sumsum tulang belakang, tulang, dentin, dan email gigi, penurunan berat badan dan panjang fetus, hemoragi sera keterlambatan proses penulangan terutama pada bagian cranium, sternum, costae, dan columns vertebralis

meskipun penelitian ini dilakukan terhadap hewan percobaan tikus, namun tidak menutup kemungkinan hal ini dapat terjadi pada manusia (Arief dan Astirin, 2000).

Organ jantung merupakan organ yang kompak, terdiri atas dua pompa yang terpisah, yakni jantung kanan yang memompakan darah ke paru-paru dan jantung kiri yang memompakan darah ke organ-organ perifer. Selanjutnya, setiap bagian yang terpisah ini merupakan dua ruang pompa yang dapat berdenyut, yang terdiri atas satu Atrium dan satu Ventrikel.

Atrium terutama berfungsi sebagai pompa primer yang lemah bagi ventrikel yang membantu mengalirkan darah masuk kedalam ventrikel. Ventrikel selanjutnya menyediakan tenaga utama yang dapat dipakai untuk mendorong darah ke sirkulasi pulmonal atau sirkulasi perifer (Guyton & Hall, 1997).

Perubahan-perubahan yang terjadi pada tingkat sel maupun tingkat jaringan baik secara morfologi maupun secara fisiologi merupakan dasar analisis histopatologi. Perubahan-perubahan tersebut disebabkan karena sel-sel bereaksi terhadap pengaruh yang berlawanan dengan cara beradaptasi


(17)

melakukan perubahan sementara atau perubahan tetap dan berakhir dengan kematian sel (Robbins, 1992).

Sehubungan dengan pemikiran dan masalah di atas, maka perlu dikaji struktur histopatologi organ jantung pada mencit jantan akibat pajanan medan listrik tegangan tinggi.

B. Rumusan Masalah

Trauma sengatan listrik adalah kerusakan yang disebabkan oleh adanya aliran arus listrik yang melewati tubuh manusia dan menyebabkan terganggunya fungsi organ dalam. Arus listrik yang mengalir ke dalam tubuh manusia akan menghasilkan panas yang dapat dan menghancurkan jaringan tubuh seperti jantung, hati, ginjal dan lain-lain (Fitri, 2008). Jantung merupakan salah satu organ tubuh manusia yang memiliki peranan penting dalam proses pemompaan darah keseluruh tubuh melalui pembuluh darah. Apabila proses pemompaan darah tersebut terganggu maka peredaran darah ditubuh tidak akan berjalan sebagaimana wajarnya dan akan menyebabkan kerusakan-kerusakan pada bagian-bagian jantung Pericardium, Endokardium, Miokardium, Atrium dan Ventrikel yang bahkan pada akhirnya menyebabkan kematian sel. Menurut Alatas (2003), perubahan struktur histopatologi pericardium akan cenderung meningkat sesuai dengan tegangan dan lama waktu pemaparan medan listrik. Oleh karena itu penulis bermaksud menelaah pengaruh pajanan listrik pada struktur histopatologis pericardium jantung mencit percobaan.


(18)

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah penelitian yang dirumuskan adalah sebagai berikut : bagaimanakah pengaruh paparan medan listrik tegangan tinggi terhadap perubahan struktur histopatologi pericardium pada jantung mencit percobaan.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak paparan medan listrik tegangan tinggi terhadap histopatologi pericardium jantung pada mencit (Mus musculusL) jantan berupa ketebalan dan jumlah lapisan pericardium.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Bagi peneliti

Diharapkan penelitian ini dapat menambah pemahaman peneliti terhadap tahap uji preklinik hewan percobaan, dalam membuktikan pengaruh pajanan medan listrik tegangan tinggi terhadap perubahan yang terjadi pada organ pericardium mencit, sebagai aplikasi atas disiplin ilmu yang sudah didapat

2. Bagi masyarakat

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai hubungan dari paparan medan listrik tegangan tinggi terhadap manusia baik secara langsung maupun tidak langsung, baik ditinjau dari segi keselamatan akibat paparan medan listrik tegangan tinggi tersebut dari segi implikasi dan klinis praktisnya


(19)

3. Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan gambaran kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang fokus yang serupa dan dapat menimbang pemakaian mikroskop cahaya pada riset yang tepat atau sesuai kapasitasnya.

E. Kerangka Pemikiran

Perkembangan ketenaga listrikan di Indonesia berlangsung dengan pesat. Dengan semakin banyaknya peralatan listrik mengakibatkan manusia seringkali berhubungan dengan energi listrik.

Energi listrik yang dihasilkan oleh pembangkit dan disalurkan melalui sistem transmisi tegangan tinggi dan sistem distribusi akan menghasilkan medan lisrik dan medan magnet. Medan listrik ditimbulkan karena adanya tegangan antar kutub. Semakin tinggi tegangan antara dua kutub atau dua elektroda sebuah peralatan, maka medan listrik yang dihasilkan dari peralatan tersebut semakin besar.

Dari beberapa hasil penelitian terungkap bahwa penggunaan peralatan listrik dapat mempengaruhi kesehatan, yang tingkatannya bergantung pada besarnya besar medan listrik yang terpapar pada tubuh mahluk hidup. Penggunaan medan listrik yang melebihi ambang batas dapat menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan. Pada jaringan kabel tegangan tinggi dan ekstra tinggi terdapat arus yang mengalir secara terus-menerus sehingga ion dan elektron akan berlipat ganda. Hal ini menyebabkan elektron berlebih tersimpan di


(20)

dalam tubuh yang listriknya mempengaruhi kerja sistem syaraf dan selanjutnya mengakibatkan komunikasi antar sel terganggu yang pada akhirnya mempengaruhi kerja organ tubuh.

Jantung merupakan salah satu organ tubuh manusia yang memiliki peranan penting dalam proses pemompaan darah keseluruh tubuh melalui pembuluh darah. Apabila proses pemompaan darah tersebut terganggu maka peredaran darah ditubuh tidak akan berjalan sebagaimana wajarnya dan akan menyebabkan kerusakan-kerusakan pada bagian-bagian jantung Pericardium, Endokardium, Miokardium, Atrium dan Ventrikel yang bahkan pada akhirnya menyebabkan kematian sel.

1. Kerangka Teori

Kerangka teori pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara teori-teori yang ingin diamati untuk diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2002).

Trauma sengatan listrik adalah kerusakan yang disebabkan oleh adanya aliran arus listrik yang melewati tubuh manusia dan menyebabkan terganggunya fungsi organ dalam. Arus listrik yang mengalir ke dalam tubuh manusia akan menghasilkan panas yang dapat dan menghancurkan jaringan tubuh seperti jantung, hati, ginjal dan lain-lain Jantung merupakan salah satu organ tubuh manusia yang memiliki peranan penting dalam proses pemompaan darah keseluruh tubuh melalui pembuluh darah . Apabila proses pemompaan darah tersebut terganggu maka peredaran darah ditubuh tidak akan berjalan


(21)

sebagaimana wajarnya dan akan menyebabkan kerusakan-kerusakan ataupun perubahan pada bagian-bagian jantung seperti Pericardium. Perubahan struktur histopatologi pericardium akan cenderung meningkat sesuai dengan tegangan dan lama waktu pemaparan medan listrik

Gambar 1. Kerangka Teori kerusakan pericardium akibat paparan medan listrik tegangan tinggi

Medan Elektromagnet

Efek patologi pada Organ Jantung

Hewan percobaan

Gambaran histopatologi

pericardium jantung berupa ketebalan dan jumlah lapisan sel pericardium


(22)

2. Kerangka Konsep

P0 (Kontrol) 6 mencit tanpa

perlakuan

P1 6 mencit dengan 5 kV

P2 6 mencit dengan 6 kV

P3 6 mencit dengan 7 kV

Tanpa gelombang elektromagnetik dalam waktu 24 jam/hari

Dengan gelombang elektromagnetik dalam waktu 8 jam/hari

Dengan gelombang elektromagnetik dalam waktu 8 jam/hari

Dengan gelombang elektromagnetik dalam waktu 8 jam/hari Observasi histopatologi pericardium mencit setelah paparan listrik tegangan tinggi yang diberikan

Gambar 2. Kerangka konsep dari tipe dan kerusakan pericardium berupa ketebalan dan peningkatan jumlah lapisan sel


(23)

F. Hipotesis

Berdasarkan argumentasi dan kajiaan teori yang relevan serta data yang diperoleh, maka penulis merumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :

Paparan medan listrik 5 kV, 6 kV, 7 kV diduga dapat menyebabkan kerusakan pericardium jantung mencit jantan (Mus MusculusL).


(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Listrik dan Masalahnya

Pendistribusian arus listrik bertegangan tinggi SUTT (Saluran Udara Tegangan Tinggi) dan SUTET (Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi) dari sumber pembangkit ke daerah yang membutuhkan, ada kalanya jaringan tersebut ditransmisikan melewati kawasan pemukiman penduduk namun diperkirakan masih berada dalam daerah radiasi arus listrik. Situasi pemukiman seperti ini dapat menimbulkan pengaruh negatif terhadap kesehatan seperti mual, pusing, stress (Tribuana, 2000).

Berdarkan ambang batas Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), untuk medan listrik batas maksimal yang diperbolehkan adalah 5 KV/meter persegi dan medan magnet 0,5 M Tesla. Sementara tegangan SUTET berada dibawah angka tersebut, yakni 500 volt atau 0,5 KV/meter persegi (Insan, 2002).

Medan elektromagnetik dapat dibedakan berdasarkan frekuensinya (Anonim, 2009) :

1. Medan elektromagnetik statik (0 Hz). Sumbernya antara lain medan elektromagnet alam, MRI, elektrolisis industrial.

2. Medan elektromagnet Extremely low-frequency (ELF) (0 - 300 Hz). Terutama dihasilkan oleh alat listrik yang digunakan dalam keseharian.


(25)

3. Medan elektromagnet intermediate frequency (300 Hz - 1000 kHz). Sumbernya antara lain detektor metal, hands free, layar komputer, alat anti maling, dan alat sistem keamanan.

4. Medan elektromagnet radio frequency (100 kHz - 300 GHz) . Sumbernya antara lain gelombang tv, radio, microwave, antena telepon selular dan radar.

Tabel 1.Karakteristrik medan listrik dan medan magnet

Medan Listrik Medan Magnet

1. Medan listrik berasal dari tegangan listrik. Medan listrik tetap dapat dihasilkan walau tidak ada arus mengalir. Sehingga medan listrik tetap ada walaupun alat listrik dalam keadaan mati.

2. Kekuatan medan listrik diukur berdasarkan satuan volt per meter. 3. Kekuatan medan listrik semakin

lemah bila semakin jauh dari sumbernya.

4. Kebanyakan material bangunan dapat menahan medan listrik dalam kekuatan tertentu.

1. Medan magnet berasal dari arus listrik.

2. Kekuatannya diukur berdasarkan satuan ampere per meter. Namun juga umunya dipakai satuan densitas fluks yaitu mikrotesla (μT) atau militesla (mT). 3. Medan magnet terjadi segera

setelah medan listrik dinyalakan. 4. Kekuatan medan magnet semakin

lemah bila semakin jauh dari sumbernya.

5. Kebanyakan material tidak memperlemah medan magnet.


(26)

Berdasarkan energi yang dimiliki, gelombang elektromagnetik dapat dibedakan menjadi radiasi pengion dan non pengion. Dikatakan radiasi pengion apabila energi yang dimiliki per kuantumnya mampu memecah ikatan antar molekul. Sebaliknya radiasi non pengion, tidak mampu memecah ikatan antar molekul (Anonim, 2009).

Dalam penelitian Anies (2005), sebagai besar penduduk yang mengalami

electrical sensitivity akibat gelombang elektromagnetik, berupa kombinasi gangguan yang terdiri dari tiga gejala, yang dikenal sebagai “Trias Anies”,

yaitu : sakit kepala (headache), pening (dizzines), dan keletihan menahun (chronic fatigue syndrome).

Medan listrik adalah besaran yang mempunyai harga pada tiap titik dalam ruang. Gaya Coulomb disekitar medan listrik membentuk medan gaya listrik atau disebut medan listrik. Gaya interaksi antara dua benda titik bermuatan listrik sebanding dengan muatan masing-masing, dan berbanding terbalik dengan kuadran jarak antara kedua benda tesebut merupakan pengertian dari Hukum Coulomb (Dzakwan, 2001).

Tribuana (2000) menyebutkan bahwa pada tahun 1987 UNEP (United Nations Environment Programme), WHO (World Health Organitatition), dan IRPA (International Radiation Protection Association) pada tahun 1987 mengeluarkan suatu pernyataan mengenai nilai rapat arus induksi terhadap efek-efek biologis yang ditimbulkan akibat paparan medan listrik dan medan magnet pada frekuensi 50/60 HZ terhadap tubuh manusia sebagai berikut : antara 1 dan 10 mA/m2 menimbulkan efek biologis yang berarti, antara 10 dan


(27)

100 mA/m2 menimbulkan efek biologis yang berarti, antara 10 dan 100 mA/m2 menimbulkan efek biologis yang terbukti termasuk efek pada sistem pengelihatan dan syaraf, antara 100 dan 1000 mA/m2 menimbulkan stimulasi pada jaringan-jaringan yang dapat dirangsang dan ada kemungkinan bahaya terhadap kesehatan dan diatas 1000 mA/m2 dapat menimbulkan ekstra sistole dan fibrilasi ventrikuler dari jantung (bahaya akut terhadap kesehatan). Menurut IRPA dan WHO, batasan pajanan kuat medan listrik yang diduga dapat menimbulkan efek biologis untuk umum adalah 5 kV/m (Tribuana, 2000).

B. Medan Listrikdan Dampaknya Secara Biologis

Kehadiran medan listrik di sekitar kehidupan manusia tidak dapat dirasakan oleh indera manusia, kecuali jika intensitasnya cukup besar dan terasa hanya bagi orang yang hipersensitif saja. Medan listrik termasuk kelompok radiasi non-pengion yang merupakan jenis radiasi yang tidak akan menyebabkan efek ionisasi apabila berinteraksi dengan materi. Radiasi ini relatif tidak berbahaya, berbeda dengan radiasi jenis pengion yang merupakan jenis radiasi yang dapat menyebabkan proses ionisasi (terbentuknya ion positif dan ion negatif) apabila berinteraksi dengan materi contohnya, radiasi nuklir atau radiasi sinarroentgen(Tribuana, 2000). Medan Listrik dari suatu sumber listrik berbentuk seperti garis, dimana pada sebuah garis terdapat pangkal dan ujungnya. Pangkalnya berada di sumber listrik/penghantar bertegangan, sedangkan ujungnya berada pada benda-benda di sekitarnya (Tumiran, 1999).


(28)

terhadap benda-benda di sekitamya. Medan listrik nilainya akan berubah bila dalam kondisi terpajan oleh benda yang berada disekitarnya . Sementara itu medan magnet tidak akan berubah nilainya karena mampu menembus benda-benda yang berada di dekat sumber magnet dan mampu menimbulkan induksi scsuai dengan kuat medan yang ditimbulkannya (Tumiran, 1999).

Medan Listrik di bawah jaringan dapat menimbulkan beberapa hal, sebagai berikut (Tribuana, 2000) :

• Menimbulkan suara/bunyi mendesis akibat ionisasi pada permukaan penghantar (konduktor) yang kadang disertai cahaya keunguan,

• Bulu/rambut pada bagian badan yang terpajan akibat gaya tarik medan listrik yang kecil,

• Kejutan lemah pada sentuhan pertama terhadap benda-benda yang mudah menghantar listrik (seperti atap seng, pagar besi, kawat jemuran dan badan mobil).

• Lampu neon dan test pen dapat menyala tetapi redup, akibat mudahnya gas neon di dalam tabung lampu dan test pen terionisasi.

Pada jaringan transmisi yang bertegangan akan selalu menimbulkan medan listrik. Besar kecilnya medan listrik dipengaruhi oleh besarnya tegangan yang diterapkan, jarak dari permukaan tanah, dan kontur permukaan bumi (Tumiran, 1999).

Tribuana (2000) menyebutkan, UNEP (United Nations Environment Programme), WHO (World Health Organization), dan IRPA (International Radiation Protection Association), pada tahun 1987 mengeluarkan suatu


(29)

pernyataanmengenai nilai rapat arus induksi terhadap efek-efek biologis yang ditimbulkan akibat paparan medan listrik dan medan magnet pada frekuensi 50/60HZ terhadap tubuh manusia sebagai berikut : antara 1 dan 10 mA/m2 tidak menimbulkan efek biologis yang berarti, antara 10 dan 100 mA/m2 menimbulkan efek biologis yang terbukti termasuk efek pada sistem pengelihatan dan saraf, antara 100 dan 1000 mA/m2 menimbulkan stimulasi pada jaringan-jaringan yang dapat dirangsang dan ada kemungkinan bahaya terhadap kesehatan, dan di atas 1000 mA/m2 dapat menimbulkan ekstra sistole dan fibrilasi ventrikular dari jantung (bahaya akut terhadap kesehatan).

Di Indonesia, pengamanan terhadap pengaruh medan. iistrik 50-60 Hz pada tegangan 115 V, diatur berdasarkan Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi No. 01.P/47/MPE/1992, dengan ketentuan sebagai berikut (Busman, 2007) :

Tabel 2. Pengamanan terhadap pengaruh medan listrik 50-60 Hz pada

tegangan 115V Peralatan Medan Listrik berjarak 30 cm (kV/m) Peralatan Medan Listrik berajarak 30 cm (Kv/m) 1.0in”>Selimut Listrik 0.500 1.0in”>Pengering rambut 0.040

Stereo Set 0.180 TV berwarna 0.030

1.0in”>Lemari pendingin 0.060 1.0in”>Penyedot debu 0.016 1.0in”>Setrika listrik 0.060 1.0in”>Lampu pijar 0.002


(30)

Pada penelitian lain menunjukkan efek negatif terhadap jaringan tubuh babi otak dan darah) akibat pemberian paparan medan listrik pada 1.8 kV/m , dan l,9 kV/m (Seyhan dkk, 2006). Selain itu medan listrik pada 6kV dan 7kV selama 8 jam/hari (35 hari ) berpengaruh terhadap motilitas (%), viabilitas (%) dan morfologi normal (%) spermatozoa tetapi tidak berpengaruh terhadap konsentrasi (jt/mL) spermatozoa mencit jantan (Busman, 2007).

C. Biologi Mencit(Mus musculus L)

Mencit laboratorium merupakan turunan dari mencit liar yang telah mengalami pembiakan secara selektif. Mencit dikelompokkan ke dalam kingdom animalia, phylum chordate. Hewan ini tcrmasuk hewan yang bertulang belakang dan menyusui sehingga dimasukkan ke dalam subphylum vertebrata dan kelas mamalia. Selain itu hewan ini juga memiliki kebiasaan mengerat, fordo rodentia dan merupakan famili rodentia, dengan name genus Mus serta memilki nama spesies Mus musculus L (Priyambodo, 2003).

Mencit secara biologis memiliki ciri umum, yaitu berupa rambut berwarna putih atau keabu-abuan dengan warna perut sedikit lebih pucat. Mencit merupakan hewan nokturnal yang sering melakukan aktivitasnya pada malam hari. Perilaku mencit dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor internal seperti seks, perbedaan umur, hormon, kehamilan, dan penyakit faktor eksternal seperti makanan, minuman, dan lingkungan disekitarnya (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988)

Mencit memiliki berat badan yang bervariasi. Berat badan ketika lahir berkisar antara 2-4 gram, berat badan mencit dewasa berkisar antara 20-40 gram untuk


(31)

mencit jantan, dan 25-40 gram untuk mencit betina dewasa. Sebagai hewan pengerat mencit memiliki gigi seri yang kuat dan terbuka. Susunan gigi mencit adalah incicisivus ½ , caninus 0/0, premolar 0/0, dan molar 3/3 (Setijono, 1985).

Mencit dapat bertahan hidup selama 1-2 tahun dan dapat juga mencapai umur 3 tahun. Lama bunting 19-21 hari sedangkan umur untuk siap dikawinkan 8 minggu. Perkawinan mencit terjadi pada saat mencit betina mengalami estrus. Satu induk dapat menghasilkan 6-15 ekor anak (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Morfologi mencit dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 3. Mencit (Mus musculusL.) (Anonim, 2009)

Penyebaran mencit sangat luas, semua jenis (strain) yang dapat digunakan di laboratorium sebagai hewan percobaan berasal dari mencit liar melalui seleksi (Yuwono dkk, 2002). Mencit liar lebih suka hidup pada suhu lingkungan yang tinggi, tetapi mencit juga dapat hidup terus pada suhu lingkungan yang rendah (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).


(32)

D. Jantung

1. Jantung Mencit

Karakter mencit secara anatomi dan fisiologi dapat mewakili sebagai hewan vertebrata pada saat dilakukan penelitian atau percobaan (Harkness & Joseph, 1989). Mencit secara anatomi memiliki organ-organ yang membentuk suatu sistem yang melakukan fungsi tertentu antara rongga perut dan rongga dada pada mencit dibatasi selaput tipis yang disebut diafragma. Jantung atau core dibagi dua septum atriorum dan septum ventriculorum yang masing-masing bagian terdiri atas satu atrium atau bilik dan satu serambi. Jantung terletak didalam suatu kandungan yang dindingnya terbentuk oleh perikardium atau selaput pembungkus jantung. Mencit memiliki laring atau trakea. Pada laring terdapat aditus laring (pintu laring) yang tertutup oleh katup atau sekat sedangkan trakea berupa pipa dan bercabang menjadi duabronchi principhalesyang memungkinkan terjadinya pertukaran gas antara hawa yang terdapat didalam alveoli atau pada darah yang berada dipembuluh kapiler.

Kondisi normal jantung mencit (Harkness & Joseph, 1989) : - Pernapasan rate: 94-163 napas / menit

- Denyut jantung: 325-780 denyut / menit

2. Anatomi Jantung Manusia

Jantung merupakan organ utama dalam sistem kardiovaskular. Ukuran jantung kira-kira panjang 12 cm, lebar 8-9 cm dan tebal sekitar 6 cm. Berat jantung sekitar 7-15 ons atau 200 sampai 425 g dan sedikit lebih besar dari


(33)

kepalan tangan. Jantung merupakan organ berongga yang berbentuk kerucut tumpul (Damjanov, 1997).

Jantung terletak dalam mediastinum di rongga dada yaitu di antara kedua paru-paru. Perikardium yang melapisi jantung terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan dalam disebut perikardium viseralis dan lapisan luar disebut

pericardium parietalis. Kedua lapisan perikardium ini dipisahkan oleh sedikit cairan pelumas, yang berfungsi mengurangi gesekan pada gerakan memompa dari jantung itu sendiri. Perikardium parietalis melekat pada tulang dada di sebelah depan, dan pada kolumna vertebralis di sebelah belakang, sedangkan ke bawah pada diafragma. Perikardium viseralis langsung melekat pada permukaan jantung (Price dan Wilson, 2002).

Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan (Price dan Wilson, 2002), yaitu: a. Endokardium merupakan lapisan endotel.

b. Miokardium terdiri dari sel-sel otot.

c. Epikardium merupakan lapisan terluar membentuk permukaan luar jantung.

Ada 4 (empat) ruangan dalam jantung yaitu atrium kanan, atrium kiri, ventrikel kanan dan ventrikel kiri. Di antara atrium kanan dan ventrikel kanan ada katup yang memisahkan keduanya yaitu katup trikuspidalis, sedangkan pada atrium kiri dan ventrikel kiri juga mempunyai katup yang disebut dengan katup mitral. Kedua katup ini berfungsi sebagai pembatas yang dapat terbuka dan tertutup pada saat darah masuk dari atrium ke ventrikel (Damjanov, 2002).


(34)

Fungsi utama jantung adalah memompa darah ke seluruh tubuh. Otot-otot jantung bergerak saat pemompaan jantung. Kedua atrium merupakan ruang dengan dinding otot yang tipis karena rendahnya tekanan yang ditimbulkan oleh atrium. Sebaliknya ventrikel mempunyai dinding otot yang tebal terutama ventrikel kiri mempunyai lapisan tiga kali lebih tebal dari ventrikel kanan. Sirkulasi darah ditubuh ada 2 (dua) macam yaitu sirkulasi paru dan sirkulasi sistemis. Sirkulasi paru mulai dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis, arteri besar dan kecil, kapiler lalu masuk ke paru, setelah dari paru keluar melalui vena kecil, vena pulmonalis dan akhirnya kembali ke atrium kiri. Sirkulasi ini mempunyai tekanan yang rendah kira-kira 15-20 mmHg pada arteri pulmonalis. Sirkulasi sistemis dimulai dari ventrikel kiri ke aorta lalu arteri besar, arteri kecil, arteriole lalu ke seluruh tubuh lalu ke venule, vena kecil, vena besar, vena kava inferior, vena kava superior akhirnya kembali ke atrium kanan (Damjanov, 2002).


(35)

3. Fisiologi Jantung

Jantung terdiri atas tiga tipe otot jantung yang utama yakni: otot atrium, otot ventrikel dan serat otot khusus penghantar rangsangan dan pencetus rangsangan .Tipe otot atrium dan ventrikel berkontraksi dengan cara yang sama seperti otot rangka, hanya saja lamanya kontraksi otot-otot tersebut lebih lama. Sebaliknya, serat-serat khusus penghantar dan pencetus rangsangan berkontraksi dengan lemah sekali sebab serat-serat ini hanya mengandung sedikit serat kontraktif (Guyton & Hall,1997).

Pengaturan instrinsik

Kontrol lokal aliran darah pada tingkat jaringan terjadi otoregulasi. Otoregulasi memungkinkan penyesuaian aliran darah relatif terhadap aktivitas metabolik. Mekanisme pasti perubahan lokal pada perubahan lokal pada resistensi vascular tidak jelas. Pengaruh relatif mekanisme kontrol ekstrinsik dan instrinsik berbeda pada berbagai system organ . Pada organ-organ vital dan yang tergantung pada aliran darah seperti jantung dan otak, maka yang berperan adalah mekanisme intrinsik, sedangkan ditempat-tempat lain seperti kulit, pengaturan otonom lah yang dominan (Guyton & Hall,1997).

Selain mekanisme kontrol yang bertujuan meningkatkan penghantaran oksigen pada jaringan, jaringan juga dapat memperbanyak suplai oksigen dengan mengekstraksi lebih banyak oksigen dari arteri. Pada kebanyakan organ kecuali jantung hanya sebagian kecil dari oksigen dalam darah arteri yang dapat diekstraksi oleh jaringan. Bila jaringan mengalami kekurangan


(36)

oksigen, maka gradient kadar oksigen antara pembuluh darah arteria dan jaringan akan meningkat. Ini menyebabkan terjadi lebih banyak perfusi oksigen dari intravaskular ke ruang ekstravaskular, dengan demikian oksigen yang disampaikan pada sel-sel bertambah (Guyton & Hall,1997).

Bila mekanisme kompensasi tidak mampu mempertahankan perfusi perifer yang memadai, seperti pada kasus syok, maka aliran perlu dibagi sesuai kebutuhan, darah akan dipindahkan dari daerah-daerah yang tidak vital seperti kulit dan ginjal, agar perfusi darah ke otak dan jantung dapat dipertahankan. Akibatnya, tanda-tanda permulaan syok atau perfusi jaringan yang inadekuat adalah berkurangnya pengeluaran air seni, kulit yang dingin dan pucat. Perubahan yang berarti pada fungsi otak dan jantung terjadi pada keadaan renjatan yang sudah lanjut dimana aliran darah sudah jauh berkurang dan membahayakan organ vital (Guyton & Hall,1997).

4. Histologi Jantung

Jantung terdiri atas tiga tipe otot jantung (miokardium) yang utama yakni: otot atrium, otot ventrikel, dan serat otot khusus penghantar dan pencetus rangsang. Otot atrium dan ventrikel berkontraksi dengan cara yang sama seperti otot rangka. Serat-serat otot khusus penghantar dan pencetus rangsangan berkontraksi dengan lemah sekali karena hanya mengandung sedikit serat kontraktif. Bahkan serat-serat ini menghambat irama dan berbagai kecepatan konduksi. Serat-serat ini bekerja sebagai sistem pencetus rangsangan bagi jantung (Guyton & Hall,1997).


(37)

Serat otot jantung memiliki beberapa ciri yang juga terlihat pada otot rangka. Perbedaannya adalah otot-otot jantung terdiri atas sel-sel yang panjang, terdapat garis-garis melintang di dalamnya, bercabang tunggal, terletak paralel satu sama lain, dan memiliki satu atau dua inti yang terletak di tengah sel. Juga terlihat myofibril jantung pada potongan melintang. Satu ciri khas untuk membedakan otot jantung adalah diskus interkalatus. Diskus ini adalah struktur berupa garis-garis gelap melintang yang melintasi rantai rantai otot yang terpulas gelap dan ditemukan pada interval tak teratur pada otot jantung, serta menghasilkan kompleks tautan khusus antar serat-serat otot yang berdekatan (Guyton & Hall,1997).

Struktur dan fungsi dari protein kontraktil dalam sel otot jantung pada dasarnya sama dengan otot rangka. Terdapat sedikit perbedaan dalam struktur antara otot atrium dan ventrikel (Guyton & Hall,1997).


(38)

5. Kerusakan Jantung Gagal Jantung

Gagal jantung merupakan ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh (forward failure), atau kemampuan tersebut hanya dapat terjadi dengan tekanan pengisian jantung yang tinggi (backward failure), atau kedua-duanya. Sebagai pompa, jantung bekerja tidak atas kemampuan sendiri, tetapi tergantung pada berbagai faktor antara lain kontraktilitas miokard, denyut jantung (irama dan kecepatan/ menit), beban awal, dan beban akhir, sehingga jantung dapat bekerja secara optimal. Gagal jantung merupakan suatu kontinu dari suatu proses, mulai dari adanya penyakit jantung tanpa gejala klinik (keluhan) sampai dengan keadaan dengan gejala yang berat dan tidak terkendali (intractable). Menurut New York Heart Association (NYHA), pembagian fungsional gagal jantung yaitu kelas I (penderita penyakit jantung tanpa keterbatasan aktivitas), kelas II (penderita penyakit jantung tanpa masalah pada kegiatan ringan, tetapi timbul keluhan sesak napas atau nyeri dada pada kegiatan berat), kelas III (penderita penyakit jantung dengan keluhan sesak napas atau nyeri dada pada kegiatan ringan), dan kelas IV (penderita penyakit jantung dengan keluhan sesak napas atau nyeri dada pada waktu istirahat) (PAPDI, 2000).

Faktor predisposisi gagal jantung yaitu penyakit yang menimbulkan penurunan fungsi ventrikel (penyakit arteri koroner, hipertensi, kardiomiopati, penyakit pembuluh darah, penyakit jantung kongenital) dan keadaan yang membatasi pengisian ventrikel (stenosis mitral,


(39)

kardiomiopati, penyakit perikardial). Sedangkan faktor pencetus timbulnya gagal jantung antara lain meningkatnya asupan garam, ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti gagal jantung, infark miokard, serangan hipertensi, aritmia akut, infeksi atau demam, emboli paru, anemia, tirotoksikosis, kehamilan, dan endokarditis infektif (Mansjoer, Arif, et al, 2001).

Gagal jantung sering mencerminkan adanya kelainan fungsi kontraktilitas ventrikel (suatu bentuk gagal sistolik) atau gangguan relaksasi ventrikel (suatu bentuk gagal diastolik). Penurunan curah jantung menyebabkan aliran darah dalam sirkulasi juga menurun. Hal ini akan menimbulkan reaksi kompensasi yaitu mekanisme kompensasi intrinsik berupa dilatasi dan hipertrofi ventrikel dan mekanisme kompensasi melaui sistem neurohumoral dan neurohormonal. Peningkatan sistem neurohumoral melalui hipertoni simpatik menyebabkan vasokonstriksi dan takikardi yang diikuti dengan peningkatan venous return (darah balikan), kemudian beban awal meningkat, sehingga curah jantung juga meningkat, tetapi jika peningkatan ini terjadi secara berlebihan, maka beban akhir akan meningkat yang akan memperberat kerja jantung dan meningkatkan kebutuhan oksigen (Mansjoer, Arif,et al, 2001).

Peningkatan sistem neurohormonal berupa kenaikan hormon angiotensin II dan aldosteron. Hal ini akan mengakibatkan vasokonstriksi dan retensi air dan garam yang menyebabkan beban awal meningkat, sehingga curah jantung juga meningkat, jika berlebihan, maka akan memperberat kerja jantung. Selain itu, terdapat peningkatan aktivasi beberapa hormon lain


(40)

yaitu prostaglandin, atrio natrio-uretic factor (ANF), dan arginin-vasopresin yang menyebabkan kenaikan beban awal dan beban akhir, yang akan memperberat kerja jantung. Beban yang berlebihan ini mengakibatkan jantung merespon dengan mengadakan perubahan anatomik yaitu remodelling berupa hipertrofi dan dilatasi ventrikel yang dapat meningkatkan kebutuhan oksigen (Mansjoer, Arif,et al, 2001).

Gambaran klinik gagal jantung yaitu mekanisme kompensasi (berdebar, keringat dingin, takikardi), sindrom low output (lesu, lelah, lemah, tidak bergairah, bingung, konsentrasi menurun, gelisah), sindroma kongesti (sesak napas, edema paru, tekanan vena jugularis meningkat, asites, hepatomegali, edema tungkai, batuk darah), dan sindroma akibat remodelling (hipertrofi dan dilatasi ventrikel dan atrium, irama gallop, bising jantung) (PAPDI, 2000)

Berdasasrkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan, terbagi atas gagal jantung kiri, gagal jantung kanan, dan gagal jantung kongesti. Gejala dan tanda yang timbul juga berbeda yaitu gagal jantung

kiri terjadi dyspneu d’effort, fatig, ortopnea, dispnea nokturnal

paroksisimal, batuk, pembesaran jantung, irama derap, ventricular heaving, bunyi derap S3 dan S4, pernapasan cheyne stokes, takikardi, pulsus alternans, ronki, dan kongesti vena. Pada gagal jantung kanan timbul fatig, edema, liver engorgement, anoreksia, kembung, hipertrofi jantung kanan, heaving ventrikel kanan, irama derap atrium kanan, murmur, tanda-tanda penyakit paru kronik, tekanan vena jugularis meningkat, bunyi P2


(41)

mengeras, asites, hidrothorax, peingkatan tekanan vena, hepatomegali, dan edema pitting. Sedangkan gagal jantung kongesti terjadi gejala dan tanda gabungan gagal jantung kiri dan kanan (Mansjoer, Arif,et al, 2001).

Penatalaksanaan gagal jantung ditujukan pada lima aspek yaitu mengurangi beban kerja jantung, memperkuat kontraktilitas miokard, mengurangi kelebihan cairan dan garam, melakukan tindakan dan pengobatan khusus terhadap penyebab, fakor-faktor pencetus, dan kelainan yang mendasari. Tindakan umum tersebut antara lain membatasi aktivitas sesuai dengan berat keluhan, oksigenasi, edukasi sebab dan faktor pencetus penyakitnya (infark miokard akut, anemia berat, perdarahan, infeksi berat, transfusi berlebihan atau terlalu cepat, overhidrasi, hamil, obesitas, beban berlebih). Pengobatannya yaitu mengurangi beban awal dengan pembatasan cairan dengan diet rendah garam, diuretika (furosemid), venodilator (golongan nitrat), mengurangi beban akhir dengan anti hipertensi (jika ada hipertensi) dan vasodilator seperti ACE inhibitor, prozosin, hidralazin, dan meningkatkan kontraktilitas miokard dengan inotropik seperti amrinon, milrinon, digitalis, dopamin, dobutamin. (Rilantono, LiLy Ismudiati, 2003

D. Adaptasi dan Jejas Sel

Semua bentuk jejas dimulai dengan perubahan molekul atau struktur sel. Dalam keadaan normal, sel berada dalam keadaan “Homeostasis / mantap”.

Sel bereaksi terhadap pengaruh yang merugikan dengan cara (1) beradaptasi, (2) mempertahankan jejas tidak menetap, atau (3) mengalami jejas menetap


(42)

dan mati (Robbins & Kumar, 1992).

Adaptasi sel terjadi bila stress fisiologik berlebihan atau suatu rangsangan yang patologik menyebabkan terjadinya keadaan baru yang berubah yang mempertahankan kelangsungan hidup sel. Contohnya ialah hipertrofi (pertambahan massa sel) atau atrofi (penyusutan massa sel). Jejas sel yang reversibel menyatakan perubahan patologik yang dapat kembali, bila rangsangannya dihilangkan atau bila penyebab jejas lemah. Jejas yang ireversibel merupakan perubahan patologik yang menetap dan menyebabkan kematian sel (Robbins & Kumar, 1992).

Terdapat dua pola morfologik kematian sel yaitu nekrosis dan apoptosis.

Nekrosis adalah bentuk yang lebih umum setelah rangsang eksogen dan berwujud sebagai pembengkakan, denaturasi, dan koagulasi protein, pecahnya organel sel, dan robeknya sel. Apoptosis ditandai oleh pemadatan kromatin dan fragmentasi, terjadi sendiri atatu dalam kelompok kecil sel, dan berakibat dihilangkannya sel yang tidak dikehendaki selama embriogenesis, dan dalam berbagai keadaan fisiologik dan patologik (Robbins dan Kumar, 1992).

1. Penyebab Jejas Sel

Jejas sel dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain :

- Hipoksia (pengurangan oksigen) terjadi sebagai akibat (a) iskemia (kehilangan pasokan darah, (b) oksigenisasi tidak mencukupi (misalnya kegagalan jantung paru), atau (c) tulangnya kapasitas pembawa oksigen darah (misalnya, anemia, keracunan karon monoksida).


(43)

- Bahan kimia dan obat-obatan, termasuk : (a) obat terpeutik (b) bahan bukan obat (misalnya timbal, alcohol)

- Bahan penginfeksi, termasuk virus, bakteri, rickettsia, jamur, dan parasite - Rekasi imunologik

- Kekacauan genetik

- Ketidakseimbangan nutrisi (Robbins & Kumar, 1992).

2. Jejas Sel dan Nekrosis

Sistem intrasel tertentu terutama rentan terhadap jejas sel. - Pemeliharaan integritas membrane sel

- Respirasi aerobic dan produksi ATP - Sintesis enzim dan protein berstruktur - Preservasi integritas aparat genetik

Sistem-sistem ini terkait erat satu dengan yang lain sehingga jejas pada satu fokus membawa efek sekunder yang luas. Konsekuensi jejas sel bergantung kepada jenis, lama, dan kerasnya gen penyebab dan juga kepada jenis, status, dan kemampuan adaptasi sel yang terkena perubahan morfologik jejas sel menjadi nyata setelah beberapa system biokimia yang penting terganggu. Empat aspek biokimia yang penting sebagai perantara jejas dan kematian sel :

- Radikal bebas berasal dari oksigen yang terbentuk pada banyak keadaan patologik dan menyebabkan efek yang merusak pada struktur dan fungsi sel


(44)

Iskemi dan toksin tertentu menyebabkan masuknya ion kalsium ke dalam sel dan lepaasnya ion kalsium dan mitokondria dan reticulum endoplasmic. Peningkatan kalsium sitosolik mengaktifkan fosfolipase

yang memecah fosfolipid membraneproteaseyang menguraikan protein membrane dan sitokletal, ATPase yang mempercepat pengurangan ATP, dan endonuclease yang terkait dengan fragmentasi kromatin. -Deplesi ATP, karena dibutuhkan untuk proses yang penting seperti

transportasi pada mebran, sintesis protein, dan pertukaran fosfolipid -Defek permeabilitas membran. Membrane dapat dirusak langsung oleh

toksin, agen fisik dan kimia, komponen komplemen litik, dan perforin (Robbins & Kumar, 1992).

3. Jejas Reversibel

Mula-mula hipoksia menyebabkan hilangnya fosforilasi oksidatif dan pembentukan ATP oleh mitokondria. Penurunan ATP (dan peningkatan AMP secara bersamaan) merangsang fruktokinase dan fosforilasi, menyebabkan glikolisisaerobic. Glikogen cepat menyusul, dan asam laktat dan fosfat anorganik terbentuk, sehingga menurunkan pH intrasel. Pada saat ini terjadi penggumpalan kromatin inti (Robbins & Kumar, 1992).

4. Jejas Ireversibel

Jejas ireversibel ditandai oleh vakuolisasi keras mitokondria, kerusakan membrane plasma yang luas, pembengkakan lisosom, dan terlihatnya densitas mitokondria yang besar dan amorf. Jejas membrane lisosom disusul oleh bocornya enzim ke dalam sitoplasma dan arena aktivitasnya


(45)

terjadi proses pencernaan enzimatik komponen sel dan inti (Robbins & Kumar, 1992).

Ada 2 peristiwa yang penting pada jejas ireversibel yaitu (Robbins & Kumar, 1992) :

- Deplesi ATP, peristiwa awal pada jejas sel yang berperan pada konsekuensi hipoksia iskemik yang fungsional dan struktural dan juga pada kerusakan membran.

- Kerusakan membrane sel, fase paling awal jejas ireversibel berhubungan dengan defek membrane sel fungsional dan struktural, Beberapa mekanisme mungkin berperan pada kerusakan membrane sel yaitu (Robbins & Kumar, 1992) :

a. Kehilangan fosfolipid yang progersif b. Abnormalitas sitoskeletal

c. Spesies oksigen reaktif d. Produk pemecahan lipid


(46)

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Histologi dan Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dan pembuatan preparat histologi jantung dilaksanakan di Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV) regional III. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan November 2011.

B. Alat dan Bahan Penelitian

1. Hewan percobaan

Hewan percobaan yang digunakan adalah 24 ekor mencit jantan (Mus musculus L.) yang berumur 3 bulan yang diperoleh dari IPB Bogor. Sebelum diberi perlakuan semua hewan percobaan diaklimatisasi selama dua minggu serta diberi perlakuan minuman secaraad libitum.

2. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : Kandang hewan uji (Mencit) terbuat dari kawat berukuran 15 x 20 cm yang berjumlah 20 kandang, dimana terdapat tempat minum dan makan yang terbuat dari alumunium, lempeng logam elektroda berukuran 15 x 8 cm yang berfungsi sebagai media pajanan medan listrik, electric power supply untuk mengalirkan medan listrik, kamera untuk dokumentasi, alat bedah (gunting, pinset, dan pisau bedah), digunakan untuk membedah mencit,


(47)

botol spesimen untuk menyimpan organ pericardium dan micrometer untuk mengukur ketebalan pericardium, Embedding casette, digunakan dalam proses dehidrasi, alat-alat untuk membantu prosesembedding (pan,

lampu gas, oven, kuas, dan gunting tulang, balok kayu (3 x 2 cm)), mikrotom geser untuk membuat sayatan mikroskopis, Staining jar, Stopwatch untuk rnenghitung waktu pembuatan preparat, Water bath

digunakan mengembankan preparat, Cover glassuntuk menutup preparat, Object glass sebagai tempat preparat dan mikroskop cahaya untuk mengamati preparat.

3. Bahan

Bahan-baban yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah 20 ekor mencit (Mus musculus L.) jantan berumur ± 4 bulan dengan berat ± 40 gram, pelet ayam sebagai pakan mencit, Buffer formalin untuk mengawetkan organ jantung, Aquades, Alkohol 80 %, Alkohol 95%, Alkohol 96%, Alkohol absolut digunakan untuk proses dehidrasi atau menarik kandungan air dari sediaan, Xylol untuk membersihkan alcohol kembali, paraffin cair (titik didih 56'-60° Q untuk filtrasi, PewarnaHarris, Hematoxilen eosin untuk mewarnai preparat, dan Canada Balsam untuk menempelkan cover glass.

C. Metode

1. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratoris dengan menggunakan desain penelitian Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan


(48)

menggunakan 4 kelompok perlakuan dan 6 pengulangan. Penelitian ini akan menggunakan 24 ekor mencit jantan yang berumur 3 bulan dengan berat 30-40 kg yang dipilih secara acak. Pada saat perlakuan percobaan, mencit akan dikelompokkan menjadi 4 kelompok yang setiap kelompok terdiri dari 6 mencit. Kelompok kontrol (K) adalah hewan jantan tidak terpajan medan listrik, Kelompok perlakuan (P1) adalah hewan jantan terpajan medan listrik (5 kV/m), kelompok perlakuan (P2) adalah hewan jantan terpajan medan listrik (6 kV/m), kelompok perlakuan (P3) adalah hewan jantan terpajan medan listrik (7 kV/m). Setiap perlakuan di ulang 6 kali. Pengamatan dilakukan dengan melihat perubahan histologi pericardium mencit.

2. Populasi dan Sampel

Penelitian ini menggunakan 24 ekor mencit jantan galur Balb/c yang berumur 3 bulan dengan berat 30-40 kg. Mencit akan dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yang setiap kelompok terdiri dari 6 (enam) mencit. Hal ini sesuai dengan rumus penentuan sampel untuk uji eksperimental rumus Frederer.

(t -1) (n-1)≥15,

(4-1) (n-1)≥15

3 (n-1)≥15

(n-1)≥5

n≥6

Nilai“t”merupakan jumlah kelompok perlakuan, dan nilai“n”merupakan jumlah pengulangan atau jumlah sampel setiap kelompok.


(49)

Kriteria Inklusi : 1. Mencit sehat

2. Mencit dengan berat badan 30-40 kg 3. Mencit jantan

4. Mencit dengan umur 3 bulan

Kriteria Ekslusi :

1. Sakit ( penampakan rambut kusam, rontok dan botak, aktivitas kurang atau tidak aktif ).

2. Terdapat penurunan berat badan lebih dari 10 % setelah masa adaptasi laboratorium.

Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel

A. Identifikasi Variabel 1) Variabel Independent

Pemberian perlakuan yaitu pemajanan medan listrik dengan kapasitas tegangan yang berbeda dan kelompok yang tidak terpajan medan listrik untuk kontrol.

2) Variabel Dependent

Gambaran histopatologis pericardium mencit jantan.

B. Definisi Operasional Variabel


(50)

Pajanan medan listrik yang diberikan yaitu sebesar 5 kV, 6 kV, dan 7 kV. Masing- masing dipajankan selama 8 jam/hari selama 37 hari.

2) Gambaran Histopatologis pericardium

Berbagai perubahan abnormal struktur histopatologi pericardium mencit jantan.

Tabel 3. Kriteria penilaian derajat perubahan struktur penebalan

histopatologis sel pericardium jantung dengan metode skoring.

Skor Kerusakan

0 Tidak terjadi penebalan

1 Terjadi penebalan 2-5 lapis

2 Terjadi penebalan 6-10 lapis

3 Terjadi penebalan > 10 lapis

(Rujukan dari Lab.Patologi Anatomi RSUAM Provinsi Lampung, 2011).

1. Perlakuan Hewan Uji

Sebanyak 20 ekor mencit jantan dipelihara dalam kandang, di Laboratorium Biologi FMIPA Universitas Lampung. Kelompok hewan percobaan ditempatkan ke dalam kandang yang dindingnya dilengkapi lempeng tembaga yang berfungsi sebagai elektroda pembangkit tegangan listrik yang mengalirkan medan listrik statis. Lempeng tembaga dihubungkan dengan sumber tegangan dari transformeter yang output nya di aliri dari 0 - 40 kV.

Pada penelitian pajanan medan listrik yang digunakan adalah pada 5kV, 6kV, dan 7 kV, masing-masing selama 8 jam/hari selama 37 hari.


(51)

2. Pembuatan Preparat Histologi Organ Jantung

Pada hari ke-38 dilakukan pembedahan untuk diambil organ jantungnya. Sebelum dilakukan pembedahan, mencit terlebih dahulu dibius dengan kloroform, kemudian setelah mencit tidak bergerak lagi mulailah dilakukan pembedahan pada bagian ventral tubuh mencit secara vertical. Spesimen dibuka perutnya dan diambil jantungnya. Jantung yang telah diambil segera difiksasi dengan larutan formalin 10% atau 10% formalsaline (1 bagian formalin dalam 9 bagian NaCL fisiologis) di dalam botol. Perbandingan volume spesimen dengan larutan formalin 1:20. Guna mendapatkan hasil fiksasi yang sempurna. Kemudian jantung tersebut segera dibawa ke Laboratorium Patologi Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV) Regional III Bandar Lampung untuk dibuat preparat histologinya, sehingga jantung dapat diamati

Erpek dkk (2007), menggunakan pewarnaan HE (Haematoxylin-Eosin)

untuk melihat perubahan histologi pada testis tikus akibat medan listrik frekuensi 50 Hz. Hal serupa juga dilakukan oleh Glaib dkk (2007), dalam pengamatan mikroskopik organ hati dan ginjal pada mencit akibat efek radiasi elektromagnetik telepon seluler. Sehingga dalam penelitian ini dibuat sediaan histologi dengan menggunakan pewarnaan HE


(52)

Langkah-langkah pembuatan preparat jantung adalah sebagai berikut : a. Fiksasi

Spesimen hasil nekropsi berupa organ jantung kelompok kontrol (K), hewan. jantan tidak terpajan medan listrik, kelompok perlakuan (P1), hewan jantan terpajan medan listrik (5 kV/m), kelompok perlakuan (P2), hewan jantan terpajan medan lisrik (6 kV/m). kclompok perlakuan (P3), hewan jantan terpajan medan lisrik (7 kV/m), segera dimasukkan ke dalam larutan fiksatif (pengawet), Buffer formal in

10%. Perbandingan antara volume spesimen dengan larutan 1 : 10 untuk mendapatkan hasil yang baik.

b. Trimming

Trimming, merupakan tahapan yang dilakukan setelah fiksasi, dimana,

Buffer formalin 10% dihilangkan dengan menggunakan air mengalir. Adapun tahapan-tahapannya adalah sebagai berikut :

1. Spesimen berupa potongan organ yang dicuci dengan air yang mengalir. Jaringan dipotong setebal 2 - 4 mm.

2. Potongan-potongan jaringan tersebut dimasukkan ke dalam

Embedding cassette. Tiap Embedding cassette berisi 1 - 5 buah potongan jaringan yang disesuaikan dengan besar kecilnya potongan.

3. Potongan-potongan dicuci dibawah air yang mengalir selama 30 menit


(53)

c. Dehidrasi

Dehidrasi dilakukan setelah proses trimming. Proses untuk mengeluarkan air yang terkandung dalam jaringan, dengan cara : 1. Embedding cassettediletakkan diatas tisu untuk mengeringkan air. 2. Potongan jaringan berturut-turut diberikan perlakuan sebagai

berikut pada tabel 4.

Tabel 4.Tahapan perlakuan setelah proses trimming

Proses Reagensia Waktu

Dehidrasi Alkohol 80% 2 jam

Alkohol 95% 2 jam

Alkohol 95 % 2 jam

Clearing Alkohol absolut I 1 jam

Alkohol absolut II 1 jam

Alkohol absolut III 1 jam

Xylol I 1 jam

Xylol II 1 jam

Xylol III 1 jam

Impregnasi Parafin I 2 jam

Parafin II 2 jam

Parafin III 2 jam

d. Embedding

Embedding merupakan proses pencetakan organ jantung dengan menggunakan paraffin cair sebagai media sehingga mempermudah proses pemotongan (cutting). Tahapan embedding adalah sebagai berikut :


(54)

diatas api beberapa saat dan diusapkan dengan kapas

2. Paraffin cair disiapkan dan masukkan ke dalam cangkir logam, kemudian diletakkan ke dalam oven dengan suhu 580C.

3. Paraffin cair dituangkan ke dalam pan

4. Jaringan satu persatu dipindahkan kedalam dasar pan dengan mengatur jarak satu dengan yang lainnya.

5. Pan diapungkan di atas air dengan tujuan agar paraffin cepat dingin.

6. Setelah dingin dan mengeras, pan dimasukkan ke dalam

refrigerator,untuk mempermudah melepaskan paraffin dari pan. 7. Paraffin dipotong-potong sesuai dengan letak jaringan yang ada

dengan menggunakan pisau skapel yang dipanaskan telebih dahulu 8. Paraffin diletekkan pada balok kayu, diratakan pinggirnya dan

ujungnya dibuat sedikit meruncing. Blok paraffin siap dipotong dengan menggunakan mikrotom

2 Cutting

Cutting adalah pemotongan halus jaringan dengan ketebalan 4-5 mikron sehingga mempermudah dalam proses pengamatan preparat. Cutting dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Pemotongan dilakukan pada ruang dingin

2. Sebelum dipotong, blok paraffin dimasukkan ke dalam

refrigerator.


(55)

dengan pemotongan halus dengan ketebalan 5 mirkometer

4. Setelah dipotong, dipilih potongan yang paling baik lalu diapungkan pada air dan dihilangkan kerutannya dengan cara ditekan dengan jarum dan sisi yang lainnya ditarik dengan menggunakan kuas.

5. Lembaran jaringan tersebut dipindahkan ke dalam water bath

sampai beberapa detik sehingga mengembang sempurna.

6. Dengan gerakan menyendok, jaringan tersebut diambil dengan objek gelas bersih dan ditempatkan ditengah atau sepertiga atas atau bawah, diusahakan jangan sampai ada gelembung udara dibawah jaringan.

7. Slide yang berisi jaringan di tempatkan pada incubator (suhu 370C) selama 24 jam sampai jaringan melekat sempurna.

3 Staining / pewarnaan

Sebelum dilakukan proses pewarnaan / staining dilakukan pembuatan pewarnaan Harris Hematoxylin Eosin. Bahan dan cara kerja adalah sebagai berikut :

a. Hematoxylin Kristal : 5 g

b. Alcohol absolute : 50 g

c. Ammonium (potassium alkena) : 100 g/L

d. Aquadest : 1000 mL


(56)

Cara kerja :

Larutan potassium alum ( ammonium) dimasukan ke dalam air dan dipanaskan, kemudian ditambahkan Hematoxylin Kristal yang telah dilarutkan pada akohol absolute. Campuran larutan tersebut didihkan selama 1 menit sambil diaduk, lalu secara perlahan-lahan ditambahkan

mercury oxide sampai berwarna jingga gelap. Setelah itu, larutan dikeluarkan dari panas dan segera didinginkan. Untuk memperjelas pewarnaan inti ditambahkan 2 - 4 mL asam asetet giacial per 100 ml larutan.“larutan ini perlu disaring sebelum digunakan”(Luna, 1968).

Setelah pembuatan pewarnaan Harris Hematoxylin Eosin, dipilih slide yang terbaik, selanjutnya slide tersebut dimasukkan ke dalam rak khusus untuk staining yang memuat beberapa slide, sehingga memungkinkan slide dimasukan secara bersama-sama, selanjutnya slide tersebut dicelupkan secara berurutan ke dalam zat kimia di bawah ini dengan memperlihatkan waktu yang telah ditentukan sebagai berikut :

Tabel 5.Proses Staining / Pewarnaan

No Reagensia Waktu

1 Xylol I 5 menit

2 Xylol II 5 menit

3 Xylol III 5 menit

4 Alkohol absolut I 5 menit

5 Alkohol absolute II 5 menit


(57)

7 Harris haemotoxylin 20 menit

8 Aquadest 1 menit

9 Acid–Alkohol 2-3 celupan

10 Aquadest 1 menit

11 Aquadest 15 menit

12 Eosin 2 menit

13 Alkohol 96% I 3 menit

14 Alkohol 96% II 3 menit

15 Alkohol absolute III 3 menit

16 Alkohol absolute IV 3 menit

17 Xylol IV 5 menit

18 Xylol V 5 menit

4 Mounting

Setelah pewarnaan slide selesai, slide ditempelkan di atas kertas tissue pada tempat datar dan selanjutnya diproses dengan menggunakan

“Canada Balsam“ dan ditutup dengan menggunakan cover glass dan dicegah jangan sampai ada gelembung udara.

5 Pengamatan

Preparat yang telah jadi diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran 100X, 200X, & 400X, tetapi hasilnya yang dipakai adalah dengan pembesaran 400X saja sesuai dengan fokus penelitian nya yaitu mengukur ketebalan dan menghitung jumlah sel.


(58)

D. Parameter Yang Diamati

Pada penelitian ini parameter yang dipakai adalah mengukur ketebalan pericardium dan menghitung jumlah lapisan sel pericardium dengan scoring dari rujukan Lab.Patologi Anatomi RSUDAM.

E. Diagram Alir Penelitian

Aklimatisasi hewan percobaan

Pemberian perlakuan

(K), mencit jantan tidak terpajan

(p1), mencit jantan terpajan

(p2), mencit jantan terpajan

(p3), mencit jantan terpajan

Perlakuan medan listrik 8 jam/hari selama 37 hari

Pengukuran ketebalan pericardium jantung

Menghitung jumlah lapisan sel pericardium jantung

Analisis data (Numerik dan Deskriptif)


(59)

Anderson, S dan Wilson, L.M. 2007.PatofisiologiEdisi 6.EGC. Jakarta. 415-417 Anies, 2005. Dampak Gelombang Elektromagnetik. http//medan/elektro.htm.

Diakses 04 November 2011

Alatas. M. 2003. Dampak Medan Tegangan Listrik Bolak-Balik Terhadap histopatologi Jantung Mencit (Mus Musculus L). (Skripsi). Fakultas Kesehatan Masyarakat. FKUI. Jakarta. Dalam

http//etd/eprints/ui.ac.id/1004/I/K10040225.pdf. Diakses 15 November 2011.

Alatas, E. 2003. Dampak Gelombang Elektromagnetik Terhadap Otot Jantung

http//medan/elektro.jantung.htm. Diakses 06 November 2011

Alfera. M. 2005. Analisis Medan Listrik Terhadap histopatologi Jantung. 28 Oktober 2011. Dalam http//Listrik/Histopatologi Jantung.html. Diakses 21 November 2011

Anonim. 2009. Karakteristik medan Listrik dan Medan Magnet. 26 Januari 2009, Dalam http//www.medicastore.com. Diakses 15 November 2011

Anonim. 2010.Informasi Penyakit. 21 Januari 2010. Dalam http://www.medicastore.com. Diakses 10 November 2011

Arief, Tq. M. dan Astirin, P. 2000. Teratogenesitas Embrio Tikus Setelah Pemaparan Medan Listrik Frekuensi Rendah. Nexux; 13(2) : 62-68

Busman, H. 2007. Kualitas Spermatozoa Mencit Jantan (Mus Musculus) Akibat Fequency Electric Field In Rat TestisI.Penerbit Erlangga. Hal 75-78

Damjanov, Gustav. 1997 Anatomi and fungsional of heart. McGraw-Hill Bokk. Company. New York. 1-34

Departemen Pertambangan dan Energi. 1992. Dampak Medan Listrik. Diakses 20 November 2011.

Dzakwan. 2001. Medan Listrik dan Rahasianya. http://www.medicastore.com. Diakses 10 November 2011

Fitri, E. 2003. Analisis Medan Listrik Terhadap histopatologi Jantung. 08 Oktober 2011. Dalam http//Listrik/Histopatologi Jantung.html. Diakses 8 November 2011


(60)

Glaib, AL.,Dardfi, Al.M.,Tuhaimi, Al.,Elgenaidi,.A.Dkhil, A. 2007. A.Technical Report on the Effect of Electromagnetif Radiation From a Mobile Phone on Mice Organs. Libyan J Med ; 8-9

Guyton & Hall.1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. EGC. Jakarta. Hal 423-424

Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. EGC. Jakarta. Hal 371-372

Insan, A. 2002. Dampak Medan Listrik Dari Jaringan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) Terhadap Kesehatan Masyarakat. FKUI.Jakarta. http//etd/eprints/ui.ac.id/1054/I/K10140325.pdf Diakses 17 November 2011 Joseph & Harkness. 1989. Manual of Histologic cor Mouse. McGraw-Hill Bokk.

Company. New York. 1-34

Junqueria, L. C. 2007.Basic Histology : Text And Atlas, 10 Ed. EGC.Jakarta : Hal : 369-385.

Lu.F.C.1988. Toksikologi Dasar Organ dan Penilaian Risiko Edisi Kedua. UI Press. Jakarta. Hal : 224

Luna, L.G. 1968. Manual of Histologic Stainining Methods of the Armed Forces Institute of Pathology Third Edition. McGraw-Hill Bokk. Company. New York. 1-34

Lee, Chrish B. 1997 Anatomi jantung Manusia dan Fisiologi Jantung. http//anatomi//1276//1005. Diakses 13 November 2011

Mansjoer A, Suditmo, Prayono M. 2001 Dampak Gelombang Elektromagnetik Terhadap Kegagalan Fungsi Organ Jantung.

http//gelombang elektromagnetik//jantung.htm. Diakses 12 November 2011 Mahdi, A. Tegangan Listrik Tegangan Tinggi Penyebab Gagal Jantung. Dalam

PAPDI cabang Semarang. http//Listrik/gagal jantung.htm. Diakses 12 November 2011

Mayun, A. 1983. Dampak Medan Tegangan Listrik Tinggi Terhadap

histopatologi Jantung Mencit (Mus Musculus L). (Skripsi). Fakultas Kesehatan Masyarakat. FK USU. medan. Dalam

http//etd/eprints/ui.ac.id/1004/I/K10040225.pdf. Diakses 25 November 2011


(61)

WIB.

Milham, S. 1985.Mortality In Workers Expeses Te Elektromagnetic Fields (1950-1982). Environ. Health Perspeet, 62 : 297-300.

Musalad, A. 2006. Dampak Medan Magnet dan Medan Listrik Dari Jaringan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) Terhadap Kesehatan Masyarakat. FKUI.Jakarta. http//etd/eprints/ui.ac.id/1054/I/K10140325.pdf Diakses 16 November 2011 Notoatmodjo, S. 2002Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta

PAPDI, 2000. Congestif Hearth Failure (New York Heart Association (NYHA)). Jakarta. Hal 195-197

Pearce, E.C.2000. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Gramedia. Jakarta. Hal 245-251

Prabowo, H. 2005. Gejala Klinis dan Patologi Avian Influenza. Departemen Pertanian. Direktorat Jenderal Bina Produksi. BPPV Regional III. Bandar Lampung

Price, S. A dan Wilson, L. M. 2002. Patofisiologi jilid 6. EGC Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta;Vol : 6

Priyambodo, S.2003. Pengendalian Hama Tikus Terpaadu Seri Agrikiat.Penebar Swada. Jakarta 5-6.

Rahardjo, T dan Nurhayati, S.2008. Studi Toksistas Dekontaminan Prussian Blue Pada Kera Ekor Panjang (Macaca fascicularis). Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi. Batan.

Ressang, A.A. 1995. Dasar Patologi Penyakit Jilid I.Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Hal: 13

Rilantono, L. 2003. Congestif Hearth Failure. Dalam www.medicastore.com. Diakaes 20 November 2011

Robbins, S. L. dan kumar, V. 1992. Buku Ajar Patologi I. Penerjemah Staff Pengajar Laboratorium Anatomik, Fak. Kedokteran. Edisi 4, Universitas Airlangga, Jakarta. Hal: 13-29, 70.

Ross, M. H., Kaye, G. I., Lipincolt, W. P., dan Wilkins. 2003. Histology: A Text and Atlas (4thEdition). Duke University. Philadelphia.


(62)

Seyhan, N., Cansenven, A dan Goknur, G. 2006. Studies Animal on the Effects of ELF and Static EMF.Springer Netherlands. Turkey; Vol 5

Sloane, E. 2004. Anatomi dan fisiologi.EGC Penerbit Buku Kedokteran Jakarta. Hal 305-306

Smith, J.B dan Mangkoewidjojo, S. 1988. Pemerlihaaraan, Pembiakan, dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Setijono, G. 1985. Pemeliharaan dan Pembudidayaan Mencit. Penerbit Universitas Sumatra Utara. Medan

Soejadi, O. 1987. Pengaruh medan elektrostatik terhadap epitel seminiferus tikus dan anaknya.Disertai Universitas Indonesia. Jakarta.

Soejadi, O, Maryono, A. 2002. Pengaruh Medan Listrik Tegangan Tinggi Terhadap Perilaku Mencit. Universitas Indonesia. Jakarta

Sutjipto, N. S. 1998. Petunjuk Praktikum Patologi DIII. Laboratorium Patologi FKH UGGM. Yogyakarta.

Thomas, C. 1988. Histopatologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC Jakarta. Hal : 185-197.

Tribuana, N. 2000. Pengukuran Medan listrtik dan Medan Magnet di Bawah SUTET 500kV.Elektro Indonesia, Indonesia.

Tumiran, M. 1999. Medan magnet dan Medan Listrik di Sekitar SUTET 500kV.

Penelitian Ilmiah. Indonesia.

Baafai, U. 2003.Pengaruh Pemaparan Medan Listrik Terhadap Perilaku Mencit.

Buletin Utama UISU, Terakreditasi, No.52/dikti/kep/2002, ISSN. 1410-4520, V 01.7.

Van, D.G., Kent, M., dan Stuart, I. F. 1998. Concept of Human Anatomy and Physiology Fifth Edition.EGC Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta

Yuwono, S.S., Sulaksono, E., dan Yekti. R.P.2002. Keadaan Nilai Normal Baku Mencit Strain SBR Swiss Derived di Pusat Penelitian Penyakit Menular.

Departemen Kesehatan RI. Jakarta 7-11.

Zare, S.S., Alvandi dan Ebadi, A.G 2007. Histologikal Studies of The Low Frequency Electromagnetic Fields Effect on Liver, Testes and Kidney in Guinea Pig.Idosi Publication. WorldSciencel Journal 2 (5): 509-511.cdc


(1)

43

7 Harris haemotoxylin 20 menit

8 Aquadest 1 menit

9 Acid–Alkohol 2-3 celupan

10 Aquadest 1 menit

11 Aquadest 15 menit

12 Eosin 2 menit

13 Alkohol 96% I 3 menit

14 Alkohol 96% II 3 menit

15 Alkohol absolute III 3 menit 16 Alkohol absolute IV 3 menit

17 Xylol IV 5 menit

18 Xylol V 5 menit

4 Mounting

Setelah pewarnaan slide selesai, slide ditempelkan di atas kertas tissue pada tempat datar dan selanjutnya diproses dengan menggunakan “Canada Balsam“ dan ditutup dengan menggunakan cover glass dan dicegah jangan sampai ada gelembung udara.

5 Pengamatan

Preparat yang telah jadi diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran 100X, 200X, & 400X, tetapi hasilnya yang dipakai adalah dengan pembesaran 400X saja sesuai dengan fokus penelitian nya yaitu mengukur ketebalan dan menghitung jumlah sel.


(2)

44

D. Parameter Yang Diamati

Pada penelitian ini parameter yang dipakai adalah mengukur ketebalan pericardium dan menghitung jumlah lapisan sel pericardium dengan scoring dari rujukan Lab.Patologi Anatomi RSUDAM.

E. Diagram Alir Penelitian

Aklimatisasi hewan percobaan

Pemberian perlakuan

(K), mencit jantan tidak terpajan

(p1), mencit jantan terpajan

(p2), mencit jantan terpajan

(p3), mencit jantan terpajan

Perlakuan medan listrik 8 jam/hari selama 37 hari

Pengukuran ketebalan pericardium jantung

Menghitung jumlah lapisan sel pericardium jantung

Analisis data (Numerik dan Deskriptif)


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, S dan Wilson, L.M. 2007.PatofisiologiEdisi 6.EGC. Jakarta. 415-417 Anies, 2005. Dampak Gelombang Elektromagnetik. http//medan/elektro.htm.

Diakses 04 November 2011

Alatas. M. 2003. Dampak Medan Tegangan Listrik Bolak-Balik Terhadap histopatologi Jantung Mencit (Mus Musculus L). (Skripsi). Fakultas Kesehatan Masyarakat. FKUI. Jakarta. Dalam

http//etd/eprints/ui.ac.id/1004/I/K10040225.pdf. Diakses 15 November 2011.

Alatas, E. 2003. Dampak Gelombang Elektromagnetik Terhadap Otot Jantung http//medan/elektro.jantung.htm. Diakses 06 November 2011

Alfera. M. 2005. Analisis Medan Listrik Terhadap histopatologi Jantung. 28 Oktober 2011. Dalam http//Listrik/Histopatologi Jantung.html. Diakses 21 November 2011

Anonim. 2009. Karakteristik medan Listrik dan Medan Magnet. 26 Januari 2009, Dalam http//www.medicastore.com. Diakses 15 November 2011

Anonim. 2010.Informasi Penyakit. 21 Januari 2010. Dalam http://www.medicastore.com. Diakses 10 November 2011

Arief, Tq. M. dan Astirin, P. 2000. Teratogenesitas Embrio Tikus Setelah Pemaparan Medan Listrik Frekuensi Rendah. Nexux; 13(2) : 62-68

Busman, H. 2007. Kualitas Spermatozoa Mencit Jantan (Mus Musculus) Akibat Fequency Electric Field In Rat TestisI.Penerbit Erlangga. Hal 75-78

Damjanov, Gustav. 1997 Anatomi and fungsional of heart. McGraw-Hill Bokk. Company. New York. 1-34

Departemen Pertambangan dan Energi. 1992. Dampak Medan Listrik. Diakses 20 November 2011.

Dzakwan. 2001. Medan Listrik dan Rahasianya. http://www.medicastore.com. Diakses 10 November 2011

Fitri, E. 2003. Analisis Medan Listrik Terhadap histopatologi Jantung. 08 Oktober 2011. Dalam http//Listrik/Histopatologi Jantung.html. Diakses 8 November 2011


(4)

Ganong, W. F. 2003.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 20. EGC. Jakarta. Hal 284-285, 671

Glaib, AL.,Dardfi, Al.M.,Tuhaimi, Al.,Elgenaidi,.A.Dkhil, A. 2007. A.Technical Report on the Effect of Electromagnetif Radiation From a Mobile Phone on Mice Organs. Libyan J Med ; 8-9

Guyton & Hall.1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. EGC. Jakarta. Hal 423-424

Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. EGC. Jakarta. Hal 371-372

Insan, A. 2002. Dampak Medan Listrik Dari Jaringan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) Terhadap Kesehatan Masyarakat. FKUI.Jakarta. http//etd/eprints/ui.ac.id/1054/I/K10140325.pdf Diakses 17 November 2011 Joseph & Harkness. 1989. Manual of Histologic cor Mouse. McGraw-Hill Bokk.

Company. New York. 1-34

Junqueria, L. C. 2007.Basic Histology : Text And Atlas, 10 Ed. EGC.Jakarta : Hal : 369-385.

Lu.F.C.1988. Toksikologi Dasar Organ dan Penilaian Risiko Edisi Kedua. UI Press. Jakarta. Hal : 224

Luna, L.G. 1968. Manual of Histologic Stainining Methods of the Armed Forces Institute of Pathology Third Edition. McGraw-Hill Bokk. Company. New York. 1-34

Lee, Chrish B. 1997 Anatomi jantung Manusia dan Fisiologi Jantung. http//anatomi//1276//1005. Diakses 13 November 2011

Mansjoer A, Suditmo, Prayono M. 2001 Dampak Gelombang Elektromagnetik Terhadap Kegagalan Fungsi Organ Jantung.

http//gelombang elektromagnetik//jantung.htm. Diakses 12 November 2011 Mahdi, A. Tegangan Listrik Tegangan Tinggi Penyebab Gagal Jantung. Dalam

PAPDI cabang Semarang. http//Listrik/gagal jantung.htm. Diakses 12 November 2011

Mayun, A. 1983. Dampak Medan Tegangan Listrik Tinggi Terhadap histopatologi Jantung Mencit (Mus Musculus L). (Skripsi). Fakultas Kesehatan Masyarakat. FK USU. medan. Dalam

http//etd/eprints/ui.ac.id/1004/I/K10040225.pdf. Diakses 25 November 2011


(5)

Medero, A.J.D.L. 2008.During the Mouse Lecture and Wet Lab. Dalam

www.uprh.edu/rise/activities/mouse/mouse.htm. Diakses 3 Juli Pukul 20.00 WIB.

Milham, S. 1985.Mortality In Workers Expeses Te Elektromagnetic Fields (1950-1982). Environ. Health Perspeet, 62 : 297-300.

Musalad, A. 2006. Dampak Medan Magnet dan Medan Listrik Dari Jaringan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) Terhadap Kesehatan Masyarakat. FKUI.Jakarta. http//etd/eprints/ui.ac.id/1054/I/K10140325.pdf Diakses 16 November 2011 Notoatmodjo, S. 2002Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta

PAPDI, 2000. Congestif Hearth Failure (New York Heart Association (NYHA)). Jakarta. Hal 195-197

Pearce, E.C.2000. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Gramedia. Jakarta. Hal 245-251

Prabowo, H. 2005. Gejala Klinis dan Patologi Avian Influenza. Departemen Pertanian. Direktorat Jenderal Bina Produksi. BPPV Regional III. Bandar Lampung

Price, S. A dan Wilson, L. M. 2002. Patofisiologi jilid 6. EGC Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta;Vol : 6

Priyambodo, S.2003. Pengendalian Hama Tikus Terpaadu Seri Agrikiat.Penebar Swada. Jakarta 5-6.

Rahardjo, T dan Nurhayati, S.2008. Studi Toksistas Dekontaminan Prussian Blue Pada Kera Ekor Panjang (Macaca fascicularis). Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi. Batan.

Ressang, A.A. 1995. Dasar Patologi Penyakit Jilid I.Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Hal: 13

Rilantono, L. 2003. Congestif Hearth Failure. Dalam www.medicastore.com. Diakaes 20 November 2011

Robbins, S. L. dan kumar, V. 1992. Buku Ajar Patologi I. Penerjemah Staff Pengajar Laboratorium Anatomik, Fak. Kedokteran. Edisi 4, Universitas Airlangga, Jakarta. Hal: 13-29, 70.

Ross, M. H., Kaye, G. I., Lipincolt, W. P., dan Wilkins. 2003. Histology: A Text and Atlas (4thEdition). Duke University. Philadelphia.


(6)

Setijono, M.M. 1985.Mencit (Mus Musculul) Sebagai Hewan Percobaan.Skripsi Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.

Seyhan, N., Cansenven, A dan Goknur, G. 2006. Studies Animal on the Effects of ELF and Static EMF.Springer Netherlands. Turkey; Vol 5

Sloane, E. 2004. Anatomi dan fisiologi.EGC Penerbit Buku Kedokteran Jakarta. Hal 305-306

Smith, J.B dan Mangkoewidjojo, S. 1988. Pemerlihaaraan, Pembiakan, dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Setijono, G. 1985. Pemeliharaan dan Pembudidayaan Mencit. Penerbit Universitas Sumatra Utara. Medan

Soejadi, O. 1987. Pengaruh medan elektrostatik terhadap epitel seminiferus tikus dan anaknya.Disertai Universitas Indonesia. Jakarta.

Soejadi, O, Maryono, A. 2002. Pengaruh Medan Listrik Tegangan Tinggi Terhadap Perilaku Mencit. Universitas Indonesia. Jakarta

Sutjipto, N. S. 1998. Petunjuk Praktikum Patologi DIII. Laboratorium Patologi FKH UGGM. Yogyakarta.

Thomas, C. 1988. Histopatologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC Jakarta. Hal : 185-197.

Tribuana, N. 2000. Pengukuran Medan listrtik dan Medan Magnet di Bawah SUTET 500kV.Elektro Indonesia, Indonesia.

Tumiran, M. 1999. Medan magnet dan Medan Listrik di Sekitar SUTET 500kV.

Penelitian Ilmiah. Indonesia.

Baafai, U. 2003.Pengaruh Pemaparan Medan Listrik Terhadap Perilaku Mencit.

Buletin Utama UISU, Terakreditasi, No.52/dikti/kep/2002, ISSN. 1410-4520, V 01.7.

Van, D.G., Kent, M., dan Stuart, I. F. 1998. Concept of Human Anatomy and Physiology Fifth Edition.EGC Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta

Yuwono, S.S., Sulaksono, E., dan Yekti. R.P.2002. Keadaan Nilai Normal Baku Mencit Strain SBR Swiss Derived di Pusat Penelitian Penyakit Menular. Departemen Kesehatan RI. Jakarta 7-11.

Zare, S.S., Alvandi dan Ebadi, A.G 2007. Histologikal Studies of The Low Frequency Electromagnetic Fields Effect on Liver, Testes and Kidney in Guinea Pig.Idosi Publication. WorldSciencel Journal 2 (5): 509-511.cdc