Kebugaran Dan Kemampuan Reproduksi Parasitoid Telur Ooencyrtus Malayensis Ferr. (Hymenoptera: Encyrtidae) Pada Dua Spesies Serangga Inang

KEBUGARAN DAN KEMAMPUAN REPRODUKSI
PARASITOID TELUR Ooencyrtus malayensis FERR.
(HYMENOPTERA: ENCYRTIDAE) PADA DUA SPESIES
SERANGGA INANG

Oleh :
Rosita
A44101061

PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2005

ABSTRAK
ROSITA. Kebugaran dan Kemampuan Reproduksi Parasitoid Telur Ooencyrtus
malayensis Ferr. (Hymenoptera: Encyrtidae) pada Dua Spesies Serangga Inang.
Dibawah bimbingan UTOMO KARTOSUWONDO dan I WAYAN WINASA.
Pengendalian hayati dengan penggunaan musuh alami parasitoid telur
Ooencyrtus malayensis merupakan salah satu alternatif pengendalian hama padi
walang sangit, yang aman terhadap lingkungan. Untuk meningkatkan perannya

sebagai agen pengendali hayati di lapangan, diperlukan adanya usaha untuk
meningkatkan populasinya melalui pembiakkan massal di laboratorium. Tujuan
penelitian ini adalah mengetahui beberapa aspek ciri kebugaran dan kemampuan
reproduksi O. malayensis pada Nezara viridula dan Riptortus linearis.
Sebanyak 20 telur dari masing-masing inang (N. viridula dan R. linearis)
dilekatkan pada kertas pias yang berbeda (1 cm x 5 cm) dengan gom arab,
kemudian pias dimasukkan ke dalam lemari pendingin dengan suhu 5 oC selama
24 jam. Selanjutnya pias dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah diisi
sepasang imago parasitoid telur. Imago parasitoid telur O. malayensis didapatkan
dengan mengumpulkan telur-telur walang sangit terparasit di lapangan. Setiap
hari pias diganti dengan pias yang baru sampai imago betina mati. Imago
parasitoid diberi pakan larutan madu 10% yang dioleskan pada dinding bagian
dalam tabung reaksi. Pengamatan dilakukan terhadap lama perkembangan, lama
hidup, parasitisasi, nisbah kelamin, persentase total betina, pengukuran beberapa
karakter morfologi, keperidian, potensi produksi telur, dan keberhasilan hidup.
Pengolahan data menggunakan program MINITAB dengan uji-t pada taraf nyata
5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama perkembangan parasitoid O.
malayensis pada R. linearis dan N. viridula relatif pendek yaitu sekitar dua
minggu. Lama hidup parasitoid asal inang R. linearis lebih singkat daripada

parasitoid asal inang N. viridula. Tingkat parasitisasi O. malayensis pada inang R.
linearis relatif sama dengan parasitisasi pada N. viridula. Persentase total betina
O. malayensis asal inang R. linearis lebih tinggi dibandingkan asal inang N.
viridula. Jenis inang mempengaruhi ukuran tubuh parasitoid, ukuran tubuh
parasitoid asal inang R. linearis lebih besar dibandingkan dengan parasitoid asal
inang N .viridula. Keperidian dan potensi produksi telur parasitoid betina asal
inang R. linearis relatif tinggi daripada parasitoid asal inang N. viridula.
Keberhasilan hidup parasitoid asal inang R. linearis lebih tinggi dibandingkan
dengan parasitoid asal inang N. viridula.

KEBUGARAN DAN KEMAMPUAN REPRODUKSI
PARASITOID TELUR Ooencyrtus malayensis FERR.
(HYMENOPTERA: ENCYRTIDAE) PADA DUA SPESIES
SERANGGA INANG

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor


Oleh :
Rosita
A44101061

PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2005

Judul

Nama
NRP

: KEBUGARAN DAN KEMAMPUAN REPRODUKSI
PARASITOID TELUR Ooencyrtus malayensis FERR.
(HYMENOPTERA: ENCYRTIDAE) PADA DUA SPESIES
SERANGGA INANG
: Rosita
: A44101061


Menyetujui,
Pembimbing I

Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Utomo Kartosuwondo, MS.
NIP. 130 349 096

Dr. Ir. I Wayan Winasa, MSi.
NIP. 131 669 951

Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, MAgr.
NIP. 130 422 698

Tanggal Lulus : 27 Oktober 2005


RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sumenep pada tanggal 14 Agustus 1982 sebagai putri
kedua dari tiga bersaudara dari pasangan rama H. Abdul Rasyid dan ibu Hj. Siti
Maemunah.
Penulis mengikuti pendidikan Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Kumai,
Kalimantan Tengah pada tahun 1998-2001. Pada tahun 2001, penulis diterima di
Institut Pertanian Bogor (IPB), Fakultas Pertanian, Departemen Hama dan
Penyakit Tumbuhan (sekarang menjadi Departemen Proteksi Tanaman) melalui
jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Selama di IPB, penulis
memiliki pengalaman menjadi asisten dosen pada matakuliah Ilmu Penyakit
Tumbuhan Umum pada semester genap 2004/2005. Selain itu, penulis aktif
dalam keanggotaan organisasi luar kampus LSM RMI (Lembaga Swadaya
Masyarakat Relawan Muda Indonesia).

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Kebugaran dan Kemampuan Reproduksi Parasitoid Telur
Ooencyrtus malayensis pada Dua Spesies Serangga Inang”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Utomo Kartosuwondo, MS. dan Dr. Ir. I Wayan Winasa, MSi.,
yang senantiasa membimbing dan mengarahkan selama penelitian dan
penulisan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Endang Nurhayati, MS., selaku penguji tamu yang telah memberikan
masukan dalam penyusunan laporan ini.
3. Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, MSc., selaku pembimbing akademik yang
telah memberikan bimbingan dan perhatian selama penulis kuliah.
4. Keluarga di Sumenep dan Kalimantan yang telah memberikan kasih sayang,
perhatian, nasehat dan doa.
5. Seluruh staf pengajar Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian yang
telah memberikan ilmu selama penulis kuliah.
6. Kakak kelas dan rekan-rekan dari Departemen Proteksi Tanaman.
7. Semua pihak terkait yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini, masih ada
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan oleh penulis
untuk perbaikan kegiatan selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Amin.

Bogor, Oktober 2005

Rosita


DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................

iii

DAFTAR GAMBAR ..............................................................................

iv

PENDAHULUAN .................................................................................

1

Latar Belakang ..........................................................................

1

Tujuan .......................................................................................


2

TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................

3

Ooencyrtus malayensis Ferriere ................................................

3

Serangga Inang .........................................................................

4

Nezara viridula Linnaeus ..................................................
Riptortus linearis Fabricius ...............................................

4
5


Pengaruh Inang Berbeda Terhadap Kebugaran Parasitoid ........

5

BAHAN DAN METODE .....................................................................

7

Waktu dan Tempat ....................................................................

7

Metode .......................................................................................

7

Pemeliharaan N. viridula dan R. linearis ..........................
Pengadaan parasitoid telur O. malayensis .........................
Perbanyakan parasitoid telur O. malayensis .....................

Percobaan kebugaran parasitoid telur O. malayensis ........
Percobaan kemampuan reproduksi parasitoid telur
O. malayensis ....................................................................
Pengolahan data ................................................................

7
7
7
8
9
10

HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................

11

Kebugaran Parasitoid Telur O. malayensis ...............................

11


Lama perkembangan .........................................................
Lama hidup ........................................................................
Parasitisasi .........................................................................
Nisbah kelamin ..................................................................
Ukuran imago O. malayensis .............................................

12
12
13
14
15

Kemampuan Reproduksi Parasitoid Telur O. malayensis .........

16

Keperidian .........................................................................
Potensi produksi telur .......................................................
Persentase keberhasilan hidup ...........................................

17
18
18

Halaman
KESIMPULAN DAN SARAN ...................... .......................................

20

Kesimpulan ...............................................................................

20

Saran ..........................................................................................

20

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................

21

LAMPIRAN ..........................................................................................

24

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman
Teks

1.

Beberapa ciri kebugaran O. malayensis pada dua inang berbeda ..

12

2.

Ukuran beberapa karakter morfologi yang mencirikan kebugaran
imago O. malayensis pada dua inang berbeda ...............................

15

Kemampuan reproduksi O. malayensis pada dua inang berbeda ....

16

3.

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman
Lampiran

1.

Imago betina dan jantan parasitod telur O. malayensis .............

25

2.

Imago R. linearis dan N. viridula ..............................................

25

3.

Telur R. linearis dan N. viridula ...............................................

25

4.

Tabung reaksi tempat parasitisasi ..............................................

26

5.

Kurungan pemeliharaan R. linearis dan N. viridula ..................

26

6.

Mikroskop compound dengan kamera digital tipe OLYMPUS
11D ............................................................................................

26

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengendalian hayati dengan pemanfaatan musuh alami merupakan salah
satu alternatif pengendalian yang dapat dilakukan untuk mengendalikan salah satu
hama utama padi Leptocorisa oratorius (Hemiptera: Alydidae). Diketahui salah
satu musuh alami walang sangit adalah parasitoid telur Ooencyrtus malayensis
Ferr. (Hymenoptera: Encyrtidae). Parasitoid ini dapat mengendalikan hampir 50%
dari populasi hama walang sangit karena parasitoid ini dapat memarasit telur
walang sangit di lapangan (Kartosuwondo 2001). Selain telur walang sangit, O.
malayensis juga dapat memarasit telur Riptortus linearis Fabricius (Hemiptera:
Alydidae) dan Nezara viridula Linnaeus (Hemiptera: Pentatomidae) pada kedelai
dan Dasynus piperis China (Hemiptera: Coreidae) pada lada (Kalshoven 1981).
Ooencyrtus sp. merupakan parasitoid yang banyak ditemukan memarasit
telur kepik karena parasitoid ini memiliki beberapa kelebihan, yaitu sangat aktif,
siklus hidup pendek, dan mempunyai kemampuan terbang yang tinggi (Kalshoven
1981; Hirose 1998). Untuk meningkatkan peran O. malayensis sebagai agens
pengendali hayati walang sangit di lapang, diperlukan adanya usaha untuk
meningkatkan populasi dan unjuk kerja parasitoid tersebut dengan pemeliharaan
parasitoid melalui pembiakan massal di laboratorium. Dalam pemeliharaan O.
malayensis diperlukan inang yang cocok terutama dari ordo yang sama dengan
walang sangit yakni ordo Hemiptera. Kepik N. viridula, R. linearis dan
Piezodorus hybneri dapat dikembangbiakkan di laboratorium (Kalshoven 1981).
Namun, P. hybneri adalah serangga hama yang memiliki tingkat keperidian yang
rendah sehingga sulit dikembangbiakkan dengan pakan kacang panjang di
laboratorium (Christianto 1990). Sedangkan pembiakan massal parasitoid di
laboratorium terkait dengan persediaan inang yang cukup. Serangga R. linearis
dan N. viridula mudah ditemukan di lapang dan mudah pula dipelihara di
laboratorium dengan memberi pakan kacang panjang.
Agar O. malayensis sebagai agens pengendali hayati dapat berhasil dengan
baik, diperlukan informasi mendasar mengenai efektivitas parasitoid dan berbagai
aspek lain yang dapat mempengaruhi kebugaran parasitoid, terutama yang

berkaitan dengan pembiakan massal di laboratorium, salah satunya mengenai jenis
inang. Kualitas parasitoid yang dihasilkan di laboratorium dipengaruhi oleh jenis
inang yang digunakan. Menurut Corrigan dan Laing (1994) kualitas parasitoid
dan kemampuan untuk menyerang inang target tersebut tergantung dari spesies
yang digunakan dalam pembiakan sebelumnya, dengan demikian penggunaan
inang dalam pembiakan harus selalu diperhatikan. Untuk menyusun suatu strategi
pengendalian hama yang memanfaatkan parasitoid diperlukan informasi dasar
mengenai aspek biologi dan perilaku parasitoid itu. Aspek penting yang berkaitan
dengan biologi antara lain masa perkembangan, keperidian, dan lama hidup imago.
Sedangkan aspek penting yang berkaitan dengan perilaku dalam pencarian dan
memarasit inang antara lain ukuran sayap dan tungkai. Aspek kebugaran dan
kemampuan

reproduksi

tersebut

mempengaruhi

keberhasilan

parasitisasi

parasitoid di lapang. Hoffman et al. (2001) menyatakan bahwa variasi pada sayap
dapat dihubungkan dengan kemampuan terbang parasitoid. Perubahan kecil pada
bentuk dan ukuran sayap parasitoid dapat mempengaruhi kemampuan terbang dan
peletakan telur parasitoid pada telur inang. Selain sayap, karakter morfologis
parasitoid yang kerap terkait dengan kebugarannya adalah panjang tibia. Hal ini
telah dibuktikan oleh Sagarra et al. (2001) melalui penelitiannya yang
menghasilkan suatu kesimpulan bahwa panjang tibia Anagyrus kamali berkorelasi
positif dengan beberapa indikator kebugaran parasitoid yaitu lama hidup, nisbah
kelamin, keperidian, dan lama masa reproduksi. Semakin panjang ukuran tibia
imago A. kamali maka keperidiannya semakin meningkat dan memiliki lama
hidup paling panjang.
Tujuan
Penelitian bertujuan untuk mengetahui beberapa ciri kebugaran dan
kemampuan reproduksi O. malayensis pada inang N. viridula dan R. linearis.

TINJAUAN PUSTAKA
Ooencyrtus malayensis Ferriere
Parasitoid telur O. malayensis Ferr. termasuk famili Encyrtidae, ordo
Hymenoptera. Daerah persebarannya meliputi Amerika Serikat, Eropa, Afrika
Utara, Jepang, Asia Tenggara, dan Indo-Pasifik (Huang & Noyes 1994).
O. malayensis mengalami metamorfosis sempurna. Perkembangan dari telur
sampai pupa berlangsung di dalam telur inang, sehingga parasitoid ini tergolong
endoparasitoid. Parasitoid ini sangat aktif dan dapat menyerang telur inang yang
berumur satu hari. Siklus hidup O. malayensis 12-16 hari (Kalshoven 1981),
sedangkan menurut Susila (1993) siklus hidupnya pada telur N. viridula dan R.
linearis berkisar antara 13-14 hari. Tingkat parasitisasi O. malayensis mencapai
32% pada telur R. linearis (Susila 1993), sedangkan menurut hasil penelitian
Susanti (1998) pada jenis inang yang sama tingkat parasitisasinya hanya mencapai
10.41%. Pada telur Dasynus piperis yang menyerang lada tingkat parasitisasinya
mencapai 90% (Kalshoven 1981).
Telur O. malayensis berwarna bening, dengan ujung posterior agak runcing
dan ujung anterior agak bulat. Pada bagian posterior terdapat tangkai panjang
dan ujungnya menggada.

Stadia telur dua hari dengan tipe telur encyrtiform

(Clausen 1940).
Stadium larva 4 hari, larva berwarna biru keabu-abuan. Bentuknya lonjong
dan agak ramping, sedangkan stadium pupa berkisar antara 4-5 hari. Sebelum
memasuki stadium pupa terdapat stadium prapupa yang berlangsung 1 hari. Saat
stadia pupa, tubuh berwarna putih keabu-abuan serta terdapat garis-garis hitam
pada ruas-ruas abdomen (Susila 1993).
Panjang tubuh imago O. malayensis berkisar 0.5-1.0 mm. Menurut Susila
(1993), ukuran imago betina lebih besar daripada imago jantan (Lampiran 1).
Abdomen imago betina berwarna kuning kecuali pada bagian dorsal, ventral dan
ujung abdomen berwarna hitam. Imago jantan dan betina memiliki 2 pasang sayap
yang hialin, pada bagian permukaannya terdapat rambut yang halus dan pendek,
sayap depan memiliki satu pembuluh sayap. Antena imago jantan dan betina
berwarna kuning dan terdiri dari 11 ruas (Susila 1993).

Serangga Inang
Nezara viridula Linnaeus
N. viridula merupakan kepik hijau tergolong famili Pentatomidae ordo
Hemiptera. Serangga hama ini bersifat kosmopolit dan polifag, dan tersebar di
daerah tropik maupun subtropik di Amerika, Afrika, Asia, Australia dan Eropa.
Di Indonesia kepik hijau ini banyak menyerang padi, jagung, tembakau, kentang,
kapas, dan beberapa komoditas kacang-kacangan sebagai pengisap polong
(Kalshoven 1981).
Telur N. viridula berukuran 1.2 mm x 0.75 mm (Lampiran 3), dan
diletakkan oleh imago betina secara berkelompok pada permukaan daun. Seekor
imago betina rata-rata meletakkan telur sebanyak 300 butir, setiap kelompok
berisi 50-60 butir telur yang diletakkan di bawah permukaan daun (Hill 1975).
Telur yang baru diletakkan berwarna kuning pucat, setelah 3-4 hari berubah
menjadi kemerah-merahan dan pada saat akan menetas berwarna merah bata.
Stadium telur berkisar antara 5-7 hari (Wardani 2001).
Kalshoven (1981) menyatakan bahwa nimfa berwarna cerah dan terdiri dari
lima instar. Nimfa instar pertama pada awalnya berwarna kemerah-merahan,
kemudian berubah menjadi coklat muda, hidup secara berkelompok dan tidak
makan. Nimfa instar dua berwarna hitam dengan bintik putih pada abdomen,
mereka menyebar dan mulai aktif makan. Nimfa instar tiga dan nimfa instar empat
berwarna hitam atau hijau cerah berbintik putih. Nimfa instar lima berwarna sama
dengan nimfa instar empat yaitu hijau berbintik hitam dan putih pada abdomen.
Lama setiap stadium nimfa berbeda-beda. Lama seluruh stadium nimfa berkisar
antara 21-28 hari (Waterhouse & Sands 2001).
Imago N. viridula berbentuk oval memanjang berwarna hijau cerah dengan
tungkai melebar keluar (Lampiran 2). Pada bagian basal kepala terdapat 2 titik.
Imago betina berukuran lebih besar dari imago jantan (Hill 1975).

Riptortus linearis Fabricius
R.

linearis

tergolong famili Alydidae, ordo

Hemiptera.

Daerah

persebarannya adalah Asia Tenggara, dan sejak 1970 diketahui muncul di India.
Tanaman inangnya meliputi

kedelai, dadap, dan berbagai kacang-kacangan

(Kalshoven 1981).
Telur

berbentuk agak bulat dengan bagian tengahnya agak cekung,

diameter telur kurang lebih 1.20 mm (Lampiran 3). Telur diletakkan berkelompok
atau sendiri-sendiri pada permukaan bawah daun biasanya sebanyak 3-5 butir.
Telur yang baru diletakkan berwarna biru keabu-abuan kemudian berubah
menjadi coklat. Dalam dua minggu seekor betina dapat meletakkan telur sebanyak
70 butir. Stadia telur berkisar antara 6-8 hari (Kalshoven 1981).
Nimfa terdiri dari 5 instar yang berbeda bentuk, warna, ukuran dan umurnya.
Stadium nimfa instar satu berlangsung 1-3 hari, bentuknya mirip semut gramang
berwarna kekuning-kuningan. Stadium nimfa instar dua berlangsung 2-4 hari,
berwarna coklat kekuningan. Nimfa instar tiga berwarna coklat dan aktif bergerak
dengan stadium 2-6 hari. Nimfa instar empat berwarna coklat hitam mirip semut
hitam, tidak seaktif nimfa-1 dan nimfa-2 dengan stadium 3-6 hari. Nimfa instar
lima berwarna hitam agak abu-abu dengan stadium 5-8 hari (Tengkano &
Soehardjan 1985 dalam Sugiharti 1996).
Menurut Kalshoven (1981) imago memiliki panjang tubuh berkisar 14-16
mm, berbadan ramping, berwarna coklat dengan garis kuning pada sisi kiri dan
kanannya (Lampiran 2). Siklus hidup 29 hari dengan lama hidup imago sekitar 25
hari.

Pengaruh Inang terhadap Kebugaran Parasitoid
Pada

umumnya

hubungan

antara

serangga

hama (inang) dengan

parasitoidnya adalah bertautan padat (density dependent). Jika populasi inang
meningkat, maka populasi parasitoid juga akan meningkat dan dapat menekan
kembali populasi inang tersebut (Huffaker & Messenger 1976).
Penerimaan parasitoid betina terhadap inangnya tergantung pada pengenalan
secara fisik (ukuran, bentuk, tekstur) dan sifat kimia inang. Greenberg et al.
(1998) mengemukakan bahwa telur inang yang besar akan meningkatkan
keperidian daripada telur inang yang kecil. Demikian pula sebaliknya, telur inang
yang kecil akan menghasilkan ukuran imago betina yang lebih kecil serta tidak
mungkin mampu menyerang telur inang yang besar dan berkualitas baik (Godfray
1994). Selain itu telur inang yang besar akan menghasilkan persentase imago
betina yang lebih kuat daripada telur inang yang kecil serta peningkatan ukuran
telur inang akan meningkatkan pula jumlah parasitoid yang muncul dari inang
tersebut (Bourchier et al. 1993).
Pemilihan inang dalam pembiakan parasitoid penting diperhatikan karena
kualitas dan kemampuan parasitoid untuk menyerang inang target tergantung dari
spesies inang yang digunakan sebelumnya.

Kebugaran parasitoid sangat

dipengaruhi oleh ukuran inang. Ukuran telur inang berpengaruh terhadap ukuran
imago parasitoid yang dihasilkan. Imago parasitoid yang sama (dalam satu spesies)
yang muncul dari inang yang ukurannya berbeda akan memiliki ukuran tubuh
yang berbeda pula (Corrigan & Laing 1994).
Imago parasitoid betina yang mempunyai ukuran tubuh besar mempunyai
kemampuan memarasit inang lebih banyak dibandingkan dengan imago parasitoid
betina spesies sama yang mempunyai ukuran tubuh kecil. Parasitoid besar akan
mampu meletakkan jumlah telur yang lebih banyak daripada parasitoid kecil.
Selain itu, nisbah kelaminnya juga akan condong menjadi betina. Dalam suatu
populasi kecenderungan betina untuk menghasilkan anak betina lebih banyak
daripada anak jantan akan menguntungkan populasi tersebut, karena anak betina
lebih menentukan eksistensi suatu populasi dibandingkan anak jantan. Jadi,
populasi yang memiliki individu-individu yang cenderung untuk mempunyai
keturunan betina akan lebih bugar (Kazmer & Luck 1995).

Schmidt (1994) menyatakan bahwa berdasarkan pengalaman oviposisi
selama

penerimaan

inang,

parasitoid

memaksimumkan

keberhasilan

reproduksinya pada berbagai kondisi ketersediaan dan kesesuaian inang. Jumlah
peletakan telur pada inang bervariasi tergantung pada kualitas dan jumlah inang.
O. malayensis meletakkan 1 sampai 2 butir telur di dalam inang telur N. viridula,
sedangkan pada telur R. linearis, imago betina O. malayensis dapat meletakkan
telur sebanyak 2 sampai 3 butir telur (Susila 1993).

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ekologi Serangga, Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian
berlangsung sejak bulan Maret sampai dengan Agustus 2005.
Metode
Pemeliharaan N. viridula dan R. linearis
Imago N. viridula dikumpulkan dari pertanaman padi di daerah Bubulak,
Bogor. Sedangkan imago R. linearis dikumpulkan dari pertanaman kedelai di
kebun percobaan IPB, Cikabayan, Bogor. Pemeliharaan kepik dilakukan dalam
kurungan berkerangka kayu yang dibungkus dengan kain kasa. Ukuran panjang,
lebar, dan tinggi kurungan adalah 30 cm x 30 cm x 30 cm (Lampiran 5). Kedua
jenis kepik tersebut dimasukkan ke dalam kurungan yang berbeda. Ke dalam
kurungan dimasukkan polong kacang panjang sebagai pakan kepik. Sebagai
tempat peletakan telur N. viridula, dan R. linearis digunakan kain berumbai yang
digantung dalam tiap kurungan. Telur-telur tersebut diambil setiap hari,
selanjutnya digunakan untuk percobaan.
Pengadaan Parasitoid Telur O. malayensis
Parasitoid telur diperoleh dari lapangan dengan cara mengumpulkan telurtelur walang sangit terparasit dari pertanaman padi di daerah Cianjur. Telur-telur
diletakkan dalam tabung reaksi kemudian ditutup kain berwarna hitam. Imago
parasitoid yang keluar dari telur walang sangit diidentifikasi. Imago parasitoid
diberi pakan larutan madu 10% yang diteteskan pada bagian dalam dinding tabung.
Perbanyakan Parasitoid Telur O. malayensis
Parasitoid telur O. malayensis yang digunakan berasal dari telur-telur
walang sangit terparasit dari pertanaman padi di daerah Cianjur. Telur R. linearis
yang telah disterilkan dalam lemari pendingin dengan suhu 5 oC selama 24 jam
dilekatkan pada kertas pias (1 cm x 5 cm) dengan gom arab. Pias dimasukkan ke
dalam tabung reaksi yang berisi sepasang imago parasitoid, untuk diparasitisasi.

Imago parasitoid diberi pakan madu dengan konsentrasi 10% yang dioleskan pada
dinding bagian dalam tabung tersebut. Pias diganti setiap hari (24 jam) dengan
yang baru sampai imago betina mati. Telur inang yang telah terparasit
dipindahkan ke tabung reaksi lain, disimpan pada suhu ruang hingga imago yang
baru muncul. Imago-imago parasitoid yang telah muncul sebagian digunakan
untuk perbanyakan dan sebagian yang lain digunakan untuk percobaan.
Percobaan Kebugaran Parasitoid Telur O. malayensis
Telur-telur N. viridula dan R. linearis dipindahkan dari kurungan
pemeliharaan. Sebanyak 20 telur dari masing-masing inang (N. viridula dan R.
linearis) dilekatkan pada kertas pias yang berbeda (1 cm x 5 cm) dengan gom arab.
Pias tersebut dimasukkan ke dalam lemari pendingin dengan suhu 5 oC selama 24
jam. Kemudian pias dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah diisi sepasang
imago parasitoid telur (Lampiran 4). Setiap hari pias diganti dengan pias yang
baru sampai imago betina mati. Imago parasitoid diberi pakan larutan madu 10%
yang dioleskan pada dinding bagian dalam tabung reaksi. Percobaan ini diulang
10 kali (10 pasang imago parasitoid). Pengamatan dilakukan terhadap lama hidup
imago, persentase parasitisasi, lama perkembangan, persentase kemunculan imago,
nisbah kelamin, persentase total betina, dan pengukuran beberapa karakter
morfologi.
Lama perkembangan. Penghitungan lama perkembangan parasitoid
dilakukan mulai hari pertama telur parasitoid diletakkan ke dalam telur inang
sampai waktu munculnya imago.
Lama hidup. Penghitungan lama hidup dilakukan dengan mencatat waktu
kemunculan imago hingga imago tersebut mati.
Persentase parasitisasi. Persentase parasitisasi diketahui dengan
menghitung banyaknya telur inang yang terparasit setiap harinya. Dihitung
dengan rumus:
Persentase parasitisasi =

Total telur terparasit
x 100%
Total telur dipaparkan

Nisbah kelamin. Menghitung perbandingan antara jumlah imago jantan dan
betina yang muncul setiap hari dari masing-masing perlakuan.

Persentase total betina (PTB). Penghitungan dilakukan dengan rumus
sebagai berikut:
PTB =

B
x100%
N

Keterangan:
B = jumlah betina yang muncul
N = total imago yang muncul
Pengukuran beberapa karakter morfologi. Pengukuran meliputi panjang
dan lebar sayap, panjang tibia, dan panjang tubuh. Panjang sayap diukur dari
pangkal sayap hingga ujung sayap terjauh sedang lebar sayap diukur dari sisi
sayap paling lebar. Pengukuran panjang tibia hanya pada imago betina. Panjang
tubuh diukur dari kepala hingga ujung abdomen. Pengukuran diawali dengan
pemotretan menggunakan mikroskop compound dengan kamera digital tipe
OLYMPUS 11D (Lampiran 6), dilanjutkan pengukuran menggunakan program
tps dig. Pengukuran dilakukan dengan menampilkan foto, kemudian pada titik
terjauh dari objek foto di-klik menggunakan mouse (misalnya untuk objek
panjang sayap, di-klik pada pangkal sayap dan ujung sayap terjauh). Kemudian
data pengukuran yang diperoleh dari program tps dig dilanjutkan ke Microsoft
excel untuk mengkonversi ke dalam satuan mm (1 mm = 908.0022).
Percobaan Kemampuan Reproduksi Parasitoid Telur O. malayensis
Pengamatan kemampuan reproduksi parasitoid telur O. malayensis
dilakukan sebagai berikut. Telur-telur N. viridula dan R. linearis dipindahkan dari
kurungan pemeliharaan. Sebanyak 20 telur dari masing-masing inang (N. viridula
dan R. linearis) dilekatkan pada kertas pias yang berbeda (1 cm x 5 cm) dengan
gom arab. Pias tersebut dimasukkan ke dalam lemari pendingin dengan suhu 5 oC
selama 24 jam. Kemudian pias dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah
diisi sepasang imago parasitoid telur O. malayensis (Lampiran 4). Setiap hari pias
diganti dengan pias yang baru sampai imago betina mati. Imago parasitoid diberi
pakan larutan madu 10% yang dioleskan pada dinding bagian dalam tabung reaksi.
Percobaan ini diulang 10 kali (10 pasang imago parasitoid). Pengamatan
dilakukan terhadap keperidian, potensi produksi telur, dan persentase keberhasilan
hidup.

Keperidian. Keperidian diketahui dengan menghitung total telur yang
diletakkan oleh imago betina selama hidupnya pada telur inang.
Potensi produksi telur. Kemampuan imago memproduksi telur dihitung
berdasarkan jumlah telur yang diletakkan oleh imago betina selama hidupnya
pada telur inang (keperidian) dan jumlah telur yang tersisa dalam ovari.
Potensi Produksi Telur = keperidian + sisa telur di ovari
Persentase keberhasilan hidup. Persentase keberhasilan hidup diketahui
dengan

melihat

tingkat

ketahanan

parasitoid

dalam

telur

inang

dan

kemunculannya.
Pengolahan Data
Pengolahan data untuk mengetahui pengaruh inang (telur N. viridula dan R.
linearis) terhadap kebugaran dan kemampuan reproduksi O. malayensis
menggunakan program MINITAB dengan uji-t pada taraf nyata (α = 0.05).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kebugaran Parasitoid Telur O. malayensis
Dalam penelitian ini kebugaran parasitoid telur O. malayensis diamati
melalui lama perkembangan, lama hidup, parasitisasi, dan nisbah kelamin.
Berdasarkan hasil penelitian, lama perkembangan parasitoid telur O. malayensis
pada R. linearis yaitu 12,60 hari relatif sama dengan lama perkembangan O.
malayensis pada N. viridula yaitu 13,10 hari. Sedangkan lama hidup imago O.
malayensis pada N. viridula lebih lama yaitu 18,40 hari dibandingkan lama hidup
imago O. malayensis pada R. linearis yaitu 12,70 hari. Tingkat parasitisasi imago
betina parasitoid telur O. malayensis pada R. linearis yaitu 15,22% relatif sama
dengan tingkat parasitisasi imago betina parasitoid telur O. malayensis pada N.
viridula yaitu 14,64%. Sedangkan persentase total betina O. malayensis pada R.
linearis lebih tinggi yaitu 75,85% dibandingkan dengan persentase total betina O.
malayensis pada N. viridula yaitu 67,65% (Tabel 1).
Sifat-sifat yang mencirikan kebugaran parasitoid betina adalah lama hidup,
lama masa reproduksi (Godfray 1994), rata-rata perkembangan parasitoid dari
telur sampai imago dan laju pemunculan imago (Corrigan & Laing 1994), serta
ukuran parasitoid (Bouchier et al. 1993). Kebugaran parasitoid betina berkaitan
erat dengan jumlah inang yang diparasit sedangkan kebugaran parasitoid jantan
lebih ditentukan oleh jumlah kopulasi yang dilakukan.

Ukuran imago betina

mempengaruhi kebugaran parasitoid dalam hal efisiensi pencarian inang, lama
hidup, dan suplai telur. Sedangkan ukuran imago jantan akan mempengaruhi
lama hidup dan kemampuan menemukan betina dan melakukan kopulasi (Godfray
1994).

Tabel 1 Beberapa ciri kebugaran O. malayensis pada dua inang berbeda
Inang (x ± SD)*)
Ciri Kebugaran

R. linearis

N. viridula

Lama perkembangan (hari)

12.60 ± 0.69a

13.10 ± 0.31a

Lama hidup (hari)

12.70 ± 1.70b

18.40 ± 4.67a

Parasitisasi (%)

15.22 ± 4.61a

14.64 ± 4.52a

Total betina (%)

75.85 ± 9.16a

67.65 ± 7.96b

*)Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama pada masing-masing ciri
kebugaran tidak berbeda nyata dengan uji t pada taraf nyata (α=5%)

Lama Perkembangan
Lama perkembangan parasitoid O. malayensis pada inang R. linearis dan N.
viridula dari saat telur diinfestasi oleh imago O. malayensis sampai keluarnya
imago parasitoid tersebut berkisar 12-14 hari (Tabel 1).

Berdasarkan hasil

penelitian Susila (1993) menyatakan bahwa siklus hidup O. malayensis adalah 1314 hari baik pada R. linearis maupun pada N. viridula.
Imago keluar dengan jalan membuat lubang pada korion telur inang. Lama
perkembangan parasitoid O. malayensis relatif pendek yaitu sekitar dua minggu.
Sesuai dengan pernyataan Kalshoven (1981), bahwa siklus hidup O. malayensis
sekitar 12-16 hari. Clausen (1940) melaporkan bahwa O. malayensis memarasit
telur serangga famili Pentatomidae di Jawa dengan siklus hidup 12-13 hari.
Serangga yang mempunyai siklus hidup pendek akan memiliki frekuensi bertelur
yang lebih tinggi dibandingkan dengan serangga lainnya yang memiliki siklus
hidup yang lebih lama (Natawigena 1990).
Lama Hidup
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rata-rata lama hidup imago betina O.
malayensis pada inang N. viridula lebih lama yaitu 18,40 hari dibandingkan inang
R. linearis yaitu 12,70 hari (Tabel 1).
Lama hidup imago parasitoid telur O. malayensis dipengaruhi oleh
ketersediaan pakan madu. Pemberian pakan madu yang banyak akan
memperpanjang lama hidup dan meningkatkan keberhasilan reproduksi. Lama
hidup yang panjang dengan ketersediaan nutrisi yang cukup membuat parasitoid
lebih aktif dalam pencarian dan pemilihan inang. Hasil penelitian Handayani

(2004) menyatakan bahwa pakan madu dapat meningkatkan lama hidup,
memperpanjang masa oviposisi, dan meningkatkan produksi telur.

Madu

konsentrasi sedang merupakan pakan yang paling disukai Trichogramma
pretiosum dan dapat meningkatkan lama hidup sebesar 1,9 kali daripada pakan air
(33,2 jam). Hal ini dikarenakan madu mengandung nutrisi yang dibutuhkan oleh
parasitoid. Kandungan nutrisi yang umum terdapat pada madu adalah karbohidrat,
protein,

vitamin,

lemak,

mineral,

dan

air.

Karbohidrat

penting

untuk

perkembangan telur, kesuburan, lama hidup, terbang, sebagai suplemen pakan
larva dan imago Hymenoptera, cadangan selama diapause serta sumber energi
metabolisme (Chippendale 1978 dalam Stoffolano 1994). Sebagian besar imago
Hymenoptera parasitoid memerlukan makanan untuk kelangsungan hidupnya dan
bereproduksi. Pakan sebagai penyedia nutrisi diperoleh dari inang atau sumber
lain yang bukan inang (Jacobs & Evans 1998).
Parasitisasi
Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa rata-rata persentase parasitisasi O.
malayensis pada inang R. linearis adalah 15,22% sedangkan rata-rata persentase
parasitisasi O. malayensis pada inang N. viridula adalah 14,64%.
Tingkat parasitisasi yang tinggi merupakan salah satu indikator penting
dalam keberhasilan pembiakan massal parasitoid di laboratorium. Pemberian
pakan madu mempengaruhi kemampuan parasitisasi imago betina O. malayensis.
Madu

sebagai

salah

satu

makanan

parasitoid

sangat

berperan

dalam

memperpanjang masa hidup imago dan meningkatkan kemampuan imago betina
memarasit inang.

Hasil penelitian Handayani (2004) menunjukkan bahwa

parasitisasi imago betina parasitoid T. pretiosum yang diberi pakan madu
konsentrasi tinggi adalah 36,8%.

Sedangkan pakan madu konsentrasi sedang

yang diberikan pada imago betina parasitoid T. pretiosum dapat meningkatkan
parasitisasi selama hidup sebesar 40,4%. Kemampuan parasitisasi yang tinggi
adalah salah satu ciri penting parasitoid yang akan sangat berpengaruh pada
kesuksesan pengendalian hayati.

Nisbah Kelamin
Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian, menunjukkan bahwa
nisbah kelamin (sex ratio) yang diperoleh dari inang R. linearis adalah jantan :
betina = 1 : 3,13. Sementara nisbah kelamin yang diperoleh dari inang N. viridula
adalah jantan : betina = 1: 2,35. Persentase total betina O. malayensis pada inang
R. linearis sebesar 75,85% lebih tinggi dibandingkan dengan persentase total
betina pada inang N. viridula sebesar 67,65% (Tabel 1).
Kartosuwondo (2001) mengemukakan bahwa nisbah kelamin O.
malayensis jantan : betina = 1 : 3. Kondisi yang demikian sangat menguntungkan
bagi perkembangan populasi parasitoid. Nisbah kelamin dan reproduksi parasitoid
dipengaruhi oleh umur dan kepadatan populasi inang.

Umur telur inang tua

menghasilkan jumlah parasitoid yang lebih sedikit dan proporsi jantan yang lebih
banyak dibandingkan dengan telur inang muda. Demikian juga umur parasitoid
mempengaruhi kemampuan reproduksi dan penurunan proporsi betina (Hofstetter
& Raffa 1998).

Persentase betina yang banyak akan menguntungkan bagi

perbanyakan massal. Jumlah betina yang keluar merupakan faktor penting yang
dapat menentukan keberhasilan parasitoid mengendalikan populasi inangnya dan
dapat menjadi indikator potensi parasitoid dalam mempertahankan hidupnya di
lapangan (Mangangantung 2001). Dengan makin banyaknya betina yang
dihasilkan, maka lebih banyak keturunan yang dapat dihasilkan. Dalam suatu
populasi, kecenderungan betina untuk menghasilkan keturunan betina lebih
banyak daripada keturunan jantan akan menguntungkan populasi tersebut, karena
betina lebih menentukan eksistensi suatu populasi dibandingkan jantan. Jadi,
populasi yang memiliki individu-individu yang cenderung untuk mempunyai
keturunan betina akan lebih bugar. Proporsi jumlah keturunan betina yang lebih
banyak diduga karena kecenderungan imago betina parasitoid meletakkan telurtelur jantan pada inang yang kecil dan meletakkan telur-telur betina pada inang
yang besar (Clausen 1939 dalam Godfray 1994).

Ukuran Imago O. malayensis
Pengukuran imago parasitoid O. malayensis selama penelitian menghasilkan
data bahwa imago betina O. malayensis asal inang R. linearis memiliki lebar
sayap 0,55 mm, panjang sayap 1,31 mm, panjang tibia 0,45 mm, dan panjang
tubuh 1,39 mm lebih panjang dibandingkan dengan imago betina asal inang N.
viridula yang memiliki lebar sayap 0,52 mm, panjang sayap 1,23 mm, panjang
tibia 0,41 mm, dan panjang tubuh 1,25 mm.

Sedangkan imago jantan O.

malayensis asal inang R. linearis memiliki panjang sayap sama dengan imago
jantan asal inang N. viridula yaitu 0,89 mm (Tabel 2). Dengan demi kian, secara
umum dapat dikatakan bahwa ukuran tubuh parasitoid betina O. malayensis asal
inang R. linearis lebih besar dibandingkan dengan parasitoid betina asal inang N.
viridula.
Tabel 2 Ukuran beberapa karakter morfologi yang mencirikan kebugaran imago
O. malayensis pada dua inang berbeda
Karakter Morfologi

Inang (mm ± SD) *)
R. linearis

N. viridula

Panjang sayap betina

1.31 ± 0.01a

1.23 ± 0.05b

Lebar sayap betina

0.55 ± 0.08a

0.52 ± 0.02b

Panjang tibia betina

0.45 ± 0.01a

0.41 ± 0.02b

Panjang tubuh betina

1.39 ± 0.03a

1.25 ± 0.05b

Panjang sayap jantan

0.89 ± 0.04a

0.89 ± 0.05a

Lebar sayap jantan

0.39 ± 0.02a

0.40 ± 0.03a

*)Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama pada masing-masing karakter
morfologi tidak berbeda nyata dengan uji t pada taraf nyata (α=5%)

Berdasarkan ukuran telur inang, besar tubuh imago O. malayensis
berbanding lurus dengan ukuran inang. Bourchier et al. (1993), Corrigan dan
Laing (1994) mengemukakan bahwa ukuran imago parasitoid betina tergantung
dari ukuran telur inang tempat perkembangannya, telur inang yang besar dapat
menghasilkan imago parasitoid yang besar pula daripada telur inang yang kecil.
Kebugaran parasitoid betina berhubungan erat dengan kualitas telur inang yang
diserang (Godfray 1994). Menurut Greenberg et al. (1998) telur inang yang besar
akan menghasilkan ukuran imago betina yang besar, sebaliknya telur inang yang

kecil akan menghasilkan ukuran imago betina yang kecil. Imago parasitoid betina
yang mempunyai ukuran tubuh besar mempunyai kemampuan memarasit inang
lebih banyak dibandingkan dengan imago parasitoid betina spesies sama yang
mempunyai ukuran tubuh kecil. Parasitoid besar akan mampu meletakkan jumlah
telur yang lebih banyak daripada parasitoid kecil. Selain itu, nisbah kelaminnya
juga akan condong ke betina (Kazmer & Luck 1995).
Kemampuan Reproduksi Parasitoid Telur O. malayensis
Dalam penelitian ini kemampuan reproduksi parasitoid telur O. malayensis
diamati melalui keperidian, potensi produksi telur, dan keberhasilan hidup. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa keperidian imago betina O. malayensis pada
inang R. linearis adalah 69,5 butir lebih tinggi dibandingkan keperidian imago
betina O. malayensis pada inang N. viridula sebesar 53,3 butir.

Sedangkan

keberhasilan hidup imago O. malayensis pada inang N. viridula adalah 39,81%
lebih rendah dibandingkan keberhasilan hidup imago O. malayensis pada inang R.
linearis sebesar 62,80% (Tabel 3). Berdasarkan hasil penelitian Susila (1993)
menyatakan bahwa rataan keperidian imago betina O. malayensis pada inang N.
viridula adalah 59,3 butir sedangkan keperidian imago betina O. malayensis pada
inang R. linearis adalah 55,5 butir.
Kebugaran parasitoid berhubungan dengan kemampuan reproduksi dan
eksistensi serangga, yaitu keperidian yang tinggi, efisiensi mencari inang,
kemampuan berkompetisi, dapat mengkoloni dengan cepat, spesifik terhadap
inang tertentu, kemampuan beradaptasi dan sinkron dengan inangnya (Miller
1983), serta potensi produksi telur (Godfray 1994).
Tabel 3 Kemampuan reproduksi O. malayensis pada dua inang berbeda
Parameter Reproduksi

Inang ( x ± SD)*)
R. linearis

N. viridula

Keperidian (butir)

69.50 ± 32.90a

53.30 ± 15.20a

Potensi produksi telur (butir)

73.40 ± 29.30a

59.90 ± 14.80a

Keberhasilan hidup (%)

62.80 ± 10.40a

39.81 ± 4.38b

*)Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama pada masing-masing parameter
reproduksi tidak berbeda nyata dengan uji t pada taraf nyata (α=5%)

Keperidian
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rata-rata keperidian parasitoid O.
malayensis pada inang R. linearis adalah 69,5 butir lebih tinggi dibandingkan
dengan rata-rata keperidian parasitoid O. malayensis pada inang N. viridula
sebesar 53,3 butir (Tabel 3).
Tingginya keperidian O. malayensis pada inang R. linearis dan N. viridula
diduga karena pemberian pakan madu pada imago betina O. malayensis. Coombs
(1996) melaporkan bahwa pemberian pakan madu pada imago betina parasitoid
dapat mempengaruhi keperidian. Berdasarkan hasil penelitian Handayani (2004)
menunjukkan bahwa keperidian imago betina parasitoid T. pretiosum yang
mengonsumsi madu konsentrasi sedang yaitu 34,6 butir dan lebih besar daripada
pengaruh madu konsentrasi tinggi dan air. Schmidt (1994) menyatakan bahwa
berdasarkan pengalaman oviposisi selama penerimaan inang, parasitoid
memaksimumkan keberhasilan reproduksinya pada berbagai kondisi ketersediaan
dan kesesuaian inang. Jumlah peletakan telur pada inang bervariasi tergantung
pada kualitas dan jumlah inang. Selain itu kualitas telur inang mempengaruhi
kekuatan imago betina dan kekuatan imago betina ini akan mempengaruhi
kemampuan imago betina dalam oviposisi. Keperidian yang tinggi merupakan
salah satu indikator penting dalam kesuksesan pembiakan massal di laboratorium.
Namun, keperidian parasitoid di laboratorium tidak selalu menjadi indikator
penting terhadap kebugaran parasitoid di lapang karena beberapa parasitoid mati
sebelum meletakkan semua telurnya yang terkandung dalam ovari (Thomson &
Hoffmann 2002). Ada beberapa alasan yang menyebabkan mengapa banyaknya
telur yang dihasilkan dalam satu waktu akan mempengaruhi kesuksesan
reproduksi di masa yang berikutnya. Salah satu alasan yang sudah didiskusikan
secara luas adalah dibutuhkannya energi dan usaha yang lebih besar dari induk
untuk persiapan nutrisi pada jumlah keturunan yang banyak hingga lama hidupnya
jadi lebih pendek (Godfray 1994).

Potensi Produksi Telur
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rata-rata potensi produksi telur
imago betina O. malayensis pada inang R. linearis adalah 73,4 butir lebih tinggi
dibandingkan rata-rata potensi produksi telur imago betina O. malayensis pada
inang N. viridula sebesar 59,9 butir (Tabel 3).
Berdasarkan pengamatan selama percobaan diketahui bahwa parasitoid O.
malayensis bersifat gregarius. Pada satu butir telur inang R. linearis, imago betina
O. malayensis dapat meletakkan 1 sampai 3 butir telur, sedangkan pada satu butir
telur inang N. viridula, imago betina O. malayensis dapat meletakkan 1 sampai 2
butir telur. Sesuai dengan pernyataan Kalshoven (1981), bahwa jumlah imago O.
malayensis yang muncul dari satu telur inang bervariasi yaitu dari satu pada
Leptocorisa acuta sampai delapan pada Physomerus grossipes.
Tingginya potensi produksi telur diduga disebabkan oleh ketersediaan pakan
dan inang. Handayani (2004) melaporkan bahwa potensi produksi telur imago
betina parasitoid meningkat dengan tersedianya pakan berupa madu, pakan
tersedia setiap hari, atau tersedianya inang bagi imago. Ketersediaan inang
memicu imago parasitoid betina untuk memproduksi telur secara terus-menerus.
Perilaku peletakan telur oleh parasitoid betina dan perkembangan ovari
dipengaruhi oleh ketersediaan dan kualitas inang serta lingkungan inang. Kondisi
inang yang baik mempengaruhi perkembangan ovari termasuk produksi telur dan
kelangsungan hidup (survival) atau penyebaran (dispersal), lingkungan inang
yang tidak tentu, dan hubungan kondisi inang dengan waktu saat oogenesis
dimulai dan waktu saat telur diletakkan (Papaj 2000).
Persentase Keberhasilan Hidup
Rata-rata persentase keberhasilan hidup O. malayensis pada inang N.
viridula adalah 39,81% lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata persentase
keberhasilan hidup O. malayensis pada inang R. linearis sebesar 62,80% (Tabel 3).
Hal ini disebabkan oleh pupa mati pada inang N. viridula lebih tinggi
dibandingkan dengan inang R. linearis.
Kematian pupa disebabkan oleh nilai nutrisi telur inang yang mungkin
kurang cocok. Pada saat persentase keberhasilan hidup O. malayensis tinggi, dapat
dipastikan parasitoid tersebut mampu menghasilkan keturunan yang cukup banyak.

Keturunan yang cukup banyak tersebut dapat mendukung keberhasilan
perbanyakan massal. Keberhasilan hidup sangat berhubungan dengan adaptasi
keturunan parasitoid terhadap lingkungan dan kandungan nutrisi inang. Jika pra
dewasa parasitoid mampu bertahan dalam kondisi lingkungannya dan dapat
memanfaatkan dengan baik kandungan nutrisi inangnya maka parasitoid tersebut
mempunyai peluang keberhasilan hidup. Model hubungan parasitoid-inang
diasumsikan bahwa kualitas inang bervariasi dengan ukuran inang atau umur
inang pada saat parasitisme. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa inang yang
besar lebih banyak kandungan nutrisinya, ukuran inang merupakan indikator yang
terpercaya terhadap jumlah kandungan nutrisi yang tersedia untuk perkembangan
parasitoid (Jeffrey et al. 1994).

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Lama perkembangan parasitoid O. malayensis relatif pendek yaitu sekitar
dua minggu. Lama hidup parasitoid asal inang R. linearis lebih singkat daripada
parasitoid asal inang N. viridula. Tingkat parasitisasi O. malayensis pada inang R.
linearis dan N. viridula relatif sama. Persentase total betina parasitoid asal inang R.
linearis lebih tinggi daripada asal inang N. viridula. Ukuran tubuh parasitoid asal
inang R. linearis lebih besar dibandingkan dengan parasitoid asal inang N.
viridula.
Keperidian dan potensi produksi telur parasitoid pada inang R. linearis
relatif lebih tinggi dibandingkan N. viridula. Keberhasilan hidup parasitoid pada
inang R. linearis lebih tinggi dibandingkan dengan parasitoid pada inang N.
viridula.
Saran
Pembiakan massal O. malayensis disarankan untuk menggunakan telur R.
linearis. Penelitian kebugaran dan kemampuan reproduksi parasitoid telur O.
malayensis baru dilakukan pada inang R. linearis dan N. viridula. Oleh karena itu,
diperlukan penelitian lanjutan pada jenis inang lain yang mudah dipelihara dan
dibiakkan di laboratorium.

DAFTAR PUSTAKA

Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga.
Partosoedjono S, penerjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Terjemahan dari: An Introduction to the Study of Insects.
Bourchier RS, Smith SM, Song SJ. 1993. Host acceptance and parasitoid size as
predictors of parasitoid quality for mass reared Trichogramma minutum.
Bio Cont 3: 135-139.
Christinanto BR. 1990. Biologi Piezodorus rubrofasciatus Fabr. (Hemiptera:
Pentatomidae) pada kedelai (Glycine max (L.) Merill), buncis (Phaseolus
vulgaris L.), kacang jogo (Phaseolus vulgaris L.), kacang panjang (Vigna
sesquipedalis (L.) Frew) [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor,
Fakultas Pertanian.
Clausen CP. 1940.
Company, Inc.

Entomophagus Insect. New York, McGraw Hill Book

Coombs MT. 1996. Influence of adult food deprivation and body size on
fecundity and longevity of Trichopoda giacomellii: a south American
parasitoid of Nezara viridula. Bio Cont 8: 119-123
Corrigan JE, Laing JE. 1994. Effects of the rearing host species and the host
species attacked on performance by Trichogramma minutum Riley
(Hymenoptera: Trichogrammatidae) Environ Entomol 23: 755-760.
Godfray HCJ. 1994. Parasitoids, Behavioral and Evolutionary Ecology. New
Jersey: Princeton University Press.
Greenberg SM, Nordlund DA, Wu Z. 1998. Influence of rearing host on adult
size and ovipositional behavior of mass produced female Trichogramma
minutum Riley and Trichogramma pretiosum Riley (Hymenoptera:
Trichogrammatidae). Bio Cont 11: 43-48.
Handayani RS. 2004. Pengaruh pakan dan inang terhadap lama hidup dan
produksi
telur
Trichogramma
pretiosum
R.
(Hymenoptera:
Trichogrammatidae). [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas
Pertanian.
Hill D. 1975. Agricultural Insect Pest of
Cambridge University Press.

the Tropics and their Control.

Hirose Y. 1998. Conservation biological control of mobile pest: Problem and
tactic, In Barbosa P (ed). Conservation Biological Control. California:
Academic Press. p221-234.
Hofstetter RW, Raffa KF. 1998. Endogenous and exogenous factors affecting
parasitism of gypsy moth egg masses by shape Ooencyrtus kuvanae.
Entomol Exp Appl 88(2): 123-135.
Hoffmann AA, Hewa S, Kapuge. 2001. Composite asymmetry as an indicator of
quality in the beneficial wasp Trichogramma nr. brassicae (Hymenoptera:
Trichogrammatidae). J Econ Entomol 94(4): 826-830.
Huang DW, Noyes JS. 1994. A revision of the Indo-Pacific species of
Ooencyrtus (Hymenoptera: Encyrtidae), parasitoids of immature stages of
economically important insect species (mainly Hemiptera and Lepidoptera).
Bulletin of The Natural History Museum, Entomology Series, 63(1): 1-136.
Huffaker CB, Messenger PS. 1976. Theory and Practice of Biological Control.
New York: Academic Press.
Jacobs HS, Evans EW. 1998. Effects of sugar spray and aphid honey dew on
field populations of the parasitoid Bathyplectes curculionis (Hymenoptera:
Ichneumonidae). Environ Entomol 27(6): 1563-1568.
Jeffrey AH, Ian FH, and David JT. 1994. Flexible larva growth allows use of a
range of host sizes by a parasitoid wasp. Ecology 75(5): 1420-1428.
Kalshoven LGE. 1981. Pests of Crops in Indonesia. Van der Laan PA,
penerjemah. Jakarta: PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve. Terjemahan dari: De
Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie.
Kartosuwond