Interaksi Tri Trofik Dan Keanekaragaman Serangga Pada Pertanaman Kedelai Dengan Beberapa Teknik Pengelolaan Hama

INTERAKSI TRI-TROFIK DAN KEANEKARAGAMAN
SERANGGA PADA PERTANAMAN KEDELAI DENGAN
BEBERAPA TEKNIK PENGELOLAAN HAMA

CIPTADI ACHMAD YUSUP

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Interaksi tri-trofik dan
keanekaragaman serangga pada pertanaman kedelai dengan beberapa teknik
pengelolaan hama” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2016
Ciptadi Achmad Yusup
NIM A351130041

ii

RINGKASAN
CIPTADI ACHMAD YUSUP. Interaksi Tri-trofik dan Keanekaragaman Serangga
pada Pertanaman Kedelai dengan Beberapa Teknik Pengelolaan Hama. Dibimbing
oleh PURNAMA HIDAYAT dan I WAYAN WINASA.
Lahan pertanaman kedelai merupakan suatu ekosistem kompleks yang terdiri
dari berbagai tingkatan trofik yang saling berhubungan dan membentuk suatu
jaring-jaring makanan. Interaksi tri-trofik merupakan gambaran umum dari jaringjaring makanan yang ada pada suatu ekosistem. Interaksi tri-trofik pada lahan
kedelai melibatkan tumbuhan sebagai produsen dengan serangga fitofag sebagai
konsumen primer dan musuh alami sebagai konsumen sekunder.
Aplikasi insektisida sintetik merupakan salah satu upaya yang dilakukan
untuk meningkatkan produksi kedelai. Namun, penggunaan insektisida sintetik
akan berdampak langsung maupun tidak langsung kestabilan ekosistem pertanaman
kedelai. Pola interaksi antar tingkatan trofik dapat digunakan untuk melihat

pengaruh teknik pengendalian hama terhadap keseimbangan ekosistem pertanaman
kedelai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola interaksi tri-trofik yang
terbentuk pada lahan pertanaman kedelai yang ditanam dengan tiga teknik
pengelolaan hama. Selain itu juga untuk mengetahui keanekaragaman dan
kelimpahan spesies serangga pada lahan kedelai yang diaplikasikan ketiga teknik
pengelolaan hama tersebut.
Penelitian dilaksanakan pada musim kemarau II (MKII) bulan Juni hingga
September 2014 bertempat di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Aneka
Kacang dan Umbi (BALITKABI) di Ngale, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.
Penelitian ini menguji tiga teknik pengelolaan hama, yaitu teknik pengelolaan hama
campuran, teknik pengelolaan hama kimiawi, dan teknik pengelolaan hama versi
petani. Penelitian menggunakan rancangan percobaan acak kelompok (RAK).
Teknik pengelolaan hama campuran menggunakan perlakuan benih dengan PGPR,
penggunaan tanaman pinggir jagung, aplikasi insektisida nabati ekstrak mimba
berbasis kalender dengan interval aplikasi seminggu sekali, bioinsektisida
Spodoptera litura Nuclopolyherdal Virus (SlNPV) untuk hama ulat grayak, dan
insektisida sintetik bahan aktif imidakloprid, deltamethrin, dan fipronil. Teknik
pengelolaan hama kimiawi menggunakan perlakuan benih dengan insektisida
sintetik berbahan aktif karbosulfan dan aplikasi insektisida sintetik berbahan aktif
fipronil, imidakloprid, dan deltamethrin berbasis kalender dengan interval aplikasi

dua minggu sekali. Teknik pengelolaan hama versi petani menggunakan perlakuan
benih dengan insektisida berbahan aktif karbosulfan, dan aplikasi insektisida
sintetik berbasis monitoring populasi hama dengan insektisida berbahan aktif
klorfluazuron, imidakloprid, deltamethrin, dan fipronil. Keanekaragaman dan
kelimpahan serangga diamati dengan menggunakan jaring serangga dan lubang
jebakan pada masing-masing petak perlakuan dengan interval pengamatan
seminggu sekali. Masing-masing teknik pengelolaan hama diulang sebanyak lima
kali dengan ukuran petak perlakuan sebesar 7.5 m x 20 m (150 m2).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat sembilan spesies tumbuhan
yang berinteraksi dengan 30 spesies serangga fitofag dan 16 spesies musuh alami.
Jumlah tautan trofik dan pola interaksi yang terbentuk antara tingkatan trofik

iii
pertama dan kedua pada lahan kedelai yang ditanam dengan ketiga teknik
pengelolaan hama tidak terlalu berbeda. Interaksi antara trofik kedua (serangga
fitofag) dengan trofik ketiga (musuh alami) pada lahan kedelai dengan perlakuan
teknik pengelolaan hama kimiawi menghasilkan 26 tautan trofik, jumlah ini lebih
sedikit dibandingkan dengan lahan kedelai yang diaplikasikan teknik pengelolaan
hama campuran (50 tautan trofik) dan teknik pengelolaan hama versi petani (41
tautan trofik). Hal ini menyebabkan pola interaksi trofik kedua dan ketiga pada

teknik pengelolaan hama kimiawi lebih sederhana dibandingkan dengan dua
perlakuan lainnya. Berdasarkan pengamatan langsung pada tanaman kedelai,
kutukebul Bemisia tabaci Gennadius merupakan serangga fitofag yang memiliki
populasi tertinggi di seluruh petak perlakuan. Sedangkan spesies musuh alami yang
memiliki populasi tertinggi adalah kumbang koksi Menochilus sexmaculatus
Fabricus.
Berdasarkan hasil penjaringan, keanekaragaman dan kelimpahan serangga
fitofag, predator, dan parasitoid tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada
seluruh petak perlakuan. Komposisi spesies serangga yang tertangkap dengan
jaring serangga didominasi oleh serangga fitofag (47-50%), diikuti oleh parasitoid
(30-35%), predator (14-22%), dan artropoda lain yang belum diketahui peran
ekologinya (1-4%). Sedangkan untuk hasil pengamatan dengan lubang jebakan
menunjukkan hasil keanekaragaman spesies predator di lahan kedelai dengan
teknik pengelolaan hama versi petani memiliki keanekaragaman spesies predator
yang lebih tinggi dibandingkan dua perlakuan lainnya. Namun untuk
keanekaragaman dan kelimpahan spesies serangga fitofag dan parasitoid, dan
kelimpahan spesies predator hasil yang diperoleh menunjukkan tidak adanya
perbedaan yang nyata antar petak perlakuan. Komposisi spesies serangga yang
tertangkap lubang jebakan didominasi oleh fitofag (32-39%), diikuti oleh predator
(32-36%), parasitoid (13-17%), dan artropoda lain (16-17%). Sebagian besar

spesies serangga yang ditemukan di seluruh petak merupakan spesies yang sama.
Lahan kedelai dengan aplikasi insektisida berbasis monitoring populasi hama
memiliki tingkat keanekaragaman spesies predator yang lebih tinggi dibandingkan
dengan lahan kedelai dengan aplikasi insektisida berbasis kalender, baik itu dengan
menggunakan insektisida nabati maupun sintetik.
Kata kunci:

hama kedelai, jaring-jaring makanan, keanekaragaman serangga,
musuh alami, pestisida

iv

SUMMARY
CIPTADI ACHMAD YUSUP. Tri-trophic Interactions and Insect Diversity on
Soybean Field under Several Pest Management Techniques. Supervised by
PURNAMA HIDAYAT and I WAYAN WINASA.
Soybean field is a complex ecosystem consists of several trophic levels that
connect to each other and build a food web. Tri-trophic interaction is a general
overview of ecosystem’s food web. Tri-trophic interaction in soybean field involves
plants as producers (1st trophic level), phytophagous insects as first consumers (2nd

trophic level), and their natural enemies as second consumers (3rd trophic level).
Application of synthetic insecticides is one of the efforts to increase soybean
production. However, synthetic pesticide applications will affect directly or
indirectly on stability of soybean field ecosystem. The interaction petterns between
trophic levels can be use to evaluate the effects of pest management technique on
stability of soybean field ecosystem. The objectives of this study were to evaluate
the tri-trophic interaction patterns on soybean field planted with three pest
management techniques. In addition, to evaluate diversity and abundance of insect
species on soybean field applied by the three pest management techniques.
Experiment was conducted during dry season from June to September 2014
at the experimental field of BALITKABI, Ngawi District, East Java. This study
examined three pest management techniques, namely mixed pest management
technique, chemical-based pest management technique, and farmer’s pest
management technique. The experimental design used was a randomized complete
block experimental design. Mixed pest management technique used a seed
treatment with plant growth promoting rhizobacteria (PGPR), corn border plant,
weekly application of botanical insecticide (neem extract), bioinsecticide
Spodoptera litura Nuclopolyhedral Virus (SlNPV) for controlling oriental
leafworm, and synthetic insecticide application with imidakloprid, deltamethrin,
and fipronil active ingredients. Chemical-based pest management technique used a

seed treatment with karbosulfan insecticide and biweekly application of synthetic
insecticide with fipronil, imidakloprid, and deltamethrin active ingredients.
Farmer’s pest management technique used a seed treatment with karbosulfan
insecticide and application of synthetic insecticide with klorfluazuron,
imidakloprid, deltamethrin, and fipronil active ingredient based on pest population
level. Insect species diversity and abundance were observed using insect net and
pitfall trap on each treatment with one-week interval. Each pest management
technique repeated five times with a plot size 7.5 m x 20 m (150 m2).
The results of study showed that there were nine plant species were associated
with 30 species of phytophagous insects and 16 species of natural enemies. Trophic
links number and interaction pattern formed between first and second trophic levels
on soybean field were not so different in all treatments. The interaction between
second trophic level (phytophagous insects) and third trophic level (natural
enemies) on soybean field with chemical-based pest management technique was
fewer (26 trophic links) than soybean field with mixed pest management technique
(50 trophic links) and farmer’s pest management technique (41 trophic links). This
condition caused the trophic interaction patterns on the chemical-based pest

v
management technique was simpler with less natural enemies species diversity

compared to two other treatments. Based on the direct observation on soybean
plants, the whitefly Bemisia tabaci Gennadius was the most dominant
phytophagous insect on the soybean field, while the most dominant natural enemy
species was ladybug Menochilus sexmaculatus Fabricus.
Based on the observation using insect net, the diversity and abundance of
phytophagous insects, predators, and parasitoids were not significantly different
among treatment plots. Insect species composition collected using insect net was
dominated by phytophagous insects (47-50%), followed by parasitoids (30-35%),
predators (14-22%), and other arthropods with unknown ecological role (1-4%).
Observation result using pitfall traps showed that soybean fields applied with
farmer’s pest management technique had a higher diversity of predator species than
the two other treatments. However, for diversity and abundance of phytophagous
insects and parasitoids, also abundance of predator species, the result showed there
was not significantly different among treatments plot. Insect species composition
collected using fitfall trap was dominated by phytophagous insects (32-39%),
followed by predators (32-36%), parasitoids (13-17%), and other arthropods (1617%). Most of the insect species found in all pest management techniques were
similar. The soybean field with pest population-based insecticide application had
higher diversity of predator species compared to soybean field with calendar-based
insecticide application, either using bioinsecticide or synthetic insecticide.
Key words: Foodweb, insect diversity, natural enemy, pesticide, soybean pest


vi

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

INTERAKSI TRI-TROFIK DAN KEANEKARAGAMAN
SERANGGA PADA PERTANAMAN KEDELAI DENGAN
BEBERAPA TEKNIK PENGELOLAAN HAMA

CIPTADI ACHMAD YUSUP
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains
pada
Program Studi Entomologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Hermanu Triwidodo, MSc

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
berkah dan nikmat-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan mulai bulan Juli 2014 ini ialah Interaksi
Tri-trofik dan Keanekaragaman Serangga pada Pertanaman Kedelai dengan
Beberapa Teknik Pengelolaan Hama.
Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Bapak Dr Ir Purnama Hidayat, MSc dan Bapak Dr Ir I Wayan Winasa, MS

selaku Komisi Pembimbing yang telah memberikan pengarahan, bimbingan,
saran, dan motivasi selama proses penelitian dan penyusunan tesis ini.
2. Bapak Dr Ir Hermanu Triwidodo, MSc sebagai Dosen Penguji Luar Komisi
dan Bapak Dr Ir Pudjianto, MSi sebagai Ketua Program Studi Entomologi yang
telah banyak memberi masukan dan saran.
3. Rekan-rekan keluarga besar Kebun Percobaan BALITKABI di Ngale, Ngawi,
Jawa Timur atas segala bantuannya saat di lapangan dan atas rasa kekeluargaan
yang diberikan kepada penulis selama pengambilan data.
4. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayahanda Endang Priatna,
SP, Ibunda Yuyu Yulianingsih, serta kakak Krisna Primanti, MPd atas do’a,
kasih sayang, dan dukungan yang tiada henti bagi penulis.
5. Serta kepada seluruh teman dan sahabat Laboratorium Taksonomi Serangga,
Entomologi 2013 IPB, Mbak Atiek, dan Ibu Aisyah.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juni 2016
Ciptadi Achmad Yusup

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

1 PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian

3

2 TINJAUAN PUSTAKA

4

Tanaman Kedelai

4

Hama Tanaman Kedelai

4

Musuh Alami Hama pada Pertanaman Kedelai

5

Jaring-jaring Makanan

6

3 METODE

8

Tempat dan Waktu Penelitian

8

Alat dan Bahan

8

Metode Penelitian

9

4 HASIL

13

Struktur Trofik di Pertanaman Kedelai

13

Keanekaragaman dan Kelimpahan Spesies Serangga

18

5 PEMBAHASAN

25

6 SIMPULAN DAN SARAN

30

Simpulan

30

Saran

30

UCAPAN TERIMA KASIH

31

DAFTAR PUSTAKA

32

LAMPIRAN

37

RIWAYAT HIDUP

58

DAFTAR TABEL
1
2

3

4

5

6

Komponen teknik pengelolaan hama yang digunakan
Spesies yang ditemukan pada masing-masing tingkatan trofik di
pertanaman kedelai berdasarkan hasil pengamatan pada tanaman
kedelai dan pemeliharaan parasitoid
ANOVA pengaruh teknik pengelolaan hama yang berbeda terhadap
keanekaragaman dan kelimpahan serangga hasil penjaringan pada
umur tanaman 2, 4, dan 6 MST
Lima spesies serangga fitofag, predator, dan parasitoid yang
memiliki populasi tertinggi berdasarkan hasil pengamatan dengan
jaring serangga
ANOVA pengaruh teknik pengelolaan hama yang berbeda terhadap
keanekaragaman dan kelimpahan serangga hasil lubang jebakan
pada umur tanaman 2, 4, dan 6 MST
Lima spesies serangga fitofag, predator, dan parasitoid yang
memiliki populasi tertinggi berdasarkan pengamatan dengan lubang
jebakan

9

13

19

21

22

24

DAFTAR GAMBAR
1

Lokasi penelitian yang ditandai dengan garis kuning, dilihat dari
satelit. Sumber : Google Maps (2016)
2 Aplikasi insektisida dengan border plastik pada masing-masing
petak perlakuan
3 Posisi unit contoh dalam petak perlakuan
4 Titik penjaringan dan penempatan lubang jebakan pada petak
perlakuan
5 Koloni kutukebul Bemisia tabaci pada daun tanaman kedelai
6 Pola interaksi antara tingkatan trofik pertama dan kedua pada
pertanaman kedelai. (a) pola pengelolaan hama campuran (P-C); (b)
pola pengelolaan hama kimiawi (P-K); (c) pola pengelolaan hama
versi petani (P-P)
7 Pola interaksi antara tingkatan trofik kedua dan ketiga pada
pertanaman kedelai. (a) pola pengelolaan hama campuran (P-C); (b)
pola pengelolaan hama kimiawi (P-K); (c) pola pengelolaan hama
versi petani (P-P)
8 Imago kumbang koksi Menochilus sexmaculatus
9 Keanekaragaman dan kelimpahan serangga hasil penjaringan di
pertanaman kedelai pada umur tanaman 2, 4, dan 6 MST. (■) Teknik
pengelolaan hama campuran (P-C), (▲) Teknik pengelolaan hama
kimiawi (P-K), dan (●) Teknik pengelolaan hama versi petani (P-P)
10 Komposisi spesies serangga hasil penjaringan yang ditemukan pada
teknik pengelolaan hama yang berbeda. P-C = Teknik Pengelolaan
Hama Campuran. P-K = Teknik Pengelolaan Hama Kimiawi. P-P =
Teknik Pengelolaan Hama versi Petani

8
10
11
12
15

16

17
18

19

20

11 Diagram Venn jumlah spesies serangga hasil penjaringan pada
teknik pengelolaan hama yang berbeda. P-C = Teknik Pengelolaan
Hama Campuran. P-K = Teknik Pengelolaan Hama Kimiawi. P-P =
Teknik Pengelolaan Hama versi Petani
12 Keanekaragaman dan kelimpahan serangga hasil lubang jebakan di
pertanaman kedelai pada umur tanaman 2, 4, dan 6 MST. (■) Teknik
pengelolaan hama campuran (P-C), (▲) Teknik pengelolaan hama
kimiawi (P-K), dan (●) Teknik pengelolaan hama versi petani (P-P)
13 Komposisi spesies serangga hasil lubang jebakan yang ditemukan
pada teknik pengelolaan hama yang berbeda. P-C = Teknik
Pengelolaan Hama Campuran. P-K = Teknik Pengelolaan Hama
Kimiawi. P-P = Teknik Pengelolaan Hama versi Petani
14 Diagram Venn jumlah spesies serangga hasil lubang jebakan pada
teknik pengelolaan hama yang berbeda. P-C = Teknik Pengelolaan
Hama Campuran. P-K = Teknik Pengelolaan Hama Kimiawi. P-P =
Teknik Pengelolaan Hama versi Petani

21

22

23

24

DAFTAR LAMPIRAN
1

Bahan penelitian: A. Insektisida nabati ekstrak mimba; B. PGPR; C.
benih jagung untuk tanaman pagar; D. insektisida sintetik untuk
perlakuan benih; E. biakan murni SlNPV
2 Denah plot perlakuan teknik pengelolaan hama kedelai di lahan
percobaan.
3 Kelimpahan spesies serangga dan artropoda lain pada masingmasing perlakuan berdasarkan hasil penjaringan. P-C = Teknik
Pengelolaan Hama Campuran. P-K = Teknik Pengelolaan Hama
Kimiawi. P-P = Teknik Pengelolaan Hama versi Petani
4 Spesies serangga yang ditemukan di ketiga teknik pengelolaan hama
berdasarkan hasil penjaringan
5 Kelimpahan spesies serangga dan artropoda lain pada masingmasing perlakuan berdasarkan hasil lubang jebakan. P-C = Teknik
Pengelolaan Hama Campuran. P-K = Teknik Pengelolaan Hama
Kimiawi. P-P = Teknik Pengelolaan Hama versi Petani
6 Spesies serangga yang ditemukan di ketiga teknik pengelolaan hama
berdasarkan hasil lubang jebakan
7 Lahan melon disekitar lokasi penelitian yang gagal panen akibat
serangan kutukebul
8 Grafik rata-rata suhu maksimal harian bulan Juni hingga Oktober
2014 di lahan penelitian KP. Ngale, Ngawi, Jawa Timur. Sumber:
Data Klimatologi KP Ngale Tahun 2014
9 ANOVA keanekaragaman spesies serangga fitofag hasil penjaringan
pada umur tanaman 2 MST
10 ANOVA keanekaragaman spesies serangga fitofag hasil penjaringan
pada umur tanaman 4 MST

37
37

38
42

44
48
49

49
50
50

11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34

ANOVA keanekaragaman spesies serangga fitofag hasil
penjaringan pada umur tanaman 6 MST
ANOVA keanekaragaman spesies serangga parasitoid hasil
penjaringan pada umur tanaman 2 MST
ANOVA keanekaragaman spesies serangga parasitoid hasil
penjaringan pada umur tanaman 4 MST
ANOVA keanekaragaman spesies serangga parasitoid hasil
penjaringan pada umur tanaman 6 MST
ANOVA keanekaragaman spesies serangga predator hasil
penjaringan pada umur tanaman 2 MST
ANOVA keanekaragaman spesies serangga predator hasil
penjaringan pada umur tanaman 4 MST
ANOVA keanekaragaman spesies serangga predator hasil
penjaringan pada umur tanaman 6 MST
ANOVA kelimpahan spesies serangga fitofag hasil penjaringan
pada umur tanaman 2 MST
ANOVA kelimpahan spesies serangga fitofag hasil penjaringan
pada umur tanaman 4 MST
ANOVA kelimpahan spesies serangga fitofag hasil penjaringan
pada umur tanaman 6 MST
ANOVA kelimpahan spesies serangga parasitoid hasil penjaringan
pada umur tanaman 2 MST
ANOVA kelimpahan spesies serangga parasitoid hasil penjaringan
pada umur tanaman 4 MST
ANOVA kelimpahan spesies serangga parasitoid hasil penjaringan
pada umur tanaman 6 MST
ANOVA kelimpahan spesies serangga predator hasil penjaringan
pada umur tanaman 2 MST
ANOVA kelimpahan spesies serangga predator hasil penjaringan
pada umur tanaman 4 MST
ANOVA kelimpahan spesies serangga predator hasil penjaringan
pada umur tanaman 6 MST
ANOVA keanekaragaman spesies serangga fitofag hasil lubang
jebakan pada umur tanaman 2 MST
ANOVA keanekaragaman spesies serangga fitofag hasil lubang
jebakan pada umur tanaman 4 MST
ANOVA keanekaragaman spesies serangga fitofag hasil lubang
jebakan pada umur tanaman 6 MST
ANOVA keanekaragaman spesies serangga parasitoid hasil lubang
jebakan pada umur tanaman 2 MST
ANOVA keanekaragaman spesies serangga parasitoid hasil lubang
jebakan pada umur tanaman 4 MST
ANOVA keanekaragaman spesies serangga parasitoid hasil lubang
jebakan pada umur tanaman 6 MST
ANOVA keanekaragaman spesies serangga predator hasil lubang
jebakan pada umur tanaman 2 MST
ANOVA keanekaragaman spesies serangga predator hasil lubang
jebakan pada umur tanaman 4 MST

50
50
50
51
51
51
51
51
52
52
52
52
52
53
53
53
53
53
54
54
54
54
54
55

35
36
37
38
39
40
41
42
43
44

ANOVA keanekaragaman spesies serangga predator hasil lubang
jebakan pada umur tanaman 6 MST
ANOVA kelimpahan spesies serangga fitofag hasil lubang jebakan
pada umur tanaman 2 MST
ANOVA kelimpahan spesies serangga fitofag hasil lubang jebakan
pada umur tanaman 4 MST
ANOVA kelimpahan spesies serangga fitofag hasil lubang jebakan
pada umur tanaman 6 MST
ANOVA kelimpahan spesies serangga parasitoid hasil lubang
jebakan pada umur tanaman 2 MST
ANOVA kelimpahan spesies serangga parasitoid hasil lubang
jebakan pada umur tanaman 4 MST
ANOVA kelimpahan spesies serangga parasitoid hasil lubang
jebakan pada umur tanaman 6 MST
ANOVA kelimpahan spesies serangga predator hasil lubang
jebakan pada umur tanaman 2 MST
ANOVA kelimpahan spesies serangga predator hasil lubang
jebakan pada umur tanaman 4 MST
ANOVA kelimpahan spesies serangga predator hasil lubang
jebakan pada umur tanaman 6 MST

55
55
55
55
56
56
56
56
56
57

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Lahan kedelai merupakan suatu ekosistem kompleks yang terdiri atas
beberapa tingkatan trofik yang saling berhubungan dan membentuk suatu jaringjaring makanan. Jaring-jaring makanan merupakan interaksi antar tingkatan trofik
organisme yang saling mengeksploitasi satu sama lainnya dan setidaknya terdiri
atas tiga tingkatan trofik (tri-trofik) dan lebih dari dua spesies yang terlibat untuk
masing-masing tingkatan trofik (Begon et al. 2003). Panjang jaring-jaring makanan
yang terbentuk ditentukan oleh struktur trofik yang terlibat didalamnya (Hutchinson
1959). Struktur trofik tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor yang juga
memengaruhi kepadatan populasi masing-masing tingkatan trofik yang terhubung
(Huxel dan McCann 1998).
Interaksi tri-trofik merupakan hubungan yang terjadi diantara tumbuhanherbivora dan herbivora-predator (Mooney et al. 2012). Interaksi tri-trofik dianggap
cukup untuk menggambarkan suatu jaring-jaring makanan pada suatu ekosistem
(Begon et al. 2003). Pada ekosistem pertanaman kedelai, tingkatan trofik pertama
dihuni oleh tanaman kedelai dan tumbuhan lain yang tumbuh disekitar tanaman
kedelai. Tingkatan trofik kedua dihuni oleh serangga hama kedelai, serangga
penyerbuk, dan serangga lain yang berasosiasi dengan tanaman kedelai. Sedangkan
untuk tingkatan trofik ketiga dihuni oleh musuh alami hama tanaman kedelai.
Ketiga tingkatan trofik tersebut saling berhubungan dan membentuk interaksi tritrofik. Serangga memiliki peranan yang sangat penting dalam berbagai jenis
ekosistem (Speight et al. 2008). Serangga merupakan salah satu penyusun tingkatan
trofik yang penting pada ekosistem pertanaman kedelai, terutama perannya sebagai
hama yang menyebabkan kerusakan dan kehilangan hasil tanaman kedelai
mendapat perhatian khusus dari petani terutama dalam praktek budidaya tanaman
kedelai.
Kedelai sebagai salah satu komoditas pangan penting di Indonesia, masih
memiliki tingkat produksi yang rendah jika dibandingkan dengan negara penghasil
kedelai lainnya. Produksi kedelai Indonesia hanya mencukupi sebanyak lebih
kurang 40% rata-rata kebutuhan kedelai nasional (BAPPENAS 2013). Salah satu
faktor penyebab rendahnya produksi kedelai adalah adanya serangan organisme
pengganggu tanaman (OPT), khususnya hama kedelai. Oleh sebab itu, petani
kedelai secara intensif melakukan pengendalian hama kedelai dengan berbagai
cara. Salah satu upaya yang dilakukan oleh petani kedelai adalah dengan
menerapkan teknik pengendalian hama kedelai baik secara kimiawi dengan
menggunakan pestisida sintetik, maupun secara pengendalian hayati dengan
memanfaatkan musuh alami dan pestisida nabati (Marwoto et al. 1991). Menurut
Marwoto et al. (1991) musuh alami hama kedelai telah dapat menekan populasi
hama kedelai tetap berada pada tingkatan yang stabil. Sehingga usaha pengendalian
hama harus memperhatikan kelangsungan hidup dari musuh alami yang
bermanfaat.
Penggunaan pestisida sintetik yang dimaksudkan untuk mengurangi dampak
kehilangan produksi akan mengakibatkan perubahan lingkungan yang tidak
diinginkan (Altieri dan Nicholls 2004). Zacharia (2011) juga melaporkan bahwa

2
pestisida dapat secara langsung maupun tidak langsung memengaruhi ekologi,
dalam hal ini serangga hama sebagai target utama dan serangga-serangga lainnya
dalam ekosistem tersebut. Upaya pengendalian hama dengan menggunakan
pestisida akan memengaruhi struktur trofik dan jaring-jaring makanan yang
terbentuk. Menurut Hanski (1998), struktur komunitas serangga di ekosistem selalu
berubah begitu juga komponen yang berhubungan dengan jaring-jaring makanan.
Interaksi antara komponen biotik dan abiotik di ekosistem akan memengaruhi
mortalitas, natalitas, penyebaran serangga pada ekosistem, sehingga komposisi
spesies selalu dinamis.
Pendekatan jaring-jaring makanan dapat digunakan untuk mengevaluasi
dampak dari upaya pengendalian hama yang diterapkan. Hal tersebut dikarenakan
upaya pengendalian hama akan memengaruhi keanekaragaman dan kelimpahan
organisme penyusun jaring-jaring makanan (Schoenly et al. 1996). Schoenly et al.
(1996) juga melaporkan bahwa penyemprotan pestisida akan mengurangin panjang
jaring-jaring makanan yang terbentuk dan meningkatnya populasi serangga hama
dikarenakan dampak penyemprotan pestisida yang membunuh musuh alami.
Ekosistem pertanaman kedelai tidak hanya dihuni oleh tanaman kedelai
sebagai tingkatan trofik pertama, namun terdapat beberapa jenis tumbuhan dan
gulma yang juga hidup dalam ekosistem pertanaman kedelai. Menurut penelitian
Susilo (2004) terdapat beberapa jenis gulma dominan yang tumbuh di pertanaman
kedelai, yaitu Paspalum distichum, Leptochloa chinensis, Echinochloa crusgalli,
dan Digitaria sanguinalis. Gulma tersebut dapat berpotensi sebagai inang alternatif
bagi serangga hama kedelai, sehingga observasi mengenai serangga yang hidup
pada gulma dan tanaman lain disekitar kedelai penting untuk dilakukan dalam
hubungannya sebagai tingkatan trofik pertama dalam jaring-jaring makanan.
Perumusan Masalah
Tingginya serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) merupakan salah
satu masalah utama yang dihadapi petani kedelai Indonesia. Serangan OPT akan
menurunkan kuantitas dan kualitas hasil produksi kedelai. Langkah umum yang
diambil oleh petani kedelai Indonesia untuk mengatasi serangan OPT adalah
dengan menggunakan insektisida sintetik, meskipun pestisida sintetik memiliki
dampak negatif bagi lingkungan. Pendekatan jaring-jaring makanan dapat
digunakan untuk mengevaluasi dampak dari teknik pengelolaan hama terhadap
struktur dan komposisi ekosistem pertanaman kedelai. Oleh karena itu, beberapa
permasalahan yang dirumuskan pada penelitian ini adalah:
1. Bagaimana bentuk pola interaksi tri-trofik yang terbentuk pada pertanaman
kedelai yang ditanam dengan beberapa teknik pengelolaan hama?
2. Bagaimana kondisi keanekaragaman dan komposisi spesies serangga pada
pertanaman kedelai Anjasmoro yang ditanam dengan beberapa teknik
pengelolaan hama?

3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) pola interaksi tri-trofik yang
terbentuk pada pertanaman kedelai yang ditanam dengan beberapa teknik
pengelolaan hama, dan juga (2) mengetahui keanekaragaman dan kelimpahan
spesies serangga yang ada di dalamnya.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memahami pengaruh
teknik pengelolaan hama kedelai terhadap pola interaksi tri-trofik yang terjadi
antara tanaman, serangga fitofag, dan musuh alaminya di pertanaman kedelai.
Selain itu juga dapat memberikan informasi tentang keanekaragaman dan
komposisi spesies serangga yang hidup pada ekosistem pertanaman kedelai.
Dengan demikian informasi tersebut dapat digunakan untuk mengevaluasi dan
menyusun strategi pengendalian hama kedelai yang lebih efektif dan efisien.

4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Kedelai
Tanaman kedelai merupakan salah satu tanaman golongan legum atau
polong-polongan yang menjadi komoditas utama dalam pembangunan pertanian
Indonesia karena memiliki peran yang sangat penting dalam penyediaan pangan,
pakan, dan bahan baku industri (Sumarno 2010). Tanaman kedelai Indonesia, selain
dikonsumsi sebagai sumber protein nabati utama, kedelai juga digunakan sebagai
komponen pakan ternak. Kebutuhan kedelai di dalam negeri terus meningkat
seiring pertumbuhan populasi dan pesatnya perkembangan industri pangan dan
pakan olahan berbahan baku kedelai. Produksi kedelai dalam tiga tahun terakhir
memang mengalami peningkatan dari 779 992 ton pada tahun 2013, menjadi 954
997 ton pada tahun 2014, dan sebanyak 963 099 ton biji kering pada tahun 2015.
Namun angka tersebut masih belum bisa memenuhi rata-rata kebutuhan kedelai di
Indonesia yang mencapai 2.2 juta ton per tahun (BAPPENAS 2013; BPS 2016).
Kebutuhan tersebut dipenuhi dengan mengimpor kedelai dari negara lain.
Hama Tanaman Kedelai
Tanaman kedelai secara alami dapat terinfestasi oleh serangga hama selama
pertumbuhan dan penyimpanan (Tengkano dan Soehardjan 1985; Jackai et al.
1990). Jenis hama yang biasa menyerang tanaman kedelai relatif banyak, baik yang
berpotensi merusak tanaman salam kategori berat maupun ringan. Hama-hama
tersebut dapat menyerang kedelai baik pada fase vegetatif maupun fase generatif.
Mulai dari fase tanaman muda hingga fase pemasakan polong.
Secara umum diketahui bahwa serangga yang berasosiasi dengan tanaman
kedelai di Indonesia tercatat 266 jenis, 111 di antaranya sebagai hama, 53 serangga
bukan hama seperti polinator dan detritivora, 61 predator, 41 serangga parasitoid
(Okada et al. 1988). Sedangkan Jackai et al. (1990) melaporkan ada 56 spesies
hama tanaman kedelai. Namun hanya sekitar 12-14 spesies yang memiliki nilai
ekonomis tinggi, yaitu lalat kacang Ophiomyia phaseoli Tryon., kumbang daun
kedelai Phaedonia inclusa Stal., ulat grayak Spodoptera litura Fabricius, ulat
jengkal semu Chrysodeixis chalcites Esper, Lamprosema indicata Fabricius,
pemakan polong Helicoverpa armigera Hubner, penggerek polong Etiella
zinckenella Treitschke dan Etiella hobsoni Butler, pengisap polong Nezara viridula
Linnaeus, Piezodorus hybneri Gmelin, Riptortus linearis L., dan dua jenis vektor
virus, yaitu kutudaun Aphis glycines Matsumura, dan kutukebul Bemicia tabaci
Gennadius (Nakasuji et al. 1985).
Fase perkembangan tanaman kedelai dapat dibagi menjadi lima berdasarkan
hubungan antara fase rentan tanaman terhadap serangan hama. Fase-fase tersebut
antara lain fase tanaman muda (