Keanekaragaman Serangga Penyerbuk pada Pertanaman Mentimun Pengaruh Keberadaan Habitat Alami

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PENYERBUK PADA
PERTANAMAN MENTIMUN: PENGARUH KEBERADAAN
HABITAT ALAMI

CICI INDRIANI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keanekaragaman
Serangga Penyerbuk pada Pertanaman Mentimun: Pengaruh Keberadaan Habitat
Alami adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2014
Cici Indriani
NIM A34090064

ABSTRAK
CICI INDRIANI. Keanekaragaman Serangga Penyerbuk pada Pertanaman
Mentimun: Pengaruh Keberadaan Habitat Alami. Dibimbing oleh DAMAYANTI
BUCHORI.
Penyerbukan merupakan langkah awal yang penting untuk reproduksi
seksual tanaman berbunga. Serangga penyerbuk berperan penting dalam
penyerbukan tanaman berbunga, termasuk tanaman mentimun. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui pengaruh keberadaan habitat alami terhadap
keanekaragaman serangga penyerbuk serta mengetahui pengaruh keanekaragaman
serangga penyerbuk terhadap pembentukan buah. Penelitian dilakukan pada enam
lokasi pertanaman mentimun dengan jarak yang berbeda dari habitat alam. Tiga
lokasi dikategorikan dekat habitat alami (D), dengan jarak sekitar ≤200 m dantiga
lokasi lainnya dikategorikan jauh dari habitat alami (J), dengan jarak sekitar
≥1000 m, dengan jarak antar lokasi minimal 1,5 km. Pengamatan keanekaragaman

serangga penyerbuk dilakukan dengan dua metode, yaitu Sweeping Net dan
perangkap malaise. Penghitungan jumlah bunga dilakukan dengan menghitung
bunga yang terbuka dan bunga yang tertutup pada empat sub plotdengan masingmasing panjang 1 m x 1 m. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi lahan
pertanian mempengaruhi keanekaragaman serangga penyerbuk. Keanekaragaman
serangga penyerbuk tertinggi ditemukan pada pagi hari, yaitu pada pukul 09.00
dan 11.00, serta tidak ada korelasi antara jumlah spesies serangga penyerbuk dan
jumlah bunga.
Kata kunci: habitat alami, keanekaragaman, penyerbukan, serangga penyerbuk.

ABSTRACT
CICI INDRIANI. Diversity of Insect Pollinator on Cucumber Crop: The
Influences of Natural Habitat. Supervised by DAMAYANTI BUCHORI.
Pollination is a critical first step in sexual reproduction of flowering plants.
Insect pollinator plays an important role in pollination prosess of flowering plants,
including cucumber. The aims of this study are to determine the influence of
natural habitats toward the diversity insect pollinators and to gain informations of
the relationship between insect pollinator diversity and the number of flowers.
The research was set up in six locations with different distances from the natural
habitat. Three locations are categorized as being in a close proximity to natural
habitat (D), which is about ≤200 m and three other locations are categorized as far

from natural habitats (J), with a distance of ≥1000 m.The distance between the
locations are 1.5 km. Observations were conducted by two methods, sweeping net
and malaise traps. Number of flowers were counted using the amount of flower
activities which open and close at four points for each by 1 m x 1 m plot. Results
showed that agricultural land conditions affect the abundance of insect pollinators.
The highest diversity of insects were found in the morning, e.g.- at 09:00 am and
11:00 am. No correlation were found between the numbers of species of insect
pollinators and the numbers of flower.
Keyword: diversity, insect pollinator, natural habitat, pollination.

©

Hak Cipta Milik IPB, tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PENYERBUK PADA
PERTANAMAN MENTIMUN: PENGARUH KEBERADAAN
HABITAT ALAMI

CICI INDRIANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Judul Skripsi : Keanekaragaman Serangga Penyerbuk pada Pertanaman
. Mentimun: Pengaruh Keberadaan Habitat Alami
Nama
: Cici Indriani
: A34090064
NIM

Disetujui oleh

Prof. Dr. Ir. Damayanti Buchori, M.Sc
Dosen Pembimbing

Tanggal Lulus:

2 6 MAR 2014

JudulSkripsi : Keanekaragaman Serangga Penyerbuk pada Pertanaman
Mentimun: Pengaruh Keberadaan Habitat Alami
Nama
: Cici Indriani

NIM
: A34090064

Disetujui oleh

Prof. Dr. Ir. Damayanti Buchori, M.Sc
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si
Ketua Departemen Proteksi Tanaman

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan tugas akhir ini yang
berjudul “Keanekaragaman Serangga Penyerbuk pada Pertanaman Mentimun:
Pengaruh Keberadaan Habitat Alami”. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten

Bogor dan Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman.
Penelitian dilaksanakan pada bulan September hingga Desember 2013.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda Mamat Sagita, Ibunda
Sarti, Teh Dedeh Setianingsih, Chaerul Nopriansyah, serta keluarga besar penulis
yang telah mendoakan dan memberikan dukungan yang luar biasa kepada penulis.
Kepada Prof. Dr. Ir. Damayanti Buchori, M.Sc. selaku dosen pembimbing skripsi
yang telah banyak memberikan masukan, motivasi, bimbingan dan saran selama
pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi. Dr. Ir. Gede Suastika M.Sc. selaku
dosen penguji tamu dan dosen pembimbing akademik yang telah memberikan
saran dan telah membimbing selama berkuliah di Departemen Proteksi Tanaman.
Keluarga Laboratorium Pengendalian Hayati, Mas Jalu, Mbak Laras, Mbak Adha,
Mbak Ratna, Mbak Yane, Kak Nika, Kak Manda, Kak Kidung, Kak Yeni, kak Ita,
Dika, Winda, Bayu dan teman-teman PTN angkatan 46 yang telah memberikan
motivasi dan dukungan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan usulan
tugas akhir ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun agar usulan tugas akhir yang lebih baik untuk ke depannya.
Semoga usulan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi penulisan skripsi yang
sesungguhnya.


Bogor, Maret 2014
Cici Indriani

DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Bahan dan Alat
Metode Penelitian
Penentuan Lokasi Penelitian
Budidaya Tanaman Mentimun
Pengamatan Keanekaragaman Serangga Penyerbuk
Identifikasi Serangga Penyerbuk
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keanekaragaman Serangga pada Pertanaman Mentimun
Keanekaragaman Serangga Penyerbuk: Pengaruh Perangkap

Keanekaragaman Serangga Penyerbuk: Pengaruh Habitat Alami dan
Waktu Pengamatan
Hubungan Keanekaragaman Serangga Penyerbuk dengan Jumlah Bunga
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

1
1
2
2
3
3
3
3
3
4

4
5
6
7
7
8
9
11
14
14
14
15
17
26

DAFTAR TABEL
1 Lokasi plot penelitian
2 Keanekaragaman serangga pada tanaman mentimun
3 Kekayaan spesies dan jumlah individu serangga penyerbuk pada lokasi
yang dekat dengan habitat alami dan lokasi yang jauh dari habitat alami

dengan menggunakan metode Sweeping Net

4
7

9

DAFTAR GAMBAR
1 Peta lokasi penelitian di Kabupaten Bogor, Jawa Barat
3
2 Petak contoh lahan pertanaman mentimun
4
3 Titik pengamatan keanekaragaman serangga penyerbuk dengan Sweeping
Net dan titik penghitungan jumlah bunga
5
4 Pemasangan malaise trap pada pertanaman mentimun
5
5 Persentase jumlah spesies masing-masing ordo serangga pada pertanaman
mentimun
8
6 Keanekaragaman serangga penyerbuk pada setiap periode pengambilan
contoh
9
7 Jumlah individu masing-masing spesies serangga penyerbuk pada lahan yang
dekat (D) dari habitat alami dan lahan yang jauh (J) dari habitat alami
10
8 Perbandingan jumlah spesies serangga penyerbuk pada waktu pengamatan
yang berbeda
11
9 Korelasi pearson antara jumlah serangga penyerbuk dengan jumlah bunga 12
10Perbandingan jumlah spesies serangga penyerbuk dengan jenis tanaman yang
berada di sekitar lahan pengamatan
13

DAFTAR LAMPIRAN
1 Kondisi lahan pertanaman mentimun yang diamati
2 Beberapa serangga penyerbuk yang ditemukandilapangan
3 Keanekaragaman serangga yang didapatkan pada pertanaman mentimun

18
19
21

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Penyerbukan merupakan proses perpindahan polen dari kepala sari menuju
kepala putik (Dafni 1992). Penyerbukan merupakan salah satu faktor penting yang
perlu diperhatikan dalam sistem budidaya tanaman hortikultura, diantaranya
adalah untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan merupakan proses
kompleks dan sangat dipengaruhi oleh temperatur, kelembaban dan adanya
penyerbuk yang dapat dilakukan oleh serangga maupun angin (Liferdi 2008).
Penyerbukan merupakan proses yang esensial dan berpengaruh terhadap
pembentukan biji dan variasi genetik keturunannya (Goulson 2003). Serangga
berperan dalam proses penyerbukan berbagai jenis tanaman berbunga.
Apituley et al. (2012) menyatakan bahwa kehadiran serangga penyerbuk
pada tanaman dapat membantu proses penyerbukan silang dan dapat
meningkatkan produksi tanaman. Serangga penyerbuk secara umum mengunjungi
bunga karena adanya faktor penarik, yaitu bentuk bunga, warna bunga, serbuksari,
nektar dan aroma, serta dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Raju & Ezradanam
2002). Contoh serangga penyerbuk yang berperan penting dalam penyerbukan
adalah lebah. Lebah mempunyai beberapa sifat penting, yaitu pada saat
mengumpulkan serbuksari, lebah menyisir benangsari dengan tungkainya,
selanjutnya serbuksari dikumpulkan ke dalam pollen basket (Schoonhoven et al.
1998). Aktivitas pencarian pakan lebah berhubungan dengan jumlah dan warna
bunga, dalam satu hari lebah dapat melakukan 6-47 perjalanan, bergantung pada
kondisi dan jarak tanaman dari sarang (Gojmerac 1980). Interaksi antara serangga
penyerbuk dengan tumbuhan berbunga merupakan bentuk simbiosis mutualisme.
Interaksi tersebut terjadi karena bunga menyediakan pakan bagi serangga, yaitu
berupa serbuksari dan nektar, sementara tumbuhan sendiri mendapatkan
keuntungan dalam penyerbukan (Kato & Kawakita 2004).
Liferdi (2008) menyatakan bahwa serangga penyerbuk sangat penting bagi
proses penyerbukan pada berbagai jenis tanaman hortikultura, salah satunya
adalah tanaman mentimun. Mentimun termasuk tanaman berumah satu artinya
bunga jantan dan bunga betina letaknya terpisah, tetapi masih dalam satu tanaman
(Rukmana1994). Bunga betina mempunyai bakal buah yang bengkok terletak
dibawah mahkota bunga, sedangkan pada mahkota bunga jantan tidak mempunyai
bakal buah yang membengkok. Bunga jantan keluar beberapa hari lebih dulu baru
bunga betina muncul pada ruas ke enam setelah bunga jantan (Cahyono 2003).
Mentimun merupakan salah satu jenis tanaman berbunga yang penyerbukannya
banyak dibantu oleh serangga. Tanaman mentimun memiliki bunga berwarna
kuning yang umumnya banyak disukai dan menarik serangga penyerbuk.
Keanekaragaman serangga penyerbuk di suatu lokasi berkaitan dengan
kondisi habitat sekitarnya. Kondisi lahan pertanian berpengaruh terhadap
keanekaragaman dan kelimpahan serangga penyerbuk, diantaranya adalah
keberadaan habitat alami dan intensitas penggunaan lahan (Klein et al. 2002).
Penelitian serangga penyerbuk dalam kaitannya dengan struktur habitat telah
banyak
dilaporkan. Steffan-Dewenter dan Tscharntke (1999) melaporkan
kelimpahan individu dan kekayaan pesies lebah liar (wild bees) pengunjung bunga
sawi ditemukan tinggi di habitat alami dan kelimpahannya makin menurun

2
dengan meningkatnya jarak dari habitat alami. Pada pertanaman kopi, Klein et al.
(2002) melaporkan intensitas penggunaan lahan berpengaruh terhadap
keanekaragaman serangga penyerbuk, kelimpahan dan keanekaragaman spesies
serangga penyerbuk makin meningkat dengan menurunnya intensitas penggunaan
lahan. Penelitian yang berhubungan dengan pengaruh keberadaan habitat alami
terhadap keanekaragaman serangga penyerbuk pada pertanaman mentimun di
Indonesia masih sangat terbatas. Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya
penelitian ini.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh keberadaan habitat
alami terhadap keanekaragaman serangga penyerbuk pada pertanaman mentimun
serta mengetahui hubungan antara keanekaragaman serangga penyerbuk dengan
jumlah bunga.
Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat diperoleh data pengaruh
keberadaan habitat alami terhadap keanekaragaman serangga penyerbuk pada
pertanaman mentimun dan efektifitas penyerbukan yang diukur dari jumlah
bunga.

3

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian lapangan dilakukan pada bulan September hingga November
2013. Pengamatan dilakukan pada enam lokasi pertanaman mentimun di
Kabupaten Bogor, sedangkan identifikasi serangga penyerbuk dilakukan di
Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah alkohol 70% dan Etil
asetat untuk membunuh serangga yang dikoleksi. Alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah jaring serangga, stopwatch, killing bottle, pembatas plot,
label, tabung eppendorf, botol film, hand counter, alat tulis, kain kasa, botol
perangkap, mikroskop stereo, buku identifikasi dan kamera digital.
Metode Penelitian
Penentuan Lokasi Penelitian
Kriteria pemilihan kondisi lahan dibedakan berdasarkan jarak lahan dengan
habitat alami. Penentuan kriteria habitat alami sesuai protokol FAO (2011) yaitu
area yang memiliki luasan minimal 5000 m serta didalamnya terdiri dari berbagai
jenis tanaman tahunan.Lahan yang dikategorikan dekat (D) dari habitat alami
berjarak ≤200 m dan lahan yang dikategorikan jauh (J) dari habitat alami berjarak
≥1000 m, dengan jarak antar lahan minimal 1500 m.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lahan
penelitian ditunjukkan dengan huruf D yang berarti lahan berjarak
dekat dari habitat alami, dan lahan penelitian ditunjukkan dengan
huruf J yang berarti lahan berjarak jauh dari habitat alami. Angka
yang berada dibelakang huruf menunjukkan ulangan pada masingmasing lahan

4
Tiap kriteria lahan memiliki tiga ulangan, lahan yang berjarak dekat dari
habitat alami terdapat D1, D2 dan D3, sedangkan lahan yang berjarak jauh dari
labitat alami terdapat J3, J4 dan J5.
Tabel 1 Lokasi plot penelitian pertanaman mentimun di Kabupaten Bogor
No
Dekat
Jauh
1 D1 (Ciampea, Cihideung Udik)
J3 (Kemang, Tegal)
2 D2 (Dramaga, Cangkurawak)
J4 (Cibungbulang, Cibatok)
3 D3 (Ciampea, Benteng)
J5 (Pabuaran, Parung)
Keterangan: D (dekat dengan habitat alami), J (jauh dari habitat alami)

Budidaya Tanaman Mentimun
Varietas mentimun yang tanam yaitu Mutiara Bumi, Alicia F1. Varietas ini
menghasilkan bunga yang lebih banyak dibanding varietas mentimun yang lain.
Mentimun ditanam pada lahan yang berukuran 50 m x 25 m. Jarak tanaman
mentimun yang diterapkan pada lokasi pengamatan adalah 0.6 m x 0.6 m.Biji
mentimun ditanam di setiap bedengan dengan ukuran panjang 0.1 m – 0.2 m,
lebar 1 m – 1.2 m dan tinggi 0.4 m. Dalam sistem budidaya mentimun yang
diterapkan pada penelitian ini, tidak dilakukan aplikasi pestisida jenis apapun pada
tanaman mentimun.
Panjang 50 m

Lebar 25

Guludan
(masing-masing
2 baris)

Gambar 2 Petak contoh lahan pertanaman mentimun
Pengamatan Keanekaragaman Serangga Penyerbuk
Sweeping Net dan penghitungan jumlah bunga. Pengamatan dilakukan
pada enam sub unit dengan panjang masing-masing 25 m per sub unit. Waktu
penjaringan dibatasi selama lima menit pada masing-masing sub unit dan
penjaringan dilakukan dengan berjalan perlahan-lahan di sekitar tanaman.
Serangga yang didapatkan disimpan dalam botol atau plastik dan diberi label yang
berisi keterangan waktu, lokasi, sub unit dan nama kolektor.
Penghitungan jumlah bunga dilakukan pada sub plot berukuran 1 m x 1 m
yang ditempatkan pada empat posisi yang berbeda dalam satu lahan penelitian.
Bunga yang dihitung berupa bunga yang terbuka dan tertutup. Pengamatan
keanekaragaman serangga penyerbuk dengan metode Sweeping Net dan
penghitungan jumlah bunga dilakukan pada empat waktu yang berbeda, yaitu
pukul 09.00, 11.00, 13.00 dan 15.00 WIB yang dilakukan pada empat hari yang
berbeda pada masing-masing lahan penelitian.

5
5

6

4

1

3

2

Gambar 3 Titik pengamatan keanekaragaman serangga penyerbuk dengan metode
Sweeping Net dan titik penghitungan jumlah bunga
Perangkap malaise. Pengamatan keanekaragaman serangga penyerbuk
juga dilakukan dengan pemasangan perangkap, yaitu perangkap malaise.
Perangkap malaise merupakan perangkap yang menyerupai tenda yang terbuat
dari kain kasa berwarna putih dengan botol penampung serangga di ujung
ketinggiannya (Gambar 3). Target dari perangkap ini adalah serangga-serangga
yang aktif terbang, khususnya serangga Ordo Hymenoptera dan Diptera.
Perangkap dipasang tiga hari setelah tanam sampai hari pertama panen. Botol
penampung diambil dan diganti setiap tiga hari sekali sebanyak 15 kali ulangan.
Selanjutnya serangga pada botol penampung dimasukkan ke dalam botol film
kecil yang berisi alkohol 70 % dan diberi label yang berisi keterangan waktu dan
lokasi.

Gambar 4 Pemasangan perangkap malaise pada pertanaman mentimun
Identifikasi Serangga Penyerbuk
Serangga koleksi yang diperoleh dari lapangan kemudian diidentifikasi
dengan menggunakan buku The Insects of Australia dan Hymenoptera of the
world: An identification guide to families.

6
Analisis Data
Perbedaan antar jarak dengan habitat alami dianalisis uji t dengan
menggunakan Microsoft Excel 2010 dan untuk mengetahui hubungan antara
keanekaragaman serangga penyerbuk dengan jumlah bunga diuji dengan Korelasi
Pearson dengan menggunakan MINITAB® Release 14.12.0. Hasil yang diperoleh
ditampilkan dalam bentuk gambar dan tabel.

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keanekaragaman Serangga pada Pertanaman Mentimun
Tabel 2 Keanekaragaman serangga yang ditemukan pada lokasi penelitian
Ordo
Coleoptera

Diptera

Hemiptera

Hymenoptera

Lepidoptera

Famili
Carabidae
Cerambycidae
Chrysomelidae
Coccinellidae
Curculionidae
Nitidulidae
Staphylinidae
Scarabaeidae
Asilidae
Calliphoridae
Muscidae
Sarcophagidae
Syrphidae
Tephritidae
Stratiomyidae
Tabanidae
Drosophilidae
Alydidae
Aphididae
Membracidae
Reduviidae
Coreidae
Pentatomidae
Apidae
Braconidae
Chalcididae
Eulophidae
Formicidae
Mutiilidae
Pteromalidae
Sphecidae
Vespidae
Ichneumonidae
Trichogrammatidae
Arctiidae
Nymphalidae
Pieridae
Hesperiidae
Noctuidae

Ordo lain
Total

S

.

2
2
9
5
3
1
1
1
2
1
2
1
1
3
1
1
1
1
1
1
2
1
4
7
2
1
1
12
1
1
2
2
1
1
1
1
1
3
1
13
98

30
2
738
64
5
2
1
3
11
1
755
1
9
44
81
48
3
49
3
1
2
20
17
157
2
4
4
257
26
2
8
5
13
2
3
2
38
11
1
107
2532

Sweeping
net

*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*

*
*
*

Perangkap
malaise
+
+
+
+
+

+
+
+
+
+
+
+
+
+
+

*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*

+
+

+
+
+
+
+
+

+
+
+

Keterangan: S: jumlah spesies, N: jumlah individu, *: serangga yang ditemukan pada Sweeping
Net, +: serangga yang ditemukan pada perangkap malaise

Jumlah serangga total yang didapatkan dari lapangan sebanyak 98 spesies
dari total 2532 individu yang termasuk kedalam 10 ordo dan 46 famili (Tabel 1).
Kelompok serangga yang ditemukan adalah kumbang (Coleoptera), lalat dan
nyamuk (Diptera), kepik dan kutu (Hemiptera), lebah dan semut (Hymenoptera),
kupu-kupu dan ngengat (Lepidoptera), belalang (Orthoptera), kecoa (Blattodea),
thrips (Thysanoptera), belalang sembah (Mantodea) dan capung (Odonata).
Jumlah spesies serangga tertinggi ditemukan pada Famili Formicidae sebanyak 12
spesies, Famili Chrysomelidae sebanyak 9 spesies dan Famili Apidae sebanyak 7

8
spesies. Persentase jumlah spesies paling banyak ditemukan pada ordo
Hymenoptera yaitu sebanyak 32%.
Ordo lain
13%

Coleoptera
25%

Lepidoptera
7%

Diptera
13%
Hymenoptera
32%

Hemiptera
10%

Gambar 5 Persentase jumlah spesies masing-masing ordo serangga pada
pertanaman mentimun
Jenis serangga yang diperoleh pada saat pengambilan contoh di lapangan
sangat beranekaragam. Salah satu spesies yang paling banyak ditemukan adalah
Aulacophora similis yang termasuk kedalam Famili Chrysomelidae. Aulacophora
similis adalah hama utama pada tanaman mentimun dan menyerang daun yang
bersifat polifag serta dapat berpindah dari satu tanaman ke tanaman lain dengan
terbang. Hama ini merusak dan memakan daun, sehingga menimbulkan gejala
bolong-bolong dan jika serangan cukup berat maka semua jaringan daun habis
dimakan dan tinggal tulang-tulang daunnya (Sakamaki et al. 2001).
Keanekaragaman Serangga Penyerbuk: Pengaruh Perangkap
Hasil identifikasi serangga dari lapangan dengan metode Sweeping Net
menunjukkan bahwa famili serangga yang paling banyak ditemukan dan berperan
sebagai serangga penyerbuk adalah Famili Apidae (Tabel 2). Jumlah Famili
Apidae yang didapat pada lahan yang dekat dari habitat alami adalah sebanyak 6
spesies dari 116 individu, sedangkan pada lahan yang jauh dari habitat alami
sebanyak 6 spesies dari 41 individu. Jumlah individu serangga penyerbuk dari
Famili Apidae banyak ditemukan pada lahan yang dekat dengan habitat alami
dibanding dengan lahan yang jauh dari habitat alami. Famili serangga penyerbuk
lain yang ditemukan yaitu Famili Arctiidae, Famili Chalcididae, Famili
Nymphalidae dan Famili Syrphidae. Lahan yang dekat dari habitat alami
mempunyai keanekaragaman serangga penyerbuk yang lebih tinggi berjumlah 10
spesies dari 123 individu dibanding lahan yang jauh dari habitat alami yang
berjumlah 8 spesies dari 43 individu.

9
Tabel 3 Kekayaan dan kelimpahan serangga penyerbuk yang ditemukan pada
lahan yang dekat (D) dari habitat alami dan lahan yang jauh (J) dari
habitat alami
S
N
Famili
D
J
D
J
Apidae
6
6
116
41
Arctiidae
1
1
1
1
Chalcididae
1
0
4
0
Nymphalidae
1
1
1
1
Syrphidae
1
0
1
0
Total
10
8
123
43
Keterangan: S: jumlah spesies, N: jumlah individu, D: dekat dari habitat alami, J: jauh dari habitat
alami

Perangkap malaise bertujuan untuk melihat apakah dalam satu musim tanam
mentimun terdapat adanya serangga penyerbuk atau tidak. Perolehan
keanekaragaman serangga penyerbuk pada perangkap malaise sangat rendah.
Jumlah spesies serangga penyerbuk tertinggi diperoleh pada lahan yang jauh dari
habitat alami yaitu sebanyak 4 spesies pada umur 42 Hari Setelah Tanam (HST)
(Gambar 4). Jumlah spesies serangga penyerbuk meningkat pada umur tanaman
24 HST sampai 42 HST. Hal ini dikarenakan tanaman mentimun mulai
menghasilkan bunga pada fase generatif saat berumur 23 HST dan buah mentimun
dapat dipanen pada umur 45 HST. Keanekaragaman serangga penyerbuk paling
tinggi ditemukan pada lahan yang jauh dari habitat alami dibanding pada lahan
yang dekat dari habitat alami. Hasil dari perangkap malaise ini sudah sesuai
target, karena ordo paling banyak yang ditemukan yaitu Ordo Diptera,
Hymenoptera dan Coleoptera.
7

Jumlah spesies

6
5
4
3

J

2

D

1
0
6

9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48
Vegetatif

Generatif
HST

Gambar 6 Keanekaragaman serangga penyerbuk pada setiap periode pengambilan
contoh pada lahan yang dekat (D) dengan habitat alami dan lahan
yang jauh (J) dari habitat alami

10
Hasil yang diperoleh dari perangkap malaise berbeda dengan metode
Sweeping Net yang memperoleh keanekaragaman serangga penyerbuk paling
tinggi pada lokasi yang dekat dari habitat alami. Keanekaragaman spesies
serangga penyerbuk yang diperoleh pada tiap lahan dan metode berbeda.
Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh faktor umur tanaman, keadaan cuaca
saat pengambilan contoh dan keadaan habitat sekitar lahan. Pengamatan dengan
metode Sweeping Net dilakukan pada saat 13 hari setelah tanaman menghasilkan
bunga, sedangkan perangkap malaise dipasang saat tanaman berumur 3 HST
hingga 45 HST, umur tanaman sangat berpengaruh terhadap jumlah spesies
serangga penyerbuk yang diperoleh.
Keanekaragaman Serangga Penyerbuk: Pengaruh Habitat Alami
Hasil identifikasi serangga dari lapangan menunjukkan bahwa spesies
serangga penyerbuk yang paling tinggi ditemukan adalah Apis cerana dan
Xylocopa confusa pada lahan yang dekat dari habitat alami. Sedangkan pada lahan
yang jauh dari habitat alami, spesies serangga penyerbuk yang paling banyak
ditemukan adalah Xylocopa confusa dan Xylocopa latipes. Tingginya jumlah
individu Xylocopa confusa yang ditemukan menunjukkan bahwa Xylocopa
confusa mempunyai efektifitas penyerbukan yang cukup tinggi pada pertanaman
mentimun. Dalam satu sarang sering dijumpai dua atau lebih individu (Michener
2000). Pencarian pakan Xylocopa confusa dapat mencapai 12 km dari sarang dan
jarak pencarian tersebut berkaitan dengan jumlah hamuli yang terdapat pada sayap
(Roubik 1989). Jumlah individu serangga penyerbuk lainnya yang banyak
ditemukan adalah Apis cerana. Banyaknya jumlah individu yang ditemukan
menunjukkan adanya sarang di sekitar lahan pengamatan. Kevan et al. (1995)
melaporkan jarak pencarian pakan Apis cerana umumnya kurang dari 500 m dan
umumnya pada jarak kurang dari 100 m dari sarang.
80

Jumlah individu

70
60

D

50

J

40
30
20
10
0

Spesies serangga penyerbuk
Gambar 7 Kelimpahan serangga penyerbuk pada lahan yang dekat (D) dari
habitat alami dan lahan yang jauh (J) dari habitat alami

11
Jumlah spesies yang paling tinggi ditemukan pada lahan yang dekat dari
habitat alami. Hal ini menunjukkan bahwa serangga memiliki keanekaragaman
yang lebih tinggi pada lokasi yang dekat dari hutan daripada lokasi yang lebih
jauh dari hutan (Klein et al. 2003). Kondisi lahan pertanian terutama jarak dari
habitat alami berpengaruh terhadap keanekaragaman serangga penyerbuk
(t=1.22, P=0.12). Habitat alami menyediakan pakan terutama nektar dan serbuk
sari yang lebih banyak dan sumberdaya lain, seperti sarang.
Berdasarkan data yang tersaji pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa
perbandingan jumlah spesies serangga penyerbuk dengan waktu pengamatan pada
lahan yang jauh dari habitat alami menunjukkan perbedaan yang nyata
(F3,11=10.96, P=0.003). Sedangkan perbandingan jumlah spesies serangga
penyerbuk dengan waktu pengamatan pada lahan yang dekat dari habitat alami
tidak berbeda nyata (F3,11=1.16, P=0.385). Jika dilihat berdasarkan hasil yang
diperoleh, waktu mempengaruhi jumlah spesies. Pada saat pengamatan baik lahan
yang dekat dari habitat alami maupun yang jauh dari habitat alami menunjukkan
jumlah spesies tertinggi ditemukan pada pagi hari.
5
4

(a)

(b)
3

3

Jumlah spesies

Jumlah spesies

4

2

1

2

1

0

0

09.00

11.00

13.00
Waktu

15.00

09.00

11.00

13.00

15.00

Waktu

Gambar 8 (a) Perbandingan jumlah spesies serangga penyerbuk pada waktu
pengamatan yang berbeda pada lahan yang dekat (D) dari habitat
alami, dihubungkan dengan garis rata-rata (F3,11=1.16, P=0.385) (b)
Perbandingan jumlah spesies serangga penyerbuk pada waktu
pengamatan yang berbeda pada lokasi yang jauh (J) dari habitat alami,
dihubungkan dengan garis rata-rata (F3,11=10.96, P=0.003)
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa
waktu yang efektif bagi serangga penyerbuk dalam melakukan kegiatan
penyerbukan tanaman mentimun adalah pagi hari. Serangga penyerbuk banyak
ditemukan pada pagi hari karena waktu aktif mencari pakan serangga adalah pada
pagi hari dan ketersediaan nektar dan serbuk sari pada pagi hari sangat tinggi.
Kekayaan spesies serangga penyerbuk meningkat dari pukul 07.30, kekayaan
spesies tertinggi terjadi pada pukul 10.30, kemudian akan menurun pada siang
hari dan meningkat kembali pada sore hari, hal ini dapat terkait dengan aktifitas
pencarian makan (foraging) dari serangga penyerbuk (Atmowidi et al. 2007).
Namun dilihat berdasarkan data, pada pukul 15.00 tidak ditemukan adanya
serangga penyerbuk. Hal ini dapat dikarenakan adanya pengaruh cuaca, seperti
hujan sehingga tidak dapat melakukan pengambilan contoh. Faktor cuaca
mempengaruhi aktivitas terbang dan pengaturan suhu tubuh serangga. Pada saat
suhu udara tinggi, lebah lebih cepat terbang berpindah dari satu bunga ke bunga
lainnya (Atmowidi 2008).

12
Hubungan Keanekaragaman Serangga Penyerbuk dengan Jumlah Bunga
Dari hasil penelitian dapat dinyatakan bahwa tidak ada korelasi antara
jumlah spesies serangga penyerbuk dengan jumlah bunga (r= -0.348, P= 0.499).
Jumlah bunga pada kedua lahan berbeda, hal ini menunjukkan adanya pengaruh
kondisi lahan terhadap keberadaan jumlah bunga yaitu nutrisi dan unsur hara
tanah, ketersedian air, suhu, kelembaban, intensitas cahaya dan sistem budidaya
tanaman mentimun. Rata-rata jumlah bunga pada lahan yang dekat dengan habitat
alami lebih rendah dibandingkan rata-rata jumlah bunga pada lahan yang jauh dari
habitat alami, sedangkan rata-rata jumlah spesies serangga penyerbuk pada lahan
yang dekat dari habitat alami lebih tinggi dibandingkan rata-rata jumlah spesies
serangga penyerbuk pada lahan yang jauh dari habitat alami.

Gambar 9 Korelasi Pearson antara keanekaragaman serangga penyerbuk dengan
jumlah bunga
Hal ini dapat diduga dipengaruhi oleh jenis tanaman yang berada di sekitar
lahan pengamatan berbeda pada tiap lokasi, faktor lingungan, kondisi lahan
pengamatan dan perilaku kunjungan dalam pencarian pakan serangga dari satu
bunga ke bunga lainnya secara tidak langsung mempengaruhi aktivitas
penyerbukan tanaman (Dafni 1992). Berdasarkan optimal foraging theory,
penyerbuk melakukan pencarian pakan seefisien mungkin untuk mendapatkan
lebih banyak makanan atas usaha yang telah dilakukan. Pada saat serbuk sari atau
nektar melimpah, lebah mengunjungi lebih banyak bunga, sebaliknya jika nektar
atau serbuk sari sedikit, lebah mengunjungi sedikit bunga dan lambat dalam
mencari pakan (Atmowidi 2008).
Kondisi lahan pengamatan dan faktor lingkungan berpengaruh terhadap
jumlah spesies serangga penyerbuk dan jumlah bunga. Pada lahan yang jauh dari
habitat alami memiliki jumlah serangga penyerbuk yang rendah dan jumlah bunga
yang tinggi, dan sebaliknya pada lahan yang dekat dari habitat alami memiliki

13
jumlah serangga penyerbuk yang tinggi dan jumlah bunga yang rendah. Hal ini
dapat disebabkan oleh nutrisi dan unsur hara tanah, ketersedian air, suhu,
kelembaban dan intensitas cahaya pada masing-masing lahan pengamatan
berbeda. Perbedaan jenis tanaman pada setiap lahan juga mempengaruhi jumlah
spesies serangga penyerbuk dan jumlah bunga. Pada lahan yang disekitarnya
terdapat jenis tanaman berbunga memiliki jumlah serangga penyerbuk yang
rendah, hal ini dikarenakan terbaginya jumlah kunjungan serangga penyerbuk
pada tanaman mentimun.

singkong, padi, kacang
panjang

padi, singkong

jagung, padi

singkong, ubi jalar

singkong, sengon, padi

kelapa sawit

9
8
7
6
5
4
3
2
1
0

D1

D2

D3

J3

J4

J5

jumlah spesies
serangga penyerbuk

Gambar 10 Perbandingan jumlah spesies serangga penyerbuk serta jenis
tanaman yang berada disekitar lahan pengamatan

14

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh dari kondisi lahan
pertanian terutama jarak dari habitat alami terhadap keanekaragaman serangga
penyerbuk. Keanekaragaman serangga tertinggi berasal dari Famili Formicidae,
Chrysomelidae dan Apidae. Keanekaragaman serangga penyerbuk yang tinggi
ditemukan pada metode Sweeping Net, yaitu pada waktu pagi hari pukul 09.00
dan 11.00 WIB pada lahan yang dekat dari habitat alami, serta tidak adanya
korelasi antara jumlah spesies serangga penyerbuk dengan jumlah bunga.
Saran
Penelitian lebih lanjut masih dibutuhkan untuk mendapatkan informasi
mengenai keanekaragaman serangga penyerbuk pada jenis tanaman lain,
efektifitas keberadaan serangga penyerbuk terhadap pertumbuhan dan
produktivitas tanaman, serta faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan
serangga penyerbuk pada suatu habitat alami.

15

DAFTAR PUSTAKA

[FAO] Food and Agriculture Organization. 2011. Protocol to detect and assess
pollination deficits in crops: a hand book for its use. Roma (IT) Food and
Agriculture Organization.
Apituley FL, Leksono AS, Yanuwiadi B. 2012. Kajian Komposisi Serangga
Serangga penyerbuk Tanaman Apel (Malus Sylvestris Mill) Di Desa
Poncokusumo Kabupaten Malang. Kajian Komposisi Serangga. Hlm 85-96.
Atmowidi T. 2008. Keanekaragaman dan PerilakuKunjungan Serangga Penyerbuk
serta Pengaruhnya dalam Pembentukan Biji Tanaman Caisin (Brassica rapa
L: Brassicaceae). [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Atmowidi T, Buchori D, Manuwoto S, Suryobroto B, Hidayat P. 2007. Diversity
of pollinator insects in relation of seed set of Mustard (Brassica rapa L.:
Cruciferae). HAYATI Journal of Biosciences. 4(14):155-161.
Cahyono. 2003. Budidaya Tanaman Mentimun. Bogor (ID): IPB Press.
Goulson D. 2003. Effects of introduced bees on native ecosystems. Annual
Review of Ecology, Evolution and Systematics. 34:1-26.
Kato M, Kawakita A. 2004. Plant pollinator interactions in New Caledonia
influenced by introduced honey bees. American Journal of Botany. 91(11):
1814-1827.
Kevan PG, Punchihewa RWK, Greco CF. 1995. Foraging range for Apis cerana
and its implications for honey production and apiary management. Di
dalam: Kevan PG, editor. The Asiatic Hive Bee: Apiculture, Biology, and
Role in Sustainable Development in Tropical and Subtropical Asia. Ontario:
Enviroquest Ltd. Hlm 223-228.
Klein AM, Steffan-Dewenter I, Tscharntke T. 2002. Predator-prey ratios on cocoa
along a landuse gradient in Indonesia.Biodiversity and Conservation.
11(1):683-693.
Klein AM, Steffan-Dewenter I, Tscharntke T. 2003. Fruits et of high land coffee
increases with the diversity of pollinating bees. Proceedings of The Royal
Society of London B. 270:955-961.
Liferdi L. 2008. Lebah serangga penyerbuk utama pada tanaman
hortikultura.Iptek Hortikultura. 4:1-5
Maulana R. 2009. Komunitas serangga penyerbuk pada habitat dan jarak berbeda
dari tepi hutan Taman Nasional Gunung Halimun Salak [tesis]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Meffe GK. 1998. The potential cosequenses of pollinator declines on the
conservation of biodiversity and stability of food crop yields. Conservation
Biology. 12(1):8-17.
Michener CD. 2000. The Bees of the World. Baltimore: John Hopkins University
Press.
Raju AJS, Ezradanam V. 2002. Pollination ecology and fruiting behavior in a
monoecious species, Jatropha curcas L. (Euphorbiaceae). Cur. Science.
83:1395-1398.
Roubik DW. 1989. Ecology and natural history of tropical bees. New York (US):
Cambridge University Press.

16
Rukmana R. 1994. Budidaya Mentimun. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Sakamaki Y, Onjo M, Taura S. 2001. Sustaining Agricultural Production in Yap:
an Assessment of Pest Insect and Plant Disease. Kagoshima University
Research Center for the Pacific Island, Occasional Papers. 34:101-104.
Schoonhoven LM, Jermy T, van Loon JJA. 1998. Insect-Plant Biology, From
Physiology to Evolution. London (GB): Chapman and Hall.
Steffan-Dewenter I, Munzerberg U, Burger C, Thies C, Tscharntke T. 2002. Scale
dependent effect of landscape context on three pollinator guilds. Ecology.
83(5):1421-1432.

17

LAMPIRAN

18
Lampiran 1 Kondisi lahan pertanaman mentimun yang diamati

a

b

d

c

e
Keterangan: Lahan pertanaman mentimun (a), jalur pengamatan keanekaragaman
serangga penyerbuk (b), penjaringan serangga penyerbuk (c),titik
pengamatan penghitungan jumlah bunga (d) dan pengamatan jumlah
bunga mentimun(e).

19
Lampiran 2 Beberapa serangga penyerbuk yang ditemukan dilapangan

a

b

c

d

e

f

20

g

h

i

Keterangan : Apis cerana (a), Apis melifera (b), Xylocopa confusa (c), Xylocopa
latipes (d), Nomia sp. 1 (e), Nomia sp. 3 (f), Amegilia whiteheadi (g)
Amata exapata (h), Syrphidae sp. 1 (i)

21

Lampiran 3 Keanekaragaman serangga yang didapatkan pada pertanaman mentimun
Ordo
Coleoptera

Famili
Carabidae
Cerambycidae
Chrysomelidae

Coccinellidae

Coleoptera

Spesies
Carabidae sp. 1
Cicindela sp. 1
Cerambycidae sp. 1
Cerambycidae sp. 2
Aulacophora nigripernis
Aulacophora similis
Aulacophora sp. 1
Chrysomelidae sp. 1
Chrysomelidae sp. 2
Chrysomelidae sp. 3
Oulema sp. 1
Oulema sp. 2
Oulema sp. 3
Epilachna sparsa
Larva Coccinellidae
Coccinellidae sp. 1
Menochilus
sexmaculatus
Verania lineata
Coleoptera sp. 1
Coleoptera sp. 2
Colepotera sp. 3
Coleoptera sp. 4
Coleoptera sp. 5
Coleoptera sp. 6
Coleoptera sp. 7

Dekat
Jumlah
Jumlah
spesies
individu
1
6

1
7

5

1
12
222
13
9
6
2

1
3
1
3

Jauh
Jumlah Jumlah
spesies individu
2
22
2
1
1
8

3

19
7

32
46
36
5
3
1
1
1

4

10
85
3
39
2
2
1
1
3

Sweeping net

Perangkap
malaise
+
+
+

*
*
*
*
*
*
*

+
+
+
+
+
+

*
*
*

+

3

*

+

2
12
4
2

*
*

+
+
+
+

1

*
*
*
*

21

22
22

Curculionidae

Diptera

Nitidulidae
Staphylinidae
Scarabaeidae
Asilidae
Calliphoridae
Muscidae
Diptera

Sarcophagidae
Syrphidae
Tephritidae

Hemiptera

Stratiomyidae
Tabanidae
Drosophilidae
Alydidae
Aphididae

Curculionidae sp. 1
Curculionidae sp. 2
Curculionidae sp. 3
Nitidulidae sp. 1
Paederus sp. 1
Scarabaeidae sp. 1
Asilidae sp. 1
Asilidae sp. 2
Calliphoridae sp. 1
Muscidae sp. 1
Muscidae sp. 2
Diptera sp. 1
Diptera sp. 2
Diptera sp. 3
Diptera sp. 4
Diptera sp. 5
Diptera sp. 6
Diptera sp. 7
Diptera sp. 8
Diptera sp. 9
Diptera sp. 10
Sarcophagidae sp. 1
Syrphidae sp. 1
Bactrocera calumniata
Bactrocera cucurbitae
Bactrocera caudata
Stratiomyidae sp. 1
Tabanidae sp. 1
Drosophilidae sp. 2
Leptocorisa oratorius
Aphididae sp. 1

3

1
1
1
1

3
1
1
1
1
1
5

1

81

9

33
15
8
31
2

1
1

1
2
1
2
6

1
4
2
1
673
1
125
1
110
8
1
4

2
1
7
5
1
3

1
1
1
1

1
1
8
2
29
8
1
3

1
1
3

1
1
1
1

1
5
12
18
3
52
40
3
48

*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*

*
*
*

+
+
+
+
+
+
+
+
+
+

+
+
+
+
+
+
+

23

Hemiptera

Membracidae
Reduviidae
Coreidae
Pentatomidae

Hymenoptera

Apidae

Braconidae
Chalcididae
Eulophidae
Formicidae

6

9
12

2

*
*

2
1
1
1
1
1
2
1
1

6

1
1
1
2

6
30

1

1

1
3

19
11
1
1
6
5
2

6

1
2
71
7
2
1
1
5

4
11
14
1
1

4
4
6
1
1
1

1
3

*
*
*
*
*
*
+
+
+
*
*

*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*

+
+
+
+
+

+
*

23

Hemiptera sp. 1
Hemiptera sp. 2
Hemiptera sp. 3
Hemiptera sp. 4
Hemiptera sp. 5
Hemiptera sp. 6
Hemiptera sp. 7
Hemiptera sp. 8
Hemiptera sp. 9
Membracidae sp. 1
Reduviidae sp. 1
Sycanus sp. 1
Coreidae sp. 1
Cletus sp. 1
Cyclopelta obscura
Pentatomidae sp. 1
Amegilia whiteheadi
Apis cerana
Apis melifera
Nomia sp. 1
Nomia sp. 3
Xylocopa confusa
Xylocopa latipes
Braconidae sp. 1
Opinae sp. 1
Brachymeria podagrica
Eulophidae sp. 1
Anoplolepis graci
Formicidae sp. 1
Camponotus sp. 1
Cardiocondyla sp. 1

24
24

Lepidoptera

Blattodea
Thysanoptera
Orthoptera

Monomorium sp. 1
Paratrechina sp. 2
Paratrechina sp. 3
Polyrhachis sp.
Technomyrmex sp. 1
Microgastrinae sp. 1
Hymenoptera
Hymenoptera sp. 1
Mutiilidae
Tragaspodia sp. 1
Pteromalidae
Pteromalidae sp. 1
Sphecidae
Motes silvicola
Vespidae
Vespidae sp. 1
Vespidae sp. 2
Ichneumonidae
Xanthopimpla sp. 1
Trichogrammatidae Trichogrammatidae sp. 1
Arctiidae
Amata exapata
Nymphalidae
Nymphalidae sp. 3
Lepidoptera
Lepidoptera sp. 3
Lepidoptera sp. 1
Lepidoptera sp. 2
Pieridae
Eurema sp. 1
Hesperiidae
Parnara sp. 1
Pelopidas apustata
Taractrocera archias
Noctuidae
Noctuidae sp. 1
Blattidae
Blattidae sp. 1
Thysanoptera
Thysanoptera sp. 1
Acrididae
Acrididae sp. 1
Acrididae sp. 2
Acrididae sp. 3
Valanga sp. 1
Gryllidae
Gryllidae sp. 1

1

123
1
1

*
*
*

1
1
1

2
3
1
10

1
1

2
3

*
*
*
*
*
*
*

1
1
1
1
2

6
2
1
1

+

1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
3

2
10
18
1
6
1
1
7
2
1
2
6
3

1
3

2

1
1
1
3

1
1
1
5
24
9
5
2

1

2

1
3

1

2
13
38
1
1
7

10
10
1
6
1

+
+
+
+

*
*
*
*

+
+
+
+

*
*
+
+
+
+
*
*
*
*

+
+
+
+
+

25

Orthoptera
Pyrgomorphidae
Tetrigidae
Mantodea
Odonata

Mantodea
Coenagrionidae

Orthoptera sp. 1
Pyrgomorphidae sp. 1
Tetrigidae sp. 1
Tetrigidae sp. 2
Mantodea sp. 1
Coenagrionidae sp. 1

1
2
1

14
3
1
1

1
1

1
5

1
1

1
4

*
*
*
*

+
+
+
+

Keterangan: *: serangga yang ditemukan pada Sweeping Net, +: serangga yang ditemukan pada perangkap malaise

25

27

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kuningan pada tanggal 27 januari 1992 sebagai anak
kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Mamat Sagita, M.Pd dan Ibu
Sarti, S.Pd. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMAN 1
Ciawigebang pada tahun 2009 dan penulis diterima sebagai mahasiswa
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
melalui jalur USMI.
Selama masa perkuliahan,penulis berkesempatan menjadi asisten Praktikum
Ilmu Hama Tumbuhan Dasar 2013 dan Asisten Praktikum Dasar-dasar Proteksi
Tanaman 2013. Pada tahun 2011 sampai 2012 penulis bergabung dalam
organisasi Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA) sebagai
anggota Divisi Bisnis dan kewirausahaan. Selain mengikuti kegiatan kampus,
penulis juga aktif mengikuti kepanitiaan beberapa kegiatan di Fakultas Pertanian
yaitu Panitia Kegiatan Olaraga dan Seni Fakultas Pertanian sebagai Staff Divisi
Medis dan Keamanan. Penulis juga aktif dalam kegiatan Departemen Proteksi
Tanaman seperti NPV (National Plant Protection Event) tahun 2011 sebagai Staff
Divisi Dana Usaha, NPV (National Plant Protection Event) tahun 2012 sebagai
Staff Divisi LO, PORSSITA (Pekan Olahraga dan Seni Proteksi Tanaman) 2011
sebagai Divisi Acara, Pelepasan Wisuda Departemen Proteksi Tanaman,
Migratoria 2013 sebagai Staff Divisi Acara, dan kepanitian lainnya. Penulis juga
pernah mengikuti beberapa kegiatan seminar pertanian yang diadakan di IPB,
seperti Seminar Pertanian Nasional 2011, Seminar Scientific Day 2011, Seminar
Nasional Plant Protection Event 2011 dan 2012 dan Kuliah Umum Fenomena
Outbreak Ulat Bulu di Indonesia 2011.