Tanah Sedimen Mencoba Memanfaatkan Sumber Daya Agraria

100 101 cukup jelas, bahkan penjelasan kedalaman air bisa menggambarkan lahan-lahan yang tidak bisa digunakan untuk bertani. Semua lahan sekalipun hak Yasan, sudah ada pemiliknya secara jelas. Warga secara teratur menggunakan haknya sesuai batas kesepakatan jika lahan tersebut surut dan bisa ditanami padi. Dari sisi pengguna lahan, mayoritas para petani dari Desa Bejalen, lainnya dari Tambakboyo. Kedua wilayah ini memang secara historis yang terkena dampak langsung akibat meluapnya Danau Rawa Pening. Ketika air danau meluap akibat curah hujan yang tinggi, sawah warga dengan status hak milik juga terancam, bahkan banyak diantara warga gagal panen akibat meluapnya air tersebut. Dalam kondisi tertentu, air tidak bisa dikendalikan akibat curah hujan yang tinggi.

2. Tanah Sedimen

Teori awal yang dibawa oleh penelitan ini adalah tanah-tanah baru atau daratan baru. Prediksi beberapa tulisan yang menyebutkan bahwa pada tahun 2025 atau bahkan tahun 2021 Rawa Pening akan menjadi daratan membawa pengertian penelitian ini kepada adanya daratan baru di tepi danau. Ini terjadi karena air danau semakin hari semakin menyusut dan sudah tentu muka air menjadi menurun dan akibatnya bidang-bidang tanah yang tadinya tergenang, sekarang tidak lagi tergenang. Jadi, seseorang yang tadinya meng- usahakan tanah pertanian seluas 1000 m 2 , sekarang bidang tanah- nya menjadi bertambah luas menjadi 1100 m 2 . Ketika teori ini di- sampai kan kepada beberapa penduduk Desa Bejalen dalam ke sempatan wawancara yang dilakukan, mereka menyangkal adanya tanah-tanah seperti itu. Yang mereka miliki dan mereka garap saat ini adalah tanah pasang surut yang batas-batasnya sudah ada dan ajeg sejak dahulu. Sampai disini, artinya tanah-tanah yang dimaksud oleh penelitian ini memang idak ada di Rawa Pening. Akan tetapi, pada saat penelitian ini akan berakhir, penelitian mewawancarai salah seorang penduduk Bejalen yang memiliki tanah ‘PU’, Pak Rundoyo, tanah yang dimaksud penelitian ternyata ada. Hal itu kemudian dikuatkan lai oleh Pak Kadus, bahwa tanah seperti itu dikenal disini sebagai tanah sedimen. Menurut Beliau, tidak banyak penduduk yang memiliki tanah seperti yang dimaksud- kan. Kalau pun ada pertambahannya tidak cukup signiikan seperti disampaikan: “Paling berapa meter....dan itupun kalu ada timbulnya lama sekali... bisa puluhan tahun Pak” Kemudian menurut Pak Rundoyo, “di dekat tanah saya juga ada...paling hanya tiga puluh meter...jadi bertambah- nya hanya lebar kira-kira satu meter sepanjang batas tanah saya itu. Itu pun jarang-jarang saya tanami karena arusnya deras...dalamnya bisa sampai sepinggang bahkan sampai sedada...tetapi tanahnya subur sekali...kalau istilah sekarang padi organik...ketika ditanam tidak menggunakan pupuk apapun karena disamping sudah subur... pupuk tidak mungkin ditebar karena arus akan menghanyutkan pupuk tadi”.

3. Tanah Timbul