Sifat-sifat Lahan S SOS 1005927 Chapter2

Eriska Meidayanti, 2014 Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu dalam lahan kota atau desa permukiman, industri, rekreasi, pertambangan, dan sebagainya.” Pengelompokkan penggunaan lahan pada uraian di atas tidak mempertimbangkan aspek lain dalam penggunaan lahan, seperti skala usaha atau luas tanah yang diusahakan, intensitas penggunaan input, penggunaan tenaga kerja, orientasi pasar, dan sebagainya. Jika faktor-faktor seperti skala usaha atau luas tanah yang diusahakan, intensitas penggunaan input, penggunaan tenaga kerja, orientasi pasar, dan sebagainya dimasukkan, tipe pengunaan lahan menurut Arsyad 2012, hlm. 305-306 adalah sebagai berikut: a. Ladang; b. Tanaman semusim campuran, lahan kering permanen, tidak intensif; c. Tanaman semusim campuran, lahan kering permanen, intensif; d. Sawah gogo rancah sawah yang pada saat penanaman berupa lahan kering, kemudian tergenangi air setelah cukup hujan; e. Sawah tadah hujan tidak beririgasi, air untuk menggenangi tanah berasal dari curah hujan; f. Sawah beririgasi, satu kali setahun, tidak intensif; g. Sawah beririgasi, dua kali setahun, intensif; h. Perkebunan rakyat karet, kopi, atau coklat, jeruk, tidak intensif; i. Perkebunan rakyat, intensif; j. Perkebunan besar, tidak intensif; k. Perkebunan besar, intensif; l. Hutan produksi, alami; m. Hutan produksi, tanaman pinus, dan sebagainya; n. Padang pengembalaan, tidak intensif; o. Padang pengembalaan, intensif; p. Hutan Lindung; q. Cagar Alam. Jadi penggunaan lahan merupakan upaya intervensi manusia untuk memanfaatkan lahan demi memenuhi kebutuhanya. Penggunaan lahan dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian.

3. Sifat-sifat Lahan

Arsyad 2012, hlm. 306 mengemukakan bahwa sifat-sifat lahan Land Characteristics adalah “atribut atau keadaan unsur lahan yang dapat diukur atau Eriska Meidayanti, 2014 Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu diperkirakan seperti tekstur tanah, struktur tanah, kedalaman tanah, jumlah curah hujan, distribusi hujan, temperatur, drainase tanah, jenis vegetasi, dan sebagainya.” Selanjutnya menurut Karlen et al dalam Arsyad, 2012, hlm. 306, “sifat atau perilaku lahan yang menentukan pertumbuhan tanamantumbuhan tersebut disebut kualitas tanah land quality.” Dapat disimpulkan bahwa sifat-sifat lahan adalah keadaan unsur lahan yang dapat diukur atau diperkirakan yang menentukan pertumbuhan tanamantumbuhan. E. ALIH FUNGSI LAHAN Alih fungsi lahan pertanian bukanlah masalah baru. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun dan meningkatnya pembangunan, semakin meningkat pula kebutuhan akan lahan. Sedangkan jumlah lahan terbatas sehingga mendorong adanya perubahan fungsi lahan. Harsono 1995, hlm. 13 mengemukakan bahwa: alih fungsi lahan merupakan kegiatan perubahan penggunaan lahan dari suatu kegiatan yang menjadi kegiatan lainya. Pertambahan penduduk dan peningkatan kebutuhan tanah untuk kegiatan pembangunan telah merubah struktur pemilikan dan penggunaan tanah secara terus menerus. Selain untuk memenuhi kebutuhan industri, alih fungsi tanah pertanian juga terjadi secara cepat untuk memenuhi kebutuhan perumahan dalam jumlah jauh lebih besar. Selanjutnya Sumaryanto tt, hlm. 4 mengemukakan bahwa: Sebagian lahan sawah yang terkonversi itu beralih fungsi menjadi lahan pertanian lahan kering dan sebagian lainnya beralih fungsi ke penggunaan non pertanian untuk memenuhi kebutuhan pemukiman, pengembangan industri, jasa dan sebagainya. Sihaloho, Dharmawan dan Rusli 2007, hlm. 262-264 dari hasil penelitiannya yang dilakukan di Kelurahan Mulyaharja, mengemukakan faktor- faktor yang menyebabkan konversi lahan berdasarkan faktor pokok konversi, pelaku, pemanfaat dan prosesnya, konversi dapat dibedakan menjadi tujuh tipologi yaitu: Eriska Meidayanti, 2014 Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu 1. Konversi Gradual-Berpola Sporadis Pola konversi ini diakibatkan oleh dua faktor penggerak utama yaitu lahan yang tidakkurang produktif bermanfaat secara ekonomi dan keterdesakan ekonomi pelaku konversi; 2. Konversi Sistematik Berpola „enclave’ Konversi sistematik berpola „enclave’ yang dimaksud adalah sehamparan tanah yang terkonversi secara serentak; 3. Konversi Lahan sebagai Respon Atas Pertumbuhan Penduduk Population growth driven land conversion Pertumbuhan penduduk baik secara alami natural maupun karena migrasi masuk lebih besar dari keluar. Kebutuhan tempat tinggal akibat pertambahan penduduk mengakibatkan lahan-lahan terkonversi. Konversi yang diakibatkan oleh faktor penggerak utama pertumbuhan penduduk disebut dengan konversi adaptasi demografi; 4. Konversi yang disebabkan oleh Masalah Sosial Social problem driven land conversion Keterdesakan ekonomi dan perubahan kesejahteraan adalah dua faktor utama penggerak melakukan konversi lahan; 5. Konversi “Tanpa Beban” Satu faktor penggerak utama dari pola konversi tanpa beban adalah keinginan untuk mengubah nasib hidup yang lebih baik dari keadaan saat ini dan ingin ke luar dari kampung atau kelurahan. Pola konversi tanpa beban ini lebih pada warga yang menjual tanahnya sekaligus ke luar dari sektor pertanian ke non-pertanian; 6. Konversi Adaptasi Agraris Pola konversi adaptasi agraris terjadi karena keterdesakan ekonomi dan keinginan untuk berubah dari warga. Dikatakan berpola adaptasi agraris jika warga yang memiliki tanah yang relatif kurang produktif kelas 2-5 ingin meningkatkan hasil pertaniannya dengan cara menjual tanah yang kurang produktif dan membeli tanah yang relatif lebih bagus kelas 1-2, paling tidak ada perubahan kualitas; 7. Konversi Multi Bentuk atau Tanpa Pola Konversi multi bentuk ini merupakan konversi yang diakibatkan berbagai faktor. Namun, secara khusus faktor yang dimaksud adalah faktor peruntukkan untuk perkantoran, sekolah, koperasi, perdagangan. Termasuk sistem waris yang tidak spesifik dijelaskan dalam konversi adaptasi demografi. Faktor penggerak utama dari ketujuh tipologi tersebut di atas dapat dilihat dalam tabel berikut ini: Tabel 2.1. Pola Konversi Lahan Pola Konversi Lahan Faktor Penggerak Utama driving force Eriska Meidayanti, 2014 Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu Konversi Gradual-Berpola Sporadis Lahan tidak produktif lagi bermanfaat dan keterdesakan ekonomi Konversi Sistematik Berpola „enclave’ Tawaran pihak pemodal dan keinginan alih fungsi lahan Konversi Lahan sebagai Respon Atas Pertumbuhan Penduduk Population growth driven land conversion Kebutuhan tempat tinggal dan pertambahan penduduk baik karena pertambahan penduduk alami maupun karena migrasi masuk lebih besar dari keluar Konversi yang disebabkan oleh Masalah Sosial Social problem driven land conversion Keterdesakan ekonomi dan perubahan kesejahteraan Konversi “Tanpa Beban” Keinginan untuk berubah dan ingin ke luar dari kampung dan atau kelurahan Konversi Adaptasi Agraris Keterdesakan ekonomi dan keinginan untuk berubah Konversi Multi Bentuk atau Tanpa Pola Semua faktor termasuk kebutuhan pihak tertentu Jadi alih fungsi lahan dapat dilakukan berdasarkan dorongan atau motif yang berbeda dengan tujuan utama yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Setiap kegiatan alih fungi lahan memiliki peruntukkan yang berbeda sesuai dengan tujuan dari adanya alih fungsi lahan seperti untuk pemukiman, pertanian, fasilitas umum dan sebagainya. Perubahan alih fungsi lahan dapat diikuti dengan membandingkan peta tata guna lahan dari beberapa tahun. Berdasarkan informasi yang didapat dari peta tata guna lahan tersebut dapat diketahui pertambahan jumlah desa, pertambahan luas daerah pemukiman dan berkurangnya daerah pertanian dan hutan sebagai akibat meningkatnya kebutuhan penduduk terhadap lahan. Manuwoto dalam Sudiana, 2012, hlm. 20 mengemukakan pendapatnya bahwa “perubahan penggunaan lahan sangat dipengaruhi oleh faktor, diantaranya faktor sosial, atau kependudukan, pembangunan, ekonomi, penggunaan jenis teknologi, dan kebijakan pembangunan makro. ” Eriska Meidayanti, 2014 Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu Pertumbuhan penduduk menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya alih fungsi lahan. Berdasarkan publikasi Badan Pusat Statistik 2010, pada tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia mencapai 237.641.326 jiwa dengan laju pertumbuhan 1,49. Peningkatan jumlah penduduk dapat disebabkan oleh beberapa faktor, menurut Lembaga De mografi FEUI 2007, hlm. 113 “migrasi merupakan salah satu dari ketiga faktor dasar yang memengaruhi pertumbuhan penduduk, sedangkan faktor lain adalah kelahiran dan kematian.” Selanjutnya Koentjaraningrat 2004, hlm. 377 mengemukakan bahwa : Memang negara Indonesia, merupakan salah satu di antara sejumlah negara di dunia yang jumlah penduduknya itu paling besar. ... Laju kenaikan penduduk di Indonesia adalah salah satu di antara yang paling cepat di dunia. Jumlah penduduk yang meningkat secara pesat berbanding lurus dengan kebutuhannya terhadap lahan baik untuk kebutuhan infrastruktur seperti perumahan, jalan, industri, perkantoran dan bangunan lain menyebabkan kebutuhan akan lahan meningkat. Sementara itu lahan merupakan sumber daya yang terbatas dimana jumlah lahan adalah tetap bahkan cenderung berkurang karena abrasi sehingga menyebabkan persaingan dalam pemanfaatan lahan. F. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB ALIH FUNGSI LAHAN Alih fungsi lahan merupakan kegiatan perubahan penggunaan lahan dari suatu kegiatan menjadi kegiatan lainnya. Hal ini terjadi karena terbatasnya luas lahan untuk memenuhi suatu kebutuhan sehingga menyebabkan berkurangnya luas lahan yang lain. Penggunaan lahan oleh masyarakat berubah dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap lahan tersebut. Soemarwoto dalam Fajarwanto, 2011, hlm. 20-21 mengemukakan bahwa: Perubahan yang terjadi pada lingkungan sosial budaya masyarakat akan menimbulkan tekanan penduduk terhadap kebutuhan akan lahan. Tekanan Eriska Meidayanti, 2014 Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu penduduk yang besar akan lahan ini diperbesar oleh bertambah luasnya lahan pertanian yang digunakan untuk keperluan lain, misalnya pemukiman, jalan dan pabrik. Menurut Sihaloho dalam Agustin, 2014, hlm. 3 faktor-faktor yang memengaruhi konversi lahan dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu: 1. Faktor pada aras makro: meliputi pertumbuhan industri, pertumbuhan pemukiman, pertumbuhan penduduk, intervesi pemerintahan dan marginalisasi ekonomi; 2. Faktor pada aras mikro: meliputi pola nafkah rumah tangga struktur ekonomi rumah tangga, kesejahteraan rumah tangga orientasi nilai ekonomi rumah tangga, strategi bertahan hidup rumah tangga tindakan ekonomi rumah tangga. Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa meningkatnya pertumbuhan penduduk dan kebutuhan dalam memenuhi kebutuhan hidup merupakan faktor yang memengaruhi terjadinya konversi atau alih fungsi lahan. Selanjutnya Yuniarto dan Woro dalam Fajarwanto, 2011, hlm. 21-22 mengemukakan beberapa faktor yang memengaruhi perubahan penggunaan lahan yaitu: 1. Faktor Alamiah Penggunaan di suatu wilayah dipengaruhi oleh faktor alamiah di wilayah tersebut. Manusia mengolah lahan dengan komposisi penggunaan lahan sesuai dengan kebutuhan untuk kelangsungan hidup, baik yang menyangkut kondisi iklim, tanah, topografi, maupun morfologi suatu wilayah. Dari beberapa faktor alamiah di atas akan dibahas di bawah ini: a. Faktor Iklim Pola dan persebaran tanaman akan dipengaruhi oleh beberapa unsur iklim seperti suhu, curah hujan dan kelembaban udara. Manusia dalam membudidayakan tanaman produksinya, cenderung memilih daerah yang cocok untuk tanaman agar tumbuh optimal. b. Faktor Geologi dan Tanah Kondisi batuan suatu daerah akan memengaruhi keadaaan tanah di daerah tersebut. Faktor tanah erat kaitannya dengan aktivitas pertanian. Kondisi tanah yang subur cenderung banyak dimanfaatkan untuk produksi pertanian. c. Faktor Topografi Eriska Meidayanti, 2014 Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu Topografi berpengaruh pada corak yang beragam pada penggunaan lahan. Topografi yang relatif landai atau datar cenderung berkembang pemukiman dan pertanian serta jaringan transportasi, karena morfologi yang landai memudahkan untuk beraktivitas. 2. Faktor Sosial Dalam memenuhi kebutuhan hidup, manusia tidak dapat melepaskan diri dari pemanfaatan sumber daya alam tergantung tingkat pendidikan, keterampilan atau keahlian, mata pencaharian dan penggunaan teknologi serta adat-istiadat yang berlaku di daerah yang bersangkutan. Di bawah ini akan dibahas faktor-faktor tersebut: a. Tingkat Pendidikan dan Keterampilan Tingkat pendidikan dan keterampilan akan menentukan jenis pekerjaan, sedangkan pertumbuhan dan kepadatan penduduk menjadi pendorong terjadinya perubahan penggunaan lahan sesuai dengan kebutuhan. b. Mata Pencaharian Adanya perubahan jenis mata pencaharian ini dimungkinkan karena terjadinya perubahan ruang yang terjadi berupa lahan pertanian berubah menjadi lahan non pertanian. Sehingga diperlukan upaya penyesuaian terhadap kondisi yang ada saat ini. c. Teknologi Ilmu dan teknologi bertanggung jawab atas terjadinya perubahan pada relasi manusia dengan lingkunganya. Manusia primitif dengan kemampuan dan alat yang serba terbatas hidupnya banyak bergantung dari kemurahan alam. Sebaliknya, manusia modern berusaha sekuat- kuatnya untuk menaklukan alam dan mengatur lebih lanjut alam tersebut demi kemewahan hidupnya. Ilmu dan teknologi dapat dipandang sebagai kunci untuk membuka pintu kemajuan, kemakmuan dan kesejahteraan. Jadi alih fungsi lahan dapat disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya dapat disebabkan oleh pertumbuhan penduduk yang terus meningkat dan dorongan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Selain itu alih fungsi lahan juga dapat disebabkan oleh faktor iklim, geologi tanah, topografi, tingkat pendidikan dan keterampilan, mata penaharian dan teknologi. G. DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN Alih fungsi lahan pada umumnya memiliki dampak positif dan juga memiliki dampak negatif. Dampak positif alih fungsi lahan adalah majunya pembangunan dan tercukupinya fasilitas-fasilitas baik pendidikan, kesehatan, Eriska Meidayanti, 2014 Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu hiburan, olah raga, transportasi dan sebagainya. Bahkan alih fungsi lahan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan dibangunnya perusahaan- perusahaan atau pabrik-pabrik yang bisa menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Namun, alih fungsi lahan secara besar-besaran dapat mengakibatkan dampak negatif. Alih fungsi lahan dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Sumaatmadja dalam Sudiana, 2012, hlm. 20 mengemukakan bahwa: Pergeseran fungsi tata guna lahan tanpa memperhatikan kondisi geografis yang meliputi segala faktor fisik dengan daya dukungnya dalam jangka panjang akan membawa dampak negatif terhadap lahan dan lingkungan bersangkutan yang akhirnya pada kegiatan manusia itu sendiri. Selanjutnya Fajarwanto 2011, hlm. 22-23 mengemukakan bahwa: Perubahan lingkungan yang terjadi sebagai akibat alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan pemukiman berupa berkurangnya lahan hijau yang menyebabkan permukaan yang kedap air bertambah, sehingga makin sedikit air yang meresap ke dalam tanah. Rendahnya penambahan air tanah melalui infiltrasi pada musim hujan akan menyebabkan menurunnya pasokan air pada musim kemarau, sementara kebutuhan air irigasi pada musim kemarau meningkat. Dampaknya selain menurunnya luas daerah layanan irigasi, menurunnya intensitas tanaman bahkan dapat menyebabkan kekeringan. Kondisi demikian dapat berdampak terhadap penurunan produksi pangan secara nasional. Dalam penelitian Marlina 2009 di Desa Padalarang dalam kurun waktu 1998-2007 perubahan penggunaan lahan terjadi sangat cepat. Sebagian besar penggunaan lahan pertanian berubah menjadi pemukiman, sehingga berakibat pada debit air limpasan permukaan di daerah penelitian. Air limpasan Run Off dapat diartikan sebagai air yang dalam perjalanannya menuju saluran berada di atas permukaan tanah. Lahan pertanian yang berubah menjadi pemukiman diantaranya tegalan, sawah irigasi dan kebun. Debit limpasan bertambah dalam kurun waktu 10 tahun. Tahun 1998 debit air limpasan penggunaan lahan dan pemukiman sebesar 1.265.873.607 m 3 tahun. Kemudian bertambah hampir dua kali lipat menjadi 2.351.747.214 pada 2007. Dalam waktu 10 tahun debit Eriska Meidayanti, 2014 Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu limpasan penggunaan lahan pertanian dan pemukiman bertambah 1.085.873.607 m 3 . Apabila dihitung setiap tahunnya debit limpasan permukaan bertambah sebesar 108.587.360,7 m 3 tahun. Meningkatnya debit air limpasan permukaan dapat merugikan manusia sendiri, karena akan memengaruhi cadangan air dan erosi akan sering terjadi. Sihaloho dalam Agustin, 2014, hlm. 4 menjelaskan bahwa konversi lahan berimplikasi pada perubahan struktur agraria. Adapun perubahan yang terjadi, yaitu: 1. Perubahan pola penguasaan lahan. Perubahan yang terjadi akibat konversi yaitu terjadinya perubahan penguasaan tanah. Petani pemilik berubah menjadi penggarap dan penggarap berubah menjadi buruh tani. Implikasi dari perubahan ini adalah buruh tani sulit untuk mendapatkan lahan dan terjadi proses marginalisasi; 2. Perubahan pola penggunaan lahan. Konversi lahan menyebabkan pergeseran tenaga kerja dalam pemanfaatan sumber agraria. Konversi lahan pertanian menyebabkan perubahan pada pemanfaatan tanah dengan intensitas pertanian yang makin tinggi; 3. Perubahan pola hubungan agraria. Tanah yang semakin terbatas menyebabkan berubahnya sistem pembagian hasil, demikian juga munculnya sistem tanah baru, yaitu sistem sewa dan jual gadai; 4. Perubahan pola nafkah agraria. Keterbatasan lahan pertanian dan keterdesakan ekonomi rumah tangga menyebabkan pergeseran mata pencaharian dari pertanian menjadi non pertanian; 5. Perubahan sosial dan komunitas. Konversi lahan menyebabkan kemunduran kemampuan ekonomi pendapatan yang semakin menurun. Alih fungsi lahan tidak hanya berdampak terhadap perubahan lingkungan fisik karena perubahan penggunaan lahan, tetapi juga perubahan kondisi sosial bahkan perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat karena berubahnya kondisi alam, kegiatan, sumber penghasilan dan perubahan kondisi ekonomi. Soekanto 2007, hlm. 374 mengemukakan dampak pada sistem sosial budaya di artikan sebagai “pelanggaran terhadap sistem sosial budaya, tubrukan terhadapnya ataupun benturan. Hal itu berarti bahwa dalam keadaan –keadaan tertentu terjadi masalah- masalah berfungsinya sistem sosial budaya tersebut.” Eriska Meidayanti, 2014 Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu Dampak sosial alih fungsi lahan berupa masalah yang disebabkan oleh faktor ekonomi seperti kemiskinan dan pengangguran. Alih fungsi lahan berarti menyusutnya sarana produksi petani yang menyebabkan berkurang pula pendapatan petani, sehingga petani mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk memenuhi kebutuhannya kemudian petani melakukan perubahan orientasi pekerjaan. Masyarakat yang pada mulanya bekerja sebagai petani akan mengandalkan pekerjaan pada sektor lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagian masyarakat yang memiliki keahlian akan bekerja pada pekerjaan lain di luar sektor pertanian, seperti sektor industri atau jasa, sementara mereka yang tidak memiliki keahlian lain akan menjadi pengangguran. Kemiskinan dan pengangguran jika dibiarkan dapat memicu masalah sosial lain seperti kejahatan, peperangan dan pelanggaran terhadap norma masyarakat. Hal lain yang dapat menjadi masalah adalah tingginya tingkat urbanisasi. Menurut Dirdjosisworo dalam Naszir, 2008, hlm. 51 “urbanisasi berasal dari kata urban kota yang berarti mengalirnya penduduk dari desa ke kota dalam wilayah suatu Negara tertentu, sehingga terjadilah pemusatan penduduk di kota- kota besar.” Meningkatnya alih fungsi lahan menyebabkan banyak penduduk desa yang pergi ke kota karena di kota banyak didirikan pusat-pusat industri yang dapat menyerap tenaga kerja. Hal inilah yang mendorong terjadinya urbanisasi yang menyebabkan ledakan jumlah penduduk di kota. Hal ini seperti pendapat Dwyer, Sing dan Suharso dalam Naszir, 2008, hlm. 69 berpendapat sama yaitu “sebab dari perpindahan penduduk desa ke kota adalah karena kekurangan tanah dan rendahnya pendidikan atau motivasi ekonomi.” Selain itu Hauser, dkk dalam Naszir, 2008, hlm. 70 mengemukakan faktor-faktor yang memengaruhi urbanisasi yaitu : 1. Perubahan teknologi yang lebih cepat di bidang pertanian dari pada di bidang bukan pertanian, yang mempercepat arus penduduk dari pedesaan; Eriska Meidayanti, 2014 Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu 2. Kegiatan produksi untuk ekspor terpusat di kawasan kota. 3. Pertambahan alami yang tinggi di pedesaan; 4. Susunan kelembagaan yang membatasi daya serap pedesaan, seperti: sistem pemilikan tanah, kebijakan harga dan pajak yang bersifat menganak-emaskan penduduk perkotaan; 5. Layanan pemerintah yang lebih berat pada perkotaan; 6. Kelembagaan inertia faktor negatif yang menahan penduduk tetap tinggal di pedesaan; 7. Kebijakan perpindahan penduduk oleh pemerintah dengan tujuan mengurangi arus penduduk dari pedesaan ke perkotaan. Dampak urbanisasi terhadap masalah perkotaan menurut Naszir 2008, hlm. 91-94 : 1. Melonjaknya jumlah penduduk Perpindahan penduduk ke perkotaan menyebabkan meningkatnya jumlah penduduk di perkotaan. Jumlah penduduk yang besar di kota menambah masalah baru terutama kepadatan penduduk akan berpengaruh pada sanitasi lingkungan, pemukiman kumuh, kriminalitas dan lain sebagainya. 2. Menjamurnya sektor informal Sektor informal timbul sebagai produk perekonomian kota dan adanya urbanisasi. Kegiatan sektor informal ini dapat disebutkan seperti, pedagang kaki lima, penjual surat kabar, pedagang rokok di perempatan jalan yang strategis, dan sebagainya. Mereka yang terjun ke dalam kegiatan sektor informal ini sebagian besar tidak dibekali keterampilan dan bekal yang cukup, oleh karena itu untuk mencukupi kebutuhan hidup dan mempertahankan kehadirannya mereka terjun ke dalam kegiatan sektor informal. Sektor informal didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi yang bersifat marginal kecil-kecilan yang mempunyai beberapa ciri seperti kegiatan yang tidak teratur, tidak tersentuh peraturan, bermodal kecil dan bersifat harian, tempat tidak tetap, berdiri sendiri, berlaku di kalangan masyarakat berpenghasilan rendah, tidak memerlukan keahlian dan keterampilan khusus, lingkungan kecilkeluarga, dan tidak mengenal sistem perbankan, pembukuan maupun perkreditan. 3. Kemerosotan lingkungan kota Kemerosotan lingkungan kota dapat dilihat dari semakin banyaknya penduduk pendatang mendiami lokasi-lokasi di luar kemampuan dukungan lingkungan tempat mereka tinggal, akibatnya daerah itu semakin padat, bangunan semakin berhimpitan, penyempitan sungai karena pinggirannya didirikan bangunan liar yang dapat menyebabkan banjir di musim hujan. Selain itu polusi udara akibat tingginya pertambahan kendaraan bermotor dan permasalahan sampah juga Eriska Meidayanti, 2014 Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu menjadi indikator kemerosotan lingkungan akibat tingginya jumlah penduduk di perkotaan akibat urbanisasi. 4. Timbulnya pengangguran, gelandangan dan kriminalitas Urbanisasi yang mengakibatkan kepadatan dan konsentrasi penduduk yang berlebihan di perkotaan dapat menimbulkan berbagai masalah kebutuhan pokok seperti makanan, lapangan kerja, perumahan, pendidikan dan lain sebagainya. Dahulu di desa-desa tidak dikenal adanya masalah pengangguran dan gelandangan atau sifatnya sangat kecil sekali dan merupakan pengecualian, tetapi sekarang jumlahnya sudah mulai meningkat dan memacu mereka untuk pergi ke kota. Gejala pengangguran, gelandangan, dan kriminalitas di daerah perkotaan sering disebutkan karena produk urbanisasi yang sangat diperhitungkan sebagai indikator masalah dalam pembangunan kota. Alih fungsi lahan dapat menyebabkan pengangguran di desa oleh karena itu mereka bermigrasi ke kota, umumnya mereka yang merupakan pekerja kasar atau petani dengan latar belakang pendidikan yang rendah tidak mudah dalam mencari pekerjaan yang layak sesuai harapan hidup yang layak. Akibatnya mereka asal bekerja untuk mempertahankan hidup di kota, hal ini mendorong timbulnya gelandangan dan kejahatan-kejahatan di kota-kota. 5. Masalah pengadaan perumahan Tingginya arus urbanisasi akibat alih fungsi lahan pertanian menyebabkan masalah perumahan di perkotaan. Berbeda dengan situasi di desa-desa lahan untuk perumahan masih tersedia dengan harga dan pembangunan perumahan relatif murah; rata-rata keluarga dapat mendirikan rumah mereka yang secara kuantitatif perumahan di pedesaan tidak menjadi masalah, hanya dari segi kualitatif mungkin masih membutuhkan pendidikan teknik konstruksi maupun bangunan, yang sudah tentu berbeda dan bertolak belakang masalahnya dengan kondisi di kota-kota. Jumlah penduduk kota yang bertambah akibat arus urbanisasi menyebabkan kebutuhan terhadap perumahan juga meningkat. Sementara jumlah lahan di perkotaan terbatas dan harga lahan serta pembangunanya relatif mahal, sehingga banyak para pendatang di perkotaan mendirikan bangunan-bangunan liar untuk tempat tinggal. Bangunan liar yang didirikan di lahan yang bukan untuk perumahan dan konstruksi seadanya menyebabkan timbulnya perkampungan-perkampungan kumuh di perkotaan. Alih fungsi lahan tidak hanya berdampak terhadap perubahan lingkungan fisik karena perubahan penggunaan lahan, tetapi juga perubahan kondisi sosial bahkan perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat karena berubahnya kondisi Eriska Meidayanti, 2014 Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu alam, kegiatan, sumber penghasilan dan perubahan kondisi ekonomi. Dampak sosial alih fungsi lahan berupa masalah yang disebabkan oleh faktor ekonomi seperti kemiskinan dan pengangguran. Meningkatnya kemiskinan dan pengangguran di desa dapat menyebabkan meningkatnya arus urbanisasi karena masyarakat pindah dan mencari pekerjaan di kota. Tingginya arus urbanisasi dapat menyebabkan berbagai permasalahan di kota diantaranya dapat menyebabkan melonjaknya pertumbuhan penduduk, menjamurnya sektor informal, kemerosotan lingkungan kota, timbul pengangguran, gelandangan dan kriminalitas serta masalah pengadaan perumahan sehingga menimbulkan lingkungan kumuh di perkotaan. H. DAERAH PINGGIRAN KOTA Daerah pinggiran kota sebagai suatu wilayah perluasan kegiatan perkembangan kota dapat menimbulkan berbagai permasalahan yang diakibatkan oleh proses ekspansi kota ke wilayah pinggiran yang dapat menyebabkan perubahan secara fisik seperti perubahan tata guna lahan, demografi, keseimbangan lingkungan, serta kondisi sosial ekonomi. Meningkatnya pemukiman di daerah pinggiran kota merupakan realisasi dari meningkatnya kebutuhan akan ruang di daerah perkotaan. Giyarsih dalam Rolina, 2013, hlm. 7 mengemukakan bahwa “daerah pinggiran kota didefinisikan sebagai daerah yang berada dalam proses transisi dari daerah pedesaan menjadi perkotaan.” Selanjutnya Kurtz dan Eicher dalam Daldjoeni, 1987, hlm. 48 mengemukakan enam definisi rural-urban fringe: 1. Kawasan dimana tata guna lahan rural dan urban saling bertemu dan mendesak di periferi kota; 2. Rural-urban fringe meliputi semua kebutuhan semua sub-urban, kota satelit dan terotorium lain yang terlokasi langsung di luar kota dimana tenaga kerja terlibat di bidang non agraris; 3. Suatu kawasan yang letaknya di luar perbatasan kota yang resmi, tetapi masih ada di dalam jarak melajo commuting distance; 4. Kawasan di luar kota yang penduduknya berkiblat ke kota urban oriented residents; Eriska Meidayanti, 2014 Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu 5. Suatu kawasan pedesaan yang terbuka, yang dihuni oleh orang-orang yang bekerja di kota; 6. Suatu daerah dimana bertemu mereka yang berpangku jiwa di kota dan di desa. Daerah pinggiran kota sebagai daerah transisi, daerah ini berada dalam tekanan kegiatan-kegiatan perkotaan yang meningkat yang berdampak pada perubahan lingkungan secara fisik termasuk alih fungsi lahan pertanian ke lahan non pertanian dengan berbagai dampaknya. I. PENDIDIKAN DAN PERUBAHAN SOSIAL 1. Pendidikan Untuk Perubahan Pendidikan menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 adalah : Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. www.kemenag.go.idfiledokumenUU2003.pdf Pendidikan disini harus mampu berperan untuk melakukan analisis kebutuhan nilai, pengetahuan dan teknologi untuk dapat mempersiapkan masyarakat agar tercipta Sumber Daya Manusia yang unggul. Berdasarkan Undang-Undang Sisdiknas Tahun 2003 Pasal 3: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab. www.academia.edu4784240SISTEM_PENDIDIKAN_NASIONAL Dalam Undang-Undang di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi pendidikan nasional adalah sebagai salah satu faktor pendorong terjadinya perubahan berupa pengembangan kemampuan peserta didik, pembentukan watak Eriska Meidayanti, 2014 Perubahan Orientasi Pekerjaan Sebagai Dampak Alih Fungsi Lahan Studi Kasus Di Desa Padaasih Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu dan peradaban, pengembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Peserta didik merupakan bagian dari masyarakat. Menurut Setiadi dan Kolip 2011, hlm. 609, “tidak ada masyarakat yang tidak mengalami perubahan, sebab kehidupan sosial adalah dinamis.” Pendidikan harus mampu membekali peserta didiknya sebagai bagian dari masyarakat untuk menjadi generasi yang siap menghadapi segala bentuk perubahan dan pendidikan harus mampu menjadi agen perubahan, maksudnya pendidikan harus mampu menjadi perantara terhadap adanya perubahan. Pendidikan sebagai wadah pengembangan kualitas manusia dan segala pengetahuan tentunya menjadi agen penting yang ikut menentukan perubahan sosial masyarakat ke depan. Karena perubahan sosial mengacu pada kualitas masyarakat, sementara kualitas masyarakat tergantung pada kualitas pribadi- pribadi anggotanya maka tentunya lembaga pendidikan memainkan peranan yang cukup signifikan menentukan sebuah perubahan sosial yang mengarah kepada kemajuan. Proses pendidikan bertujuan untuk menciptakan peserta didik yang memiliki kemampuan dan potensi secara intelektual dan memiliki watak dan akhlak yang terpuji sebagai bagian dari masyarakat. Pendidikan diharapkan mampu untuk menghasilkan generasi muda seperti yang digambarkan dalam Undang-Undang tersebut sehingga dapat membawa perubahan sosial yang positif bagi suatu bangsa di masa depan.

2. Pendidikan Sosiologi Dalam Mengkaji Perubahan Sosial