Pendahuluan 184 Sistem Informasi Akuntansi Akrual di Pemda

Resistensi Pengguna Terhadap Implementasi Sistem Informasi Akuntansi Berbasis Akrual Pada Pemerintah Daerah SARING SUHENDRO SYLVIA VERONICA NPS PIGO NAULI  Abstract: The purpose of this study is to provide empirical evidence that the perceived value, switching cost, self-efficacy to change, organizational support for change and colleagues opinion affect user resistance in implementing accrual accounting system at the local government entities. The survey was conducted in six local governments in Indonesia, which at the time the research was at the stage of preparation for implementation. The analysis conducted on 187 respondents in response to the change of the information system toward cash accrual system to accrual accounting information. The results showed that the perceived value of benefits perceived user is able to suppress resistance. Swicthing costs, self-efficacy to change, organizational support, and colleagues opinion was not shown to affect user resistance to accept changes to the accrual accounting system and the user will suppress resistance. Keywords: perceived value, user resistence, local government, accrual accounting system

1. Pendahuluan

Perubahan sistem akuntansi akrual sebagai pengganti sistem akuntansi cash toward accrual yang wajib diterapkan oleh pemerintah pusat dan daerah menjadi isu yang sangat menarik. Kewajiban untuk implementasi tersebut merupakan amanah perudangan-undangan yang harus dijalankan. Pasal 36 ayat 1 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 menyatakan bahwa ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 13, 14, 15, dan 16 Undang-undang ini dilaksanakan selambat-lambatnya dalam 5 lima tahun. Sedangkan pada pasal 70 ayat 2 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 menyatakan bahwa “ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13 Undang-undang ini dilaksanakan selambat- lambatnya pada tahun anggaran 2008”.  Alamat korespondensi: pigonauligmail.com Implementasi sistem akuntansi akrual merupakan salah satu ciri dari praktik manajemen keuangan modern sektor pemerintahan. Sistem ini bertujuan untuk memberikan informasi yang lebih transparan mengenai biaya kos pemerintah dan meningkatkan kualitas pengambilan keputusan instansi pemerintah dengan menggunakan informasi yang diperluas, tidak sekedar basis kas. Ketentuan mengenai pelaksanaan akuntansi berbasis akrual dituangkan dalam Peraturan Pemerintah PP Nomor 71 Tahun 2010 dan bagi pemerintah daerah lebih teknis juga diatur melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Permendagri Nomor 64 Tahun 2013. PP Nomor 71 Tahun 2010 sebagai pengganti PP Nomor 24 tahun 2005, tentang Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan PSAP merupakan Standar Akuntansi Pemerintahan SAP berbasis akrual yang dilaksanakan selambat-lambatnya pada Tahun Anggaran 2015. SAP berbasis akrual adalah SAP yang mengakui pendapatan, beban, aset, utang, dan ekuitas dalam pelaporan finansial berbasis akrual, serta mengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam pelaporan pelaksanaan anggaran berdasarkan basis yang ditetapkan dalam APBNAPBD. Output laporan keuangan yang dihasilkan lebih banyak dari laporan keuangan dibandingkan dengan sistem akuntansi saat ini cash toward accrual yaitu ada 7 tujuh bentuk laporan keuangan yang wajib disampaikan sebagai bentuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah. Tabel 1.1 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kategori Laporan Keuangan Laporan Pelaksanaan Anggaran budgetary report Laporan Realisasi Anggaran LRA Laporan Perubahan SAL Laporan Finansial Laporan Operasional Neraca Laporan Arus Kas LAK Laporan Perubahan Ekuitas LPE Catatan Atas Laporan Keuangan Catatan Atas Laporan Keuangan CaLK Sumber: PP 712010 PP 71 Tahun 2010 mewajibkan semua entitas pemerintah daerah di Indonesia menyusun dan menyajikan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD berbasis akrual. Ketentuan ini berlaku efektif mulai tahun 2015 untuk implementasi penuh. Argumentasi pemerintah pusat untuk melaksanakan ketentuan ini adalah penerapan sistem akuntansi berbasis akrual dapat memberikan informasi tentang pengelolaan keuangan daerah yang lebih transparan, akuntabel, dan meningkatkan kebermanfaatan dalam pengambilan keputusan bagi para pengguna . Di pihak lain, bagi pemerintah daerah muncul argumen lain yang didasari oleh pertimbangan biaya dan manfaat dari penyusunan laporan keuangan berbasis akrual. Penyusunan laporan keuangan berbasis akrual memerlukan biaya misalnya: biaya pergantian s oftware dan biaya bimbingan dan pelatihan yang tidak sedikit bagi pemerintah daerah, sehingga manfaat yang diterima harus lebih besar daripada biaya yang akan dikeluarkan sehingga kegunaan laporan keuangan ini lebih baik daripada basis sebelumnya. Terlebih lagi, muncul kekhawatiran akan opini Laporan Hasil Pemeriksaan LHP Badan Pemeriksa Keuangan RI yang akan turun dari tahun sebelumnya jika berganti ke sistem informasi yang baru. Apalagi hingga tahun 2011, baru 16 saja dari jumlah kabupatenkota di Indonesia yang mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian WTP dari BPK BPK- RI, 2012. Pemerintah daerah ada yang baru mulai berbenah, mulai memahami penyusunan laporan keuangan berbasis cash toward accrual tetapi harus beralih dengan basis akrual . Mengingat kompleksitas implementasi akuntansi berbasis akrual ini, maka penerapan akuntansi berbasis akrual di lingkungan pemerintah daerah memerlukan sistem informasi akuntansi dan sistem berbasis teknologi informasi yang lebih rumit. Perubahan sistem akuntansi pemerintah daerah akan berdampak pada perubahan sistem informasinya. Perubahan sistem informasi akuntansi berbasis akrual yang tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan pihak-pihak yang bersentuhan secara langsung dan pelaksana di lapangan tidak dapat menjalankan sesuai harapan. Karena secara umum, perubahan sistem akuntansi di pemerintah daerah kurang mendapat dukungan penuh dari para pimpinan. Hal inilah yang dapat memunculkan kendala-kendala dalam proses implementasi. Kendala yang dihadapi dapat berupa resistensi pengguna user resistance terhadap perubahan sistem informasi akuntansi berbasis akrual. Sebagaimana layaknya suatu perubahan, bisa jadi ada pihak internal individu-individu yang sudah terbiasa dengan sistem yang lama dan enggan untuk mengikuti perubahan. Individu selaku pengguna yang merupakan kunci keberhasilan dalam implementasi sistem akan bereaksi setiap ada perubahan. Reaksi individu yang timbul atas perubahan yang akan dijalankan termasuk dalam dimensi keperilakuan. Perilaku yang berkaitan dengan perubahan ini dapat berupa resistensi pengguna dalam upaya mengimplementasikan sistem baru. Bentuk dari resistensi masing-masing pengguna berbeda tiap individu, ada berupa penolakan implementasi sistem informasi yang baru, atau tetap menjalankan namun tidak terlibat secara intens, atau bahkan bisa berperilaku destruktif Marakas Hornik, 1996 dalam Kim dan Kankanhalli, 2009. Agar implementasi sistem akuntansi berbasis akrual dapat diterima dengan baik oleh pemakainya, maka perilaku-perilaku yang dapat menimbulkan penolakan harus dikendalikan dan diubah agar pemakainya mau berperilaku menerima. Munculnya resistensi pengguna terhadap implementasi sistem informasi baru disebabkan oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut berupa sikap konservatisme pengguna, tidak merasakan manfaat secara langsung, dukungan organisasional yang kurang jelas, kurangnya dukungan manajemen terhadap penyiapan sumber daya yang tidak jelas, dan lemahnya kualitas teknis Hierschheim dan Newman, 1988. Penelitian ini merupakan replikasi dari Kim dan Kankanhalli 2009 yang melakukan penelitian tentang resistensi pengguna atas perubahan sistem informasi baru dengan menggunakan perspektif teori penerimaan teknologi dan teori bias status quo. Penelitian Kim dan Kankanhalli 2009 mengukur perilaku dengan menggunakan teori penerimaan teknologi yang sudah dianalisis dari berbagai teori penerimaan teknologi Technology Acceptance Model TAM, Theory of Planned Behavior TPB, Theory of Reasoned Action TRA, dan Unified Theory of Acceptance and Use of Technology UTAUT tapi Kim dan Kankanhalli 2009 menggabungkan antara teori TAM dan TPB. Dari TAM diambil perceived value nya sedangkan dari TPB diambil subjective norm pandangan user terhadap norma social di lingkungannya. Status Quo Bias Theory Samuelson Zeckhauser, 1988 merupakan teori yang menjelaskan fenomena resistensi pengguna dalam mengimplementasikan sistem informasi yang baru. Theory of Planed Behavior atau TPB Azjen, 1988 digunakan dalam penelitian ini karena TPB menjadi pondasi teori yang penting dalam literatur penerimaan suatu teknologi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Kim dan Kankahalli 2009 adalah penelitian ini menyesuaikan dengan karakteristik dan lingkungan operasional organisasi pemerintah daerah yang mempengaruhi karakteristik tujuan akuntansi dan pelaporan keuangannya. Teori equity implementation model tidak diadopsi. Penerapan sistem akuntansi berbasis akrual di pemerintah daerah didasarkan pada peraturan yang sifatnya mandatory maka analisis untuk mengambil keputusan untuk melakukan perubahan wajib dilaksanakan tanpa mempertimbangkan analisis perubahan pada outcome maupun perubahan pada input net equity . Selain itu, penelitian ini juga dilakukan pada tahapan sebelum implementasi sistem informasi, yaitu pada tahap persiapan dan pengembangan sistem informasi akuntansi berbasis akrual di pemerintah daerah. Penelitian ini meneliti mengenai resistensi pengguna atas perubahan sistem informasi akuntansi dari sistem informasi berbasis cash toward accrual ke sistem informasi akuntansi berbasis akrual pada entitas pemerintah daerah. Perspektif pengguna yang digunakan dalam penelitian ini tetap pada kondisi saat ini status quo atau dengan kata lain pengguna tetap nyaman dengan sistem sebelumnya cash toward accrual

2. Kerangka Teoritis Dan Pengembangan Hipotesis