Compiled by: 21 Yayasan Titian
10
3. Untuk kegiatan kepariwisataan dan rekreasi, Pemerintah dapat memberikan hak pengusahaan atas zona pemanfaatan taman nasional, taman hutan raya,
dan taman wisata alam dengan mengikut sertakan rakyat. 4. Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, ayat 2,
dan ayat 3 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 35
Dalam keadaan tertentu dan sangat diperlukan untuk mempertahankan atau memulihkan kelestarian sumber daya alam hayati beserta ekosistemnya,
Pemerintah dapat menghentikan kegiatan pemanfaatan dan menutup taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam sebagian atau seluruhnya
untuk selama waktu tertentu.
BAB VIII PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR
Pasal 36
1. Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar dapat dilaksanakan dalam bentuk:
a. pengkajian, penelitian dan pengembangan; b. penangkaran;
c. perburuan; d. perdagangan;
e. peragaan; f. pertukaran;
g. budidaya tanaman obat-obatan; h. pemeliharaan untuk kesenangan.
2. Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IX PERAN SERTA RAKYAT
Pasal 37
1. Peran serta rakyat dalam konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya diarahkan dan digerakkan oleh Pemerintah melalui berbagai
kegiatan yang berdaya guna dan berhasil guna. 2. Dalam mengembangkan peran serta rakyat sebagaimana dimaksud dalam ayat
1, Pemerintah menumbuhkan dan meningkatkan sadar konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya di kalangan rakyat melalui pendidikan
dan penyuluhan.
3. Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Compiled by: 21 Yayasan Titian
11
BAB X PENYERAHAN URUSAN DAN TUGAS PEMBANTUAN
Pasal 38
1. Dalam rangka pelaksanaan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, Pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusan di bidang
tersebut kepada Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang- undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah.
2. Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XI PENYIDIKAN
Pasal 39
1. Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan departemen yang
lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, diberi wewenang khusus sebagai
penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan penyidikan tindak pidana di
bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
2. Kewenangan penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, tidak mengurangi kewenangan penyidik sebagaimana diatur dalam Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dan Undang- undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan.
3. Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, berwenang untuk: a. melakukan pemeriksanaan atas laporan atau keterangan berkenaan
dengan tindak pidana di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
b. melakukan pemeriksaaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya; c. memeriksa tanda pengenal seseorang yang berada dalam kawasan suaka
alam dan kawasan pelestarian alam; d. melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti tindak pidana di
bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya; e. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan sehubungan
dengan tindak pidana di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
f. membuat dan menandatangani berita acara; g. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti tentang
adanya tindak pidana di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Compiled by: 21 Yayasan Titian
12
4. Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 memberitahukan dimulainya penyidikan dan melaporkan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum
melalui Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan Pasal 107 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana.
BAB XII KETENTUAN PIDANA