Pengamatan morfologi Daerah ini dapat diinterpretasikan suatu Topografi Peta topografi : daerah timur daerah Pemboran Dari 530 jumlah pemboran, dilakukan

5 sehingga merupakan tempat yang ideal untuk pembentukan kipas aluvial. Pada Plistosen dan awal Holosen permukaan air laut lebih rendah 50 m - 100 m dari permukaan laut sekarang Tjia dan Fuji 1990, dalam Said Aziz, 1966 dan saat itu kondisi beriklim arid dan semi arid, kondisi ini memungkinkan terjadinya badai kuat disertai hujan deras dalam waktu yang singkat dan berulang-ulang. Pada saat itu daerah Sinunukan merupakan daratan, aliran sungai di pegunungan saat itu membawa material- material rombakan ke dataran Sinunukan, dan keluar melalui celah-celah di pegunungan dengan waktu yang sesaat- sesaat. Keadaan tersebut menyebabkan pengendapan sedimen yang terjadi tidak menerus, dan terjadi berulang-ulang, keadaan ini merupakan suatu keadaan yang memungkinkan terbentuknya kipas aluvial. Pada lembah Batang Natal, aliran S. Batang Natal merupakan aliran yang menampung material-material tersebut dan mengalirkannya ke daerah lebih rendah melalui celah-celah lembah sempit, salah satunya pada lembah Sinunukan sehingga membentuk suatu endapan kipas aluvial. Diperkirakan pertengahan Holosen air laut mulai naik, sehingga daerah ini ditutupi oleh pasir, lempung, dan gambut yang merupakan hasil endapan genang laut. Tinggi air laut saat itu lebih tinggi dari permukaan laut saat ini, keadaan tersebut terjadi sekitar 4000 tahun BP. Endapan kipas aluvial di daerah ini dapat dimasukan pada tipe Water Laid Deposits dimana pengendapan yang diikuti oleh aktifitas aliran lumpur dan pembentukan Stream Channel Deposits : endapan berbentuk lensa, pasir dan kerakal-kerikil tersortir buruk, membentuk cross-bedding gambar 4. Gambar 4. Struktur cross-bedding dari endapan kipas aluvial. Aliran lumpur dan Stream Channel Deposits saling menutupi McGoven dan Groat, 1971 dalam Reineck., H. E., 1980 Untuk memperkuat perkiraan telah terbentuk suatu endapan kipas aluvial di daerah Sinunukan, interpretasi dilakukan dengan menggunakan peta rupa bumi Global Mapper, dan kegiatan yang dilakukan di daerah ini :

a. Pengamatan morfologi Daerah ini dapat diinterpretasikan suatu

lembah tua atau celah dari aliran Batang Natal purba yang membentuk Sungai Sinunukan yang ada saat ini. Selama Holosen Awal aliran Batang Natal belum membentuk aliran seperti saat ini, aliran mengarah ke baratdaya menerus ke Sungai Sinunukan. Saat itulah terbentuknya endapan kipas aluvial, dimana aliran Batang Natal keluar dari celah pegunungan. Akibat kegiatan tektonik terjadi pengangkatan, dan terjadi patahan, maka aliran Batang Natal berubah arah dari arah aliran ke baratdaya berbelok ke arah barat mencari daerah yang lebih lemah gambar 1 dan gambar 4. 6 Gambar 5. Interpretasi daerah dimana endapan kipas aluvial terbentuk data DEM diproses menggunakan surfer 8 dan Corel 12 Gambar 6. Penampang A B Gambar 7. Penampang C D Celah tenpat keluarnya material Endapan kipas aluvial 7 Gambar 5, penampang A B memotong lembah Sinunukan, dan memperlihatkan celah tempat keluarnya massa material yang dibawa oleh Batang Natal purba. Penampang C-D gambar 7, memperlihatkan suatu topografi lembah dengan puncak- puncak bukit yang diperkirakan terbentuk akibat kegiatan tektonik, menyebabkan aliran Batang Natal berbelok ke arah baratlaut. Sebelum terjadi kegiatan tektonik, aliran Batang Natal mengalir dari ketinggian di daerah timurlaut ke arah baratdaya membawa material, terendapkan di daerah pedataran, dan membentuk kipas aluvial.

b. Topografi Peta topografi : daerah timur daerah

kajian memperlihatkan daerah yang lebih tinggi dari daerah baratdayanya. Hal ini dapat menandakan adanya suatu bentuk lereng yang dapat menjadi media untuk aliran masa dari timurlaut ke arah baratdaya gambar 8.

c. Pemboran Dari 530 jumlah pemboran, dilakukan

dengan interval titik bor 25 m untuk pemboran detail dan 50 m, dan jarak tiap lintasan 50 m dan 100 m. Dari kegiatan pemboran ini dibuat beberapa peta dan penampang lobang bor. Lokasi titik bor dapat dilihat pada gambar 9. Dari hasil pemboran, secara umum daerah kajian terdiri dari lapisan humus 0-7 meter, lempung 0-5,5 meter yang menutupi lapisan fraksi kasar, berupa pasir, pasir lempungan, pasir kerikil kerakalan mengandung lempung dan pasir kerikil kerakalan dengan ketebalan berkisar 2 - 8 meter. Semakin ke arah barat laut kondisi lapisan menunjukan urutan ideal yaitu susunan butiran yang menghalus keatas gravel - pasiran - lempung. Berdasarkan data ketebalan fraksi kasar yang bervariasi bisa diinterpretasikan arah dari aliran massa aluvial. Pada bagian timurlaut daerah kajian, lapisan gravel berukuran 5 14 cm berbentuk subrounded rounded dengan ketebalan berkisar antara 4 - 8 m didominasi oleh batuan beku andesit, dan batuan ubahan, setempat ditemukan silisifikasi. Kearah baratlaut ketebalan farksi kasar agak berkurang berkisar antara 2 6 m. Dari data tersebut, diperkirakan bagian hulu dari aliran massa di daerah ini berada pada bagian timurlaut. Gambar 10, memperlihatkan salah satu penampang bor dimana lapisan lumpur, lempung, pasir, kerikil atau kerakal membentuk lapisan berselang-seling, akibat pengendapan yang berulang- ulang merupakan khas tipe Water Laid Deposits.

d. Peta top gravel Data peta top gravel di peroleh dari data