Characterization of Phytase Producing Bacteria from Corn Weefil (Sitophilus zeamays).

KARAKTERISASI
ISOLAT BAKTERI PENGHASIL FITASE
ASAL KUTU JAGUNG (Sitophilus zeamays)

ROSWITA AMELIA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010

PERNYATAAN MENGENAI TESIS
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul Karakterisasi
Isolat Bakteri Penghasil Fitase Asal Kutu Jagung (Sitophilus zeamays) adalah
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir Tesis ini.

Bogor, Agustus 2010


Roswita Amelia
P052060081

ABSTRACT
ROSWITA AMELIA. Characterization of Phytase Producing Bacteria from Corn
Weefil (Sitophilus zeamays). Under direction of ANTONIUS SUWANTO and
ARIS TRIWAHYUDI
Phytic acid, the main storage form of phosphorus in seed, could not be
digested by monogastric animal. The negatively charge phosphate of this
compound strongly bind to metallic cations, proteins and polysaccharides making
them insoluble and unavailable as nutritional factors. This compound can be
hydrolyzed by phytases to released phosphate, inositol and nutrients. In the study
about community of corn weevil bacteria some phytase producing bacterial
isolates have been isolated. In this study, four of these isolates have been
characterized. Morphological and physiological identification using microbact
showed that all four isolates have 99% similarity to Serratia rubidaea. Partial
amplification of their 16S rRNA gene also showed highest identity to S. rubidaea
(84%, 93%, 98%, and 80% respectively for KJ07, KJ13, KJ14, and KJ16).
Employing from these result we proposed that all isolates were closely related to
S. rubidaea. Using primers for phytase putative gene designed from Escherichia

coli phytase, a 1500 bp DNA fragment was amplified. One of these fragments
originated from KJ07 was chosen for further analysis. This fragment was cloned
in E. coli and sequenced. Sequence analysis indicated that it showed similarity to
phosphoenol piruvate protein phospho transferase (89%) and prolipoprotein
diacylglycerol transferase (93%). Therefore, this strategy failed to isolate phytase
gene from S. rubidaea.
Keywords: phytic acid, phytase producing bacteria, corn weevil, Serratia
rubidaea, phytase gene

RINGKASAN
ROSWITA AMELIA. Karakterisasi Isolat Bakteri Penghasil Fitase Asal Kutu
Jagung (Sitophilus zeamays). Dibimbing oleh ANTONIUS SUWANTO dan ARIS
TRIWAHYUDI
Asam fitat merupakan komponen esensial pada semua biji sebagai bentuk
penyimpanan fosfor yang utama. Akan tetapi, senyawa ini tidak dapat dicerna
oleh manusia dan hewan-hewan monogastrik. Senyawa ini juga dapat
menurunkan kualitas bahan makanan karena bisa membentuk kompleks tidak larut
dengan kation logam protein, vitamin, dan polisakarida. Kompleks yang tidak
dapat dicerna tersebut akan dikeluarkan melalui feces dan bila mengalami
penumpukan akan menyebabkan pencemaran lingkungan.

Asam fitat dapat diuraikan menjadi mioinositol dan gugus fosfat melalui
serangkaian reaksi enzimatis oleh enzim fitase. Fitase (mioinositol heksakisfosfat
fosfohidrolase) adalah enzim fosfatase yang bekerja pada ikatan ester (phosphoric
monoester hydrolase) yang memotong gugus fosfat dari asam fitat. Pentingnya
peranan enzim fitase dalam mengatasi masalah yang berkaitan dengan asam fitat
memacu para ahli untuk melakukan berbagai penelitian yang berkaitan dengan hal
ini. Berbagai organisme dari taksonomi yang berbeda-beda dieksplorasi untuk
diuji kemampuannya dalam memproduksi fitase termasuk bakteri. Hal ini
disebabkan dunia bakteri menempati habitat yang sangat luas bahkan termasuk
daerah ekstrim sehingga sangat memungkinkan ditemukannya anggota organisme
kelompok ini di daerah yang banyak mengandung fitat dan memanfaatkan
senyawa tersebut sebagai sumber fosfor satu-satunya.
Yogiara et al. (2008) telah berhasil menapis sejumlah isolat bakteri
penghasil fitase yang berasal dari kutu jagung (Sitophilus zeamays). Pada
penelitian ini empat dari isolat-isolat tersebut diidentifikasi. Berdasarkan hasil
pengamatan diketahui bahwa keempat isolat bakteri tersebut yaitu KJ07, KJ13,
KJ14, dan KJ16 mempunyai koloni yang berwarna krem, berbentuk bundar,
dengan elevasi cembung, dan tepian licin. Setelah dilakukan pewarnaan gram dan
pengamatan di bawah mikroskop, diketahui bahwa sel-selnya berbentuk coccus,
motil, dengan tipe dinding gram negatif. Kemudian dari hasil uji katalase dan

oksidase diketahui bahwa isolat-isolat tersebut termasuk ke dalam kelompok
bakteri anaerob fakultatif. Berdasarkan data-data ini, selanjutnya dilakukan
serangkaian uji fisiologis menggunakan microbact™ tipe 12A+12B. Setelah
dilakukan analisis menggunakan microbact™ computer aided identification
package didapatkan probabilitas isolat-isolat tersebut sebesar 99% terhadap
Serratia rubidaea. Sementara itu, hasil amplifikasi parsial dari sekuen gen
penyandi 16S rRNAnya, menunjukkan % identitas sebesar 84%, 93%, 98%, 80%
secara berturut-turut dari isolat KJ07, KJ13, KJ14, KJ16 terhadap S. rubidaea.
Oleh sebab itu, diusulkan bahwa keempat isolat tersebut berkerabat dekat dengan
S. rubidaea.
Berdasarkan sekuen gen penyandi 16S rRNA dibuat pohon filogenetik
yang menunjukkan hubungan antara keempat isolat bakteri asal kutu jagung
tersebut dengan sebagian bakteri-bakteri lainnya dari database. Pada pohon

filogenetik ini dapat terlihat bahwa isolat KJ07 memiliki hubungan kekerabatan
yang lebih dekat dengan KJ16 daripada KJ13 dan KJ14. Sementara itu empat
galur S. rubidaea berada pada posisi yang berbeda-beda tapi tetap dekat dengan
keempat isolat tersebut. Kemudian apabila dilihat dari skala jaraknya terlihat
bahwa bakteri-bakteri endosimbion kutu jagung ini setelah S. rubidaea lebih dekat
terhadap bakteri-bakteri endosimbion serangga lainnya yang ada di database

seperti endosimbion dari S. zeamays, Curculio sikkimensis, Glossina palpalis, dan
Sodalis glossinidius dari pada bakteri-bakteri enterik dan gram negatif lainnya dan
sangat jauh dengan bakteri gram positif yang diwakili oleh Bacillus subtilis.
Salah satu cara untuk mengetahui kekhasan enzim fitase yang dihasilkan
oleh suatu organisme adalah dengan mengisolasi gen yang menyandikannya.
Pada penelitian ini deteksi gen putatif penyandi fitase dilakukan menggunakan
PCR. Setelah dilakukan amplifikasi parsial terhadap sekuen gen yang diduga
penyandi fitase dari keempat isolat bakteri asal kutu jagung didapatkan pita DNA
berukuran 1500 bp. Kemudian salah satu dari keempat fragmen DNA ini yaitu
yang berasal dari isolat KJ07 dipilih untuk analisis lebih lanjut. Fragmen DNA ini
disisipkan pada pCR®2.1TOPO® kemudian diintroduksikan pada E. coli TOP 10.
Koloni transforman dianalisis menggunakan PCR dengan primer M13f dan M13r.
Hasil amplifikasi menunjukkan pita berukuran 1700 bp yang merupakan
gabungan dari fragmen sisipan yang berukuran 1500 bp dan DNA pengapitnya
pada plasmid rekombinan. Verifikasi plasmid rekombinan juga dilakukan dengan
cara mengisolasi plasmid dari bakteri transforman lalu memotongnya dengan
enzim restriksi EcoRI. Hasil pemotongan menunjukan dua pita yaitu yang
berukuran 3.9 kb (vektor) dan 1.5 kb (DNA sisipan). Plasmid rekombinan ini
kemudian digunakan dalam proses sekuensing untuk menentukan urutan sekuen
DNA dari fragmen 1500bp. Setelah dianalisis dengan blastx didapatkan %

kemiripan tertinggi terhadap phosphoenolpiruvate phosphotransferase (89%) dan
prolipoprotein diacylglycerol transferase (93%). Oleh sebab itu, dapat
disimpulkan bahwa strategi ini tidak memungkinkan untuk mendapatkan gen
penyandi fitase dari S. rubidaea.
Kata kunci: asam fitat, bakteri penghasil fitase, kutu jagung, Serratia rubidaea,
gen penyandi fitase

@Hak Cipta milik IPB tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan
suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagaian atau seluruh
karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

KARAKTERISASI
ISOLAT BAKTERI PENGHASIL FITASE

ASAL KUTU JAGUNG (Sitophilus zeamays)

ROSWITA AMELIA

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Bioteknologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010

Penguji luar komisi pada ujian Tesis: Dr. Iman Rusmana

Judul Tesis : Karakterisasi isolat bakteri penghasil fitase asal kutu jagung
(Sitophilus zeamays)
Nama

: Roswita Amelia


NIM

: P052060081

Disetujui,
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Antonius Suwanto

Dr. Aris Triwahyudi

Ketua

Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Bioteknologi


Dr. Suharsono

Tanggal Lulus:

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

Tanggal Ujian: 21 Agustus 2010

PRAKATA
Alhamdulillaahirabbil’alamin. Segala puji bagi Allah SWT yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk meneyelesaiakn Tesis yang
berjudul Karakterisasi Isolat Bakteri Penghasil Fitase Asal Kutu Jagung
(Sitophilus zeamays). Tulisan ini merupakan laporan dari rangkaian penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2009 sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Bioteknologi, SPs, IPB.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Antonius Suwanto
sebagai pembimbing I dan Bapak Dr. Aris Triwahyudi sebagai pembimbing II,
serta Bapak Dr. Iman Rusmana atas saran-sarannya sebagai penguji luar komisi.

Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Kak Yogiara Msi atas
bantuan dan saran-sarannya selama proses penelitian dan juga kepada Ibu Prof.
Dr. Maggy T. Suhartono yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk melaksanakan sebagian percobaan penelitian di Laboratorium Mikrobiologi
dan Biokimia, PPSHB, IPB.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan pada teman-teman di
Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia diantaranya Ibu Ika, Ibu Eni, Pak Ace,
Agus, dan teman-teman lainnya di lingkungan PPSHB, IPB, begitu juga kepada
teman-teman di Laboratorium Riset dan Teknologi DNA, Fakultas Teknobiologi,
Unika Atmajaya diantaranya Arhat, Alvin, Mesa, Pak Bambang, Nurdin, Ridwan,
Yuni, Mbak Nouri dan lainnya yang terlalu panjang untuk disebutkan satu per
satu atas bantuan dan dukungannya, serta teman-teman PS Bioteknologi angkatan
2006 dan 2007 yang telah memberikan semangat dan dorongan untuk
menyelesaikan studi. Kemudian penghargaan penulis berikan kepada Papa,
Mama, dan kakak-kakak atas segala do’a dan dukungannya sehingga penulis
berhasil menyelesaikan Tesis ini. Akhir kata, semoga karya ini bermanfaat bagi
dunia ilmu pengetahuan.

Bogor, Agustus 2010


Roswita Amelia

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bukittinggi pada tanggal 7 Desember 1978 dari
pasangan Rusli dan Djusmaniar sebagai anak ke 7 dari 7 bersaudara. Pada tahun
1997 penulis diterima sebagai mahasiswi di Jurusan Biologi, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor melaui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI) dan lulus pada bulan April 2002.
Pada bulan Juli 2002 penulis diterima sebagai pegawai honorer di
Laboratorium Biologi Molekuler, SEAMEO BIOTROP. Kemudian pada bulan
Januari 2003 dpenulis dikontrak sebagai Asisten Laboratorium di tempat yang
sama. Pada tahun 2004 penulis menjadi staf di Laboratorium Bioteknologi
Tanaman dan Laboratorium Servis di instansi yang sama. Selama bekerja penulis
terlibat dalam berbagai proyek penelitian di bidang mikrobiologi dan
bioteknologi, serta aktif mengikuti seminar dan pelatihan di bidang yang sama.
Pada bulan September 2006 penulis diterima sebagai mahasiswi di
Program Studi Bioteknologi, Sekolah Pascasarjana IPB. Oleh sebab itu, pada
tahun 2007 penulis tidak memperpanjang kontrak sebagai pegawai di SEAMEO
BIOTROP dan fokus pada studi. Penulis pernah mengalami masa non aktif
sebagai mahasiswi SPs selama 2 semester yaitu pada semester genap tahun
2007/2008 dan semester ganjil tahun 2008/2009 karena sakit.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................................xv
PENDAHULUAN ...................................................................................................1
Latar Belakang .............................................................................................1
Tujuan Penelitian .........................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................................5
Asam fitat, bioavailabilitas dan pencemaran lingkungan ............................5
Fitase dan klasifikasinya ..............................................................................7
Bakteri penghasil fitase ................................................................................8
BAHAN DAN METODE ......................................................................................11
Isolat dan media pertumbuhan bakteri............................................... ........11
Pengamatan morfologi bakteri.......................................................... .........11
Pengamatan sifat-sifat fisiologis ................................................................12
Isolasi DNA genom ....................................................................................13
Amplifikasi gen penyandi 16S rRNA ........................................................13
Amplifikasi gen penyandi fitase.................................................................14
Kloning gen penyandi fitase ......................................................................14
Verifikasi transforman ...............................................................................15
Verifikasi plasmid rekombinan ..................................................................15
Penentuan urutan sekuen DNA ..................................................................17
Analisis sekuen DNA .................................................................................17
HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................................................19
Ciri-ciri morfologi dan fisiologi bakteri .....................................................19
Identifikasi menggunakan sekuen gen penyandi 16S rRNA......................21
Deteksi gen putatif penyandi fitase ............................................................25
KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................................29
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................31
LAMPIRAN ...........................................................................................................35

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Kandungan fitat pada beberapa jenis biji ............................................................ 6
2. Pengelompokan fitase berdasarkan strukturnya .................................................. 7
3. Uji fisiologis yang tersedia pada kit microbact™ tipe 12A dan 12B ................ 12
4. Ciri-ciri morfologi bakteri ................................................................................. 19
5. Ciri-ciri fisiologi bakteri .................................................................................... 20
6. Hasil identifikasi dengan microbact™ .............................................................. 21
7. Hasil identifikasi berdasarkan sekuen gen penyandi 16S rRNA ....................... 22
8. Hasil analisis BLAST dari fragmen DNA 1,5 kb .............................................. 27

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Struktur asam fitat ................................................................................................5
2. Penyisipan gen penyandi fiase pada pCR®2.1-TOPO ......................................16
3. Pohon filogenetik hubungan kekerabatan keempat isolat bakteri asal kutu
jagung dan bakteri-bakteri lainnya .....................................................................24
4. Hasil amplifikasi sekuen gen putatif penyandi fitase.........................................25
5. Verifikasi transforman .......................................................................................26
7. Verifikasi plasmid rekombinan ..........................................................................26

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman

1. Peta plasmid pCR2.1TOPO ............................................................................... 37
2. Hasil blastx sekuen DNA dari fragmen 1,5 kb .................................................. 38

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Asam fitat (mio-inositol heksakisfosfat) merupakan bentuk penyimpanan
fosfor yang utama pada serealia, polong-polongan, dan oil seed. Akan tetapi,
senyawa ini tidak dapat dicerna oleh manusia dan hewan-hewan monogastrik
seperti babi, unggas dan ikan walaupun berbagai spesies dari tanaman tersebut
telah digunakan secara luas sebagai bahan makanan. Akibatnya fosfor anorganik
seringkali ditambahkan pada pakan ternak untuk melengkapi kebutuhan gizi
mereka. Asam fitat juga dapat menurunkan kualitas bahan makanan karena bisa
membentuk kompleks tidak larut dengan kation logam (Ca, Mg, Fe, K, Zn),
protein, vitamin, dan polisakarida (menurunkan bioavailibilitas bahan-bahan
nutrisi tersebut) (Mullaney et al. 2000). Kompleks yang tidak dapat dicerna
tersebut akan dikeluarkan melalui feces dan bila mengalami penumpukan akan
menyebabkan pencemaran lingkungan (Glick & Pasternak 2003).
Asam fitat dapat diuraikan menjadi mioinositol dan gugus fosfat melalui
serangkaian reaksi enzimatis oleh enzim fitase (mioinositol heksafosfat
fosfohidrolase). Penguraian ini sekaligus melepaskan mineral-mineral dan
senyawa-senyawa lain yang diikatnya (Bohn et al. 2008). Oleh sebab itu, enzim
ini dapat digunakan sebagai suplemen pada pakan ternak dan ikan. Dengan
demikian unsur P dan bahan nutrisi lainnya bisa dimanfaatkan secara optimal oleh
hewan-hewan monogastrik dan tidak perlu adanya tambahan P anorganik ke
dalam pakan yang pada akhirnya mengurangi polusi fosfat dari buangan hewan.
Pentingnya peranan enzim fitase dalam mengatasi masalah yang berkaitan
dengan asam fitat memacu para ahli untuk menemukan enzim fitase dengan
karakter yang unggul. Berbagai organisme dari taksonomi yang berbeda-beda
dieksplorasi untuk diuji kemampuannya dalam memproduksi fitase. Pendekatan
yang dilakukan adalah dengan menguji organisme yang terpapar terhadap asam
fitat itu sendiri. Menurut Kornegay (1996) salah satu jenis tanaman yang
mengandung asam fitat cukup tinggi adalah jagung (Zea mays). Tumbuhan ini
sering mengalami gangguan pasca panen akibat serangan hama kutu jagung
(Sitophilus zeamays). Serangga ini melubangi biji jagung dan meletakkan telurnya

2

di bagian dalam. Telur-telur tersebut kemudian menetas lalu larva yang keluar
dari telur akan memakan bagian dalam biji (PestWeb 2010). Dengan habitat yang
khusus ini maka serangga tersebut kemungkinan mempunyai jalur metabolisme
tertentu untuk dapat memanfaatkan asam fitat dari jagung sebagai sumber P.
Kemungkinan lain kemampuan untuk memanfaatkan fosfat dari asam fitat
tersebut diperoleh atas bantuan mikroorganisme penghasil fitase yang berasosiasi
dengannya.
Yogiara et al. (2008) telah berhasil menapis sejumlah isolat bakteri
penghasil fitase yang berasal dari kutu jagung. Untuk mengetahui kelompok
taksonominya, isolat-isolat bakteri tersebut perlu diidentifikasi. Ada berbagai cara
untuk melakukan identifikasi terhadap organisme yang tidak dikenal mulai dari
pengamatan ciri-ciri morfologi, fisiologis maupun molekuler. Analisis secara
molekuler dianggap lebih teliti dibandingkan dua analisis sebelumnya, namun
untuk hasil yang lebih baik digunakan gabungan dari ketiga teknik ini. Analisis
yang paling banyak digunakan saat ini (khususnya bagi prokariot) adalah
identifikasi menggunakan sekuen gen penyandi rRNA 16S. Hal ini berdasarkan
pemikiran bahwa molekul rRNA 16S adalah salah satu perangkat biosintesis
protein dan terdapat dalam sel prokariot dan juga mitokondria dan kloroplas.
Disamping itu, pada molekul ini terdapat daerah dengan sekuen konservatif dan
hipervariabel. Perbandingan sekuen konservatif berguna untuk mengkonstruksi
pohon filogenetik universal sedangkan sekuen hipervariabel digunakan untuk
mencirikan organisme dalam takson yang lebih sempit (Madigan et al. 1997).
Mengingat beragamnya tipe fitase yang telah diketahui maka kekhasan
enzim tersebut tidak cukup hanya dilihat dari aktivitasnya saja tetapi juga perlu
dilakukan deteksi terhadap gen yang menyandikannya. Berbagai rangkaian
metode dapat ditempuh untuk mendeteksi suatu gen. Teknik deteksi gen
berdasarkan PCR seringkali menjadi alternatif yang dipilih karena preparasinya
yang lebih sederhana dan lebih cepat. Sejumlah gen penyandi fitase telah berhasil
diisolasi menggunakan teknik ini diantaranya adalah gen penyandi fitase dari
Citrobacter amalonaticus (Luo et al. 2007), Yersinia intermedia (Huang et al.
2006), dan Pectobacterium wasanabe (Na et al. 2008).

3

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sejumlah isolat bakteri
penghasil fitase asal kutu jagung (Sitophilus zeamays) baik secara morfologi,
fisiologis, maupun molekuler, serta mendeteksi gen putatif penyandi fitase
menggunakan PCR.

4

TINJAUAN PUSTAKA
Asam fitat, bioavailabilitas dan pencemaran lingkungan
Asam fitat (mio inositol (1,2,3,4,5,6) heksakisfosfat) merupakan turunan
gula heksosa siklik (mioinositol) dengan keenam posisi hidroksilnya (OH) diganti
dengan gugus fosfat (Gambar 1). Masing-masing gugus fosfat membentuk ikatan
ester pada cincin inositol dan antara gugus P yang satu dengan lainnya tidak
terdapat ikatan internal. Senyawa ini mempunyai efek pengkelat karena dapat
berikatan dengan kation logam membetuk garam (fitat) (Bohn et al. 2008). Selain
itu pada pH asam gugus P dari asam fitat dapat berikatan dengan gugus amino
dari asam amino sedangkan pada pH netral gugus karboksil dari asam amino akan
berikatan dengan asam fitat melalui kation divalen. Pengikatan senyawa ini pada
polisakarida juga dapat terjadi baik secara langsung maupun melalui perantara
protein (Kornegay 1996).

Gambar 1 Struktur asam fitat (Wikipedia 2009).

Asam fitat merupakan komponen esensial pada semua biji sebagai bentuk
penyimpanan fosfor yang utama. Senyawa ini mulai disintesis sesaat setelah
pembungaan dan diakumulasi selama perkembangan biji sampai proses
pematangannya dan desikasi (Bohn et al. 2008). Kandungan fitat pada bahan
makanan sangat beragam (Tabel 1). Lokasi penyimpanan fitat pada biji juga
bervariasi, contohnya pada biji yang berukuran kecil fitat terutama terletak pada
kulit ari (lapisan aleuron, prikarp), pada jagung ditemukan pada embrio,
sedangkan pada kedelai didistribusikan ke seluruh bagian biji (Kornegay 1996).

6

Tabel 1 Kandungan fitat pada beberapa jenis biji (Kornegay, 1996)
Jenis biji

P fitat (g/kg)

% fitat P terhadap P total

Gandum

1,9-2,9

61-78

Jagung

1,6-2,6

61-85

Sorghum

1,9-2,9

61-76

Barley

1,9-2,4

55-62

Oats

1,6-3,5

48-78

Lupins

2,9-3,0

54-55

Peas

1,3-2,1

36-53

Chick peas

2,0-2,3

49-53

Kedelai

2,8-4,0

46-61

Kanola

4,6-7,8

36-70

Bunga matahari

3,2-5,1

35-47

Kemampuan asam fitat mengkelat kation logam/mineral dan juga
mengikat protein dan polisakarida menyebabkan terbentuknya kompleks tidak
larut. Hal ini menyebabkan tidak tersedianya mineral-mineral sebagai nutrien
begitu juga protein dan polisakarida. Dengan kata lain bioavailabilitasnya
menurun. Oleh sebab itu, selama bertahun-tahun asam fitat dikenal sebagai faktor
antinutrisi pada manusia karena manusia tidak dapat mencerna senyawa tersebut.
Rendahnya bioavailabilitas mineral yang terikat pada asam fitat dapat
menimbulkan defisiensi pada manusia dimana gandum, beras dan jagung (yang
mengandung asam fitat cukup tinggi) merupakan sumber nutrien utama (Bohn et
al. 2008). Selain itu unsur P dalam bentuk asam fitat tidak tersedia sebagai nutrisi
hewan-hewan monogastrik yang juga tidak mempunyai kemampuan untuk
mendegradasi senyawa ini. Akibatnya sejumlah P anorganik ditambahkan pada
pakan hewan-hewan ini untuk memenuhi kebutuhan gizinya dalam mencapai
pertumbuhan optimal. Sementara itu, P yang terdapat pada asam fitat akan
dikeluarkan ke lingkungan. Hal ini dapat menyebabkan akumulasi P pada tanah
dan air sehingga selanjutnya terjadi eutrofikasi pada daerah perairan, yaitu kondisi
yang kemudian menyebabkan pertumbuhan sianobakteria yang berlebihan,

7

hipoksia, dan kematian organisme akuatik serta produksi nitrous oksida yang
menyebabkan efek rumah kaca (Madigan et al. 1997).

Fitase dan Klasifikasinya
Fitase (mioinositol heksakisfosfat fosfohidrolase) adalah enzim fosfatase
yang bekerja pada ikatan ester (phosphoric monoester hydrolase) yang memotong
gugus fosfat dari asam fitat. Menurut Scoglund et al. (1997), lintasan hidrosis
asam fitat dimulai dengan terbentuknya mioinositol pentafosfat. Kemudian
produk hidrolisis pertama ini akan berikatan kembali dengan enzim sehingga
terjadi reaksi yang menghasilkan mioinositol tetrafosfat dan seterusnya sampai
akhirnya menghasilkan mioinositol monofosfat.

Tabel 2 Pengelompokan fitase berdasarkan strukturnya (Lei et al 2007)
Famili enzim

Struktur unik

Mekanisme katalitik/adaptasi

Contoh

untuk menghidrolisis fitat
Histidine

Motif konsensus N-

H pada N-terminal membentuk

A. niger, P.

Acid

terminal RHGXRXP, C-

intermediet fosfatidin, C terminal

Lycii, E. coli,

Phosphatase

terminal HD

bertindak sebagai donor

Zea mays L

(HAP)

proton/Residu substrat specificity
site bermuatan positif

Beta

Molekul berbentuk 6

Mekanisme terdiri dari situs

Bacillus sp, X.

Propeller

blade propeller

afinitas dan situs pemotongan.

oryzae

Phytase

Situs afinitas mengikat gugus P

(BPP)

sementara situs lainnya
menyerang penghubung gugus
P/sistem 2 situs menggunakan
IP6, IP5, IP4 sebagai substrat

Cysteine

Struktur D loop

Mekanisme

tirosin

Selenomonas

Phosphatase

mengandung motif

fosfat/paket situs aktif yang lebih

ruminantium

(Cphy)

konsensus

dalam mengakomodasi fitat

protein

HCXXGXXR(T/S)
Purple

Acid

Motif konsensus:

Metaloenzim, secara filogenetik

Glycine max,

Phosphatase

DXG/GDXXY/GNH(E,D

dekat dengan PAP tanaman/tidak

M. truncatula

(PAP)

)/VXXH/GHXH

diketahui

8

Berdasarkan tempat awal pemotongan gugus fosfatnya terdapat tiga
kelompok fitase yaitu 3 fitase yang memotong fosfat ke-3 dari asam fitat, 6
fitase/4 fitase yang memotong fosfat di sebelah fosfat ke-5 dari asam fitat dan 5
fitase yang memotong fosfat ke-5 dari asam fitat. Berdasarkan pH optimum
aktivitasnya ada 3 kelompok fitase yaitu yang bekerja pada pH asam, netral, dan
alkalin (Bohn et al. 2008). Kemudian berdasarkan strukturnya (Tabel 2) enzim
fitase terdapat pada empat kelas enzim yaitu Histidin Acid Phosphatase (HAP), β
Propeller Phytase (BPP), Purple Acid Phosphatase (PAP), dan cysteine phytase
(Cphy) (Mullaney & Ullah 2003, Chu et al. 2004, Lei et al. 2007).

Bakteri Penghasil Fitase
Selain terdapat pada tumbuhan, fitat juga mencapai saluran pencernaan
akibat dikonsumsi oleh hewan dan manusia, kemudian tersebar ke tanah dan
daerah perairan melalui feses maupun jatuhnya bagian tumbuhan yang
mengandung fitat itu sendiri. Sementara itu, dunia bakteri menempati habitat
yang sangat luas bahkan termasuk daerah ekstrim. Oleh sebab itu, sangat
memungkinkan ditemukannya anggota organisme kelompok ini di daerah yang
banyak mengandung fitat dan memanfaatkan senyawa tersebut sebagai sumber
fosfor satu-satunya. Untuk melepaskan unsur P dari senyawa ini maka bakteribakteri tersebut menghasilkan enzim fitase.
Dari sejumlah penelitian yang telah dilakukan akhir-akhir ini diketahui
bahwa bakteri-bakteri penghasil fitase berasal dari hampir semua filum dari
domain bakteria dan terutama merupakan bakteri gram negatif, walaupun
sebagian yang ditemukan tergolong pada bakteri gram positif. Dan bila ditelusuri
secara taksonomi bakteri-bakteri gram negatif penghasil fitase terutama termasuk
ke

dalam

filum

Proteobacteria,

dan

sebagian

besar

termasuk

kelas

Gammaproteobacteria. Dibandingkan kelompok taksonomi lainnya, famili
Enterobacteriaceae paling banyak dipelajari dalam kaitannya menghasilkan enzim
fitase. Contoh bakteri penghasil fitase pada kelompok ini adalah Escherichia coli
(Dassa et al. 1990), Citrobacter amalonaticus (Luo et al 2007), Yersinia
intermedia (Huang et al. 2006), Pectobacterium wasanabe (Na et al. 2008),
Klebsiella sp (Sajidan et al. 2004), dan Obesumbacterium proteus (Zinin et al.

9

2004). Sementara itu, bakteri penghasil fitase gram positif yang paling banyak
dipelajari adalah famili Bacillaceae yang salah satu anggotanya adalah Bacillus
subtilis (Kerovuo et al. 1998).
Sebagian besar bakteri penghasil fitase yang telah dipublikasi sudah
dilengkapi dengan data sekuen gen penyandi enzim tersebut. Data-data tersebut
dapat diakses melalui database dan dijadikan bahan perbandingan bagi suatu fitase
yang baru dipelajari. Data sekuen yang tersedia dapat berupa sekuen gen yang
utuh maupun parsial. Akan tetapi, sejauh ini kajian mendalam mengenai struktur
gen dan mekanisme ekspresi gen fitase masih sangat sedikit. Data terbaru
menunjukkan bahwa suatu gen fitase dapat berupa monosistronik seperti pada
Bacillus subtilis 168 maupun polisistronik seperti pada Bacillus amyloliquefaciens
FZB45 (Makarewicz et al. 2008).

BAHAN DAN METODE
Isolat dan Media Pertumbuhan Bakteri
Isolat-isolat bakteri penghasil fiase yang digunakan pada penelitian ini
merupakan koleksi Laboratorium Riset, Fakultas Teknobiologi, Universitas
Katolik Atmajaya (Yogiara et al. 2008). Untuk menumbuhkan bakteri-bakteri
tersebut digunakan media Luria Berthani dengan komposisi perliternya adalah 5 g
yeast extract, 10 g tripton, 10 g NaCl, dan dH2O sampai volume mencapai 1 L dan
jika diperlukan media padat maka ditambahkan 20 g agar.

Pengamatan morfologi bakteri
Identifikasi awal yang dilakukan berupa pengamatan terhadap koloni
bakteri yang meliputi pengamatan terhadap warna, elevasi, tepian, bentuk, dan
ukurannya.

Selain

itu,

juga

dilakukan

pengamatan

bentuk

dan

penataan/pengelompokan sel serta motilitasnya menggunakan mikroskop. Untuk
mengetahui tipe dinding sel masing-masing isolat bakteri dilakukan uji pewarnaan
gram sesuai dengan prosedur dalam Hadioetomo (1993). Biakan bakteri yang
akan diuji dioleskan pada kaca objek lalu dikeringanginkan. Untuk mempercepat
proses pengeringan dibantu dengan fiksasi panas. Kemudian kaca objek tersebut
diletakkan pada rak kawat. Setelah itu digenangi dengan pewarna primer ungu
kristal selama 1 menit. Lalu kaca objek dimiringkan dengan pinset untuk
membuang kelebihan zat warna dan dibilas dengan akuades. Sisa air yang masih
menempel dihisap dengan kertas serap. Selanjutnya olesan tersebut di beri iodin
selama 2 menit dengan cara yang sama. Setelah dibilas dengan akuades, olesan
dicuci dengan etanol 95% setetes demi setetes selama 30 detik lalu dibilas dengan
akuades. Kemudian diwarnai dengan safranin selama 30 detik dengan cara yang
sama dengan pewarna pertama. Preparat yang sudah jadi lalu diamati di bawah
mikroskop dan dibandingkan dengan kontrol. Sebagai kontrol bakteri gram positif
digunakan Bacillus sp. Sedangkan kontrol bakteri gram negatif adalah
Escherichia coli.

12

Pengamatan sifat-sifat fisiologis
Uji fisiologis awal yang dilakukan meliputi uji katalase dan uji oksidase.
Uji katalase dilakukan dengan cara meletakkan satu tetes H2O2 3% pada kaca
objek lalu sebanyak satu lup biakan bakteri yang diuji dicampurkan pada tetesan
tersebut

dengan

cara

mengaduknya.

Hasil

positif

ditunjukkan

dengan

terbentuknya gelembung gas setelah beberapa saat. Uji oksidase dilakukan dengan
cara mengoleskan satu lup koloni biakan yang diuji pada kertas strip oksidase.
Hasil positif ditandai dengan terbentuknya warna biru atau hitam.
Sifat-sifat fisiologis lainnya diuji menggunakan tipe 12A + 12B dari kit
microbact™ (Oxoid, UK). Sebanyak 2-3 koloni masing-masing isolat bakteri
yang berumur 18-24 jam disuspensikan dalam 5 ml garam fisiologis. Kemudian
masing-masing sebanyak 4 tetes suspensi dimasukkan kedalam setiap sumur kit
mucrobact yang telah berisi substrat yang berbeda-beda untuk menguji reaksi
fisiologis yang berbeda pula (Tabel 3). Setelah itu pada sumur nomor 1, 2, dan 3
untuk tipe 12A dan sumur nomor 8 dan 12 pada tipe 12B diberi satu tetes mineral
oil. Semua sumur ditutup dan diinkubasi pada suhu ruang selama 18-24 jam.
Reaksi positif atau negatif dicatat dengan membandingkannya dengan tabel
warna. Pada sumur nomor 8 pada tipe 12A ditambahkan 2 tetes reagen indol lalu
dilakukan pembacaan setelah 2 menit. Pada sumur nomor 10 tipe 12A
ditambahkan 1 tetes reagen VP I dan 1 tetes reagen VP II lalu dilakukan
pembacaan setelah 15-30 menit. Pada sumur nomor 12 dari tipe 12A ditambahkan
1 tetes reagen TDA lalu langsung dilakukan pembacaan. Setelah pembacaan pada
semua sumur selesai kemudian dilakukan uji tambahan pada sumur nomor 7 dari
tipe 12A yaitu uji nitrat. Uji ini dilakukan dengan penambahan 1 tetes reagen
nitrat A dan 1 tetes reagen nitrat B.

Tabel 3 Uji fisiologis yang tersedia pada kit microbact™ tipe 12A dan 12B
Tipe

Uji Fisiologis
1

12A
7

12B

1
7

2

Lisin

Laktosa

Ornitin
8

Indol

9

Malonat

3

Arabinosa

9

ONPG
Gelatin

2
8

3

H 2S

4

Glukosa
10

Urease
Inositol

4

Adonitol

10

5

11

VP

Sorbitol
Rafinosa

5

6

Manitol
Sitrat

Ramnosa

6

11

12

Salisin

Silosa

12

TDA

Sukrosa
Arginin

13

Isolasi DNA Genom
DNA genom bakteri diisolasi menggunakan metode CTAB (Murray &
Thomson 1980) dengan sedikit modifikasi. Bakteri ditumbuhkan pada media LB
selama ± 24 jam lalu dipanen. Masing-masing biakan disentrifusi pada 6000 rpm
selama 2 menit dan supernatannya dibuang. Endapan sel direuspensi dala buffer
TE lalu disentrifusi kembali pada 6000 rpm selama 2 menit dan supernatannya
dibuang. Endapan diresuspensi dalam 500 µl TE, selanjutnya ditambahkan 40 µl
10% SDS dan 8 µl proteinase-K (10 mg/ml) lalu dicampur dengan cara
membolak-balikan tabung. Kemudian diinkubasi pada 370C selama 1 jam. Setelah
itu ditambahkan 100 µl 5 M NaCl dan 100 µl 10% CTAB/NaCl yang sudah
dipanaskan pada 650C. Setelah dicampur dengan baik, diinkubasi pada 650C
selama 20 menit.
Kemudian ditambahkan 500 µl PCI (25:24:1) dan dicampur dengan
membolak-balikan tabung secara kuat. Lalu tabung disentrifugasi pada 10 000
rpm selama 10 menit. Lapisan atas yang terbentuk dipindahkan pada tabung baru.
Ekstrasi kedua menggunakan 500 µl CI (24:1) dengan cara yang sama.
Selanjutnya ditambahkan 500 µl isopropanol dingin dan dicampur perlahan lalu
diinkubasi pada -200C selama 20 menit. Setelah itu dilakukan sentrifusi pada
kecepatan maksimum selama 5 menit dan supernatan dibuang. Endapan DNA
ditambah dengan 1 ml etanol 70% lalu dicampur perlahan. Kemudian dilakukan
sentrifusi pada kecepatan maksimum selama 2 menit dan supernatannya dibuang.
Tabung yang berisi DNA ini disimpan pada temperatur ruang secara terbuka
sampai semua etanol menguap. Selanjutnya DNA dilarutkan dalam ± 50 µl buffer
elusi atau ddH2O. DNA dideteksi menggunakan elektroforesis gel agarosa dengan
pewarna 0.5 µg/ml ethidium bromida.

Amplifikasi Gen Penyandi 16S rRNA
Gen penyandi 16S rRNA diamplifikasi menggunakan primer 63f (5’CAGGCCTAACACATGCAAGTC)

dan

primer

1387r

(5’-

GGGCGGWGTGTACAAGGC) (Marchesi et al. 1998). Kondisi PCR yang
digunakan adalah pre-PCR pada 940C selama 2 menit, denaturasi pada 920C
selama 30 detik, penempelan primer pada 550C selama 30 detik, perpanjangan

14

rantai pada 750C selama 1 menit dan post PCR pada 750C selama 20 menit. PCR
dilakukan sebanyak 30 siklus. Komposisi PCR yang digunakan adalah 100 ng
DNA, 5 pmol primer 63f, 5 pmol primer 1387r, 0.5 µl enzim polymerase
termostabil (5U/µl), 2.5 µl 10 X buffer, 2 µl dNTPmix, dan ddH 2O sampai
volume mencapai 25 µl. Setelah itu, fragmen DNA hasil PCR dipurifikasi
menggunakan QiaexII Gel Extraction Kit (Qiagen, USA)

Amplifikasi gen penyandi fitase
Mengingat belum diketahuinya termasuk ke dalam kelas apa enzim fitase
yang dihasilkan oleh keempat isolat pada penelitian ini maka dipakai sepasang
primer yang diambil dari sekuen gen penyandi fitase dari bakteri yang sekerabat
yaitu

Escherichia

coli

dengan

sekuen

primer

Ecf

5’-

GCTAATCCCCTATCTCGGAC-3’ dan Ecr 5’-TAATAACGGGGTGGCGCGG3’.
Komposisi PCR yang digunakan adalah 100 ng DNA, 5 pmol primer
forward, 5 pmol primer riverse, 22.5 µl Platinum Blue PCR supermix (Invitrogen,
USA), dengan volume akhir mencapai 25 µl. Kondisi PCR terdiri dari prePCR
pada 94ºC selama 4 menit, denaturasi pada 92ºC selama 2 menit, penempelan
primer pada 50ºC selama 30 detik, perpanjangan primer pada 72ºC selama 1
menit, dan post PCR pada 72ºC selama 10 menit dengan jumlah siklus sebanyak
30. Hasil amplifikasi kemudian dideteksi menggunakan elektroforesis gel mini
lalu dipurifikasi menggunakan QiaexII Gel Extraction Kit (Qiagen, USA).

Kloning gen penyandi fitase
Kloning gen fitase dilakukan menggunakan TOPO TA Cloning® kit
(Invitrogen, USA). Fragmen DNA hasil amplifikasi gen penyandi enzim fitase
disisipkan pada pCR®2.1-TOPO (Gambar 2). Ligasi dilakukan dalam suatu reaksi
menggunakan 1 µl dilute salt solution, 1µl (10 ng/µl) vektor, 2 µl DNA hasil PCR
dan ddH2O sampai volume mencapai 6 µl. Kemudian diinkubasi pada suhu ruang
selama 20 menit lalu dipindahkan ke es.
Kultur E. coli TOP10 elektrokompeten disiapkan berdasarkan metode
yang diterangkan dalam MicroPulser™ Electroporation Apparatus Operating

15

Instructions and Applications Guide (Biorad, USA). Kemudian sebanyak 2,5 µl
plasmid rekombinan dicampur dengan 40 µl sel E. coli kompeten. Campuran ini
diinkubasi di atas es selama 1 menit lalu dipindahkan pada kuvet berukuran 0,2
cm.

Elektroporasi

dilakukan

menggunakan

micropulser™

electroporator

apparatus (Biorad, USA). Setelah itu ditambahkan 800 µl Luria Berthani Broth
dan diresuspensi lalu dibagi dalam 2 tabung. Inkubasi dilakukan selama 1 jam
pada suhu 370C pada shaker bath lalu disebar pada media LA yang mengandung
40 µg/ml X-gal dan 50 µg/ml kanamisin dan diinkubasi selama semalam. Hasil
transformasi diamati keesokan harinya. Koloni bakteri transforman yaitu yang
berwarna putih diambil dan dibiakkan. Sebagai kontrol negatif digunakan E. coli
kompeten yang tidak ditambahkan plasmid, sedangkan control positif terdiri dari
kontrol ligasi yaitu E. coli kompeten yang diintroduksi dengan plasmid vector
yang diligasikan dengan kontrol insert, dan kontrol transformasi yaitu E. coli
kompeten yang diintroduksi dengan pUC19.

Verifikasi transforman
Koloni transforman yang sudah dibiakkan masing-masing diambil
menggunakan tusuk gigi steril lalu diresuspensi dalam pereaksi PCR yang terdiri
dari 5 pmol primer M13f, 5 pmol primer M13r, 22.5 µl Platinum Blue PCR
supermix, dengan volume akhir mencapai 25 µl. Kemudian diinkubasi pada 940C
selama 10 menit untuk melisis sel dan menonaktifkan nuklease. Amplifikasi
dilakukan sebanyak 25 siklus yang terdiri dari denaturasi pada 940C selama 1
menit, penempelan primer pada 550C selama 1 menit, perpanjangan primer pada
720C selama 1 menit dan post PCR pada 72oC selama 10 menit. Hasil amplifikasi
dideteksi dengan elektroforesis gel agarosa lalu dipurifikasi menggunakan
QiaQuick PCR Purification Kit (Qiagen, USA).

Verifikasi Plasmid Rekombinan
Selain itu, koloni transforman juga diisolasi plasmid rekombinannya
menggunakan HiYield™ Plasmid kit (RBC). Plasmid rekombinan yang telah
diisolasi dari E. coli transforman diverifikasi dengan cara memotongnya
menggunakan enzim restriksi EcoRI. Fragmen DNA hasil pemotongan ini

16

kemudian dimigrasikan pada gel agarosa untuk melihat besarnya ukuran vector
dan DNA sisipan.

+

A

B

CCCCCCC
C
Gambar 2. Penyisipan produk PCR yang diduga gen penyandi fitase pada pCR®2.1-TOPO®
A = pCR®2.1TOPO®, B = produk PCR yang diduga gen penyandi fitase,
C = Plasmid rekombinan (pRA)

17

Penentuan Urutan Sekuen DNA
Fragmen

DNA

ditentukan

urutan

sekuennya

dengan

cara

mengamplifikasinya dalam suatu reaksi cycle sequencing. Pada proses ini
digunakan salah satu dari pasangan primer (F/R), DNA cetakan, Bigdye
terminator ready reaction mix (ddNTP berlabel, dNTP, DNA polimerase, MgCl2,
buffer Tris-HCl pH 9.0). Setelah dilakukan purifikasi, hasil amplifikasi ini
dideteksi dengan elektroforesis menggunakan ABI Prism 310 Genetic analyzer®.

Analisis Sekuen DNA
Data sekuen DNA disimpan pada notepad dengan format fasta.
Selanjutnya data sekuen DNA ini dibandingkan dengan data base pada genebank
(http://www.ebi.ac.uk) menggunakan program Blast (Basic local aligment search
tool). Dari hasil ini dipilih sejumlah data sekuen DNA yang diperlukan sesuai
dengan kata kunci yang diinginkan lalu dipindahkan pada notepad dengan format
fasta. Kemudian dilakukan multiple sequence alignment melalui program Clustal
W. Data yang keluar dari hasil analisis ini dipindahkan ke notepad (dalam format
phylip) lalu digunakan sebagai input untuk membuat pohon filogenetik
menggunakan program treecon (Van de Peer & De Wachter 1994).

18

HASIL DAN PEMBAHASAN
Ciri-ciri morfologi dan fisiologi bakteri
Dalam upaya mengelompokkan organisme, para ahli menggunakan
perbedaan karakter yang ditemukan untuk menggambarkan suatu bentuk
kehidupan atau mengidentifikasinya. Karakter yang digunakan dapat berupa ciriciri morfologi, fisiologi maupun molekuler.
Untuk mengidentifikasi suatu bakteri ciri-ciri morfologi yang diamati
diantaranya adalah warna, elevasi, tepian, bentuk, dan ukuran koloni; serta
bentuk, motilitas, dan tipe dinding sel (gram negatif atau positif). Berdasarkan
hasil pengamatan diketahui bahwa keempat isolat bakteri asal kutu jagung yaitu
KJ07, KJ13, KJ14, dan KJ16 mempunyai koloni yang berwarna krem, berbentuk
bundar, dengan elevasi cembung, dan tepian licin. Setelah dilakukan pewarnaan
gram dan pengamatan di bawah mikroskop, maka keempat isolat tersebut
diketahui mempunyai sel yang berbentuk coccus, motil, dengan tipe dinding sel
gram negatif (Tabel 4).

Tabel 4 Ciri-ciri morfologi bakteri
Ciri-ciri

Ciri-ciri
koloni

Ciri-ciri sel

Isolat

Warna
Elevasi
Tepian
Bentuk
Ukuran

KJ07
krem
cembung
licin
bundar
1.2 mm

KJ13
krem
cembung
licin
bundar
1.25 mm

KJ14
krem
cembung
licin
bundar
1 mm

KJ16
krem
cembung
licin
bundar
1 mm

Bentuk

coccus

coccus

coccus

coccus

Motilitas

motil

motil

motil

motil

Spora

-

-

-

-

Gram

negatif

negatif

negatif

negatif

Sementara itu, uji fisiologis yang digunakan dalam mengidentifikasi suatu
bakteri pada prinsipnya adalah berupa reaksi biooksidasi yaitu reaksi-reaksi
enzimatis yang berkaitan dengan respirasi dan fermentasi, reaksi hidrolisis yang
yang disebabkan oleh enzim-enzim ekstraseluller dan uji-uji lainnya yang
membantu proses identifikasi.

20

Setelah dilakukan uji katalase dan oksidase maka diketahui bahwa
keempat isolat bakteri tersebut bersifat katalase positif dan oksidase negatif. Hal
ini menunjukkan bahwa isolat-isolat tersebut adalah bakteri anaerobik fakultatif.
Berdasarkan informasi ini, ditambah hasil pengujian gram yang negatif maka
diputuskan untuk menggunakan microbact tipe 12A+12B untuk uji fisiologis
lebih lanjut. Microbact™ gram negative identification system dirancang untuk
mengidentifikasi bakteri gram negatif aerob dan anaerob fakultatif . Secara umum
kit ini digunakan untuk mengidentifikasi famili Enterobacteriaceae dan bakteri
gram negatif batang lainnya.

Tabel 5 Ciri-ciri fisiologi bakteri
Uji

Isolat

Uji

KJ07

KJ13

KJ14

KJ16

Katalase

+

+

+

+

Oksidase

-

-

-

Lisin

-

-

Ornitin

-

H 2S

Isolat
KJ07

KJ13

KJ14

KJ16

Gelatin

-

-

-

-

-

Malonat

+

+

+

+

-

-

Inositol

+

+

+

+

-

-

-

Sorbitol

-

-

-

-

-

-

-

-

Ramnosa

-

-

-

-

Glukosa

+

+

+

+

Sukrosa

+

+

+

+

Manitol

+

+

+

+

Laktosa

+

+

+

+

Silosa

+

+

+

+

Arabinosa

+

+

+

+

ONPG

+

+

+

+

Adonitol

+

+

+

+

Indol

-

-

-

-

Rafinosa

+

+

+

+

Urease

-

-

-

-

Salisin

+

+

+

+

VP

+

+

+

+

Arginin

-

-

-

-

Sitrat

+

+

+

+

Nitrat

+

+

+

+

TDA

-

-

-

-

Setelah dilakukan uji fisiologis pada keempat isolat bakteri asal kutu
jagung menggunakan microbact tipe 12A+12B maka diketahui bahwa mereka
dapat mereduksi nitrat (Tabel 5) yang merupakan salah satu ciri dari sebagian
besar bakteri enterik. Sementara uji lain seperti dekarboksilasi lisin dan ornitin,
fermentasi karbohidrat, produksi H2S digunakan untuk memisahkan anggota dari
kelompok bakteri enterik, begitu juga dengan bakteri gram negatif lainnya.
Sebagai contoh, uji Voges Proskauer (VP) berfungsi untuk mendeteksi asetoin,

21

prekursor 2,3 butanadiol yang diproduksi dari fermentasi glukosa oleh bakteri
gram negatif penghuni usus khususnya Enterobacter dan Serratia, serta beberapa
spesies dari Erwinia, Bacillus dan Aeromonas. Hasil positif dari uji ini
merupakan salah satu tanda bahwa isolat yang diuji termasuk ke dalam kelompok
tersebut.
Setelah dilakukan analisis terhadap hasil uji fisiologis ini menggunakan
microbact™ computer aided identification package didapatkan % probabilitas
isolat-isolat tersebut sebesar 99.92% terhadap Serratia rubidaea (Tabel 6).
Setelah dibandingkan dengan Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology
(Holt et al. 1994) maka hasil pengamatan ini secara umum sesuai. Warna koloni
yang krem merupakan keragaman yang ditemukan dalam genus Serratia
meskipun secara umum anggota kelompok ini berwarna merah. Begitu juga
dengan kemampuan menghidrolisis gelatin yang dinyatakan secara umum
dimiliki oleh anggota kelompok ini sehingga ada kemungkinan ada yang tidak
memilikinya. Akan tetapi bentuk sel yang coccus, merupakan fenomena yang
perlu diamati lebih lanjut apakah benar-benar coccus ataukah batang pendek atau
oval karena dengan mikroskop cahaya sampai perbesaran 1000x sel-sel bakteri
tersebut masih terlihat sangat kecil dibandingkan bakter-bakteri kontrol.
Pengamatan terbaik dapat dilakukan menggunakan mikroskop elektron yang
tidak dilakukan pada penelitian ini.

Tabel 6 Hasil identifikasi dengan micobact™ tipe 12A+12B
Isolat

Morfologi-Fisiologi
Spesies homolog

Probabilitas (%)

KJ07

Serratia rubidaea

99,92

KJ13

Serratia rubidaea

99,92

KJ14

Serratia rubidaea

99,92

KJ16

Serratia rubidaea

99,92

Identifikasi menggunakan sekuen gen penyandi 16S rRNA
Identifikasi secara molekuler dilakukan menggunakan sekuen gen
penyandi 16S rRNA. Hal ini didasarkan atas kenyataan bahwa molekul rRNA
16S adalah salah satu perangkat biosintesis protein yang terdapat dalam sel

22

prokariot dan juga mitokondria dan kloroplas. Ukurannya yang tidak terlalu
panjang (bila dibandingkan dengan rRNA 23S) dan tidak terlalu pendek (bila
dibandingkan dengan rRNA 5S) membuat molekul ini menjadi pilihan dalam
melacak filogeni prokariot. Disamping itu, pada molekul ini terdapat daerah
dengan sekuen konservatif dan hipervariabel. Perbandingan sekuen konservatif
berguna untuk mengkonstruksi pohon filogenetik universal sedangkan sekuen
hipervariabel digunakan untuk mencirikan organisme dalam takson yang lebih
sempit (Madigan et al. 1997).
Setelah dilakukan analisis BLAST terhadap hasil amplifikasi parsial
sekuen gen penyandi 16S rRNA dari keempat isolat bakteri kutu jagung, maka
didapatkan % identitas dari isolat KJ07, KJ13, KJ14, KJ16 sebesar 84%, 93%,
98%, 80% terhadap Serratia rubidaea (Tabel 7). Menurut Madigan et al. (1997),
jika sekuen gen penyandi 16S rRNA suatu isolat yang diuji mempunyai identitas
kurang dari 97% terhadap sekuen yang ada di database maka dipertimbangkan
sebagai spesies baru. Keadaan ini berdasarkan pengamatan DNA dari dua bakteri
kesamaan sekuen 16S rRNAnya kurang dari 97% berhibridisasi kurang dari 70%,
nilai minimal yang menunjukkan organisme berada dalam satu spesies. Oleh
sebab itu, jika hanya dilihat hasil uji 16S rRNAnya saja maka hanya isolat KJ14
yang bisa diterima sebagai Serratia rubidaea. Namun, karena hasil fisiologis
menunjukkan % probabilitas yang sangat tinggi terhadap spesies ini, maka
diusulkan keempat isolat tersebut sangat dekat dengan spesies Serratia rubidaea.
Hal ini juga mengingat bahwa uji terhadap sekuen 16S rRNA hanya dilakukan
secara parsial.

Tabel 7 Hasil identifikasi berdasarakan sekuen gen penyandi 16S rRNA
Isolat

16S rRNA
Spesies homolog

Identitas
(%)

Nomor

e-value

akses

KJ07

Serratia rubidaea

84

AB435619.1

2e-117

KJ13

Serratia rubidaea

93

EU681193.1

1e-159

KJ14

Serratia rubidaea

98

NR0246441

0,0

KJ16

Serratia rubidaea

80

EU438978.1

3e-80

23

Kemudian berdasarkan sekuen gen penyandi 16S rRNA ini didapatkan
pohon filogenetik yang memperlihatkan hubungan kekerabatan antara keempat
isolat bakteri asal kutu jagung dengan sebagian bakteri-bakteri lainnya dari
database. Pada pohon filogenetik ini terlihat bahwa isolat KJ07 memiliki
hubungan kekerabatan yang lebih dekat dengan KJ16 daripada KJ13 dan KJ14.
Sementara itu empat galur Serratia rubidaea berada pada posisi yang berbedabeda tapi tetap dekat dengan keempat isolat tersebut. Kemudian apabila dilihat
dari skala jaraknya terlihat bahwa bakteri-bakteri endosimbion kutu jagung ini
setelah S. rubidaea lebih dekat terhadap bakteri-bakteri endosimbion serangga
lainnya yang ada di database seperti endosimbion dari S. zeamays, Curculio
sikkimensis, Glossina palpalis, dan Sodalis glossinidius dari pada bakteri-bakteri
enterik dan gram negatif lainnya dan sangat jauh dari bakteri gram positif yang
diwakili oleh Bacillus subtilis (Gambar 2).
Akan tetapi, pada pohon filogenetik ini juga terlihat bahwa suatu anggota
genus Serratia dapat terletak jauh dari anggota genus Serratia lainnya. Ha