Analisis kelayakan usaha kelas perusahaan Acacia mangium KPH Bogor Perum Perhutani Unit III, Jawa Barat dan Banten

(1)

KELAS PERUSAHAAN

Acacia mangium

KPH BOGOR

PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN

BANTEN

DIKKIE ADITYA SETIAWAN

E 14101046

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Analisis Kelayakan Usaha Kelas Perusahaan Acacia mangium KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, 7 Februari 2006

Dikkie Aditya Setiawan NIM E 14101046


(3)

RINGKASAN

DIKKIE ADITYA SETIAWAN. E14101046. ANALISIS KELAYAKAN USAHA KELAS PERUSAHAAN Acacia mangium KPH BOGOR PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN. Di bawah bimbingan Ir. H. Ahmad Hadjib, MS dan Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, MSc.

Perum Perhutani merupakan suatu lembaga yang ditunjuk pemerintah untuk mengelola hutan dengan tujuan agar keberadaan hutan tetap lestari, di sisi lain Perum Perhutani juga merupakan suatu badan usaha yang mempunyai tujuan untuk mendapatkan keuntungan, yang berasal dari kegiatan eksploitasi kayu. Oleh sebab itulah diperlukan suatu Pengelolaan Hutan yang Berkesinambungan agar kedua tujuan tersebut dapat tercapai secara seimbang. Tegakan Acacia mangium

merupakan suatu tegakan yang mempunyai daur yang singkat dan mempunyai pasar atau penggunaan yang luas cakupannya, oleh karena hal ini Kelas Perusahaan Acacia mangium dijadikan pendapatan utama dari KPH Bogor. Analisis proyek dilakukan dengan melihat besarnya jumlah investasi yang akan digunakan untuk menentukan pilihan-pilihan sumberdaya secara sederhana, lalu dilihat pertimbangan keuntungan untuk menentukan pengambilan kebijakan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kelayakan usaha Kelas Perusahaan Acacia mangium KPH Bogor menggunakan tiga kriteria investasi (NPV, BCR dan IRR), sedangkan manfaat dari penelitian ini sebagai bahan pertimbangan bagi KPH Bogor dalam pengelolaan hutan tanaman Acacia mangium menggunakan konsep Sustainable Forest Management agar didapatkan hasil yang berkelanjutan.

Penelitian dilaksanakan di BKPH Parung Panjang, KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten pada bulan Oktober sampai Desember 2005. Alat dan bahan yang dipergunakan pada penelitian ini adalah buku RPKH, laporan keuangan, tabel tegakan normal Acacia mangium, alat tulis dan software

pengolah data. Asumsi yang dibuat adalah produk yang dihasilkan dapat langsung diserap pasar, tingkat suku bunga yang digunakan ada tiga, yaitu 6%, 12%, 18%, serta tingkat inflasi yang terjadi adalah sebesar 7% per tahun. Metode pengaturan hasil yang digunakan adalah metode Burn, yang hanya berlaku pada areal hutan yang produktif saja. Dalam kriteria investasi, NPV didapatkan dari rumus selisih pendapatan yang telah didiskonto dengan biaya yang telah didiskonto, BCR didapatkan dari hasil perbandingan antara pendapatan yang telah didiskonto dengan biaya yang telah didiskonto, sedangkan IRR didapatkan dengan metode manual, dengan mencoba dua tingkat suku bunga yang berbeda. Proyek dinyatakan layak untuk diteruskan apabila NPV bernilai positif, BCR bernilai lebih besar dari 1 dan IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku.

Berdasarkan data realisasi dan rencana tebangan tahun 1999 hingga tahun 2002, didapatkan faktor koreksi penebangan akhir sebesar 0,88 dan angka kayu bakar sebesar 0,20, sedangkan faktor koreksi penjarangan sebesar 0,45 dan angka kayu bakarnya sebesar 0,26. Sedangkan pendapatan total finansial yang didapat dari kegiatan penjarangan menggunakan harga berlaku sebesar Rp. 164.235.656 dan pendapatan total finansial dari kegiatan penebangan akhir adalah sebesar Rp.


(4)

berlaku, tingkat suku bunga 6% diperoleh nilai NPV sebesar Rp 1.189.517.049, BCR sebesar 2,99 tingkat suku bunga 12% nilai NPV sebesar Rp. 533.326.323 nilai BCR sebesar 2,07 pada tingkat suku bunga 18% NPV sebesar 186.801.559 nilai BCR sebesar 1,44. Nilai IRR di semua tingkat suku bunga (6%, 12% dan 18%) menggunakan harga berlaku sebesar 24,08%. Sementara analisis kelayakan finansial menggunakan harga normal pada tingkat suku bunga 6% diperoleh nilai NPV sebesar Rp 233.476.297, BCR sebesar 1,47, tingkat suku bunga 12% diperoleh nilai NPV sebesar Rp. 1.265.275, nilai BCR sebesar 1,00 pada tingkat suku bunga 18% nilai NPV sebesar –Rp.113.903.360 nilai BCR sebesar 0,68. Nilai IRR di semua tingkat suku bunga (6%, 12% dan 18%) menggunakan harga konstan sebesar 12,05%. Berdasarkan analisis kelayakan finansial, Kelas Perusahaan Acacia mangium KPH Bogor layak untuk diusahakan pada tingkat suku bunga 6%, 12% dan 18% bila menggunakan harga berlaku, tetapi apabila menggunakan harga konstan maka akan layak diusahakan pada tingkat suku bunga 6% dan 12%, sedangkan pada tingkat suku bunga 18% menggunakan harga konstan, proyek ini tidak layak untuk diteruskan. Sedangkan nilai IRR yang didapat menggunakan harga berlaku adalah sebesar 24,08% dan nilai IRR yang didapat dengan menggunakan harga konstan adalah sebesar 12,05%.

Key word : tingkat suku bunga, analisis kelayakan, harga konstan, harga berlaku, NPV, IRR dan BCR


(5)

ANALISIS KELAYAKAN USAHA KELAS PERUSAHAAN

Acacia mangium

DI KPH BOGOR

PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN

DIKKIE ADITYA SETIAWAN

E 14101046

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN


(6)

Judul Penelitian : Analisis Kelayakan Usaha Kelas Perusahaan Acacia mangium Di KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten

Nama Mahasiswa : DIKKIE ADITYA SETIAWAN

NRP : E 14101046

Program Studi : Manajemen Hutan

Departemen : Manajemen Hutan

Menyetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Ir. Ahmad Hadjib, MS Dr.Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, M.Sc

NIP. 130 516 500 NIP. 132 130 468

Mengetahui, Dekan Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor,

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS NIP. 131 430 799


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam atas karunia dan hidayah-Nya serta izin-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga dalam pengerjaan dan penggunaan skripsi yang berjudul ”Analisis Kelayakan Usaha Kelas Perusahaan Acacia mangium KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten” ini penulis mendapatkan ridho dari Allah SWT.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehuanan, Institut Pertanian Bogor. Dari mulai penyusunan proposal penelitian, pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi penulis telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ayahanda Muldiyatno dan Ibunda Siti Nurhartati serta saudara-saudaraku Deddie Kurniawan dan Dion Indra Gunawan yang selalu memberikan dorongan dan motivasi serta do’a yang selalu penulis butuhkan.

2. Ir. Ahmad Hadjib, MS selaku dosen pembimbing pertama dan Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat selaku dosen pembimbing kedua yang telah banyak memberikan bantuan, bimbingan, nasihat dan saran terutama selama penulis mengerjakan skripsi ini.

3. Ir. Tjetjep Ukman, MM dosen Penguji dari Departemen Hasil Hutan dan Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata atas masukan, saran serta nasehatnya. 4. Kepada Pak Indra di bagian Ka.Ur Keuangan, Pak Edi pada Ka.Ur

Perencanaan, Pak Nana dan semua staf di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bogor yang dengan kesabarannya penulis mendapatkan data.

5. Pak Ade Soma dan segenap staf BKPH Parung Panjang yang telah mencarikan data untuk penulis di Parung Panjang.

6. Kawan-kawan seperjuangan, Isma C.H dan Silpriana atas kekompakannya. 7. Mas Deddie dan Wandra dalam penggunaan data dan metode.

8. Sahabat seperjuangan Forester dan MeNeHe’ers Angkatan 38 yang telah bersama-sama selama lebih dari empat tahun mengemban amanah untuk menimba ilmu kehutanan.


(8)

9. Kawan-kawan ‘Pacancay’ di Asrama Sylva Lestari, teman-teman Wisma Seroja, Pondok Al-Izzah dan Perwira 4B serta Pondok Alaska yang telah mewarnai keseharian penulis.

10. Special thanks buat Ajay atas slidenya, buat Isma, ‘ibu’ Susan dan Uki serta seluruh teman-teman atas bantuannya mempersiapkan seminar dan sidang, buat Igun dan Toni atas semangatnya

Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga segala amal kebaikan mendapatkan balasan dari Allah SWT.

Bogor, Februari 2006


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 9 Agustus 1983 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Drs. Muldiyatno dan Siti Nurhartati.

Penulis mengawali pendidikannya di TK Kartini, Ciledug kemudian pada tahun 1989 melanjutkan pendidikan dasar di SD Strada Bhakti Utama dan SD Strada Budi Luhur lulus pada tahun 1995. Pada tahun 1995 penulis melanjutkan pendidikan di SLTP PSKD 4 Jakarta Selatan dan lulus pada tahun 1998. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan menengah di SMA Negeri 6 Jakarta dan lulus pada tahun 2001. Pada bulan Agustus 2001 penulis diterima di Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN).

Penulis telah mengikuti kegiatan praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Getas dan jalur Baturaden-Cilacap, tepatnya di BKPH Gunung Slamet Barat KPH Banyumas Timur dan BKPH Rawa Timur KPH Banyumas Barat pada bulan Juli hingga Agustus 2004. Pada bulan Juni hingga Agustus 2005 penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang dilaksanakan di Desa Purwasari Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor.

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana kehutanan, penulis menyusun tugas akhir dengan judul “ Analisis Kelayakan Usaha Kelas Perusahaan Acacia mangium KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten“ di bawah bimbingan Ir. Ahmad Hadjib, MS dan Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, M.Sc.

Bogor, Februari 2006


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Manfaat ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Tegakan Acacia mangium Willd ... 3

Tempat Tumbuh dan Penyebaran Acacia mangium Willd ... 3

Ciri dan Kegunaan Acacia mangium Willd ... 4

Pengelolaan Hutan ... 4

Hutan Normal ... 5

Pengaturan Hasil ... 6

Etat ... 6

Daur ... 7

Metode Pengaturan Hasil ... 8

Berdasarkan Luas ... 8

Berdasarkan Volume ... 8

Kombinasi Luas dan Volume ... 8

Umur Tebang Rata-Rata (Metode Burn) ... 9

Estimasi/Perkiraan ... 9

Teknik Estimasi ... 10

Analisis Proyek ... 10

Definisi Proyek ... 10

Tujuan Analisis Proyek ... 11


(11)

METODOLOGI PENELITIAN ... 14

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 14

Alat dan Perlengkapan ... 14

Jenis Data ... 14

Asumsi-Asumsi ... 14

Metode Penelitian ... 15

Metode Pengaturan Hasil ... 15

Investment Criteria ... 17

KEADAAN UMUM LOKASI ... 19

Letak ... 19

Luas ... 19

Keadaan Lapangan ... 20

Daerah Aliran Sungai (DAS) ... 20

Infrastruktur ... 21

Dalam Kawasan Hutan ... 21

Luar Kawasan Hutan ... 21

Tanah, Batuan dan Iklim ... 22

Sejarah Penataan ... 23

Kependudukan ... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

Perkembangan Kelas Perusahaan Acacia mangium ... 26

Faktor Koreksi dan Angka Kayu Bakar ... 28

Pengaturan Hasil ... 30

Pembagian per Sortimen ... 31

Harga Berlaku ... 33

Estimasi Pendapatan ... 33

Estimasi Biaya ... 34

Pendapatan Finansial Menggunakan Harga Berlaku ... 36

Pendapatan Total Finansial Penjarangan ... 36

Pendapatan Total Finansial Tebangan Akhir ... 37


(12)

Biaya Penanaman ... 39

Biaya Pemeliharaan I ... 39

Biaya Pemeliharaan II ... 39

Biaya Pemeliharaan 4-5 Tahun ... 40

Biaya Penjarangan ... 40

Biaya Penebangan ... 40

Biaya Pengamanan Hutan ... 41

Biaya Rutin Tahunan ... 41

Harga Konstan ... 42

Harga Kayu ... 42

Biaya ... 42

Pendapatan Finansial Menggunakan Harga Konstan ... 43

Pendapatan Total Finansial Penjarangan ... 43

Pendapatan Total Finansial Tebangan Akhir... 43

Analisis Kelayakan Finansial ... 44

Analisis Kelayakan Menggunakan Harga Berlaku ... 45

Analisis Kelayakan Menggunakan Harga Konstan ... 47

KESIMPULAN DAN SARAN ... 49

Kesimpulan ... 49

Saran ... 50


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Tinggi Tempat dan Curah Hujan pada KP Acacia mangium di KPH Bogor ... 20

2. Lokasi TPKh di KPH Bogor Tahun 2003 ... 22

3. Jenis Tanah dan Batuan pada Kelas Perusahaan Acacia mangium ... 22

4. Proyeksi Jumlah Penduduk Menurut Lapangan Pekerjaan ... 25

5. Perkembangan Hutan Kelas Perusahaan Acacia mangium di KPH Bogor ... 27

6. Potensi per Ha ... 28

7. Penentuan Faktor Koreksi dan Angka Kayu Bakar pada Tebang Akhir KP Acacia mangium KPH Bogor ... 29

8. Penentuan Faktor Koreksi dan Angka Kayu Bakar pada Penjarangan KP Acacia mangium KPH Bogor ... 30

9. Produksi pada KP Acacia mangium Tahun 2005 ... 31

10.Taksiran Produksi Tebang Akhir per Etat Luas pada KP Acacia mangium KPH Bogor ... 32

11.Taksiran Produksi Penjarangan per Sortimen dan Kayu Bakar KP Acacia mangium KPH Bogor ... 33

12.Estimasi Harga Kayu Perkakas dan Kayu Bakar Tahun ke 3, 5, 7 dan 10 Proyek Berjalan Sebelum Didiskonto... 34

13. Estimasi Biaya Selama Tahun Proyek Berjalan Sebelum Didiskonto ... 36

14. Pendapatan Finansial Produksi Penjarangan Menggunakan Harga Berlaku ... 36

15. Pendapatan Finansial Produksi Tebang Habis Menggunakan Harga Berlaku .... 37

16. Harga Kayu Perkakas dan Kayu Bakar pada Tahun 2002 ... 42

17. Data Biaya pada Tahun 2002 (Data Harga Konstan) ... 43

18. Pendapatan Finansial Produksi Penjarangan Menggunakan Harga Konstan ... 43


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Register Inventarisasi Hutan KP Acacia mangium di KPH Bogor ... 52

2. Pembagian Kelas Hutan KP Acacia mangium KPH Bogor ... 56

3. Volume pada UTR Sebelum Uji Etat ... 57

4. Volume pada UTR Pengujian Terakhir ... 57

5. Perhitungan Jangka Waktu Penebangan Kumulatif Hasil Pengujian Terakhir .... 58

6. Perhitungan Faktor Koreksi Kayu Perkakas dan Angka Kayu Bakar Tebangan Akhir di KP Acacia mangium ... 59

7. Perhitungan Faktor Koreksi Kayu Perkakas dan Angka Kayu Bakar Penjarangan di KP Acacia mangium ... 59

8. Taksiran Produksi/Ha Tebang Habis Kayu Perkakas dan Kayu Bakar KP Acacia mangium KPH Bogor ... 59

9. Taksiran Produksi Tebang Habis per Etat Luas KP Acacia mangium KPH Bogor ... 60

10. Taksiran Pendapatan Finansial Produksi Tebang Habis KP Acacia mangium KPH Bogor Menggunakan Harga Berlaku ... 60

11. Taksiran Pendapatan Finansial Produksi Tebang Habis KP Acacia mangium KPH Bogor Menggunakan Harga Konstan ... 60

12. Volume pada UTR Pada Pengujian Terakhir ... 61

13. Pembagian Per Sortimen Pada Penjarangan 3, 5 dan 7 Tahun ... 61

14. Taksiran Produksi Penjarangan K. Perkakas dan K. Bakar A.mangium di KP Acacia mangium KPH Bogor ... 61

15. Taksiran Pembagian Produksi Penjarangan Per Sortimen Pada Penjarangan 3, 5 dan 7 Tahun ... 62

16. Taksiran Pendapatan Finansial Pada Penjarangan 3, 5 dan 7 Tahun Menggunakan Harga Berlaku ... 62

17. Taksiran Pendapatan Finansial Pada Penjarangan 3, 5 dan 7 Tahun Menggunakan Harga Konstan ... 62


(15)

18. Rincian Biaya Penebangan 2000 ... 63

19. Rincian Biaya Penebangan 2001 ... 63

20. Rincian Biaya Penebangan 2002 ... 64

21. Rincian Biaya Persemaian Tahun 2000 ... 64

22. Rincian Biaya Persemaian Tahun 2001 ... 65

23. Rincian Biaya Persemaian Tahun 2002 ... 66

24. Biaya Rutin Tahun 2002 ... 66

25. Biaya Rutin Tahun 2003 ... 68

26. Biaya Rutin Tahun 2004 ... 69

27. Estimasi Biaya Menggunakan Formula Growth ... 71

28. Estimasi Biaya Menggunakan Tingkat Inflasi 7% per Tahun ... 72

29. Estimasi Biaya Menggunakan Formula Growth dan Tingkat Inflasi 7% ... 73

30. Estimasi Harga Kayu Acacia mangium Saat Tebang Habis Sebelum Diskonto ... 74

31.Tabel Benefit-Cost pada Kelas Perusahaan Acacia mangium KPH Bogor Menggunakan Harga Berlaku ... 75

32. Perhitungan NPV Menggunakan Harga Berlaku ... 77

33. Perhitungan BCR Menggunakan Harga Berlaku ... 77

34. Perhitungan NPV untuk mencari IRR Menggunakan Harga Berlaku ... 78

35. Tabel Benefit-Cost pada Kelasa Perusahaan Acacia mangium KPH Bogor pada Harga Konstan ... 79

36. Perhitungan NPV Menggunakan Harga Konstan ... 81

37. Perhitungan BCR Menggunakan Harga Konstan ... 81


(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika juga berfungsi sebagai paru-paru dunia dan sistem penyangga kehidupan sehingga kelestariannya harus dijaga dan dipertahankan dengan pengelolaan hutan yang tepat.

Keseluruhan keluaran dan manfaat yang dapat diperoleh dari hutan berdasarkan wujudnya dapat dikelompokkan ke dalam barang dan jasa. Keluaran hutan yang berbentuk barang menyatakan keluaran yang dapat diperoleh dari hutan yang berbentuk benda nyata yang dapat dilihat, dirasakan, diraba dan diukur secara langsung. Sedangkan keluaran hutan yang berupa jasa menyatakan keluaran yang dapat diperoleh dari hutan melalui fungsi hutan yang bersifat maya (abstrak).

Perum Perhutani sebagai suatu badan usaha yang ditunjuk pemerintah untuk mengelola hutan di wilayah Pulau Jawa, dituntut untuk dapat mengelola hutan dengan konsep Sustainable Forest Management/SFM (Pengelolaan Hutan yang Berkesinambungan). Di sisi lain, Perhutani sebagai suatu badan usaha dituntut untuk menjaga keberlanjutan usahanya. Untuk mencapai kedua tujuan tersebut, Perhutani harus dapat melakukan terobosan-terobosan baru dalam pengelolaan hutan dan selektif dalam hal melakukan pemilihan jenis usaha untuk pengembangan perusahaan.

Tegakan Acacia mangium merupakan tegakan andalan KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten, terletak tepatnya di BKPH Parung Panjang Sedangkan hasil hutan berupa kayu biasanya digunakan untuk bahan baku mebel.

Setiap proyek pengelolaan hutan oleh Perhutani pasti berkaitan dengan besarnya jumlah investasi yang ditanamkannya, sehingga sangatlah perlu dilakukan analisis pada usaha atau proyek tersebut. Analisis proyek merupakan metode untuk menentukan pilihan antara berbagai sumberdaya secara sederhana.

Analisis proyek yang efektif harus mempertimbangkan aspek-aspek secara bersama-sama menentukan keuntungan yang diperoleh dari suatu investasi dan harus


(17)

Analisis proyek dilakukan dengan dua analisis yaitu analisis finansial dan analisis ekonomi. Setiap usaha/proyek pengelolaan hutan oleh Perhutani pasti berkaitan dengan besarnya jumlah investasi yang ditanamkannya, sehingga analisis proyek yang dilakukan adalah analisis finansial. Dengan analisis ini dapat diketahui apakah usaha/proyek yang dilakukan akan memberikan keuntungan atau justru akan mendatangkan kerugian bagi perusahaan. Dengan begitu perusahaan dapat mengambil langkah-langkah baru dalam menyikapi setiap keadaan.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

Melakukan analisis kelayakan usaha berdasarkan tiga kriteria, yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Benefit-Cost Ratio (BCR) selama umur proyek, yaitu 10 tahun. Yang didapat dari hasil berupa kayu perkakas dan kayu bakar, dimana kayu perkakas merupakan hasil yang dominan, sedangkan kayu bakar walau hasilnya sedikit tapi jumlahnya cukup signifikan dalam pendapatan di KPH Bogor.

Manfaat

Penelitian ini akan bermanfaat terutama ditujukan untuk bahan pertimbangan bagi Perum Perhutani unit III dalam melakukan pengembangan pengelolaan hutan tanaman Acacia mangium pada Kelas Perusahaan Acacia mangium di KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten yang menguntungkan berdasarkan konsep SFM (Pengelolaan Hutan yang Berkesinambungan).


(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Tegakan Acacia mangium Willd.

Acacia mangium Willd. merupakan salah satu jenis tumbuhan berkayu dari famili Leguminosae. Ciri tanaman ini adalah bentuk batangnya bulat lurus, bercabang banyak (simpodial), berkulit tebal agak kasar dan kadang beralur kecil dengan warna coklat muda. Pohon yang dewasa tingginya dapat mencapai 30 m dengan diameter batang mencapai lebih dari 75 cm (Khaerudin, 1994).

Pohon Akasia merupakan jenis pohon cepat tumbuh (fast growing species). Tajuknya menyerupai kerucut sampai lonjong. Sewaktu tanaman masih muda (dalam persemaian) memiliki daun majemuk ganda. Sedangkan setelah dewasa muncul daun semu tunggal (phyllodia). Lebar daun di bagian tengah antara 4-10 cm dengan panjang antara 10-26 cm.

Davidson (1982) dalam Novarini (2004), menyatakan bahwa bunga Acacia mangium Willd mempunyai bulir sedikit memanjang sekitar 10 cm, kadang satu atau berpasangan diatas ketiak dengan ujung berbulu panjang atau pendek dengan ukuran kurang lebih 1 cm. Bunga majemuk berwarna putih kekuningan dan mempunyai kemampuan untuk menyerbuk sendiri ataupun silang. Mahkotanya mempunyai panjang dua kali kelopaknya.

Menurut Khaerudin (1994) pada umur 2 tahun tanaman ini sudah mulai berbunga dan berbuah. Akan tetapi biji yang dihasilkan belum layak untuk dijadikan sumber benih. Buah yang baik untuk dijadikan benih berasal dari tanaman yang telah berumur minimal 5 tahun atau lebih. Musim bunga terjadi antara bulan Maret-April sehingga buah akan masak antara bulan September-Oktober. Banyaknya biji kering per kg adalah 120.000 biji.

Tempat Tumbuh dan Penyebaran Acacia mangium Willd

Acacia mangium Willd tidak memerlukan syarat pertumbuhan yang tinggi, dan mampu tumbuh pada lahan yang miskin hara dan tidak subur. Ia mampu tumbuh pada tanah podzolik, di padang alang-alang, bekas penebangan, tanah tererosi, tanah miskin hara, berbatu-batu dan tanah aluvial serta mudah beradaptasi. Menurut Khaerudin


(19)

mangium yaitu tidak dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian tempat lebih dari 300 m di atas permukaan laut.

Akasia tumbuh pada ketinggian 30 mdpl-130 mdpl dan sangat baik tumbuh pada daerah dengan curah hujan yang tinggi, yaitu pada 1500-4000 m/tahun serta temperatur maksimum antara 31O -34O C dan minimum antara 13 O -16O C.

Menurut Khaerudin (1994), daerah penyebaran alaminya meliputi daerah Queensland, Australia bagian utara, Irian Jaya bagian utara (Fak-Fak dan Tomage), Kepulauan Aru, Maluku Selatan, Seram bagian barat dan daerah Bentuas Kalimantan Timur.

Ciri dan Kegunaan Acacia mangium Willd

Acacia mangium mempunyai kayu teras berwarna coklat pucat sampai coklat tua, batasnya tegas dengan kayu gubal yang berwarna kuning pucat sampai kuning jerami. Mempunyai corak polos atau berjalur-jalur berwarna gelap dan terang bergantian pada bidang radial. Sedangkan teksturnya halus sampai agak kasar dan merata, permukaannya agak mengkilap dan licin serta kayu Acacia mempunyai kekerasan agak keras sampai keras.

Kayu Akasia memiliki ciri anatomi : pembuluh/pori soliter dan berganda radial, terdiri atas 2-3 pori, diameter agak kecil serta bidang perforasi sederhana. Kayu Akasia mempunyai berat jenis rata-rata 0,61 (0,43-0,66), yang berarti mempunyai kelas awet III dan kelas kuat II-III.

Diantara kegunaan kayu ini antara lain : sebagai bahan konstruksi ringan sampai berat, rangka pintu dan jendela, perabot rumah tangga, pulp dan kertas serta kayu bakar dan arang (Prosea, 2002).

Pengelolaan Hutan

Tujuan ideal dari kegiatan pengelolaan hutan adalah mencapai keadaan hutan normal. Terdapat tiga asas dalam pengusahaan hutan, yaitu asas kelestarian hutan, usaha dan multifacet, yang pada dasarnya adalah kelestarian ekosistem. Pengusahaan hutan harus dilakukan sedemikian rupa sehingga hutan secara periodik dan berkesinambungan mampu memberikan hasil tertentu yang kurang lebih sama, yang merupakan prinsip kelestarian hasil.


(20)

Menurut Meyer et al (1961) dalam Novarini (2004) pengelolaan hutan didasarkan atas dua bentuk, yaitu hutan tidak seumur (uneven-aged forest) dan hutan seumur (even-aged forest).

1. Hutan Tidak Seumur

Hutan Tidak Seumur dapat didefinisikan sebagai hutan dimana tidak dilakukan pembagian kelas umur. Dalam konsep pengelolaannya, umur tegakan bukan suatu hal yang penting. Volume per hektar tidak dapat ditarik dari fungsi umur dan penggunaan daur tidak dapat dilakukan sebagai dasar pengaturan.

Pertumbuhan dalam setiap tegakan jarang yang seragam dari waktu ke waktu, yang disebabkan karena perubahan kondisi pertumbuhan dan perlakuan, fluktuasi iklim, penyakit, serangga dan adanya kebakaran hutan.

2. Hutan Seumur

Hutan seumur terdiri atas tegakan-tegakan seumur yang ditanam pada waktu yang relatif sama yang dapat diketahui secara pasti awal dan akhir tegakannya. Ciri tegakannya dikaitkan dengan umur tegakan dan hubungan ini digunakan untuk menentukan keputusan perlakuan dan panen tegakannya.

Hutan Normal

Osmaston (1968) dalam Suhendang (1999), mendefinisikan hutan normal sebagai hutan yang telah mencapai keadaan terbaik, dari kemungkinan keadaan yang dapat dicapai dalam praktek, apabila seluruh persyaratan pengelolaan hutan yang sempurna dapat diterapkan. Dalam ilmu manajemen hutan, hutan yang memiliki keadaan ideal yang dapat dipergunakan untuk mengukur tingkat efisiensi tindakan pengelolaan hutan dinamakan “normal forest”. Sedangkan menurut Meyer et.al (1961) dalam Patiwiri (2004), hutan normal didefinisikan sebagai hutan yang memiliki distribusi normal dari kelas umur, volume normal, dan pertumbuhan normal.

Hutan normal menyatakan bentuk wujud hutan yang menjadi syarat agar daripadanya dapat diperoleh hasil secara lestari. Yang dimaksud dari sebaran kelas umur normal di atas dicirikan oleh adanya kelengkapan kelas umur yang tersedia di dalam hutan sehingga memungkinkan untuk diperoleh banyaknya hasil yang sama setiap periode tertentu sesuai dengan daur dan sistem silvikultur tertentu serta memiliki


(21)

tingkat pertumbuhan hutan yang normal (riap normal). Perlakuan silvikultur untuk memelihara tegakan harus direncanakan pada waktu yang tepat dan dengan cara yang memadai, sehingga setiap kelompok hutan akan dalam keadaan penuh oleh jenis pohon yang cocok dengan kondisi tempat tumbuh tersebut.

Pengaturan Hasil

Perusahaan hutan memiliki beberapa sifat yang khas yang membedakannya dengan jenis perusahaan atau bentuk pemanfaatan lahan lainnya. Salah satu sifat khas perusahaan hutan adalah waktu yang sangat panjang untuk mencapai pemanenan. Di lain pihak, pengelolaan hutan selalu didasarkan pada asas kelestarian sumberdaya. Dalam asas tersebut, pemungutan hasil hutan harus dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak mengurangi potensi hasil di lapangan.

Kedua hal tersebut mendorong perlunya pengaturan hasil hutan, agar kegiatan pemungutan hasil dapat dilakukan secara terus menerus, tetapi tidak menyebabkan terjadinya kerusakan sumber daya hutan (Departemen Kehutanan, 1997). Untuk membentuk hutan normal, diperlukan faktor manajemen, yaitu penentuan etat. Etat adalah besar atau tujuan maksimum penebangan akhir yang diijinkan dari statu kelas perusahaan.

Etat

Pengaturan produksi berintikan penentuan etat. Menurut Davis dan Johnson (1966) dalam Novarini (2004), etat didefinisikan sebagai besarnya penebangan akhir yang setiap tahunnya harus dilakukan untuk mencapai dan mempertahankan suatu kelas perusahaan dengan prinsip kelestarian hasil.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penentuan etat menurut Osmaston (1968) dalam Patiwiri (2004), yaitu :

a.Besarnya jumlah tebangan yang diinginkan

b.Alokasi jumlah tebangan tersebut sehingga terbagi dalam hasil akhir dan hasil antara c. Penyusunan suatu rencana tebangan menurut alokasi tempat dan waktu pada tegakan

yang akan ditebang dan dijarangi


(22)

Istilah daur mempunyai makna suatu jangka waktu antara waktu penanaman hutan sampai hutan tersebut dianggap masak untuk dipanen, daur konsepnya lebih bisa dipakai pada hutan seumur. Lahirnya istilah daur berkaitan erat dengan adanya konsep hutan normal. Secara ideal, hutan normal akan terdiri atas kelompok tegakan yang mempunyai potensi sama, mulai dari umur 1 tahun sampai akhir daur.

Penentuan daur berkaitan erat dengan cara menentukan waktu yang diperlukan oleh suatu jenis tegakan untuk mencapai kondisi masak tebang. Lamanya waktu tersebut bergantung pada sifat pertumbuhan jenis yang diusahakan, tujuan pengelolaan dan pertimbangan ekonomi. Dari sinilah lahir beberapa macam atau cara dalam menentukan panjang daur, diantaranya :

a.Daur fisik, yaitu jangka waktu yang berimpitan dengan periode hidup suatu jenis untuk kondisi tempat tumbuh tertentu sampai jenis tersebut mati secara alami.

b.Daur silvikultur, yaitu jangka waktu selama hutan masih menunjukkan pertumbuhan yang baik dan dapat menjamin permudaan, dengan kondisi yang sesuai dengan tempat tumbuhnya

c.Daur tehnik, yaitu jangka waktu perkembangan tegakan sampai suatu jenis dapat menghasilkan kayu atau hasil hutan lainnya, untuk keperluan tertentu.

d.Daur volume maksimum, yaitu jangka waktu perkembangan suatu tegakan yang memberikan hasil kayu tahunan terbesar, baik dari hasil penjarangan maupun tebangan akhir.

e.Daur pendapatan maksimum, yaitu daur yang menghasilkan rata-rata pendapatan bersih maksimum

f. Daur finansial, yaitu daur yang ditujukan untuk memperoleh keuntungan maksimum dalam nilai uang. Di kehutanan, keuntungan dapat dilihat dari dua sudut pandang yang berbeda, yaitu dari nilai harapan lahan dan dari hasil finansial.

Metode Pengaturan Hasil

Metode penentuan etat dimaksudkan untuk mengarahkan hutan tanaman atau hutan seumur menuju atau mendekati hutan normal. Diantara beberapa cara penentuan etat adalah sebagai berikut :


(23)

Dalam metoda ini, pengaturan tebangan dilakukan dengan membagi seluruh kawasan hutan menjadi petak-petak yang sama luasnya. Jumlah petak sama dengan jumlah daur yang dipakai, setiap tahun hanya akan ditebang hutan yang terletak di petak tertentu. Tebangan di tahun-tahun berikutnya akan dilakukan secara berurutan, sehingga pada akhir daur seluruh petak yang ada telah mengalami satu kali penebangan (Departemen Kehutanan, 1997).

Rumus umum untuk metoda pengaturan hasil berdasarkan luas ini dapat ditulis dengan mencari luas tebangan tahunan (etat), dengan cara membagi luas seluruh kawasan hutan produktif dengan panjang daur.

Berdasarkan Volume

Setelah pengalaman melaksanakan tebangan dapat dihimpun, maka pengetahuan tentang pengukuran volume kayu sudah mulai berkembang. Hal ini memungkinkan untuk mengatur tebangan berdasarkan volume. Pada abad 18 dan 19, asas kelestarian hasil pada umumnya dianggap dapat dicapai bila diperoleh hasil tahunan yang sama besarnya.

Kombinasi Luas dan Volume

Pengaturan hasil berdasarkan kombinasi luas dan volume dapat melengkapi kebaikan masing-masing. Contoh metoda ini adalah adalah metoda Cotta yang dikenal dengan nama Metoda Periodik Blok (Departemen Kehutanan, 1997).

Dalam metoda ini, hasil tebangan dihitung untuk periode tertentu, bukan tahunan, agar penentuan tebangan lebih luwes, karena dapat disesuaikan dengan permintaan pasar. Metoda Cotta tidak hanya mengatur tebangan saja, tetapi juga menghubungkannya dengan kepentingan permudaan.

Metoda ini dipakai pada kelas perusahaan kayu perkakas dengan daur yang panjang. Untuk mengatur tebangan seluruh kawasan hutan dibagi menjadi beberapa blok yang masing-masing akan dikerjakan selama satu periode permudaan. Panjang periode permudaan ini bergantung pada jenis yang diusahakan, biasanya berkisar antara 10 sampai 20 tahun.

Umur Tebang Rata-Rata (Metode Burn)

Cara ini dikemukakan Burn (1951) dengan posedur pengujian yang disebut “Cutting Time Test” (Pengujian Jangka Waktu Penebangan), pengujian ini merupakan


(24)

suatu kontrol untuk mengetahui apakah penebangan dari semua kelas umur dari suatu kelas perusahaan dilaksanakan dalam waktu selama daur yang ditetapkan.

Metode Burn ini yang digunakan Perum Perhutani dalam penentuan etatnya. Perhitungan etat ini hanya pada areal kelas hutan yang produktif atau bentuk tebang habis biasa.

Estimasi/Perkiraan

Menurut Mulyono (2000) dalam Rohmah (2004), peramalan adalah suatu proses memperkirakan secara sistematis tentang apa yang paling mungkin terjadi di masa depan berdasarkan informasi masa lalu dan sekarang yang dimiliki agar kesalahannya (selisih antara yang terjadi dengan hasil perkiraan) dapat diperkecil. Peramalan dapat juga diartikan sebagai usaha memperkirakan perubahan. Agar tidak disalahpahami bahwa peramalan tidak memberi jalaban pasti tentang apa yang akan terjadi, melainkan berusaha mencari yang sedekat mungkin dengan yang akan terjadi.

Definisi lain tentang peramalan bahwa peramalan merupakan studi terhadap data historis untuk menemukan hubungan kecenderungan dan pola yang sistematis. Sedangkan metode peramalan adalah cara memperkirakan secara kuantitatif apa yang akan terjadi pada masa depan berdasarkan data yang relevan pada masa lalu. Kegunaan metode peramalan adalah untuk membantu mengadakan pendekatan analisa terhadap pola dari data yang lalu, sehingga dapat memberikan cara pemikiran, pengerjaan dan pemecahan yang sistematis dan pragmatis. Selain itu metode peramalan juga memberikan tingkat keyakinan yang lebih besar atas ketepatan ramalan yang disusun karena lebih objektif dalam besaran nilainya.

Teknik Estimasi

Terdapat 2 jenis teknik peramalan yang utama, yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif. Menurut Makridakis et al (1999) dalam Rohmah (2004), peramalan kuantitatif dapat diterapkan bila terdapat 3 kondisi berikut :

a. Tersedia informasi tentang masa lalu

b. Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data numerik.

c. Dapat diasumsikan bahwa beberapa aspek pola masa lalu akan terus berlanjut di masa yang akan datang.


(25)

Secara umum, metode kuantitatif dapat dibedakan kedalam 2 kelompok utama, yaitu model regresi (kausal) dan model deret berkala (time series). Model time series

merupakan pendugaan masa depan dilakukan berdasarkan nilai masa lalu dari suatu variabel. Tujuan metode peramalan time series adalah menemukan pola deret data historis dan kemudian mengekstrapolasikan pola tersebut ke masa depan.

Analisis Proyek

Untuk dapat merencanakan dan menganalisis proyek yang efektif, mereka yang bertanggung jawab terhadap proyek harus mempertimbangkan banyak aspek yang secara bersama-sama menentukan bagaimana keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman investasi tertentu (Gittinger, 1986).

Definisi Proyek

Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit); atau suatu aktivitas dimana dikeluarkan uang dengan harapan untuk mendapatkan hasil (return) di waktu yang akan datang, dan dilaksanakan sebagai satu unit (Kadariah, 1999).

Gray et al (1992) dalam Widhastri (2004), mengemukakan bahwa proyek adalah kegiatan-kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam satu bentuk kesatuan dengan menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan benefit.

Aktivitas suatu proyek selalu ditujukan untuk mencapai suatu tujuan dan mempunyai suatu titik tolak dan titik akhir.

Proyek dapat dievaluasikan dari enam aspek, antara lain :

a. Aspek teknis, meliputi evaluasi tentang input dan output dari barang dan jasa yang akan diproduksi proyek.

b. Aspek manajerial, menyangkut kemampuan staff dari proyek untuk menjalankan administrasi aktivitas dalam ukuran besar.

c. Aspek komersial, menyangkut penawaran input yang diperlukan proyek, baik waktu membangun maupun waktu proyek sudah berproduksi.

d. Aspek finansial, menyangkut perbandingan antara pengeluaran uang dengan revenue earning dari proyek.


(26)

e. Aspek ekonomis, melihat apakah perusahaan akan memberi peranan yang positif dalam pembangunan ekonomi seluruhnya dan apakah peranannya cukup besar untuk penggunaan sumber-sumber langka yang dibutuhkan.

f. Aspek organisasi, ditujukan pada hubungan antara administrasi proyek dengan bagian administrasi pemerintah lainnya.

Tujuan Analisis Proyek

Maksud dari analisis proyek adalah untuk memperbaiki pemilihan investasi. Karena sumber-sumber yang tersedia dalam pembangunan adalah terbatas. Kesalahan dalam memilih proyek dapat mengakibatkan pengorbanan pada sumber-sumber yang langka.

Karena itu perlu diadakan perhitungan percobaan sebelum melaksanakan proyek untuk menentukan hasil dari berbagai alternatif dengan jalan menghitung biaya dan kemanfaatan yang diharapkan dari masing-masing proyek (Kadariah, 1999).

Investment Criteria

Analisis investasi pola usaha pertanian yang meliputi anggaran usaha pertanian harus disiapkan untuk hampir setiap proyek pertanian. Walaupun analisis proyek pertanian belum mempunyai anggaran, akan tetapi hal ini sangat dibutuhkan, bahkan merupakan bagian-bagian dari analisis proyek. Apabila proyek hanya meliputi suatu sektor publik, maka suatu anggaran usaha pertanian diperlakukan untuk mengkaji kelayakan (feasibility) pola penanaman dan kemampuan finansial perusahaan (Gittinger, 1986).

Dalam rangka mencari suatu ukuran menyeluruh tentang baik tidaknya suatu proyek telah dikembangkan berbagai macam indeks. Indeks-indeks tersebut

disebut Investment Criteria. Setiap indeks itu menggunakan Present Value yang telah di-discount dari arus-arus benefit dan biaya selama umur suatu proyek (Kadariah, 1999).

Beberapa Investment Criteria diantaranya adalah : a. Net Present Value (NPV)

NPV merupakan selisih antara pendapatan dengan biaya yang telah didiskonto. Pada umumnya NPV positif menunjukkan keuntungan, sebaliknya NPV negatif menunujukkan kerugian.


(27)

Dalam evaluasi proyek tertentu, tanda ”go” dinyatakan oleh nilai NPV ≥ 0. Jika NPV = 0, berarti proyek tersebut mengembalikan sesuai ”oportunity cost of capital”. Jika NPV < 0, maka proyek supaya ditolak, artinya ada penggunaan lain yang lebih menguntungkan untuk sumber-sumber yang diperlukan proyek (Kadariah, 1999). b. Benefit Cost Ratio (BCR)

BCR merupakan besarnya nilai hasil perbandingan antara nilai total pendapatan yang telah didiskonto dengan nilai biaya total yang telah didiskonto.

Kadariah (1999) menyatakan bahwa bila BCR > 1 berarti NPV > 0, dan memberikan tanda ”go” untuk suatu proyek. Sedangkan apabila BCR < 1, merupakan tanda ”no go”.

c. Internal Rate of Return (IRR)

IRR merupakan tingkat suku bunga yang membuat proyek akan mengembalikan semua investasi selama umur proyek. Suatu proyek dengan IRR lebih besar dari suku bunga yang didiskonto yang telah ditetapkan akan diterima, apabila sebaliknya proyek tersebut akan ditolak.

Jika IRR sama dengan nilai i yang berlaku sebagai discount rate, maka NPV proyek adalah sebesar 0. Jika IRR lebih kecil dari discount rate, berarti NPV < 0. Oleh karena itu maka nilai IRR yang lebih besar atau sama dengan nilai discount rate

menyatakan tanda “go” untuk suatu proyek. Sedangkan untuk IRR yang lebih kecil dari

discount rate berarti proyek menandakan “no go”.


(28)

METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada Kelas Perusahaan Acacia mangium di KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten dan BKPH Parung Panjang. Waktu penelitian mulai bulan Oktober 2005 sampai Desember 2005.

Alat dan Perlengkapan

Alat dan perlengkapan yang dipergunakan adalah : 1. Buku RPKH Kelas Perusahaan Acacia mangium KPH Bogor 2. Tabel Volume Tegakan Normal Acacia mangium

3. Laporan Pengamatan Anggaran KPH Bogor tahun 2002-2004 4. Laporan Fisik Finansial BKPH Parung Panjang 2000-2002 5. Perlengkapan alat tulis

6. Alat dan software pengolah data(Formula Growth dan IRR pada Microsoft Excel)

Jenis Data

Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh melalui studi pustaka dan data primer berupa wawancara dengan beberapa staf Perum Perhutani KPH Bogor, dengan jenis data yang dihimpun seperti keadaan umum lokasi penelitian, buku RPKH, buku Register Risalah Hutan, laporan pemasaran, laporan keuangan.

Asumsi-asumsi

Dalam suatu analisis finansial diperlukan beberapa asumsi sebagai dasar dalam perhitungan, asumsi tersebut diharapkan mendekati keadaan sebenarnya di lapangan dan secara keilmuan dapat dipertanggungjawabkan.

Dalam penelitian ini digunakan asumsi-asumsi sebagai berikut : 1. Produk yang dihasilkan dapat sepenuhnya diserap pasar.


(29)

2. Suku bunga yang berlaku adalah

6% = perkiraan suku bunga untuk sektor kehutanan. 12% = suku bunga tabungan

18%.= suku bunga pinjaman

3. Tingkat inflasi rata-rata sebesar 7% per tahun. 4. Lamanya umur proyek adalah selama 10 tahun.

5. Hasil yang didapat berupa kayu perkakas dan kayu bakar.

Dasar Perhitungan

Dasar-dasar perhitungan sebagai berikut :

1. Analisis biaya didasarkan atas penerimaan sebelum pajak.

2. Penentuan pendapatan dan biaya atas dasar harga berlaku diestimasi nilainya berdasarkan data tahun dasar ditambah dengan rata-rata pertumbuhan atau inflasi. 3. Pembagian proporsi per sortimen kayu mengacu pada tahun 2005, karena pada tahun

ini KP Acacia mangium antara penjualan dan penebangannya relatif stabil dibanding tahun sebelumnya.

4. Harga jual kayu atau pendapatan berdasarkan data tahun 2000-2005.

5. Daftar biaya didasarkan laporan tahun Fisik Finansial BKPH Parung Panjang tahun 2000-2002 dan Laporan Pengamatan Anggaran KPH Bogor tahun 2002-2004.

Metode Penelitian

Metode Pengaturan Hasil

Metode penentuan etat dimaksudkan untuk mengarahkan hutan tanaman atau hutan seumur menuju atau mendekati hutan normal. Diantara beberapa cara penentuan etat adalah sebagai berikut :

Cara ini dikemukakan Burn (1951) dengan posedur pengujian yang disebut “Cutting Time Test” (Pengujian Jangka Waktu Penebangan), pengujian ini merupakan suatu kontrol untuk mengetahui apakah penebangan dari semua kelas umur dari suatu kelas perusahaan dapat dilaksanakan dalam waktu selama daur yang ditetapkan.


(30)

dan

keterangan : Xi : umur tengah kelas umur ke-i (tahun) Li : luas areal yang berumur i (ha) D : daur

U : umur rata-rata kelas perusahaan UTR : umur tebang rata-rata

Rumus penentuan etatnya adalah :

dan

keterangan : L : luas areal produktif perusahaan d : daur

V1 : massa kayu tegakan kelas umur pada UTR V2 : massa kayu tegakan miskin riap

Metode Burn ini yang digunakan Perum Perhutani dalam penentuan etatnya. Perhitungan etat ini yang dilakukan oleh Perum Perhutani ini hanya pada areal kelas hutan yang produktif atau bentuk tebang habis biasa.

Investment Criteria

Kriteria investasi yang digunakan dalam proyek ini menggunakan waktu selama 10 tahun (satu daur teknik). Beberapa Investment Criteria diantaranya :

a. Net Present Value (NPV)

d L Luas

Etat =

=

Li Li x Xi

U ( )

d V V Massa

Etat = 1+ 2

D U


(31)

NPV merupakan selisih antara pendapatan dengan biaya yang telah didiskonto. Pada umumnya NPV positif menunjukkan keuntungan, sebaliknya NPV negatif menunujukkan kerugian.

Rumus NPV adalah:

dimana : Bt = Pendapatan kotor pada tahun ke-i Ct = Biaya kotor pada tahun ke-t n = Umur proyek

t = Interval waktu

i = Tingkat suku bunga bank b. Benefit Cost Ratio (BCR)

BCR merupakan besarnya nilai hasil perbandingan antara nilai total pendapatan yang telah didiskonto dengan nilai biaya total yang telah didiskonto.

Rumus BCR adalah :

[Bt – Ct > 0]

[Bt – Ct < 0]

dimana : Bt = Penerimaan kotor tahun ke t Ct = Biaya kotor tahun ke t i = Tingkat suku bunga bank t = Interval waktu

n = Umur proyek

BCR>1 berarti NPV>0, dan memberikan tanda ”go” untuk suatu proyek. Sedangkan apabila BCR<1, merupakan tanda ”no go”.

c. Internal Rate of Return (IRR)

IRR merupakan tingkat suku bunga yang membuat proyek akan mengembalikan semua investasi selama umur proyek. Suatu proyek dengan IRR lebih besar dari suku

= + − = n t i t Ct Bt NPV

1 (1 )

) (

= = + − + − = n t t n t t i Bt Ct i Ct Bt BCR 1 1 ) 1 ( ) 1 (


(32)

bunga yang didiskonto yang telah ditetapkan akan diterima, apabila sebaliknya proyek tersebut akan ditolak.

Prosedur perhitungan IRR :

• Dipilih suatu nilai suku bunga i yang dianggap mendekati nilai IRR yang benar, lalu dihitung NPV dari arus pendapatan dan biaya.

• Jika NPV negatif, ini berarti bahwa nilai percobaan i terlalu tinggi , pendapatan yang akan didiskonto terlalu kecil sehingga nilai sekarang biaya melebihi

present value pendapatan, jadi dipilih nilai percobaan i baru yang lebih rendah.

• Jika sebaliknya nilai sekarang tersebut positif, diketahui bahwa nilai percobaan “i” terlalu rendah, sehingga dipilih lagi nilai i yang lebih tinggi.

• Nilai percobaan pertama untuk suku bunga didiskonto, dilambangkan dengan i’ sedangkan yang kedua dilambangkan i”. Nilai percobaan pertama untuk NPV negative dilambangkan dengan NPV’ sedangkan untuk NPV positif dilambangkan NPV” asalkan salah satu dari kedua perkiraan tidak terlalu jauh dari nol, maka perkiraan IRR yang dekat dapat diperoleh dengan menggunakan rumus :

Dimana : i’ = Nilai percobaan pertama untuk suku bunga i i” = Nilai percobaan kedua untuk suku bunga i NPV’ = nilai NPV untuk percobaan pertama NPV” = nilai NPV untuk percobaan kedua

Jika IRR sama dengan nilai i yang berlaku sebagai discount rate, maka NPV proyek adalah sebesar 0. Nilai IRR yang lebih besar atau sama dengan nilai i (suku bunga) menyatakan tanda “go” untuk suatu proyek. Sedangkan untuk IRR yang lebih kecil darii (suku bunga) berarti proyek menandakan “no go”.

) ' " ( " '

'

' i i

NPV NPV

NPV i

IRR

− +


(33)

KEADAAN UMUM LOKASI

Letak

Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bogor memiliki kawasan hutan yang terletak di wilayah administrasi Kabupaten Bogor, Tangerang dan Bekasi.

Batas-batas kawasan hutan KPH Bogor adalah sebagai berikut : 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa

2. Sebelah Timur berbatasan dengan KPH Purwakarta dan KPH Cianjur 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan KPH Sukabumi dan KPH Banten 4. Sebelah Barat berbatasan dengan KPH Banten

Luas

Luas wilayah total kring Kabupaten Bogor, Tangerang dan Bekasi sekitar 585.837,65 ha. Diantaranya berupa kawasan hutan seluas 89.744,16 ha, yang terdiri dari 4 kelas perusahaan (KP), yaitu :

1. KP Acacia mangium = 5.342,90 ha (5,95%) 2. KP Meranti = 8.822,33 ha (9,83%) 3. KP Pinus = 9.438,80 ha (10,52%) 4. KP Payau (belum ditata) = 11.832,81 ha (13,18%) 5. Kawasan PHPA = 37.088,80 ha (41,33%) 6. BKPH Jonggol dan Leuwiliang = 17.218,52 ha (19,19%)

Kelas Perusahaan Acacia mangium KPH Bogor berdasarkan hasil revisi RPKH tetap seluas 5.342,90 ha berada pada wilayah administratif pemerintahan Kabupaten Bogor dan berdasarkan SK Menhut No. 195/Kpts-II/2003 pada tanggal 4 Juli 2003 seluruhnya berfungsi sebagai Hutan Produksi Tetap.


(34)

Keadaan Lapangan

Kawasan hutan KP Acacia mangium memiliki konfigurasi lapangan yang sebagian besar relatif datar sampai dengan landai, dengan kemiringan lapangan bervariasi mulai dari kemiringan datar (0-8%) dan beberapa lokasi, terutama dekat batas hutan dan sungai memiliki kemiringan agak curam (15-25%). Sehingga secara umum memenuhi kriteria kawasan yang cocok untuk produksi kayu.

Berdasarkan ketinggian tempat dari permukaan laut untuk setiap kelompok hutan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Tinggi Tempat dan Curah Hujan pada Kelas Perusahaan Acacia mangium di KPH Bogor

No. BKPH/ Kelompok Hutan

Tinggi Tempat (m dpl)

Kisaran Curah Hujan (mm/tahun) 1. Parung Panjang

a. Cikadu I-II b. Yanlapa c. Pr. Panjang I-III

0 – 75 0 – 323

0 – 75

3.000 3.000 3.000

Bagian hutan Parung Panjang yang sebagian besar daerahnya dataran dengan sebaran kawasan hutan yang dikelilingi enclave mengakibatkan interksi sosial yang sangat kompleks, terutama dalam hal penggarapan lahan di kawasan hutan. Perlu pengkajian yang mendalam untuk mengetahui tingkat penurunan kualitas/ kesuburan tanah oleh adanya pengusahaan kayu berdaur pendek.

Hampir seluruh lokasi enclave berupa sawah yang berbentuk menjari mengelilingi hutan, sehingga tuntutan masyarakat untuk ikut menggarap kawasan hutan sukar untuk dikendalikan, juga penjarahan kayu perlu diwaspadai.

Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu daerah tertentu yang bentuk dan sifat alamnya sedemikian rupa, sehingga merupakan suatu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang melalui daerah tersebut dalam fungsinya untuk menampung air yang berasal dari curah hujan dan sumber-sumber air lainnya yang penyimpanan dan pengeluarannya dihimpun dan ditata berdasarkan hukum-hukum alam


(35)

sekelilingnya demi kesinambungan daerah tersebut (PP. 33 tahun 1970 pasal 1, ayat 13), wilayah KP Acacia mangium KPH Bogor termasuk kedalam wilayah DAS Cidurian.

Infrastruktur

Prasarana jalan dan jembatan baik di dalam maupun di luar kawasan hutan, merupakan faktor yang penting dalam pengembangan dan pemanfaatan potensi hasil hutan/ sumber daya hutan secara optimal, di samping sebagai sarana untuk kepentingan kelancaran kegiatan pembangunan wilayah.

Dalam Kawasan Hutan

Dalam pembagian hutan, dibuat induk alur yang berfungsi sebagai sarana angkutan hasil hutan, sedangkan alur disamping diusahakan dapat berfungsi seperti di atas juga berfungsi sebagai pemisah petak.

Keadaan alur/ induk alur pada Kelas Perusahaan Acacia mangium yang berupa jalan aspal sepanjang 53,71 hm, jalan batu/ pengerasan sepanjang 315,69 hm, jalan tanah sepanjang 526,15 hm dan sisanya berupa selokan sepanjang 6,8 hm.

Guna menunjang angkutan produksi hasil hutan dan untuk menjaga agar tetap terpeliharanya kualitas produksi kayu tebangan, maka diperlukan adanya pemeliharaan jalan angkutan secara rutin dan jalan sogokan pada lokasi yang dianggap perlu. KPH dapat mengajukan pembuatan jalan angkutan melalui RTT Prasarana Hutan.

Luar Kawasan Hutan

Wilayah KPH Bogor, yang berbatasan dengan DKI Jakarta merupakan kawasan dengan fasilitas umum yang memadai, baik prasarana jalan/ transportasi, tempat pengumpulan kayu, pasar, koperasi, lembaga sosial kemasyarakatan maupun fasilitas lainnya tersedia cukup memadai, hal tersebut dapat mendukung proses pengangkutan hasil hutan, pemasaran maupun kegiatan pengelolaan hutan lainnya.

Diantara fasilitas umum yang berada di luar kawasan hutan, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :


(36)

2. Tempat penimbunan kayu khusus (TPKh). Karena KPH Bogor belum menetapkan TPK, sehingga ditetapkan TPKh menurut kepentingannya yang lokasinya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2.Lokasi TPKh di KPH Bogor Tahun 2003

No. TPKh BKPH SK Unit

Penunjukan

Jenis Hasil Hutan

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. TPn Tenjo TPn Jagabaya TPKh Cinagara TPKh Cibidas TPKh Cianten TPKh Gunung Bunder TPKh Ngasuh Parung Panjang Parung Panjang Bogor Jonggol Leuwiliang Leuwiliang Jasinga 60/Kpts/III/2000 tgl 7 Februari 2000

sda sda sda sda sda Menyusul

Acacia mangium/ Albizia

Acacia mangium

Pinus Pinus Pinus

Pinus/ Albizia/ Puspa Pinus

Tanah, Batuan dan Iklim

Jenis tanah dan batuan pada BKPH Parung Panjang secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3.Jenis Tanah dan Batuan pada Kelas Perusahaan Acacia mangium

No. BKPH/ Kelompok Hutan

Jenis Batuan Jenis Tanah

1. Parung Panjang a. Cikadu I-II b. Yanlapa c. Pr. Panjang I-III

Oliocene, Sedimentary Facies Oliocene, Sedimentary Facies Oliocene, Sedimentary Facies

Tuff, Podsolik merah kekuningan Tuff, Podsolik merah kekuningan Tuff, Podsolik merah kekuningan

Pada Tabel 3. dapat terlihat bahwa pada lokasi kawasan hutan Kelas Perusahaan

Acacia mangium sebagian besar memiliki jenis batuan Oliocene dan Sedimentary Facies, jenis tanah yang dominan adalah podsolik merah sampai kekuningan.

Untuk iklim dapat dilihat pada Tabel 1 tercantum bahwa curah hujan rata-rata 3.000 mm/ tahun maka berdasarkan ratio bulan basah dan bulan kering pada Kelas Perusahaan Acacia mangium termasuk dalam tipe curah hujan A menurut Schmidt dan


(37)

Ferguson (1951). Sedangkan suhu harian tertinggi 25,5O C dan suhu terendah sebesar 18 O

C.

Sejarah Penataan

Sejak tahun 1927 s/d 1930, kelompok hutan di daerah Banten, Bogor, Sukabumi disebut juga Bosch District West Priangan. Tahun 1930, daerah Banten dan Bogor-Jakarta dipisahkan dari Bosch District West Priangan menjadi Bosch District baru bernama Bosch District Banten. Pada tahun 1939 daerah Bogor-Jakarta dijadikan 2 Bosch District, yaitu Bosch District Batavia dan Buitenzorg.

Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945) dan selama revolusi kemerdekaan (1945-1948), wilayah hutan daerah Bogor-Jakarta tidak mengalami perubahan, kecuali perubahan nama menjadi Einriso Jakarta-Bogor, sedangkan pada masa pendudukan/agresi Belanda (1948-1950), wilayah hutan di daerah Bogor-Jakarta-Banten berada dalam koordinasi seorang Forest Supervisor.

Pada tahun 1948, wilayah hutan di daerah tersebut dipisahkan menjadi 3 daerah hutan, yaitu Daerah Hutan Jakarta, Daerah Hutan Bogor dan Daerah Hutan Banten. Pada tahun 1952, wilayah-wilayah daerah hutan di Bogor dipersatukan kembali menjadi Daerah Hutan Bogor-Jakarta.

Pada tahun 1958, dalam rangka penyerahan urusan pemangkuan hutan dari pemerintahan pusat kepada pemerintahan daerah tingkat I, Daerah Hutan Bogor-Jakarta melepaskan sebagian dari wilayah hutan yang berada di daerah Jakarta, dimasukkan kedalam Dinas Kehutanan DKI Jakarta. Bersamaan dengan itu Daerah Hutan Bogor-Jakarta dirubah menjadi Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bogor Bogor-Jakarta.

Mulai tahun 1975 ditetapkan sebutan KPH Bogor-Jakarta dirubah menjadi KPH Bogor, berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor 6907/XV/10/1975 tanggal 1 Agustus 1975. Selanjutnya dengan adanya pelimpahan kawasan dari wilayah Kehutanan Provinsi Jawa Barat ke dalam Unit Produksi Perum Perhutani berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 2/1978, maka sebutan KPH Bogor berubah menjadi Perum Perhutani/KPH Bogor. Sedangkan sebutan Kepala KPH berubah menjadi Administratur Perhutani/KKPH dengan tugas sebagai kepala pemangkuan sekaligus administratur perusahaan.


(38)

Pada penataan hutan yang pertama kali dilaksanakan di KPH Bogor hanya mulai dari pengukuhan sampai dengan kegiatan risalah hutan definitif, yang dipakai untuk dasar menentukan rencana pengelolaan yang tertuang dalam Bagan Kerja KPH untuk jangka 1 April 1976 s/d 31 Maret 1981. Penataan selanjutnya dilaksanakan sampai dengan penyusunan buku Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH).

Kependudukan

Penduduk secara keseluruhan di Kabupaten Bogor pada tahun 1998 tercatat sebanyak 4.356.691 orang terdiri dari anak-anak (usia 0-14 tahun) sejumlah 1.486.960 orang dan manula (di atas 55 tahun) sejumlah 330.898 orang, sisanya sekitar 2.538.833 orang merupakan usia produktif. Laju rata-rata pertumbuhan penduduk pertahun di Kabupaten Bogor antara tahun 1996-1998 adalah sebesar 1.02%, secara berurutan yaitu dari 4,163 juta jiwa; 4,352 juta jiwa; 4,357 juta jiwa. Dengan meningkatnya jumlah penduduk berarti akan bertambah pula kebutuhan hidupnya dan apabila sebagian dari kebutuhan tersebut berasal dari hutan, maka tingkat keamanan hutan menjadi semakin rawan. Begitu pula kontribusi masyarakat di sekitar hutan terhadap pengelolaan hutan tidaklah kecil.

Angkatan kerja adalah penduduk usia 14 tahun keatas sampai sebelum 55 tahun atau disebut kelompok usia kerja. Dari seluruh penduduk kabupaten Bogor 4.356.691 jiwa, terdapat kelompok usia kerja 2.538.833 jiwa, yang terdiri dari angkatan kerja yang bekerja 1.545.522 jiwa dan angkatan kerja yang tidak bekerja sejumlah 933.311 jiwa (39% dari usia angkatan kerja), sedangkan menurut lapangan pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 4.


(39)

Tabel 4. Proyeksi Jumlah Penduduk Menurut Lapangan Pekerjaan

No. Lapangan Jenis Kelamin Jumlah Prosen

Pekerjaan Laki-laki Perempuan (jiwa) (%)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Pertanian Pertambangan Industri pengolahan Listrik, gas dan air minum Bangunan / konstruksi

Perdagangan, hotel dan restoran Perhubungan dan komunikasi Bank dan keuangan

Jasa-jasa Lain-lain 149.780 50.019 176.445 41 134.521 264.117 122.340 112.014 200.014 - 24.781 37 84.630 13 24 134.623 26 29 92.063 - 174.561 50.056 261.075 54 134.545 398.740 122.366 112.043 292.077 - 11,29 3,24 16,89 0 8,71 25,8 7,92 7,25 18,9 - Penduduk usia produktif bekerja

Usia produktif yang tidak bekerja

1.209.294 76.160 336.230 917.149 1.545.522 993.311 100,00

Total penduduk usia produktif 1.285.454 1.253.379 2.538.833


(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perkembangan Kelas Perusahaan Acacia mangium

Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) merupakan suatu areal hutan yang ditetapkan sebagai kesatuan produksi dan kesatuan eksploitasi. Penetapan BKPH memiliki tujuan untuk menjadikan kawasan hutan tersebut dapat menghasilkan produksi hasil hutan berupa kayu atau non kayu serta hasil lainnya berupa jasa secara terus-menerus sepanjang tahun yang memenuhi syarat pengelolaan hutan yang baik berdasarkan asas kelestarian hutan.

Luas kawasan hutan yang ditetapkan untuk Kelas Perusahaan Hutan Acacia mangium adalah 5.342,90 ha, yang terdapat pada satu Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH), yaitu Parung Panjang dan dibagi lagi menjadi petak-petak dengan luas dan nomor registrasi yang tetap. Petak-petak tersebut terdapat pada 3 RPH (Resort Pemangkuan Hutan) yang terpisah, namun tetap dibawah BKPH Parung Panjang. Diantaranya adalah RPH Jagabaya, RPH Maribaya dan RPH Tenjo.

Kelas Perusahaan Acacia mangium memiliki 10 Kelas Umur dengan daur 10 tahun (umur proyek), hal ini memungkinkan KP Acacia mangium memiliki kelas umur yang sama dengan umur tegakan itu sendiri. Dasar memilih daur yang digunakan oleh Perhutani adalah daur teknik, yaitu daur dimana umur dari suatu jenis pohon dapat dipakai untuk tujuan tertentu. Sedangkan dalam rencana pengaturan kelestarian hutan, metode perhitungan etat yang dipakai KP Acacia mangium mengacu pada Surat Keputusan Direktur Jenderal Kehutanan Nomor 143/ Kpts/Dj/I/1974 tanggal 10 Oktober 1974 tentang Peraturan Inventarisasi Hutan Jati dan Peraturan Penyusunan Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan.

Dari Tabel 5terlihat luasan Kelas Umur yang muda (interval KU 1 sampai KU 5), menempati urutan luasan terbesar (2731,09 ha), sedangkan luasan total KU hanya 3.322,76 ha. Hal ini mengindikasikan banyaknya kegiatan penanaman pada 2 tahun terakhir, yang dapat dilihat pada KU 2 yang merupakan KU terluas, yaitu seluas 803,06 ha. Urutan KBD mempunyai interval antara 0,48 sampai 1 semakin besar KBD, maka jumlah pohon yang ada di dalam kelas hutan tersebut akan semakin tinggi pula. Sedangkan bonita didominasi oleh bonita 2, sedangkan bonita 3 hanya 1 KU, yaitu KU


(41)

9. Semakin tinggi bonita, semakin tinggi pula kesuburan kelas umur hutan tersebut. Tidak terdapat tegakan pada KU 8.

Pada Tabel 5 diketahui bahwa luas kelas hutan produktif hasil revisi dibandingkan terhadap awal jangka mengalami peningkatan sebesar 133%. Bonita dan KBD mengalami penurunan masing-masing 95% dan 86%, hal ini dikarenakan selama jangka berjalan telah terealisasi kegiatan penebangan pada kelas hutan Masak Tebang dan KU 8 s/d KU 9.

Tabel 5. Perkembangan Hutan Kelas Perusahaan Acacia mangium di KPH Bogor

No. Kelas Jangka II (2000-2005) Revisi (2004-2005)

Hutan Luas Bonita KBD Luas Bonita KBD

(ha)

Rata-rata

Rata-rata (ha) Rata-rata Rata-rata

I PRODUKTIF

KU I 409,92 2,00 1,00 496,24 2,18 1,00

KU II 406,26 1,96 0,78 803,06 2,29 1,00

KU III 588,61 2,00 0,84 436,92 2,1 1,00

KU IV 366,93 2,17 0,89 406,26 2,00 0,78

KU V 287,63 2,07 0,82 588,61 2,06 0,85

KU VI 51,5 2,1 0,89 365,93 2,11 0,89

KU VII 15,6 2,1 0,89 207,32 2,00 0,91

KU VIII 120,84 2,04 0,70 - - -

KU IX 105,96 2,19 0,64 5,84 3,00 0,6

KU X 32,25 2,22 0,63 12,58 2,00 0,48

Jumlah KU 2.385,5 2,09 0,83 3.322,76 2,19 0,83

Masak Tebang 118,02 -

Miskin Riap - -

Jumlah PRODUKTIF 2.503,52 3.322,76

II TAK PRODUKTIF 2.152,65 1.389,12

III TBPTH 2,21 -

IV TAK BAIK U/ ACACIA - -

MANGIUM

V TJKL 153,45 48,28

VI BUKAN U/ PRODUKSI 531,07 582,74

Jumlah I-VI 5.342,90 5.342,90

Luas kelas hutan tidak produktif, cenderung menurun sebesar 65 % dibanding jangka berjalan, hal ini menggambarkan bahwa sebesar 65 % dari luas kelas hutan tidak produktif berkembang menjadi kelas hutan produktif diantaranya oleh kegiatan penanaman kelas hutan tanah kosong dan perubahan penetapan kriteria KBD dan DKN pada kelas TAmBK.

Pada jangka berjalan terjadi peningkatan Kelas Hutan Tak Baik untuk Produksi (TBP) sebesar 330 % dimungkinkan disebabkan karena di beberapa lokasi yang digarap masyarakat berupa tanah becek dan sekitar sungai berubah menjadi sawah.


(42)

Pada Revisi RPKH (sisa jangka 2004-2005) terdapat penambahan luas kelas hutan diantaranya : KU (937,26 ha), Tanaman Kayu Lain /TKL (14,01 ha). Untuk selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.

Faktor Koreksi dan Angka Kayu Bakar

Penaksiran produksi kayu Acacia mangium dilakukan pada semua kelas umur tegakan Acacia mangium yang terdapat di Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Parung Panjang KPH Bogor. Data selengkapnya dari hasil inventarisasi hutan tegakan Acacia mangium yang bersumber dari buku Revisi Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (Revisi RPKH) Kelas Perusahaan Acacia mangium dipaparkan pada Lampiran 1, hasilnya kayu perkakas dan kayu bakar.

Pada lampiran buku Revisi RPKH diketahui Kelas Umur (KU), luas per kelas umur, bonita rata-rata dan volume per hektar. Untuk mengetahui besarnya volume penjarangan, bisa dipakai tabel tegakan normal jenis Acacia mangium yang dibuat oleh Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor bekerjasama dengan Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Dari tabel volume penjarangan per hektar diperbandingkan dengan angka tabel volume total per hektar, lalu dikalikan dengan jumlah volume per hektar, maka akan mendapat nilai volume penjarangan per hektar, bisa dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Potensi per hektar

Kelas Luas Bonita KBD Umur

Vol.

Tegakan Volume Volume Hutan Rata-rata Rata-rata Rata-rata Tinggal Penjarangan Total

(Ha) (tahun) (m3/ha) (m3/ha) (m3/ha)

KU I 496,24 2 1 9 64 0 64

KU II 803,06 2 1 7 53,21 6,78 60

KU III 436,92 2 1 7 51,39 4,60 56

KU IV 406,26 2 0,78 7 40,84 3,15 44

KU V 588,61 2 0,85 7 40,12 2,87 43

KU VI 365,93 2 0,89 7 42,18 2,81 45

KU VII 207,32 2 0,91 7 42,91 3,08 46

KU VIII - - - - -

KU IX 5,84 3 0,60 9 45,54 1,45 47

KU X 12,58 2 0,48 10 30,60 0,39 31

Total 3.322,76

Setelah didapat nilai volume penjarangan (m3/ha), lalu dicari angka potensi per ha dengan cara volume penjarangan (m3/ha) dikali faktor koreksi penjarangan, sebesar


(43)

0,45. Pelaksanaan penjarangan pada KP Acacia mangium dimulai setelah umur tanaman 3 dengan selang 2 tahunan sehingga dijarangi pada umur 3, 5 dan 7 tahun.

Dalam produksi, KP Acacia mangium KPH Bogor menghasilkan kayu perkakas dan kayu bakar. Kayu perkakas disini diasumsikan sama dengan kayu bulat/log. Umumnya setiap sebelum penebangan pihak KPH Bogor sudah ditentukan jatah penebangannya oleh Unit (Perum Perhutani Unit III). Sehingga wajar apabila dalam setiap penebangan antara realisasi dengan rencana sering terdapat perbedaan jumlah, oleh karena itu meski sudah memiliki etat volume tetap saja dirasa perlu untuk membuat faktor koreksi dan angka kayu bakar yang diolah dari realisasi kegiatan penebangan atau penjarangan tahun-tahun sebelumnya.

Dengan memakai faktor koreksi dan angka kayu bakar diharapkan tercapai ketelitian yang lebih seksama. Kedua angka ini dianggap perlu untuk mencarinya secara terpisah antara kegiatan penebangan dan kegiatan penjarangan, karena pasti antara penebangan dan penjarangan mempunyai faktor yang mempengaruhinya sendiri-sendiri. Pada Tabel 7 terlihat bahwa pada kegiatan penebangan akhir tahun-tahun sebelumnya menghasilkan faktor koreksi sebesar 0,88 dan angka kayu bakar 0,20.

Tabel 7.Penentuan Faktor Koreksi dan Angka Kayu Bakar pada Tebang Akhir KP

Acacia mangium KPH Bogor

No Tahun Rencana (RTT) Realisasi F. Koreksi Angka

m3 sm m3 sm K. Perkakas K. Bakar

(A) (B) (C ) (D) (E) (F) (E:C) (F:E)

1 1999 9.323,08 4.665,04 7.774,56 2.197,00 0,83 0,28 2 2000 11.060,73 2.321,92 10.044,48 1.577,00 0,90 0,15 3 2001 4.558,86 2.278,97 4.763,13 1.236,00 1,04 0,25 4 2002 13.366,59 4.070,83 10.181,04 1.197,00 0,76 0,11

Jumlah 3,55 0,81

Rata-rata 0,88 0,20

Faktor koreksi dan angka kayu bakar pada kegiatan penjarangan masing- masing sebesar 0,45 dan 0,26 rinciannya dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Penentuan Faktor Koreksi dan Angka Kayu Bakar pada Penjarangan KP

Acacia mangium KPH Bogor

No Tahun Rencana (RTT) Realisasi F. Koreksi Angka

m3 sm m3 sm K. Perkakas Kayu Bakar

(A) (B) (C ) (D) (E) (F) (E:C) (F:E)

1 2000 5.625,07 1.770,69 1.582,89 895,78 0,28 0,56


(44)

3 2002 319,03 155,04 297,45 62,88 0,93 0,21

Jumlah 1,82 1,03

Rata-rata 0,45 0,26

Pengaturan Hasil

Setelah mendapatkan faktor koreksi dan angka kayu bakar, selanjutnya adalah menaksir berapa banyaknya produksi kayu yang dihasilkan dari tebang akhir dan penjarangan. Yang pertama perlu diketahui adalah etat volume dan etat luas, dari RPKH atau Register Inventarisasi Hutan dapat diolah data etat luas dan etat volume KP Acacia mangium di BKPH Parung Panjang yang seluruh kawasannya merupakan Hutan Produksi Tetap (HP) seperti dapat dilihat pada Lampiran 4. Umur proyek selama 10 tahun.

Dalam buku RPKH dicantumkan bahwa Kelas Perusahaan Acacia mangium

sudah mengumpulkan data ke dalam komputer, seperti data Kelas Hutan, bonita, KBD, daur, umur rata-rata, utr, utm, angka konversi, faktor koreksi, angka kayu bakar dan etat untuk diolah dalam program SAS-SISDH-PDE, sehingga tidak diperlukan lagi :

ƒ Taksasi masa kayu

ƒ Perhitungan masa kayu sebelum jangka waktu pengujian tingkat pertama ƒ Pengujian jangka waktu pertama (JWP I)

ƒ Perhitungan etat tebangan jangka pertama ƒ Perhitungan etat tebangan tingkat terakhir ƒ Etat tebangan selama daur

Output yang didapat berupa etat luas dan etat volume, dengan besaran : Etat luas : 332,28 ha/tahun, lihat Lampiran 4

Etat volume : 17.426 m3/tahun, lihat Lampiran 4

Pada Lampiran 3, Lampiran 4 dan Lampiran 5 dapat dilihat tabel per Kelas Umur dari sebelum uji etat sampai waktu pengujian terakhir, yang menujukkan perubahan pada besarnya etat volume, namun etat luas cenderung tetap. Dalam prakteknya etat volume biasanya hanya dipakai untuk menentukan penebangan akhir saja. Sedangkan penjarangan dalam penaksiran produksinya hanya membutuhkan tabel tegakan normal Acacia mangium, etat luas dan faktor koreksi serta angka kayu bakar, setelah mencari proporsinya lebih dulu.


(45)

Pembagian Per Sortimen

Dari etat volume dan faktor koreksi, diharapkan tingkat ketelitian yang diperoleh dapat lebih seksama. Untuk kayu perkakas, Perum Perhutani memakai ukuran diameter untuk memilah-milah kayu, hal ini dapat terlihat jelas dari penyusunan Tarif Harga Kayu yang memuat Harga Jual Dasar (HJD) kayu bundar per jenis pohon.

Pada HJD kelas diameter terbagi menjadi 6 interval diameter. Umumnya kelas diameter yang dipakai dalam laporan penghasilan diperkecil hanya menjadi 3 pembagian sortimen ditambah kayu bakar. Sortimen A1 mempunyai interval diameter 10-19 cm, sortimen A2 mempunyai interval diameter 20-29 cm, sortimen A3 mempunyai interval diameter 30 up. Sedangkan pada kayu bakar yang mempunyai diameter kurang dari 10 cm, satuan yang dipakai adalah sm (staffel meter).

Tabel 9. Produksi pada KP Acacia mangium Tahun 2005

Produksi Sortimen

A1 (m3) A2 (m3) A3 (m3) K. Bakar (sm)

Lelang besar 0 0 0 0

Lelang kecil 0 0 0 0

Penjualan perjanjian 600,41 140,50 0,37 0

Penjualan langsung 8.526,86 7.968,01 370,53 4.326

Total 9.127,27 8.108,51 370,90 4.326

Pada kegiatan penebangan cara membagi sortimen dengan cara mengolah data pada tabel penghasilan tahun 2005 (Tabel 9) secara proporsional per sortimennya. Sebelumnya etat volume dikali dengan faktor koreksi (0,887). Pembagian sortimen dapat terlihat pada Tabel 10.

Tabel 10.Taksiran Produksi Tebang Akhir per Etat Luas pada KP Acacia mangium

KPH Bogor

Sortimen

A1 A2 A3 Kayu Bakar

(m3) (m3) (m3) (sm)

Proporsi 0,52 0,46 0,02 0,20

Produksi per Ha 24,11 21,42 0,98 9,49

Produksi per Etat luas 8.012,84 7.117,88 326,14 3.153,20

Hasilnya terlihat bahwa proporsi A1 : A2 : A3 adalah 0,52; 0,46; 0,02. Masing-masing dikalikan dengan volume per ha yang telah dikali faktor koreksi, yaitu 46,51


(46)

m3/ha, setelah itu untuk mencari volume totalnya maka 46,51 m3/ha itu dikali dengan etat luas (332,28 ha/tahun). Sedangkan pada produksi kayu bakar didapat angka KB sebesar 0,20 dari jumlah volume masing-masing sortimen. Pada Lampiran 9 sampai dengan Lampiran 11 dijelaskan tentang cara mendapatkan angka proporsi sampai pendapatan finansial.

Pada produksi penjarangan cara yang dipakai untuk mencari proporsi produksi per sortimen tidak jauh berbeda dengan cara di atas. Umumnya tegakan umur 3 tahun hanya menghasilkan kayu bakar, pada tahun ke 5 dan ke 7 barulah didapatkan kayu sortimen A1 dan A2 serta kayu bakar (Lampiran 14).

Pada penjarangan KP Acacia mangium KPH Bogor jarang atau bahkan tidak pernah didapati sortimen A3, yang mungkin disebabkan daurnya tergolong singkat untuk tanaman kehutanan. Begitu pula pada tebangan akhir pada sortimen A1 dan A2 nilainya nyaris berimbang (mendekati 50:50), tetapi pada sortimen A3 nilainya hanya dibawah 10%.

Pada pembagian sesuai proporsi pada penjarangan umur 3 tahun hanya menghasilkan kayu bakar, sehingga didapat persentase A1(0%), A2 (0%), A3 (0%), kayu bakar (100%); pada umur 5 tahun mempunyai proporsi A1 (98,1%), A2 (1,19%), A3 (0%), kayu bakar (produksi total kayu perkakas tahun ke 5 dikali dengan 0,26); proporsi penjarangan tahun ke 7 A1 (97,72%), A2 (2,28%), A3 (0%), kayu bakar (produksi kayu perkakas tahun ke 7 dikali dengan 0,26). Angka kayu bakar untuk penjarangan sebesar 0,26 yang bisa dilihat perhitungannya pada Lampiran 7.

Tabel 11. Taksiran Produksi Penjarangan per Sortimen dan Kayu Bakar KP Acacia mangium KPH Bogor

Tahun ke A1 A2 A3 Kayu Bakar

(m3) (m3) (m3) (Sm)

3 0 0 0 695,91

5 425,81 8,25 0 112,86

7 456,37 10,65 0 121,42

Total 882,18 18,90 0 930,19

Hasil/produksi penjarangan 3, 5 dan 7 tahun dapat dilihat pada Tabel 11, dimana produksi kayu sortimen A1 yang terbanyak adalah pada tahun ke 7 sebesar 456,37 m3 begitu pula dengan produksi kayu sortimen A2 terbanyak pada tahun ke 7, sebanyak


(47)

10,65 m3. Hal ini dapat terjadi karena pada menurut tabel potensi per ha (Lampiran 12), volume penjarangan/ha pada umur ke 7 sebesar 3,09 m3 (sebelum faktor koreksi), sedangkan volume penjarangan pada tahun ke 5 hanya sebesar 2,87 m3 (sebelum faktor koreksi). Sedangkan untuk kayu bakar pada tahun ke 3, jumlahnya sebesar 930,19 sm produksinya jauh lebih banyak dibanding tahun ke 5 dan ke 7.

Harga Berlaku

Untuk mengetahui perkiraan tingkat harga di masa yang akan datang, baik itu pendapatan atau biaya, maka perlu dilakukan estimasi atau perkiraan. Ada 2 jenis perkiraan harga yang dipakai, yaitu :

Estimasi Pendapatan

Pendapatan dalam kegiatan perdagangan atau usaha sangat dipengaruhi oleh tingkat harga yang berlaku, tidak mungkin harga suatu barang atau komoditas bersifat stagnan atau diam, harga akan bersifat dinamis. Begitu pula dengan harga kayu, karena itu maka dalam penelitian ini penulis memberikan perhitungan estimasi/taksiran pendapatan atau peramalan pendapatan dari harga kayu di masa yang akan datang di luar faktor diskonto. Penaksiran harga disini lebih bersifat studi/ilmiah terhadap data historis untuk menemukan kecenderungan dan pola yang sistematis, pengerjaannya menggunakan software Microsoft Excel. Estimasi harga kayu dilakukan hingga tahun 2019 walaupun hanya digunakan sampai tahun 2012 saja.

Estimasi harga digunakan untuk alat bantu dalam penelitian ini, sebagai pendekatan analisis pola data beberapa tahun sebelumnya. Sumber data pendapatan diperoleh dari Laporan Penghasilan KPH Bogor tahun 1997-2004 ditambah tahun 2005, akan tetapi yang diambil untuk data historis adalah tahun 2000-2005. Karena pola datanya dianggap lebih sesuai dengan kondisi saat ini.

Dari tahun 2002-2012 data harga kayu yang ada, untuk kayu bakar menggunakan estimasi harga pada data tahun 2005, 2007, 2009 dan 2012 yang merupakan masing-masing data tahun ke 3, 5, 7 dan 10 proyek berjalan. Sedangkan data sortimen A1 menggunakan data tahun 2007, 2009 dan 2012 yang merupakan tahun ke 5 dan 7 untuk penjarangan, juga tahun 2012 merupakan tahun penebangan akhir. Data sortimen A2 menggunakan data tahun yang sama dengan sortimen A1, dengan tingkat


(1)

Lampiran 32. Perhitungan NPV Menggunakan Harga Berlaku

Tahun 6% 12% 18%

ke- Benefit Cost Benefit Cost Benefit Cost 0 - 25,792,633.57 - 25,792,633.57 - 25,792,633.57 1 - 145,807,929.52 - 137,996,790.44 - 130,980,004.48 2 - 73,723,921.91 - 66,036,510.41 - 59,491,668.09 3 9,933,176.38 145,558,628.03 8,420,767.47 123,396,113.48 7,200,451.36 105,513,863.95 4 - 46,915,441.60 - 37,641,522.31 - 30,550,001.82 5 47,103,990.22 74,257,324.91 35,768,185.66 56,386,938.17 27,553,513.62 43,436,876.66 6 - 40,601,197.42 - 29,178,697.23 - 21,334,476.46 7 59,435,701.67 78,283,651.49 40,426,141.55 53,245,875.58 28,055,266.59 36,952,011.17 8 - 41,370,871.07 - 26,631,609.00 - 17,542,259.41 9 - 41,761,161.72 - 25,442,697.52 - 15,906,963.81 10 2,557,503,445.86 770,386,503.67 1,474,669,348.82 444,208,732.36 875,094,203.45 263,601,116.50 Total 2,673,976,314.13 1,484,459,264.91 1,559,284,443.50 1,025,958,120.06 937,903,435.02 751,101,875.93

NPV 1,189,517,049.22 533,326,323.43 186,801,559.09 Keterangan : NPV didapat dengan cara (benefit-cost)

Lampiran 33. Perhitungan BCR Menggunakan Harga Berlaku

Tahun 6% 12% 18%

ke- Pembilang Penyebut Pembilang Penyebut Pembilang Penyebut

0 25,792,633.57 25,792,633.57 25,792,633.57

1 145,807,929.52 137,996,790.44 130,980,004.48

2 73,723,921.91 66,036,510.41 59,491,668.09

3 135,625,451.65 114,975,346.01 98,313,412.59

4 46,915,441.60 37,641,522.31 30,550,001.82

5 27,153,334.69 20,618,752.51 15,883,363.04

6 40,601,197.42 29,178,697.23 21,334,476.46

7 18,847,949.82 12,819,734.03 8,896,744.58

8 41,370,871.07 26,631,609.00 17,542,259.41

9 41,761,161.72 25,442,697.52 15,906,963.81

10 1,787,116,942.19 1,030,460,616.45 611,493,086.95

Total 1,787,116,942.19 597,599,892.97 1,030,460,616.45 497,134,293.02 611,493,086.95 424,691,527.85 BCR 2.990 2.073 1.440 Keterangan : BCR didapat dari pembagian antara pembilang (positif) dengan penyebut (negatif)


(2)

Tahun 24% 25%

ke- Benefit Cost Benefit Cost 0 - 25,792,633.57 - 25,792,633.57 1 - 124,642,262.33 - 123,645,124.23 2 - 53,873,698.40 - 53,015,167.14 3 6,204,984.31 90,926,504.08 6,057,252.86 88,761,679.32 4 - 25,052,584.12 - 24,260,470.41 5 21,501,987.18 33,896,917.03 20,655,559.32 32,562,561.52 6 - 15,843,237.14 - 15,097,810.00 7 19,826,070.90 26,113,214.47 18,742,104.71 24,685,506.39 8 - 11,796,905.65 - 11,062,708.86 9 - 10,179,587.80 - 9,469,678.65 10 532,915,103.10 160,527,878.74 491,784,402.07 148,138,242.66 Total 580,448,145.49 578,645,423.32 537,239,318.96 556,491,582.76

NPV 1,802,722.17 (19,252,263.80) Keterangan : NPV didapat dengan cara (benefit-cost)


(3)

No. Jenis Biaya/Pendapatan Tahun

Benefit-Cost 0 1 2 3 4 5 6

BENEFIT

1 Hasil penjarangan - - - 13,302,413.46 - 54,841,374.01 - 2 Hasil tebangan - - - - - - - Jumlah BENEFIT - - - 13,302,413.46 - 54,841,374.01 - Diskonto 6% - - - 11,168,962.85 - 40,980,664.94 - Diskonto 12% - - - 9,468,395.15 - 31,118,468.42 - Diskonto 18% - - - 8,096,259.51 - 23,971,670.01 -

COST

1 Biaya rutin tahunan - 43,014,388.56 43,014,388.56 43,014,388.56 43,014,388.56 43,014,388.56 43,014,388.56 2 Biaya persemaian 25,792,633.57 - - - - - - 3 Biaya penanaman - 102,556,590.51 - - - - - 4 Biaya pemeliharaan I - - 33,975,314.33 - - - - 5 Biaya pemeliharaan II - - - 72,577,727.35 - - - 6 Biaya pemeliharaan 4-5 tahun - - - - 8,900,013.47 - - 7 Biaya penjarangan - - - 22,763,692.04 - 22,763,692.04 - 8 Biaya penebangan - - - - - - - 9 Biaya pengamanan hutan - 2,226,276.00 2,226,276.00 2,226,276.00 2,226,276.00 2,226,276.00 2,226,276.00 Jumlah COST 25,792,633.57 147,797,255.07 79,215,978.89 140,582,083.95 54,140,678.03 68,004,356.60 45,240,664.56 Diskonto 6% 25,792,633.57 139,431,372.70 70,501,939.21 118,035,428.53 42,884,487.99 50,816,811.26 31,892,883.34 Diskonto 12% 25,792,633.57 131,961,834.88 63,150,493.38 100,063,550.55 34,407,379.67 38,587,498.24 22,920,328.61 Diskonto 18% 25,792,633.57 125,251,911.07 56,891,682.63 85,562,596.44 27,925,159.42 29,725,331.01 16,758,569.01

Laba/rugi (25,792,633.57) (147,797,255.07) (79,215,978.89) (127,279,670.49) (54,140,678.03) (13,162,982.58) (45,240,664.56)

Discount faktor/PF = (1 + i)-t = PF = (1 + 0.12)-0

PF = (1 + 0.12)-1

PF = (1 + 0.12)-2

PF = (1 + 0.12)-3

PF = (1 + 0.12)-4

PF = (1 + 0.12)-5

PF = (1 + 0.12)-6

6% = 1.00 0.943 0.890 0.840 0.792 0.747 0.705

12% = 1.00 0.893 0.797 0.712 0.636 0.567 0.507


(4)

Lanjutan Lampiran 35.

No. Jenis Biaya/Pendapatan Jumlah

Benefit-Cost 7 8 9 10

BENEFIT

1 Hasil penjarangan 59128478.28 0 0 0 127272265.8

2 Hasil tebangan 0 0 0 2494563090 2494563090

Jumlah BENEFIT 59128478.28 0 0 2494563090 2621835356

Diskonto 6% 39323815.1 0 0 1392951000 1484424443

Diskonto 12% 26746720.75 0 0 803182551.9 870516136.3

Diskonto 18% 18561909.51 0 0 476622367 527252206

COST

1 Biaya rutin tahunan 43014388.56 43014388.56 43014388.56 43014388.56 430143885.6

2 Biaya persemaian 0 0 0 0 25792633.57

3 Biaya penanaman 0 0 0 0 102556590.5

4 Biaya pemeliharaan I 0 0 0 0 33975314.33

5 Biaya pemeliharaan II 0 0 0 0 72577727.35

6 Biaya pemeliharaan 4-5 tahun 0 0 0 0 8900013.47

7 Biaya penjarangan 22763692.04 0 0 0 68291076.11

8 Biaya penebangan 0 0 0 1156782354 1156782354

9 Biaya pengamanan hutan 2226276 2226276 2226276 2226276 22262760

Jumlah COST 68004356.6 45240664.56 45240664.56 1202023018 1921282354

Diskonto 6% 45226781.11 28384552.63 26777879.84 671203375 1250948145

Diskonto 12% 30761717.35 18271945.64 16314237.18 387019241.6 869250860.6

Diskonto 18% 21348269.9 12035743.33 10199782.48 229663887.2 641155566

Laba/rugi -8875878.321 -45240664.56 -45240664.56 1292540072 700553001.2

Discount faktor/PF = (1 + i)-t = PF = (1 + 0.12)-7 PF = (1 + 0.12)-8 PF = (1 + 0.12)-9 PF = (1 + 0.12)-10

6% = 0.665057114 0.627412371 0.591898464 0.558394777

12% = 0.452349215 0.403883228 0.360610025 0.321973237


(5)

Lampiran 36..Perhitungan NPV Menggunakan Harga Konstan

Tahun 6% 12% 18%

ke- Benefit Cost Benefit Cost Benefit Cost 0 - 25,792,633.57 - 25,792,633.57 - 25,792,633.57

1 - 139,431,372.70 - 131,961,834.88 - 125,251,911.07 2 - 70,501,939.21 - 63,150,493.38 - 56,891,682.63 3 11,168,962.85 118,035,428.53 9,468,395.15 100,063,550.55 8,096,259.51 85,562,596.44 4 - 42,884,487.99 - 34,407,379.67 - 27,925,159.42 5 40,980,664.94 50,816,811.26 31,118,468.42 38,587,498.24 23,971,670.01 29,725,331.01 6 - 31,892,883.34 - 22,920,328.61 - 16,758,569.01 7 39,323,815.10 45,226,781.11 26,746,720.75 30,761,717.35 18,561,909.51 21,348,269.90 8 - 28,384,552.63 - 18,271,945.64 - 12,035,743.33 9 - 26,777,879.84 - 16,314,237.18 - 10,199,782.48 10 1,392,951,000.10 671,203,375.03 803,182,551.94 387,019,241.59 476,622,366.96 229,663,887.17 Total 1,484,424,442.99 1,250,948,145.22 870,516,136.27 869,250,860.65 527,252,205.99 641,155,566.03

NPV 233,476,297.77 1,265,275.62 (113,903,360.04) Keterangan : NPV didapat dengan cara (benefit-cost)

Lampiran 37. Perhitungan BCR Menggunakan Harga Konstan

Tahun 6% 12% 18%

ke- Pembilang Penyebut Pembilang Penyebut Pembilang Penyebut

0 25,792,633.57 25,792,633.57 25,792,633.57

1 139,431,372.70 131,961,834.88 125,251,911.07

2 70,501,939.21 63,150,493.38 56,891,682.63

3 106,866,465.68 90,595,155.40 77,466,336.92

4 42,884,487.99 34,407,379.67 27,925,159.42

5 9,836,146.32 7,469,029.82 5,753,661.00

6 31,892,883.34 22,920,328.61 16,758,569.01

7 5,902,966.02 4,014,996.59 2,786,360.40

8 28,384,552.63 18,271,945.64 12,035,743.33

9 26,777,879.84 16,314,237.18 10,199,782.48

10 721,747,625.07

416,163,310.35

246,958,479.79

Total 721,747,625.07 488,271,327.30 416,163,310.35 414,898,034.73 246,958,479.79 360,861,839.83 BCR 1.478 1.003 0.684 Keterangan : BCR didapat dari pembagian antara pembilang (positif) dengan penyebut (negatif)


(6)

Lampiran 38. Perhitungan NPV untuk Mencari IRR Menggunakan Harga Konstan

Tahun 12% 13%

ke- Benefit Cost Benefit Cost 0 - 25,792,633.57 - 25,792,633.57

1 - 131,961,834.88 - 130,794,031.03

2 - 63,150,493.38 - 62,037,731.14

3 9,468,395.15 100,063,550.55 9,219,239.81 97,430,436.09

4 - 34,407,379.67 - 33,205,491.77

5 31,118,468.42 38,587,498.24 29,765,700.65 36,910,040.23

6 - 22,920,328.61 - 21,729,929.38

7 26,746,720.75 30,761,717.35 25,133,189.04 28,905,975.59

8 - 18,271,945.64 - 17,017,722.13

9 - 16,314,237.18 - 15,059,931.08

10 803,182,551.94 387,019,241.59 734,869,219.96 354,101,975.31

Total 870,516,136.27 869,250,860.65 798,987,349.46 822,985,897.33

NPV 1,265,275.62 (23,998,547.87)