Keanekaragaman Serangga di Atas Permukaan Tanah Pada Tanaman Jambu Air (Syzygium samarangense) (Blume) Merr. & Perry) dan Jambu Biji (Psidium guajava L.) di Lapangan

50

FOTO LAHAN PENELITIAN

Universitas Sumatera Utara

51

FOTO SERANGGA
No
1.

Gambar Pengamatan

No
2.

Orthoptera - Gryllidae
3.

Gambar Pengamatan


Orthoptera – Acrididae
4.

Lepidoptera – Hesperiidae
5.

Lepidoptera – Papilionidae
6.

Lepidoptera – Megalopygidae
7.

Lepidoptera–Nymphalidae
8.

Tysanoptera. Phaleothripidae

Mantodea – Mantidae


Universitas Sumatera Utara

52

9.

10.

Odonata – Libellulidae
11.

Hymenoptera - Vespidae
12.

Hymenoptera. Tiphidae
13.

Hymenoptera. Sphecidae
14.


Hymenoptera. Pompilidae
15.

Hymenoptera. Icneumonidae
16.

Hymenoptera –Ichneumonidae

Hymenoptera – Halictidae

Universitas Sumatera Utara

53

17.

18.

Hymenoptera – Eurytomidae
19.


Hymenoptera – braconidae
20.

Hymenoptera – Specidae
21.

Hymenoptera – Vespidae
22.

Hemiptera Alydidae
Hemiptera Alydidae

Hemiptera – Coreidae
23.

24

Diptera – Sarcophagidae


Lepidoptera Noctuidae

Universitas Sumatera Utara

54

25.

26.

Hemiptera – Dictyopharidae
27.

Diptera – Syrphidae
28.

Diptera – Sercophagidae
29.

Diptera. Muscidae

30.

Diptera. Ephydridae
31.

Diptera. Dolichopolidae
32.

Diptera – Bombiidae
33.

Diptera Tipulidae
34.

Diptera – Tachinidae

Diptera - Myceptohilidae

Universitas Sumatera Utara


55

35.

36.

Diptera - Neriidae

Diptera – Tephritidae
37.

38

Coleoptera - Curculinidae

Coleptera – Chrysomelidae
39.

40.


Coleoptera – Coccineliidae
41.

Coleoptera – Buprestidae
42

Coleoptera – Cerambycidae

Blatodea - Blatelidae

Universitas Sumatera Utara

56

FOTO PELAKSANAAN PENELITIAN

Pemasangan pacak Sampel

Pemasangan Yellow trap


Penangkapan dengan Tangan
(Handpicking)

Penangkapan dengan sweeping net

Penangkapan
(Handpicking)

dengan

Tangan

Hasil handpicking

Universitas Sumatera Utara

57

FOTO SERANGAN LALAT BUAH


Lalat buah yang sedang menyerang

Pengambilan sampel terserang

Serangan lalat buah di lapangan

Pengamatan
dilapangan

Pengamatan gejala
laboratorium

serangan

serangan

lalat

di


Pengamatan serangan dilapangan

Universitas Sumatera Utara

58

Pengumpulan serangan lalat buah di
Laboratorium

Pengamatan serangan lalat di
Laboratorium

Universitas Sumatera Utara

59

Bagan Penelitian

U

30m

S

45m

Keterangan :

= Handpicking

= Sweep Net

= Yellow Trap

Universitas Sumatera Utara

46

DAFTAR PUSTAKA
Altieri, M. A & Nicholls C. I., 2004. Biodiversity and Pest Management in
Agroecosystems. Second Edition. Food Products Press. Binghamton (NY).

Beers, E. H., 2015. Orchard Pest Management.Washington State University.
Washington.
Bennett, A., 2010. The Role Of Soil Community Biodiversity In Insect
Biodiversity. Insect Conservation And Diversity, 3: 157–171.
Borror, D. J, C. A. Triplehorn and N. F. Johson., 1992. Pengenalan Pelajaran
Serangga. Edisi Keenam. Soetiono Porto Soejono.Gajah Mada University
Press.
Baharuddin, N. and A. Kurniati., 2004. Pengamatan Penyakit Penting Pada
Beberapa Fase Perkembangan Tanaman Transgenik di Lahan Sawah dan
Lahan Kering.Jurnal Sains dan Teknologi.
BPS (Badan Pusat Statistik), 2013., Statistik Tanaman Buah-Buahan Dan Sayuran
Tahunan Indonesia.
Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi Direktorat Jenderal Hortikultura,
2008., Perbanyakan Benih Tanaman Buah (Jambu Biji).
Fayle, T. M.; Turner, E. C; Snaddon, J. L; Chey, V. K; Chung, A. Y. C; Eggleton
P, Fosterm W. A., 2009. Oil palm expansion into rain forest greatly
reduces ant biodiversity in canopy, epiphytes and leaf-litter. Basic Applied
Ecology. 11(2010):337-345.
Fitzherbert, E. B; Struebig, M. J; Morel, A; Danielsen, F; Bruhl, C. A; Donald,
P.F; Phalan, B., 2008. How will oil palm expansion affect biodiversity?.
Trends in Ecology and Evolution. 23(10):539-545.
Furlong, M. J; Zalucki, M. P., 2010. Exploiting predators for pest management:
the need for sound ecological assessment. Entomologia Experimentalis et
Applicata. 1(35):225-236.
Gavin, G. C. M., 2007. Expedition Field Techniques: Insects And Other
Terrestrial Arthropods. Royal Geographical Society With IBG. London.
Gould, Raga, A., 2002. Pest of guava. Dalam: Pena JE. Sharp JL. Wysoki M,
editor. Tropical Fruit Pest and Pollinators.Biology.Economic.Natural
Enemies and Control. Wallington: CABI. Hlm 295-314.
Hapsoh dan Hasanah, Y., 2011.Budidaya Tanaman Obat dan Rempah. Medan:
USU Press. Halaman 17-18.

Universitas Sumatera Utara

47

Henuhili, V., 2010. Budidaya dan Peningkatan Nilai Jual Jambu Air di Wilayah
Pedukuhan Jogotirto, Desa Krasakan, Kecamatan Berbah, Kabupaten
Sleman.Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.Universitas
Negeri Yogyakarta.
Kalshoven, L. G. E., 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA van der,
penerjemah. Jakarta: Ichtiar Baru-van Hoeve. Terjemahan dari: De Plagen
van de Cultuurgewassen in Indonesia.
Merril, E. D. and Perry, L. M. 1938.Syzygium samarangense(Blume) Merr. & L.
M. Perry.J. Arnold Arbor. 19(2): 115
Nenet S, Sumeno dan Sudarjat. 2005. Ilmu Hama Tumbuhan. Universitas
Padjajaran. Bandung.
Orwa, C., A. Mutua., Kindt, R., Jamnadass, R., S. Anthony. 2009. Syzygium
samarangense Agroforestree Database: a tree reference and selection
guide
version
4.0.
diakses
dari
http://www.worldagroforestry.org/sites/treedbs/treedatabases.asp pada 14
Maret 2014.
Pateel, M.C, Sattagi, H. N., 2007. Abundance of different insect pollinators
visiting cucumber (Cucumis sativa L.) in rabi season. Karnataka J. Agric.
Sci. 20(4):853-854.
Prihatman, K., 2000. Tentang Budidaya Pertanian. Kantor Deputi Menegristek
Bidang Pendayagunaan dan Permasyarakatan Ilmu Pengetahuan Dan
Teknologi.
Purwanta, F. X, Rauf, A., 2000. Pengaruh samping aplikasi insektisida terhadap
predator dan parasitoid pada pertanaman kedelai pertanaman kedelai di
Cianjur. Buletin Hama dan Penyakit Tumbuhan[internet]. [Diacu pada
2013 Mar 11]; 12(2):35-43. Tersedia pada: http://repository.ipb.ac.id/
bitstream/handle/123456789/42526/Fx_Purwanta_pengaruh_samping_apli
kasi.pdf?sequence=1.
Putra, N.S., 1994. Serangga Di Sekitar Kita. Kanisius.Yogyakarta.
Riski, S., 2015. Preferensi Oviposisi Bactrocera papayae Drew & Hancock (Diptera:
Tephritidae) Pada Lima Jenis Buah Inang Dan Peran Suplemen Protein Terhadap
Keperidiannya. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (Skripsi).
.
Siwi, S.S. and Purnama, H., 2004. Taksonomi dan Bioekologi Lalat Buah Penting
Bactrocera
spp. (Diptera: Tephritidae) di Indonesia. Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan
Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Bogor.

Steenis, C. G. G. J. V. Hoed, G. D. Bloembergen, S. Eyma, P. J., 2003. Flora.
Cetakan 9. PT Pradnya Paramita, Jakarta.

Universitas Sumatera Utara

48

Stork, N. E. 1988.Insect Diversity: Facts, Fiction And Speculation. Biological
Journal of The Linnean Society, 35: 321-337.
Suin, M.I. 2002. Metoda Ekologi. Universitas Andalas. Sumatera Barat.
Sunjaya, P.I. 1970. Dasar-Dasar Ekologi Serangga. Bagian Ilmu Hama Tanaman
Pertanian
IPB Bogor

Suketi, K.,2011. Budidaya Jambu Biji. Pelatihan Budidaya Jambu Biji Kristal.
Pusat Kajian Buah Tropika- Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada
Masyarakat, IPB. 30 November 2011.
Suratmo G. 1974. Hama Hutan di Indonesia (Forest Entomology). Bogor: IPB.
Susniahti, N., H. Sumeno dan Sudarjat. 2005. Bahan AjarIlmu Hama Tumbuhan.
Universitas Padjadjaran. Bandung.
Suputa, 2006, Pedoman Identifikasi Hamalalat
PerlindunganTanaman Hortikultura, Jakarta.

Buah,

Direktorat

Suratmo G. 1974. Hama Hutan di Indonesia (Forest Entomology). Bogor: IPB.
Swastika, W., 2014.Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kota
Denpasar. Organisme Pengganggu Tumbuhan (Opt) Utama Pada
Tanaman Mangga (Mangifera Indica) Dan Pengendaliannya Di Kota
Denpasar
Tarumingkeng, R. C., 1991. Dinamika Pertumbuhan Populasi Serangga. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
Tim Peneliti., 2012. Usulan Pendaftaran Varietas. Jambu Air Varietas Madu Deli
(Asal Kota Binjai).UPT Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih IV Dinas
Pertanian Provinsi Sumatera Utara. Medan.
Tofani, D. P., 2008. Keanekaragaman Serangga Di Hutan Alam Resort Cibodas, Gunung
Gede Pangrango Dan Hutan Tanaman Jati Di Kph Cepu. Departemen
Silvikultur,Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. (Skripsi)
Untung, K. dan M. Sudomo. 1997. Strategi pengelolaan serangga secara berkelanjutan.
Prosiding Kongres Perhimpunan Entomologi Indonesia V dan Simposium
Entomologi. PEI dan Univ Padjadjaran Bandung: 36-46.

Untung, K., 2001. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. UGM-Press, Yogyakarta
Wahyono, T. E., 2005. Deskripsi hama utama danmusuh alami pada tanaman jambu mete
di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Bul Tek Pertanian 10(1): 23-25.

Whitney, H. M. and W. Federle. 2012. Biomechanics Of Plant Insect Interactions.
Current Opinion In Plant Biology, 16: 1–7.

Universitas Sumatera Utara

49

Wikardi, E. A. dan T. E. Wahyono., 1991. Serangga-serangga perusak tanaman
kayumanis (Cinnamomum spp.) dan musuh alaminya. Buletin Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat 6(1):20-26.

Universitas Sumatera Utara

18

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Jati Utomo, Kecamatan Binjai
Barat, Kota Binjai dan Desa Durin Jengak, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten
Deli Serdang dan identifikasi serangga dilakukan di Laboratorium Hama dan
Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini
berlangsung dari bulan Januari sampai dengan April 2016.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman jambu air,
tanaman jambu biji yang berumur diatas 2 tahun dan sudah berbuah, kertas asturo
warna kuning, plastik transparan, lem, alkohol, label nama, selotip.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah triplek, stoples, botol
kecil, kayu, kawat, meteran, pinset, jaring serangga atau sweeping net kalkulator,
mikroskop kamera, buku kunci identifikasi serangga karangan Borror (1992).
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei, yaitu melakukan
pengambilan sampel serangga pada lahan jambu air dan jambu biji dengan
menggunakan perangkap kuning (yellow trap). Perangkap kuning

diletakkan

dilahan pertanaman jambu air dan jambu bji masing-masing sebanyak 5 buah
secara diagonal, yang di pasang pada pagi hari dan diletakkan selama tiga hari
dalam seminggu serta di ulang sebanyak 5 kali. Perangkap jaring (sweep net)
yang dilakukan dengan sepuluh kali pengayunan secara diagonal pada setiap
lahan pertanaman, Mengambil serangga secara langsung (handpicking) dengan
menangkap serangga yang terdapat pada masing-masing pohon sampel yaitu

Universitas Sumatera Utara

19

dengan mengambil serangga yang terdapat pada tanaman sampel secara langsung.
Serangga-serangga

yang

diperoleh

dari

setiap

perangkap

dikumpulkan,

dikelompokkan dan dimasukkan ke dalam botol yang telah diisi alkohol 70%,
selanjutnya diidentifikasi di Laboratorium Hama dan Penyakit Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara. Setelah serangga di identifikasi kemudian di hitung
nilai FM, FR, KM, dan KR.
Pelaksanaan Penelitian
Penentuan Lokasi Pengamatan
Penentuan lokasi pengamatan dilakukan pada pertanaman jambu air dan
jambu biji milik masyarakat yang berada pada dua desa. Adapun lokasi
pengamatan yang saya lakukan adalah :
1.

Di Kelurahan Jati Utomo, Kecamatan Binjai Barat, Kota Binjai
menggunakan sistem pertanaman modern yaitu sistem Tabulampot
(Tanaman Buah Dalam pot/polybag) dengan luas lahan 50 x 30 m dengan
jumlah populasi tanam sebanyak 131 pohon

2. Desa Durin Jengak Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang,
yang menggunakan sistem Konvensional (Tanam Langsung) dengan luas
lahan 50 x 30 m dengan jumlah populasi tanam sebanyak 60 pohon.
Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan berbagai perangkap
sebagai berikut: perangkap warna kuning (yellow trap), perangkap jaring
(sweeping net) dan handpicking yaitu mengambil langsung serangga yang
terdapat pada pohon.
Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 5 kali selama 5 minggu yaitu

Universitas Sumatera Utara

20

dengan mengambil serangga yang terperangkap pada pertanaman jambu air dan
jambu biji yang telah berbuah dan dikumpulkan dalam jumlah sebanyak mungkin.
Perangkap Kuning (Yellow Trap)
Perangkap kuning yellow trap yaitu bahan berupa teriplek dengan ukuran
30 cm x 30 cm yang diberi kertas berwarna kuning yang telah diberi perekat
secara merata pada permukaan kertas tersebut. Kemudian dibuat penegak triplek
dengan menggunakan kayu sesuai dengan ketinggian tajuk tanaman.
Perangkap kuning diletakkan dilahan pertanaman jambu air dan jambu bji
masing-masing sebanyak 5 buah secara diagonal. Kemudian perangkap dibiarkan
selama 3 hari dalam 1 minggu dan di ulang sebanyak 5 kali pemasangan.
Perangkap Jaring (Sweep Net)
Perangkap jaring (sweep net) terbuat dari bahan ringan dan kuat seperti
kain kasa, mudah diayunkan dan serangga yang tertangkap mudah terlihat.
Pengambilan sampel dilakukan dengan 10x pengayunan secara diagonal pada
setiap lahan pertanaman. Serangga yang tertangkap kemudian dikumpulkan dan
dipisahkan lalu dimasukkan kedalam botol sampel untuk diidentifikasi.
Penangkapan serangga dilakukan pada pagi pukul 07.00 - 09.00 atau sore hari
pukul 17.00 - 18.00 penangkapan dilakukan sekali dalam seminggu, dengan
waktu pengamatan sebanyak 5x pemantauan.
Mengambil Serangga Secara Langsung (Handpicking)
Handpicking dilakukan pada pada masing-masing tanaman sampel yang
dipilih secara diagonal yaitu dengan mengutip atau mengambil serangga yang
terdapat pada tanaman sampel secara langsung. Serangga yang diperoleh
dikumpulkan,

dihitung,

dan

dimasukkan

kedalam

botol

kocok

untuk

Universitas Sumatera Utara

21

diidentifikasi. Penangkapan serangga dilakukan sekali dalam seminggu dengan
waktu pengamatan sebanyak 5x pemantauan.
Identifikasi Serangga
Serangga yang tertangkap dari lapangan bila dikenali dapat diindentifikasi
secara langsung, sedangkan serangga yang belum dikenal dapat diidentifikasi di
Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas
Sumatera Utara. Identifikasi dilaksanakan maksimal pada tingkat family.
Peubah Amatan
A. Nilai

Frekuensi Mutlak, Frekuensi Relatif, Kerapatan Mutlak, dan

Kerapatan Relatif pada setiap pengamatan.
Setelah diketahui berapa populasi serangga yang tertangkap dan setelah
semuanya diidentifikasi maka dapat dihitung nilai FM, FR, KM, KR dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
Kerapatan Mutlak (KM) Suatu Jenis Serangga
Kerapatan mutlak menunjukkan jumlah serangga yang ditemukan pada
habitat yang dinyatakan secara mutlak.
Kerapatan Relatif (KR) Suatu Jenis Serangga
Kerapatan relatif dihitung dengan rumus menurut (Suin, 2002) sebagai
berikut:
KR =

KR =

x 100%

X 100%

Universitas Sumatera Utara

22

Frekuensi Mutlak (FM) Suatu jenis Serangga
Frekuensi mutlak menunjukan jumlah individu serangga tertentu yang
ditemukan pada habitat yang dinyatakan secara mutlak menurut (Suin, 2002)
Frekuensi Relatif (FR) Suatu Jenis Serangga
Frekuensi relatif menunjukan kesering hadiran suatu serangga pada habitat
dan dapat menggambarkan penyebaran jenis serangga tersebut dan dihitung
dengan rumus menurut (Suin, 2002) sebagai berikut:
FR =

X 100 %

FR =

X 100%

Nilai Indeks Keanekaragaman Serangga
H' = -∑ pi In pi

pi

Dimana :
Pi = Perbandingan Jumlah Individu suatu jenis keseluruhan jenis
Ni = ni/N
Ni : Jumlah individu jenis ke-i
N = Jumlah total individu semua jenis
Dengan Kriteria Indeks Keragaman sebagai berikut
Keragaman jenis rendah bila H = < 1 (kondisi lingkungan tidak stabil)

Universitas Sumatera Utara

23

Keragaman Jenis sedang bila H = 1-3 (kondisi lingkungan sedang )
Keragaman jenis tinggi bila H = > 3 (kondisi lingkungan stabil)
B. Persentase Serangan Hama Lalat Buah (Bactrocera sp.)
Persentase serangan lalat buah di hitung berdasarkan buah jambu yang
terserang pada tanaman sampel yang telah ditentukan dengan menggunakan
metode porposive random sampling kemudian dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:

Dimana:
P = Persentase serangan pada setiap tanaman sampel
a = Jumlah buah yang terserang pada setiap tanaman sampel
b = Jumlah buah keseluruhan pada setiap tanaman sampel
(Baharuddin &Kurniati, 2004).

Universitas Sumatera Utara

24

HASIL DAN PEMBAHASAN
Jumlah dan Jenis Serangga yang Tertangkap
Pengamatan terhadap jumlah dan jenis serangga yang terdapat pada tanaman
jambu biji tersedia pada Tabel 1.

Ordo

Diptera

Hymenoptera

Lepidoptera

Coleoptera

Family
Bombilidae
Chaliopolidae
Dolichopalidae
Ephydridae
Lucilinae
Muscidae
Myceptophilidae
Neridae
Sarcophagidae
Stratyomidae
Syrpidae
Tachinidae
Tephritidae
Tipulidae
Braconidae
Eurytomidae
Formicidae
Gasteruptidae
Halictidae
Ichneumonidae
Pompilidae
Sphecidae
Tiphidae
Vespidae
Hesperidae
Megalopygidae
Noctuidae
Nympalidae
Papilionidae
Buprestidae
Cerambycidae
Chrysomelidae
Coccinelidae

I
62
29
19
32
21
92
15
0
0
0
72
0
28
25
42
7
18
0
63
19
5
1
4
3
8
0
11
26

Jambu biji
II III IV V Total I
72 92 82 76 384 67
52 92 38 70 281
30
32 22 28 43 144
12 19 14 22
99
38 57 27 62 205 27
27
112 103 87 125 519
18 28 12 32 105 15
15 32 7 23
77
4 0 6
9
19
21 32 26 41 120 17
43 65 92 93 365 38
0 0 0
7
42
7
57
31 22 27 31 139
37 41 35 56 194 0
39 64 51 58 254
2 11 8 14
42
27 16 21 28 110 12
0 10 7 15
32
43 29 49 52 236
13
32 27 26 28 132 10
1 0 2
0
0
8
0 2 1
1
2
5
2
1 0 3
5
3
13
2 0 1
4
3
10
36 31 33 38 166
0 3 0
2
5
0 4 7
9
31
17 21 25 23 112 16

Jambu Air
II III IV V Total
103 98 79 96 443
34 28 37 39 168

32 26 30 34 149
29 31 33 42 162
11 21 17 22

86

12
42
37
21

22
32
55
31

19
52
24
33

22 92
57 221
39 197
38 180

7

12

9

11

39

18 21 28 20

99

0
11
1
0
0
0
1

10 15
0 7
0 2
0 0
3 2
1 0
0 0

45
32
3
3
7
4
5

8

60

7
4
0
1
0
0
1

10 12

14

Universitas Sumatera Utara

25

Curculinidae
Tysanoptera
Phaleothriptidae
Blatodea
Blatellidae
Mantodea
Mantidae
Acrididae
Gryllidae
Orthoptera
Tettigonidae
Libellulidae
Coenagrionidae
Odonata
Ghomphidae
Dictyoparidae
Pentatomidae
Rhyparochmidae
Hemiptera
Coreidae
Alydidae
Homoptera
Cicadellidae
Total

4 0 7 8
21 18 17 20
64 37 59 42
0 0 2 1
18 7 13 14
24 19 17 22
5 0 2 6
1 2 1 4

6
16
58
1
21
27
4
2

25
92
260
4
73
109
17
10

0
7
4
2

1
13
10
2

7
46
47
7

1
8
9
0

3 2
12 6
11 13
0 3

3 0 6 1 2 12
44 38 28 37 29 176
9 15 13 17 21 75
2
0

3
1

0
0

0
2

1
0

6
3

1
2

0
1

2
0

3
0

2
1

8
4

9 13 19 12 23
15 21 26 18 13

76
93

2
4

6
42

0
12

0
9

1
7

3
10

7 4 2 8
5
26
779 792 969 864 1133 4537 472 473 505 481 565 2496

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa serangga yang tertangkap pada
jambu biji sebanyak 11 ordo yang terdiri dari 41 famili dengan jumlah populasi
sebesar 4537 ekor. Sementara pada lahan jambu air serangga yang tertangkap
pada jambu air sebanyak 9 ordo yang terdiri dari 30 famili dengan jumlah
populasi sebesar 2496 ekor. Populasi serangga pada lahan jambu biji lebih banyak
dibandingkan dengan jumlah serangga pada jambu air. Perbedaan jumlah populasi
ini diduga karena pada lahan jambu air menggunakan polybag/pot sebagai wadah
media tanamnya. Sehingga tidak terdapatnya atau jarang tumbuhan lain seperti
rumput-rumputan disekitar pertanaman jambu air. Menurut literatur Suana and
Haryanto (2007) Keberadaan vegetasi mempengaruhi jumlah serangga yang
terdapat pada suatu ekosistem vegetasi yang tumbuh di lahan pinggir dapat
berfungsi sebagai penampung artropoda predator dan dapat menyediakan relung
yang sesuai bagi kehidupannya. Dengan demikian, mempertahankan vegetasi
yang tumbuh di lahan pinggir berupa semak-semak, padang ilalang (rerumputan)

Universitas Sumatera Utara

26

dan gulma berdaun lebar dapat menguntungkan dalam pelestarian serangga
predator.
Ordo serangga yang mendominasi pada pertanaman jambu biji dan jambu
air adalah ordo diptera. Pada lahan jambu biji terdapat 12 famili yang terdiri atas
2325 ekor, dan lahan jambu air sebanyak 8 famili yang terdiri atas 1518 ekor.
Melimpahnya populasi Diptera ini disebabkan karena ordo Diptera memiliki daya
hidup yang tinggi dan memiliki jenis makanan yang luas dibandingkan dengan
ordo-ordo lainnya hal ini sesuai dengan Borror et al. (1996) dalam Tofani (2008)
yang menyatakan kebanyakan Diptera makan berbagai tumbuhan atau cairan
cairan hewan, seperti nektar, cairan tumbuhan dan darah. Cara makan dan hidup
dari masing-masing jenis ini sesuai dengan kondisi lingkungan yang ada pada
habitat. Selain itu tingginya jumlah famili ordo Diptera diduga karena lingkungan
yang mendukung untuk ordo Diptera untuk berkembang selain itu tanaman jambu
memiliki daya tarik serangga Diptera untuk datang.
Hasil pengamatan menunjukkan famili yang paling banyak terdapat pada
tanaman jambu biji adalah famili Neriidae yang memiliki populasi sebanyak 519
ekor dan terendah adalah famili Mantodea yang memiliki populasi sebanyak 4
ekor, sementara famili yang paling banyak terdapat pada pertanaman jambu air
adalah famili Bombillidae yang memiliki populasi sebanyak 443 ekor dan
terendah adalah famili Hesperidae dan Megalopygidae (Lepidoptera) dan famili
Tettigonidae (Orthoptera) dengan populasi sebanyak 3 ekor.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa famili Tephritidae menempati
urutan kedua dalam jumlah penangkapan serangga pada lahan jambu biji maupun
pada lahan jambu air. Spesies paling sering dijumpai dalam famili ini adalah lalat

Universitas Sumatera Utara

27

buah. Lalat buah merupakan hama utama dalam pertanaman hortikultura
khususnya komoditi yang menghasilkan buah. Lalat buah terkenal menyerang
buah tanaman dengan meletakkan telurnya ke dalam buah yang dapat
menyebabkan kerusakan yang parah. Selain itu akibat tusukan dari alat ovipositor
dari serangga ini dapat menyebabkan buah mengalami cacat berbentuk bintikbintik yang mengurangi nilai estetika dari buah tersebut. Menurut Siwi and
Purnama (2004) buah yang terserang mudah dikenal dengan perubahan warna
kulit di sekitar tanda sengatan. larva yang berwarna putih kekuning-kuningan
menggali lubang di dalam buah dan sering diikuti masuknya jamur atau bakteri
sehingga terjadi pembusukan buah dengan cepat.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa famili

yang tertangkap pada

jambu biji dan jambu air memiliki susunan dan jumlah famili yang berbeda.
Terdapat beberapa famili yang ditemukan di jambu biji tidak terdapat di jambu
air maupun sebaliknya. Pada jambu biji tidak terdapat famili dolichopodidae,
mycetophilidae, braconidae, tiphidae, noctuidae, coenagrionidae, coreidae dan
alydidae sementara pada jambu air chalipalidae, ephydridae, lucillidae, neriidae,
stratomidae, syrphidae, eurytomidae, gasteruptidae, halictidae, pompilidae,
sphecidae, buprestidae, cerambycidae,chrysomelidae, mantidae, tettigonidae,
Ghomphidae, Rhyparochimidae. Hal ini diduga karena adanya Perbedaan bentuk
tegakan yang mempengaruhi faktor lingkungan dan fisik seperti intensitas cahaya,
suhu, dan kelembapan yang dapat mempengaruhi fisik dan biologi serangga. Hal
ini sesuai literatur Haneda et al (2013)

Keanekaragaman dan kelimpahan

serangga secara umum akan ditentukan pula oleh faktor lingkungan. Setiap jenis

Universitas Sumatera Utara

28

serangga mempunyai kesesuaian terhadap lingkungan tertentu. Oleh karena itu,
faktor fisik lingkungan sangat mempengaruhi.
Nilai Kerapatan Mutlak, Kerapatan Relatif, Frekuensi Mutlak, Frekuensi
Relatif Pada Tanaman Jambu Biji dan Jambu air
Nilai kerapatan mutlak, kerapatan relatif, frekuensi mutlak, frekuensi relatif pada
masing-masing famili serangga tersedia pada Tabel 2.

Ordo

Family

Bombilidae
Chaliopolidae
Dolichopalidae
Ephydridae
Lucilinae
Muscidae
Myceptophilidae
Diptera
Neridae
Sarcophagidae
Stratyomidae
Syrpidae
Tachinidae
Tephritidae
Tipulidae
Braconidae
Eurytomidae
Formicidae
Gasteruptidae
Halictidae
Hymenoptera
Ichneumonidae
Pompilidae
Sphecidae
Tiphidae
Vespidae
Hesperidae
Megalopygidae
Lepidoptera
Noctuidae
Nympalidae

KM
384
281
0
144
99
205
0
519
105
77
19
120
365
7
0
139
194
254
42
110
32
236
0
132
8
5
0
13

Jambu Biji
KR
FM
8,464
5
6,194
5
0,000
3,174
5
2,182
5
4,518
5
0,000
11,439 5
2,314
5
1,697
4
0,419
3
2,645
4
8,045
5
0,154
1
0,000
3,064
5
4,276
5
5,598
5
0,926
5
2,425
5
0,705
3
5,202
5
0,000
2,909
5
0,176
3
0,110
4
0,000
0,287
4

FR
0,028
0,028
0,000
0,028
0,028
0,028
0,000
0,028
0,028
0,022
0,017
0,022
0,028
0,006
0,000
0,028
0,028
0,028
0,028
0,028
0,017
0,028
0,000
0,028
0,017
0,022
0,000
0,022

KM
443
0
168
0
0
149
162
0
86
0
0
92
221
197
180
0
39
0
0
99
0
0
45
32
3
3
7
4

Jambu Air
KR
FM
17,748 5
0,000
6,731
5
0,000
0,000
5,970
5
6,490
5
0,000
3,446
5
0,000
0,000
3,686
5
8,854
5
7,893
5
7,212
5
0,000
1,563
4
0,000
0,000
3,966
5
0,000
0,000
1,803
4
1,282
4
0,120
2
0,120
2
0,280
3
0,160
2

FR
0,041
0,000
0,041
0,000
0,000
0,041
0,041
0,000
0,041
0,000
0,000
0,041
0,041
0,041
0,041
0,000
0,033
0,000
0,000
0,041
0,000
0,000
0,033
0,033
0,016
0,016
0,024
0,016

Universitas Sumatera Utara

29

Coleoptera

Tysanoptera
Blatodea
Mantodea
Orthoptera

Odonata

Hemiptera

Homoptera

Papilionidae
Buprestidae
Cerambycidae
Chrysomelidae
Coccinelidae
Curculinidae
Phaleothriptidae
Blatellidae
Mantidae
Acrididae
Gryllidae
Tettigonidae
Libellulidae
Coenagrionidae
Ghomphidae
Dictyoparidae
Pentatomidae
Rhyparochmidae
Coreidae
Alydidae
Cicadellidae

10
166
5
31
112
25
92
260
4
73
109
17
10
0
7
46
47
7
0
0
26
4537

0,220
3,659
0,110
0,683
2,469
0,551
2,028
5,731
0,088
1,609
2,402
0,375
0,220
0,000
0,154
1,014
1,036
0,154
0,000
0,000
0,573
100

4
5
2
4
5
4
5
5
3
5
5
4
5
4
5
5
3

5
179

0,022
5
0,200
0.028
0
0,000
0,011
0
0,000
0,022
0
0,000
0,028 60
2,404
0,022 12
0,481
0,028 176 7,051
0,028 75
3,005
0,017
0
0,000
0,028
6
0,240
0,028
3
0,120
0,022
0
0,000
0,028
8
0,321
0,000
4
0,160
0,022
0
0,000
0,028 76
3,045
0,028 93
3,726
0,017
0
0,000
0,000
6
0,240
0,000 42
1,683
0,028
0
0,000
1
2496
100

3

5
4
5
5
3
2
4
3
5
5
3
5
123

0,024
0,000
0,000
0,000
0,041
0,033
0,041
0,041
0,000
0,024
0,016
0,000
0,033
0,024
0,000
0,041
0,041
0,000
0,024
0,041
0,000
1

Dari hasil pengamatan nilai kerapatan mutlak dan kerapatan relatif tertinggi
pada tanaman jambu biji terdapat pada famili Neriidae dengan nilai KM = 519
dan KR = 11,43% sedangkan yang terendah pada famili Mantidae dengan nilai
KM = 4 dan KR = 0,08%. Sementara pada tanaman jambu air terdapat pada famili
Bombilidae dengan nilai KM = 443 dan KR = 17,75% sedangkan yang terendah
pada famili Tettigonidae, Hesperidae, Megalopygidae dengan nilai KM = 3 dan
KR = 0,12%. Nilai KM dan KR menunjukkan tinggi rendahnya suatu populasi
pada jumlah total spesies yang tertangkap pada setiap pengamatan.
Dari hasil pengamatan nilai frekuensi mutlak dan frekuensi relatif terendah
pada tanaman jambu biji terdapat pada famili Tipullidae dengan nilai FM = 1 dan
FR = 0,56 %. Sedangkan pada tanaman jambu air terdapat pada famili

Universitas Sumatera Utara

30

Tettigonidae, Nympalidae, Hesperidae, Megalopygidae dengan nilai FM = 2 dan
FR = 1,63 %. Tingginya nilai FM dan FR menunjukkan kesering hadiran dan
penyebaran suatu serangga pada habitat tertentu.
Pada tanaman jambu biji terdapat 23 famili dengan nilai FR tertinggi yaitu
0,028 sedangkan pada jambu air terdapat 15 famili dengan nilai FR tertinggi yaitu
0,041. Perbedaan nilai ini disebabkan adanya total frekuensi serangga yang
berbeda pada setiap pengamatan. Hal ini didukung oleh Odum (1998) yang
menyatakan semakin banyak jumlah jenis dan semakin kompleks interaksi
diantara jenis maka stabilitas komunitas akan dapat terbentuk dan sebaliknya
semakin rendah jumlah jenis dan semakin kurang kompleks interaksi diantara
jenis maka stabilitas komunitas akan sulit terbentuk.
Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga
Nilai indeks keanekaragaman jenis serangga pada jambu biji dapat dilihat pada
Tabel 3.
Ordo

Diptera

Hymenoptera

Family
Bombilidae
Chaliopolidae
Dolichopalidae
Ephydridae
Lucilinae
Muscidae
Myceptophilidae
Neridae
Sarcophagidae
Stratyomidae
Syrpidae
Tachinidae
Tephritidae
Tipulidae
Braconidae

jambu biji
0,08
0,06
0,00
0,03
0,02
0,05
0,00
0,11
0,02
0,02
0,00
0,03
0,08
0,00
0,00

-2,47
-2,78
-3,45
-3,82
-3,10
-2,17
-3,77
-4,08
-5,48
-3,63
-2,52
-6,47

jambu Air
-0,21
-0,17
0,00
-0,11
-0,08
-0,14
0,00
-0,25
-0,09
-0,07
-0,02
-0,10
-0,20
-0,01
0,00

0,18
0,00
0,07
0,00
0,00
0,06
0,06
0,00
0,03
0,00
0,00
0,04
0,09
0,08
0,07

-1,73
-2,70

-2,82
-2,73
-3,37

-3,30
-2,42
-2,54
-2,63

-0,31
0,00
-0,18
0,00
0,00
-0,17
-0,18
0,00
-0,12
0,00
0,00
-0,12
-0,21
-0,20
-0,19

Universitas Sumatera Utara

31

Lepidoptera

Coleoptera

Tysanoptera
Blatodea
Mantodea
Orthoptera

Odonata

Hemiptera

Homoptera

Eurytomidae
0,03
Formicidae
0,04
Gasteruptidae
0,06
Halictidae
0,01
Ichneumonidae
0,02
Pompilidae
0,01
Sphecidae
0,05
Tiphidae
0,00
Vespidae
0,03
Hesperidae
0,00
Megalopygidae
0,00
Noctuidae
0,00
Nympalidae
0,00
Papilionidae
0,00
Buprestidae
0,04
Cerambycidae
0,00
Chrysomelidae
0,01
Coccinelidae
0,02
Curculinidae
0,01
Phaleothriptidae 0,02
Blatellidae
0,06
Mantidae
0,00
Acrididae
0,02
Gryllidae
0,02
Tettigonidae
0,00
Libellulidae
0,00
Coenagrionidae
0,00
Ghomphidae
0,00
Dictyoparidae
0,01
Pentatomidae
0,01
Rhyparochmidae 0,00
Coreidae
0,00
Alydidae
0,00
Cicadellidae
0,01
1

-3,49
-3,15
-2,88
-4,68
-3,72
-4,95
-2,96
-3,54
-6,34
-6,81
-5,86
-6,12
-3,31
-6,81
-4,99
-3,70
-5,20
-3,90
-2,86
-7,03
-4,13
-3,73
-5,59
-6,12
-6,47
-4,59
-4,57
-6,47

-5,16
-182,9

-0,11
-0,13
-0,16
-0,04
-0,09
-0,03
-0,15
0,00
-0,10
-0,01
-0,01
0,00
-0,02
-0,01
-0,12
-0,01
-0,03
-0,09
-0,03
-0,08
-0,16
-0,01
-0,07
-0,09
-0,02
-0,01
0,00
-0,01
-0,05
-0,05
-0,01
0,00
0,00
-0,03
3,193

0,00
0,02
0,00
0,00
0,04
0,00
0,00
0,02
0,01
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,02
0,00
0,07
0,03
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,03
0,04
0,00
0,00
0,02
0,00
1

-4,16

-3,23

-4,02
-4,36
-6,72
-6,72
-5,88
-6,44
-6,21

-3,73
-5,34
-2,65
-3,50
-6,03
-6,72
-5,74
-6,44
-3,49
-3,29
-6,03
-4,08
-129

0,00
-0,06
0,00
0,00
-0,13
0,00
0,00
-0,07
-0,06
-0,01
-0,01
-0,02
-0,01
-0,01
0,00
0,00
0,00
-0,09
-0,03
-0,19
-0,11
0,00
-0,01
-0,01
0,00
-0,02
-0,01
0,00
-0,11
-0,12
0,00
-0,01
-0,07
0,00
2,8243

Dari Tabel 3. Diketahui bahwa nilai indeks keanekaragaman pada tanaman
jambu biji adalah H’ = 3,193 dimana nilai keragaman jenis masuk dalam kategori
tinggi sedangkan pada jambu air adalah H’= 2,824 yang termasuk dalam kategori

Universitas Sumatera Utara

32

sedang. Menurut Michael (1996) bila H’ 1-3 berarti keanekaragaman serangga
yaitu mengarah hampir baik dimana keberadaan hama dan musuh alami hampir
seimbang.
Dari hasil pengamatan keanekaragaman serangga pada tanaman jambu biji
tinggi hal ini disebabkan didalam pertanaman jambu biji terdapat tanaman lain
seperti gulma atau tanaman yang tumbuh tanpa sengaja, sehingga agroekosistem
semakin heterogen. Semakin heterogen suatu lingkungan akan menyebabkan
keberagaman serangga yang tinggi. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh
Krebs (1978) yang menyatakan tentang heterogenitas ruang. Semakin heterogen
suatu lingkungan fisik semakin komples flora dan fauna disuatu tempat tersebar
dan semakin tinggi keragaman jenisnya.
Diversitas seranggga yang diperoleh berdasarkan indeks Shanon-Wiener
menunjukkan nilai (H'=3,193). Indeks Shanon- Wiener dengan kisaran tersebut
menunjukkan bahwa kestabilan lingkungan pada komunitas areal pertanaman
jambu biji memiliki kestabilan yang cenderung tinggi, sehingga dalam lingkungan
tersebut terjadi interaksi antar spesies kompleks. Hal ini juga didukung oleh
Soegianto

(1994),

suatu

komunitas

dapat

dikatakan

mempunyai

nilai

keanekaragaman jenis yang tinggi jika pada komunitas tersebut terdapat jenis
spesies dengan tingkat kelimpahan jumlah spesies yang seimbang atau hampir
sama. Namun jika pada suatu komunitas terdapat banyak spesies dan terdapat
beberapa spesies saja yang dominan, maka nilai keanekaragaman jenis akan
menurun. Keanekaragaman jenis akan berubah dan berbeda seiring berjalannya
waktu dan terjadi alih fungsi dari tempat tersebut.

Universitas Sumatera Utara

33

Status Fungsi Serangga
Status fungsi serangga yang tertangkap sebagai hama, predator dan
parasitoid menurut Aryoudi (2015) dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Klasifikasi status fungsi serangga hama, predator dan parasitoid
pada tanaman Jambu Biji dan Jambu Air
Ordo

Family

Bombilidae
Chaliopolidae
Dolichopalidae
Ephydridae
Lucilinae
Muscidae
Myceptophilidae
Diptera
Neridae
Sarcophagidae
Stratyomidae
Syrpidae
Tachinidae
Tephritidae
Tipulidae
Braconidae
Eurytomidae
Formicidae
Gasteruptidae
Halictidae
Hymenoptera
Ichneumonidae
Pompilidae
Sphecidae
Tiphidae
Vespidae
Hesperidae
Megalopygidae
Noctuidae
Lepidoptera
Nympalidae
Papilionidae
Buprestidae
Coleoptera Cerambycidae
Chrysomelidae

Status Serangga
Hama Parasitoid Predator Polinator Dekomposer
Parasitoid
Hama
Predator

Hama
Hama
Predator

Hama
Hama
Hama
Hama
Polinator
Parasitoid
Hama
Dekomposer

Parasitoid
Parasitoid
Predator

Polinator
Polinator
Parasitoid
Parasitoid
Parasitoid
Parasitoid

Predator
Predator

Hama

Hama
Hama
Hama

Polinator
Polinator
Polinator
Polinator
Polinator
Dekomposer

Universitas Sumatera Utara

34

Coccinelidae
Curculinidae
Tysanoptera Phaleothriptidae
Blatodea Blatellidae
Mantodea Mantidae
Acrididae
Gryllidae
Orthoptera
Tettigonidae
Libellulidae
Coenagrionidae
Odonata
Ghomphidae
Dictyoparidae
Pentatomidae
Rhyparochmidae
Hemiptera
Coreidae
Alydidae
Homoptera Cicadellidae

Predator

Hama
Hama
Hama

Dekomposer
Predator

Hama
Hama
Hama
Predator
Predator
Predator

Hama
Hama
Hama
Hama
Hama
Hama

Aktivitas keberadaan serangga di alam dipengaruhi oleh kondisi lingkungan
tersebut. Serangga beraktivitas pada kondisi lingkungan yang optimal, sedangkan
kondisi yang kurang optimal di alam menyebabkan aktivitas serangga menjadi
rendah. Keberadaan serangga herbivora diimbangi dengan jumlah musuh alami
serangga herbivora yaitu predator dan parasitoid yang menunjukkan titik puncak
ketika kelompok herbivora mengalami jumlah tertinggi dalam sekali penangkapan
Distribusi serangga predator yang merupakan musuh alami dari serangga
herbivora pada setiap pengambilan sampel yaitu famili Formicidae mengalami
kenaikan pada setiap pengambilan sampel. Kelompok predator tersebut sangat
penting keberadaanya terhadap musuh alami serangga herbivora dalam
lingkungan. Formicidae merupakan serangga eusosial, namun terdapat jenis yang
parasitic atau hidup sebagai serangga yang bersifat parasit. Habitat Formicidae
dapat ditemukan bersarang di dalam rongga-rongga pada suatu tanaman, lubang
suatu kayu hingga di dalam tanah.

Universitas Sumatera Utara

35

Dari tabel diatas diketahui bahwa setiap famili memiliki peranan berbeda
berdasarkan statusnya. Setiap famili memiliki fungsional tersendiri di dalam suatu
agroekosistem. Jumlah famili dengan status hama memiliki jumlah tertinggi
dibanding predator dan parasitoid. Hal ini dikarenakan pertanaman monokultur
sehingga kelimpahan serangga rendah.

Tinggi atau rendahnya status hama,

predator dan parasitoid tergantung pada kelimahan serangga

disekitar

agroekosistem tersebut Banyak hal yang mempengaruhi perbedaan kelimpahan
dan jenis serangga yang ditemukan, menurut Altieri and Nicholls (2004)
biodiversitas di agroekosistem tergantung dari empat karakteristik: diversitas
vegetasi di sekitar agroekosistem, diversitas tanaman budidaya di agroekosistem,
intensitas manajemen lahan, dan isolasi agroekosistem dari vegetasi alami.
Dari tabel diatas serangga fitofagus yang ditemukan ialah Ordo
Homoptera, Hemiptera, Lepidoptera, Orthoptera, Diptera, dan Coleoptera.
Keberadaan gulma yang berada disekitar pertanaman turut mendukung
keberadaan serangga. Letak pertanaman jambu air yang dekat dengan areal
persawahan menjadi faktor adanya keberadaan serangga yang umum ditemukan
sebagai hama pada persawahan. Beberapa famili yang umum ditemukan di lahan
persawahan yang berperan sebagai serangga hama di antaranya ialah, Alydidae
dan Pyralidae. Kepik cokelat (Riptorthus linearis ) famili Alydidae dan kepik
hijau (Nezara viridula) famili pentatomidae (Ordo Hemiptera) ditemukan di
lahan persawahan. Serangga ini merupakan serangga hama terpenting

pada

tanaman kedelai (Kalshoven, 1981).
Pada table diatas status fungsi hama jenis Serangga karnivora atau musuh
alami yang terdiri atas predator dan parasitoid umumnya dari Ordo Hymenoptera,

Universitas Sumatera Utara

36

Coleoptera, dan Diptera. Dari seluruh serangga yang diperoleh, serangga musuh
alami tercatat cukup banyak. Ordo Hymenoptera paling mendominasi jenis
serangga ini yaitu sebagai parasitoid, di samping musuh alami yang lain dari Ordo
Diptera, Coleoptera, Hemiptera, dan Odonata. Sebagian besar Hymenoptera yang
diperoleh merupakan parasitoid. Pada famili Ichneumonidae, Braconidae, dan
Chalcididae yang merupakan parasitoid larva (Shepard et al., 1991).
Keberadaan parasitoid seperti ordo hymenoptera dan beberapa famili
diptera juga merupakan salah satu hambatan bagi serangga perusak dalam
berkembang biak. Pada pertanaman jambu biji jumlah hymenoptera lebih banyak
dibbandingkan dengan jambu air. Perbedaan jumlah ini disebabkan karena adanya
pemakaian pestisida yang tidak sesuai aturan sehingga serangga parasitoid
mengalami penurunan karena tidak adanya mangsa dan terbunuh akibat racun
pestisida tersebut.
Ordo Coccinellidae merupakan salah satu predator yang potensial, bersifat
generalis, memiliki kemampuan beradaptasi diberbagai agroekosistem dan
kemampuan memangsa yang cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari selang
kehadiran kumbang ini yang selalu ada disetiap kali pengamatan pada kedua jenis
pertanaman.
Tingginya jumlah hama pada pertanaman jambu air menunjukkan
kegagalan musuh alami dalam menurunkan jumlah populasi serangga hama yang
umumnya bersifat herbivora. Kegagalan diduga karena pada lahan jambu air
petani menggunakan pestisida tidak sesuai dengan aturan. Menurut Marwoto
(1992) dalam upaya untuk mengendalikan hama, petani sekarang masih bertumpu
pada insektisida, karena cara-cara yang lain seperti penggunaan varietas tahan dan

Universitas Sumatera Utara

37

musuh alami belum banyak digunakan. Pengendalian hama menggunakan
insektisida sudah biasa di lakukan, tetapi kegagalan dalam menanggulangi hama
masih sering terjadi. Penggunaan insektisida tanpa didasari pengetahuan
bioekologi hama dan teknik aplikasi yang benar mengakibatkan tidak tercapainya
tujuan pengendalian, bahkan dapat menyebabkan terjadinya kasus resistensi dan
resurjensi.

Universitas Sumatera Utara

38

Persentase Serangan Lalat Buah
Tabel 5. Persentase serangan lalat buah pada tanaman jambu air

No
Jumlah Pengamatan
sampel buah
di Lapangan
1
19
3
2
23
5
3
7
0
4
17
2
5
28
3
6
30
7
7
39
3
8
21
1
9
32
9
10
15
4
11
24
8
12
16
0
13
18
2
Rata-rata

% K0
15,8
21,7
0,0
11,8
10,7
23,3
7,7
4,8
28,1
26,7
33,3
0,0
11,1
15,0

Pengamatan di
Laboratorium
11
19
6
13
17
23
22
7
16
9
13
12
10

%KT
57,9
82,6
85,7
76,5
60,7
76,7
56,4
33,3
50,0
60,0
54,2
75,0
55,6
63,4

Grafik 1. Pengamatan Serangan Lalat Buah

Universitas Sumatera Utara

39

Dari Tabel 5. diketahui bahwa pengamatan persentase serangan pada saat
di lapangan lebih kecil dibandingkan dengan pengamatan persentase serangan di
laboratorium. Hal ini diduga karena lalat buah menginfestasikan telur didalam
buah, sehingga saat pengamatan dilapangan dampak gejala serangan tidak terlalu
tampak. Saat dilaboratorium larva berkembang dengan memakan bagian dalam
buah. Selain itu kotoran larva yang terdapat didalam buah mengundang bakteri
untuk datang dan menyebabkan pembusukan yang menyebabkan perubahan
warna menjadi kecoklatan.
Dari Tabel 5 dan grafik1 diketahui bahwa persentase serangan pada waktu
pengamatan di lapangan persentase serangan terbesar terdapat pada sampel 11
dengan nilai sebesar 33,3 % dengan buah terserang sebanyak 8 buah sementara
serangan terendah terdapat pada sampel 3, 4, dan 12 dengan nilai sebesar 0 %,
Pada grafik serangan lalat buah pengamatan di laboratorium diketahui
bahwa persentase buah terserang tertinggi berada pada sampel 3 dengan nilai
85.7 % dan terendah terdapat pada sampel 8 dengan nilai 33.3 %. Perbedaan
tingkat serangan antara pengamatan dilapangan dengan di laboratorium jauh
berbeda hal yang sama ditemukan juga pada jambu biji hal ini diduga karena pada
pengamatan dilapangan buah yang diamati belum semuanya matang namun
setelah dibawa ke laboratorium buah mengalami proses pemasakan yang
menimbulkan aroma dan warna buah yang berubah sehingga lalat buah tertarik .
Aroma yang disebabkan oleh senyawa volatil yang dikeluarkan oleh buah yang
masak. Hal ini sesuai dengan literatur

Menurut Allwood (1996) lalat buah

mencari makan dan tempat untuk beroviposisi dimulai dengan penempatan
sebuah habitat dengan menggunakan isyarat penciuman dan penglihatan.

Universitas Sumatera Utara

40

Komponen volatil pada buah yang matang merupakan rangsangan yang
mengundang imago lalat buah untuk mendekat ke tanaman inang. Lalat buah
berhenti dekat sumber aroma buah, kemudian hinggap lebih lama pada buah
tersebut dan melakukan kopulasi dan juga beroviposisi. Peletakan telur
dipengaruhi oleh bentuk, warna, dan tekstur buah.
Tabel 6. Persentase serangan lalat buah pada tanaman jambu biji
No
sampel
1
2
3
4
5
6

jumlah
buah
146
155
123
151
115
138
Rata-rata

Pengamatan
di Lapangan
29
18
17
16
10
17

% K0
19.9
11.6
13.8
10.6
8.7
12.3
12.8

Pengamatan di
Laboratorium
97
102
105
132
88
112

%KT
66.4
65.8
85.4
87.4
76.5
81.2
77.1

Gambar 2. Pengamatan Serangan Lalat Buah

Universitas Sumatera Utara

41

Dari tabel 6 diketahui bahwa persentase serangan pada waktu pengamatan
di lapangan tertinggi terdapat pada sampel 1 dengan nilai sebesar 19.9 %
sementara serangan terendah terdapat pada sampel 5 dengan nilai sebesar 8.7%.
persentase serangan pada jambu air di lapangan lebih tinggi dibandingkan dengan
pengamatan dilapangan pada jambu biji hal ini di duga karena tekstur buah jambu
air yang lebih lunak dibandingkan dengan jambu biji. Sehingga lalat buah lebih
menyukai bertelur di jambu air dibandingkan jambu biji hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Riski (2015) yang menunjukkan imago lalat paling
menyukai buah anggur sebagai media peletakkan telur tidak berbeda nyata dengan
buah jambu biji, jambu kristal dan pepaya dengan tingkat preferensi berkisar
antara 17.42 - 25.10% yang berjumlah 22.6-32.8 butir/imago/5 hari, yang
kemudian diikuti buah belimbing 12.97% dengan jumlah 17 butir/imago/5 hari.
Pada Gambar 2. serangan lalat buah pengamatan di laboratorium diketahui
bahwa persentase buah terserang tertinggi berada pada sampel 4 dengan nilai
87.4 % dan terendah terdapat pada sampel 2 dengan 65.8 %. Perbedaan tingkat
serangan antara pengamatan dilapangan dengan di laboratorium jauh berbeda hal
yang sama ditemukan juga pada jambu biji hal ini diduga karena pada
pengamatan dilapangan buah yang diamati belum semuanya matang namun
setelah dibawa ke laboratorium buah mengalami proses pemasakan yang
menimbulkan aroma dan warna buah yang berubah sehingga lalat buah tertarik .
Aroma yang disebabkan oleh senyawa volatil yang dikeluarkan oleh buah yang
masak. Hal ini sesuai dengan literatur

Menurut Allwood (1996) lalat buah

mencari makan dan tempat untuk beroviposisi dimulai dengan penempatan
sebuah habitat dengan menggunakan isyarat penciuman dan penglihatan.

Universitas Sumatera Utara

42

Komponen volatil pada buah yang matang merupakan rangsangan yang
mengundang imago lalat buah untuk mendekat ke tanaman inang. Lalat buah
berhenti dekat sumber aroma buah, kemudian hinggap lebih lama pada buah
tersebut dan melakukan kopulasi dan juga beroviposisi. Peletakan telur
dipengaruhi oleh bentuk, warna, dan tekstur buah.
Pada Gambar 2 terdapat kesamaan bentuk dengan Gambar 1 yang
menunjukkan bahwa pengamatan persentase serangan di lapangan lebih rendah
dibandingkan dengan pengamatan di laboratorium. Perbedaan yang mencolok
dalam pengamatan dilapangan dengan dilaboratorium ini dapat ditarik kesimpulan
bahwa tingkat serangan lalat buah di lapangan sangat sulit dideteksi. Menurut
suputa et al. (2006) gejala serangan lalat buah ini bisa dilihat dari struktur buah
yang diserang oleh lalat ini. Lalat buah ini biasanya menyerang pada buah yang
berkulit tipis, mempunyai daging yang lunak. Gejala serangan tersebut pada
daging buah membusuk dan terdapat ratusan larva. Serangan lalat buah ini sering
ditemukan pada buah yang hampir masak. Gejala awal ditandai dengan terlihatnya
noda–noda kecil berwarna hitam bekas tusukan ovipositornya. Selanjutnya karena
aktivitas hama di dalam buah, noda tersebut berkembang menjadi meluas. Larva
lalat memakan daging buah sehingga buah busuk sebelum masak. Stadium lalat
buah yang paling merusak adalah stadium larva.
Dari kedua grafik diketahui bahwa rata-rata persentase serangan lalat buah
pada jambu biji lebih tinggi yakni sebesar 77,1% dibandingkan dengan jambu air
sebesar 63,4 %. Hal ini diduga karena jumlah populasi lalat buah pada tanaman
jmbu biji lebih tinggi dibandingkan dengan jambu air. Menurut Krebs (1985)
kelimpahan populasi yang terlalu tinggi dari suatu spesies dapat menjadi hama

Universitas Sumatera Utara

43

secara ekonomi merugikan. Selain itu, kelimpahan populasi yang terlalu rendah
dari spesies menyebabkan terancamnya kepunahan.Kelimpahan suatu spesies
ditinjau secara luas mengandung aspek intensitas dan prevalensi. Intensitas
menunjukkan kerapatan jumlah populasi, sedang prevalensi menunjukkan
frekuensi kehadiran suatu spesies pada area yang ditempati.

Universitas Sumatera Utara

44

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Serangga yang terdapat pada jambu biji sebanyak 11 ordo yang terdiri dari
41 family dengan jumlah populasi sebesar 4537 ekor.
2. Family Neridae memiliki nilai KM dan KR tertinggi yakni sebesar 519
dan 11.43 % sedangkan yang terendah adalah family Mantidae yakni
sebesar 4 dan 0,08 %.
3. Serangga yang tertangkap pada tanaman jambu air sebanyak 9 ordo yang
terdiri dari 30 famiy dengan jumlah populasi sebesar 2496.
4. Family Bombilidae memiliki nilai KM dan KR tertingi yakni 443 dan
17,75 % sedangkan yang terendah adalah family Tettigonidae, Hesperidae,
dan Megalygidae sebesar 3 dan 0,12 %.
5. Nilai indeks keanekaragaman pada tanaman jambu biji sebesar H’ = 3.19
termasuk dalam kategori tinggi, sedangkan pada tanaman jambu air
sebesar H’ = 2.82 yakni tergolong dalam kategori sedang.
6. Persentase serangan tertinggi pada pengamatan dilapangan yakni sebesar
33.3 % dan terendah 0 % di lahan jambu air. Sedangkan persentase
serangan tertinggi di lahan jambu biji pada pengamatan dilapangan yakni
sebesar 19,9 % dan yang terendah adalah 8,7 %
7. Persentase serangan tertinggi pada pengamatan di laboratorium yakni
sebesar 85.7 % dan terendah dengan nilai 33.3 % di lahan jambu air.
Sedangkan dilahan jambu biji persentase serangan sebesar 87.4 % dan
yang terendah sebesar 66.4 %.

Universitas Sumatera Utara

45

Saran
Untuk penelitian selanjutnya diharapkan adanya jenis perangkap tambahan
seperti pit fall dan Light trap untuk menangkap serangga tanah dan serangga yang
aktif pada malam hari.

Universitas Sumatera Utara

4

TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Morfologi Jambu Air
Klasifikasi botani tanaman jambu air Deli Hijau adalah sebagai berikut:
Kingdom:

Plantae,

Divisi:

Spermatophyta,

Sub

divisi:

Angiospermae,

Kelas: Dicotyledonae, Ordo: Myrtales, Keluarga: Myrtaceae, Genus: Syzigium,
Spesies:

Syzygium

samarangense

(Blume)

Merr.

&

Perry

(Merril and Perry, 1938)
Syzygium samarangense merupakan tanaman pohon dengan tinggi
mencapai 15 m, memiliki lebar batang yang sempit dan melengkung,
berdiameter 25-50 cm, batang sering kali bercabang dekat pangkal dengan lebar
kanopi tidak teratur.
Daun terletak secara berlawanan yang berbentuk jorong sampai berukuran
10-25 cm x 5-12 cm, lapisan kulit daun memiliki tepi yang tipis berwarna bening
putus-putus, ketika daun dihancurkan akan menimbulkan aromatik, tebal tangkai
daun sekitar 3-5 mm.
Bunga jambu memiliki tipe terminal, bunga muncul pada ketiak daun
dengan jumlah 3 - 30 bunga, ukuran bunga 3-4 cm, panjang kelopak sampai
tabung sekitar 1,5 cm dengan ventricoseter dapat di ujung bunga, panjang daun
telinga bunga 3-5 mm, jumlah kelopak 4 berbentuk bundar seperti spatulat dengan
ukuran 10-15 mm, bunga berwarna kuning sampai putih, terdapat banyak benang
sari dengan panjang sampai 3 cm (Orwa et al., 2009).
Buah biasanya berwarna merah cerah, kadang terdapat buah berwarna
kehijauan sampai putih atau berwarna krem, buah berbentuk seperti buah pir
menyempit di dasar dan meluas di bagian atas, dihiasi dengan 4 kelopak daun

Universitas Sumatera Utara

5

telinga berdaging dan rata pada bagian atas, panjang buah 3,4-5 cm dan
lebar 4,5 - 5,4 cm. Kulit buah sangat tipis, daging buah berwarna putih, renyah
dan kandungan air tinggi, rasa daging buah cenderung asam manis hingga
hambar. Umumnya buah mengandung biji sebanyak 1-2 dengan bentuk biji agak
membulat dan lebar sekitar 0,5 - 0,8 cm, terkadang pada beberapa buah tidak
terdapat biji (Steenis et al., 2003).
Syarat Tumbuh
Iklim
Unsur iklim yang sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman jambu air
Deli Hijau antara lain: curah hujan, intensitas sinar matahari, temperatur udara
dan kelembaban udara siang dan malam hari. Tanaman air jambu Deli Hijau akan
tumbuh dengan baik pada dataran rendah, dengan curah hujan rata-rata
500-3000 mm/tahun dengan temperatur udara antara 18-28˚C, kelembaban udara
yang diinginkan 50-80 %, dan intensitas cahaya matahari yang ideal antara
40-80% (Tim Peneliti, 2012).
Angin sangat berperan dalam pembudidayaan jambu air.Angin berfungsi
dalam membantu penyerbukan pada bunga. Tanaman jambu air akan tumbuh baik
di daerah yang curah hujannya rendah/ kering, sekitar 500-3.000 mm/tahun dan
musim kemarau lebih dari 4 bulan. Dengan kondisi tersebut, maka jambu air akan
memberikan kualitas buah yang baik dan rasa lebih manis. Cahaya matahari
berpengaruh terhadap kualitas buah yang akan dihasilkan. Intensitas cahaya
matahari yang ideal dalam pertumbuhan jambu air adalah 40-80 %. Suhu yang
cocok untuk pertumbuhan tanaman jambu air adalah 18-28 ˚C, kelembapan udara
50-80 % (Prihatman, 2000).

Universitas Sumatera Utara

6

Tanah
Media tanam yang dikehendaki jambu air Deli Hijau adalah tanah yang
mempunyai drainase dan aerase yang baik serta subur, gembur dan banyak
mengandung bahan organik. Derajat keasaman (pH) tanah yang sesuai 5,5 – 7,0
pada tanah topografi datar, kedalaman air tanah antara 50-