Pertumbuhan Setek Jambu Air Deli Hijau (Syzygium samarangense (Blume) Merr. & Perry) dengan Bahan Tanam dan Pemberian IBA (Indole Butyric Acid) yang Berbeda

(1)

PERTUMBUHAN SETEK JAMBU AIR DELI HIJAU (Syzygium samarangense (Blume) Merr. & Perry) DENGAN BAHAN TANAM DAN PEMBERIAN IBA (Indole Butyric Acid) YANG BERBEDA

SKRIPSI

OLEH :

NERVI FARIDA SINAGA/110301066 BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN


(2)

PERTUMBUHAN SETEK JAMBU AIR DELI HIJAU (Syzygium samarangense (Blume) Merr. & Perry) DENGAN BAHAN TANAM DAN PEMBERIAN IBA (Indole Butyric Acid) YANG BERBEDA

SKRIPSI

OLEH :

NERVI FARIDA SINAGA/110301066 BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN


(3)

Judul Skripsi : Pertumbuhan Setek Jambu Air Deli Hijau (Syzygium samarangense (Blume) Merr. & Perry) dengan Bahan Tanam dan Pemberian IBA (Indole Butyric Acid) yang Berbeda

Nama : Nervi Farida Sinaga

Nim : 110301066

Program Studi : Agroekoteknologi

Minat : Budidaya Pertanian dan Perkebunan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ferry Ezra Sitepu, S.P., M.Si. Ir. Meiriani, MP. Ketua Anggota

Mengetahui,

Prof. Dr. Ir. T. Sabrina, M.Sc. Ketua Program Studi Agroekoteknologi


(4)

ABSTRAK

NERVI FARIDA SINAGA: Pertumbuhan Setek Jambu Air Deli Hijau (Syzygium samarangense (Blume) Merr, & Perry) dengan Bahan Tanam dan Pemberian IBA (Indole Butyric Acid) yang Berbeda, dibimbing oleh FERRY EZRA SITEPU dan MEIRIANI. Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, pada ketinggian ± 25 dpl, dari bulan Agustus – Oktober 2015. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor perlakuan dan 3 ulangan. Faktor pertama yaitu bahan tanam setek dengan 2 taraf (setek cabang dengan pucuk dan setek cabang tanpa pucuk) dan faktor kedua yaitu konsentrasi IBA dengan 4 taraf (0; 50; 100; dan 150 ppm). Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji jarak berganda duncan (DMRT). Peubah amatan yaitu waktu muncul tunas, persentase setek bertunas, panjang tunas, jumlah akar, panjang akar, volume akar, bobot kering tunas, dan bobot kering akar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan tanam setek terbaik adalah setek cabang tanpa pucuk (T2) pada parameter persentase setek bertunas, panjang tunas, jumlah akar, panjang akar, volume akar, bobot kering tunas, dan bobot kering akar dan setek cabang dengan pucuk (T1) pada parameter waktu muncul tunas. Konsentrasi IBA terbaik adalah 100 ppm (K2) pada parameter persentase setek bertunas, jumlah akar, panjang akar, volume akar, bobot kering tunas, dan bobot kering akar dan 0 ppm (K0) pada parameter waktu muncul tunas dan panjang tunas. Interaksi antara bahan tanam setek dan konsentrasi IBA terbaik pada kombinasi T2K2 pada parameter persentase setek bertunas, jumlah akar, panjang akar, volume akar, bobot kering tunas, dan bobot kering akar, kombinasi T1K0 pada parameter waktu muncul tunas dan kombinasi T2K0 pada parameter panjang tunas.


(5)

ABSTRACT

NERVI FARIDA SINAGA: Growth of Jambu Air Deli Hijau (Syzygium samarangense (Blume) Merr. & Perry) on Different Plant Material and IBA Concentrate, supervised by FERRY EZRA SITEPU and MEIRIANI. This research was conducted at the experimental field of Agriculture Faculty, University of North Sumatera, which is ± 25 asl, from August - October 2015. The research used factorial Randomized Block Design (RBD) with two factors treatments and three replications. The first factor was cuttings plant material with 2 levels (branches with shoot and branches without shoot) and the second factor was IBA concentration with 4 levels (0; 50; 100; and 150 ppm). Data were analized with Analysis of Variance and continued with Duncan’s Multiple Range Test (DMRT). The variables observed were day of emerging bud, germination percentage of cuttings, bud length, number of roots, root length, root volume, bud dryness weight, and root dryness weight. The result of research showed that the treatment of materials plant cuttings is branches without shoot (T2) on

germination percentage of cuttings, bud length, number of roots, root length, root volume, bud dryness weight, and root dryness weight and branches with shoot (T1) on day of emerging bud. The best IBA concentrate were 100 ppm (K2) on

germination percentage of cuttings, number of roots, root length, root volume, bud dryness weight, and root dryness weight and 0 ppm (K0) on day of emerging

bud and bud length. The best interaction of cuttings plant material and IBA concentrate was combination of branches without shoot and 100 ppm IBA concentration (T2K2) on germination percentage of cuttings, number of roots, root

length, root volume, bud dryness weight, and root dryness weight, combination of branches with shoot and 0 ppm IBA concentration (T1K0) on day of emerging bud

and combination of branches without shoot and 0 ppm IBA concentration (T2K0)

on bud length.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Nervi Farida Sinaga yang lahir di Aek Nabara pada tanggal 20 Maret 1993 dari ayahanda Bervin Sinaga dan ibunda Rosnia Siahaan. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara.

Tahun 2011 penulis lulus dari SMA N 1 Bila Hulu Aek Nabara dan pada tahun yang sama diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara sebagai mahasiswa Program Studi Agroekoteknologi melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis memilih minat Budidaya Pertanian dan Perkebunan (BPP).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan organisasi kemahasiswaan dan kegiatan akademik diantaranya anggota Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi (HIMAGROTEK), Asisten Laboratorium Dasar Agronomi periode 2014 - 2015 dan Asisten Laboratorium Teknologi Budidaya Tanaman Hortikultura periode 2015-2016.

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Tinggi Raja berada di Jl. Imam Bonjol No.342/48 Kisaran Kecamatan Tinggi Raja, Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara pada bulan Juli – Agustus 2015.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Pertumbuhan Setek Jambu Air Deli Hijau

(Syzygium samarangense (Blume) Merr. & Perry) dengan Bahan Tanam dan Pemberian IBA (Indole Butyric Acid) yang Berbeda”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Ferry Ezra Sitepu, S.P., M.Si. selaku dosen ketua komisi pembimbing dan ibu Ir. Meiriani, MP., selaku dosen anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan masukan selama penulisan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua, kakak dan adik – adik yang telah memberikan dukungan finansial dan spiritual. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada teman - teman angkatan 2011 dan adik – adik angkatan 2014 serta seluruh staf pengajar dan pegawai di lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara yang telah berkontribusi dalam kelancaran studi dan penyelesaian skripsi ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Januari 2016


(8)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman ... 5

Syarat Tumbuh ... 6

Iklim ... 6

Tanah ... 7

Perbanyakan Vegetatif Tanaman Dengan Setek ... 7

Pemberian Zat Pengatur Tumbuh Auksin ... 11

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 14

Bahan dan Alat ... 14

Metode Penelitian ... 15

PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan ... 17

Persiapan Media Tanam ... 17

Pembuatan Bahan Setek. ... 17

Pembuatan Larutan Stok IBA ... 18

Penanaman Setek ... 18

Pemeliharaan Tanaman ... 18

Penyiraman ... 18

Penyiangan ... 18

Pengamatan Parameter ... 19

Waktu Muncul Tunas (HST) ... 19

Persentase Setek Bertunas (%) ... 19

Panjang Tunas (cm) ... 19

Jumlah Akar (Helai) ... 19

Panjang Akar (cm) ... 19


(9)

Bobot Kering Tunas (mg) ... 20 Bobot Kering Akar (mg) ... 20 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil ... 21 Pembahasan ... 28 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 33 Saran ... 34 DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR TABEL

No Hal.

1. Waktu muncul tunas (HST) pada perlakuan bahan tanam setek dan pemberian konsentrasi IBA ... 21 2. Persentase setek bertunas (%) pada perlakuan bahan tanam setek dan

pemberian konsentrasi IBA ... 22 3. Panjang tunas (cm) pada perlakuan bahan tanam setek dan pemberian

konsentrasi IBA ... 22 4. Jumlah akar (helai) pada perlakuan bahan tanam setek dan pemberian

konsentrasi IBA ... 23 5. Panjang akar (cm) pada perlakuan bahan tanam setek dan pemberian

konsentrasi IBA ... 25 6. Volume akar (ml) pada perlakuan bahan tanam setek dan pemberian

konsentrasi IBA ... 26 7. Bobot kering tunas (g) pada perlakuan bahan tanam setek dan

pemberian konsentrasi IBA ... 28 8. Bobot kering akar (g) pada perlakuan bahan tanam setek dan


(11)

DAFTAR GAMBAR

No Hal.

1. Kurva respon panjang tunas setek jambu air deli hijau dengan konsentrasi IBA pada berbagai bahan tanam ... 22 2. Kurva respon jumlah akar setek jambu air deli hijau dengan

konsentrasi IBA pada berbagai bahan tanam ... 22 3. Kurva respon panjang akar setek jambu air deli hijau dengan

konsentrasi IBA ... 22 4. Kurva respon volume akar setek jambu air deli hijau dengan

konsentrasi IBA ... 23 5. Kurva respon bobot kering akar setek jambu air deli hijau dengan


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Deskripsi tanaman jambu air varietas deli hijau ... 44

2. Bagan plot penelitian... 44

3.Bagan penanaman pada plot... 45

4. Jadwal kegiatan penelitian ... 46 5. Data pengamatan waktu muncul tunas (HST) pada pemberian

konsentrasi IBA dan bahan tanam yang berbeda ... 6. Data transformasi (x + 0.5) waktu muncul tunas (HST) pada

pemberian konsentrasi IBA dan bahan tanam yang berbeda ... 7. Sidik ragam data pengamatan muncul tunas (HST) pada pemberian

konsentrasi IBA dan bahan tanam yang berbeda ... 8. Data pengamatan persentase setek bertunas (%) pada pemberian

konsentrasi IBA dan bahan tanam yang berbeda ... 9. Sidik ragam data pengamatan persentase setek bertunas (%) pada

pemberian konsentrasi IBA dan bahan tanam yang berbeda ... 10. Data pengamatan panjang tunas (cm) pada pemberian konsentrasi

IBA dan bahan tanam yang berbeda ... 11. Sidik ragam panjang tunas (cm) pada pemberian konsentrasi IBA dan

bahan tanam yang berbeda ... 12. Data pengamatan jumlah akar (helai) pada pemberian konsentrasi

IBA dan bahan tanam yang berbeda ... 13. Sidik ragam data pengamatan jumlah akar (helai) pada pemberian

konsentrasi IBA dan bahan tanam yang berbeda ... 14. Data pengamatan panjang akar (cm) pada pemberian konsentrasi IBA

dan bahan tanam yang berbeda ... 15. Sidik ragam data pengamatan panjang akar (cm) pada pemberian

konsentrasi IBA dan bahan tanam yang berbeda ... 16. Data pengamatan volume akar (ml) pada pemberian konsentrasi IBA

dan bahan tanam yang berbeda ... 48 50 51 52 47 49 51 52 53 47 49 53


(13)

17. Sidik ragam data pengamatan volume akar (ml) pada pemberian konsentrasi IBA dan bahan tanam yang berbeda ... 18. Data pengamatan bobot kering tunas (g) pada pemberian konsentrasi

IBA dan bahan tanam yang berbeda ... 19. Sidik ragam bobot kering tunas (g) pada pemberian konsentrasi IBA

dan bahan tanam yang berbeda ... 20. Data pengamatan bobot kering akar (g) pada pemberian konsentrasi

IBA dan bahan tanam yang berbeda ... 21. Data transformasi (x + 0.5) bobot kering akar (g) pada pemberian

konsentrasi IBA dan bahan tanam yang berbeda ... 22. Sidik ragam bobot kering akar (g) pada pemberian konsentrasi IBA

dan bahan tanam yang berbeda ... 54

56

58 55

57 55


(14)

ABSTRAK

NERVI FARIDA SINAGA: Pertumbuhan Setek Jambu Air Deli Hijau (Syzygium samarangense (Blume) Merr, & Perry) dengan Bahan Tanam dan Pemberian IBA (Indole Butyric Acid) yang Berbeda, dibimbing oleh FERRY EZRA SITEPU dan MEIRIANI. Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, pada ketinggian ± 25 dpl, dari bulan Agustus – Oktober 2015. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor perlakuan dan 3 ulangan. Faktor pertama yaitu bahan tanam setek dengan 2 taraf (setek cabang dengan pucuk dan setek cabang tanpa pucuk) dan faktor kedua yaitu konsentrasi IBA dengan 4 taraf (0; 50; 100; dan 150 ppm). Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji jarak berganda duncan (DMRT). Peubah amatan yaitu waktu muncul tunas, persentase setek bertunas, panjang tunas, jumlah akar, panjang akar, volume akar, bobot kering tunas, dan bobot kering akar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan tanam setek terbaik adalah setek cabang tanpa pucuk (T2) pada parameter persentase setek bertunas, panjang tunas, jumlah akar, panjang akar, volume akar, bobot kering tunas, dan bobot kering akar dan setek cabang dengan pucuk (T1) pada parameter waktu muncul tunas. Konsentrasi IBA terbaik adalah 100 ppm (K2) pada parameter persentase setek bertunas, jumlah akar, panjang akar, volume akar, bobot kering tunas, dan bobot kering akar dan 0 ppm (K0) pada parameter waktu muncul tunas dan panjang tunas. Interaksi antara bahan tanam setek dan konsentrasi IBA terbaik pada kombinasi T2K2 pada parameter persentase setek bertunas, jumlah akar, panjang akar, volume akar, bobot kering tunas, dan bobot kering akar, kombinasi T1K0 pada parameter waktu muncul tunas dan kombinasi T2K0 pada parameter panjang tunas.


(15)

ABSTRACT

NERVI FARIDA SINAGA: Growth of Jambu Air Deli Hijau (Syzygium samarangense (Blume) Merr. & Perry) on Different Plant Material and IBA Concentrate, supervised by FERRY EZRA SITEPU and MEIRIANI. This research was conducted at the experimental field of Agriculture Faculty, University of North Sumatera, which is ± 25 asl, from August - October 2015. The research used factorial Randomized Block Design (RBD) with two factors treatments and three replications. The first factor was cuttings plant material with 2 levels (branches with shoot and branches without shoot) and the second factor was IBA concentration with 4 levels (0; 50; 100; and 150 ppm). Data were analized with Analysis of Variance and continued with Duncan’s Multiple Range Test (DMRT). The variables observed were day of emerging bud, germination percentage of cuttings, bud length, number of roots, root length, root volume, bud dryness weight, and root dryness weight. The result of research showed that the treatment of materials plant cuttings is branches without shoot (T2) on

germination percentage of cuttings, bud length, number of roots, root length, root volume, bud dryness weight, and root dryness weight and branches with shoot (T1) on day of emerging bud. The best IBA concentrate were 100 ppm (K2) on

germination percentage of cuttings, number of roots, root length, root volume, bud dryness weight, and root dryness weight and 0 ppm (K0) on day of emerging

bud and bud length. The best interaction of cuttings plant material and IBA concentrate was combination of branches without shoot and 100 ppm IBA concentration (T2K2) on germination percentage of cuttings, number of roots, root

length, root volume, bud dryness weight, and root dryness weight, combination of branches with shoot and 0 ppm IBA concentration (T1K0) on day of emerging bud

and combination of branches without shoot and 0 ppm IBA concentration (T2K0)

on bud length.


(16)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Jambu air deli hijau merupakan salah satu komoditi unggulan terbaru yang mulai banyak dikembangkan oleh petani hortikultura di daerah kota Binjai. Jambu ini berasal dari kelurahan Paya Roba, Kecamatan Binjai Barat, Kota Binjai, Provinsi Sumatera Utara. Jambu ini memiliki ciri – ciri buahnya berbentuk seperti lonceng, dengan warna kulit buah hijau semburat merah. Buah memiliki rasa yang manis seperti madu. Setiap pohon mampu menghasilkan 200 – 360 buah/pohon/tahun (30 – 45 kg/pohon/tahun) (Tim Peneliti, 2012).

Tanaman jambu air dapat diperbanyak secara generatif (biji) dan vegetatif (okulasi, cangkok, setek). Perbanyakan tanaman dengan biji sering mengecewakan karena umur berbuah lama juga sering terjadi penyimpangan sifat – sifat pohon induknya. Perbanyakan vegetatif pada tanaman buah – buahan dimaksud untuk mempertahankan sifat induk yang unggul, memperpendek masa vegetatif, sehingga tanaman tersebut dapat lebih cepat berproduksi. Perbanyakan vegetatif dengan setek sebetulnya paling efisien karena tidak memerlukan batang bawah seperti halnya pada okulasi atau enten dan waktu yang dibutuhkan relatif singkat jika dibandingkan dengan perbanyakan generatif (Sulastri, 2004).

Dalam budidaya jambu air terdapat satu kegiatan yang harus dilakukan paling tidak setahun sekali, yaitu memangkas cabang sekunder, tersier, serta pengurangan jumlah daun agar sinar matahari dapat masuk kedalam kanopi pohon dan menyinari jambu air yang sedang berkembang. Menurut Rebin (2013) dalam pelaksanaan pemangkasan cabang dan pengurangan daun tersebut, setiap kali pemangkasan dapat dihasilkan brangkasan basah yang terdiri atas cabang


(17)

sekunder, tersier, serta daun yang jumlahnya cukup banyak. Untuk pohon jambu air yang berumur sekitar 10 tahun dapat dihasilkan brangkasan basah seberat kurang lebih 90 kg/pohon. Dari brangkasan tersebut dapat dihasilkan cabang yang terdiri dari cabang sekunder dan tersier (dengan panjang setek 25 cm) sebanyak kurang lebih 450 setek/pohon yang dapat digunakan sebagai setek cabang.

Bahan tanaman yang digunakan mempengaruhi keberhasilan setek dan banyaknya akar. Menurut Prastowo dan Roshetko (2006) kondisi batang yang setengah tua dengan warna kulit batang biasanya cokelat muda mengandung karbohidrat dan auksin (hormon) yang cukup memadai untuk menunjang terjadinya perakaran setek. Sedangkan pada batang yang masih muda, kandungan karbohidrat rendah tetapi hormonnya cukup tinggi yang mengakibatkan hasil setek akan tumbuh tunas terlebih dahulu. Padahal setek yang baik adalah setek dengan pertumbuhan akar yang baik.

Setek pucuk merupakan metoda perbanyakan vegetatif dengan cara menumbuhkan terlebih dahulu tunas – tunas aksilar pada media tumbuh dipersemaian hingga tunas tersebut berakar sebelum semai yang dihasilkan

ditransfer ke lapangan (Na’iem, 2000).

Perbanyakan secara vegetatif dengan menggunakan setek batang atau cabang memiliki kelemahan diantaranya akar yang terbentuk pada setek ini jumlahnya sedikit dan tidak terlalu panjang. Akar yang pendek akan menyebabkan penyerapan air, unsur hara dan volume kontak dengan akar lebih rendah dan rentan terhadap pengaruh lingkungan (Fanesa, 2011).

Banyak usaha yang dilakukan untuk merangsang, mendorong dan mempercepat pembentukan akar serta meningkatkan jumlah akar dan mutu akar.


(18)

Diantaranya dilakukan dengan pemberian zat pengatur tumbuh seperti Indole Acetic Acid (IAA), Indole Butyric Acid (lBA), Naphthalene Acetic Acid (NAA), dan sebagainya (Suprapto, 2004).

Hormon IBA adalah salah satu hormon yang termasuk dalam kelompok auksin. Selain dipakai untuk merangsang perakaran, hormon IBA juga mempunyai manfaat yang lain seperti menambah daya kecambah, merangsang perkembangan buah, mencegah kerontokan, pendorong kegiatan kambium dan lainnya (Irwanto, 2001).

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya oleh Irwanto (2001) menyatakan bahwa pemberian hormon IBA dengan tingkat konsentrasi 100 ppm dan lama perendaman 2 jam mampu meningkatkan persentase setek pucuk Meranti Putih

(Shorea montigena), dimana rata-rata persentase setek yang berakar mencapai 83,33%.

Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang setek jambu air deli dengan menggunakan cabang sekunder hasil pemangkasan, dan mengetahui tingkat keberhasilan seteknya apabila diaplikasikan IBA pada konsentrasi tertentu.

Tujuan penelitian

Untuk mengetahui pertumbuhan setek jambu air deli hijau (Syzygium samarangense (Blume) Merr. & Perry) dengan bahan tanam dan pemberian IBA (Indole Butyric Acid) yang berbeda

Hipotesis Penelitian

Pertumbuhan setek jambu air deli hijau (Syzygium samarangense (Blume) Merr. & Perry) nyata pada pengaruh bahan


(19)

tanam dan pemberian IBA (Indole Butyric Acid) serta interaksi keduanya. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna untuk mendapatkan bahan tanam dan konsentrasi IBA yang sesuai untuk pertumbuhan setek jambu air deli hijau dan melengkapi data penyusunan skripsi untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan serta sebagai sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan.


(20)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

Adapun klasifikasi tanaman jambu air deli hijau adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae ; Divisio : Spermatophyta ; Sub Divisio : Angiospermae ; Kelas : Dycotyledoneae ; Ordo : Myrtales ; Familia : Myrtaceae ; Genus : Syzygium ; Spesies : Syzygium samarangense (Blume) Merr. & Perry (Merril and Perry, 1938).

Batangnya mempunyai bentuk bulat, berwarna coklat dan mempunyai tekstur kulit batang yang halus. Percabangan tanaman datar – miring, terlihat kokoh dan tegar. Tanaman ini mempunyai tinggi 4 – 5 meter dengan lebar tajuk 2 meter dengan bentuk membulat, rimbun, dan relatif pendek (Hartanto, 1998).

Daunnya berbentuk tombak dengan perbandingan panjang dan lebar 3 : 2, bertepi daun rata dan ujung meruncing. Daunnya mempunyai kedudukan datar dan menyiku. Permukaan daun atasnya berwarna hijau tua, sedangkan permukaan daun bawahnya berwarna hijau pupus. Permukaan daunnya mempunyai tekstur halus dan berlilin tipis (Hartanto, 1998).

Bunga jambu memiliki tipe terminal, bunga muncul pada ketiak daun dengan jumlah 3-30 bunga, ukuran bunga 3-4 cm, panjang kelopak sampai tabung sekitar 1,5 cm, panjang daun telinga bunga 3-5 mm, jumlah kelopak 4 berbentuk bundar seperti spatulat dengan ukuran 10-15 mm, bunga berwarna kuning hingga putih, terdapat banyak benang sari dengan panjang mencapai 3 cm.

(Orwa et al, 2009).

Buah bertipe buah buni, seperti lonceng seperti buah pir yang melebar, dengan lekuk atau alur-alur dangkal membujur di sisinya; bermahkota kelopak


(21)

yang melengkung berdaging; besarnya sekitar 3,5-4,5 x 3,5-5,5 cm; di bagian luar mengkilap seperti lilin; merah, kehijauan atau merah-hijau kecoklatan. Daging buah putih, banyak berair, dengan bagian dalam seperti spons, aromatik, manis atau asam manis (Aryo, 2012).

Setiap buah memiliki satu atau sepasang biji berbentuk bulat dengan diameter 1,6-2 cm (0,6-0,8 inch), bagian luar biji berwarna kecokelatan dan bagian dalam berwarna hijau dan struktur biji yang membulat. Buah dari beberapa pohon dapat pula sepenuhnya tanpa biji (Peter, 2011).

Syarat Tumbuh Iklim

Jambu air dapat tumbuh di daerah dataran rendah beriklim tropis yang cukup lembab. Tanaman jambu ini dapat tumbuh terbaik didaerah dengan musim kemarau cukup panjang, namun hal ini bukan berarti bahwa spesies ini tahan kekeringan. Spesies ini tetap membutuhkan pasokan air dan sering ditanam disepanjang sungai (Orwa et al, 2009).

Adaptasi tanaman ini cukup baik ditanam pada daerah dataran rendah dan dapat ditanam sampai daerah yang mempunyai ketinggian 1000 m diatas permukaan laut. Buahnya tetap mempunyai rasa manis walaupun ditanam didaerah bercurah hujan tinggi, tetapi akan lebih manis lagi bila ditanam didataran rendah kering (Hartanto, 1998).

Tanaman jambu air tumbuh baik di daerah yang curah hujannya rendah/kering sekitar 500–3000 mm/tahun dan musim kemarau lebih dari 4 bulan. Dengan kondisi tersebut, maka jambu air akan memberikan kualitas buah yang baik dengan rasa lebih manis (Henuhili, 2010).


(22)

Cahaya matahari berpengaruh terhadap kualitas buah yang akan dihasilkan. Intensitas cahaya matahari yang ideal dalam pertumbuhan jambu air adalah 40–80 %. Suhu yang cocok 18-280C dan kelembaban udara antara 50-80 % (Henuhili, 2010).

Tanah

Tanah yang cocok bagi tanaman jambu air adalah tanah subur, gembur dan banyak mengandung bahan organik. Derajat keasaman tanah (pH) yang cocok sebagai media tanam jambu air adalah 5,5–7,5. Kedalaman kandungan air yang ideal untuk tempat budidaya jambu air adalah 0-50 cm; 50-150 cm dan 150-200 cm (Henuhili, 2010).

Tanah yang dikehendaki jambu air deli hijau adalah tanah yang mempunyai drainase dan aerasi yang baik serta subur, gembur dan banyak mengandung bahan organik (Tim Peneliti, 2012).

Menurut Al-Saif (2011) jambu air membutuhkan pasokan air yang baik dan dapat ditanam di sepanjang sungai atau kolam. Pohon ini lebih cocok pada tanah yang bertekstur berat dan juga akar dapat mudah untuk memperoleh air dari tanah bagian dalam.

Tanah pertanaman jambu air harus subur, atau tanaman jambu air akan tumbuh kecil dan menghasilkan buah yang mungkin dengan kualitas yang buruk (Morton, 2004).

Perbanyakan Vegetatif Tanaman Dengan Stek

Tanaman jambu air dapat diperbanyak secara generatif (biji) dan vegetatif (okulasi, cangkok, setek). Perbanyakan tanaman dengan biji sering mengecewakan karena selain umur mulai berbuah lama juga sering terjadi


(23)

penyimpangan sifat-sifat pohon induknya (Sulastri, 2004).

Perbanyakan vegetatif berusaha membuat tanaman baru dari bagian tanaman yang telah ada, misalnya : cabang, akar, dan atau daun. Pada dasarnya pembiakan vegetatif berusaha untuk menumbuhkan akar, tunas atau perpaduan sel-sel. Perbanyakan setek dilakukan menggunakan bagian-bagian vegetatif yang dipisahkan dari pohon tanaman induknya, kemudian ditanam atau disemai pada lahan dengan kondisi yang menguntungkan, sehingga dapat beregenerasi serta dapat berkembang rnenjadi tanaman yang sempurna dengan sifat-sifat yang sama dengan tanaman induknya (Suprapto, 2004).

Keuntungan dari setek batang adalah pembiakkan ini lebih efisien jika dibandingkan dengan cara lain karena cepat tumbuh dan penyediaan bibit dapat dilakukan dalam jumlah yang besar. Sedangkan kesulitan yang dihadapi adalah selang waktu penyimpanan relatif pendek antara pengambilan dan penanaman (Huik, 2004).

Sebagian besar buah jambu air deli hijau tidak memiliki biji. Hal ini menyebabkan tanaman sangat sulit dibudidayakan secara generatif (biji) (Tim Peneliti, 2012).

Perbanyakan tanaman yang tidak menghasilkan biji umumnya dilakukan dengan cara perbanyakan vegetatif seperti setek dengan menggunakan bagian vegetatif yang dipisahkan dari induknya, kemudian ditanam atau disemai sehingga dapat beregenerasi menjadi tanaman yang sempurna dengan sifat – sifat yang sama dengan tanaman induknya (Suprapto, 2004).

Semua bagian cabang limbah pangkasan (mulai dari cabang tersier yang masih hijau hingga cabang sekunder) dapat dipergunakan sebagai bahan setek.


(24)

Panjang setek kurang lebih 25 cm terdiri atas 3–4 mata tunas. Bagian ujung setek dipotong miring lalu dicelupkan ke dalam parafin mendidih untuk menghindari genangan air pada bagian atas setek dan untuk menekan laju penguapan setek, sedangkan bagian bawah setek dipotong mendatar (Rebin, 2013).

Keberhasilan setek pucuk tergantung beberapa faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam diantaranya adalah kondisi fisiologi setek, waktu pengumpulan setek dan lain sebagainya. Adapun yang termasuk faktor luar antara lain adalah media perakaran, suhu, kelembaban, intensitas cahaya dan hormon pengatur

tumbuh (Na’iem, 2000).

Adanya tunas dan daun pada setek berperan penting bagi perakaran. Bila seluruh tunas dihilangkan maka pembentukan akar tidak terjadi sebab tunas menghasilkan suatu zat berupa auksin yang berperan dalam mendorong pembentukan akar yang dinamakan rhizokalin (Daulay, 2010).

Salah satu faktor yang menentukan kualitas bahan tanam adalah jumlah substrat seperti karbohidrat yang tersedia bagi metabolisme yang mendukung pertumbuhan awal tanaman. Ini menjadi ukuran atau bobot bahan tanaman sering digunakan sebagai tolak ukur untuk mendapat bahan tanam yang seragam. Akan tetapi pertumbuhan tanaman tidak jarang dijumpai masih tetap bervariasi sekalipun bahan tanam telah dipilih dari ukuran dan bobot yang relatif sama. Ini adalah logis dengan kenyataan bahwa faktor yang menentukan kualitas bahan tanam demikian banyak (Daulay, 2010 ).

Setek dikatakan hidup jika mampu mengeluarkan akar dan tunas, namun jika yang tumbuh hanya salah satunya maka tanaman tersebut tidak akan bertahan lagi karena dapat mengalami proses kematian dengan ciri-ciri fisik yaitu warna


(25)

daun menguning atau batang mengering. Untuk dapat bertahan hidup maka setek memerlukan cadangan makanan dan hormon auksin endogen yang berasal dari bahan setek tersebut. Bahan setek sangat berpengaruh terhadap besarnya persentase hidup (Pujawati, 2009).

Selain menghasilkan karbohidrat, daun juga merupakan sumber auksin yang akan bergerak ke bawah dan menumpuk di bagian dasar setek yang selanjutnya menstimulir pembentukan akar. Proses pembentukan perakaran ini dapat terganggu jika transpirasi berjalan cepat karena tekanan osmotik pada sel akan menurun sehingga pembentukan akar akan terhambat. Oleh sebab itu perlu dilakukan pemangkasan sebagian dari daun dan memotong ½ dari helaian daun yang terdapat pada bahan setek yang bertujuan untuk mengurangi proses transpirasi sehingga akar dan tunas dapat tumbuh dan tidak layu (Pujawati, 2009).

Intensitas cahaya matahari yang tinggi dapat mengurangi tingkat keberhasilan penyetekan. Manipulasi tempat pembibitan dengan naungan paranet dapat mengatasi masalah intensitas cahaya matahari. Kelembaban yang tinggi (80%-90%) diperlukan pada penyetekan untuk pertumbuhan mata tunas dan pembentukan akar (Purdyaningsih, 2012).

Pemberian Zat Pengatur Tumbuh Auksin

Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) adalah senyawa organik yang bukan merupakan zat hara, dan dalam jumlah sedikit mendorong, menghambat , atau mengatur proses fisiologis di dalam tanaman. ZPT hanya efektif pada jumlah tertentu, sehingga konsentrasi yang terlalu tinggi justru dapat merusak bagian yang terluka. Bentuk kerusakannya berupa pembelahan sel dan kalus yang berlebihan dan mencegah tumbuhnya tunas dan akar, sedang konsentrasi dibawah


(26)

optimum menjadi tidak efektif (Purdyaningsih, 2012).

Zat pengatur tumbuh yang sering digunakan untuk merangsang pertumbuhan adalah indole butyric acid (IBA), indole acetic acid (IAA) dan

naphthalene acetic acid (NAA). IBA dan NAA lebih efektif daripada IAA, sebab keduanya lebih stabil digunakan dalam penyetekan. IBA dan NAA lebih stabil terhadap oksidasi dan cahaya. IBA lazim digunakan untuk memacu perakaran dibandingkan dengan NAA atau auksin lainnya IBA bersifat aktif (Nurzaman, 2005).

IBA merupakan hormon yang dapat memacu pembelahan sel pada bagian ujung meristematik sehingga dapat mendorong pertumbuhan perakaran pada setek. Semakin cepat dan banyak akar terbentuk akan diperoleh bibit yang kuat serta lebih tahan terhadap faktor lingkungan yang kurang menguntungkan (Sudarmi, 2008).

Dalam menggunakan zat pengatur tumbuh untuk setek dikenal dua cara untuk merangsang pertumbuhan akar, yaitu pertama membiarkan bagian setek dalam larutan dengan cara mencelupkan atau merendamnya (cara basah) dan kedua dengan mengolesi bagian dasar setek dengan bubuk ZPT (cara kering). Perlakuan basah memudahkan setek menyerap zat dalam ZPT perangsang. Tinggi rendahnya hasil dari penggunaan ZPT tergantung pada beberapa faktor, salah satu diantaranya adalah lamanya setek direndam dalam larutan. Semakin lama setek berada dalam larutan semakin meningkat larutan dalam setek (Sulastri, 2004).

Dalam penelitian Budianto, et al. (2013) tentang kombinasi macam ZPT dengan lama perendaman yang berbeda terhadap keberhasilan pembibitan sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav), hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa


(27)

perlakuan lama perendaman dengan ZPT berpengaruh sangat nyata terhadap parameter panjang akar. Pemberian hormon IBA dengan lama perendaman 3 jam menghasilkan akar yang lebih panjang daripada perlakuan tanpa perendaman, perendaman 1 jam dan perendaman 2 jam pada umur 4 MST dan 12 MST.

Hasil penelitian Sudarmi (2008) tentang kajian konsentrasi IBA terhadap pertumbuhan stek jarak pagar (Jatropha curcas L.) menunjukkan bahwa konsentrasi IBA berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan setek jarak pagar pada konsentrasi 100 ppm dimana diperoleh kemunculan tunas tercepat yaitu 22,917 hari; tunas terpanjang yaitu 78,583 cm; akar terpanjang yaitu 3,917; daun terluas yaitu 185,373 cm dan berat brangkasan segar terbesar yaitu 203,583 g.

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis pengujian statistik ternyata perlakuan hormon IBA pada stek pucuk Meranti Putih (Shorea montigena) efektif untuk meningkatkan persentasi jadi setek yang berakar. Pada tingkat konsentrasi 100 ppm, setek yang berakar dapat mencapai 83,33 persen. Ini berarti hormon IBA berpengaruh positif dalam merangsang perakaran setek pucuk Meranti Putih (Shorea montigena), sehingga proses perakaran menjadi lebih cepat dan mantap. Dengan perakaran yang mantap setek dapat menyerap unsur hara dan air untuk mempertahankan kondisinya agar tidak menjadi layu dan mati (Irwanto, 2001).

Dalam penelitian Suyanti, et al. (2013) pada tanaman keji beling (Strobilanthes crispus Bl) menunjukkan bahwa pemberian IBA 75 ppm dapat meningkatkan berat basah tanaman yaitu 8.84 g dan panjang akar tanaman yaitu 21.70 cm. Pemberian IBA 100 ppm dapat menghasilkan jumlah daun terbanyak yaitu 32.33 helai dan jumlah akar terbanyak yaitu 53.67 helai. Pemberian IBA 175 ppm dapat meningkatkan berat kering tanaman yaitu 1.93 g.


(28)

Hasil penelitian Hasanah, et al. (2007) tentang pembentukan akar pada setek batang nilam (Pogostemon cablin Benth.) setelah direndam IBA pada konsentrasi berbeda menunjukkan bahwa persentase keberhasilan setek tertinggi pada setek batang yaitu 100 % yang dicapai pada konsentrasi 25 ppm.


(29)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian + 25 meter di atas permukaan laut pada bulan Agustus sampai Oktober 2015.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain bahan tanam cabang sekunder dari jambu air deli hijau dengan pucuk dan tanpa pucuk, top soil dan kompos sebagai campuran media tanam, IBA (Indole Butyric Acid) sebagai perangsang pertumbuhan, fungisida Dithane M-45, air untuk menyiram setek, polibag ukuran 15 x 20 cm (+ 1 kg tanah) sebagai wadah tanam, paranet 65 % sebagai naungan, bambu sebagai kerangka naungan dan rumah plastik, plastik bening sebagai atap rumah plastik, label sebagai penanda perlakuan.

Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain gunting setek sebagai alat menggunting bahan setek, cangkul untuk mengaduk media tanam, ayakan untuk mengayak media tanam, meteran sebagai alat untuk mengukur luas lahan, mistar untuk mengukur panjang tunas, timbangan analitik sebagai alat untuk menimbang kebutuhan IBA, handsprayer sebagai alat untuk menyemprotkan fungisida dan menyiram tanaman, gelas ukur sebagai alat untuk menghitung volume akar, beaker glass sebagai wadah IBA dan alat-alat tulis.


(30)

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor perlakuan yaitu :

Faktor I : Bahan Tanam Setek (T) terdiri atas 2 taraf, yaitu : T1 = Cabang sekunder dengan pucuk

T2 = Cabang sekunder tanpa pucuk

Faktor II : Konsentrasi IBA (K) yang terdiri atas 4 taraf, yaitu : K0 = 0 ppm

K1 = 50 ppm K2 = 100 ppm K3 = 150 ppm

Diperoleh kombinasi perlakuan sebanyak 8 kombinasi, yaitu :

T1K0 T1K1 T1K2 T1K3

T2K0 T2K1 T2K2 T2K3

Jumlah ulangan (Blok) : 3 ulangan

Jumlah plot : 24 plot

Jarak antar plot : 30 cm

Jarak antar blok : 50 cm

Jumlah tanaman/plot : 10 tanaman

Jumlah tanaman seluruhnya : 240 tanaman

Jumlah sampel/plot : 5 tanaman


(31)

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dengan model linear aditif sebagai berikut :

Yijk = µ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + εijk

i = 1,2,3 j = 1,2 k = 1,2,3,4

Dimana:

Yijk : Hasil pengamatan pada blok ke-i akibat perlakuan bahan tanam (T) taraf ke-j

dan perlakuan konsentrasi IBA (K) ke-k dan pada ulangan ke-i

µ : Nilai tengah

ρi : Efek dari blok ke-i

αj : Efek perlakuan bahan tanam pada taraf ke-j

βk : Efek perlakuan konsentrasi IBA pada taraf ke-k

(αβ)jk : Interaksi antara perlakuan bahan tanam taraf ke-j dan perlakuan lama

konsentrasi IBA taraf ke-k

εijk : Galat dari blok ke-i, perlakuan bahan tanam taraf ke-j dan perlakuan konsentrasi

IBA taraf ke-k

Terhadap sidik ragam yang nyata, dilakukan analisis lanjutan dengan

menggunakan Uji Beda Rataan Duncan Berjarak Ganda dengan taraf 5 % (Bangun, 1991).


(32)

PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan

Persiapan lahan meliputi pembuatan plot, naungan dan rumah plastik. Areal lahan dibersihkan dari gulma kemudian lahan diukur dan dilakukan pembuatan plot dengan ukuran plot setiap perlakuan 150 x 60 cm dengan jarak antar plot 30 cm dan jarak antar blok 50 cm. Naungan dibuat dari paranet hitam 65 % dan bambu sebagai tiang, dengan tinggi 2 m, panjang 7 m dan lebar 6 m. Rumah plastik dibuat dari plastik bening dan bambu sebagai tiang.

Persiapan Media Tanam

Media yang digunakan adalah top soil : kompos (2:1). Media yang telah dibersihkan diayak terlebih dahulu, selanjutnya dilakukan penghomogenan. Media disterilkan dengan mencampurkan larutan Dithane M-45 dengan konsentrasi 2 g/l air yang diaplikasikan 1 minggu sebelum setek disemaikan. Polibag yang digunakan ukuran 15 x 20 cm (+ 1 kg tanah). Media tanam diisi hingga 5 cm dari permukaan polibag.

Pembuatan Bahan Setek

Bahan setek yang digunakan berasal dari cabang sekunder yang dibedakan menjadi 2 bahan tanam yaitu cabang sekunder dengan pucuk dan cabang sekunder tanpa pucuk, dengan panjang setek + 20 cm terdiri atas 4 mata tunas. Ukuran besar cabang yang diambil sebesar kelingking, diameter sekitar 1 cm dengan warna daun hijau tua. Pemotongan cabang diatur kira-kira 0.5 cm di bawah mata tunas yang paling bawah dan untuk ujung bagian atas sejauh 1 cm dari mata tunas yang paling atas. Bagian atas setek yang lebih muda ditandai dengan potongan


(33)

miring untuk menghindari genangan air pada bagian atas setek sedangkan bagian bawah setek dipotong mendatar.

Pemberian Larutan Stok IBA

Setelah pemotongan bahan setek berdasarkan kriteria, dilakukan pemberian larutan stok IBA. Pemberian larutan stok IBA dilakukan dengan cara perendaman. Sebelum perendaman bagian bawah setek dipotong miring kemudian diikat sesuai perlakuan lalu direndam pada wadah berisi larutan IBA sesuai taraf perlakuan yaitu konsentrasi IBA 50 ppm, 100 ppm, 150 ppm dan direndam selama 2 jam dengan pangkal stek yang terendam sedalam 2 cm, kecuali pada perlakuan konsentrasi IBA 0 ppm hanya direndam air.

Penanaman Setek

Setelah dilakukan perendaman pada larutan stok IBA, bahan tanam setek langsung ditanam kedalam media tanam yang telah dilubangi secara tugal dengan kedalaman 5 cm, bagian pangkal setek dimasukkan ke dalam lubang tanam dan media tanam sekitar pangkal setek ditekan agar menjadi lebih padat, kemudian disiram dengan air dan ditempatkan didalam rumah plastik dibawah naungan. Pemeliharaan Tanaman

Penyiraman

Penyiraman dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari atau disesuaikan dengan kondisi media tanam dan kondisi lingkungan. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan alat berupa handsprayer.

Penyiangan

Penyiangan dilakukan jika diperlukan, disesuaikan dengan keadaan pertanaman. Penyiangan dilakukan secara manual dengan mencabut rumput


(34)

didalam polibek dan pada plot tanaman. Pengamatan Parameter

Waktu Muncul Tunas (HST)

Waktu muncul tunas dilakukan dengan mengamati secara visual tunas yang muncul dari seluruh perlakuan. Pengamatan dilakukan setiap hari hingga 75 % setek bertunas kemudian dirata - ratakan.

Persentase Setek Bertunas (%)

Persentase setek bertunas dihitung dengan membandingkan antara jumlah setek yang menghasilkan tunas dan akar normal dengan jumlah setek yang ditanam. Pengambilan data dilakukan pada akhir penelitian.

Persentase Setek Bertunas = Jumlah stek tumbuh Jumlah stek yang ditanam

x 100% Panjang Tunas (cm)

Pengukuran panjang tunas diukur mulai dari pangkal tunas yang telah diberi tanda sampai titik tumbuh dengan menggunakan penggaris lalu dirata - ratakan. Data parameter panjang tunas diambil pada akhir penelitian pada tiga sampel destruktif di setiap perlakuan.

Jumlah Akar (helai)

Jumlah akar dihitung per helaian akar yang tumbuh pada tiga sampel destruktif dari setiap perlakuan, pengambilan data dilakukan pada akhir penelitian.

Panjang Akar (cm)

Panjang akar dihitung dari akar terpanjang dengan menggunakan penggaris, pengambilan data dilakukan pada akhir penelitian pada tiga sampel destruktif di setiap perlakuan.


(35)

Volume Akar (ml)

Volume akar dihitung dengan terlebih dahulu mengeluarkan tanaman dari polibag dengan cara memasukkan polibag ke dalam ember berisi air, kemudian mengoyak polibag dan membersihkan perakaran tanaman dari sisa media tanam secara perlahan dengan menggunakan air mengalir, lalu memotong bagian akar tanaman kemudian dimasukkan ke dalam gelas ukur yang berisi air. Volume akar merupakan selisih volume air setelah akar dimasukkan dengan volume air sebelum akar dimasukkan. Pengambilan data dilakukan pada akhir penelitian pada tiga sampel destruktif di setiap perlakuan.

Volume akar diperoleh dengan rumus :

Volume akar (ml) = Volume2 (ml) – Volume1 (ml) dengan :

Volume1 = Volume sebelum akar dimasukkan kedalam air Volume2 = Volume setelah akar dimasukkan kedalam air Bobot Kering Tunas (g)

Pengamatan bobot kering tunas dilakukan setelah kegiatan pengamatan parameter yang lain berakhir dengan memisahkan bagian tunas sesuai perlakuan kemudian dikeringkan dengan cara dioven pada suhu 650C selama 24 jam lalu ditimbang dengan timbangan analitik. Pengambilan data dilakukan pada akhir penelitian pada tiga sampel destruktif di setiap perlakuan.

Bobot Kering Akar (g)

Pengamatan bobot kering akar dilakukan setelah kegiatan pengamatan parameter yang lain berakhir dengan memisahkan bagian akar sesuai perlakuan kemudian dikeringkan dengan cara dioven pada suhu 650C selama 24 jam lalu


(36)

ditimbang dengan timbangan analitik. Pengambilan data dilakukan pada akhir penelitian pada tiga sampel destruktif di setiap perlakuan.


(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Berdasarkan hasil dari sidik ragam (Lampiran 5-22) diketahui bahwa perlakuan bahan tanam setek berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah akar. Pemberian konsentrasi IBA berpengaruh nyata terhadap parameter volume akar, jumlah akar, rata – rata panjang akar, dan bobot kering akar. Interaksi antara bahan tanam setek dan pemberian konsentrasi IBA berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah akar dan rata – rata panjang tunas.

Waktu Muncul Tunas (HST)

Data pengamatan dan hasil sidik ragam waktu muncul tunas bibit jambu air deli hijau (Lampiran 5 - 7), menunjukkan bahwa perlakuan bahan tanam setek, konsentrasi IBA serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap waktu muncul tunas.

Waktu muncul tunas bibit jambu air deli hijau pada pemberian IBA dan bahan tanam setek yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Waktu muncul tunas (HST) setek jambu air deli hijau pada pemberian IBA dan bahan tanam setek yang berbeda

Bahan tanam setek Konsentrasi IBA (ppm) Rataan

K0 (0) K1 (50) K2 (100) K3 (150)

T1 (dengan pucuk) 36,67 29,33 21,67 34,00 30,42 T2 (tanpa pucuk) 33,33 25,67 23,33 32,00 28,58

Rataan 35,00 27,50 22,50 33,00 29,50

Tabel 1. menunjukkan waktu muncul tunas setek jambu air deli hijau cenderung lebih cepat pada penggunaan bahan tanam setek tanpa pucuk (T2) yaitu 28,58 HST yang berbeda tidak nyata dengan bahan tanam setek dengan pucuk (T1).


(38)

Tabel 1. juga menunjukkan waktu muncul tunas jambu air deli hijau cenderung lebih cepat pada pemberian IBA 100 ppm (K2) yaitu 22,50 HST yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya.

Persentase bertunas (%)

Data pengamatan dan hasil sidik ragam persentase bertunas setek jambu air deli hijau (Lampiran 8 dan 9), menunjukkan bahwa perlakuan bahan tanam setek dan konsentrasi IBA serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap persentase bertunas.

Persentase bertunas setek jambu air deli hijau pada pemberian IBA dan bahan tanam setek yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Persentase bertunas (%) setek jambu air deli hijau pada pemberian IBA dan bahan tanam setek yang berbeda

Bahan tanam setek Konsentrasi IBA (ppm) Rataan

K0 (0) K1 (50) K2 (100) K3 (150)

T1 (dengan pucuk) 80,00 83,33 80,00 80,00 80,83 T2 (tanpa pucuk) 73,33 80,00 96,67 86,67 84,17

Rataan 76,67 81,67 88,33 83,33 82,50

Tabel 2. menunjukkan persentase bertunas setek jambu air deli hijau cenderung lebih tinggi pada penggunaan bahan tanam setek tanpa pucuk (T2) yaitu 84,17 % yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan setek dengan pucuk (T1).

Tabel 2. juga menunjukkan persentase bertunas setek jambu air deli hijau cenderung tertinggi pada pemberian IBA 100 ppm (K2) yaitu 88,33 % yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya.

Panjang Tunas (cm)

Data pengamatan dan hasil sidik ragam panjang tunas setek jambu air deli hijau (lampiran 10 dan 11) menunjukkan bahwa perlakuan bahan tanam setek dan


(39)

konsentrasi IBA berpengaruh tidak nyata terhadap parameter panjang tunas, namun interaksi perlakuan berpengaruh nyata.

Panjang tunas setek jambu air deli hijau pada pemberian IBA dan bahan tanam setek yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Panjang tunas (cm) setek jambu air deli hijau pada pemberian IBA dan bahan tanam setek yang berbeda

Bahan tanam setek Konsentrasi IBA (ppm) Rataan

K0 (0) K1 (50) K2 (100) K3 (150)

T1 (dengan pucuk) 11,13 ab 11,60 a 8,97 ab 7,79 b 9,87 T2 (tanpa pucuk) 11,19 ab 8,37 ab 11,26 ab 11,21 ab 10,51

Rataan 11,16 9,98 10,11 9,50 10,19

Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi yang berbeda pada kelompok baris atau kolom menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% menurut Uji Jarak Berganda Duncan.

Tabel 3. menunjukkan tunas terpanjang setek jambu air deli hijau pada penggunaan bahan tanam setek dengan pucuk (T1) tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi IBA 50 ppm (K1) yaitu 11,60 cm yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan K0 dan K2 tetapi berbeda nyata dengan K3.

Tabel 3. juga menunjukkan tunas terpanjang setek jambu air deli hijau pada penggunaan bahan tanam setek tanpa pucuk (T2) tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi IBA 100 ppm (K2) yaitu 11,26 cm yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya.

Kurva respon panjang tunas setek jambu air deli hijau dengan konsentrasi IBA pada berbagai bahan tanam dapat dilihat pada Gambar 1.


(40)

Gambar 1. Kurva respon panjang tunas setek jambu air deli hijau dengan konsentrasi IBA pada berbagai bahan tanam

Gambar 1. menunjukkan bahwa hubungan panjang tunas setek jambu air deli hijau dengan konsentrasi IBA pada bahan tanam setek dengan pucuk menunjukkan hubungan kubik dimana nilai optimum pemberian konsentrasi IBA adalah 125 ppm dengan panjang tunas setek jambu air deli hijau adalah 8.24 cm.

Gambar 1. menunjukkan bahwa hubungan panjang tunas setek jambu air deli hijau dengan konsentrasi IBA pada bahan tanam setek tanpa pucuk menunjukkan hubungan kubik dimana nilai optimum pemberian konsentrasi IBA adalah 145 ppm dengan panjang tunas setek jambu air deli hijau adalah 16.85 cm. Jumlah Akar (helai)

Data pengamatan dan hasil sidik ragam jumlah akar setek jambu air deli hijau (Lampiran 12 dan 13) menunjukkan bahwa perlakuan bahan tanam setek, pemberian konsentrasi IBA serta interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap jumlah akar.


(41)

Jumlah akar setek jambu air deli hijau pada pemberian IBA dan bahan tanam setek yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah akar (helai) setek jambu air deli hijau pada pemberian IBA dan bahan tanam setek yang berbeda

Bahan tanam setek Konsentrasi IBA (ppm) Rataan

K0 (0) K1 (50) K2 (100) K3 (150)

T1 (dengan pucuk) 8,11 de 11,00 c 15,44 b 5,11 f 9,92 T2 (tanpa pucuk) 9,67 cd 14,00 b 22,22 a 6,11 ef 13,00

Rataan 8,89 12,50 18,83 5,61 11,46

Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% menurut Uji Jarak Berganda Duncan.

Tabel 4. menunjukkan jumlah akar setek jambu air deli hijau pada penggunaan bahan tanam setek dengan pucuk (T1) terbanyak diperoleh pada perlakuan konsentrasi IBA 100 ppm (K2) yaitu 15,44 helai yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Tabel 4. juga menunjukkan jumlah akar setek jambu air deli hijau pada penggunaan bahan tanam setek tanpa pucuk (T2) terbanyak diperoleh pada perlakuan konsentrasi IBA 100 ppm (K2) yaitu 22,22 helai yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Kurva respon jumlah akar setek jambu air deli hijau dengan konsentrasi IBA pada berbagai bahan tanam dapat dilihat pada Gambar 2.


(42)

Gambar 2. Kurva respon jumlah akar setek jambu air deli hijau dengan konsentrasi IBA pada berbagai bahan tanam

Gambar 2. menunjukkan bahwa hubungan jumlah akar setek jambu air deli hijau dengan konsentrasi IBA pada bahan tanam setek dengan pucuk menunjukkan hubungan kuadratik dimana nilai optimum pemberian konsentrasi IBA adalah 75,45 ppm dengan jumlah akar setek jambu air deli hijau adalah 19,64 helai.

Gambar 2. menunjukkan bahwa hubungan jumlah akar setek jambu air deli hijau dengan konsentrasi IBA pada bahan tanam setek tanpa pucuk menunjukkan hubungan kuadratik dimana nilai optimum pemberian konsentrasi IBA adalah 72,76 ppm dengan jumlah akar setek jambu air deli hijau adalah 14,17 helai.

Panjang Akar (cm)

Data pengamatan dan hasil sidik ragam panjang akar setek jambu air deli hijau (Lampiran 14 dan 15) menunjukkan bahwa perlakuan pemberian konsentrasi


(43)

IBA berpengaruh nyata terhadap panjang akar. Perlakuan bahan tanam setek dan interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap panjang akar.

Panjang akar setek jambu air deli hijau pada pemberian IBA dan bahan tanam setek yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Panjang akar (cm) setek jambu air deli hijau pada pemberian IBA dan bahan tanam setek yang berbeda

Bahan tanam setek Konsentrasi IBA (ppm) Rataan

K0 (0) K1 (50) K2 (100) K3 (150)

T1 (dengan pucuk) 8,47 7,88 8,51 9,19 8,51

T2 (tanpa pucuk) 8,37 8,13 11,00 9,01 9,13 Rataan 8,42 b 8,01 b 9,76 a 9,10 ab 8,82 Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan

berbeda nyata pada taraf 5% menurut Uji Jarak Berganda Duncan.

Tabel 5. menunjukkan akar setek jambu air deli hijau terpanjang pada perlakuan pemberian IBA 100 ppm (K2) yaitu 9,76 cm yang berbeda nyata dengan perlakuan K0 dan K1, tetapi berbeda tidak nyata dengan perlakuan K3.

Tabel 5. juga menunjukkan akar setek jambu air deli hijau cenderung lebih panjang diperoleh pada penggunaan bahan tanam setek tanpa pucuk (T2) yaitu 9,13 cm yang berbeda tidak nyata dengan penggunaan bahan tanam setek dengan pucuk (T1).

Kurva respon panjang akar setek jambu air deli hijau dengan konsentrasi IBA dapat dilihat pada Gambar 3.


(44)

Gambar 3. Kurva respon panjang akar setek jambu air deli hijau dengan konsentrasi IBA

Gambar 3. menunjukkan bahwa hubungan panjang akar setek jambu air deli hijau dengan konsentrasi IBA menunjukkan hubungan kubik dimana nilai optimum pemberian konsentrasi IBA adalah 108,33 ppm dengan jumlah akar setek jambu air deli hijau adalah 9,51 cm.

Volume Akar (ml)

Data pengamatan dan hasil sidik ragam volume akar setek jambu air deli hijau (Lampiran 16 dan 17) menunjukkan bahwa perlakuan pemberian konsentrasi IBA berpengaruh nyata terhadap volume akar. Perlakuan bahan tanam setek dan interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap volume akar.

Volume akar setek jambu air deli hijau pada pemberian IBA dan bahan tanam setek yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 6.


(45)

Tabel 6. Volume akar (ml) setek jambu air deli hijau pada pemberian IBA dan bahan tanam setek yang berbeda

Bahan tanam setek Konsentrasi IBA (ppm) Rataan

K0 (0) K1 (50) K2 (100) K3 (150)

T1 (dengan pucuk) 2,22 2,11 2,89 1,89 2,28

T2 (tanpa pucuk) 1,89 2,56 3,11 2,00 2,39

Rataan 2,06 bc 2,33 b 3,00 a 1,94 c 2,33 Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan

berbeda nyata pada taraf 5% menurut Uji Jarak Berganda Duncan.

Tabel 6. menunjukkan volume akar setek jambu air deli hijau terbesar diperoleh pada perlakuan pemberian IBA 100 ppm (K2) yaitu 3,00 ml yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Tabel 6. juga menunjukkan volume akar setek jambu air deli hijau cenderung lebih besar diperoleh pada penggunaan bahan tanam setek tanpa pucuk (T2) yaitu 2,39 ml yang berbeda tidak nyata dengan penggunaan bahan tanam setek dengan pucuk (T1).

Kurva respon volume akar setek jambu air deli hijau dengan pemberian konsentrasi IBA dapat dilihat pada Gambar 4.


(46)

Gambar 4. Kurva respon volume akar setek jambu air deli hijau dengan konsentrasi IBA

Gambar 4. menunjukkan bahwa hubungan volume akar setek jambu air deli hijau dengan konsentrasi IBA menunjukkan hubungan kuadratik dimana nilai optimum pemberian konsentrasi IBA adalah 103.5 ppm dengan volume akar setek jambu air deli hijau adalah 3.01 ml.

Bobot Kering Tunas (g)

Data pengamatan dan hasil sidik ragam bobot kering tunas setek jambu air deli hijau (Lampiran 18 - 19), menunjukkan bahwa perlakuan bahan tanam setek, konsentrasi IBA serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering tunas.

Bobot kering tunas setek jambu air deli hijau pada pemberian IBA dan bahan tanam setek yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 7.


(47)

Tabel 7. Bobot kering tunas (g) setek jambu air deli hijau pada pemberian IBA dan bahan tanam setek yang berbeda

Bahan tanam setek Konsentrasi IBA (ppm) Rataan

K0 (0) K1 (50) K2 (100) K3 (150)

T1 (dengan pucuk) 0,89 0,77 0,95 0,84 0,86

T2 (tanpa pucuk) 0,89 0,79 1,13 0,76 0,89

Rataan 0,89 0,78 1,04 0,80 0,88

Tabel 7. menunjukkan bobot kering tunas jambu air deli hijau cenderung lebih besar pada penggunaan bahan tanam setek tanpa pucuk (T2) yaitu 0,89 g yang berbeda tidak nyata dengan penggunaan bahan tanam setek dengan pucuk (T1).

Tabel 7. juga menunjukkan bobot kering tunas jambu air deli hijau cenderung lebih besar pada pemberian IBA 100 ppm (K2) yaitu 1,04 g yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya.

Bobot Kering Akar (g)

Data pengamatan dan hasil sidik ragam bobot kering akar setek jambu air deli hijau (Lampiran 20 - 22), menunjukkan bahwa perlakuan pemberian konsentrasi IBA berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar. Perlakuan bahan tanam setek dan interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering akar.

Bobot kering akar setek jambu air deli hijau pada pemberian IBA dan bahan tanam setek yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Bobot kering akar (g) setek jambu air deli hijau pada pemberian IBA dan bahan tanam setek yang berbeda

Bahan tanam setek Konsentrasi IBA (ppm) Rataan

K0 (0) K1 (50) K2 (100) K3 (150)

T1 (dengan pucuk) 0,76 0,86 0,94 0,54 0,77 T2 (tanpa pucuk) 0,65 0,79 1,37 0,66 0,87 Rataan 0,70 b 0,82 ab 1,15 a 0,60 b 0,82 Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan


(48)

Tabel 8. menunjukkan bobot kering akar setek jambu air deli hijau terbesar diperoleh pada perlakuan pemberian IBA 100 ppm (K2) yaitu 1,15 g yang berbeda tidak nyata dengan K1 tetapi berbeda nyata dengan K0 dan K3.

Tabel 8. juga menunjukkan bobot kering akar setek jambu air deli hijau cenderung lebih besar diperoleh pada penggunaan bahan tanam setek tanpa pucuk (T2) yaitu 0,87 g yang berbeda tidak nyata dengan penggunaan bahan tanam setek dengan pucuk (T1).

Kurva respon bobot kering akar setek jambu air deli hijau dengan konsentrasi IBA dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Kurva respon bobot kering akar setek jambu air deli hijau dengan konsentrasi IBA

Gambar 5. menunjukkan bahwa hubungan bobot kering akar setek jambu air deli hijau dengan konsentrasi IBA menunjukkan hubungan kuadratik dimana nilai optimum pemberian konsentrasi IBA adalah 72,14 ppm dengan bobot kering akar setek jambu air deli hijau adalah 24,92 g.


(49)

Pembahasan

Pengaruh bahan tanam setek terhadap pertumbuhan setek jambu air deli hijau (Syzygium samarangense (Blume) Merr. & Perry)

Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui, perlakuan bahan tanam setek berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah akar, dimana jumlah akar tertinggi terdapat pada perlakuan bahan tanam setek tanpa pucuk (T2) yaitu 13,00 helai dan terendah terdapat pada bahan tanam setek dengan pucuk (T1) yaitu 9,92 helai. Hal ini terjadi karena bahan tanam setek dengan pucuk cenderung lebih cepat muncul tunasnya karena auksin ditemukan dibagian pucuk tanaman, sehingga bahan tanam dengan pucuk mempunyai kemampuan menumbuhkan tunas yang lebih cepat. Hal ini tentu akan berkorelasi positif terhadap parameter jumlah akar disebabkan oleh kecepatan perkembangan tajuk yang lebih dulu pada bahan tanam dengan pucuk sehingga berpengaruh terhadap proses perkembangan selanjutnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tohari (1992) yang menyatakan bahwa pertumbuhan tunas dibatasi oleh suatu bagian yang relatif lebih besar (akar), maka karbohidrat yang dihasilkan fotosintesis akan digunakan oleh tunas itu sendiri, dengan akibat berupa pertumbuhan akar secara relatif akan lebih tertekan daripada perkembangan tunas.

Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui, perlakuan bahan tanam setek berpengaruh tidak nyata terhadap parameter waktu muncul tunas, persentase bertunas, panjang tunas, panjang akar, volume akar, bobot kering tunas dan bobot kering akar tetapi cenderung lebih tinggi pada perlakuan bahan tanam setek tanpa pucuk (T2). Hal ini disebabkan bahan tanam setek dengan pucuk mempunyai daun yang lebih luas permukaannya dan masih muda yang menyebabkan proses transpirasi lebih besar dan respirasi lebih tinggi sehingga mengurangi cadangan


(50)

makanan yang ada. Kerusakan akibat respirasi yang tinggi tidak mampu diatasi hanya dengan adanya auksin endogen pada pucuk tanaman untuk mampu lebih cepat bertunas dan menumbuhkan akar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Irwanto (2001) yang menyatakan bahwa setek pucuk adalah bagian tanaman yang muda sehingga mempunyai proses transpirasi yang besar dan stek mudah kehilangan air dan menjadi kering/mati.

Pengaruh pemberian konsentrasi IBA terhadap pertumbuhan setek jambu air deli hijau (Syzygium samarangense (Blume) Merr. & Perry)

Berdasarkan hasil sidik ragam, perlakuan pemberian konsentrasi IBA berpengaruh tidak nyata terhadap parameter panjang tunas dimana cenderung lebih besar diperoleh pada perlakuan tanpa pemberian IBA (K0). Hal ini disebabkan hormon endogen yang terdapat pada bahan tanam sebenarnya sudah mampu menumbuhkan tunas, dimana tunas yang lebih dulu tumbuh akan lebih panjang, sehingga tanpa pemberian IBA tunasnya juga akan cenderung lebih panjang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sukmadi (2012) yang menyatakan bahwa secara alamiah tanaman dapat mensintesis sendiri fitohormon auksin untuk pertumbuhannya.

Berdasarkan hasil pengamatan dan sidik ragam diketahui bahwa pemberian IBA 100 ppm nyata meningkatkan jumlah akar, panjang akar, volume akar, dan bobot kering akar. Hal ini menunjukkan bahwa untuk menumbuhkan akar dibutuhkan tambahan auksin. Auksin biasanya ditemukan pada bagian pucuk tanaman dan ditranslokasikan ke bagian lain yang membutuhkan. Dalam hal ini auksin pada bagian pucuk hanya mampu menumbuhkan tunas lebih dulu dan lebih panjang tetapi jumlah auksin tersebut tidak mencukupi untuk mendorong pertumbuhan akar sehingga penambahan IBA 100 ppm nyata lebih meningkatkan


(51)

pertumbuhan akar. Hal ini sesuai dengan literatur Irwanto (2001) yang menyatakan bahwa konsentrasi hormon IBA 100 ppm sangat efektif untuk mempercepat proses perakaran sehingga stek mempunyai perakaran yang mantap dalam waktu singkat.

Pengaruh interaksi antara bahan tanam setek dan pemberian IBA terhadap

pertumbuhan setek jambu air deli hijau

(Syzygium samarangense (Blume) Merr. & Perry)

Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa interaksi antara bahan tanam setek dan pemberian IBA berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah akar dan panjang tunas.

Interaksi antara bahan tanam setek dan pemberian IBA berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah akar, dimana jumlah akar tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan T2K2 yaitu sebesar 22,22 helai dan terendah pada kombinasi perlakuan T1K3 sebesar 5,11 helai. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan bahan tanam setek tanpa pucuk (T2) dengan pemberian IBA 100 ppm (K2) mampu menghasilkan jumlah akar yang lebih tinggi dibanding perlakuan lainnya walaupun pemberian IBA bukan merupakan pemberian konsentrasi terbesar, selain itu dapat pula dilihat bahwa bahan tanam setek tanpa pucuk mampu menghasilkan jumlah akar tertinggi karena respirasi yang terjadi tidak terlalu tinggi sehingga cadangan makanan lebih besar yang dapat diguanakan untuk pembentukan akar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Irwanto (2001) yang menyatakan bahwa hormon auksin secara alami sudah terdapat dalam tanaman akan tetapi untuk lebih mempercepat proses perakaran stek maka perlu ditambahkan dalam jumlah dan konsentrasi tertentu untuk dapat merangsang perakaran.


(52)

Interaksi antara bahan tanam setek dan pemberian IBA berpengaruh nyata terhadap parameter panjang tunas, dimana tunas terpanjang terdapat pada kombinasi perlakuan T1K1 yaitu 11,60 cm dan terendah pada kombinasi perlakuan T1K3 sebesar 7,79 cm. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa pada perlakuan T1K1 tunas sudah dapat tumbuh tanpa pemberian IBA karena pada bahan tanam setek dengan pucuk sudah terkandung auksin endogen, sehingga dengan penambahan IBA 50 ppm sudah mampu memberikan pucuk yang lebih panjang. Hal ini menunjukkan bahwa dalam jumlah yang sangat kecil penambahan IBA sudah mampu meningkatkan panjang tunas. Hal ini sesuai dengan literatur Irwanto (2001) yang menyatakan bahwa hormon auksin secara alami sudah terdapat dalam tanaman. Didukung oleh Lawalata (2011) yang menyatakan bahwa zat pengatur tumbuh aktif dalam konsentrasi rendah yang merangsang, menghambat atau merubah pertumbuhan serta perkembangan tanaman secara kuantitatif dan kualitatif.


(53)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Pertumbuhan setek jambu air deli hijau lebih baik menggunakan bahan tanam setek tanpa pucuk daripada bahan tanam setek dengan pucuk.

2. Pemberian IBA 100 ppm memberikan pertumbuhan setek jambu air deli hijau yang lebih baik daripada tanpa pemberian IBA ataupun pemberian IBA 50 ppm dan 150 ppm.

3. Kombinasi perlakuan terbaik untuk pertumbuhan setek jambu air deli hijau adalah penggunaan bahan tanam setek tanpa pucuk dan pemberian IBA 100 ppm.

Saran

Disarankan penggunaan bahan tanam setek tanpa pucuk dan konsentrasi 100 ppm IBA untuk pertumbuhan setek jambu air deli hijau.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Saif, A.M.H. 2011. Effect Of Plant Growthregulators On Fruit Growth And Quality Development Of Syzygium Samarangense (Water Apple/Wax Apple). Thesis. Faculty Of Science University Of Malaya Kuala Lumpur. Malaysia.

Aryo, K. A. 2012. Jambu Air Dalhari (Syzygium samarangense). Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.

Budianto, E. A., K. Badami., dan A. Arsyadmunir. 2013. Pengaruh Kombinasi Macam ZPT dengan Lama Perendaman yang Berbeda Terhadap Keberhasilan Pembibitan Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) Secara Stek. Agrovigor Vol. 6 No. 2 ISSN 1979 5777. Universitas Trunojoyo, Madura.

Daulay, S.D. 2010. Pertumbuhan Setek Akar Sukun (Artocarpus communis

Forst.) Berdasarkan Perbedaan Jarak Akar Dari Batang Pohon. Skripsi. Program Studi Budidaya Hutan Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.

Fanesa, A. 2011. Pengaruh Pemberian Beberapa Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Pertumbuhan Setek Pucuk Jeruk Kacang (Citrus Nobilis L.). Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian, Universitas Andalas.

Hartanto, Y. 1998. Induksi Multiplikasi Tunas Aksilar Jambu Air Varietas Citra (Syzygium samarangense (Blume) Merr. & Perry) Secara In Vitro dan Pengujian Keseragaman Tunas Melalui Teknik Isozim. Institut Pertabian Bogor, Bogor.

Hasanah, F. N. dan N. Setiari. 2007. Pembentukan Akar pada Setek batang Nilam (Pogostemon cablin Benth.) setelah direndam IBA (Indole Butyric Acid) pada Konsentrasi Berbeda. Buletin Anatomi dan Fisiologi Vol. XV, No. 2, Oktober 2007. Universitas Diponegoro, Semarang.

Henuhili, V. 2010. Budidaya dan Peningkatan Nilai Jual Jambu Air di Wilayah Pedukuhan Jogotirto, Desa Krasakan, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman. Jurnal Pendidikan Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.

Huik, E. M. 2004. Pengaruh Rootone – F dan Ukuran Diameter Setek Terhadap Pertumbuhan dari Setek Batang Jati (Tectona Grandis L.F.). Skripsi. Universitas Pattimura, Ambon.

Irwanto. 2001. Pengaruh Hormon IBA Terhadap Persen Jadi Setek Pucuk Meranti Putih (Shorea montegena). Skripsi. Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Pattimura, Ambon.


(55)

Lawalata, I. J. 2011. Pemberian Beberapa Kombinasi ZPT Terhadap Regenerasi Tanaman Gloxinia (Siningia speciosa) dari Eksplan Batang dan Daun Secara In Vitro. J. Exp. Life Sci. Vol. 1 No.2. Hal. 56-110.

Merril, E. D and Perry, L. M. 1938. Syzygium samarangense (Blume) Merr. & L. M. Perry. J. Arnold Arbor. 19(2): 115

Morton, J. F. 2004. Fruits of Warm Climates. Diakses dari http://books.google.co.id/books/about/Fruits_of_warm_climates.html?id=p CgmAQAAMAAJ&redir_esc=y pada 13 Maret 2015.

Na’iem, M. 2000. Prospek Pertumbuhan Klon Jati di Indonesia. Seminar Nasional

Status Silvikultur 1999. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Nurzaman, Z. 2005. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh NAA dan IBA Terhadap Pertumbuhan Setek Mini Pule Pandak (Rauwolfia Serpentina Benth.) Hasil Kultur In Vitro pada Media Arang Sekam dan Zeolit. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Orwa, C., A. Mutua., Kindt, R., Jamnadass, R., S. Anthony. 2009. Syzygium samarangense Agroforestree Database: a tree reference and selection

guide version 4.0. diakses dari

http://www.worldagroforestry.org/sites/treedbs/treedatabases.asp pada 13 Maret 2015.

Peter, T., D. Padmavathi., R.J. Sajini and Sarala, A. 2011. Syzygium Samarangense: A Review On Morphology, Phytochemistry & Pharmacological Aspects. Asian J. of Biochemical and Pharmaceutical Research 1(4):155-163.

Prastowo, N., J.M. Roshetko. 2006. Tehnik Pembibitan dan Perbanyakan Vegetatif Tanaman Buah. World Agroforestry Centre (ICRAF) dan Winrock International. Bogor. Indonesia.

Pujawati, E. D., 2009. Pertumbuhan Setek Jeruk Lemon (Citrus medica) dengan Pemberian Urin Sapi pada Berbagai Konsentrasi dan Lama Perendaman. Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 10 No. 26, Edisi Juni 2009. Fakultas Kehutanan Unlam, Banjarbaru.

Purdyaningsih, E. 2012. Kajian Pengaruh Pemberian ZPT Terhadap Pertumbuhan Setek Nilam. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan. Jakarta.

Rebin. 2013. Teknik Perbanyakan Jambu Air Citra Melalui Setek Cabang. Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika. Sumatera Barat. Padang.


(56)

Sudarmi, 2008. Kajian Konsentrasi IBA Terhadap Pertumbuhan Setek Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Skripsi. Fakultas Pertanian Jurusan Agrobisnis Univet Bantara Sukoharjo.

Sukmadi, R. B. 2012. Aktivitas Fitohormon Indole-3-Acetic Acid (IAA) dari Beberapa Isolat Bakteri Rizosfer dan Endofit. J. Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 14, No. 3, Desember 2012 Hlm. 221-227.

Sulastri, Y.S. 2004. Pengaruh Konsentrasi Indole Butyric Acid (IBA) dan Lama Perendaman Terhadap Pertumbuhan Setek Pucuk Jambu Air (Syzygium samarangense Burn. F. Alst.). J. Penelitian Bidang Ilmu Pertanian

2(3):25-34.

Suprapto, A. 2004. Auksin : Zat Pengatur Tumbuh Penting Meningkatkan Mutu Setek Tanaman. J. Penelitian Vol. 21, No. 1 Februari – Maret 2014 (Tahun ke 11): 81-90.

Suyanti, Mukarlina, dan Rizalinda. 2013. Respon Pertumbuhan Setek Pucuk Keji Beling (Strobilanthes crispus Bl.) dengan Pemberian IBA (Indole Butyric Acid). J. Protobiont Vol 2 (2): 26 – 31.

Tim Peneliti. 2012. Usulan Pendaftaran Varietas. Jambu Air Varietas Madu Deli (Asal Kota Binjai). UPT Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih IV Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara. Medan.

Tohari. 1992. Fisiologi Budidaya Tanaman Tropik, Cetakan kedua. Fakultas Pertanian. UGM Press. Yogyakarta.


(57)

Lampiran 1. Deskripsi tanaman jambu air varietas deli hijau

Asal : Kelurahan Paya Roba, Kecamatan Binjai Barat, Kota Binjai, Provinsi Sumatera Utara

Silsilah : seleksi pohon induk, tanaman hasil introduksi Golongan varietas : klon

Tinggi tanaman : 2,9 m

Bentuk tajuk tanaman : kerucut meranting Bentuk penampang batang : gilig

Lingkar batang : 26 cm (diukur 30 cm di atas permukaan tanah) Warna batang : kecoklatan

Warna daun : bagian atas hijau tua mengkilap, bagian bawah hijau

Bentuk daun : memanjang (oblongus)

Ukuran daun : panjang 20 – 22 cm, lebar bagian pangkal 5,5 – 6 cm, lebar bagian tengah 7 – 8 cm, lebar bagian ujung 5,0 – 5,5 cm

Bentuk bunga : seperti mangkok/ tabung Warna kelopak bunga : hijau muda

Warna mahkota bunga : putih kekuningan Warna kepala putik : putih

Warna benangsari : putih

Waktu berbunga : Juni – Juli (dapat berbunga sepanjang tahun) Waktu panen : September – Oktober (sepanjang tahun)

Bentuk buah : seperti lonceng (kadang tidak berlekuk/ berpinggang)

Ukuran buah : tinggi 7,5 – 8,0 cm, diameter 5,0 – 5,5 cm Warna kulit buah : hijau semburat merah

Warna daging buah : putih kehijauan Rasa daging buah : manis madu Bentuk biji : –

Warna biji : –

Kandungan air : 81,596 % Kadar gula : 12,40brix

Kandungan vitamin C : 210,463 mg/ 100 g Berat per buah : 150 – 200 g

Jumlah buah per tanaman : 200 – 360 buah/ pohon/ tahun Persentase bagian buah yang

dapat dikonsumsi : 95 – 98 % Daya simpan buah pada suhu

28 – 300C : 5 – 7 hari setelah panen Hasil buah per pohon

per tahun : 30 – 45 kg (pada umur tanaman 2,5 tahun)

Identitas pohon induk tunggal : tanaman milik SunardiKelurahan Paya Roba, Kecamatan Binjai Barat, Kota Binjai, Provinsi Sumatera Utara

Nomor registrasi pohon induk


(58)

Perkiraan umur pohon induk : 5 tahun

Penciri utama : warna buah matang hijau semburat merah, sebagian besar buah tidak berbiji

Keunggulan varietas : daya hasil (produktifitas) tinggi, dapat ditanam dalam pot, berbuah sepanjang tahun, rasa buah matang manis madu, daging buah renyah

Wilayah adaptasi : beradaptasi dengan baik di dataran rendah sampai menengah dengan ketinggian 0 – 500 m dpl Pemohon : Pemerintah Kota Binjai bekerjasama dengan

UPT. Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih IV, Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara

Pemulia : –

Peneliti : Arnold Simatupang, Sangkot Situmorang, Rumontam, Hotman Silalahi, Sugeng Prasetyo, M. Roem S. (UPT. Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih IV Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara), M. Idaham, Edy Gunawan, Ralasen Ginting (Pemerintah Kota Binjai), Herla Rusmarilin (Fakultas Pertanian USU)

Sumber : Tim Peneliti UPT. Balain pengawasan dan Sertifikasi Benih IV Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014.


(59)

15 cm 30 cm 15 cm

X X X X X

30 cm

X X X X X

Lampiran 2. Bagan plot penelitian

50 cm

30 cm U

B T

6,9 m S

5.50 m

Lampiran 3. Bagan penanaman dalam plot 150 cm

60 cm

T2K0 T1K2 T1K3

T1K1 T2K2

T2K3

T2K1

T1K3

T2K0

T2K2

T2K3

T1K2

T2K0

T1K1 T1K2

T2K1

T1K0

T2K2

T1K0

T2K3

T2K1

T1K3 T1K1

T1K0

Blok III Blok I


(60)

Lampiran 4. Jadwal kegiatan penelitian

Kegiatan Minggu

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1. Persiapan Lahan x

2. Persiapan Media Tanam x 3. Pengambilan Bahan Setek x

4. Pembuatan Setek x

5. Pemberian IBA x

6. Penanaman Setek x

7. Pemeliharaan Tanaman

Penyiraman Disesuaikan Dengan Kondisi

Lapangan

Penyiangan Disesuaikan Dengan Kondisi

Lapangan 8. Pengamatan Parameter

Waktu Muncul Tunas (HST) x x x x x x x

Panjang Tunas (cm) x

Persentase Setek Bertunas(%) x

Panjang Akar (cm) x

Jumlah Akar (helai) x

Volume Akar (ml) x

Bobot Kering Tunas (g) x

Bobot Kering Akar (g) x


(1)

Lampiran 10. Data pengamatan panjang tunas (cm) setek jambu air deli hijau pada pemberian konsentrasi IBA dan bahan tanam yang berbeda

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III

T1K0 11,53 9,13 12,73 33,40 11,13

T1K1 12,97 9,57 12,27 34,80 11,60

T1K2 8,67 9,07 9,17 26,90 8,97

T1K3 9,17 7,17 7,03 23,37 7,79

T2K0 7,43 11,33 14,80 33,57 11,19

T2K1 9,60 7,30 8,20 25,10 8,37

T2K2 11,47 11,43 10,87 33,77 11,26

T2K3 9,10 12,83 11,70 33,63 11,21

Total 79,93 77,83 86,77 244,53 81,51

Rataan 9,99 9,73 10,85 30,57 10,19

Lampiran 11. Sidik ragam panjang tunas setek jambu air deli hijau pada pemberian konsentrasi IBA dan bahan tanam yang berbeda

SK DB JK KT F.Hit F.05 Ket

Blok 2 5,45 2,73 0,79 3,74 tn

Perlakuan 7 49,92 7,13 2,08 2,77 tn

T 1 2,41 2,41 0,70 4,60 tn

K 3 8,81 2,94 0,85 3,34 tn

TxK 3 38,71 12,90 3,75 3,34 *

T1 pada K kuadratik 1 1,01 1,01 0,30 4,60 tn

T1 pada K kubik 1 1,56 1,56 0,45 4,60 tn

T2 pada K kuadratik 1 2,89 2,89 0,84 4,60 tn

T2 pada K kubik 1 5,60 5,60 1,63 4,60 tn

Galat 14 48,12 3,44

Total 23 103,49

KK 18%

Keterangan : tn = tidak nyata * = nyata


(2)

Lampiran 12. Data pengamatan jumlah akar (helai) setek jambu air deli hijau pada pemberian konsentrasi IBA dan bahan tanam yang berbeda

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III

T1K0 8,67 8,33 7,33 24,33 8,11

T1K1 10,00 13,67 9,33 33,00 11,00

T1K2 15,33 17,33 13,67 46,33 15,44

T1K3 5,67 5,33 4,33 15,33 5,11

T2K0 10,33 9,00 9,67 29,00 9,67

T2K1 16,67 14,00 11,33 42,00 14,00

T2K2 21,67 24,67 20,33 66,67 22,22

T2K3 5,00 7,67 5,67 18,33 6,11

Total 93,33 100,00 81,67 275,00 91,67

Rataan 11,67 12,50 10,21 34,38 11,46

Lampiran 13. Sidik ragam data pengamatan jumlah akar setek jambu air deli hijau pada pemberian konsentrasi IBA dan bahan tanam yang berbeda

SK DB JK KT F.Hit F.05 Ket

Blok 2 21,53 10,76 5,61 3,74 *

Perlakuan 7 665,14 95,02 49,56 2,77 *

T 1 57,04 57,04 29,75 4,60 *

K 3 577,61 192,54 100,42 3,34 *

linear 1 3,68 3,68 1,92 4,60 tn

kuadratik 1 425,04 425,04 221,68 4,60 *

kubik 1 148,89 148,89 77,65 4,60 *

TxK 3 30,50 10,17 5,30 3,34 *

T1 pada K kuadratik 1 65,56 65,56 34,19 4,60 *

T1 pada K kubik 1 20,01 20,01 10,44 4,60 *

T2 pada K kuadratik 1 156,74 156,74 81,75 4,60 *

T2 pada K kubik 1 59,74 59,74 31,16 4,60 *

Galat 14 26,84 1,92

Total 23 713,51

KK 12%

Keterangan : tn = tidak nyata * = nyata


(3)

Lampiran 14. Data pengamatan panjang akar (cm) setek jambu air deli hijau pada pemberian konsentrasi IBA dan bahan tanam yang berbeda

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III

T1K0 8,53 8,63 8,23 25,40 8,47

T1K1 7,83 8,13 7,67 23,63 7,88

T1K2 8,40 8,30 8,83 25,53 8,51

T1K3 7,33 9,40 10,83 27,57 9,19

T2K0 9,00 6,83 9,27 25,10 8,37

T2K1 7,20 8,83 8,37 24,40 8,13

T2K2 11,67 11,17 10,17 33,00 11,00

T2K3 8,77 9,43 8,83 27,03 9,01

Total 68,73 70,73 72,20 211,67 70,56

Rataan 8,59 8,84 9,03 26,46 8,82

Lampiran 15. Sidik ragam data pengamatan panjang akar setek jambu air deli hijau pada pemberian konsentrasi IBA dan bahan tanam yang berbeda

SK DB JK KT F.Hit F.05 Ket

Blok 2 0,76 0,38 0,43 3,74 tn

Perlakuan 7 20,13 2,88 3,30 2,76 *

T 1 2,28 2,28 2,62 4,60 tn

K 3 10,68 3,56 4,08 3,34 *

linear 1 4,33 4,33 4,97 4,60 *

kuadratik 1 0,09 0,09 0,10 4,60 tn

kubik 1 6,26 6,26 7,17 4,60 *

TxK 3 7,17 2,39 2,74 3,34 tn

Galat 14 12,21 0,87

Total 23 33,10

KK 11%

Keterangan : tn = tidak nyata * = nyata


(4)

Lampiran 16. Data pengamatan volume akar (ml) setek jambu air deli hijau pada pemberian konsentrasi IBA dan bahan tanam yang berbeda

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III

T1K0 2,00 2,67 2,00 6,67 2,22

T1K1 1,67 2,33 2,33 6,33 2,11

T1K2 3,00 3,00 2,67 8,67 2,89

T1K3 1,67 1,67 2,33 5,67 1,89

T2K0 2,00 1,67 2,00 5,67 1,89

T2K1 2,67 2,67 2,33 7,67 2,56

T2K2 2,67 4,00 2,67 9,33 3,11

T2K3 1,33 2,33 2,33 6,00 2,00

Total 17,00 20,33 18,67 56,00 18,67

Rataan 2,13 2,54 2,33 7,00 2,33

Lampiran 17. Sidik ragam data pengamatan volume akar setek jambu air deli hijau pada pemberian konsentrasi IBA dan bahan tanam yang berbeda

SK DB JK KT F.Hit F.05 Ket

Blok 2 0,69 0,35 2,14 3,74 tn

Perlakuan 7 4,59 0,66 4,05 2,77 *

T 1 0,07 0,07 0,46 4,60 tn

K 3 4,04 1,35 8,30 3,34 *

linear 1 0,03 0,03 0,21 4,60 tn

kuadratik 1 2,67 2,67 16,46 4,60 *

kubik 1 1,34 1,34 8,25 4,60 *

TxK 3 0,48 0,16 0,99 3,34 tn

Galat 14 2,27 0,16

Total 23 7,56

KK 17%

Keterangan : tn = tidak nyata * = nyata


(5)

Lampiran 18. Data pengamatan bobot kering tunas (g) setek jambu air deli hijau pada pemberian konsentrasi IBA dan bahan tanam yang berbeda

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III

T1K0 0,81 0,95 0,90 2,66 0,89

T1K1 0,84 0,88 0,59 2,31 0,77

T1K2 0,73 1,47 0,64 2,84 0,95

T1K3 1,15 0,53 0,85 2,53 0,84

T2K0 0,98 0,64 1,03 2,66 0,89

T2K1 0,68 0,76 0,92 2,36 0,79

T2K2 1,36 1,14 0,89 3,39 1,13

T2K3 0,84 0,87 0,57 2,28 0,76

Total 7,40 7,23 6,40 21,03 7,01

Rataan 0,93 0,90 0,80 2,63 0,88

Lampiran 19. Sidik ragam bobot kering tunas setek jambu air deli hijau pada pemberian konsentrasi IBA dan bahan tanam yang berbeda

SK DB JK KT F.Hit F.05 Ket

Blok 2 0,07 0,04 0,57 3,74 tn

Perlakuan 7 0,31 0,04 0,70 2,76 tn

T 1 0,00 0,00 0,08 4,60 tn

K 3 0,25 0,08 1,31 3,34 tn

TxK 3 0,06 0,02 0,29 3,34 tn

Galat 14 0,89 0,06

Total 23 1,27

KK 29%


(6)

Lampiran 20. Data pengamatan bobot kering akar (g) setek jambu air deli hijau pada pemberian konsentrasi IBA dan bahan tanam yang berbeda

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III

T1K0 0,42 1,13 0,73 2,28 0,76

T1K1 0,46 1,31 0,80 2,57 0,86

T1K2 0,40 1,61 0,81 2,81 0,94

T1K3 0,41 0,42 0,80 1,63 0,54

T2K0 0,51 0,62 0,81 1,94 0,65

T2K1 0,47 0,71 1,19 2,37 0,79

T2K2 0,75 2,04 1,31 4,10 1,37

T2K3 0,60 0,59 0,78 1,97 0,66

Total 4,02 8,43 7,22 19,67 6,56

Rataan 0,50 1,05 0,90 2,46 0,82

Lampiran 21. Data transformasi (x + 0.5) bobot kering akar setek jambu air deli hijau pada pemberian konsentrasi IBA dan bahan tanam yang berbeda

Perlakuan Blok Total Rataan

I II III

T1K0 1,15 1,56 1,35 4,07 1,36

T1K1 1,18 1,65 1,39 4,22 1,41

T1K2 1,13 1,77 1,40 4,30 1,43

T1K3 1,14 1,15 1,39 3,68 1,23

T2K0 1,22 1,29 1,40 3,90 1,30

T2K1 1,19 1,34 1,59 4,12 1,37

T2K2 1,37 1,93 1,65 4,94 1,65

T2K3 1,27 1,27 1,38 3,92 1,31

Total 9,64 11,95 11,56 33,15 11,05

Rataan 1,21 1,49 1,44 4,14 1,38

Lampiran 22. Sidik ragam bobot kering akar setek jambu air deli hijau pada pemberian konsentrasi IBA dan bahan tanam yang berbeda

SK DB JK KT F.Hit F.05 Ket

Blok 2 0,38 0,19 8,14 3,74 *

Perlakuan 7 0,33 0,05 2,01 2,76 tn

T 1 0,02 0,02 0,69 4,60 tn

K 3 0,24 0,08 3,49 3,34 *

linear 1 0,00 0,00 0,01 4,60 tn

kuadratik 1 0,17 0,17 7,10 4,60 *

kubik 1 0,08 0,08 3,35 4,60 tn

TxK 3 0,07 0,02 0,98 3,34 tn

Galat 14 0,33 0,02

Total 23 1,04

KK 11%

Keterangan : tn = tidak nyata * = nyata


Dokumen yang terkait

Pengaruh Konsentrasi ZPT Indole Butyric Acid (IBA) dan Jenis Media Tanam Terhadap Pertumbuhan Setek Anggur Vitis vinifera h.)

0 30 77

Pertumbuhan Setek Pucuk Adenium (Adenium Obesum) Dengan Pemberian IBA (Indole Butyric Acid) dan Cara Penyayatan Batang

1 29 81

PENGARUH INDOLE-3-BUTYRIC ACID (IBA) DAN α-NAPHTHALENE ACETIC ACID (NAA) TERHADAP PENGAKARAN SETEK DAN CANGKOK JAMBU JAMAIKA (Syzygium malaccense (L.) Merr. & Perry)

1 17 64

Pertumbuhan Setek Jambu Air Deli Hijau (Syzygium samarangense (Blume) Merr. & Perry) dengan Bahan Tanam dan Pemberian IBA (Indole Butyric Acid) yang Berbeda

2 14 68

Pertumbuhan Setek Jambu Air Deli Hijau (Syzygium samarangense (Blume) Merr. & Perry) dengan Bahan Tanam dan Pemberian IBA (Indole Butyric Acid) yang Berbeda

0 0 13

Pertumbuhan Setek Jambu Air Deli Hijau (Syzygium samarangense (Blume) Merr. & Perry) dengan Bahan Tanam dan Pemberian IBA (Indole Butyric Acid) yang Berbeda

0 0 2

Pertumbuhan Setek Jambu Air Deli Hijau (Syzygium samarangense (Blume) Merr. & Perry) dengan Bahan Tanam dan Pemberian IBA (Indole Butyric Acid) yang Berbeda

0 0 4

Pertumbuhan Setek Jambu Air Deli Hijau (Syzygium samarangense (Blume) Merr. & Perry) dengan Bahan Tanam dan Pemberian IBA (Indole Butyric Acid) yang Berbeda

0 1 9

Pertumbuhan Setek Jambu Air Deli Hijau (Syzygium samarangense (Blume) Merr. & Perry) dengan Bahan Tanam dan Pemberian IBA (Indole Butyric Acid) yang Berbeda

2 9 3

Pertumbuhan Setek Jambu Air Deli Hijau (Syzygium samarangense (Blume) Merr. & Perry) dengan Bahan Tanam dan Pemberian IBA (Indole Butyric Acid) yang Berbeda

0 0 12