Tali Serat Berbahan Dasar Serat Alami Tanaman Lidah Mertua (Sansevieria Trifasciata Laurentii)

46

Lampiran 1. Flow Chart Pelaksanaan Penelitian
Mulai

Persiapan Bahan

Pengeluaran Serat

Penyusunan Serat Berdasarkan Ukuran

Pengukuran Diameter dan Panjang Serat

Penimbangan Serat

Pembagian Serat Menjadi 3 Bagian

Pemintalan Serat Menjadi Tali

Pengujian Tali Serat


Perhitungan Parameter

Selesai

1.
2.
3.
4.
5.

Tegangan Tarik
Regangan
Elastisitas
Deformasi
Kelenturan

47

Lampiran 2. Perhitungan Kekuatan Tarik
Ulangan

Φ (mm)
A (mm2)
U1
U2
U3
U4
U5
Rata-rata
1. A

4,05
4,20
4,82
4,05
4,19
4,26
1

= π D2
4


1

= (3,14) (4,05)2
4

= 12,87 mm2
Ơ

=
=

Fmax
A
809,0096
12,87

= 62,86 N/mm2
2. A


1

= π D2
4

1

= (3,14) (4,20)2
4

= 13,84 mm2
Ơ

=

����

=

877,2372




13,84

= 63,38 N/mm2
3. A

1

= π D2
4

1

= (3,14) (4,82)2
4

= 18,23 mm2
Ơ


=

����

=

593,5468



18,23

12,87
13,84
18,23
12,87
13,78
14,32


F maks (N)

Ơ (N/mm2)

809,0096
877,2372
593,5468
332,2004
684,3536
659,2695

62,86
63,38
32,55
25,81
49,66
46,85

48


= 32,55 N/mm2
4. A

1

= π D2
4

1

= (3,14) (4,05)2
4

= 12,87 mm2
Ơ

=

����


=

332,2004



12,87

= 25,81 N/mm2
5. A

1

= π D2
4

1

= (3,14) (4,19)2
4


= 13,78 mm2
Ơ

=

����

=

684,3536



13,78

= 49,66 N/mm2

49


Lampiran 3. Perhitungan Regangan
Ulangan
L (mm)
U1
34
U2
34
U3
34
U4
34
U5
34
Rata-rata
34
1. ɛ

=

∆L

=

22,67581



34

= 0,6669
2. ɛ

=

∆L

=

16,68743



34

= 0,4908
3. ɛ

=

∆L

=

17,54885



34

= 0,5161
4. ɛ

=

∆L

=

14,64020



34

= 0,4305
5. ɛ

=

∆L

=

14,52728



34

= 0,4272

∆L (mm)
22,67581
16,68743
17,54885
14,64020
14,52728
17,21591

ɛ
0,6669
0,4908
0.5161
0,4305
0,4272
0.5063

50

Lampiran 4. Perhitungan Elastisitas
Ulangan
Ơ (N/mm2)
U1
62,86
U2
63,38
U3
32,55
U4
25,81
U5
49,66
Rata-rata
46,85
1. E

=
=

σ
ε
62,86

0,6669

= 94,2570 N/mm2
2. E

=
=

σ
ε
63,38

0,4908

= 129,1361 N/mm2
3. E

=
=

σ
ε
32,55

0,5161

= 63,0691 N/mm2
4. E

=
=

σ
ε
25,81

0,4305

= 59,9535 N/mm2
5. E

=
=

σ
ε
49,66

0,4272

= 116,2453 N/mm2

ɛ
0,6669
0,4908
0,5161
0,4305
0,4272
0,5063

E (N/mm2)
94,2570
129,1361
63,0691
59,9535
116,2453
92,5322

51

Lampiran 5. Perhitungan Deformasi Tali
Ulangan
∆L (mm)
U1
22,67581
U2
16,68743
U3
17,54885
U4
14,64020
U5
14,52728
Rata-rata
17,21591
1. Deformasi

= ∆L
= 22,67581 mm

2. Deformasi

= ∆L
= 16,68743 mm

3. Deformasi

= ∆L
= 17,54885 mm

4. Deformasi

= ∆L
= 14,64020 mm

5. Deformasi

= ∆L
= 14,52728 mm

Deformasi (mm)
22,67581
16,68743
17,54885
14,64020
14,52728
17,21591

52

Lampiran 6. Perhitungan Kelenturan Tali
Ulangan
L (mm)
∆L (mm)
U1
34
22,67581
U2
34
16,68743
U3
34
17,54885
U4
34
14,64020
U5
34
14,52728
Rata-rata
34
17,21591
1. Kelenturan

=
=
=

���− ���
���

x 100 %

56,67581 − 34
34

22,67581
34

x 100 %

x 100 %

= 66,69 %
2. Kelenturan

=

���− ���

=

50,68743 − 34

���

x 100 %

34

x 100 %

= 49,08 %
3. Kelenturan

=

���− ���

=

51,54885 − 34

=

���

x 100 %

34

17,54885
34

x 100 %

x 100 %

= 51,61 %
4. Kelenturan

=

���− ���

=

48,6402 − 34

=

���

x 100 %

34

14,6402
34

x 100 %

x 100 %

= 43,05 %

Kelenturan (%)
66,69
49,08
51,61
43,05
42,72
50,63

53

5. Kelenturan

=

���− ���

=

48,52728 − 34

=

���

x 100 %

34

14,52728
34

x 100 %

x 100 %

= 42,72 %

54

Lampiran 7. Gambar Alat Pemintal

Alat Pemintal Tampak Atas

Alat Pemintal Tampak Depan

55

Alat Pemintal Tampak Samping Kanan

Alat Pemintal Tampak Samping Kiri

56

Lampiran 8. Gambar Proses Penelitian

Daun Tanaman Lidah Mertua Yang Diambil Seratnya

Serat Yang Telah Diambil dari Tanaman Lidah Mertua

57

Lampiran 9. Gambar Pengujian Tarik

Alat Uji Tarik

Alat Pengukuran Yang Digunakan

Benda uji yang dijepit oleh alat uji tarik sebelum dilakukan pengujian

58

DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, N. V., 2010. Pengaruh Media dan Sumber Bahan Tanam Terhadap
Pertumbuhan Stek Lidah Mertua. USU, Medan. [Skripsi]
Beer, F. P. and Jr. E. R. Johnston, 1981. Mechanics of Materials. International
Student Edition. McGraw-Hill Book Company, New York.
Daryanto, 2001. Mekanika Bangunan. Bumi Aksara, Jakarta.
Enie, H. dan K. Karmayu, 1980. Pengantar Teknologi Tekstil. DEPDIKBUD,
Jakarta.
Gere, J. M. dan S. P. Timoshenko, 2000. Mekanika Bahan. Jilid I. Edisi keempat.
Penerjemah : Bambang Suryoatmono. Erlangga, Jakarta.
Hibbeler, R. C., 2005. Mechanics of Materials. Sixth Edition. Prentice –Hall, Inc.,
Singapore.
Ishaq, M., 2006. Fiska Dasar. Edisi Pertama. Graha Ilmu, Jakarta.
Junardi, 2012. Strategi Pengembangan Agroindustri Serat Sabut Kelapa Berkaret
(Sebutret) Studi Kasus di Kabupaten Sambas. Sekolah Pasca Sarjana. IPB,
Bogor. http://fateta.ipb.ac.id/jurnal. [Diakses pada 28 Desember 2014].
Korpcitaka, 2008. Materi Tali Temali. http://korpcitaka.wordpress.ppapas
Freevar.com/download/materi%20Tali,Pdf-pdf/2008/06/19/materi-talitemali. [Diakses pada 28 Desember 2014].
Lingga, L., 2005. Panduan Praktis Budidaya Sansevieria. PT. Gramedia Pustaka.
Mulyati, 2011. Bahan Ajar Mekanika Bahan. www.sisfo.itp.ac.id. [Diakses pada
10 September 2015]
Pecinta

Alam,
2012.
Sejarah
Pembuatan
Tali
dan
Temali.
http://www.infopecintaalam.com/2012/11/sejarah-pembuatan-tali-dantemali-info.html. [Diakses pada 28 Desember 2014].

Pramono, S., 2008. Pesona Sansevieria. PT. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Ritonga, C., 2014. Pemanfaatan Serat Alami Limbah Ampas Tebu Sebagai Tali
Serat. USU, Medan. [Skripsi]
Santoso, H. B., 2006. Kiat Mengatasi Permasalahan Tanaman. PT. Agromedia
Pustaka, Jakarta.

44

45

Sarojo, G. A., 2002. Seri Fisika Dasar Mekanika. Edisi Pertama. Salemba
Teknika, Jakarta.
Sastranegara, A., 2009. Mengenal Uji Tarik dan Sifat-sifat Mekanik Logam.
http://www.infometrik.com. [Diakses pada 10 September 2015].
Sinurat, M., 2000. Kinerja Pemintalan Secara Mekanik Untuk Serat Sabut Kelapa.
Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor pada Prosiding Seminar Nasional
Mekanisasi Pertanian 2004. [Diakses pada 28 Desember 2014].
Sulistyo, S., 2006. Pembelajaran Fisika Dengan Pendekatan Ketrampilan Proses
Ditinjau Dari Tingkat Kemampuan Menggunakan Alat Ukur Pada Materi
Pokok Elastis di SMA. Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Surdia, T. dan S. Saito, 2005. Pengetahuan Bahan Teknik. Pradnya Paramita,
Jakarta.
Sutiawan, E., 2015. Uji Kualitas Tali Serat Batang Pisang Barangan.USU, Medan.
[Skripsi]
Tahir, M. Indariani dan M. Sitanggang, 2008. 165 Sansevieria Eksklusif. PT.
Agromedia Pustaka, Jakarta.
Tjitrosoepomo, G., 2002. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). UGM Press,
Yogyakarta.
Umardani, Y. dan C. Pramono, 2009. Pengaruh Larutan Alkali dan Etanol
Terhadap Kekuatan Tarik Serat Enceng Gondok dan Kompatibilitas Serat
Enceng Gondok Pada Matrik Unsaturated Polyester Yukalac Tipe 157
BQTN-EX. Rotasi 11: 27-29, Semarang.
Vlack, L. H. Van, 2004. Elemen-Elemen Ilmu dan Rekayasa Material. Edisi
Keenam. Penerjemah: S. Djaprie. Erlangga, Jakarta.
Wianta, I. K., 1983. Tanaman Hias Ruangan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Wijoyo, C. Purnomo dan A. Nurhidayat, 2011. Optimasi Kekuatan Tarik Serat
Nanas (Ananas Comous L. Merr). ISBN. 978-602-99334-0-6, Semarang.
William D. and Jr. Callister, 1991. Materials Science and Engineering “An
Introduction”. Second Edition. Jhon Willey & Sons, Inc., New York.
Young, H. D., dan R. A. Freedman, 2002. Fisika Universitas. Edisi Kesepuluh.
Jilid 1. Penerjemah: Endang Juliastuti. Erlangga, Jakarta.
Zainuri, A.M., 2008. Kekuatan Bahan. Andi Offset, Yogyakarta.

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2015 sampai dengan
September 2015 di Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian dan
Laboratorium Teknik Kimia Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Bahan dan Alat
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun lidah
mertua (Sansevieria trifasciata laurentii) sebagai bahan yang akan diteliti seratnya
menjadi tali dan air digunakan untuk mencuci serat.
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau digunakan
untuk memotong daun lidah mertua, garpu makan untuk pengerok serat, piring
plastik sebagai wadah mengumpulkan serat, sarung tangan untuk melindungi
tangan, mistar (penggaris) untuk mengukur panjang serat, tensolab (alat uji tarik)
di Laboratorium Teknik Kimia Fakultas Teknik untuk menguji serat yang telah
dipintal menjadi tali, jangka sorong / mikrometer sekrup digital untuk mengukur
diameter tali serat, kalkulator untuk perhitungan, timbangan digital untuk
menimbang berat serat, kamera sebagai alat dokumentasi dan alat tulis untuk
mencatat data yang diperoleh dari penelitian.
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan cara studi
literatur dari buku pustaka dan jurnal-jurnal penelitian yang berkaitan dengan uji
tarik. Pelaksanaan pengeluaran serat, pembuatan tali serat dan uji tarik tali serat
pada tanaman lidah mertua (Sansevieria trifasciata laurentii). Pengujian terhadap
parameter-parameter yang diperoleh pada alat yang digunakan.
29

30

Prosedur Penelitian
1. Pengeluaran Serat
a. Disiapkan bahan dan alat yang akan digunakan dalam pelaksanaan
penelitian
b. Dipilih dan dipotong daun tanaman lidah mertua
c. Dikerok daun untuk mengambil serat tanaman lidah mertua
d. Dipisah serat berdasarkan ukuran 50 cm
2. Pembuatan Tali
a. Diambil serat yang telah disiapkan
b. Disusun serat berdasarkan ukuran yang telah ditentukan
c. Ditentukan diameter tali yang akan dibuat
d. Diukur diameter tali dan panjang tali
e. Ditimbang serat yang akan dipintal menjadi tali
f. Dibagi serat yang telah ditimbang menjadi 3 bagian
g. Dipintal/dianyam serat yang telah ditentukan untuk menjadi tali dengan 1
pintalan kecil
h. Dipintal/dianyam tali dengan 1 pintalan kecil, menjadi 1 pintalan besar
dengan menggabungkan 3 pintalan kecil
3. Pengujian Tali Serat
a. Diukur panjang awal (l0) dan diameter tali
b. Dilakukan uji tarik pada tali dengan menggunakan alat tensolab
c. Diukur panjang tali setelah dilakukan uji tarik (l)
d. Dilakukan pengamatan parameter

31

Menghitung Ketahanan Tarik Serat
1) Tegangan Tarik (σ)
Tegangan adalah perbandingan antara gaya yang bekerja pada benda dengan
luas penampang benda tersebut sedangkan tegangan tarik adalah tegangan
yang diakibatkan beban tarik atau beban yang arahnya tegak lurus
meninggalkan luasan permukaan, dengan menggunakan persamaan (1).
2) Regangan (ε)
Pertambahan panjang (l) pada serat dan tali serat terhadap panjang awal (l0),
dengan menggunakan perrsamaan (2).
3) Elastisitas
Sifat kemampuan bahan untuk kembali ke ukuran dan bentuk asalnya, setelah
gaya luar dilepas, dengan menggunakan persamaan (4).
Parameter Penelitian
1. Tegangan tarik
Tegangan adalah perbandingan antara gaya yang bekerja pada benda dengan
luas penampang benda tersebut sedangkan tegangan tarik adalah tegangan
yang diakibatkan beban tarik atau beban yang arahnya tegak lurus
meninggalkan luasan permukaan.
2. Regangan
Pertambahan panjang (l) pada serat dan tali serat terhadap panjang awal (l0).
3. Elastisitas
Sifat material yang dapat kembali ke dimensi awal setelah beban
dihilangkan. Sangat sulit menentukan nilai tepat elastisitas. Yang bisa
dilakukan adalah menentukan rentang elastisitas atau batas elastis.

32

4. Deformasi
Deformasi yaitu perubahan bentuk yang tidak dapat kembali kekeadaan
bentuk semula.
5. Kelenturan
Sifat material yang mampu menerima beban impak tinggi tanpa
menimbulkan tegangan lebih pada batas elastis. Ini menunjukkan bahwa
energi yang diserap selama pembebanan disimpan dan dikeluarkan jika
material tidak dibebani.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan dari hasil penelitian, diperoleh bahwa diameter tali
berpengaruh terhadap besarnya luas penampang tali, kekuatan tarik tali, regangan
tali, elastisitas tali dan kelenturan dari tali yang dihasilkan. Hal ini dapat dilihat
pada Tabel 6 berikut ini.
Tabel 6. Data uji tarik tali serat berbahan serat alami tanaman lidah mertua
Ulangan
U1
U2
U3
U4
U5
Rata-rata

Berat
(g)
1,2
1,2
1,2
1,2
1,2
1,2

ϕ
(mm)
4,05
4,20
4,82
4,05
4,19
4,26

Keterangan:
Ø
L
ΔL
A
F maks
Ơ

ε
E
K

L
(mm)
34
34
34
34
34
34

∆L
(mm)
22,67581
16,68743
17,54885
14,64020
14,52728
17,21591

A
(mm2)
12,87
13,84
18,23
12,87
13,78
14,31

Fmax
(N)
809,0096
877,2372
593,5468
332,2004
684,3536
659,2695

Ơ
(N/mm2)
62,86
63,38
32,55
25,81
49,66
46,85

ɛ

0,6669
0,4908
0,5161
0,4305
0,4272
0,5063

E
(N/mm2)
94,2570
129,1361
63,0691
59,9535
116,2453
92,5322

Kelenturan
(%)
66,69
49,08
51,61
43,05
42,72
50,63

= Diameter tali (mm)
= Panjang Awal Tali (mm)
= Pertambahan Panjang (mm)
= Luas Permukaan (mm2)
= Beban Maksimum (N)
= Tegangan Tarik (N/mm2)
= Regangan
= Elastisitas (N/mm2)
= Kelenturan (%)

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa masing-masing tali memiliki berat yang
sama yaitu seberat 1,2 g dan panjang awal yang sama pula yaitu sebesar 34 mm
tetapi menghasilkan diameter yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh bentuk serat
yang tidak seragam dan berjatuhan pada saat proses pemintalan. Hal ini sesuai
dengan literatur Sutiawan (2015) yang menyatakan bahwa tali serat dengan berat
yang sama menghasilkan diameter yang berbeda pada masing-masing perlakuan.
Hal ini dapat terjadi karena pada saat proses pemintalan terdapat serat yang lepas
dan berjatuhan, sehingga setelah serat sudah dipintal luas penampang dari tali
yang diperoleh berbeda.

33

34

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata pertambahan panjang tali
sebesar 17,21591 mm. Diameter tali juga mempengaruhi perubahan panjang tali.
Hal ini disebabkan oleh serat-serat penyusun tali tidak putus secara bersamaan
dalam waktu yang sama melainkan putus secara bertahap yang dimulai dari
pintalan-pintalan kecil dan akhirnya putus secara keseluruhan. Faktor yang
mempengaruhi hal tersebut karena diakibatkan oleh kerusakan secara bertahap
pada tali saat diuji. Hal ini sesuai dengan literatur Sarojo (2002) yang menyatakan
bahwa akibat adanya beban maka terdapat gaya-gaya reaksi dalam (internal)
benda sendiri, karena adanya pergeseran molekul-molekul benda yang cenderung
untuk mengimbangi beban ini dan mengembalikan bentuk benda kebentuknya
semula.
Dari Tabel 6 juga dapat dilihat besarnya beban maksimal pada tali dengan
diameter yang berbeda menghasilkan beban maksimal berbeda. Hal ini jika
dibandingkan dengan Tabel 4 pada halaman 18 mengenai kekuatan tali dengan
berbagai ukuran diameter, tali yang diperoleh dari tanaman lidah mertua dirasa
masih kurang baik karna tali yang terbuat dari tanaman lidah mertua masih
menggunakan mesin manual dimana diameter lubang pemasukan maksimal hanya
6 mm sehingga hasilnya jauh lebih rendah dari ketentuan tersebut.
Tegangan Tarik
Tegangan tarik merupakan tegangan yang diakibatkan beban tarik atau
beban yang arahnya tegak lurus meninggalkan luasan permukaan. Adapun hasil
uji kekuatan tarik dapat dilihat pada Tabel 7 yang perhitungannya terdapat pada
Lampiran 2.

35

Tabel 7. Data tegangan tarik
Ulangan
A (mm2)
U1
12,87
U2
13,84
U3
18,23
U4
12,87
U5
13,78
Rata-rata
14,31

F maks (N)
809,0096
877,2372
593,5468
332,2004
684,3536
659,2695

Ơ (N/mm2)
62,86
63,38
32,55
25,81
49,66
46,85

Dari Tabel 7 diperoleh tegangan tarik rata-rata sebesar 46,85 N/mm2.
Perbedaan hasil yang didapat disebabkan oleh adanya perbedaan luas penampang
benda uji dan gaya maksimum yang dapat diterima oleh benda uji, semakin besar
luas penampang akan semakin menurunkan kekuatan tarik. Hal ini sesuai dengan
literatur Sarojo (2002) yang menyatakan bahwa tegangan tarik adalah
perbandingan antara gaya yang bekerja pada benda dengan luas penampang
benda, sehingga semakin besar luas penampang akan semakin menurunkan
tegangan tarik.
Tegangan tarik tali serat tanaman lidah mertua memiliki nilai tegangan
tarik yang tinggi dibandingkan serat ampas tebu dan batang pisang barangan. Pada
penelitian Ritonga (2014) pada serat ampas tebu bahwa nilai tegangan tarik yang
dimiliki cukup rendah dibandingkan nilai dari serat tanaman lidah mertua.
Sehingga, serat tanaman lidah mertua memiliki tegangan tarik yang tinggi dan
kualitasnya tinggi.
Regangan
Regangan merupakan perbandingan panjang ∆l terhadap panjang semula
l0, dimana perpanjangan ∆l tidak hanya terjadi pada ujung-ujungnya, tetapi setiap
bagian batang akan memanjang dengan perbandingan yang sama. Adapun hasil uji
regangan dapat dilihat pada Tabel 8 dan perhitungannya pada Lampiran 3.

36

Tabel 8. Data regangan
Ulangan
L (mm)
U1
34
U2
34
U3
34
U4
34
U5
34
Rata-rata
34

∆L (mm)
22,67581
16,68743
17,54885
14,64020
14,52728
17,21591

ɛ
0,6669
0,4908
0,5161
0,4305
0,4272
0,5063

Dari hasil diperoleh nilai regangan rata-rata sebesar 0,5063. Semakin kuat
tarikan yang terjadi maka semakin besar gaya yang diberikan ke tali sehingga
semakin besar pula pertambahan panjang yang dialami tali serat dan
mengakibatkan regangan yang terjadi semakin besar. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Mulyati (2011) yang menyatakan bahwa besarnya gaya yang diberikan
pada benda memiliki batas-batas tertentu. Jika gaya sangat besar maka regangan
benda sangat besar dan pertambahan panjang sebanding dengan gaya yang
diberikan.
Nilai regangan pada serat tanaman lidah mertua memiliki regangan yang
tinggi dibandingkan tali serat ampas tebu dan batang pisang barangan. Hal ini
terjadi karena gaya tarik (gaya maksimum) pada serat tanaman lidah mertua lebih
besar dibandingkan kedua serat tersebut. Hal ini sesuai dengan penelitian Ritonga
(2014) yang menyatakan bahwa semakin kuat tarikan (gaya maksimum) yang
terjadi maka semakin besar pula pertambahan panjang yang dialami tali serat dan
semakin besar pula regangan yang terjadi.
Elastisitas
Elastisitas merupakan sifat material yang dapat kembali ke dimensi awal
setelah beban dihilangkan. Sangat sulit menentukan nilai tepat elastisitas. Yang
bisa dilakukan adalah menentukan rentang elastisitas atau batas elastis. Adapun

37

hasil uji elastisitas dapat dilihat pada Tabel 9 yang perhitungannya terdapat pada
Lampiran 4.
Tabel 9. Data elastisitas
Ulangan
Ơ (N/mm2)
U1
62,86
U2
63,38
U3
32,55
U4
25,81
U5
49,66
Rata-rata
46,85

ɛ
0,6669
0,4908
0,5161
0,4305
0,4272
0,5063

E (N/mm2)
94,2570
129,1361
63,0691
59,9535
116,2453
92,5322

Dari hasil diperoleh nilai elastisitas rata-rata sebesar 92,5322 N/mm2.
Semakin kecil nilai elastisitas yang dihasilkan maka akan semakin mudah bagi
suatu bahan untuk mengalami perpanjangan atau perpendekan. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Ishaq (2006), bahwa jika benda telah mencapai daerah plastis
karena strees yang besar maka elastisitas benda akan hilang dan benda tidak lagi
mampu kembali ke bentuknya semula. Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan
Sulistyo (2006) yang menyatakan bahwa semakin besar nilai E berarti semakin
sulit suatu benda untuk merentang dalam pengaruh gaya yang sama.
Tali serat tanaman lidah mertua memiliki nilai elastisitas yang rendah
dibandingkan tali serat batang pisang barangan. Hal ini terjadi karena perubahan
panjang yang terjadi pada tali serat tanaman lidah mertua cukup tinggi
dibandingkan tali serat batang pisang barangan. Diameter pada tali serat tanaman
lidah mertua juga cukup besar, sehingga perubahan panjang tali akan tinggi.
Karena diameter sangat mempengaruhi perubahan panjang tali. Tali serat tanaman
lidah mertua dapat dikatakan elastis karena nilai E yang diperoleh lebih kecil
dibandingkan dengan tali serat batang pisang barangan.

38

Deformasi Tali
Deformasi yaitu perubahan bentuk yang tidak dapat kembali ke keadaan
bentuk semula yaitu bila bahan ditarik sampai melewati batas proporsional dan
mencapai daerah landing. Adapun hasil uji deformasi dapat dilihat pada Tabel 10
yang perhitungannya terdapat pada Lampiran 5.
Tabel 10. Data deformasi tali
Ulangan
U1
U2
U3
U4
U5
Rata-rata

∆L (mm)
22,67581
16,68743
17,54885
14,64020
14,52728
17,21591

Deformasi (mm)
22,67581
16,68743
17,54885
14,64020
14,52728
17,21591

Dari hasil diperoleh nilai deformasi rata-rata sebesar 17,21591 mm.
Perbedaan hasil yang diperoleh karena kondisi pemilinan yang berbeda serta
deformasi juga tergantung pada pengaturan alat uji, apabila pengaturan tidak pas
dengan tegangan tali maka deformasi akan semakin besar, apabila pengaturan alat
tepat pada tegangan tali maka deformasi yang dihasilkan semakin kecil. Hal ini
sesuai dengan pernyataan William and Callister (1991), bahwa alat uji tarik
didesain untuk memperpanjang bahan pada laju konstan dan hingga seterusnya
serta pengukuran yang seragam (merata) saat diletakkan beban dan menghasilkan
mulur. Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan Sastranegara (2009) yang
menyatakan bahwa alat eksperimen untuk uji tarik ini harus memiliki cengkraman
(grip) yang kuat dan kekakuan yang tinggi (highly stiff).
Nilai deformasi pada tali serat tanaman lidah mertua memiliki nilai yang
tinggi dibandingkan pada tali serat ampas tebu dan batang pisang barangan. Hal
ini terjadi karena nilai regangan kedua serat tersebut rendah dibandingkan dengan

39

tali serat tanaman lidah mertua. Pertambahan panjang pada tali juga
mempengaruhi nilai deformasi.
Kelenturan Tali
Kelenturan merupakan sifat material yang mampu menerima beban impak
tinggi tanpa menimbulkan tegangan lebih pada batas elastis. Ini menunjukkan
bahwa energi yang diserap selama pembebanan disimpan dan dikeluarkan jika
material tidak dibebani. Adapun hasil uji kelenturan dapat dilihat pada Tabel 11
yang perhitungannya terdapat pada Lampiran 6.
Tabel 11. Data kelenturan tali
Ulangan
L (mm)
U1
34
U2
34
U3
34
U4
34
U5
34
Rata-rata
34

∆L (mm)
22,67581
16,68743
17,54885
14,64020
14,52728
17,21591

Kelenturan (%)
66,69
49,08
51,61
43,05
42,72
50,63

Dari hasil diperoleh nilai kelenturan rata-rata sebesar 50,63%. Semakin
besar nilai pertambahan panjang suatu tali maka nilai kelenturannya semakin
besar sedangkan semakin kecil nilai pertambahan panjang suatu tali maka
semakin kecil pula nilai kelenturannya.
Nilai kelenturan tali serat tanaman lidah mertua jauh lebih besar
dibandingkan dengan tali serat ampas tebu dan batang pisang barangan. Hal ini
terjadi karena nilai pertambahan panjang dari tali serat ampas tebu dan batang
pisang barangan lebih rendah dibandingkan dengan tali serat tanaman lidah
mertua. Hal ini sesuai dengan penelitian Ritonga (2013) bahwa semakin besar
nilai pertambahan panjang suatu tali maka nilai kelenturannya semakin besar,
sedangkan semakin kecil nilai pertambahan panjang suatu tali maka semakin kecil
pula nilai kelenturannya.

40

Pengujian Tali Serat
Tali serat yang terbuat dari tanaman lidah mertua diuji dengan metode uji
tarik (tensile test). Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui besarnya kekuatan
tarik bahan serat dan perubahan panjang yang terjadi pada tali itu sendiri. Menurut
Sastranegara (2009) uji tarik adalah cara pengujian beban yang mendasar,
pengujian ini sangat sederhana dan sudah mengalami standarisasi di seluruh
dunia, misalnya di Amerika dengan ASTM E8 dan Jepang dengan JIS 2241.
Dengan menarik suatu bahan kita akan segera mengetahui bagaimana bahan
tersebut bereaksi terhadap tenaga tarikan dan mengetahui sejauh mana material itu
bertambah panjang.
Alat dan Mesin yang Digunakan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat pemintal tali sederhana
yang menggunakan tenaga manusia sebagai penggeraknya, alat ini terdiri dari tiga
komponen utama yaitu engkol pemutar, corong masukan dan rol penggulung.
Serat yang telah disusun dengan panjang yang sama dan diameter yang telah
ditentukan dimasukan dalam corong masukkan kemudian kumpulan serat tersebut
dikaitkan pada rol penggulung. Setelah serat-serat terkait dengan benar,
selanjutnya pegangan diputar searah jarum jam bersamaan dengan ditahannya
serat pada corong masukan luar. Maka, serat terpintal bersamaan dengan
berputarnya pegangan dan rol penggulung. Menurut Sinurat (2000) dalam tesis
Junardi (2012), bahwa serat-serat dimasukkan secara manual melalui lubang
pengumpan kedalam corong pemuntir, serat yang telah dipuntir oleh corong
pemuntir dimasukkan lagi kedalam corong tetap hingga ke lubang poros berongga

41

dan selanjutnya dipuntir dan ditekan lagi oleh rol pemuntir, serat yang keluar dari
rol pemuntir digulung oleh rol penggulung.
Lama pemintalan tali, laju putaran alat, laju rol penggulung, dan jumlah
pintalan perjam dari alat yang digunakan tergantung pada yang mengoperasikan
alat tersebut. Hasil yang diperoleh dalam memintal bahan pembuat tali dari serat
alami tanaman lidah mertua untuk menghasilkan 1 pintalan kecil dengan panjang
50 cm dan berat 1,5 gram membutuhkan waktu pemintalan selama 40 detik.
Untuk menghasilkan 1 pintalan besar dengan penggabungan 3 pintalan kecil
dengan panjang 32 cm dan berat 4,5 gram membutuhkan waktu pemintalan
selama 180 detik. Hal ini jauh berbeda dengan Mesin pemintal sabut kelapa
Sinurat (2000) dalam Prosiding Seminar Nasional Mekanisasi Pertanian (2004).
Mesin pemintal serat sabut kelapa telah dapat beroperasi dengan baik untuk
memintal serat, dengan laju putaran rangka pemutar 40 rpm, corong pemuntir 597
rpm dan roll penggulung 6 rpm. Mesin pemintal berkapasitas 550 gram perjam
untuk pintalan berdiameter 3-4 mm dan 1.438 gram perjam untuk pintalan
berdiameter 6-7 mm dengan kecepatan linier penarikan rol penggulung 110 meter
perjam. Bahan konstruksi mesin pemintal serat sabut kelapa juga telah mampu
untuk menahan beban dinamis selama proses pemintalan.
Tabel 12. Waktu Pemintalan Serat Berbahan Lidah Mertua
Jenis
Pintalan Kecil
Pintalan Besar

Panjang (cm)
50
32

Berat (gr)
1,5
4,5

Waktu (s)
40
180

Selain alat pemintal, penelitian ini juga menggunakan alat uji tegangan
tarik yaitu universal tensile testing machine. Alat ini digunakan untuk mengetahui
besarnya kekuatan tarik bahan serat dan perubahan panjang yang terjadi pada tali

42

itu sendiri. Pengoperasian alat ini operator dituntut untuk ekstra teliti agar bahan
yang diuji terjepit maksimal serta tidak lebih ataupun kurang dari jarak yang
ditentukan karena sangat mempengaruhi hasil pertambahan panjang dari bahan
yang akan diuji. Alat pengujian harus memiliki penjepit yang kuat untuk menahan
bahan yang akan diuji sehingga saat bahan mulai ditarik bahan tidak terlepas. Hal
ini sesuai dengan literatur Sastranegara (2009) yang mengatakan bahwa dengan
menarik suatu bahan kita akan segera mengetahui bagaimana bahan tersebut
bereaksi terhadap tenaga tarikan dan mengetahui sejauh mana material itu
bertambah panjang. Alat eksperimen untuk uji tarik ini harus memiliki
cengkraman (grip) yang kuat dan kekakuan yang tinggi (highly stiff).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1.

Tali serat tanaman lidah mertua sebagai bahan uji dengan berat yang sama
menghasilkan diameter tali yang berbeda.

2.

Nilai rata-rata tegangan tarik yang diperoleh sebesar 46,85 N/mm2. Tegangan
tarik tali serat tanaman lidah mertua memiliki nilai tegangan tarik yang tinggi
dibandingkan serat ampas tebu dan batang pisang barangan.

3.

Nilai rata-rata regangan yang diperoleh sebesar 0,5063. Tali serat tanaman
lidah mertua memiliki regangan yang besar dibandingkan dengan serat ampas
tebu dan batang pisang barangan.

4.

Nilai rata-rata elastisitas yang diperoleh sebesar 92,5322 N/mm2. Tali serat
tanaman lidah mertua dapat dikatakan elastis karena nilai E yang diperoleh
lebih kecil dibandingkan dengan tali serat batang pisang barangan.

5.

Nilai rata-rata deformasi tali yang diperoleh sebesar 17,21591 mm. Tali serat
tanaman lidah mertua memiliki nilai deformasi yang tinggi dibandingkan
dengan serat ampas tebu dan batang pisang barangan.

6.

Nilai rata-rata kelenturan tali yang diperoleh sebesar 50,63%. Tali serat
tanaman lidah mertua memiliki nilai kelenturan tali yang besar dibandingkan
dengan serat ampas tebu dan batang pisang barangan.

Saran
1. Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan bahan yang sama namun
berbeda varietasnya.
2. Perlu adanya kelengkapan alat terutama pada saat pengeluaran serat.

43

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman
Tanaman lidah mertua dahulu disebut sebagai Sansevieria zeylanica.
Tanaman ini merupakan sejenis herba tidak berbatang dan mempunyai rimpang
yang kuat dan tegak. Daun tanaman lidah mertua berwarna hijau atau berbarikbarik kuning. Panjang daun dari tanaman ini dapat mencapai 1,75 m. Lidah
mertua berasal dari Afrika tropis di bagian Nigeria Timur dan menyebar hingga ke
Indonesia, terutama di Pulau Jawa. Tanaman ini dapat ditemui dari dataran rendah
hingga ketinggian 1-1000 meter di atas permukaan laut. Daun dari tanaman ini
mengandung serat yang mempunyai sifat kenyal dan kuat. Serat tersebut disebut
sebagai bowstringhemp dan banyak digunakan sebagai bahan membuat kain.
Adapun sistematika tanaman lidah mertua adalah sebagai berikut:
Kingdom

: Plantae (Tumbuhan)

Divisi

: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Sub Divisi

: Angiospermae

Kelas

: Liliopsida (berkeping satu / monokotil)

Ordo

: Liliaies

Famili

: Agavaceae

Genus

: Sansevieria

Spesies

: Sansevieria trifasciata Prain

(Lingga, 2005).

4

5

A

B
Gambar 1. Tanaman Lidah Mertua
Keterangan :
A = Daun Lidah Mertua
B = Akar Lidah Mertua
Beberapa varietas Lidah Mertua (Sansevieria trifasciata) adalah :
1. Laurentii sama bentuknya seperti pedang, hanya warnanya hijau dengan tepi
kuning yang lebar.
2. Hahnii warnanya sama dengan jenis dasar yaitu hijau dengan garis-garis
melintang abu-abu putih, tetapi daunnya hanya sepanjang 10 cm dan pangkal
daun melebar, daunnya tidak tegak lurus ke atas tetapi menyebar ke samping
dan tersusun beraturan seperti helaian bunga atau pohon nenas.
3. Golden hahnii sama dengan Hahnii hanya warna daunnya hijau abu-abu
dengan garis putih kuning lebar.
4. Silver hahnii daun warna hijau keperakan dengan garis-garis horizontal hijau
kelam tersebar.
(Wianta, 1983).
Sansevieria memiliki akar serabut berwarna putih kekuningan sampai
kemerahan. Pada tanaman yang sehat, akarnya banyak dan berserabut. Akar

6

tumbuh dari rimpang (rhizoma) yang dapat menghasilkan tunas anakan. Namun
pada beberapa jenis seperti S. tom grumbly dan S.ballyii tunas anakan keluar dari
ketiak daun melalui stolon (Tahir dan Sitanggang, 2008).
Selain terdapat akar juga terdapat organ yang menyerupai batang, orang
menyebut organ ini sebagai rimpang atau rhizoma yang berfungsi sebagai tempat
penyimpanan sari-sari makanan hasil fotosintesis. Rimpang juga berperan dalam
perkembangbiakan. Rimpang menjalar di bawah dan kadang-kadang di atas
permukaan tanah. Ujung organ ini merupakan jaringan meristem yang selalu
tumbuh memanjang (Anggraini, 2010).
Tanaman Sansevieria mudah dikenali dari daunnya yang tebal dan banyak
mengandung air (fleshy dan succulent). Struktur daun seperti ini membuat
Sansevieria tahan terhadap kekeringan. Proses penguapan air dan laju transpirasi
dapat ditekan. Daun tumbuh di sekeliling batang semu di atas permukaan tanah.
Bentuk daun panjang dan meruncing pada bagian ujungnya (Pramono, 2008).
Bunga kecil sampai sangat besar dan amat menarik, kebanyakan banci,
aktinomorf atau sedikit zigomorf. Hiasan bunga berupa tenda bunga yang
menyerupai mahkota dengan atau tanpa pelekatan berupa buluh, terdiri atas 6
daun tenda bunga, jarang hanya 4 atau lebih dari 6, kebanyakan jelas tersusun
dalam 2 lingkaran. Benang sari 6, jarang sampai 12 atau hanya 3, berhadapan
dengan daun-daun tenda bunga. Tangkai sari bebas atau berlekatan dengan
berbagai cara. Kepala sari beruang 2, membuka dengan celah membujur, jarang
dengan suatu liang pada ujungnya (Tjitrosoepomo, 2002).
Buah Sansevieria adalah jenis buah beri, yaitu buah yang memiliki celah
berisi biji. Warna kulit buah saat masih muda hijau, setelah tua ada yang merah,

7

oranye, hitam, dan hijau kusam. Jumlah biji dalam satu celah antar spesies yang
satu dengan yang lain berbeda, yaitu 1-4 biji. Saat masih muda kulit buah halus
setelah tua kasar (Lingga, 2005).
Biji dihasilkan dari pembuahan serbuk sari pada kepala putik. Biji
memiliki peran penting dalam perkembangbiakan tanaman. Biji Sansevieria
berkeping tunggal seperti tumbuhan monokotil lainnya. Bagian paling luar dari
biji berupa kulit tebal yang berfungsi sebagai lapisan pelindung. Di sebelah dalam
kulit terdapat embrio yang merupakan bakal calon tanaman (Anggraini, 2010).
Syarat Tumbuh
Iklim
Pada malam hari tanaman ini membutuhkan temperatur 15-17,5°C dan
siang hari 20-22,5°C, meski demikian Sansevieria sangat bandel terhadap tinggi
rendahnya temperatur, tanaman Sansevieria bisa diletakkan di berbagai tempat
misalnya di teras, di bawah atap atau di tempat-tempat yang agak kering
(Santoso, 2006).
Ada dua jenis Sansevieria berdasarkan kebutuhannya terhadap cahaya
matahari. Pertama, jenis Sansevieria yang membutuhkan cahaya matahari penuh
atau full sun. Misalnya, Sansevieria cylindrica, Sansevieria liberica, Sansevieria
trifasciata. Tanaman Kedua, jenis Sansevieria yang menghendaki cahaya
matahari yang tidak langsung, ini tumbuh baik di tempat yang ternaungi.
Sansevieria yang masuk dalam kategori ini umumnya berdaun kuning, misalnya
Sansevieria hyacinthoides dan jenis 'hahnii' (Anggraini, 2010).

8

Tempat Tumbuh
Keasaman (pH) media tanam yang ideal untuk Sansevieria adalah 5,5-7,5.
Meskipun demikian tanaman ini bisa bertoleransi pada rentang pH 4,5-8,5. Pada
kondisi asam, penyerapan hara nitrat dan fosfor akan terhambat. Kondisi asam
juga mendorong bebasnya besi dan almunium yang justru merupakan racun bagi
tanaman. Selain itu, media tanam yang terlalu asam merupakan tempat yang ideal
bagi pertumbuhan patogen. Akibatnya, tanaman menjadi sangat rentan terhadap
serangan penyakit yang disebabkan oleh jamur seperti busuk rimpang dan busuk
daun (Pramono, 2008).
Serat
Serat adalah sebuah zat yang panjang, tipis dan mudah dibengkokkan.
Serat yang dicita-citakan (diidealisir) dibatasi sebagai zat yang penampangnya
nol, tidak punya tahanan terhadap lenturan, puntiran dan tekanan dalam arah
memanjang,

tetapi

mempertahankan

mempunyai

keadaan

lurus.

tahanan
Serat

terhadap

yang

tarikan,

sebenarnya,

dan

akan

bagaimanapun

mempunyai penampang, dan tahanan terhadap lenturan, puntiran, dan tekanan.
Serat yaitu suatu benda yang perbandingan panjang dan diameternya besar
sekali. Serat merupakan bahan baku yang digunakan dalam pembuatan benang
atau kain. Sebagai bahan baku, serat tekstil memegang peranan yang sangat
penting, sebab:
1. Sifat-sifat serat mempengaruhi sifat-sifat benang atau kain yang akan
dihasilkan.
2. Semua pengolahan benang atau kain, baik secara mekanik maupun secara
kimia selalu berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki oleh seratnya.

9

Berdasarkan panjangnya, maka serat dibagi menjadi:
1.

Serat staple yaitu serat-serat yang mempunyai panjang terbatas.

2.

Serat filament yaitu serat-serat yang panjangnya lanjut.
Serat telah dikenal orang sejak ribuan tahun sebelum masehi. Flax dan wol

adalah serat-serat tekstil yang pertama kali digunakan, sebab serat-serat tersebut
mudah diantih menjadi benang daripada serat kapas (Enie dan Karmayu, 1980).
Serat terutama digunakan untuk pakaian, interior, dan industri. Pemakaian
dalam bidang industri termasuk bangunan, transmisi tenaga, pertanian dan
kehutanan, perikanan, pengepakan, pengangkutan dan perabot. Serat alam
mempunyai pemakaian yang luas, seperti tali, lapisan kabel, kantong dan lakan.
Keadaan ini akan dipengaruhi oleh harga dan manfaat serat buatan. Umpamanya
dalam dunia perdagangan tali ban dan jala ikan misalnya, serat alam telah
dipergunakan secara luas. Oleh karena keuletannya yang tinggi dan harga yang
rendah, benang polietilen yang pecah atau terbelah dengan cepat telah
menggantikan serat kapas untuk tujuan industri (Hartanto dan Watanabe, 2003).
Klasifikasi Serat
Menurut asal seratnya, maka serat dapat digolongkan menjadi:
Serat alam, ialah serat yang telah tersedia di alam, terdiri dari :
1. Serat tumbuh-tumbuhan
a. Biji

: kapas dan kapok

b. Batang

: flax, jute, rosella, ilenep, rami, urena, kenaf dan sunn

c. Daun

: albaka, sisal, ilenequen

d. Buah

: sabut kelapa

10

2. Serat binatang
a. Stapel

: wol (biri-biri) dan rambut (alpaca, unta, kashmir, mohair)

b. Filamen : sutera
3. Serat mineral
a. Asbes

: Chrysotile dan Crocidolite

Serat buatan, ialah serat yang dibuat oleh manusia, terdiri dari :
1. Organik
a. Polimer alam

: alginat, selulosa (ester selulosa dan rayon termasuk
kupramonium dan viskosa), protein dan karet.

b. Polimer buatan

:

-

Polimer kondensasi :

-

Polimer adisi
disubstitusi

poliamida (nylon), poliester, poliuretan

: polididrokarbon, polihidrokarbon yang
halogen,

polihidrokarbon

yang

disubstitusi

hidroksil, polihidrokarbon yang disubstitusi nitril.
2. Anorganik
a. Gelas
b. Logam
c. Silikat
(Enie dan Karmayu, 1980).
Banyak jenis serat yang terdapat di alam ini baik itu serat alam maupun
serat sintetik. Serat alam yang utama adalah kapas, wol, sutra dan rami (hemp),
sedangkan serat sintetik adalah rayon, poliester, akril dan nilon. Masih banyak
jenis lainnya yang dibuat untuk memenuhi keperluan industri dan sebagainya.
Setiap serat sintetik terdiri dari rantai polimer dan kebanyakan merupakan polimer

11

berkristal. Oleh karena itu sifat kimianya tergantung pada struktur rantai polimer
tersebut. Serat mempunyai bentuk tipis dan panjang dan mempunyai ciri-ciri
cukup pada struktur dalamnya. Dilihat dari kenyataan, keluatan tarik, modulus
elastik pada arah memanjang (modulus young), keduanya menunjukkan harga
yang

sangat

besar.

Kekuatan

melar

dari

serat

adalah

cukup

baik

(Surdia dan Saito, 2005).
Berikut ini adalah tabel perbandingan beberapa serat alam berdasarkan
parameternya :
Tabel 1. Sifat Mekanis Serat Alam

Serat
Bambu
Pisang
Sabut
Flax
Jute
Kenaf
Sisal

Panjang
(mm)

Diameter
(mm)

0,1-0,4
0,8-2,5
50-350
0,1-0,4
500
NA
1800-3000 0,1-0,2
30-750 0,04-0,09
0,5-2

Massa
jenis
(Kg/m3)
1500
1350
1440
1540
1500
1450

Modulus
Youg
(GPa)
27
1,4
0,9
100
32
22
100

Kekuatan
Regangan
Tarik
(%)
(MPa)
575
3
95
5,9
200
29
1000
2
350
1,7
295
1100
-

Tabel 2. Menunjukkan sifat-sifat khas serat. Disamping sifat-sifat tersebut,
ketahanan abrasi dan ketahanan lelah bagi nilon dan poliester adalah sangat baik
sedangkan bagi asetat dan rayon agak buruk. Serat yang diinginkan dapat dipilih
dari tabel-tabel tersebut :

12

Tabel 2. Sifat-sifat serat alami
Hemp

Jenis
Sifat-sifat

Kapas

Wol

Sutra

3.0-4.9
3.3-6.4
102-110

1.0-1.7
0.76-1.63
76-96

3.0-4.0
2.1-2.8
70

Flaks

Rami

2.9

5.6-6.3
5.8-6.6
108
8-9
4.5-4.8

6.5
7.7
118
9.3
5

15-25
27-33

1.5-2.3
2.0-2.3

54-55(8%)

84(1%)

1.8-2.3
2.2-2.4
84(1%)
48(2%)

Kekuatan tarik (g/d)
Standar
Basah
Tenasitas jenis kering/basah (%)
Kekuatan lup (g/d)
Kekuatan simpul (g/d)
Perpanjangan (%)
Standar
Basah
Perpanjangan elastik (%)
Perpanjangan 3%
Ketahanan tarik asal
(Modulus Young)
(g/d)
(kg/mm2)
Berat jenis
Kadar air kembali (%)
Resmi
Standar(20oC, 65%RH)
Lainnya
(20oC, 20%RH)
(20%, 95%RH)

3-7
74 (2%)
45 (20%)

25-35
25-50
99 (2%)
63(20%)

68-93
950-1300
1.54

11-25
130-300
1.32

50-100
650-1200
1.33-1.45

185-405
2500-5500
1.5

8.5
7

15
16

11.0
9

12
7-10

24-27
(95%)

22(95%)

36-39
(100%)

23(100%)

31(100%)

(Surdia dan Saito, 2005).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Umardani dan Pramono
(2009) dalam pengolahan serat dari tanaman eceng gondok juga ditambahkan
NaOH yang berfungsi untuk meningkatkan nilai elongasi serat eceng gondok
namun tidak dapat meningkatkan regangan tarik serat eceng gondok, dimana
dalam penelitiannya menggunakan kadar NaOH sebesar 5 %, 10% dan 15 %. Hal
ini juga diperkuat dengan data penelitian yang telah dilakukan oleh Umardani dan
Pramono, sebagai berikut :
Tabel 3. Perbandingan kekuatan tarik pada tanaman eceng gondok dengan atau
tanpa perlakuan NaOH.
No.
1
2
3
4

Perlakuan
Non Perlakuan
NaOH
NaOH
NaOH

Kadar
(%)
0
5
10
15

Elongasi
(%)
0,857
1,952
2,142
3,716

Luas Serat
(mm2)
0,037
0,037
0,037
0,037

Gaya
Tarik (N)
1,014
0,785
0,491
0,654

Tegangan Tarik
(N/mm2)
27,397
21,211
13,257
17,676

13

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Wijoyo, dkk. (2011)
mengenai penggunaan NaOH pada uji tarik mulur serat nanas dengan perendaman
NaOH (10%, 20%, 30% dan 40%) dengan variasi perendaman 2 dan 4 jam
menyatakan bahwa, nilai elongasi semakin meningkat seiring dengan peningkatan
kadar NaOH. Semakin lama waktu perendaman dan kadar NaOH yang digunakan
semakin rendah, maka kekuatan tariknya cenderung mengalami penurunan. Ini
disebabkan karena NaOH memiliki sifat yang mampu mengubah permukaan serat
menjadi kasar, akibatnya kekuatan tarik semakin menurun setelah melampaui
batas jenuhnya.
Tali Serat
Tali merupakan susunan benang-benang panjang yang saling tersusun satu
sama lain dan membentuk suatu pilinan. Berdasarkan artikel Pencinta Alam
(2012), tali adalah untaian-untaian panjang yang terbuat dari berbagai bahan yang
berfungsi untuk mengikat, menarik, menjerat, menambat, menggantung dan
sebagainya. Sedangkan tali serat adalah tali yang berasal dari bahan-bahan yang
memiliki kandungan serat dan tersusun membentuk sebuah anyaman atau pilinan
(serat alam atau sintetis). Dalam perkembangannya, tali yang berasal dari serat
sintetis yang sering digunakan karena dapat diproduksi secara murah dalam
jumlah yang besar. Namun demikian, serat alami ketersediaannya cukup
melimpah di alam dan dapat dibudidayakan oleh manusia (renewable). Misalnya
serat yang berasal dari pelepah pisang yang dapat dipilin menjadi sebuah tali.
Pemintalan
Proses pemintalan tali serat menggunakan suatu alat bernama rope
machine. Namun dalam hal ini serat yang akan dipintal menggunakan alat

14

pemintal secara manual tanpa menggunakan mesin (motor) sebagai tenaga
penggerak. Serat yang telah disusun dengan panjang yang sama dan diameter
yang telah ditentukan dimasukan dalam corong masukkan kemudian kumpulan
serat tersebut dikaitkan pada rol penggulung. Setelah serat-serat terkait dengan
benar, selanjutnya pegangan diputar searah jarum jam bersamaan dengan
ditahannya serat pada corong masukan luar. Maka, serat terpintal bersamaan
dengan berputarnya pegangan dan rol penggulung. Menurut Sinurat (2000) dalam
tesis Junardi (2012), serat-serat dimasukkan secara manual melalui lubang
pengumpan ke dalam corong pemuntir, serat yang telah dipuntir oleh corong
pemuntir dimasukkan lagi kedalam corong tetap hingga ke lubang poros berongga
dan selanjutnya dipuntir dan ditekan lagi oleh rol pemuntir, serat yang keluar dari
rol pemuntir digulung oleh rol penggulung.
Ada 3 macam sistem pemintalan yaitu:
1. Sistem pemintalan serat pendek, yaitu sistem yang digunakan untuk mengolah
serat kapas
2. Sistem pemintalan serat sedang, yaitu sistem yang digunakan untuk mengolah
serat wol
3. Sistem pemintalan serat panjang, yaitu sistem yang digunakan untuk mengolah
serat-serat batang dan daun
(Enie dan Karmayu, 1980).
Pemintalan serat sabut kelapa secara mekanik dengan menggunakan mesin
pemintal berteknologi tepat guna telah dilakukan di Balai Penelitian Teknologi
Karet Bogor untuk memenuhi kebutuhan serat bergelombang dalam pengolahan
serat sabut kelapa. Dalam ujicoba tersebut diamati kinerja dan kondisi operasi

15

mesin serta kekuatan bahan konstruksi selama proses pemintalan. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa mesin pemintal serat sabut kelapa telah dapat
beroperasi dengan baik untuk memintal serat, dengan laju putaran rangka pemutar
40 rpm, corong pemuntir 597 rpm dan rol penggulung 6 rpm. Mesin pemintal
berkapasitas 550 gram per jam untuk pintalan berdiameter 3-4 mm dan 1.438
gram per jam untuk pintalan berdiameter 6-7 mm dengan kecepatan linier
penarikan rol penggulung 110 meter per jam. Bahan konstruksi mesin telah
mampu untuk menahan beban dinamis selama proses pemintalan.
Mesin pemintal serat sabut kelapa terdiri atas empat unit utama, yaitu
motor penggerak, corong pemuntir, rangka pemutar, dan rol atau batang
penggulung. Mesin pemintal digerakkan oleh motor listrik yang bertenaga 1 HP
dengan laju putaran 1470 rpm. Motor listrik menggerakkan poros pulley dan
pulley dengan transmisi V-belt atau pulley. Selanjutnya dengan transmisi V-belt,
pulley menggerakkan poros yang juga sebagai poros roda gigi penggerak kedua
corong pemuntir. Demikian juga dengan pulley yang menggerakkan poros yang
berfungsi

sebagai

poros

penggerak

rangka

pemutar.

Rangka

pemutar

menggerakkan (memutar) roda gigi 11 yang bersinggungan dengan roda gigi pada
poros statis. Selanjutnya poros roda gigi menggerakkan roda fiksi pada batang rol
penggulung melalui transmisi roda-roda gigi di antara poros roda gigi dan serat
yang akan dipintal ditumpuk di atas pengumpan.
Serat-serat tersebut dimasukkan secara manual oleh seorang operator
melalui lubang pengumpan ke dalam corong pemuntir. Serat yang telah dipuntir
oleh corong pemuntir dimasukkan lagi ke dalam corong tetap hingga ke lobang
poros statis berongga dan selanjutnya dipuntir dan ditekan (dilemaskan) lagi oleh

16

roda pemuntir. Pintalan serat yang keluar dari roda pemuntir digulung oleh rol
penggulung. Setelah rol penggulung terisi penuh, pintalan serat dipindahkan atau
digulung pada rol cadangan dan selanjutnya dimanfaatkan sebagai bahan untuk
pengolahan saburet setelah penguraian menjadi serat bergelombang dan bahan
pembuatan

tali

dengan

cara

menggabungkan

beberapa

pintalan

serat

(Sinurat, 2000).
Untuk mengetahui kekuatan tali kita dapat melihatnya pada Catalog atau
Manual Book dari tali tersebut. Biasanya tertulis Breaking Strength (Kekuatan
Putus). Satuannya bisa dalam KN (Kilonewton) atau KG (Kilogram). 1 KN kalau
dikilogramkan sebanyak 100 Kg. Ada juga yang namanya Numbers of Falls, yaitu
berapa kali beban dijatuhkan hingga tali tersebut terputus. (Standarnya
menggunakan FF1 dengan beban 80 Kg). Setelah mengetahui breaking
strengthnya yang penting juga harus diketahui adalah SWL (Safe Working Load)
atau beban kerja yang aman. Umumnya menggunakan rumus Breaking Strength /
5, kalau penggunaan untuk manusia BS/10 dan untuk Rescue BS/15
(Korpcitaka, 2008).
Suatu tali mempunyai diameter yang berbeda dengan yang lainnya yang
akan berpengaruh terhadap elongasi (pertambahan panjang) dan kekuatannya. Hal
ini dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4. Perbandingan kekuatan tali dengan berbagai ukuran diameter.
Diameter
Elongasi 80 kg Kekuatan
Jumlah Jatuh
(%)
(kg)
FF1 80 kg, jarak 1m
11
10
9
8
7
Webbing solid 25 mm
Webbing tubular 25 mm

1,25
2
3
4
4
-

3000
2500
1800
1500
1000
1500 – 2400
1800 – 2250

10+
8 – 20+
3 – 10+
2–3
0–2
-

17

Hal yang harus diperhatikan adalah pengurangan kekuatan tali. Ada
beberapa hal yang bisa mengurangi kekuatan tali yaitu, ketika dibuat simpul pada
tali, maka pada saat itu pula terjadi pengurangan kekuatan. Pengurangan ini tidak
permanen, hanya pada saat ada simpul tersebut, yaitu disebabkan oleh tegangan
dan tekanan yang terjadi pada tali akibat simpul yang dibuat. Tali dalam keadaaan
basah. Tali yang basah bisa berkurang kekuatannya sampai 35 %.
Tabel 5. Menunjukkaan kekuataan tali dengan kondisi basah maupun
kering dengan umur tali yang sama yang nyatanya pada kondisi kering jumlah
jatuh FFI 80 kg, jarak 1 meter memiliki nilai yang tinggi, data dapat dilihat
sebagai berikut :
Tabel 5. Perbandingan kekuatan tali kering atau basah berdasarkan umur tali.
Jumlah Jatuh FF1 80 kg, jarak 1m
Usia
Kering/Basah
Baru
Baru
4,5 tahun
4,5 tahun

Kering
Basah
Kering
Basah

41
25
4
4

(Korpcitaka, 2008).
Pengujian Tali Serat
Uji Tarik
Sifat-sifat bahan teknik perlu diketahui secara baik karena bahan tersebut
dipergunakan untuk berbagai macam keperluan dan berbagai macam keadaan.
Deformasi bahan yang disebabkan oleh beban tarik adalah dasar pengujian dan
kajian mengenai kekuatan bahan. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, yaitu:
1. Mudah dilakukan
2. Menghasilkan tegangan merata pada penampang

18

3. Kebanyakan bahan lebih mudah dilakukan uji tarik daripada uji tekan
misalnya, sehingga dalam pengujian bahan teknik, kekuatan paling sering
dinyatakan dengan uji tarik
(Zainuri, 2008).
Uji tarik dilaksanakan di laboratorium menggunakan satu dari beberapa
jenis mesin uji. Beban dibaca dari jarum penunjuk (dials) atau layar digital.
Beberapa mesin uji dapat membaca dan mencatat data secara otomatis dan
menggambarnya dalam kertas plot. Tegangan diperoleh dengan membagi beban
dengan luas penampang awal spesimen. Luasan spesimen akan berubah selama
pembebanan (Zainuri, 2008).
Uji tarik adalah cara pengujian bahan yang paling mendasar. Pengujian ini
sangat sederhana, tidak mahal dan sudah mengalami standarisasi di seluruh dunia,
misalnya di Amerika dengan ASTM E8 dan Jepang dengan JIS 2241. Dengan
menarik suatu bahan kita akan segera mengetahui sejauh mana material itu
bertambah panjang. Alat eksperimen untuk uji tarik ini harus memiliki
cengkraman (grip) yang kuat dan kekakuan yang tinggi (highly stiff). Brand
terkenal untuk alat uji tarik antara lain adalah Shimadzu, Iastron, dan Dartec
(Sastranegara, 2009).
Tegangan (Stress)
Konsep paling dasar dalam mekanika bahan adalah tegangan dan
regangan. Konsep ini dapat diilustrasikan dalam bentuk yang paling mendasar
dengan meninjau sebuah batang prismatis yang mengalami gaya aksial. Batang
prismatis adalah sebuah elemen struktural lurus yang mempunyai penampang
konstan di seluruh panjangnya, dan gaya aksial adalah beban yang mempunyai

19

arah sama dengan sumbu elemen, sehingga mengakibatkan terjadinya tarik atau
tekan pada batang. Intensitas gaya (yaitu gaya per satuan luas) disebut tegangan
dan diberi notasi huruf yunani σ (sigma). Jadi, gaya aksial P, yang bekerja di
penampang adalah resultan dari tegangan yang terdistribusi kontinu. Dengan
mengasumsikan bahwa tegangan terbagi rata kita dapat melihat bahwa resultannya
harus sama dengan intensitas σ dikalikan dengan luas penampang A dari batang
tersebut. Dengan demikian, kita mendapatkan rumus berikut untuk menyatakan
besar tegangan :
�=

dimana,





…………............. (1)

σ

= tegangan tarik (N/m2)

F

= gaya (N)

A

= luasan permukaan (m2)

(Gere dan Timoshenko, 2000).
Tegangan adalah perbandingan antara gaya yang bekerja pada benda
dengan luas penampang benda tersebut sedangkan tegangan tarik adalah tegangan
yang diakibatkan beban tarik atau beban yang arahnya tegak lurus meninggalkan
luasan permukaan. Menurut Ishaq (2006), dalam elastisitas besaran gaya F
mempe