Tali Serat Berbahan Dasar Serat Alami Tanaman Lidah Mertua (Sansevieria Trifasciata Laurentii)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman
Tanaman lidah mertua dahulu disebut sebagai Sansevieria zeylanica.
Tanaman ini merupakan sejenis herba tidak berbatang dan mempunyai rimpang
yang kuat dan tegak. Daun tanaman lidah mertua berwarna hijau atau berbarikbarik kuning. Panjang daun dari tanaman ini dapat mencapai 1,75 m. Lidah
mertua berasal dari Afrika tropis di bagian Nigeria Timur dan menyebar hingga ke
Indonesia, terutama di Pulau Jawa. Tanaman ini dapat ditemui dari dataran rendah
hingga ketinggian 1-1000 meter di atas permukaan laut. Daun dari tanaman ini
mengandung serat yang mempunyai sifat kenyal dan kuat. Serat tersebut disebut
sebagai bowstringhemp dan banyak digunakan sebagai bahan membuat kain.
Adapun sistematika tanaman lidah mertua adalah sebagai berikut:
Kingdom

: Plantae (Tumbuhan)

Divisi

: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Sub Divisi


: Angiospermae

Kelas

: Liliopsida (berkeping satu / monokotil)

Ordo

: Liliaies

Famili

: Agavaceae

Genus

: Sansevieria

Spesies


: Sansevieria trifasciata Prain

(Lingga, 2005).

4

5

A

B
Gambar 1. Tanaman Lidah Mertua
Keterangan :
A = Daun Lidah Mertua
B = Akar Lidah Mertua
Beberapa varietas Lidah Mertua (Sansevieria trifasciata) adalah :
1. Laurentii sama bentuknya seperti pedang, hanya warnanya hijau dengan tepi
kuning yang lebar.
2. Hahnii warnanya sama dengan jenis dasar yaitu hijau dengan garis-garis

melintang abu-abu putih, tetapi daunnya hanya sepanjang 10 cm dan pangkal
daun melebar, daunnya tidak tegak lurus ke atas tetapi menyebar ke samping
dan tersusun beraturan seperti helaian bunga atau pohon nenas.
3. Golden hahnii sama dengan Hahnii hanya warna daunnya hijau abu-abu
dengan garis putih kuning lebar.
4. Silver hahnii daun warna hijau keperakan dengan garis-garis horizontal hijau
kelam tersebar.
(Wianta, 1983).
Sansevieria memiliki akar serabut berwarna putih kekuningan sampai
kemerahan. Pada tanaman yang sehat, akarnya banyak dan berserabut. Akar

6

tumbuh dari rimpang (rhizoma) yang dapat menghasilkan tunas anakan. Namun
pada beberapa jenis seperti S. tom grumbly dan S.ballyii tunas anakan keluar dari
ketiak daun melalui stolon (Tahir dan Sitanggang, 2008).
Selain terdapat akar juga terdapat organ yang menyerupai batang, orang
menyebut organ ini sebagai rimpang atau rhizoma yang berfungsi sebagai tempat
penyimpanan sari-sari makanan hasil fotosintesis. Rimpang juga berperan dalam
perkembangbiakan. Rimpang menjalar di bawah dan kadang-kadang di atas

permukaan tanah. Ujung organ ini merupakan jaringan meristem yang selalu
tumbuh memanjang (Anggraini, 2010).
Tanaman Sansevieria mudah dikenali dari daunnya yang tebal dan banyak
mengandung air (fleshy dan succulent). Struktur daun seperti ini membuat
Sansevieria tahan terhadap kekeringan. Proses penguapan air dan laju transpirasi
dapat ditekan. Daun tumbuh di sekeliling batang semu di atas permukaan tanah.
Bentuk daun panjang dan meruncing pada bagian ujungnya (Pramono, 2008).
Bunga kecil sampai sangat besar dan amat menarik, kebanyakan banci,
aktinomorf atau sedikit zigomorf. Hiasan bunga berupa tenda bunga yang
menyerupai mahkota dengan atau tanpa pelekatan berupa buluh, terdiri atas 6
daun tenda bunga, jarang hanya 4 atau lebih dari 6, kebanyakan jelas tersusun
dalam 2 lingkaran. Benang sari 6, jarang sampai 12 atau hanya 3, berhadapan
dengan daun-daun tenda bunga. Tangkai sari bebas atau berlekatan dengan
berbagai cara. Kepala sari beruang 2, membuka dengan celah membujur, jarang
dengan suatu liang pada ujungnya (Tjitrosoepomo, 2002).
Buah Sansevieria adalah jenis buah beri, yaitu buah yang memiliki celah
berisi biji. Warna kulit buah saat masih muda hijau, setelah tua ada yang merah,

7


oranye, hitam, dan hijau kusam. Jumlah biji dalam satu celah antar spesies yang
satu dengan yang lain berbeda, yaitu 1-4 biji. Saat masih muda kulit buah halus
setelah tua kasar (Lingga, 2005).
Biji dihasilkan dari pembuahan serbuk sari pada kepala putik. Biji
memiliki peran penting dalam perkembangbiakan tanaman. Biji Sansevieria
berkeping tunggal seperti tumbuhan monokotil lainnya. Bagian paling luar dari
biji berupa kulit tebal yang berfungsi sebagai lapisan pelindung. Di sebelah dalam
kulit terdapat embrio yang merupakan bakal calon tanaman (Anggraini, 2010).
Syarat Tumbuh
Iklim
Pada malam hari tanaman ini membutuhkan temperatur 15-17,5°C dan
siang hari 20-22,5°C, meski demikian Sansevieria sangat bandel terhadap tinggi
rendahnya temperatur, tanaman Sansevieria bisa diletakkan di berbagai tempat
misalnya di teras, di bawah atap atau di tempat-tempat yang agak kering
(Santoso, 2006).
Ada dua jenis Sansevieria berdasarkan kebutuhannya terhadap cahaya
matahari. Pertama, jenis Sansevieria yang membutuhkan cahaya matahari penuh
atau full sun. Misalnya, Sansevieria cylindrica, Sansevieria liberica, Sansevieria
trifasciata. Tanaman Kedua, jenis Sansevieria yang menghendaki cahaya
matahari yang tidak langsung, ini tumbuh baik di tempat yang ternaungi.

Sansevieria yang masuk dalam kategori ini umumnya berdaun kuning, misalnya
Sansevieria hyacinthoides dan jenis 'hahnii' (Anggraini, 2010).

8

Tempat Tumbuh
Keasaman (pH) media tanam yang ideal untuk Sansevieria adalah 5,5-7,5.
Meskipun demikian tanaman ini bisa bertoleransi pada rentang pH 4,5-8,5. Pada
kondisi asam, penyerapan hara nitrat dan fosfor akan terhambat. Kondisi asam
juga mendorong bebasnya besi dan almunium yang justru merupakan racun bagi
tanaman. Selain itu, media tanam yang terlalu asam merupakan tempat yang ideal
bagi pertumbuhan patogen. Akibatnya, tanaman menjadi sangat rentan terhadap
serangan penyakit yang disebabkan oleh jamur seperti busuk rimpang dan busuk
daun (Pramono, 2008).
Serat
Serat adalah sebuah zat yang panjang, tipis dan mudah dibengkokkan.
Serat yang dicita-citakan (diidealisir) dibatasi sebagai zat yang penampangnya
nol, tidak punya tahanan terhadap lenturan, puntiran dan tekanan dalam arah
memanjang,


tetapi

mempertahankan

mempunyai

keadaan

lurus.

tahanan
Serat

terhadap

yang

tarikan,

sebenarnya,


dan

akan

bagaimanapun

mempunyai penampang, dan tahanan terhadap lenturan, puntiran, dan tekanan.
Serat yaitu suatu benda yang perbandingan panjang dan diameternya besar
sekali. Serat merupakan bahan baku yang digunakan dalam pembuatan benang
atau kain. Sebagai bahan baku, serat tekstil memegang peranan yang sangat
penting, sebab:
1. Sifat-sifat serat mempengaruhi sifat-sifat benang atau kain yang akan
dihasilkan.
2. Semua pengolahan benang atau kain, baik secara mekanik maupun secara
kimia selalu berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki oleh seratnya.

9

Berdasarkan panjangnya, maka serat dibagi menjadi:

1.

Serat staple yaitu serat-serat yang mempunyai panjang terbatas.

2.

Serat filament yaitu serat-serat yang panjangnya lanjut.
Serat telah dikenal orang sejak ribuan tahun sebelum masehi. Flax dan wol

adalah serat-serat tekstil yang pertama kali digunakan, sebab serat-serat tersebut
mudah diantih menjadi benang daripada serat kapas (Enie dan Karmayu, 1980).
Serat terutama digunakan untuk pakaian, interior, dan industri. Pemakaian
dalam bidang industri termasuk bangunan, transmisi tenaga, pertanian dan
kehutanan, perikanan, pengepakan, pengangkutan dan perabot. Serat alam
mempunyai pemakaian yang luas, seperti tali, lapisan kabel, kantong dan lakan.
Keadaan ini akan dipengaruhi oleh harga dan manfaat serat buatan. Umpamanya
dalam dunia perdagangan tali ban dan jala ikan misalnya, serat alam telah
dipergunakan secara luas. Oleh karena keuletannya yang tinggi dan harga yang
rendah, benang polietilen yang pecah atau terbelah dengan cepat telah
menggantikan serat kapas untuk tujuan industri (Hartanto dan Watanabe, 2003).

Klasifikasi Serat
Menurut asal seratnya, maka serat dapat digolongkan menjadi:
Serat alam, ialah serat yang telah tersedia di alam, terdiri dari :
1. Serat tumbuh-tumbuhan
a. Biji

: kapas dan kapok

b. Batang

: flax, jute, rosella, ilenep, rami, urena, kenaf dan sunn

c. Daun

: albaka, sisal, ilenequen

d. Buah

: sabut kelapa


10

2. Serat binatang
a. Stapel

: wol (biri-biri) dan rambut (alpaca, unta, kashmir, mohair)

b. Filamen : sutera
3. Serat mineral
a. Asbes

: Chrysotile dan Crocidolite

Serat buatan, ialah serat yang dibuat oleh manusia, terdiri dari :
1. Organik
a. Polimer alam

: alginat, selulosa (ester selulosa dan rayon termasuk
kupramonium dan viskosa), protein dan karet.

b. Polimer buatan

:

-

Polimer kondensasi :

-

Polimer adisi
disubstitusi

poliamida (nylon), poliester, poliuretan

: polididrokarbon, polihidrokarbon yang
halogen,

polihidrokarbon

yang

disubstitusi

hidroksil, polihidrokarbon yang disubstitusi nitril.
2. Anorganik
a. Gelas
b. Logam
c. Silikat
(Enie dan Karmayu, 1980).
Banyak jenis serat yang terdapat di alam ini baik itu serat alam maupun
serat sintetik. Serat alam yang utama adalah kapas, wol, sutra dan rami (hemp),
sedangkan serat sintetik adalah rayon, poliester, akril dan nilon. Masih banyak
jenis lainnya yang dibuat untuk memenuhi keperluan industri dan sebagainya.
Setiap serat sintetik terdiri dari rantai polimer dan kebanyakan merupakan polimer

11

berkristal. Oleh karena itu sifat kimianya tergantung pada struktur rantai polimer
tersebut. Serat mempunyai bentuk tipis dan panjang dan mempunyai ciri-ciri
cukup pada struktur dalamnya. Dilihat dari kenyataan, keluatan tarik, modulus
elastik pada arah memanjang (modulus young), keduanya menunjukkan harga
yang

sangat

besar.

Kekuatan

melar

dari

serat

adalah

cukup

baik

(Surdia dan Saito, 2005).
Berikut ini adalah tabel perbandingan beberapa serat alam berdasarkan
parameternya :
Tabel 1. Sifat Mekanis Serat Alam

Serat
Bambu
Pisang
Sabut
Flax
Jute
Kenaf
Sisal

Panjang
(mm)

Diameter
(mm)

0,1-0,4
0,8-2,5
50-350
0,1-0,4
500
NA
1800-3000 0,1-0,2
30-750 0,04-0,09
0,5-2

Massa
jenis
(Kg/m3)
1500
1350
1440
1540
1500
1450

Modulus
Youg
(GPa)
27
1,4
0,9
100
32
22
100

Kekuatan
Regangan
Tarik
(%)
(MPa)
575
3
95
5,9
200
29
1000
2
350
1,7
295
1100
-

Tabel 2. Menunjukkan sifat-sifat khas serat. Disamping sifat-sifat tersebut,
ketahanan abrasi dan ketahanan lelah bagi nilon dan poliester adalah sangat baik
sedangkan bagi asetat dan rayon agak buruk. Serat yang diinginkan dapat dipilih
dari tabel-tabel tersebut :

12

Tabel 2. Sifat-sifat serat alami
Hemp

Jenis
Sifat-sifat

Kapas

Wol

Sutra

3.0-4.9
3.3-6.4
102-110

1.0-1.7
0.76-1.63
76-96

3.0-4.0
2.1-2.8
70

Flaks

Rami

2.9

5.6-6.3
5.8-6.6
108
8-9
4.5-4.8

6.5
7.7
118
9.3
5

15-25
27-33

1.5-2.3
2.0-2.3

54-55(8%)

84(1%)

1.8-2.3
2.2-2.4
84(1%)
48(2%)

Kekuatan tarik (g/d)
Standar
Basah
Tenasitas jenis kering/basah (%)
Kekuatan lup (g/d)
Kekuatan simpul (g/d)
Perpanjangan (%)
Standar
Basah
Perpanjangan elastik (%)
Perpanjangan 3%
Ketahanan tarik asal
(Modulus Young)
(g/d)
(kg/mm2)
Berat jenis
Kadar air kembali (%)
Resmi
Standar(20oC, 65%RH)
Lainnya
(20oC, 20%RH)
(20%, 95%RH)

3-7
74 (2%)
45 (20%)

25-35
25-50
99 (2%)
63(20%)

68-93
950-1300
1.54

11-25
130-300
1.32

50-100
650-1200
1.33-1.45

185-405
2500-5500
1.5

8.5
7

15
16

11.0
9

12
7-10

24-27
(95%)

22(95%)

36-39
(100%)

23(100%)

31(100%)

(Surdia dan Saito, 2005).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Umardani dan Pramono
(2009) dalam pengolahan serat dari tanaman eceng gondok juga ditambahkan
NaOH yang berfungsi untuk meningkatkan nilai elongasi serat eceng gondok
namun tidak dapat meningkatkan regangan tarik serat eceng gondok, dimana
dalam penelitiannya menggunakan kadar NaOH sebesar 5 %, 10% dan 15 %. Hal
ini juga diperkuat dengan data penelitian yang telah dilakukan oleh Umardani dan
Pramono, sebagai berikut :
Tabel 3. Perbandingan kekuatan tarik pada tanaman eceng gondok dengan atau
tanpa perlakuan NaOH.
No.
1
2
3
4

Perlakuan
Non Perlakuan
NaOH
NaOH
NaOH

Kadar
(%)
0
5
10
15

Elongasi
(%)
0,857
1,952
2,142
3,716

Luas Serat
(mm2)
0,037
0,037
0,037
0,037

Gaya
Tarik (N)
1,014
0,785
0,491
0,654

Tegangan Tarik
(N/mm2)
27,397
21,211
13,257
17,676

13

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Wijoyo, dkk. (2011)
mengenai penggunaan NaOH pada uji tarik mulur serat nanas dengan perendaman
NaOH (10%, 20%, 30% dan 40%) dengan variasi perendaman 2 dan 4 jam
menyatakan bahwa, nilai elongasi semakin meningkat seiring dengan peningkatan
kadar NaOH. Semakin lama waktu perendaman dan kadar NaOH yang digunakan
semakin rendah, maka kekuatan tariknya cenderung mengalami penurunan. Ini
disebabkan karena NaOH memiliki sifat yang mampu mengubah permukaan serat
menjadi kasar, akibatnya kekuatan tarik semakin menurun setelah melampaui
batas jenuhnya.
Tali Serat
Tali merupakan susunan benang-benang panjang yang saling tersusun satu
sama lain dan membentuk suatu pilinan. Berdasarkan artikel Pencinta Alam
(2012), tali adalah untaian-untaian panjang yang terbuat dari berbagai bahan yang
berfungsi untuk mengikat, menarik, menjerat, menambat, menggantung dan
sebagainya. Sedangkan tali serat adalah tali yang berasal dari bahan-bahan yang
memiliki kandungan serat dan tersusun membentuk sebuah anyaman atau pilinan
(serat alam atau sintetis). Dalam perkembangannya, tali yang berasal dari serat
sintetis yang sering digunakan karena dapat diproduksi secara murah dalam
jumlah yang besar. Namun demikian, serat alami ketersediaannya cukup
melimpah di alam dan dapat dibudidayakan oleh manusia (renewable). Misalnya
serat yang berasal dari pelepah pisang yang dapat dipilin menjadi sebuah tali.
Pemintalan
Proses pemintalan tali serat menggunakan suatu alat bernama rope
machine. Namun dalam hal ini serat yang akan dipintal menggunakan alat

14

pemintal secara manual tanpa menggunakan mesin (motor) sebagai tenaga
penggerak. Serat yang telah disusun dengan panjang yang sama dan diameter
yang telah ditentukan dimasukan dalam corong masukkan kemudian kumpulan
serat tersebut dikaitkan pada rol penggulung. Setelah serat-serat terkait dengan
benar, selanjutnya pegangan diputar searah jarum jam bersamaan dengan
ditahannya serat pada corong masukan luar. Maka, serat terpintal bersamaan
dengan berputarnya pegangan dan rol penggulung. Menurut Sinurat (2000) dalam
tesis Junardi (2012), serat-serat dimasukkan secara manual melalui lubang
pengumpan ke dalam corong pemuntir, serat yang telah dipuntir oleh corong
pemuntir dimasukkan lagi kedalam corong tetap hingga ke lubang poros berongga
dan selanjutnya dipuntir dan ditekan lagi oleh rol pemuntir, serat yang keluar dari
rol pemuntir digulung oleh rol penggulung.
Ada 3 macam sistem pemintalan yaitu:
1. Sistem pemintalan serat pendek, yaitu sistem yang digunakan untuk mengolah
serat kapas
2. Sistem pemintalan serat sedang, yaitu sistem yang digunakan untuk mengolah
serat wol
3. Sistem pemintalan serat panjang, yaitu sistem yang digunakan untuk mengolah
serat-serat batang dan daun
(Enie dan Karmayu, 1980).
Pemintalan serat sabut kelapa secara mekanik dengan menggunakan mesin
pemintal berteknologi tepat guna telah dilakukan di Balai Penelitian Teknologi
Karet Bogor untuk memenuhi kebutuhan serat bergelombang dalam pengolahan
serat sabut kelapa. Dalam ujicoba tersebut diamati kinerja dan kondisi operasi

15

mesin serta kekuatan bahan konstruksi selama proses pemintalan. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa mesin pemintal serat sabut kelapa telah dapat
beroperasi dengan baik untuk memintal serat, dengan laju putaran rangka pemutar
40 rpm, corong pemuntir 597 rpm dan rol penggulung 6 rpm. Mesin pemintal
berkapasitas 550 gram per jam untuk pintalan berdiameter 3-4 mm dan 1.438
gram per jam untuk pintalan berdiameter 6-7 mm dengan kecepatan linier
penarikan rol penggulung 110 meter per jam. Bahan konstruksi mesin telah
mampu untuk menahan beban dinamis selama proses pemintalan.
Mesin pemintal serat sabut kelapa terdiri atas empat unit utama, yaitu
motor penggerak, corong pemuntir, rangka pemutar, dan rol atau batang
penggulung. Mesin pemintal digerakkan oleh motor listrik yang bertenaga 1 HP
dengan laju putaran 1470 rpm. Motor listrik menggerakkan poros pulley dan
pulley dengan transmisi V-belt atau pulley. Selanjutnya dengan transmisi V-belt,
pulley menggerakkan poros yang juga sebagai poros roda gigi penggerak kedua
corong pemuntir. Demikian juga dengan pulley yang menggerakkan poros yang
berfungsi

sebagai

poros

penggerak

rangka

pemutar.

Rangka

pemutar

menggerakkan (memutar) roda gigi 11 yang bersinggungan dengan roda gigi pada
poros statis. Selanjutnya poros roda gigi menggerakkan roda fiksi pada batang rol
penggulung melalui transmisi roda-roda gigi di antara poros roda gigi dan serat
yang akan dipintal ditumpuk di atas pengumpan.
Serat-serat tersebut dimasukkan secara manual oleh seorang operator
melalui lubang pengumpan ke dalam corong pemuntir. Serat yang telah dipuntir
oleh corong pemuntir dimasukkan lagi ke dalam corong tetap hingga ke lobang
poros statis berongga dan selanjutnya dipuntir dan ditekan (dilemaskan) lagi oleh

16

roda pemuntir. Pintalan serat yang keluar dari roda pemuntir digulung oleh rol
penggulung. Setelah rol penggulung terisi penuh, pintalan serat dipindahkan atau
digulung pada rol cadangan dan selanjutnya dimanfaatkan sebagai bahan untuk
pengolahan saburet setelah penguraian menjadi serat bergelombang dan bahan
pembuatan

tali

dengan

cara

menggabungkan

beberapa

pintalan

serat

(Sinurat, 2000).
Untuk mengetahui kekuatan tali kita dapat melihatnya pada Catalog atau
Manual Book dari tali tersebut. Biasanya tertulis Breaking Strength (Kekuatan
Putus). Satuannya bisa dalam KN (Kilonewton) atau KG (Kilogram). 1 KN kalau
dikilogramkan sebanyak 100 Kg. Ada juga yang namanya Numbers of Falls, yaitu
berapa kali beban dijatuhkan hingga tali tersebut terputus. (Standarnya
menggunakan FF1 dengan beban 80 Kg). Setelah mengetahui breaking
strengthnya yang penting juga harus diketahui adalah SWL (Safe Working Load)
atau beban kerja yang aman. Umumnya menggunakan rumus Breaking Strength /
5, kalau penggunaan untuk manusia BS/10 dan untuk Rescue BS/15
(Korpcitaka, 2008).
Suatu tali mempunyai diameter yang berbeda dengan yang lainnya yang
akan berpengaruh terhadap elongasi (pertambahan panjang) dan kekuatannya. Hal
ini dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4. Perbandingan kekuatan tali dengan berbagai ukuran diameter.
Diameter
Elongasi 80 kg Kekuatan
Jumlah Jatuh
(%)
(kg)
FF1 80 kg, jarak 1m
11
10
9
8
7
Webbing solid 25 mm
Webbing tubular 25 mm

1,25
2
3
4
4
-

3000
2500
1800
1500
1000
1500 – 2400
1800 – 2250

10+
8 – 20+
3 – 10+
2–3
0–2
-

17

Hal yang harus diperhatikan adalah pengurangan kekuatan tali. Ada
beberapa hal yang bisa mengurangi kekuatan tali yaitu, ketika dibuat simpul pada
tali, maka pada saat itu pula terjadi pengurangan kekuatan. Pengurangan ini tidak
permanen, hanya pada saat ada simpul tersebut, yaitu disebabkan oleh tegangan
dan tekanan yang terjadi pada tali akibat simpul yang dibuat. Tali dalam keadaaan
basah. Tali yang basah bisa berkurang kekuatannya sampai 35 %.
Tabel 5. Menunjukkaan kekuataan tali dengan kondisi basah maupun
kering dengan umur tali yang sama yang nyatanya pada kondisi kering jumlah
jatuh FFI 80 kg, jarak 1 meter memiliki nilai yang tinggi, data dapat dilihat
sebagai berikut :
Tabel 5. Perbandingan kekuatan tali kering atau basah berdasarkan umur tali.
Jumlah Jatuh FF1 80 kg, jarak 1m
Usia
Kering/Basah
Baru
Baru
4,5 tahun
4,5 tahun

Kering
Basah
Kering
Basah

41
25
4
4

(Korpcitaka, 2008).
Pengujian Tali Serat
Uji Tarik
Sifat-sifat bahan teknik perlu diketahui secara baik karena bahan tersebut
dipergunakan untuk berbagai macam keperluan dan berbagai macam keadaan.
Deformasi bahan yang disebabkan oleh beban tarik adalah dasar pengujian dan
kajian mengenai kekuatan bahan. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, yaitu:
1. Mudah dilakukan
2. Menghasilkan tegangan merata pada penampang

18

3. Kebanyakan bahan lebih mudah dilakukan uji tarik daripada uji tekan
misalnya, sehingga dalam pengujian bahan teknik, kekuatan paling sering
dinyatakan dengan uji tarik
(Zainuri, 2008).
Uji tarik dilaksanakan di laboratorium menggunakan satu dari beberapa
jenis mesin uji. Beban dibaca dari jarum penunjuk (dials) atau layar digital.
Beberapa mesin uji dapat membaca dan mencatat data secara otomatis dan
menggambarnya dalam kertas plot. Tegangan diperoleh dengan membagi beban
dengan luas penampang awal spesimen. Luasan spesimen akan berubah selama
pembebanan (Zainuri, 2008).
Uji tarik adalah cara pengujian bahan yang paling mendasar. Pengujian ini
sangat sederhana, tidak mahal dan sudah mengalami standarisasi di seluruh dunia,
misalnya di Amerika dengan ASTM E8 dan Jepang dengan JIS 2241. Dengan
menarik suatu bahan kita akan segera mengetahui sejauh mana material itu
bertambah panjang. Alat eksperimen untuk uji tarik ini harus memiliki
cengkraman (grip) yang kuat dan kekakuan yang tinggi (highly stiff). Brand
terkenal untuk alat uji tarik antara lain adalah Shimadzu, Iastron, dan Dartec
(Sastranegara, 2009).
Tegangan (Stress)
Konsep paling dasar dalam mekanika bahan adalah tegangan dan
regangan. Konsep ini dapat diilustrasikan dalam bentuk yang paling mendasar
dengan meninjau sebuah batang prismatis yang mengalami gaya aksial. Batang
prismatis adalah sebuah elemen struktural lurus yang mempunyai penampang
konstan di seluruh panjangnya, dan gaya aksial adalah beban yang mempunyai

19

arah sama dengan sumbu elemen, sehingga mengakibatkan terjadinya tarik atau
tekan pada batang. Intensitas gaya (yaitu gaya per satuan luas) disebut tegangan
dan diberi notasi huruf yunani σ (sigma). Jadi, gaya aksial P, yang bekerja di
penampang adalah resultan dari tegangan yang terdistribusi kontinu. Dengan
mengasumsikan bahwa tegangan terbagi rata kita dapat melihat bahwa resultannya
harus sama dengan intensitas σ dikalikan dengan luas penampang A dari batang
tersebut. Dengan demikian, kita mendapatkan rumus berikut untuk menyatakan
besar tegangan :
�=

dimana,





…………............. (1)

σ

= tegangan tarik (N/m2)

F

= gaya (N)

A

= luasan permukaan (m2)

(Gere dan Timoshenko, 2000).
Tegangan adalah perbandingan antara gaya yang bekerja pada benda
dengan luas penampang benda tersebut sedangkan tegangan tarik adalah tegangan
yang diakibatkan beban tarik atau beban yang arahnya tegak lurus meninggalkan
luasan permukaan. Menurut Ishaq (2006), dalam elastisitas besaran gaya F
memperhatikan sebuah sistem yang memiliki luasan dan volume, bukan sistem
yang cukup diwakili sebuah pusat massa saja. Jadi gaya dalam hal ini dipandang
bekerja pada sebuah titik pada medium. Atas dasar itulah besaran tegangan
(stress) diperkenalkan. Stress didefinisikan sebagai gaya F yang bekerja pada satu
satuan luas A. Hubungan antara gaya yang bekerja dan satu satuan luas dapat
dilihat pada gambar 2.

20

Gambar 2. Gaya F bekerja pada luas permukaan A
Jika benda diberi beban maka benda berada dalam keadaan berdeformasi
berarti benda dalam keadaan tegang. Akibat adanya beban maka terdapat gayagaya reaksi dalam (internal) benda sendiri, karena adanya pergeseran molekulmolekul benda yang cenderung untuk mengimbangi beban ini dan mengembalikan
bentuk benda kebentuknya semula. Gaya reaksi atau gaya untuk mengembalikan
benda kebentuk asli persatuan luas di dalam benda disebut “stress”. Gaya reaksi
ini terbagi rata ke seluruh penampang. Stress adalah besaran yang berbanding
lurus dengan gaya penyebabnya. Stress normal (stress longitudinal ; stress
pertama) ada dua macam :
a. Stress normal tekan, benda berada dalam keadaan kompressi.
b. Stress normal tarik, benda berada dalam keadaan tegang. Pada stress normal,
gaya tegak lurus penampang
(Sarojo, 2002).
Regangan (Strain)
Suatu batang lurus akan mengalami perubahan panjang apabila dibebani
secara aksial, yaitu menjadi panjang jika mengalami tarik dan menjadi pendek jika
mengalami tekan. Perpanjangan δ dari batang ini adalah hasil kumulatif dari
perpanjangan semua elemen bahan di seluruh volume batang. Jika kita tinjau
setengah bagian dari batang (panjangnya L/2), bagian ini akan mempunyai

21

perpanjangan yang sama dengan δ/2 dan jika kita meninjau seperempat bagian
dari batang, bagian ini akan mempunyai perpanjangan yang sama dengan L/4.
Dengan cara yang sama, satu satuan panjang dari batang tersebut akan
mempunyai panjang yang sama dengan 1/L kali perpanjangan total δ. Dengan
proses ini kita akan sampai pada konsep perpanjangan per satuan panjang atau
regangan, yang diberi notasi huruf yunani ε (epsilon) dan dihitung dengan
persamaan
ε=
dimana,

∆l

(�−�� )
=
l0
��

ε

= regangan

l

= panjang akhir (m)

l0

= panjang awal (m)

∆l

= perubahan panjang (m)

…………............. (2)

(Gere dan Timoshenko, 2000).
Regangan tarik didefinisikan sebagai perbandingan panjang ∆l terhadap
panjang semula l0, dimana perpanjangan ∆l tidak hanya terjadi pada ujungujungnya, tetapi setiap bagian batang akan memanjang dengan perbandingan yang
sama (Young dan Freedman, 2002).
Sedangkan menurut Ishaq (2006) jika sebuah stress bekerja pada suatu
benda maka dampak atau akibatnya benda mengalami strain (regangan). Dapat
dilihat pada gambar berikut :

22

Gambar 3. Strain normal
Pada arah normal, perubahan ditunjukkan dengan pemendekan bahan dari
L menjadi L′ akibatnya volume bahan berubah. Strain secara umum didefinisikan
sebagai :
τ=

keadaan akhir − keadaan awal
keadaan awal
τ=

∆L
L

………………………(3)

Perubahan pada ukuran sebuah benda karena gaya-gaya atau kopel dalam
kesetimbangan dibandingkan dengan ukuran semula disebut “strain”. Strain
adalah derajat deformasi. Macam-macam strain:
1. Strain linear = perubahan panjang per panjang semula : ∆l/l
2. Strain volum = perubahan volum per volum semula : ΔV/V
3. Strain geser

= strain angular = deformasi dalam bentuk (bangun = shape), β.

Jadi strain adalah suatu perbandingan atau sudut geser (β), berarti besaran yang
tidak berdimensi dan tidak mempunyai satuan (Sarojo, 2002).
Suatu batang lurus akan mengalami perubahan panjang apabila dibebani
secara aksial, yaitu menjadi panjang jika mengalami tarik dan menjadi pendek jika
mengalami

tekan.

Jika

batang

mengalami

tarik,

maka

regangannya

23

disebutregangan tarik, yang menunjukkan perpanjangan bahan. Demikian juga
halnya jika batang mengalami tekan, maka regangannya disebut regangan tekan,
dan batang tersebut memendek. Besarnya gaya yang diberikan pada benda
memiliki batas-batas tertentu. Jika gaya sangat besar maka regangan benda sangat
besar dan pertambahan panjang sebanding dengan gaya yang diberikan. Regangan
tarik

biasanya

bertanda

positif

dan

regangan

tekan

bertanda

negatif

(Mulyati, 2011).
Diagram Tegangan-Regangan
Jika suatu benda ditarik maka akan mulur (extension), terdapat hubungan
antara pertambahan panjang dengan gaya yang diberikan. Jika gaya persatuan
luasan

disebut tegangan dan pertambahan panjang disebut regangan maka

hubungan ini dinyatakan dengan grafik tegangan dan regangan (stress-strain
graph), berikut gambarnya :

Regangan ɛ =

Ơ


Gambar 4. Diagram Tegangan-Regangan
1. Batas proporsional (proportional limit), pada daerah ini berlaku Hukum
Hooke bahwa tegangan sebanding dengan regangan. Kesebandingan ini tidak
berlaku di seluruh diagram. Kesebandingan ini berakhir pada batas
proporsional.

24

2. Batas elastis (elastic limit), batas tegangan di mana bahan tidak kembali lagi
ke bentuk semula apabila beban dilepas tetapi akan terjadi deformasi tetap
yang disebut permanent set. Untuk banyak material, nilai batas proporsional
dan batas elastik hampir sama. Untuk membedakannya, batas elastik selalu
hampir lebih besar daripada batas proporsional.
3. Titik mulur (yield point), titik dimana bahan memanjang mulur tanpa
pertambahan beban.
4. Kekuatan maksimum (ultimate strength), merupakan ordinat tertinggi pada
kurva tegangan-regangan yang menunjukkan kekuatan tarik (tensile strength)
bahan.
5. Kekuatan patah (breaking strength), terjadi akibat bertambahnya beban
mencapai beban patah sehingga beban meregang dengan sangat cepat dan
secara simultan luas penampang bahan bertambah kecil
(Zainuri, 2008).
Diagram tegangan-regangan dari jenis-jenis material banyak macamnya,
dan uji tegangan yang dilakukan berbeda pada material yang sama dengan hasil
yang berbeda pula tergantung pada temperatur bahan dan kecepatan pembebanan.
Itu

memungkinkan,

bagaimanapun

untuk

melihat

perbedaan

beberapa

karakteristik pada diagram tegangan-regangan dengan jenis-jenis materi yang
berbeda dan untuk membagi material kedalam dua kategori pada dasar
karakteristik ini dinamakan kelenturan material dan kerapuhan material
(Beer and Jhonston, 1981).

25

Deformasi
Sebuah gaya dikerjakan pada sebuah batang menyebabkan batang tersebut
berubah (mengalami deformasi). Pertama, deformasi sebanding dengan beban
yang ditingkatkan dalam batas-batas tertentu. Jika beban dihilangkan, maka
batang akan kembali pada bentuk semula (perilakunya sama dengan sebuah
per/pegas), daerah ini disebut dengan daerah elastis dan deformasinya ialah
deformasi elastis. Bila beban ditingkatkan maka deformasi pada kebanyakan
bahan meningkat secara proporsional (sebanding). Pada daerah ini struktur dalam
dari bahan akan berubah bentuk secara tetap/permanen akibat gaya-gaya yang
bekerja, jika beban dihilangkan, benda tidak dapat kembali pada bentuk semula
dan akan terjadi deformasi permanen. Daerah ini disebut daerah plastis dan
deformasinya adalah deformasi plastis (Daryanto, 2001).
Material–material yang ulet mengalami suatu regangan plastis (permanen)
sebelum patah. Sebagai contoh, jika suatu batang baja dibebani, mula-mula batang
itu akan melentur elastis. Pelenturan akan hilang bila beban ditiadakan. Suatu
beban berlebih akan membengkokan batang secara permanen pada lokasi-lokasi
dimana tegangan-tegangan melampaui kekuatan luluh dari baja tersebut
(Van Vlack, 2004).
Hubungan Tegangan dan Regangan (Hukum Hooke)
Pada kebanyakan bahan teknik terdapat hubungan antara tegangan dan
regangan. Untuk setiap peningkatan tegangan terjadi peningkatan regangan yang
sebanding, sebelum batas tegangan dicapai. Jika tegangan mencapai nilai batas,
hubungan regangan tidak lagi proporsional dengan tegangan. Hubungan
proporsional tegangan dan regangan awalnya dinyatakan oleh Robert Hooke pada

26

tahun 1678 dan menjadi hukum Hooke. Modulus elastisitas atau modulus Young
dinotasikan dengan simbol E dan berlaku untuk tarik dan tekan, dinyatakan
dengan persamaan :
F
A
E= =
=
ε ( l - l0 )
l0

σ

dimana,

m.g
A
l-l0
l0

…………............. (4)

E = elastisitas (N/m2)
F = gaya tarik (N)
m = beban (kg)
g = percepatan gravitasi (9,81 m/s2)
A = luas penampang serat/tali serat (m2)
l = panjang akhir (m)
l0 = panjang awal (m)
Karena regangan adalah murni angka (tidak mempunyai satuan karena
perbandingan dimensi panjang dengan panjang), maka modulus elastisitas E
mempunyai satuan yang sama dengan tegangan, yaitu pascal (Pa) atau
megapascal (MPa). Nilai modulus elastisitas sangat penting untuk desain proses
pada banyak bahan keteknikan (Zainuri, 2008).
Hukum Hooke berlaku pada daerah elastis saja, pada suatu saat stress
cukup besar elastisitas benda menjadi tidak linier (E tidak lagi konstan), daerah ini
disebut daerah plastis. Jika benda telah mencapai daerah plastis karena strees yang
besar maka elastisitas benda akan hilang dan benda tidak lagi mampu kembali kebentuknya semula, sampai suatu saat karena strees terlampau besar, benda akan

27

putus atau hancur dimana ikatan molekul pada benda tidak lagi mampu mengatasi
besarnya tekanan yang diberikan (Ishaq, 2006).
Uji Lentur
Kelenturan merupakan sifat material yang mampu menerima beban impak
tinggi tanpa menimbulkan tegangan lebih pada batas elastis. Ini menunjukkan
bahwa energi yang diserap selama pembebanan disimpan dan dikeluarkan jika
material tidak dibebani. Pengukuran kelenturan sama dengan pengukuran
ketangguhan (Zainuri, 2008).
Kelenturan merupakan sifat mekanik bahan yang menunjukkan derajat
deformasi plastis yang terjadi sebelum suatu bahan putus atau gagal pada uji tarik.
Bahan disebut lentur (ductile) bila regangan plastis yang terjadi sebelum putus
lebih dari 5%, bila kurang dari itu suatu bahan disebut getas (brittle). Persen
kelenturan adalah bahan meregang dan patah secara cepat dalam persen. Dimana
panjang mula-mula dari suatu bahan adalah L0 dan panjang pada patahan adalah
Lf, yaitu:

%kelenturan =

L� −L0
L0

× 100%

………............... (4) (5)
………...............

Persen pengurangan daerah merupakan cara lain untuk menentukan kelenturan.
Itu ditetapkan dalam persamaan sebagai berikut:
%pengurangan =

A0 −A�
A0

× 100%

……….............. (6)

dimana, A0 adalah daerah potongan melintang mula-mula dan Af adalah daerah
patah (Hibbeler, 2005).
Ukuran panjang digunakan dalam perhitungan kelenturan dengan nilai
standar 2 inci (50 mm). Bahan disusun dengan ujungnya dijepit pada alat uji. Alat

28

uji tarik didesain untuk memperpanjang bahan pada laju konstan dan hingga
seterusnya serta pengukuran yang seragam (merata) saat diletakkan beban dan
menghasilkan mulur (menggunakan extensometer). Uji tegangan dan regangan
yang khususnya dilakukan beberapa menit adalah bersifat merusak. Ini
menjelaskan bahwa uji bahan terdeformasi secara permanen dan biasanya patah
(William and Callister, 1991).