DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA PENGELASAN GESEK CONTINUOUS DRIVE FRICTION WELDING BAHAN SILINDER PEJAL LOGAM BEDA JENIS (ALUMUNIUM 2024 T4 - STAINLESS STEEL AISI 420).

(1)

DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA PENGELASAN GESEK CONTINUOUS DRIVE FRICTION WELDING BAHAN SILINDER PEJAL LOGAM BEDA JENIS

(ALUMUNIUM 2024 T4 - STAINLESS STEEL AISI 420). TUGAS AKHIR

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Derajat Strata-1 Pada Prodi Teknik Mesin Fakultas Teknik

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh: EGIN SUBARKAH

20110130125

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

YOGYAKARTA 2017

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR


(2)

DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA PENGELASAN GESEK CONTINUOUS DRIVE FRICTION WELDING BAHAN SILINDER PEJAL LOGAM BEDA JENIS (ALUMUNIUM 2024 T4 - STAINLESS STEEL AISI

420).

Telah Dipertahankan Di Depan Tim Penguji Pada Tanggal 14 Maret 2017

Susunan Tim Penguji:

Tugas akhir ini telah dinyatakan sah sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

Tanggal: ... Dosen Pembimbing I

Totok Suwanda, S.T., M.T. NIK. 19690304199603 123

Dosen Pembimbing II

Ir. Aris Widyo Nugroho M.T., PhD. NIK. 19700301199509 123 022 Penguji,

Cahyo Budiyantoro, ST.,M.Sc. NIK. 19711023 201507 123083

Disusun Oleh:

EGIN SUBARKAH 20110130125

Mengesahkan

Ketua Program Studi Teknik Mesin

Novi Caroko S.T., M.Eng. NIP. 19791113 200501 1 001


(3)

ii

PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : EGIN SUBARKAH NIM : 20110130125

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Tugas Akhir yang berjudul: adalah benar-benar hasil karya sendiri bagian dari disertasi Totok Suwanda, S.T., M.T., DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA PENGELASAN GESEK CONTINUOUS DRIVE FRICTION WELDING BAHAN SILINDER PEJAL LOGAM BEDA JENIS (ALUMUNIUM 2024 T4 - STAINLESS STEEL AISI 420) kecuali jika disebutkan sumbernya dan belum pernah diajukan pada instansi manapun, serta bukan karya jiplakan. Saya bertanggung jawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa adanya tekanan dan paksaan dari pihak manapun serta bersedia mendapat sanksi akademik bila ternyata di kemudian hari pernyataan ini tidak benar.

Yogyakarta, 14Maret 2017 Yang menyatakan,

Egin Subarkah NIM: 20110130125


(4)

iv MOTTO

Bismillahirrahmanirrahim

“Salah jurusan bukan berarti salah masa depan”

“Lulus terakhir bukan berarti dapat rizki yang terakhir” (Egin Subarkah)

“MAN JADDA WAJADA”

Barang siapa bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil (Q.S Ar-Ra’d 11)

“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan” (Q.SAl-Rahman 13)

“Niscaya Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat”

(Terjemahan Q.S. Al-Mujadalah : 11)

“Kami tidak bisa mewariskan harta benda kepadamu, tetapi kami hanya bisa

mewariskan ilmu karena senantiasa ilmu yang kau miliki bisa mengantarmu

menuju sukses”

(Ayahanda & Ibunda)

“Kerjakan skripsi, ingat selalu keluarga di rumah” (Tim Tugas Akhir Friction Welding)


(5)

v

PERSEMBAHAN

“Barangsiapa bertakwa pada Allah, maka Allah memberikan jalan keluar kepadanya dan memberi rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Barangsiapa yang bertaqwa pada Allah, maka Allah jadikan urusannya menjadi mudah. Barangsiapa yang bertaqwa pada Allah akan dihapuskan dosa-dosanya dan

mendapatkan pahala yang agung”. (QS. Ath-Thalaq: 2, 3, 4)

Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Lukman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.

(QS. Luqman: 12)

Skripsi ini saya persembahkan kepada:

 Allah SWT yang telah memberikan keberkahan, ketenangan dan kesehatan dalam mengerjakan skripsi ini.

 Bapak dan Ibu tercinta, Bapak Wasimin dan Ibu Diwen terimakasih atas kasih saying dan dukungan yang kalian berikan.

 Istri dan anak saya tercinta, Nur khasanah dan Luigi Annafii Subarkah terimakasih atas kasih saying dan penyemangat yang kalian berikan

 Kaka dan Keponakan tersayang, Yayun Sri Wardani, dan Karl Kafi Kasnarasreta, Kian Kafa Kasnakasaki, telah memberikan motivasi, canda tawa, serta dukungan.

 Teman-teman kontrakan, Bagus Farkhan Almadani, Galang Ayusi putra, Tintus Dwi Cahyo, Immawan Insani, Tofik Haryanto, Bagja Restu Muhammad, Luhur Yudis Pratama, Akbar Maulana, dan Avian Jevri Malindo, yang selalu memberikan dukungan dan semangat untuk mengerjakan skripsi.


(6)

vi INTISARI

Pengelasan logam beda jenisdan silinder pejal diameter besar dengan teknik pengelasan fusi sulit dilakukan. Dalam beberapa tahun terakhir berkembang proses pengelasan solid state welding. Penyambungan logam silinder pejal yang dilakukan seperti penyambungan as roda pada mobil mengalami kendalan tidak tersambung pada bagian tengah. Untuk mengatasi hal tersebut, pengelasan gesek lebih efektif dilakukan untuk menggabungkan silinder pejal diameter besar. Logam beda jenis yang memiliki sifat mekanik dan termal yang berbeda dapat disambungdenganmetode pengelasan gesek

Pengelasan gesek merupakan metode penyambungan material yang memanfatkan panas yang ditimbulkan antara gesekan kedua material yang sama maupun berbeda. Keistimewaan pengelasan gesek dapat menyambung material yang berbeda yang dilihat, distribusi temperatur, dan kandungan yang terdapat didalamnya. Pada penelitian ini dilakukan Countinous Drive Friction Welding (CDFW) terhadap material logam beda jenis antara Aluminium 2024 T4 dengan Stainless Steel AISI 420. Penelitian dilakukan dengan memvariasikan parameter. Putaran yang digunakan untuk pengelasan gesek 1000 rpm. Pengujian yang dilakukan adalah pengujian pengujian tarik dengan standard JIS Z 2201.

Pada setiap parameter terlihat distribusi temperatur berangsur- angsur turun sesuai inter face logam yang bergesekan. Dapat dilihat pada parameter 60-7.5-85-60 adalah parameter terbaik untuk mencapai temperatur maksimal 304.0882°C karena distribusi temperaturnya meningkat dibandingkan dengan parameter 60-5-60-60 dan 40-5-60-5-60-60. Semakin jauh sensor panas dengan bidang gesek, maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai temperatur maksimal. Dari hasil pengujian tarik terlihat pada hasil tegangan tarik dan tegangan luluh menghasilkan nilai yang temperatif.

Kata Kunci: Pengelasan gesek, logam beda jenis, distribusi temperatur, kekuatan tarik


(7)

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulilaahirabbilalamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia dan petunjuk-Nya sehingga penyusunan LaporanTugas Akhir dapat terselesaikan. Laporan ini dibuat sebagai tindak lanjut dan pertanggungjawaban dari hasil Penelitian di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Banyak pihak yang telah membantu sampai selesainya Tugas Akhir ini, oleh karena itu pada kesempatan ini kami sampaikan tarima kasih kepada :

1. Bapak Novi Caroko, S.T., M.T. selaku Ketua Program Studi Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, yang telah memberikan bimbingan.

2. Bapak Totok Suwanda, S.T., M.T. selaku Dosen Pembimbing I Tugas Akhir, yang telah banyak memberikan bimbingan dan nasehat kepada penulis.

3. Bapak Aris Widiya Nugraha, S.T., M.Eng., Ph.D. selaku Dosen Pembimbing II Tugas Akhir, yang telah banyak memberikan bimbingan dan nasehat kepada penulis.

4. Bapak Cahyo Budiyantoro, S.T., M.Sc. selaku Dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan guna menyempurnakan Tugas Akhir ini. 5. Bapak dan Ibu tercinta beserta kaka, istri dan anak tercinta, dan orang -

orang yang kami cintai atas doa dan dukungannya.

6. Teman-teman Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan bantuan dan semangat.


(8)

viii

Serta semua pihak yang telah membantu terselesaikannya laporan Tugas Akhir ini, kami mengucapkan banyak terima kasih. Penyusun mengharapkan masukan, kritik, serta saran selama penyusunan berlangsung. Selanjutnya, penyusun berharap semoga Laporan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat dalam memahami teori maupun prakteknya.

Yogyakarta,14 Maret 2017 Penyusun


(9)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

INTISARI ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR NOTASI ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Batasan Masalah ... 3

1.4. Tujuan Penelitian ... 3

1.5. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka ... 4

2.2. Dasar Teori... 6

2.3. Daerah Lasan a. Las Fusi ... 7

b. Las Gesek ... 8

2.4. Pengelasan Gesek (Friction Welding) ... 9

2.4.1. Keuntungan Pengelasan Gesek ... 10

2.4.2 Aplikasi Pengelasan Gesek ... 11


(10)

x

2.5.1 Klasifikasi Logam Aluminium Alloy 2024-T4 ... 11

2.6 Stainless Steel AISI 420... 12

2.6.1 Klasifikasi Logam Stainless Steel AISI 420 ... 12

2.7 Distribusi Temperatur Selama Pengelasan Gesek ... 14

2.7.1 Metode Pengukuran Temperatur ... 15

2.7.2 Jenis-jenis Alat ukur Temperatur ... 15

2.7.3 Prinsip Kerja Termokopel ... 15

2.7.4 Fungsi Termokopel ... 16

2.7.5 Termokopel Sebagai Sensor panas ... 17

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian ... 18

3.2. Identifikasi Masalah ... 19

3.3. Perencanaan Penelitian ... 19

3.3.1.Waktu dan Tempat Penelitian... 19

3.3.2.Pengadaan Bahan dan Alat ... 21

A.Alat Utama 1. Alat Penelitian ... 21

2. Mesin Bubut ... 22

3. Alat Uji Tarik ... 23

4. Load Cell ... 23

5. Thermocouple Welder ... 24

6. Data Loger ... 24

7. Power Supply ... 25

B.Bahan Penelitian a. Aluminium Alloy 2424-T4 Silinder Pejal ... 25

b. Stainless Steel AISI 420 Silinder Pejal ... 25

3.4. Persiapan Penelitian ... 25


(11)

xi

3.4.2.Kalibrasi Mesin Friction Welding ... 26

3.5. Pelaksanaan Penelitian ... 26

3.5.1 Parameter Yang Digunakan Dalam Perhitungan ... 26

3.5.2 Mesin Friction welding ... 27

3.5.3 Pembuatan Bentuk Spesimen ... 27

3.5.4 Proses Pengelasan ... 28

3.6. Proses Pengujian ... 29

PengujianTarik ... 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Proses Pengambilan Data ... 33

4.2. Hasil Pengelasan Gesek ... 34

4.3. Hasil Profil Distribusi Temperatur... 35

4.4. Hasil Pengukuran Distribusi Temperatur... 38

4.5. Hasil dan Analisis Pengujian Tarik... 43

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan ... 44

5.2.Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46


(12)

xv DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Daerah las fusi Gambar 2.2. Daerah las gesek

Gambar 2.3. Contoh aplikasi pengelasan metode rotary. (a) Bentuk baut klem, (b) Hydraulic Cylinder, (c) Peralih penghubung pada reactor nuklir (Al Alloy-Steel)

Gambar 2.4. Rangkaian dasar termokopel Gambar 2.5. Bentuk fisik termokopel Gambar 2.6. Termokopel

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.2. Spesimen Uji Tarik Standar JIS Z 2201

Gambar 3.3. Mesin las gesek yang digunakan sebagai las gesek Alumunium Alloy 2024-T4 dan Stainless Steel AISI 420

Gambar 3.4. Mesin Bubut Gambar 3.5. Alat Uji Tarik Gambar 3.6. Load Cell

Gambar 3.7. Thermokopel Welder Gambar 3.8. Data Loger

Gambar 3.9. Power Suplay

Gambar 3.10. Skema Mesin Friction Welding

Gambar 3.11. Hasil pemotongan kemudian pembentukan bahan (a) Stainless Steel AISI 420 dan(b) Aluminium Alloy 2024-T4

Gambar 3.12. Meratakan Ujung Bahan(a) Stainless Steel AISI 420 dan (b) Aluminium Alloy 2024-T4

Gambar 3.13. Pemasangan bahan diposisikan center Gambar 3.14. Kurva Tegangan -Regangan

Gambar4.1.Pemasangan Termokopel Pada Benda Kerja Yang Diam Yaitu Aluminium Alloy 2024-T4

Gambar 4.2. Hasil Pengelasan Gesek Stainless Steel AISI 420 dan Aluminium Alloy 2024-T4


(13)

xvi

Gambar 4.3. Grafik Profil Distribusi Temperatur Pada Logam Aluminium Alloy 2024-T4 Dengan Variasi (Pf 60 – Tf 7.5 – Pu 85 – Tu 60)

Gambar 4.4. Grafik Profil Distribusi Temperatur Pada Logam Aluminium Alloy 2024-T4 Dengan Variasi (Pf 40 – Tf 5 – Pu 60 – Tu 55)

Gambar 4.5. Grafik Profil Distribusi Temperatur Pada Logam Aluminium Alloy 2024-T4 Dengan Variasi (Pf 60 – Tf 5 – Pu 60 – Tu 60)

Gambar 4.6. Grafik Distribusi Temperatur Maksimal Pada Logam Aluminium Alloy 2024-T4 Berbagai Variasi Gaya Tekan

Gambar 4.7. Grafik Kecepatan Pemanasan Terhadap Posisi

Gambar 4.8. Grafik Gabungan beban Perpanjangan (1) UTS 20.52 MPa, (2) UTS 23.07 MPa, (3) UTS 16.20 MPa

Gambar 4.9. Grafik Hasil Tegangan Tarik

Gambar 4.10. Penampang Patahan Aluminium Alloy 2024-T4 dan Stainless Steel AISI 420 Waktu Tempa 60 detik, Variasi Tekanan Tempa 60MPa Gambar 4.11. Penampang Patahan Aluminium Alloy 2024-T4 dan Stainless Steel

AISI 420 Waktu Tempa 55 detik, Variasi Tekanan Tempa 60 MPa Gambar 4.12. Penampang Patahan Aluminium Alloy 2024-T4 dan Stainless Steel


(14)

xvii DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Tabel rancangan penelitian awal pada bahan alumunium 2024 T4 dan stainless steel 420

Tabel 3.2. Paduan Aluminium Alloy 2024-T4 Tabel 3.3. Paduan Aluminium Alloy 2024-T4

Tabel 4.1. Data hasil pengujian tarik pada sambungan bahan Aluminium Alloy 2024-T4 dengan Stainless Steel AISI 420. Luas penampang Spesimen (158mm2)


(15)

xvi DAFTAR NOTASI

K = konstanta pegas

F = gaya

Δx = perbedaan panjang P = tekanan

A = luas penampang

σu = tegangan tarik maksimal

Ao = luas penampang sebelum dibebani

ΔL = pertambahan panjang L = panjang awal

E = gradien kurva

σ = tegangan

ε = regangan

P = beban yang digunakan d = panjang diagonal rata-rata


(16)

xvii DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Uji Tarik Tekanan Gesek 40 MPa, Waktu Gesek 5 Detik, Tekanan Tempa 60 MPa, Waktu Tempa 55 Detik

Lampiran 2. Uji Tarik Tekanan Gesek 60 MPa, Waktu Gesek 5 Detik, Tekanan Tempa 60 MPa, Waktu Tempa 60 Detik

Lampiran 3. Uji Tarik Tekanan Gesek 60 MPa, Waktu Gesek 7,5 Detik, Tekanan Tempa 85 MPa, Waktu Tempa 60 Detik


(17)

(18)

INTISARI

Pengelasan logam beda jenisdan silinder pejal diameter besar dengan teknik pengelasan fusi sulit dilakukan. Dalam beberapa tahun terakhir berkembang proses pengelasan solid state welding. Penyambungan logam silinder pejal yang dilakukan seperti penyambungan as roda pada mobil mengalami kendalan tidak tersambung pada bagian tengah. Untuk mengatasi hal tersebut, pengelasan gesek lebih efektif dilakukan untuk menggabungkan silinder pejal diameter besar. Logam beda jenis yang memiliki sifat mekanik dan termal yang berbeda dapat disambungdenganmetode pengelasan gesek

Pengelasan gesek merupakan metode penyambungan material yang memanfatkan panas yang ditimbulkan antara gesekan kedua material yang sama maupun berbeda. Keistimewaan pengelasan gesek dapat menyambung material yang berbeda yang dilihat, distribusi temperatur, dan kandungan yang terdapat didalamnya. Pada penelitian ini dilakukan Countinous Drive Friction Welding (CDFW) terhadap material logam beda jenis antara Aluminium 2024 T4 dengan Stainless Steel AISI 420. Penelitian dilakukan dengan memvariasikan parameter. Putaran yang digunakan untuk pengelasan gesek 1000 rpm. Pengujian yang dilakukan adalah pengujian pengujian tarik dengan standard JIS Z 2201.

Pada setiap parameter terlihat distribusi temperatur berangsur- angsur turun sesuai inter face logam yang bergesekan. Dapat dilihat pada parameter 60-7.5-85-60 adalah parameter terbaik untuk mencapai temperatur maksimal 304.0882°C karena distribusi temperaturnya meningkat dibandingkan dengan parameter 60-5-60-60 dan 40-5-60-5-60-60. Semakin jauh sensor panas dengan bidang gesek, maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai temperatur maksimal. Dari hasil pengujian tarik terlihat pada hasil tegangan tarik dan tegangan luluh menghasilkan nilai yang temperatif.

Kata Kunci: Pengelasan gesek, logam beda jenis, distribusi temperatur, kekuatan tarik


(19)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1LatarBelakang.

Pengelasan merupakan metode penyambungan logam yang memanfaatkan panas yang dihasilkan dari nyala acytlena, gesekan, dan busur listrik. Metode penyambungan tersebut banyak digunakan pada bidang otomotif, kontruksi, perkapalan, dan lain sebagainya. Metode pengelasan yang biasa digunakan dalam bidang manufaktur dibagi menjadi dua yaitu lasfusi (fusion welding) danlas padat (solid state welding). Las fusi tersebut merupakan proses pengelasan dengan mencairkan sebagian logam induk. Teknik pengelasan fusi sering digunakan untuk pengelasan pipa, pelatsiku, dan pelat datar. Namun dari metode tersebut masih memiliki kekurangan yaitu apabila benda berbentuk silinder pejal, pengelasan hanya dapat dilakukan pada bagian sisiluar, sedangkan pada sisi dalamnya sulit untuk dilakukan. Untuk dapat mengatasi permasalahan tersebut dikembangkan solid state welding (Wiryosumarto & Okumura, 1981). Penyambungan logam silinder pejal pada as roda truck sering mengalami kendala retak dingin didaerah terpengaruh panas. Untuk mengatasi hal tersebut, pengelasan gesek lebih efektif dilakukan untuk mengetahui distribusi temperatur yang terjadi pada daerah terpengaruh panas, sehingga kendala retak dingin dapat dihindari.

Pengelasan metode solid state welding, dilakukan dengan cara menggabungkan dua permukaan pada temperatur di bawah titik leleh material yang disambung tanpa pemberian bahan tambah atau logam pengisi. Jenis-jenis solid state welding yaitu explosion welding, forge welding, friction welding, radial friction welding dan lain sebagainya (Wiryosumarto & Okumura, 1981). Logam beda jenis yang memiliki sifat mekanik dan termal yang berbeda dapat disambung dengan metode pengelasan gesek. Pengelasan gesek merupakan metode penyambungan material yang memanfatkan panas yang ditimbulkan oleh gesekan kedua material yang sama maupun berbeda. Keistimewaan pengelasan


(20)

gesek dapat menyambung material logam yang berbeda jenisnya. Pengelasan ini tidak membutuhkan logam pengisi, waktu pengelasannya cepat dan temperatur operasi di bawah titik lebur logam (Shubhavardhan dan Surendran, 2012).

Hazman dkk (2010) dalam penelitiannya tentang las gesek dissimilar menyatakan bahwa, kekuatan tarik pengelasan lebih rendah dari logam induk karena pengelasan tidak sempurna. Prediksi awal dibandingkan data thermocouple yang sebenarnya dari pengelasan dilakukan di bawah kondisi yang sama dan terbukti sesuai. Metode beda hingga dipilih dalam penelitian ini untuk memberikan penjelasan dalam pengembangan parameter pengelasan dan akan memungkinkan pemahaman yang lebih baik dari proses pengelasan gesek.

Wenya dan Feifan (2011) mengembangkan, model dua dimensi dikembangkan untuk pengelasan gesek secara konstan (CDFW) dari baja ringan berdasarkan software ABAQUS. Pengaruh tekanan aksial dan kecepatan pada suhu interface dan penyusutan aksial diperiksa. Hasil penelitian menunjukan bahwa meningkatkan tekanan aksial, interface las dapat mencapai suhu kuasi-stabil lebih cepat dan penyusutan aksial akan lebih besar. Temuan serupa diamati dengan meningkatkan kecepatan putar. Selainitu, dengan meningkatnya waktu gesek, suhu interface tetap stabil dan penyusutan aksial meningkat secara linear dengan bertambahnya waktu. Percobaan dengan baja ringan juga dilakukan. Hasil simulasi yang dibandingkan dengan eksperimen.

Uday dkk (2012) melakukan penelitian untuk membangun sebuah analisis data untuk peningkatan panas akibat gesekan, berdasarkan parameter yang berbeda dari kondisi kontak antara dua bahan berbeda. Komposit keramik Al2O3-YSZ dan 6061 Al alloy, yang merupakan contoh sambungan logam akibat gesekan yang digunakan dalam eksperimen. Logam alumina mengandung 0, 25 dan 50% berat yttria stabil zirkonia diproduksi oleh pengecoran pada cetakan Plaster Paris dan selanjutnya disinter pada 1600 ° C. Diameter kedua keramik dan batang logam adalah 16 mm. Kecepatan rotasi untuk pengelasan gesekan adalah antara 630 dan 2500 rpm. Sebagai hasilnya, data yang berbeda dievaluasi untuk


(21)

3

memperoleh sifat sambungan dan kondisi operasi, dan memperoleh hasil berarti dalam pemodelan proses pengelasan dan kekuatan sambungan dalam berbagai kondisi.

Las gesek seri aluminium 2024 T4-stainless steel AISI 420 merupakan bahan material yang sulit untuk disambung dengan las fusi dan masih belum diketahui hasil yang maksimal dari kekuatan lasnya begitu juga distribusi temperaturnya belum diketahui sehingga perlu dilakukan penelitian penyambungan menggunakan las gesek.

1.2RumusanMasalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dapat dirumuskan permasalahan yang timbul adalah bagaimana distribusi temperatur pada pengelasan logam beda jenis (aluminium 2024 T4-stainless steel AISI 420). 1.3Batasan Masalah.

Batasan masalah dalam penyusunan laporan tugas akhir ini agar pembahasan dapat mengarah ketujuan penelitian dengan membatasi pokok masalah sebagai berikut :

1. Asumsi putaran dianggap konstan

2. Diasumsikan getaran yang ditimbulkan tidak mempengaruhi hasil las.

1.4Tujuan Penelitian.

Mengetahui temperature maksimal, waktu pencapaian temperatur maksimal, dan distribusi temperature selama proses pengelasan gesek CDFW material logam beda jenis (aluminium 2024 T4 - stainless steel AISI 420).

1.5 Manfaat Penelitian.

Dari penelitian ini maka dapat diambil beberapa manfaat diantaranya :

1. Data dapat menjadi refrensi bagi peneliti selanjutnya tentang pengelasan gesek. 2. Memperoleh formula baru untuk waktu lama pengelasan yang optimal.


(22)

4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kajian Pustaka

Penelitian terhadap las gesek telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti terkait kekuatan tarik, kekerasan pemukaan dan struktur mikro. Oleh karena itu pembahasan tentang pengkajian pustaka ini difokuskan pada perolehan data tekanan tempa dan waktu tempa dengan las gesek (friction welding).

Hazman dkk (2010) meneliti baja ringan dan aluminium dilas untuk mengetahui efek termal, dan metode satu dimensi beda hingga eksplisit digunakan untuk mendekati pemanasan dan pendinginan distribusi temperatur dari sambungan. Mengamati efek termal dari gesekan pada pengelasan gesek disimilar aluminium dan mild steel. Pengujian yang dilakukan adalah uji struktur mirko, uji kekerasan dan uji tarik. Parameter yang digunakan adalah temperatur. Pemanasan dan pendinginan suhu profil diprediksi dari pengelasan gesek yang sesuai dengan profil suhu eksperimental. Dihitung suhu pemanasan puncak di x = 2 mm dari interface 434 ◦C untuk pendinginan waktu t = 3,15 s. pada waktu 3,244 s, suhu

masih meningkat hingga 436 ◦C dan kemudian turun secara bertahap menjadi 292 ◦C setelah 6,3 s. Proses pemanasan dan pendinginan yang kira-kira dihitung

sekitar 138 ◦C / s dan 45 ◦C / s, masing-masing. Sementara di lokasi x = 10 mm dari interface, dihitung suhu pemanasan puncak 112 ° C.

Wenya dan Feifan (2011) mengembangkan model dua dimensi dikembangkan untuk pengelasan gesek secara konstan (CDFW) dari baja ringan berdasarkan software ABAQUS. Pengaruh tekanan aksial dan kecepatan pada suhu interface dan penyusutan aksial diperiksa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meningkatkan tekanan aksial, interface las dapat mencapai suhu kuasi-stabil lebih cepat dan penyusutan aksial akan lebih besar. Temuan serupa diamati dengan meningkatkan kecepatan putar. Selain itu, dengan meningkatnya waktu gesek, suhu interface tetap stabil dan penyusutan aksial meningkat secara linear dengan bertambahnya waktu. Percobaan dengan baja ringan juga dilakukan. Hasil


(23)

5

simulasi yang dibandingkan dengan eksperimen. Hasil simulasi yang diperoleh di bawah kecepatan putar, tekanan aksial, tekanan tempa, waktu gesek dan waktu tempa 1200 rpm, 200 MPa, 400 MPa, 3,5 dan 0,1 s, masing-masing. Dilihat bahwa suhu interface meningkat tajam sampai sekitar 1000 ◦C dalam waktu 0,1 s (t = 0,1 s). Dengan meningkatnya waktu pengelasan, tinggi zona suhu melebar dari interface las karena konduksi panas dalam spesimen. Selain itu, suhu maksimum interface menunjukan peningkatan cepat untuk suhu kuasi-stabil

platform dengan fluktuasi kecil saat suhu mencapai sekitar 1200 ◦C. Hal ini

berdasarkan flash yang tidak cukup besar pada waktu 1,5 s, tetapi volume flash mulai membesar pada waktu pengelasan 1,5 s sampai 3,5 s dan flash terbesar diperoleh setelah proses penempaan (t = 3,6 s). Selanjutnya pemendekan aksial terbesar (sekitar 7.7mm). Selama proses penempaan, suhu interface menurun drastis dengan ekstrusi bahan termoplastik bersuhu tinggi.

Uday dkk (2012) membangun sebuah analisis data untuk peningkatan panas akibat gesekan, berdasarkan parameter yang berbeda dari kondisi kontak antara dua bahan berbeda. Komposit keramik Al2O3-YSZ dan 6061 Al alloy, yang merupakan contoh sambungan logam akibat gesekan yang digunakan dalam eksperimen. Logam alumina mengandung 0, 25 dan 50% berat yttria stabil zirkonia diproduksi oleh pengecoran pada cetakan Plaster Paris dan selanjutnya disinter pada 1600 ° C. Diameter kedua keramik dan batang logam adalah 16 mm. Kecepatan rotasi untuk pengelasan gesekan adalah antara 630 dan 2500 rpm. Sebagai hasilnya, data yang berbeda dievaluasi untuk memperoleh sifat sambungan dan kondisi operasi, dan memperoleh hasil berarti dalam pemodelan proses pengelasan dan kekuatan sambungan dalam berbagai kondisi. Pengelasan gesek menghasilkan gradien suhu yang dekat dengan proses penyambungan. Suhu pada gesekan interface meningkat tajam karena variasi gesek dan sifat plastis. Hal ini terbukti dengan menjaga gaya gesek (5000 N) konstan, dengan meningkatnya kecepatan rotasi, suhu puncak ikut meningkat. Namun untuk mencapai kekuatan sambungan yang baik, suhu operasi terbaik untuk alumina / 6061 Al alloy sekitar


(24)

komposit alumina-YSZ /6061 Al alloy berkisar 129,1 ◦C sampai 139.4 ◦C pada kecepatan putar yang lebih rendah (630-900 rpm). Koefisien gesek dan beban gesek yang konstan untuk penelitian saat ini, peningkatan kecepatan putar harus dikaitkan dengan sifat material dan jumlah konduktivitas termal untuk bahan pada penelitian ini.

2.2.Dasar Teori

Perkembangan penggunaan teknik pengelasan dalam bidang kontruksi sangat luas, meliputi perkapalan, jembatan, rangka baja, bejana tekan, pipa pesat, pipa saluran, kendaraan rel dan lain sebagainya. Las dapat juga digunakan untuk reparasi misalnya untuk mengisi lubang-lubang pada coran, mempertebal bagian yang aus dan macam-macam reparasi lainnya (Wiryosumarto dan Okumura; 2008). Secara sederhana dapat diartikan bahwa pengelasan merupakan proses penyambungan dua buah logam sampai titik rekristalisasi logam baik mengunakan bahan tambahan maupun tidak dan menggunakan energi panas sebagai pencair bahan yang dilas.

Deutche Industrie Normen (DIN) mendefinisikan las adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Pengelasan (welding) adalah salah satu proses penyambungan dua buah logam sampai titik rekristalisasi logam baik menggunakan bahan tambahan maupun tidak dan menggunakanenergi panas sebagai pencair bahan yang dilas (Wiryosutomo dan Okumura 2008). Selain untuk menyambung, proses pengelasan dapat juga digunakan untuk memperbaiki, misalnya untuk mengisi atau menambal lubang-lubang pada bagian-bagian coran yang sudah aus.

Berdasarkan kerjanya, pengelasan digolongkan menjadi :

1. Pengelasan cair adalah cara pengelasan dimana sambungan dipanaskan sampai mencair dengan sumber panas dari busur listrik atau sumber api gas yang terbakar.


(25)

7

2. Pengelasan tekan adalah cara pengelasan dimana sambungan dipanaskan dan kemudian ditekan hingga menjadi satu.

3. Pematrian adalah cara pengelasan dimana sambungan diikat dan disatukan dengan menggunakan paduan logam yang mempunyai titik cair rendah. Dalam hal ini logam induk tidak turut mencair.

2.3. Daerah Lasan a. Las Fusi

Daerah pengelasan adalah daerah yang terkena pengaruh panas pada saat pengelasan, pengaruh panas tersebut menyebabkan perubahan struktur mikro, sifat mekanik dan ada yang tidak merubah struktur mikro dan sifat mekanik.Daerah pengelasan dibagi menjadi 4 ditunjukan pada gambar 2.1.

Gambar 2.1.Daerah las fusi.

Sumber: www.teknikmesin.org/daerah-pengaruh-panas-haz/

Daerah lasan terdiri dari empat bagian yaitu: (Wiryosumarto dan Okumura, 1981) 1. Logam lasan (weld metal), adalah daerah endapan las (weld deposit) dari logam

yang pada waktu pengelasan mencair dan kemudian membeku. Endapan las (weld deposit) berasal dari logam pengisi (filler metal).

2. Garis gabungan (fusion line), adalah garis gabungan antara logam lasan dan HAZ, dapat dilihat dengan mengetsa penampang las. Daerah ini adalah batas bagian cair dan padat dari sambungan las.

3. HAZ (Heat Affected Zone), adalah daerah pengaruh panas atau daerah dimana logam dasar yang bersebelahan dengan logam las yang selama pengelasan mengalami siklus termal atau pemanasan dan pendinginan dengan cepat. Penyebaran panas pada logam induk dipengaruhi oleh temperatur panas dari


(26)

logam cair dan kecepatan dari pengelasan. Pada batas HAZ dan logam cair temperatur naik sangat cepat sampai batas pencairan logam dan temperatur turun sangat cepat juga setelah proses pengelasan selesai. Hal ini dapat disebut juga sebagai efek quenching. Pada daerah ini biasanya terjadi transformasi struktur mikro. Struktur mikro menjadi austenit ketika temperatur naik (panas) dan menjadi martensit ketika temperatur turun (dingin). Daerah yang terletak dekat garis fusi ukuran butirnya akan cenderung besar yang disebabkan oleh adanya temperatur tinggi, menyebabkan austenit mempunyai kesempatan besar untuk menjadi homogen. Karena dengan keadaan homogen menyebabkan ukuran butir menjadi lebih besar. Sedangkan daerah yang semakin menjauhi garis fusi ukuran butirnya semakin mengecil. Hal ini disebabkan oleh temperatur yang tidak begitu tinggi menyebabkan austenit tidak mempunyai waktu yang banyak untuk menjadi lebih homogen. Transformasi struktur mikro yang terjadi akibat perubahan temperatur menyebabkan daerah HAZ sangat berpotensi terjadinya retak (crack) dalam hal ini sangat penting untuk diperhatikan untuk mendapatkan hasil lasan yang baik.

4. Logam induk (parent metal), adalah bagian logam yang tidak terpengaruh oleh pemanasan karena proses pengelasan dan temperatur yang disebabkan selamaproses pengelasan tidak menyebabkan terjadinya perubahan struktur dan sifat-sifat dari logam induk. Hal ini disebabkan karena temperatur atau suhu yang terjadi di logam induk belum mencapai temperatur kritis.

b. Las Gesek

Terlihat profil daerah las gesek dimana terdapat daerah tempa, sedikit daerah terpengaruh panas (HAZ), dan logam induk (Base Metal). Profil tersebut juga tedapat garis fusi, flash, dan deformasi plastis pada interface. Metode las gesek bergantung pada perubahan langsung dari energi mekanik ke energi termaluntuk membentuk lasan, tanpa aplikasi panas dari sumber yang lain. Dibawah kondisi normal pengelasan gesek tidak terjadi pencairan pada kedua permukaan logam.


(27)

9

Gambar 2.2. Daerah les gesek.

Sumber: www.slideshare.net/surajaggarwal094/welding-lectures-1-3 Berdasarkan daerah pada pengelasan gesek di bagi menjadi 3 daerah pengelasan yaitu : Daerah 1 : daerah gesekan (friction phase), Daerah 2 : daerah berhenti (breaking phase), Daerah 3 : daerah penempaan / tempa (forging phase). Daerah 1 adalah daerah gesekan merupakan daerah dimana dua buah logam di gesekan untuk meningkatkan temperatur. Waktu yang di butuhkan cukup besar dibandingkan daerah lainya. Daerah 2 adalah daerah berhenti dimana pada daerah ini durasi waktu harus secepat mungkin supaya temperatur panas tidak hilang. Daerah 3 merupakan daerah penempaan / tempa dimana pada daerah ini diberi gaya tertentu dan diberi waktu saat penempaan berlangsung.

2.4. Pengelasan Gesek (Friction Welding)

Elmer dan Kautz (1983), pengelasan gesek (friction welding) adalah proses pengelasan bahan pejal di mana panas untuk pengelasan diproduksi oleh gerak relatif dari dua permukaan yang kontak. Metode ini bergantung langsung pada konversi energi mekanik ke energi termal untuk membentuk pengelasan, tanpa aplikasi dari sumber panas lain.

Penyambungan terjadi oleh panas gesek akibat perputaran logam satu terhadap logam lainnya dibawah pengaruh tekan aksial. Kedua permukaan yang bersinggungan terjadi panas mendekati titik cair sehingga permukaan yang bersinggungan menjadi plastis. Berikut ini tahap proses pegelasan


(28)

Proses pengelasan gesek

1. Salah satu logam poros diputar, bersamaan dengan logam poros yang satunya di tekan dengan tekanan aksial

2. Kedua logam poros satu sama lain disinggungkan sehingga timbul panas akibat gesekan.

3. Akibat gesekan yang menimbulkan panas, sampai mendekati titik lebur logam tersebut sehingga terjadi flash

4. Kemudian mesin dimatikan, setelah mesin berhenti secara langsung diberikan tekanan aksial. Terbentuklah sambungan las gesek antara dua poros logam tersebut.

2.4.1. Keuntungan Pengelasan Gesek

Keuntungan dari las gesek adalah sebagai berikut:

a. Proses yang ramah lingkungan karena tidak menghasilkan asap, gas atau asap b. Cocok untuk jumlah produksi yang banyak

c. Kemungkinan terjadinya porositas dan inklusi terak dapat dihindarkan

d. Pengelasan berpenampang yang tidak sama dapat dilakukan dengan proses pengelasan ini

e. Bahan berbeda karakteristiknya dapat dilakukan dengan las gesek ini f. Proses las gesek ini konsisten dan berulang-ulang

g. Mengkonsumsi energi yang rendah dan tegangan las rendah h. Tidak ada bahan tambahan yang dibutuhkan

i. Mengurangi biaya pemeliharaan, mengurangi tenaga kerja mesin, meningkatkan kapasitas dan mengurangi biaya perkakas yang mudah rusak j. Mengurangi biaya untuk tempa kompleks atau coran

k. Memiliki kontrol yang akurat pada toleransi lasan

l. Tidak ada fluks atau filler logam atau gas yang diperlukan dalam kasus las gesek


(29)

11

2.4.2. Aplikasi Las Gesek

Berbagai macam hasil sambungan dari pengelasan las gesek, dangan menggunakan dua logam yang berbeda (dissimilar). Seperti ditunjukan pada gambar 2.3

b

Gambar 2.3.Contoh aplikasi pengelasan gesek metode rotary.a). Bentuk baut klem b). Cylinder c). Peralih penghubung pada reaktor nuklir (Al Alloy-Steel) Sumber : Materials Aso. 2016. Friction Welding in the Manufacturing of OME Chemical Processing Equipment – A Case Study by American Friction

Welding.

http://www.azom.com/articlelD=4606. 20 April 2016.

2.5. Logam Aluminium 2024 T4

2.5.1. Klasifikasi Logam Aluminium 2024 T4

Menurut Surdia, T dan Saito, 1999 Aluminium adalah logam yang paling banyak terdapat di kerak bumi, dan unsur terbanyak ketiga setelah oksigen dan silikon. Aluminium pertama kali ditemukan sebagai unsur pada tahun 1809 oleh Sir Humphrey Davy. Beberapa tahun sesudahnya, yaitu pada tahun 1886 secara bersamaan Paul Heroult dari Perancis dan Charles Martin Hall dari Ohio memperoleh logam aluminium dari alumina dengan cara elektrolisa. Sifat tahan korosi aluminium diperoleh dari terbentuknya lapisan oksida aluminium dari permukaan aluminium. Lapisan oksida ini melekat kuat dan rapat pada permukaan, serta stabil (tidak bereaksi dengan lingkungan sekitarnya) sehingga melindungi bagian dalam. Paduan aluminium dapat dibagi menjadi dua kelompok,

a c


(30)

yaitu aluminium wronglt alloy (lembaran) dan aluminium costing alloy (batang cor).

Unsur paduan yang digunakan untuk meningkatkan sifat mekanik aluminium adalah tembaga, mangan, silikon, magnesium, nikel dan lain sebagainya. Dimana paduan aluminium tersebut dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, yaitu Al-murni, Al-Cu, Al-Mn, Al-Si, Al-Mg, Al-Mg-Si, Al-Zn dan jenis paduan Al yang lainya. Salah satu paduan aluminium yang banyak digunakan adalah jenis Al-Cu atau paduan seri 2XX.X yang memiliki nama dipasaran duralumin. Aluminium Alloy 2024 atau Duralumin merupakan sistem paduan aluminium-tembaga diperkaya dengan silikon, magnesium dan bersifat heattreatable khususnya akibat natural andartificially aging. Pada suhu atmosfer, duralumin mempunyai strength-to-eightratio yang lebih tinggi dari steel. Duralumin tempa mempunyai kekuatan yang tinggi, umumnya digunakan untuk heavy-dutyforging, aircarft fitting, truck frame, roda gigi dan poros, baut, clock parts, computer part, kopling, fuse parts, hydraulic valve bodies, missile parts, amunisi, nuts, piston, rectifier parts, worm gear, fastening devices, peralatan kedokteran hewan, ortopedic, structures. Konduktivitas duralumin yang tinggi direkomendasikan untuk memproduksi pengecoran in line system dengan cetakan permanen sampai cetakan tekan. Kualitas pengecoran pada umumnya ditentukan dari diskontinuitas subsurface seperti porositas dan struktur metalurgi akhir (Suprapto, 2012).

2.6. Stainless Steel AISI 420

2.6.1. Klasifikasi Logam Stainless Steel AISI 420

Stainless steel adalah logam paduan dari beberapa unsur logam dengan komposisi tertentu. Sehingga didapatkan sifat baru dari logam tersebut yang lebih kuat, lebih tahan terhadap korosi, dan sifat unggul lainnya. Stainless merupakan baja paduan yang mengandung minimal 10,5% Cr. Stainless mengandung lebih dari 30% Cr atau kurang dari 50% Fe. Daya tahan Stainless Steel terhadap


(31)

13

oksidasi yang tinggi di udara dalam suhu lingkungan biasanya dicapai karena adanya tambahan minimal 13% (dari berat) krom.

Kategori Stainless Steel tidak sama seperti baja lainnya berdasarkan persentase karbon tetapi, berdasarkan pada struktur metalurginya. Terdapat lima golongan utama Stainless Steel yaitu austenitik, ferritik, martensitik, duplex, dan precipitation hardening.

1. Stainless Steel austenitic

Stainless Steel austenitik sengandung sedikitnya 16% Krom dan 6% Nikel (grade standar untuk 304), sampai ke grade super Stainless Steel austenitik seperti 904L (dengan kadar Krom dan Nikel lebih tinggi serta unsur tambahan Molibdenum sampai 6%). Molibdenum (Mo), Titanium (Ti), Copper (Co) berfungsi untuk meningkatkan ketahanan temperatur serta korosi. Austenitik cocok juga untuk aplikasi temperatur rendah yang disebabkan oleh unsur Nikel membuat Stainless Steel tidak menjadi rapuh pada temperatur rendah. Tipe yang termasuk austenitik adalah 201, 303, 308, dan lainnya.

2. Stainless Steel ferritik

Stainless Steel ferritik kadar Krom bervariasi antara 10,5 – 18 % seperti grade 430 dan 409. Ketahanan korosi tidak begitu istimewa dan relatif lebih sulit di fabrikasi / machining. Tetapi kekuranganini telah diperbaiki pada grade 434 dan 444 dan secara khusus pada grade 3Cr12.

3. Stainless Steel martensitik

Stainless Steel jenis ini memiliki unsur utama Krom (masih lebih sedikit jika dibandingStainless Steel ferritik) dan kadar karbon relatif tinggi misalnya grade 410 dan 416. Grade 431 memiliki Krom sampai 16% tetapi mikrostrukturnya masih martensitik disebabkan hanya memiliki Nikel 2%. Grade Stainless Steel lain misalnya 17-4PH/ 630 memiliki tensile strength tertinggi dibandingkan Stanless Steel lainnya. Kelebihan dari grade ini, jika dibutuhkan


(32)

kekuatan yang lebih tinggi maka dapat di hardening. Tipe lain yang termasuk martensitik adalah 420, 422, 440A, dan lainnya.

4. Stainless Steel duplex

Stainless Steel duplex seperti 2304 dan 2205 (dua angka pertama menyatakan persentase Krom dan dua angka terakhir menyatakan persentase Nikel) memiliki bentuk mikrostruktur campuran austenitik dan feritik. Duplex memiliki kombinasi sifat tahan karat dan temperatur relatif tinggi atau secara khusus tahan terhadap stress corrosion cracking. Meskipun stress corrosion cracking-nya tidak sebaik ferritik tetapi ketangguhannya jauh lebih baik (superior) dibanding ferritik dan lebih buruk dibanding austenitik. sementara kekuatannya lebih baik dibanding austenitik (yang di anil) kira-kira 2 kali lipat. Duplex ketahanan korosinya sedikit lebih baik dibanding 304 dan 316 tetapi, ketahanan terhadap pitting corrosion jauh lebih baik (superior) dibanding 316. Ketangguhan duplex akan menurun pada temperatur di bawah 50°C dan di atas 300°C.

5. Stainless Steel precipitation hardening

Stainless Steel precipitation hardening adalah Stainless Steel yang keras dan kuat akibat dari dibentuknya suatu presipirat (endapan) dalam struktur mikro logam. Sehingga gerakan deformasi menjadi terhambat dan memperkuat material Stainless Steel. Pembentukan ini disebabkan oleh penambahan unsur Tembaga (Cu), Titanium (Ti), Niobium (Nb), dan Aluminium (Al). Proses penguatan umumnya terjadi pada saat dilakukan pengerjaan dingin (cold working).

2.7.Distibusi Temperatur Selama Pengelasan Gesek

Temperatur adalah suatu penunjukan nilai panas atau nilai dingin yang dapat diperoleh / diketahui dengan menggunakan suatu alat yang dinamakan termometer. Termometer adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur dan menunjukkan besaran temperatur. Tujuan pengukuran temperatur adalah untuk :


(33)

15

1. Mencegah kerusakan pada alat-alat tersebut

2. Mendapatkan mutu produksi/kondisi operasi yang di inginkan 3. Pengontrolan jalannya proses

2.7.1.Metode pengukuran temperatur

Ada 2 (dua) cara mengukur temperatur yaitu :

1. Metoda Pemuaian, yaitu panas yang diukur menghasilkan pemuaian, pemuaian dirubah kedalam bentuk gerak-gerak mekanik kemudian dikalibrasi dengan skala angka-angka yang menunjukkan nilai panas (temperatur) yang diukur.

2. Metoda Elektris, yaitu panas yang diukur menghasilkan gaya gerak listik (Emf). Gaya gerak listrik kemudian dikalibrasi kedalam skala angka-angka yang menunjukkan nilai panas (temperatur) yang diukur.

2.7.2.Jenis – jenis Alat Ukur Temperatur

Secara sederhana, alat ukur temperatur dapat dibagi dalam dua kelompok besar yaitu :

1. Alat ukur temperatur dengan metoda pemuaian, terdiri dari : a.Termometer tabung gelas

b.Termometer Bi-metal c.Filled thermal termometer

2. Alat ukur temperatur dengan metode elektris, terdiri dari : a.Termokopel

b.Resistance termometer 2.7.3.Prinsip kerja termokopel

Termokopel bekerja berdasarkan pembangkitan tenaga listrik pada titik sambung dua buah logam yang tidak sama (titik panas/titk ukur). Ujung lain dari logam tersebut sering disebut titik referensi (titik dingin) dimana temperaturnya konstan, seperti pada Gambar 2.4 :


(34)

Gambar2.4 Rangkaian Dasar Termokopel Sumber: Dewi, J. (2010)

Umumnya termokopel digunakan untuk mengukur temperatur berdasarkan perubahan temperatur menjadi sinyal listrik. Bila antara titik referensi dan titik ukur terdapat perbedaan temperatur, maka akan timbul GGL yang menyebabkan adanya arus pada rangkaian. Bila titik referensi ditutup dengan cara menghubungkannya dengan sebuah alat pencatat maka penunjukan alat ukur akan sebanding dengan selisih temperatur antara ujung panas (titik ukur) dan ujung dingin (titik referensi).

Gambar2.5 Bentuk Fisik Termokopel Sumber: Dewi, J. (2010)

Pada Gambar 2.6 dapat dilihat bentuk fisik dari sebuah termokopel. Bagian luar termokopel berupa tabung logam pelindung yang berguna untuk menjaga kondisi termokopel agar tidak terpengaruh banyak oleh lingkungan dimana alat tersebut ditempatkan,

2.7.4.Fungsi Termokopel

Termokopel pada proses ini berfungsi sebagai pendeteksi temperatur pada Holding furnace. Termokopel berupa tranducer yang mendeteksi temperatur padadapur dan mengubahnya ke besaran listrik yaitu tegangan. Kemudian mengirim sinyal tersebut ke Thermocontroller menerima sinyal tersebut dalam


(35)

17

besaran temperatur. Termokopel ini bekerja setiap waktu selama proses berjalan, untuk memberi tahu setiap perubahan ataupun kondisi temperatur pada Holding furnace.

2.7.5.Termokopel sebagai sensor panas

Termokopel pada dasarnya adalah dua logam penghantar arus listrik dari bahan yang berbeda. Salah satu ujung-ujungnya dilas mati dan ujung yang satunya dibiarkan terbuka untuk sambungan ke lingkaran pengukuran. Sambungan yang di las mati disebut measuring junction sedangkan ujung yang satunya disebut reference junction. Seperti dapat kita lihat pada Gambar 4.7 sebagai berikut.

Gambar2.6 Termokopel Sumber: Dewi, J. (2010)


(36)

18 BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian

Sebelum melakukan proses penelitian tentang pengelasan gesek dibuatlah diagram alir untuk menggambarkan proses-proses operasionalnya sehingga mudah dipahami dan dilihat berdasarkan urutan langkah dari proses penelitian. Diagram alir dapat dilihat padagambar 3.1.

Gambar 3.1. Diagram Alir Pengujian Identifikasi Masalah

Persiapan Alat dan Bahan

Pengelasan gesek (friction welding)

1. Putaran 1000 rpm

2. Variasi Waktu Gesek

3. Variasi Tekanan

4. Pengukuran Distribusi Temperatur

Proses Pengujian Uji Tarik

Mulai

Terhubung

Ya

Analisis data Kesimpulan dan saran

Selesai


(37)

19

3.2. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah dalam penelitian ini ialahpada parameter proses pengelasan gesek terutama pemberian gaya pada saat pengelasan gesek dan penempaan setelah gesekan pada material aluminium 2024 T4 dan stainless steel AISI 420. Perlu adanya penelitian untuk memperoleh parameter-parameter tersebut dalam pengelasan gesek sehingga dapat dijadikan sebagai acuan pada pengelasan selanjutnya.

3.3. Perencanaan Penelitian

3.3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini meliputi dua kegiatan utama yaitu pembuatan dan pengujian. Untuk pembuatan spesimen dan pengujian spesimen dilakukan di Laboratorium Permesinan, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Waktu penelitian 1 Juli 2016 – Agustus 2016.

Tempat penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Laboratorium Fabrikasi Teknik Mesin UMY. b. Laboratorium Material Teknik Teknik Mesin UMY

1. Variabel bebas adalah variabel yang ditentukan sebelum penelitian. Vaiabel bebas pada penelitian tersebut dapat dilihat pada tabel 3.1

2. Variabel terikat adalah variabel yang nilainya tergantung dari variabel bebas.

Variabel terikat ini adalah : - Kekuatan tarik

3. Variabel kontrol yang besarnya dikendalikan selama penelitian. Variabel kontrol pada penelitian ini adalah :

- Putaran spindel 1000 Rpm

- Bahan yang digunakan adalah aluminium 2024 T4 dan stainless steel AISI 420.


(38)

- Diameter bahan yang digunakan untuk las gesek adalah 14 mm

- Bentuk spesimen uji tarik sesuai standar JIZ ( Japan Industrial Standard ) Z 2201 .

Gambar 3.2.Spesimen Uji Tarik Standar JIS Z 2201

Dari beberapa variabel dapat dibuat tabel sebagai acuan pelaksanaan penelitian pengelasan gesek variasi pengaruh waktu gesek 5, dan 7.5 detik terhadap kekuatan tarik bahan aluminium 2024 T4 dan stainless steel AISI 420. Tabel rancangan penelitian ditunjukan pada tabel 3.1.

Tabel 3.1. Tabel rancangan penelitian awal pada bahan aluminium 2024 T4 dan stainless steel AISI 420.

No Urutan Las Gesek

Tekanan Gesek (MPa)

Waktu Gesek (Detik)

Tekanan Tempa (MPa)

Waktu Tempa (Detik)

1 2 40 5 60 55

2 1 60 5 60 60


(39)

21

3.3.2. Pengadaan Alat dan Bahan A. Alat utama

1. Alat penelitian

Gambar 3.3. Mesin las gesek yang digunakan sebagai las gesek Alumunium Alloy 2024-T4 dan Stainless Steel AISI 420

Dalam penelitian, Mesin las gesek ini digunakan sebagai penyambung silinder pejal Alumunium Alloy 2024-T4 dan Stainless Steel AISI 420. Pada bagian chuck yang terhubung dengan silinder hidrolik diberikan penahan tambahan agar stainless yang telah dibentuk tidak ikut bergeser ketika diberikan gaya tempa pada waktu mesin difungsikan.


(40)

2. Mesin Bubut

Gambar 3.4. Mesin Bubut

Mesin bubut digunakan untuk membuat 30 spesimen dengan standar JIS Z 2201. Spesimen yang dibentuk terdiri dari 15 spesimen Aluminium Alloy2024-T4 dan 15 spesimen Stainless Steel AISI 420 yang telah dipotong sebelumnya sepanjang 70 mm dengan diameter 1 inchi.

3. Alat Uji Tarik

Universal Testing Machine (UTM), adalah alat yang digunakan untuk melakukan pengujian tarik sambungan las gesek. Tempatnya di Laboratorium Fabrikasi Teknik Mesin UMY. Spesimen yang akan diuji tarik adalah 4 spesimen dari hasil las gesek antara Alumimium Alloy 2024-T4 dengan Stainless Steel AISI 420. Spesimen tersebut sudah dibentuk sesuai standar JIS ( Japan Industrial Standard ) Z 2201


(41)

23

Gambar 3.5. Alat Uji Tarik

Mesin Universal Testing Machine (UTM).Model GT-7001-LC50, serial no TC0702028, capacity 50T0N S, volt 3 V50HZ.

4.Load cell

Spesifikasi : H3-C3-3.0T-6B, Capacity : 3.0T, Class : C3


(42)

5. Thermocouple Welder

Gambar 3.7. Thermocouple Welder 6. Data Loger

Spesifikasi : OM-USB-TC and OM-USB-5201 Have 8 Thermocouples Inputs, USB-TC-AI Has 4 Thermocouple Inputs and 4 Analog Voltage Inputs, OM-USB-5201 Has Data Logging Capability (Compact Flash), 24-Bit Resolution, software Programmable for Thermocouple Types J, K, T, E, R, S, B, N. , Built-In Cold junction Compensation and Open Thermocouple Detection, Eight Digital I/O, No External Power Supply Required (Except for OM-USB-5201), Sumber : OMEGA Engineering inc.


(43)

25

7. Power Supply

Spesifikasi : Model OMRON, 24 Volt, Ampere

Gambar 3.9Power Supply 2. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam pengujian ini adalah : a. AluminiumSeri 2024 T4 silindar pejal.

Tabel 3.2. paduan aluminium

Alloy Si Fe Cu Mn Mg Cr Zn Ti

2024 0.5 0.5

3.8 - 4.9

0.40 - 0.9

1.2 -

1.8 0.1 0.25 0.15

Sumber : PT. Cahaya Dewantara Sejati b. Stainless SteelAISI420silinder pejal.

Tabel 3.3. paduan stainless steel

C Si Mn P S Cr Ni

0.36 0.46 0.47 0.019 0.008 12.87 0.10

Sumber : PT. Cahaya Dewantara Sejati 3.4. Persiapan Penelitian

Persiapan sebelum melakukan penelitian atau percobaan alat harus dalam kondisi baik agar hasil dan data yang diperoleh lebih akurat dan teliti, adapun langkah-langkah pemeriksaan meliputi :


(44)

3.4.1. Alat ukur

Alat ukur seperti pressure gauge, stop watch, jangka sorong, dan mistar sebelum digunakan harus diperiksa dan dipastikan dalam kondisi normal dan standar, atau disebut dengan kalibrasi alat.

3.4.2. Kalibrasi Mesin Friction Welding

Kalibrasi Mesin Friction Welding bertujun untuk mendapatkan hasil pengujian yang sesuai parameter yang diinginkan. Sehingga variasi yang diberikan untuk pengujian dapat ditentukan. Variasi dalam pengujian yang diberikan adalah variasi tekanan. Kalibrasi Mesin Friction Welding dilakukan dengan cara penekanan pegas untuk mengukur seberapa besar tekanan yang dapat diberikan dengan penyetelan katup pressure gauge. Penyetelan ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar tekanan setiap dilakukan pembukaan katup secara bervariasi

3.5.Pelaksanaan Penelitian

3.5.1. Parameter yang Digunakan dalam Perhitungan

Pada pengujian ini dilakukan beberapa parameter untuk perhitungan tekanan dan tegangan tarik maksimal diantaranya adalah sebagai berikut:

1.Menghitung tekanan gesekan

………(3.1)

2. Menghitung tekanan (P)

Tekanan dapat diperoleh dari persamaan sebagai berikut:

………...……….

(3.2)

keterangan:

Load cell : tekanan (MPa)

π :3.14


(45)

27

3. Menghitung tegangan tarik maksimal

Tegangan tarik maksimal dapat diperoleh dengan persamaan sebagai berikut: u=

……….

(3.4)

keterangan:

u : tegangan tarik maksimal (MPa) F : gaya (N)

A0 : luas penampang sebelum dibebani (mm2)

3.5.2. Mesin Friction Welding

Mesin friction welding ini adalah alat utama untuk penelitian. Alat ini untuk proses pengelasan atau proses penyambungan dua logam. Seperti pada gambar 3.8.

Gambar 3.10. Skema Mesin Friction Welding. 3.5.3. Pembuatan Bentuk Spesimen

a. Persiapkan alat dan raw material pengelasan gesek.

b. Potong menggunakan gergaji aluminium (panjang 80 mm) dan stainless steel (panjang 70 mm).


(46)

d. Bubutlah spesimen uji tersebut dengan Standar JIS 2241.

e. Setelah spesimen uji telah dibuat, selanjutnya memulai pelaksanaan pengelasan gesek.

3.5.4. Proses pengelasan

Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses pengelasan adalah:

a. Pemotongan bahan aluminium 2024 T4 dan stainless steel AISI 420 lalu dibuat standar dari JIS Z 2201

Gambar 3.11. Hasil pemotongan bahan aluminium dan stainless yang sudah dibuat standar JIS Z 2201

b. Meratakan ujung bahan aluminium dengan mesin bubut bertujuan agar saat terjadinya las gesek kedua permukaan rata, sehingga dapat mengurangi getaran antara kedua bahan yang tidak rata.


(47)

29

c. Memasang bahan di chuke mesin dan di toolspot dengan posisi center agar tidak terlalu banyak goncangan.

Gambar 3.13. Pemasangan bahan diposisikan center.

d. Menyetel putaran yang ada di headstock mesin bubut tepatnya di spindle speed slector dengan mengatur handle di posisi putaran 1000 rpm.

e. Menyalakan mesin bubut.

f. Melakukan tekanan secara perlahan-lahan yaitu mecapai beban 30 N sehingga terjadi gesekan antara kedua bahan sampai timbul panas akibat gesekan. g. Atur posisi tekanan upset sebesar 60,60,60 dan 85 MPa..

h. Setel waktu penggesekan yaitu 5 detik sampai 7.5 detik,

i. Menghentikan mesin setelah penggesekan selesai dan waktu gesek sudah di tentukan lakukan pengaturan waktu tempa sebesar 55 dan 60 detik.

3.6. Proses Pengujian

Uji tarik adalah salah satu uji stress-strain mekanik yang bertujuan untuk mengetahui kekuatan bahan terhadap gaya tarik. Dalam pengujiannya, bahan uji ditarik sampai putus. Uji tarik rekayasa banyak dilakukan untuk melengkapi informasi rancangan dasar kekuatan suatu bahan dan sebagai data pendukung bagi spesifikasi bahan (Dieter, 1987). Pada uji tarik, benda uji diberi beban gaya tarik


(48)

sesumbu yang bertambah secara kontinyu, bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan terhadap perpanjangan yang dialami benda uji (Davis, Troxell, dan Wiskocil, 1955). Kurva tegangan regangan rekayasa diperoleh dari pengukuran perpanjangan benda uji.

a. Batas elastis σE (elastic limit) dinyatakan dengan titik A. Bila sebuah bahan diberi beban sampai pada titik A, kemudian bebannya dihilangkan, maka bahan tersebut akan kembali ke kondisi semula (tepatnya hampir kembali ke kondisi

semula) yaitu regangan “nol” pada titik O.

b. Batas proporsional σp (proportional limit) Titik sampai di mana penerapan hukum Hook masih bisa ditolerir. Biasanya batas proporsional sama dengan batas elastis.

c. Deformasi plastis (plastic deformation) Yaitu perubahan bentuk yang tidak kembali ke keadaan semula. Pada gambar yaitu bila bahan ditarik sampai melewati batas proporsional dan mencapai daerah landing.

d. Tegangan luluh atas σuy (upper yield stress) Tegangan maksimum sebelum bahan memasuki fase daerah landing peralihan deformasi elastis ke plastis.

e. Tegangan luluh bawah σly (lower yield stress) Tegangan rata-rata daerah landing sebelum benar-benar memasuki fase deformasi plastis. Bila hanya disebutkan tegangan luluh (yield stress), maka yang dimaksud adalah tegangan ini. f. Regangan luluh εy (yield strain) Regangan permanen saat bahan akan memasuki fase deformasi plastis.

g. Regangan elastis εe (elastic strain) Regangan yang diakibatkan perubahan elastis bahan. Pada saat beban dilepaskan regangan ini akan kembali ke posisi semula.

h. Regangan plastis εp (plastic strain) Regangan yang diakibatkan perubahan plastis. Pada saat beban dilepaskan regangan ini tetap tinggal sebagai perubahan permanen bahan.

i. Regangan total (total strain) Merupakan gabungan regangan plastis dan


(49)

31

regangan yang ada adalah regangan total. Ketika beban dilepaskan, posisi regangan ada pada titik E dan besar regangan yang tinggal (OE) adalah regangan plastis.

j. Tegangan tarik maksimum TTM (UTS, ultimate tensile strength) ditunjukkan

dengan titik C (σβ), merupakan besar tegangan maksimum yang didapatkan dalam uji tarik.

k. Kekuatan patah (breaking strength) ditunjukkan dengan titik D, merupakan besar tegangan di mana bahan yang diuji putus atau patah.

Hukum Hooke (Hooke's Law) Untuk hampir semua logam, pada tahap sangat awal dari uji tarik, hubungan antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang bahan tersebut. Ini disebut daerah linier atau linear zone. Di daerah ini, kurva pertambahan panjang vs beban mengikuti aturan Hooke sebagai berikut : rasio tegangan (stress) dan regangan (strain) adalah konstan. Stress adalah beban dibagi luas penampang bahan seperti persamaan 3.4 dan strain adalah pertambahan panjang dibagi panjang awal bahan seperti persamaan 3.5.

Stress: σ = F/A ………..……… (3.4)

F: gaya tarikan, (N) A: luas penampang.(mm2)

Strain: ε =

………...………...….

(3.5.)

ΔL: pertambahan panjang, (mm) L: panjang awal (mm)

Hubungan antara stress dan strain dirumuskan dengan hukum Hooke: E = σ /ε

Untuk memudahkan pembahasan, diagram modifikasi dari hubungan antara gaya tarikan dan pertambahan panjang menjadi hubungan antara tegangan dan regangan (stress vs strain). Sehingga peneliti dapatkan kurva tegangan regangan. E

adalah gradien kurva dalam daerah linier, di mana perbandingan tegangan (σ) dan


(50)

Kurva yang menyatakan hubungan antara strain dan stress seperti ini sering disingkat kurva SS (SS curve).

Gambar 3.14. Kurva Tegangan-Regangan Sumber :www.infometrik.com


(51)

33 BABIV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Proses Pengambilan Data.

Pada proses penyambungan, pengukuran gaya tekan dilakukan menggunakan load cell, dimana gaya pada load cell sudah ditentukan terlebih dahulu. Disamping itu saat proses pengelasan berlangsung dilakukan pengukuran temperatur menggunakan alat termokopel. Termokopel dipasang pada benda kerja yang diam yaitu pada spesimen Al 2024 T4. Data temperatur yang diperoleh digunakan untuk mengetahui bagaimana distribusi temperatur pada pengelasan logam beda jenis Aluminium Alloy2024-T4 dengan Stainless Steel AISI 420. 4 buah spesimen telah dilas selanjutnya dilakukan pengambilan data pengujian tarik. Untuk mengetahui panas distribusi temperatur terhadap pengukuran temperatur dilakukan seperti gambar 4.1.

Gambar 4.1.Pemasangan termokopel pada benda kerja yang diam yaitu Aluminium Alloy2024-T4.


(52)

4.2.Hasil Pengelasan Gesek

Hasil proses pengelasan gesek pada bahan Aluminium Alloy 2024-T4 dan Stainless Steel AISI 420 setelah dilakukan proses penyambungan gesek dapat dilihat pada gambar 4.2.

Gambar 4.2.Hasil pengelasan gesek AA2024-T4 dan SS AISI 420

Terlihat pada gambar 4.2, hasil pengelasan gesek terdapat flash akibat proses penyambungan. Flash terjadi pada logam Aluminium Alloy 2024-T4, sedangkan pada logam Stainless Steel AISI 420 tidak terjadi flash. Pada logam stailess steel AISI 420 hanya terjadi perubahan warna akibat panas gesek. Hal ini terjadi karena titik lebur Alumunium Alloy 2024-T4 lebih rendah dari pada Stainless Steel AISI 420, sehingga akan mengalami thermoplatis.


(53)

35

4.3 Profil Distribusi Temperatur

Gambar 4.3 Grafik profil distribusi temperatur pada logam Alumunium Alloy 2024-T4 dengan variasi (Pf 60 - Tf 7.5 - Pu 85 - Tu 60)

Pada variasi tekanan gesek (Pf) 60 Mpa untuk posisi T1 distribusi temperaturnya naik menjadi 304.0882ºC ditempuh dalam waktu gesek (Tf) 7.5 detik, kemudian dengan tekanan tempa 85 Mpa temperaturnya berangsur-angsur turun menjadi 29.6168ºC ditempuh dalam waktu tempa 60 detik. T1 adalah temperatur pada titik atau posisi pertama yang berjarak dari interface 2mm, Untuk T2, T3, dan T4 temperatur pada titik atau posisi masing-masing berjarak 5mm, diukur mulai dari posisi T1 ke T2 dan dilanjut pada titik atau posisi T2 ke T3 dan seterusnya. Selanjutnya untuk posisi T2, T3, dan T4 dengan variasi yang sama diperoleh hasil yaitu : T2 temperatur maksimal 81.2768 ºC, T3 temperatur maksimal 43.6878 ºC dan T4 temperatur maksimal 49.9843 ºC.

0 50 100 150 200 250 300 350

0 50 100 150 200 250

Te m p e rat u r ( ° ) Waktu (s) T1 T2 T3 T4


(54)

Gambar 4.4 Grafik profil distribusi temperatur pada logam Alumunium Alloy 2024-T4 dengan variasi (Pf 40 - Tf 5 - Pu 60 - Tu 55)

Pada variasi tekanan gesek (Pf) 40 Mpa untuk posisi T1 distribusi temperaturnya naik menjadi 105.6149ºC ditempuh dalam waktu gesek (Tf) 5 detik, kemudian dengan tekanan tempa 60 Mpa temperaturnya berangsur-angsur turun menjadi 30.5809ºC ditempuh dalam waktu tempa 60 detik. T1 adalah temperatur pada titik atau posisi pertama yang berjarak dari interface 2mm. Untuk T2, T3, dan T4 temperatur pada titik atau posisi masing - masing berjarak 5mm, diukur mulai dari posisi T1 ke T2 dan dilanjut pada titik atau posisi T2 ke T3 dan seterusnya. Selanjutnya untuk posisi T2, T3, dan T4 dengan variasi yang sama diperoleh hasil yaitu : T2 temperatur maksimal 57.9013 ºC, T3 temperatur maksimal 45.015 ºC dan T4 temperatur maksimal 54.1069 ºC.

0 20 40 60 80 100 120

0 100 200 300 400

T em p er at u r ( ° ) Waktu (s) T1 T2 T3 T4


(55)

37

Gambar 4.5 Grafik profil distribusi temperatur pada logam Alumunium Alloy 2024-T4 dengan variasi (Pf 60 - Tf 5 - Pu 60 - Tu 60)

Pada variasi tekanan gesek (Pf) 60 Mpa untuk posisi T1 distribusi temperaturnya naik menjadi 126.5686ºC ditempuh dalam waktu gesek (Tf) 5 detik, kemudian dengan tekanan tempa 60 Mpa temperaturnya berangsur-angsur turun menjadi 31.582ºC ditempuh dalam waktu tempa 60 detik. T1 adalah temperatur pada titik atau posisi pertama yang berjarak dari interface 2mm. Untuk T2, T3, dan T4 temperatur pada titik atau posisi masing - masing berjarak 5mm, diukur mulai dari posisi T1 ke T2 dan dilanjut pada titik atau posisi T2 ke T3 dan seterusnya. Selanjutnya untuk posisi T2, T3, dan T4 dengan variasi yang sama diperoleh hasil yaitu : T2 temperatur maksimal 72.8988 ºC, T3 temperatur maksimal 41.5146 ºC dan T4 temperatur maksimal 55.3347 ºC.

0 20 40 60 80 100 120 140

0 50 100 150 200 250 300 350

Tem

p

er

atu

r

)

Waktu (s)

T1 T2 T3 T4


(56)

4.4 Hasil Pengukuran Distribusi Temperatur.

Gambar4.6. Grafik distribusi temperatur maksimal pada logam Alumunium Alloy 2024-T4 berbagai variasi gaya tekan.

Pada setiap parameter terlihat distribusi temperatur berangsur-angsur turun sesuai posisi terhadap interface logam yang bergesekan. Sehingga dapat disimpulkan pada parameter 60-7.5-85-60 adalah parameter terbaik untuk mencapai temperatur maksimal karena distribusi temperaturnya meningkat drastis dibandingkan dengan parameter 60-5-60-60 dan 40-5-60-60. Dari data pertama suhu terbesar terjadi pada warna hijau, karena waktu gesek yang ditentukan lebih lama sebesar 7.5 s dan tekanan tempa yang ditentukan paling besar 85 MPa. Dilanjut dengan suhu terendah terjadi pada warna merah, karena tekanan gesek yang ditentukan lebih rendah sebesar 40 MPa dan waktu gesek yang ditentukan lebih singkat sebesar 5 s. Suhu tertinggi dicapai pada variasi60 – 7.5 – 85 – 60 yaitu 304.0882°C. Semakin tinggi nilai temperatur maka semakin dekat posisi terhadap interface logam yang bergesekan. Begitupun sebaliknya, semakin rendah nilai temperatur maka semakin jauh posisi terhadap interface logam yang bergesekan. 0 50 100 150 200 250 300 350

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

Tem p e ratu r m aksi m al ( ° C)

Posisi (jarak antar lubang (mm))

1.041-5-1.041-60 0.73-5-1.041-55 1.041-7.5-1.34-60

SS Al

1 2 3 4


(57)

39

Gambar 4.7. Grafik kecepatan pemanasan terhadap posisi

Untuk mencapai temperatur maksimal dibutuhkan waktu lebih lama ketika spesimen digesek. Dari data pertama kecepatan tertinggi terjadi pada warna hijau, karena waktu gesek yang ditentukan lebih lama sebesar 7.5 s dan tekanan tempa yang ditentukan paling besar 85 MPa. Selanjutnya untuk kecepatan terendah terjadi pada warna merah, karena tekanan gesek yang ditentukan lebih rendah sebesar 40 MPa dan waktu gesek yang ditentukan lebih singkat sebesar 5 s. Sehingga dapat disimpulkan waktu untuk mencapai kecepatan maksimal tergantung pada jarak dari setiap posisi. Semakin dekat sensor panas terhadap bidang gesek, maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk mencapai temperatur maksimal. Semakin jauh sensor panas dengan bidang gesek, maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai temperatur maksimal. Hal ini terjadi akibat adanya rambatan panas dari bidang gesek terhadap posisi setiap sensor. 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

K ec ep atan p em anasan ( ° /s)

Posisi (jarak antar lubang(mm))

1.041-5-1.041-60 0.73-5-1.041-55 1.041-7.5-1.34-60


(58)

4.3.Hasil dan Analisis Pengujian Tarik

Pada pengujian tarik, spesimen dibuat sesuai standar JIS Z 2201 untuk dilas dengan pengelasan gesek. Hasil pengelasan gesek dapat menimbulkan flash pada specimen uji. Flash yang timbul dihilangkan dan dibentuk kembali sesuai standar pengujian tarik dengan cara pembubutan. Proses pembubutan flash menghasilkan diameter spesimen uji yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan dari hasil pengelasan gesek yang kurang linear. Spesimen uji dibuat rata dan lurus untuk memperoleh hasil pengujian tarik yang akurat.

Tabel 4.1. Data hasil pengujian tarik pada sambungan bahan Alumunium Alloy 2024-T4 dengan Stainless Steel AISI 420. Luas penampang spesimen (158 mm2)

No No Urutan Proses Tekanan Gesek (MPa) Waktu Gesek (Detik) Tekanan Tempa (MPa) Waktu Tempa (Detik) UTS (MPa)

1 2 40 5 60 55 20.52

2 1 60 5 60 60 23.07

3 3 60 7.5 85 60 16.20

Dari tabel 4.1. data hasil pengelasan gesek diperoleh dengan cara acak(random). Dari hasil data tersebut diperoleh bahwa hasil pengujian tarik terlihat fluktuatif pada hasil tegangan tarik dan tegangan luluhnya. Dari hasil pengujian tarik yang dapat diamati dan terlihat hasilnya pada variasi tekanan gesek 40 MPa dan 60 MPa; waktu gesek 5 detik dan 7.5 detik; tekanan tempa 60 MPa dan 85 MPa; waktu tempa 55 detikdan 60 detik.


(59)

41

Gambar 4.8. Grafik gabungan beban perpanjangan. (1) UTS 20.52 MPa, (2) UTS 23.07 MPa, (3) UTS 16.20 MPa.

Dari grafik gabungan pada gambar 4.8. terlihat grafik beban perpanjangan pengujian tarik, titik yang menunjukan perubahan dari deformasi elastis ke deformasi plastis yang tinggi. Grafik beban perpanjangan pada variasi tekanan gesek 60 MPa waktu gesek 5 detik dan tekanan tempa 60 MPa waktu tempa 60 detik mendapatkan nilai beban maksimal yaitu 3.346 kN dan memiliki UTS sebesar 23.07 MPa.


(60)

Gambar 4.9. Grafik hasil tegangan tarik.

Pada gambar 4.9. Grafik tegangan tarik, hasil tertinggi pada tegangan tariknya terdapat pada variasi tekanan gesek 60 MPa pada waktu gesek 5 detik dan tekanan tempa 60 MPa pada waktu tempa 60 detik dengan nilai tariknya sebesar 23.07 MPa dan nilai tegangan tarik terendah terdapat pada variasi tekanan gesek 40 MPa pada waktu gesek 5 detik dan tekanan tempa 60 MPa pada waktu tempa 60 detik dengan nilai tariknya sebesar 16.2MPa. Hal tersebut terjadi dikarenakan perlekatan interface dari benda kerja Aluminium Alloy 2024-T4 dan Stainless Steel AISI 420 hasilnya belum sempurna dalam proses penyambungan. Hal tersebut diduga terjadi karena spesimen uji tidak dalam posisi center akibat proses tempa yang tidak sempurna. Kekuatan tarik base metal AA2024-T4 diambil dari ASM Aero Specification Metals, Inc. Florida.

Dari hasil pengujian menandakan bahwa parameter yang ditentukan sangat berpengaruh terhadap hasil kekuatan tarik. Proses penyambungan juga harus diperhatikan agar tidak terjadi error, sebab sangat berpengaruh terhadap nilai kekuatan tarik.

20,52 23,07 16,2

469 0 80 160 240 320 400 480

1 2 3 Base Metal

AA2024-T4 K eku atan Tar ik (M P a) Spesimen


(61)

43

Penampang patahan setelah pengujian tarik antara Aluminium Alloy 2024-T4 dan Stainless Steel AISI 420.

Gambar 4.10.waktu tempa 60 detik, variasi tekanan tempa 60 MPa.

Gambar 4.11.waktu tempa 55detik, variasi tekanan tempa 60 MPa.

Gambar 4.12.waktu tempa 60 detik, variasi tekanan tempa85 MPa.

Al SS

(1)

SS Al

(2)

(3)


(62)

44 BABV

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan

Dengan mengkaji kegiatan hasil penelitian yang meliputi proses kerja dan berdasarkan hasil distribusi temperatur dan uji kekuatan tarik antara Aluminium Alloy 2024-T4 dengan Stainless Steel AISI 420 menggunakan parameter yang sudah ditentukan. Serta hasil perhitungan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Pada hasil pengujian tarik variasi tekanan gesek 60MPa waktu gesek 5 detik dan tekanan tempa 60MPa waktu tempa 60 detik mendapatkan nilai beban maksimal yaitu 3.346 kN dan memiliki UTS sebesar23.07 MPa.

2. Semakin dekat posisi terhadap interface logam yang bergesekan maka semakin tinggi nilai temperatur. Begitupun sebaliknya, semakin jauh posisi terhadap interface logam yang bergesekan maka semakin rendah nilait temperatur. 3. Semakin jauh sensor panas dengan bidang gesek, maka semakin lama waktu

yang dibutuhkan untuk mencapai temperatur maksimal. Dikarenakan adanya perambatan panas dari bidang gesek terhadap posisi setiap sensor.

4. Temperatur maksimal tertinggi pada penelitian ini terjadi pada variasi tekanan gesek 60MPa waktu gesek 7.5 (s) dan tekanan tempa 85MPa waktu tempa 60 (s). Dibandingkan pada variasi yang lainnya.


(63)

45

5.2. Saran

Penelitian yang penulis lakukan masih terdapat kekurangan yang perlu diperbaiki kembali. Oleh karena itu penulis menyampaikan saran, sebagai berikut: 1. Pada saat pembuatan spesimen kedalaman lubang untuk meletakkan sensor

harus diseragamkan karena berpengaruh terhadap waktu maksimal yang dicapai pada titik tertinggi.

2. Untuk bahan yang sama pada penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan mengubah variasi tekanan gesek, waktu gesek, tekanan tempa, dan waktu tempa sampai mendapatkan variasi terbaik.


(64)

DAFTAR PUSTAKA

Alves, E. P., Neto, F. P., dan An, C. Y. 2010. Welding of AA1050 aluminum with AISI 304 stainless steel by rotary friction welding process. Brazil: Journal of Aerospace Technology and Management (JATM).

Dilovazendu, F. L., 2012. Pengertian Aluminium

Dewi, J. 2010. Temperatur. Palembang: UniversitasSriwijaya.

Dieter, G. E. 1988. Mechanical metallurgy. SI metric edition, McGraw-Hill, ISBN 0-07-100406-8.

Japanese Industrial Standards Association. 1980.Standard Book of JIS: JIS Z 2201. Tokyo: Japanese Industrial Standard.

Li, W., Wang, F. 2011.Modeling of continuous drive friction welding of mild steel. China: ELSEVIER.

PT CRP Meccanica. Aluminum 2024-T4; 2024-T351. Modena, Italy. www.crpmeccanica.com, diakses 1 April 2016

PT Dewantara Cahaya Sejati, Jalan Raya Pakis VI D no. 3, Bekasi.

PT Global Metals. Stainless Steel - 420. Australia. www.globalsmetal.com.au, diakses 6 April 2016.

Santoso, E. B. Irawan, Y. S. Sutikno, E. 2012.PengaruhSudutChamfer Dan Gaya TekanAkhirTerhadapKekuatanTarik Dan PorositasSambungan Las GesekPadaPaduan Al-Mg-Si.

Seli, H., Ismail, A. I. Md., Rachman, E., Ahmad, Z. A. 2010. Mechanical evaluation and thermal modelling of friction welding of mild steel and aluminium. Malaysia: ELSEVIER.

Shubhavardhan, R. N. dan Surendran S. 2012. Friction Welding to Join Dissimilar Metals. India: International Journal of Emerging Technology and Advanced Engineering.

Stainless Steel Classifications. http://www.engineeringtoolbox.com/stainless-steel-classifications-d_368.html, diakses 30 Mei 2016

Stainless Steel.www.scribd.com/doc/9002232/Stainless-Steel-1, diakses 31 Mei 2016

Suprapto, Wahyono. 2012. The Fluidity Characteristics of Liquid Duralumin by Piece Test Methode on Permanent Mold in Low Pressure. Malang: Jurnal Rekayasa Mesin.


(65)

47

Uday, M.B., Fauzi, M.N.A., Zuhailawati, H., Ismail, A.B. 2012. Thermal analysis of friction welding process in relation to the welding of YSZ-alumina composite and 6061 aluminum alloy. Malaysia: ELSEVIER.

Wiryosumarto, H. dan Okumura, T. 1981. Teknologi Pengelasan Logam. Jakarta: PT Pradnya Paramita.


(1)

Gambar 4.9. Grafik hasil tegangan tarik.

Pada gambar 4.9. Grafik tegangan tarik, hasil tertinggi pada tegangan tariknya terdapat pada variasi tekanan gesek 60 MPa pada waktu gesek 5 detik dan tekanan tempa 60 MPa pada waktu tempa 60 detik dengan nilai tariknya sebesar 23.07 MPa dan nilai tegangan tarik terendah terdapat pada variasi tekanan gesek 40 MPa pada waktu gesek 5 detik dan tekanan tempa 60 MPa pada waktu tempa 60 detik dengan nilai tariknya sebesar 16.2MPa. Hal tersebut terjadi dikarenakan perlekatan interface dari benda kerja Aluminium Alloy 2024-T4 dan Stainless Steel AISI 420 hasilnya belum sempurna dalam proses penyambungan. Hal tersebut diduga terjadi karena spesimen uji tidak dalam posisi center akibat proses tempa yang tidak sempurna. Kekuatan tarik base metal AA2024-T4 diambil dari ASM Aero Specification Metals, Inc. Florida.

Dari hasil pengujian menandakan bahwa parameter yang ditentukan sangat berpengaruh terhadap hasil kekuatan tarik. Proses penyambungan juga harus diperhatikan agar tidak terjadi error, sebab sangat berpengaruh terhadap nilai kekuatan tarik.

20,52 23,07 16,2

469 0 80 160 240 320 400 480

1 2 3 Base Metal

AA2024-T4 K eku atan Tar ik (M P a) Spesimen


(2)

Penampang patahan setelah pengujian tarik antara Aluminium Alloy 2024-T4 dan Stainless Steel AISI 420.

Gambar 4.10.waktu tempa 60 detik, variasi tekanan tempa 60 MPa.

Gambar 4.11.waktu tempa 55detik, variasi tekanan tempa 60 MPa.

Gambar 4.12.waktu tempa 60 detik, variasi tekanan tempa85 MPa.

Al SS

(1)

SS Al

(2)

(3)


(3)

44 BABV

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan

Dengan mengkaji kegiatan hasil penelitian yang meliputi proses kerja dan berdasarkan hasil distribusi temperatur dan uji kekuatan tarik antara Aluminium Alloy 2024-T4 dengan Stainless Steel AISI 420 menggunakan parameter yang sudah ditentukan. Serta hasil perhitungan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Pada hasil pengujian tarik variasi tekanan gesek 60MPa waktu gesek 5 detik dan tekanan tempa 60MPa waktu tempa 60 detik mendapatkan nilai beban maksimal yaitu 3.346 kN dan memiliki UTS sebesar23.07 MPa.

2. Semakin dekat posisi terhadap interface logam yang bergesekan maka semakin tinggi nilai temperatur. Begitupun sebaliknya, semakin jauh posisi terhadap

interface logam yang bergesekan maka semakin rendah nilait temperatur. 3. Semakin jauh sensor panas dengan bidang gesek, maka semakin lama waktu

yang dibutuhkan untuk mencapai temperatur maksimal. Dikarenakan adanya perambatan panas dari bidang gesek terhadap posisi setiap sensor.

4. Temperatur maksimal tertinggi pada penelitian ini terjadi pada variasi tekanan gesek 60MPa waktu gesek 7.5 (s) dan tekanan tempa 85MPa waktu tempa 60 (s). Dibandingkan pada variasi yang lainnya.


(4)

5.2. Saran

Penelitian yang penulis lakukan masih terdapat kekurangan yang perlu diperbaiki kembali. Oleh karena itu penulis menyampaikan saran, sebagai berikut: 1. Pada saat pembuatan spesimen kedalaman lubang untuk meletakkan sensor

harus diseragamkan karena berpengaruh terhadap waktu maksimal yang dicapai pada titik tertinggi.

2. Untuk bahan yang sama pada penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan mengubah variasi tekanan gesek, waktu gesek, tekanan tempa, dan waktu tempa sampai mendapatkan variasi terbaik.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Alves, E. P., Neto, F. P., dan An, C. Y. 2010. Welding of AA1050 aluminum with AISI 304 stainless steel by rotary friction welding process. Brazil: Journal of Aerospace Technology and Management (JATM).

Dilovazendu, F. L., 2012. Pengertian Aluminium

Dewi, J. 2010. Temperatur. Palembang: UniversitasSriwijaya.

Dieter, G. E. 1988. Mechanical metallurgy. SI metric edition, McGraw-Hill, ISBN 0-07-100406-8.

Japanese Industrial Standards Association. 1980.Standard Book of JIS: JIS Z 2201. Tokyo: Japanese Industrial Standard.

Li, W., Wang, F. 2011.Modeling of continuous drive friction welding of mild steel. China: ELSEVIER.

PT CRP Meccanica. Aluminum 2024-T4; 2024-T351. Modena, Italy. www.crpmeccanica.com, diakses 1 April 2016

PT Dewantara Cahaya Sejati, Jalan Raya Pakis VI D no. 3, Bekasi.

PT Global Metals. Stainless Steel - 420. Australia. www.globalsmetal.com.au, diakses 6 April 2016.

Santoso, E. B. Irawan, Y. S. Sutikno, E. 2012.PengaruhSudutChamfer Dan Gaya TekanAkhirTerhadapKekuatanTarik Dan PorositasSambungan Las GesekPadaPaduan Al-Mg-Si.

Seli, H., Ismail, A. I. Md., Rachman, E., Ahmad, Z. A. 2010. Mechanical evaluation and thermal modelling of friction welding of mild steel and aluminium. Malaysia: ELSEVIER.

Shubhavardhan, R. N. dan Surendran S. 2012. Friction Welding to Join Dissimilar Metals. India: International Journal of Emerging Technology and Advanced Engineering.

Stainless Steel Classifications. http://www.engineeringtoolbox.com/stainless-steel-classifications-d_368.html, diakses 30 Mei 2016

Stainless Steel.www.scribd.com/doc/9002232/Stainless-Steel-1, diakses 31 Mei 2016

Suprapto, Wahyono. 2012. The Fluidity Characteristics of Liquid Duralumin by Piece Test Methode on Permanent Mold in Low Pressure. Malang: Jurnal Rekayasa Mesin.


(6)

Uday, M.B., Fauzi, M.N.A., Zuhailawati, H., Ismail, A.B. 2012. Thermal analysis of friction welding process in relation to the welding of YSZ-alumina composite and 6061 aluminum alloy. Malaysia: ELSEVIER.

Wiryosumarto, H. dan Okumura, T. 1981. Teknologi Pengelasan Logam. Jakarta: PT Pradnya Paramita.