(iv) Apa urutannya?

(iv) Apa urutannya?

Di sini “urutan” berarti urutan dari pengajaran. Urutan ini dilandaskan di dalam urutan di mana pāramī-pāramī tersebut pertama kali dilaksanakan, yang mana pada gilirannya dilandaskan di dalam urutan di mana pāramī- pāramī tersebut diselidiki. [3] Kualitas yang diselidiki dan dilaksanakan pada permulaan diajarkan lebih dahulu. Di sana, berdana dinyatakan lebih dahulu, karena berdana membantu (perkembangan dari) moralitas dan mudah untuk dipraktikkan. Berdana yang disertai dengan moralitas adalah amat sangat produktif dan bermanfaat, jadi moralitas dinyatakan segera setelah berdana. Moralitas yang disertai dengan pelepasan keduniawian... pelepasan keduniawian dengan kebijaksanaan... kebijaksanaan dengan energi... energi dengan kesabaran... kesabaran dengan kebenaran...

kebenaran dengan tekad... tekad dengan cinta kasih... dan cinta kasih yang disertai dengan keseimbangan batin adalah amat sangat produktif dan bermanfaat; jadi keseimbangan batin disebutkan segera setelah cinta kasih. Keseimbangan batin yang disertai dengan welas asih dan welas asih dengan keseimbangan batin. (Seseorang mungkin bertanya:) “Bagaimana bisa para bodhisattva, orang-orang dengan welas asih yang agung, melihat makhluk- makhluk hidup dengan keseimbangan batin?” Beberapa guru berkata, “Kadang kala mereka menunjukkan keseimbangan batin terhadap makhluk- makhluk hidup saat perlu untuk berlaku seperti itu.” Namun guru yang lainnya berkata, “Mereka tidak menunjukkan keseimbangan batin terhadap makhluk-makhluk yang hidup (sebagaimana mereka), namun terhadap perbuatan-perbuatan ofensif yang dilakukan oleh makhluk-makhluk.”

Metode yang lain (dalam menjelaskan urutan) yang dapat diberikan:

1. Berdana dinyatakan di awal: (a) karena berdana sangatlah umum bagi semua makhluk, karena bahkan orang biasa pun mempraktikkan berdana; (b) karena berdana adalah yang paling kurang produktif; dan (c) karena berdana adalah yang paling mudah untuk dipraktikkan.

2. Moralitas dinyatakan segera setelah berdana: (a) karena moralitas memurnikan baik si pemberi maupun si penerima; (b) untuk menunjukkan bahwa, sementara berdana memberikan manfaat bagi makhluk lain, moralitas mencegah penyusahan makhluk lain; (c) dalam rangka menyatakan sebuah faktor dari tidak melakukan segera sesudah sebuah faktor kegiatan yang positif, dan (d) dalam rangka menunjukkan penyebab untuk pencapaian suatu keadaan yang baik di keberadaan yang akan datang segera

sesudah penyebab untuk pencapaian kekayaan. [4]

3. Pelepasan keduniawian disebutkan segera setelah moralitas: (a) karena pelepasan keduniawian menyempurnakan pencapaian moralitas; (b) dalam rangka memasukkan perilaku yang baik dari pikiran segera setelah perilaku tubuh dan ucapan; (c) karena 3. Pelepasan keduniawian disebutkan segera setelah moralitas: (a) karena pelepasan keduniawian menyempurnakan pencapaian moralitas; (b) dalam rangka memasukkan perilaku yang baik dari pikiran segera setelah perilaku tubuh dan ucapan; (c) karena

dan verbal. [5]

4. Kebijaksanaan disebutkan segera setelah pelepasan keduniawian: (a) karena pelepasan keduniawian disempurnakan dan dimurnikan oleh kebijaksanaan; (b) untuk menunjukkan bahwa tidak ada kebijaksanaan di dalam ketiadaan meditasi ( jhāna), oleh karena konsentrasi adalah penyebab terdekat dari kebijaksanaan dan kebijaksanaan adalah perwujudan dari konsentrasi; (c) dalam rangka memasukkan landasan kausal untuk keseimbangan batin

segera setelah landasan kausal untuk keheningan; dan (d) untuk menunjukkan bahwa cara-cara yang terampil dalam bekerja untuk kesejahteraan makhluk lain muncul dari meditasi yang

diarahkan untuk kesejahteraan mereka.

5. Energi dinyatakan segera setelah kebijaksanaan: (a) karena fungsi dari kebijaksanaan disempurnakan oleh pembangkitan energi; (b) untuk menunjukkan pekerjaan ajaib yang dilaksanakan oleh bodhisattva untuk kesejahteraan makhluk-makhluk setelah

ia sudah mencapai penyetujuan tanpa protes yang sifatnya refleksi di dalam kekosongan mereka; (c) untuk menyatakan landasan kausal untuk pengerahan tenaga segera setelah landasan untuk keseimbangan batin; dan (d) untuk menyatakan pembangkitan energi persis setelah kegiatan pertimbangan yang hati-hati, menurut pernyataan: “Kegiatan mereka yang telah mempertimbangkan dengan hati-hati membawa hasil-hasil yang unggul.”

6. Kesabaran disebutkan segera setelah energi: (a) karena kesabaran disempurnakan oleh energi, sebagaimana dikatakan: “Manusia yang giat, dengan membangkitkan energinya, mengatasi penderitaan yang diakibatkan oleh makhluk-makhluk dan bentukan-bentukan”; (b) karena kesabaran adalah perhiasan dari energi, sebagaimana dikatakan: “Kesabaran dari manusia yang giat bersinar dengan kemegahan”; (c) dalam rangka menyatakan landasan kausal untuk keheningan segera sesudah landasan untuk

pengerahan tenaga, agar kegelisahan yang disebabkan kegiatan yang berlebihan ditinggalkan melalui penyetujuan tanpa protes yang sifatnya refleksi di dalam Dhamma; [6] (d) dalam rangka menunjukkan kegigihan dari manusia energi, karena orang yang sabar dan bebas dari kegelisahan gigih dalam pekerjaannya; (e) dalam rangka menunjukkan ketiadaan nafsu keinginan untuk hadiah-hadiah di dalam diri seorang bodhisattva yang dengan tekun ikut serta dalam kegiatan untuk kesejahteraan makhluk lain, karena tidak ada nafsu keinginan ketika ia merefleksikan Dhamma sesuai dengan keadaan sebenarnya; dan (f) untuk menunjukkan bahwa bodhisattva harus dengan sabar menahan penderitaan yang diciptakan oleh makhluk lain bahkan ketika ia sedang bekerja dengan sangat sungguh-sungguh untuk kesejahteraan mereka.

7. Kebenaran dinyatakan segera setelah kesabaran: (a) karena tekad untuk mempraktikkan kesabaran berlangsung sangat lama melalui kebenaran; (b) telah terlebih dahulu menyebutkan daya tahan yang sabar terhadap kesalahan-kesalahan yang disebabkan oleh makhluk lain, untuk selanjutnya menyebutkan kesetiaan kepada ucapannya untuk memberikan pertolongan kepada makhluk lain; (c) dalam rangka menunjukkan bahwa seorang bodhisattva yang melalui kesabaran tidak bimbang di hadapan siksaan, melalui ucapan yang jujur ia tidak melepaskan (musuhnya); dan (d) untuk menunjukkan kebenaran dari pengetahuan yang berkembang melalui penyetujuan tanpa protes yang sifatnya refleksi di dalam kekosongan dari makhluk-makhluk.

8. Tekad dinyatakan segera setelah kebenaran; (a) karena kebenaran disempurnakan oleh tekad, karena ketiadaan (dari kebohongan) menjadi sempurna di dalam orang yang tekadnya tidak tergoyahkan; (b) telah terlebih dahulu menunjukkan tanpa- penipuan di dalam ucapan, untuk selanjutnya menunjukkan komitmen yang tak tergoyahkan pada ucapannya, karena seorang bodhisattva yang setia kepada kebenaran bergerak maju untuk memenuhi sumpah-sumpahnya dalam berdana, dll., tanpa merasa ragu; dan (c) untuk menunjukkan, persis setelah kebenaran dari pengetahuan, akumulasi lengkap dari syarat-syarat pencerahan ( bodhisambhāra); karena orang yang mengetahui hal-hal sebagaimana adanya menetapkan berdasarkan syarat-syarat pencerahan dan melengkapi syarat-syarat tersebut dengan menolak untuk bimbang di hadapan kebalikan-kebalikannya. [7]

9. Cinta kasih disebutkan segera setelah tekad: (a) karena cinta kasih menyempurnakan tekad untuk menjalankan kegiatan untuk kesejahteraan makhluk lain; (b) dalam rangka memasukkan pekerjaan yang secara aktual menyediakan kesejahteraan untuk makhluk lain persis setelah menyatakan tekad untuk melakukannya, karena “orang yang menetapkan berdasarkan syarat-syarat pencerahan akan berdiam di dalam cinta kasih”; dan (c) karena pelaksanaan (kegiatan untuk kesejahteraan makhluk lain) bergerak maju dengan tenang hanya ketika tekadnya tidak tergoyahkan.

10. Keseimbangan batin disebutkan segera setelah cinta kasih:

(a) karena keseimbangan batin memurnikan cinta kasih; (b) dalam rangka menunjukkan sikap tidak membeda-bedakan, orang tersebut harus mempertahankan sikap tersebut terhadap kesalahan-kesalahan yang disebabkan oleh makhluk lain ketika orang tersebut menyediakan kesejahteraan mereka; (c) telah terlebih dahulu menyebutkan perkembangan cinta kasih, untuk selanjutnya menyatakan perkembangan kualitas yang berevolusi dari perkembangan cinta kasih itu; dan (d) untuk menunjukkan kebajikan yang indah dari sifat tetap tidak memihak milik (a) karena keseimbangan batin memurnikan cinta kasih; (b) dalam rangka menunjukkan sikap tidak membeda-bedakan, orang tersebut harus mempertahankan sikap tersebut terhadap kesalahan-kesalahan yang disebabkan oleh makhluk lain ketika orang tersebut menyediakan kesejahteraan mereka; (c) telah terlebih dahulu menyebutkan perkembangan cinta kasih, untuk selanjutnya menyatakan perkembangan kualitas yang berevolusi dari perkembangan cinta kasih itu; dan (d) untuk menunjukkan kebajikan yang indah dari sifat tetap tidak memihak milik

Demikianlah urutan dari pāramī-pāramī harus dimengerti sebagaimana yang dijelaskan.