Merubah Sistem Hubungan Sosial

b. Merubah Sistem Hubungan Sosial

Masyarakat Jahiliah memandang hubungan darah dan rahim sebagai dasar hubungan sosial. Oleh karena itu, ketika terjadi kontradiksi antara kebenaran dan kepentingan suku, mereka lebih mengutamakan kepentingan suku atas kebenaran itu. Alquran yang mulia secara tegas mencela fanatisme model Jahiliyah ini.

Allah SWT berfirman: ﻥﻴﻨﻤْﺅﻤﹾﻟﺍ ﻰﹶﻠﻋﻭ ﻪِﻟﻭﺴﺭ ﻰﹶﻠﻋ ﻪﹶﺘﹶﻨ ﻴﻜﺴ ُﷲﺍ َلﺯﹾﻨَﺄﹶﻓ ﺔﻴﻠﻫﺎﺠﹾﻟﺍ ﹶﺔﻴﻤﺤ ﹶﺔﻴﻤﺤﹾﻟﺍ ﻡﹺﻬﹺﺒﻭﹸﻠﹸﻗ ﻲﻓ ﺍﻭﺭﹶﻔﹶﻜ ﻥﻴﺫﱠﻟﺍ َلﻌﺠ ﹾﺫِﺇ

... (Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan, (yaitu)

kesombongan Jahiliyah, lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan mukminin ). [24]

Akidah Islam telah berusaha untuk menghilangkan segala jenis fanatisme dari sanubari manusia dan tidak mengakui keturunan, ras kulit, harta dan jenis kelamin sebagai tolok ukur keutamaannya dari manusia lain. Sebagai gantinya, akidah Islam menganjurkan agar hubungan sosial masyarakat dilandasi oleh asas-asas spiritual, yaitu takwa dan fadlilah. Atas dasar ini, akidah Islam ingin membasmi segala bentuk dan corak fanatisme. Karena iman dan fanatisme tidak akan pernah bertemu.

Abu Abdillah a.s. berkata: Rasulullah saww bersabda: “ Barang siapa yang memiliki sifat fanatik atau rela orang lain bersikap fanatik terhadapnya, niscaya ia telah melepaskan diri dari tali iman” . [25]

Beliau juga berkata: ﺔﻴﹺﺒﺼﻋ ﻰﹶﻠﻋ ﹶﺕﺎﻤ ﻥﻤ ﺎﱠﻨﻤ ﺱﻴﹶﻟﻭ ،ﺔﻴﹺﺒﺼﻋ ﻰﹶﻠﻋ َلﹶﺘﺎﹶﻗ ﻥﻤ ﺎﱠﻨﻤ ﺱﻴﹶﻟﻭ ،ﺔﻴﹺﺒﺼﻋ ﻰﹶﻟﺍ ﺎﻋﺩ ﻥﻤ ﺎﱠﻨﻤ ﺱﻴﹶﻟ

(Bukan termasuk golongan kami orang yang mengajak orang lain untuk bersikap fanatik, bukan termasuk golongan kami orang yang berperang dengan didorong oleh semangat fanatisme dan bukan termasuk golongan kami orang yang mati dalam keadaan fanatik ”. [26]

Amirul Mukminin a.s. dalam sebuah khotbah beliau yang dikenal dengan nama “ Al- Qashi’ah” menawarkan sebuah obat mujarab untuk menyembuhkan penyakit fanatisme itu. Beliau berkata: “ Sungguh aku telah meneliti, dan aku tidak menemukan seseorang di dunia ini yang bersikap fanatik terhadap sesuatu kecuali karena satu alasan yang mungkin disalah pahami oleh orang-orang bodoh atau hujah yang biasa digunakan oleh orang-orang yang tolol. Kamu jika bersikap fanatik terhadap sesuatu, (ketahuilah) setiap fanatik itu tidak memiliki sebab dan landasan (yang tepat);Iblis membanggakan diri kepada Adam as karena asalnya dan mencelanya karena penciptaannya. Ia berkata (dengan congkaknya):`Saya terbuat dari api, sedangkan engkau dari tanah`. Orang- orang kaya yang berlagak hidup mewah di muka bumi ini merasa bangga karena kenikmatan yang dimilikinya. Mereka berkata (dengan congkaknya): `Kami lebih banyak mempunyai harta dan keturunan daripada kamu, dan kami tidak akan pernah disiksa`.

Maka, jika kamu harus bersikap fanatik dan bangga diri, berbangga dirilah karena perangai yang mulia dan perbuatan yang terpuji. Berbangga dirilah karena kalian mampu menunaikan (hak-hak) tetangga, setia terhadap janji, patuh dalam kebaikan, menentang kesombongan, memiliki keutamaan, mencegah kezaliman, berhenti mengucurkan darah orang lain, berbuat bijak terhadap setiap makhluk, menahan amarah dan tidak berbuat kerusakan di muka bumi ini” . [27]

Ali bin Husein a.s. ketika beliau ditanya mengenai fanatisme, menjelaskan arti fanatisme (‘ashabiyah), fanatisme yang terkutuk dan yang terpuji. Beliau berkata: “ Fanatisme yang menyebabkan dosa, jika seseorang menganggap kaumnya yang jahat lebih utama dari kaum yang shalih. Dan tidak termasuk fanatisme yang menyebabkan dosa jika seseorang yang mencintai bangsanya. Akan tetapi, termasuk fanatisme yang menyebabkan dosa ketika seseorang membantu kaumnya berbuat kezaliman” . [28]

Demikianlah, akidah Islam telah menyirnakan awan fanatisme yang hitam dari sanubari mukminin, dan membentuk identitas baru bagi manusia yang berlandaskan keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya. Di samping itu, akidah Islam telah menebarkan cinta dan rahmat (di dunia ini) sebagai ganti dari fanatisme dan kebencian. Karena fanatisme adalah salah satu faktor berbahaya yang dapat menyebabkan perpecahan dan kelemahan muslimin, baik secara spiritual atau material. Dan Islam telah memerangi fanatisme berbahaya itu dan selalu mengingatkan muslimin akan efek-efek negatifnya. [29]

Di antara contoh-contoh perombakan sosial paling menonjol yang pernah dilakukan oleh Islam adalah naiknya pribadi-pribadi kelas bawah pada periode pra-Islam ke puncak piramida sosial setelah bersinarnya matahari Islam. Bilal Al-Habasyi menjadi muazzin Rasulullah saww dan Salman Al-Farisi r.a. menjadi salah seorang sahabat yang agung pada era Islam dan penguasa negeri-negeri yang luas. Dan lebih dari itu, ia menjadi anggota Ahlul Bayt a.s.

Seseorang bertanya kepada Imam Ali a.s.: “Wahai Amirul Mukminin, beritahukanlah kepadaku tentang Salman Al-Farisi”. Beliau menjawab: “ Berbahagialah ia. Salman adalah salah satu dari kami, Ahlul Bayt dan bagaikan Lukman Al-Hakim bagi kalian ...” . [30]

Zaid bin Haritsah dan putranya, Usamah - menurut pembagian kasta masyarakat Jahiliyah - harus menjadi budak yang layak diperjual-belikan. Akan tetapi, berkat Islam, mereka telah ditunjuk untuk memimpin pasukan muslimin dalam dua peperangan agung dalam sejarah Islam.

Perubahan besar dalam alam pemikiran manusia di era risalah Islam yang sangat pendek ini, tidak mudah terwujud tanpa peran transformasi hebat yang diperankan oleh akidah Islam.