Makna Denotasi

Makna Denotasi

Tokoh perempuan berbincang- dihadirkan adalah perempuan dengan kulit

Pada iklan ini, standar kecantikan yang

Penanda

bincang dengan ayah dan ibunya wajah yang putih atau cerah. Kulit cerah

terkait keputusan untuk melanjutkan diasosiasikan dengan kepercayaan diri

S2

perempuan. Hal tersebut dapat diamati dari

Tokoh perempuan berbicang dengan bagaimana ia mendongakkan wajahnya.

Petanda

orang tua terkait keputusan untuk Selain itu, perubahan senyum pada ilustrasi melanjutkan S2

kedua juga memperlihatkan kebahagiaan Tokoh perempuan berbicang dengan orang tua terkait keputusan untuk

Tanda

perempuan atas perubahan penampilannya.

melanjutkan S2

Sehingga dapat dimaknai bahwa salah satu sumber kebahagiaan perempuan adalah

penampilannya. Perempuan akan lebih

Analisis

bahagia jika penampilannya sesuai dengan standar kecantikan dominan.

Pada awal adegan tokoh perempuan yang mengenakan baju berwarna merah dan kerudung putih, diperlihatkan berjalan sambil

Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi

Volume VI No. 1/Juni 2016 JIPSi

tersenyum. Gambar ini diambil dengan teknik subordinat yang seolah sudah kodratnya untuk medium close up. Setelah itu, tokoh

senantiasa lebih rendah daripada laki-laki perempuan menghampiri kedua orang tuanya

pada berbagai aspek kehidupan. dan duduk di atas sebuah sofa bersama

Pada adegan ini, hal yang menjadi fokus mereka. Tokoh ayah tampak sedang

adalah persoalan pendidikan dan karir. memegang surat kabar, sementara tokoh ibu

Selama ini, pendidikan dan karir dianggap memegang cangkir dan teko minuman.

sebagai ranah laki-laki. Hal ini disebabkan oleh adanya pembagian peran yang kaku

Latar tempat dalam adegan ini adalah antara perempuan dan laki-laki. Perempuan ruang keluarga di dalam sebuah rumah.

ditempatkan di ranah domestik, sementara Sementara dari segi latar waktu, dari cahaya

laki-laki di ranah publik. Namun seiring yang masuk melalui jendela dapat

dengan semakin berkembangnya gerakan disimpulkan bahwa percakapan ini terjadi di

emansipasi perempuan dan kesadaran gender, pagi atau siang hari.

ranah publik tidak lagi menjadi tempat ‘terlarang’ bagi perempuan.

Pada adegan ini tokoh perempuan bercakap-cakap dengan orang tuanya,

Pergeseran budaya tersebut menyebabkan khususnya sang ayah, perihal keputusan atas

perempuan menghasrati pendidikan dan opsi untuk menikah atau melanjutkan studi.

karir.. Melalui adegan ini diperoleh Tokoh utama perempuan menyatakan

pemaknaan bahwa perempuan sedang persetujuan bahwa menikah itu memang

menegosiasikan posisinya agar dapat setara penting, namun menurutnya pendidikan juga

dengan laki-laki dalam hal pendidikan dan penting. Awalnya sang ayah menjawab

karir. Namun, ekspresi keheranan Ayah dengan nada heran namun kemudian ayah

terkait keputusan anak perempuannya diperlihatkan tertawa.

menyiratkan makna bahwa sejatinya dunia pendidikan dan karir tidak diperuntukkan bagi

Setelah mengemukakan keinginannya

perempuan.

untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang magister, tokoh perempuan diperlihatkan

Makna ini dipertegas dengan munculnya meninggalkan ruangan sambil tersenyum

tanda-tanda mengenai posisi perempuan dan pada bayangannya di cermin.

laki-laki dalam keluarga. Sang ibu diperlihatkan sedang menyiapkan minuman,

Makna Konotasi

sementara itu ayah membaca koran. Tanda ini merepresentasikan

peran tradisional Penanda

Tokoh perempuan berbincang dengan perempuan dan laki-laki dalam budaya orang tua terkait keputusan untuk

patriarki. Perlengkapan minum yang tengah melanjutkan S2

disiapkan ibu dapat diasosikan dengan urusan Petanda

Perempuan ingin setara dengan laki- dapur, sedangkan surat kabar diasosiasikan laki melalui pendidikan dan karir

dengan akses terhadap informasi dari luar. Tanda

Perempuan ingin setara dengan laki- Dengan kata lain, kegiatan ibu dan ayah laki melalui pendidikan dan karir

memperlihatkan

representasi peran perempuan di ranah domestik

Seperti yang telah diulas pada analisis-

analisis sebelumnya, perempuan dan laki-laki memiliki beban yang berbeda dalam

Analisis Mitos Fair and Lovely Versi Nikah

masyarakat. Beban ini lahir karena adanya

atau S2

ekspektasi terhadap peran masing-masing

gender. Dalam konteks budaya patriarki, Melalui analisis denotasi dan konotasi perempuan ditempatkan dalam posisi

yang telah dilakukan terhadap teks iklan Fair and Lovely Versi Nikah atau S2, dapat

JIPSi Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi

Volume VI No. 1/Juni 2016

ditelaah mitos-mitos yang terdapat di balik iklan ini. Adapun makna konotasi yang telah

Mitos ketiga dari iklan Fair and Lovely dianalisis melalui tanda-tanda dominan dalam

versi Nikah atau S2 ini yaitu perempuan harus teks iklan ini yaitu sebagai berikut:

berusaha untuk setara dengan laki-laki. Mitos ini dapat dilihat sebagai bentuk resistensi

1. Perempuan diatur terkait pasangan hidup terhadap wacana dominan mengenai posisi yang tepat sesuai standar tertentu

perempuan yang tidak setara dengan laki-laki.

2. Perempuan membutuhkan bantuan untuk Dengan kata lain, terdapat negosiasi peran mengambil keputusan.

dan posisi perempuan secara positif dalam

3. Perempuan dituntut untuk cantik dengan iklan ini. Namun, jika dianalisis lebih memutihkan wajah

mendalam, di sisi lain mitos ini berpotensi

4. Perempuan ingin setara dengan laki-laki meneguhkan atau mereproduksi mitos bahwa melalui pendidikan dan karir

perempuan dan laki-laki memang tidak setara. Kesetaraan seolah menjadi hal yang sulit

Dari keempat makna konotasi yang telah dicapai oleh perempuan karena itu perempuan dipaparkan, maka dapat dianalisis bahwa

harus lebih berusaha untuk mendapatkan makna-makna tersebut menghasilkan mitos-

posisi setara tersebut. Dalam konteks iklan mitos mengenai perempuan, baik dari segi

ini, kesetaraan dapat diraih oleh perempuan fisik maupun perannya secara sosial dan

jika ia memperoleh gelar pendidikan yang budaya.

lebih tinggi dan karir yang lebih bagus.

Mitos pertama yaitu bahwa perempuan

5. Kesimpulan dan Rekomendasi

sulit mengambil keputusan. Mitos ini diperoleh dari makna konotasi perempuan

5.1. Kesimpulan

senantiasa diatur untuk memilih pasangan hidupnya serta perempuan membutuhkan

Iklan merupakan salah satu teks budaya bantuan untuk mengambil keputusan. Kedua

populer yang di dalamnya terdapat tanda- makna konotasi ini saling terkait. Pada

tanda dominan yang merepresentasikan suatu masyarakat yang kental akan budaya

kelompok. Dalam penelitian ini, peneliti patriarki, perempuan tidak memiliki kekuatan

menganalisis tanda-tanda dominan yang untuk mengambil keputusan. Bahkan

terdapat pada teks audiovisual iklan Fair and keputusan menyangkut masa depannya

Lovely versi Nikah atau S2. Melalui analisis sendiri. Misalnya, seperti yang ditunjukkan

semiotik Roland Barthes, penelitian ini dalam iklan ini yaitu dalam hal pengambilan

menemukan makna konotasi dan mitos yang keputusan untuk memilih pasangan hidup.

merepresentasikan perempuan dalam iklan tersebut.

Mitos kedua, yaitu bahwa perempuan harus tampil cantik. Mitos ini didapatkan dari

Makna konotasi yang diperoleh dari analisis

adegan-adegan yang terdapat dalam iklan Fair mengaplikasikan

and Lovely ini yaitu; (1) Perempuan diatur kecantikan wajah. Seperti yang telah dibahas

produk

perawatan

terkait pasangan hidup yang tepat sesuai pada analisis makna konotasi, perempuan

standar tertentu, (2) Perempuan membutuhkan senantiasa dituntut untuk tampil cantik karena

bantuan untuk mengambil keputusan, (3) posisinya sebagai objek pandangan laki-laki.

Perempuan dituntut untuk cantik dengan Meskipun dalam iklan ini usaha perempuan

memutihkan wajah, (4) Perempuan ingin untuk tampil cantik tidak ditujukan untuk

setara dengan laki-laki melalui pendidikan mendapatkan perhatian laki-laki, tetapi

dan karir.

kecantikan tetap memegang peranan penting dan menentukan masa depannya.

Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi

Volume VI No. 1/Juni 2016 JIPSi

Dari makna konotasi yang telah Sobur, Alex. (2001). Analisis Teks Media; dianalisis, maka dapat ditemukan mitos-mitos

Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, di balik iklan tersebut, yaitu: perempuan sulit

Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. mengambil keputusan, perempuan harus

Bandung: Rosda.

tampil cantik, serta bahwa perempuan harus Sobur, Alex. (2006). Semiotika Komunikasi. berusaha untuk setara dengan laki-laki.

Bandung: Rosdakarya. Sushartami, Wiwik. (2002). Perempuan

5.2. Rekomendasi

Lajang: Meretas Identitas di Luar Ikatan Perkawinan. Jurnal Perempuan No. 22

Berdasarkan hasil dan kesimpulan dari

Tahun 2002

penelitian ini dapat diamati bahwa di dalam

Acuan Artikel dalam situs:

teks budaya populer, khususnya iklan, masih Martadi. (2001). “Citra Perempuan dalam terdapat bias gender. Untuk itu, dari sisi Iklan di Majalah Femina Edisi Tahun praktis, pemahaman dan kesadaran mengenai

gender sangat penting bagi pelaku industri http://puslit.petra.ac.id/journals/design/ . periklanan sebagai upaya untuk memproduksi Kusrianti, Anik. (2004). “Wacana Iklan iklan-iklan televisi lebih ramah terhadap Pigeon Two Way Cake Kajian Kohesi perempuan. Tekstual dan Kontekstual”. Analisis

Wacana. Bandung: Pakar Raya. Selain itu ditinjau dari sisi akademis, teks Kweldju, Siusana. (2001). “Keberwacanaan iklan dapat dimaknai secara berbeda oleh Visual Mencermati Peran Perempuan khalayak yang mengkonsumsinya. Karena itu,

Iklan”, diperlukan penelitian lanjutan yang mengkaji http://puslit.petra.ac.id/journals/design/ . isu gender dalam iklan dengan menggunakan

dalam

pendekatan terhadap khalayak. Salah satunya

dapat dilakukan dengan studi resepsi.

Daftar Pustaka Acuan dari buku:

Perempuan dan Media. Bandung: UIN. Bordieu, Pierre. (2010). Dominasi Maskulin. Yogyakarta: Jalasutra Burton, Graeme. (2012). Media dan Budaya Populer. Yogyakarta: Jalasutra ______________. (2011). Membincangkan Televisi: Sebuah Pengantar Kajian Televisi. Yogyakarta: Jalasutra

Kusrianti, Anik. (2004). Analisis Wacana Iklan Lagu Puisi Cerpen Novel Drama. Bandung: Simbiosa.

Piliang, Yasraf Amir. (2003). Hipersemiotika “Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna”. Bandung: Jalasutra.

Martadi. (2001). Citra Perempuan dalam Iklan di Majalah Femina Edisi Tahun 1999. Jurnal. Deskomvis volume 3, nomor 2 Juli 2001.

JIPSi Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi

Volume VI No. 1/Juni 2016