47 REPRESENTASI PEREMPUAN DALAM IKLAN “FAIR AND LOVELY” VERSI NIKAH ATAU S2

REPRESENTASI PEREMPUAN DALAM IKLAN “FAIR AND LOVELY” VERSI NIKAH ATAU S2

Ditha Prasanti Preciosa Alnashava Janitra

Prodi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran dithaprasanti@gmail.com

preciosa_aj@yahoo.com

Abstrak

Perempuan dalam bingkai media massa seringkali menjadi topik pembicaraan menarik yang tak berujung. Fenomena ini bukan hal yang tabu lagi untuk diperbincangkan. Apalagi mengingat tayangan iklan yang mengeksploitasi perempuan dalam media televisi yang bersifat audio visual memiliki pengaruh sangat besar terhadap jiwa pemirsa utamanya anak karena gambar yang ditayangkan terlihat hidup seolah nyata. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis semiotika Roland Barthes. Peneliti akan mengupas makna denotasi, konotasi, dan mitos mengenai representasi perempuan dalam iklan Fair and Lovely versi Nikah atau S2. Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dari iklan televisi Fair and Lovely versi Nikah atau S2. Sedangkan untuk data sekunder, peneliti melakukan studi literature dengan mencari referensi melalui literatur-literatur baik dari buku, jurnal dokumen, maupun sumber-sumber lain yang terkait dengan iklan dan gender serta topik lain yang relevan dengan penelitian ini. Adapun hasil penelitian ini yaitu berdasarkan analisis dua tahap penandaan, terdapat tiga mitos di balik iklan Fair and Lovely versi Nikah atau S2 dalam merepresentasikan perempuan. Mitos-mitos tersebut yaitu perempuan sulit mengambil keputusan, perempuan harus tampil cantik, serta bahwa perempuan harus berusaha untuk setara dengan laki-laki.

Kata Kunci: Representasi, Perempuan, Iklan Fair and Lovely

Abstract

Women in the frame of the mass media is often a topic of conversation attract endless. This phenomenon is not a taboo anymore to be discussed. Especially considering the commercials that exploit women in the television media that is audio-visual to have a profound influence on the soul of the core audience for pictures showing children look as if real life. In this study, researchers used a qualitative approach with the method of semiotic analysis of Roland Barthes. Researchers will explore the meaning of denotation, connotation, and myths about women's representation in Fair and Lovely ad version Nikah or S2. In this study, researchers collected primary data and secondary data. Primary data was obtained from television commercials Fair and Lovely version Nikah or S2. As for the secondary data, researchers conducted a study of literature by searching through the literature references from the book, journal document, as well as other sources related to advertising and gender as well as other topics relevant to the study. The results of this study are based on the analysis of two stages tagging, there are three myths behind Fair and Lovely ad version Nikah or S2 in representing women. Myths that female difficult decisions, women should look beautiful, and that women should strive to be equal to men.

Keywords: Representation, Women, Advertising Fair and Lovely

JIPSi Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi

Volume VI No. 1/Juni 2016

1. Pendahuluan

2. Tinjauan pustaka

2.1. Representasi dalam Media Massa

Dewasa ini, perbincangan mengenai perempuan dan media menjadi dua hal yang

Representasi merupakan salah satu tidak bisa dipisahkan. Kita pun tidak bisa

konsep kunci dalam memahami teks media. memungkiri hal ini. Apalagi mengingat

Menurut Graeme Burton, kata representasi berbagai fakta yang disajikan media massa

merujuk pada deskripsi terhadap orang yang yang mayoritas berhubungan dengan

mendefinisikan kelompok- perempuan.

membantu

kelompok tertentu (Burton, 2012:137). Namun, representasi juga merujuk pada

Media massa dan perempuan ibarat dua penggambaran suatu institusi. sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan, keduanya memiliki kaitan erat yang berjalin,

Jika dilihat dari pengertian yang lebih berkeliling,

semua komunikasi Perempuan banyak yang memanfaatkan jasa

representasi (Burton, media massa demi untuk meningkatkan

mengonstruksi

2011:240). Melalui komunikasi dalam popularitasnya, sebaliknya media massa butuh

kehidupan sehari-hari, masyarakat dapat sebuah “nuansa khas” dari seorang

membangun representasi kelompok-kelompok perempuan, mulai dari sisi keberhasilan karir

tertentu dan memperkuatnya. Namun, pada dan jabatannya, ketegarannya menyikapi

media massa, khususnya televisi, bentuk sebuah persoalan besar, “kenekadannya”

representasi semakin terlihat nyata, terutama dalam melakukan sesuatu dan terakhir adalah

karena didukung teknologi yang lebih keberaniannya

lengkap. Hal ini senada dengan apa yang auratnya. Setiap perempuan sebenarnya

untuk

memperlihatkan

Graeme Burton secara umum memiliki “rasa” yang sama

dengan laki-laki yakni keinginan untuk terkenal, untuk mendapatkan banyak uang

“Bahkan di antara media-media lain, serta untuk menjadi terhormat (Athiya, 2012)

istimewa karena ketersediaannya yang lengkap. Dan ada Berkaitan dengan latar belakang tersebut,

televisi

bersifat

sesuatu yang juga lebih spesial perihal peneliti tertarik untuk mengangkat penelitian

program televisi ini, yang secara langsung mengenai perempuan dalam bingkai iklan di

terkait dengan representasi kelompok sosial” televisi. Dalam penelitian ini, topik yang diangkat adalah “Representasi Perempuan

Ketika kita membicaraan representasi dalam Iklan Fair and Lovely versi Nikah atau

maka kita pun akan membicarakan tentang S2”.

makna. Ini senada dengan apa yang dikemukakan oleh Burton (2012:137), yaitu

bahwa representasi menyangkut pembuatan menggunakan pendekatan kualitatif dengan

Dalam penelitian

ini,

peneliti

makna. Dalam kaitannya dengan media, metode analisis semiotika Roland Barthes.

media massa membentuk makna mengenai Hal ini dikarenakan, peneliti ingin mengkaji

realitas di sekeliling khalayak dan cara untuk mengenai representasi sosok perempuan

memahami realitas. Teks-teks media, baik dalam iklan Fair and Lovely tersebut ditinjau

media massa konvensional seperti televisi dan dari konsep denotasi, konotasi, dan mitos.

hingga media digital Oleh karena itu, peneliti menggunakan

media

cetak

merepresentasikan kelompok tertentu dan metode tersebut.

membentuk makna mengenai kelompok- kelompok tersebut.

Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi

Volume VI No. 1/Juni 2016 JIPSi

representasi yang entah di mana ‘di luar makna mengenai kelompok tertentu, maka

Karena representasi

mengonstruksi

sana’ dalam masyarakat sosial kita. representasi seringkali dihubungkan bahkan

2. Intensional: yang menaruh perhatian disamakan

terhadap pandangan kreator/produser sebenarnya representasi dan stereotip

representasi tersebut.

memiliki pengertian yang berbeda. Stereotip

3. Konstruksionis: yang menaruh perhatian merupakan pelabelan terhadap kelompok

terhadap bagaimana representasi dibuat tertentu. Pelabelan ini dapat berupa hal yang

melalui Bahasa, termasuk kode-kode positif maupun negatif tapi pada media massa,

visual

terutama berkaitan dengan gender pelabelan ini seringkali bersifat negatif.

2.2. Fenomena Perempuan dan Media

Representasi tidak selalu berbicara Perempuan dalam bingkai media massa mengenai stereotip. Burton (2012:243-246)

seringkali menjadi topik pembicaraan mengemukakan kata-kata kunci terkait

menarik yang tak berujung. Kesetaraan dengan representasi, yaitu sebagai berikut:

gender yang didengungkan selama ini

1. Identitas idealnya menjadi jaminan bagi perempuan Identitas

untuk setara dengan laki-laki terutama dalam mengenai kelompok yang direpresenta-

merupakan

pemahaman

bidang IPTEK, sehingga tidak menjadi bias sikan. Pemahaman menyangkut siapa

gender. Dalam hal ini peran media yang mereka, bagaimana mereka dinilai,

diperlukan untuk bagaimana mereka dilihat oleh orang

mendidik

sangat

mendongkrak dan mengangkat martabat kaum lain. Pemahaman tersebut bisa secara

perempuan, bukan justru menjadikan umum dimiliki oleh anggota kelompok

perempuan sebagai objek eksploitasi bagi itu dan oleh orang lain di luar kelompok.

media. Sejatinya keberadaan media menjadi

2. Perbedaan sarana bagi perempuan untuk menuangkan Perbedaan terkait erat dengan identitas.

ekspresi dan kreasinya dalam kehidupan Identitas yang mampu direpresentasikan

melalui kemampuan dan memiliki makna, maka dengan

bermasyarakat

intelektual yang dimiliki perempuan. sendirinya identitas tersebut membuat mereka yang direpresentasikan berbeda

Media massa mempunyai tanggung dengan

jawab yang besar sebagai perantara direpresentasikan.

penyebaran pengetahuan kepada masyarakat,

3. Pengalamiahan (naturalisasi) bukan hanya sekedar pencari uang untuk Naturalisasi merupakan pengabsah bagi

kepentingan pribadi dan golongan dengan pandangan tertentu berkenaan dengan

mengeksploitasi perempuan. Ada satu tatanan sosial

falsafah mengatakan, “baik buruknya suatu kekuasaan tertentu. Naturalisasi hadir

sebagai hubungan

bangsa tergantung pada perempuan, bila untuk

perempuannya bagus maka majulah suatu kekuasaan dalam setiap persoalan

mengabsahkan

ketidakadilan

negara. Tetapi bila perempuannya bermoral representasi, termasuk gender dan kelas.

jelek maka hancurlah sebuah negara”.

Begitu besarnya tanggung jawab yang mendeskripsikan tiga pendekatan terhadap

Hall (dalam

Burton,

dipikul perempuan demi kemajuan suatu representasi yang dapat diringkas sebagai

bangsa. Namun, mengapa perempuan selalu berikut:

saja menerima perlakuan yang diskriminatif dan stereotipe yang negatif, misalnya saja

1. Reflektif: yang berkaitan dengan kemolekan tubuh perempuan yang selalu pandangan

atau

makna

tentang

JIPSi Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi

Volume VI No. 1/Juni 2016

dipertontonkan dan menjadi sorotan utama

2.4. Budaya dan Simbol

dalam media massa. Ilmuwan Amerika spesialis Jawa, Dengan alasan popularitas perempuan

Clifford Geertz, merumuskan kebudayaan kerapkali dengan senang hati memamerkan

sebagai pola nilai dalam bentuk simbol- auratnya di hadapan publik. Seakan

simbol yang diwariskan secara historis, suatu popularitas hanya bisa dilakukan dengan cara

acuan wawasan yang dinyatakan dalam seperti ini. Maka hal ini akan merendahkan

bentuk perlambang lewat mana masyarakat martabat seorang perempuan. Padahal

berkonmunikasi, meneruskan, dan mengem- manusia diciptakan Tuhannya dengan

bangkan pengetahuan mereka tentang sejumlah bekal hidup dan potensi diri yang

kehidupan dan sikap mereka atas kehidupan. akan memandu manusia menjadi terhormat diantara makhluk lainnya yang ada di bumi.

Titik sentralnya terletak pada simbol, Salah satu yang sangat berharga bagi manusia

bagaimana manusia berkomunikasi lewat adalah diberikannya manusia akal dan pikiran

simbol. Di satu sisi, simbol terbentuk melalui demi untuk kelangsungan hidupnya, yang

dinamisasi interaksi sosial, yang merupakan akan menjadi penentu arah dari seluruh

realitas empirik, dan kemudian diwariskan keinginan dalam pemenuhan kebutuhan

secara historis, bermuatan nilai-nilai; dan di hidupnya. Dengan demikian jelas ukuran

sisi lain simbol merupakan acuan wawasan, popularitas seorang perempuan akan sangat

memberi petunjuk bagaimana warga budaya rendah nilainya jika hanya disandarkan pada

tertentu menjalani hidup, media sekaligus penilaian-penilaian fisik semata. Siapapun

pesan komunikasi, dan representasi realitas orangnya, jika hanya mampu mengeskploitasi

sosial.

kemolekan tubuhnya semata dalam mencapai popularitasnya maka ia harus rela disamakan

Catatan yang dapat dikedepankan di sini nilainya dengan binatang peliharaan, yang

adalah, karena simbol merupakan representasi lebih banyak di nilai dengan standar-standar

dari realitas empirik, maka jika realitas yang rendah seperti itu.

empirik berubah maka simbol-simbol budaya itu juga mengalami perubahan. Di sini

2.3. Televisi Sebagai Representasi Simbolis

kebudayaan adalah suatu proses, bukan suatu

“permainan tanda”

akhir, karena suatu proses maka selalu tumbuh dan berkembang. Dalam bahasa

Media televisi yang bersifat audio visual Umar Kayam kebudayaan dimengerti sebagai memiliki pengaruh sangat besar terhadap jiwa

proses upaya masyarakat yang dialektis dalam pemirsa utamanya anak karena gambar yang

menjawab setiap permasalahan dan tantangan ditayangkan terlihat hidup seolah nyata.

kepadanya. Dan Berbeda dengan sifat radio yang hanya audio

yang

dihadapkan

kebudayaan, dengan demikian, adalah sesuatu dan media cetak yang hanya terlihat (visual).

yang gelisah, yang terus-menerus bergerak Pakar komunikasi Onong Uchyana Effendi

secara dinamis dan pendek. Sifat dialektis ini dalam buknya "Dimensi-Dimensi Komuni-

mengisyaratkan adanya suatu kontinuum, kasi," menyebutkan, televisi merupa-kan

suatu kesinambungan sejarah. paduan radio (broadcast) dan film (moving picture). Pada TV ada unsur radio dan unsur

Dalam kaitannya dengan perubahan film. Televisi memiliki daya tarik yang kuat

kebudayaan dalam menjawab kebutuhan meski TV lebih merupakan medium

individu dan masyarakat, S.I. Poeradisastra komunikasi massa seperti halnya radio.

merumuskan kebudayaan sebagai suatu organisme hidup yang berubah-ubah di dalam ruang dan waktu, menjawab keperluan insani, atau dengan kata-kata Bronislaw Malinowski,

Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi

Volume VI No. 1/Juni 2016 JIPSi

culture is essentially a response to human need.

Singkatnya, kebudayaan bisa dan selalu berubah

kebutuhan individu dan masyarakat. Fungsi kebudayaan tidak hanya sebagai preservasi, tetapi juga inovasi, yakni menjawab kebutuhan-kebutuhan obyektif masyarakat yang selalu berubah, di masa kini dan masa mendatang. Membicarakan fungsi inovatif kebudayaan mengalirkan pemikiran pada perubahan sosok kebudayaan. Kebudayaan bukan lagi sebagai kata benda, melainkan sudah ditekankan pada kata kerja bukan saja berupa benda-benda antik, candi, museum, dan sejenisnya, tetapi kini kebudayaan dihubungkan dengan cara menciptakan benda-benda elektronika, perilaku transaksi jual beli atau gaya berbelanja (keluar negeri), perilaku manusia berilmu pengetahuan dan berteknologi. Persoalan budaya yang kita hadapi kini, bukan lagi polemik antara tradisionalisme dan modernisme, melainkan telah bergeser dan ditekankan pada kondisi kekinian, yang mengakui kenyataan empirik bahwa dunia kini adalah dunia kecanggihan teknologi, dunia ilmu dan teknologi, era komputer, pasar bebas, globalisasi, dan juga dunia

merumuskannya sebagai demitologi ilmu dan teknologi.

Produksi budaya televisi adalah simbol. Televisi memproduksi dan menyiarkan realitas, realitas sosial, dalam bentuk simbol- simbol. Dalam kehidupan sosial, manusia juga hidup dalam lingkungan simbolik. Tetapi pada televisi, simbol adalah utama. Kuntowijoyo, misalnya, membagi lingkungan manusia menjadi tiga. Pertama, lingkungan material, merupakan lingkungan buatan manusia, seperti rumah, jembatan, sawah, dan peralatan-peralatan. Kedua, lingkungan sosial, ialah organisasi sosial, stratifikasi, sosialisasi, gaya hidup, dan sebagainya. Dan ketiga lingkungan simbolik, yakni segala sesuatu yang meliputi makna dan komunikasi, seperti kata, bahasa, mite, nyanyian, seni, upacara,

tingkahlaku, benda-benda, konsep-konsep, dan sebagainya. Televisi menghadirkan semua lingkungan manusia itu dalam bentuk simbol,

mengubah realitas empirik lingkungan manusia menjadi realitas simbolik. Sedangkan Cassirer menyebut bentuk-bentuk simbolik itu adalah mitos, religi, bahasa, seni, sejarah, dan ilmu pengetahuan. Menurutnya, itu semua merupakan bermacam-macam benang yang menyusun jaring-jaring simbolis, tali-temali rumit dalam pengalaman manusia.

Menarik untuk mengutip Cassirer lebih lanjut, yang menunjukkan semakin dalamnya manusia terlibat dalam dunia simbolik dan betapa semakin jauhnya jarak manusia dengan realitas empirik ketika peradaban semakin maju. Setiap kemajuan dalam pikiran dan pengalaman manusia memperbaiki dan memperkuat jaring-jaring ini. Manusia tak dapat lagi berhadapan langsung dengan realitas; ia tak dapat bertatap muka dengannya. Realitas fisik bagaikan melangkah surut tatkala kegiatan simbolik manusia menjangkah ke depan. Tidak lagi berurusan dengan benda-benda pada dirinya sendiri, manusia dalam arti tertentu terus menerus berhadapan dengan diri sendiri. Ia menyelubungi diri rapat-rapat dengan bentuk- bentuk

bahasa, citra-citra artistik, pralambang-pralambang mistis atau ibadah- ibadah agama. Ia tak melihat atau mengetahui apa-apa selain bermunculannya medium artifisial itu. Jelas yang dibicarakan Cassirer adalah manusia modern dengan lingkungan modern pula. Televisi adalah jendela dunia, kita dapat menyaksikan pentas dunia lewat televisi. Kita melihat kehidupan remaja Amerika melalui Beverly Hill 90210, memahami Jepang dengan Samurai, melihat Irak melalui (pemberitaan tentang) Sadam Husein, menikmati tubuh seorang artis melalui jaringan internet, melihat Jakarta lewat kasus perkelahian pelajar. Realitas fisik dan realitas empirik kita lihat dan fahami lewat simbol-simbol, yang sebagian besar diproduksi oleh media massa. Dan, media massa, dengan kecanggihan teknologi

JIPSi Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi Volume VI No. 1/Juni 2016

komunikasinya telah membuat jarak antara realitas fisik/empirik dengan realitas simbolik semakin jauh.

2.5. Televisi Sebagai Realitas Simbolik

Ada anggapan dan harapan, televisi sebagai media audio-visual akan dapat menyajikan fakta-fakta secara lebih obyektif, lebih sesuai dengan warna aslinya. Rekaman kameranya merupakan fakta dalam bentuk gambar dan suara, diharapkan dapat mengungkapkan fakta dengan senyata- nyatanya, sehingga lebih obyektif. Benarkah demikian?

Media memiliki realitas, sebut saja realitas media, yang berbeda dengan realitas empirik,

direproduksi sepenuhnya berdasarkan realitas empirik. Realitas empirik, berupa fakta-fakta, memiliki keutuhan dan kerangka. Ketika suatu peristiwa direkam dengan kamera, sesungguhnya yang direkam hanyalah potongan-potongan peristiwa dari suatu peristiwa yang utuh dan berkerangka. Kamera mengambil salah satu sudut suatu peristiwa itu dan melepaskannya dari kerangka keseluruhan yang mengitarinya. Rekaman potongan peristiwa-peristiwa ini kemudian diedit, dikemas, dan dijadikan jalinan cerita baru, dan mungkin untuk mendukung suatu kepentingan, atau menghindari tekanan suatu kekuasaan.

Dalam menyajikan realitas empirik, media memiliki bahasa tersendiri, bahasa yang dibentuk oleh pertautan antara komponen-komponen yang terintegrasi dalam sistem organisasi dan institusi media televisi: gaya penyiar, teknologi, modal, profe- sionalisme, efisiensi, iklan, pasar, bahkan ideologi.

Tuturan simbolik televisi merupakan conversasi dari dunia material, dunia sosial, dan dunia simbolik yang menjadi lingkungan manusia,

sebagaimana

dikemukakan

Kuntowijoyo di atas. Televisi mengubah dan

mentransformasikan dunia manusia ini menjadi realitas media (televisi). Media menentukan bagaimana suatu realitas empirik diformat, dikemas dengan trik-trik kamera, editing, yang membuat suatu materi tampil menarik, membentuk cerita baru tentang realitas: realitas televisi. Di sisi lain, untuk memberi ilustrasi pada aksioma the media is the message-nya McLuhan, media televisi telah mendefinisikan siapa saja dan apa saja yang hendak ditampilkan. Seseorang bisa saja amat vokal dan dan amat kritis berbicara dalam berbagai seminar, tetapi akan menjadi jinak dan sopan ketika harus berbicara di depan kamera televisi. Ia harus menyesuaikan diri dan menggunakan konversasi televisi dan menghilangkan konversasi seminar ketika tampil di layar televisi, dalam gaya dan cara mengungkapkan realitas.

Dalam konsepsi Fiske, televisi berfungsi sebagai a bearer/provoker of meaning and pleasures.

Televisi sebagai budaya merupakan bagian yang krusial dari dinamika sosial yang memelihara struktur sosial dalam suatu proses produksi dan reproduksi yang konstan: melalui makna, berupa popular pleasures, dan oleh karena itu sirkulasinya adalah bagian dan merupakan parcel struktur sosial. Televisi memaknakan realitas sosial, dengan simbol. Secara teknis, Fiske membagi proses bekerjanya produksi dan reproduksi realitas, melalui tahapan-tahapan; Tahap pertama adalah reality, yang berwujud penampilan, pakaian, make-up, lingkungan, perilaku, berbicara, gesture, ekspresi, suara, dan sebagainya. Tahap kedua, representation, televisi menggunakan kamera, penyinaran, editing, musik, suara, untuk membuat cerita yang berbentuk narasi, konflik, aksen, dialog, setting, casting, d. Dan tahap ketiga disebut ideologi, dan sebagainya yang merupakan organisasi dari kode-kode ideologi secara koheren dan dapat diterima: individualisme, patriaki, ras, materialisme, kapitalisme, dan sebagainya.

Tahapan-tahapan ini menggambarkan bagaimana suatu realitas fisik/empirik

diolah,

diubah, dan ditransformasikan menjadi realitas simbolik.

Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi

Volume VI No. 1/Juni 2016 JIPSi

Membudayanya televisi di masyarakat kita, telah membuat masyarakat percaya

Ketatnya persaingan bisnis menyebabkan bahwa realitas televisi adalah reproduksi (dan

tersebut harus rekonstruksi) dari realitas empirik. Artinya,

perusahaan-perusahaan

memiliki strategi pemasaran yang tepat. Salah masyarakat merasa bahwa realitas televisi

satu strategi pemasaran yang efektif adalah identik dengan realitas empirik. Masyarakat

melalui iklan. Perusahaan-perusahaan tersebut merasa memiliki realitas televisi sebagaimana

tidak segan-segan untuk membeli spot-spot ia memiliki realitas fisik/empirik, dan

iklan baik melalui media cetak maupun media menyamakan tingkat validitas, kepercayaan,

elektronik. Tampilan iklan pun dibuat dan kebenaran kedua realitas itu. Televisi

semenarik mungkin, padat berisi, dan mudah memiliki kemampuan untuk mengangkat

diingat. Baik ilustrasi, body copy, headline, kehidupan sosial sebagai realitas televisi

slogan, maupun model iklannya. Model secara meyakinkan, menjadikan realitas

perempuan secara umum lebih sering dipakai televisi seolah-olah sama dengan realitas

dalam iklan dibandingkan dengan model laki- empirik, di mata publik. Orang percaya

laki. Bahkan demi mendapatkan iklan yang bahwa citra seorang bintang pop yang

menarik, kadang kehadiran model perempuan dibentuk dengan konversasi televisi adalah

ditempatkan sebagai unsur dekoratif dan tidak realitas empirik bintang itu sendiri. Seolah-

dieksploitasi untuk olah konversasi televisi sama dengan

jarang

tubuhnya

menambah daya tarik suatu iklan. Hal inilah konversasi individu dan masyarakat. Yang

yang menyebabkan tema-tema gender sering mengganggu dan menggelisahkan manusia,

ditemukan dalam iklan. Di Indonesia, kata Epiktetos, bukanlah benda-benda,

penggambaran perempuan dalam iklan juga melainkan opini-opini dan angan-angan

diamati pada beberapa iklan produk, misalnya tentang benda-benda itu. Jika televisi

iklan produk makanan dan minuman, iklan menciptakan impian, mengaburkan perbedaan

detergen, pembersih lantai, bahkan iklan dan adanya jarak antara dua realitas itu, kita

deodoran untuk pria.

memang layak gelisah. Berangkat dari latar belakang di atas, tulisan ini akan berusaha memberikan

2.6. Perempuan dan Iklan

gambaran mengenai tema-tema gender yang dipresentasikan dalam iklan di media.

Iklan digunakan sebagai media untuk Masalah ini akan dikaji dengan metode menyampaikan pesan-pesan penjualan yang

semiotika iklan. Metode ini digunakan bersifat persuasif. Konsekuensinya desain

sebagai pisau analisis karena adanya dimensi- iklan dengan sengaja dibuat untuk menarik

dimensi khusus pada sebuah iklan yang perhatian publik, membangkitkan minat dan

membedakan iklan secara semiotis dengan hasrat, meyakinkan keunggulan-keunggulan

objek-objek desain lainnya (Piliang, 2004: produk yang akhirnya mendorong tindakan

membeli/ memakai suatu produk barang dan jasa (Martadi, 2001).

2.7. Wacana Iklan

Tolak ukur keberhasilan suatu iklan Iklan sebagai suatu model wacana adalah kemampuannya untuk menyugesti

merupakan sebuah model komunikasi yang masyarakat agar membeli produk yang

khas. Kekhasannya tersebut membedakan diiklankan dan pada akhirnya mampu

iklan dengan bentuk komunikasi wacana tulis mendongkrak penjualan. Pada era globalisasi

atau lisan yang lain (Kusrianti, 2004: 1). Iklan ini, berbagai usaha semakin berkembang.

sebagai sebuah teks adalah sistem tanda yang Salah satunya di bidang kecantikan. Dalam

terorganisir menurut kode-kode yang waktu yang singkat bisnis kecantikan semakin

merefleksikan nilai, sikap, dan keyakinan merajai pasar.

tertentu. Setiap pesan dalam iklan memiliki

JIPSi Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi

Volume VI No. 1/Juni 2016

dua tingkat makna, baik eksplisit maupun makna pada iklan), teks berupa tulisan yang implisit (Noviani dalam Kusrianti, 2004: 1).

memperkuat makna (unsur ini tidak selalu ada dalam iklan). Lebih jauh digambarkan dalam

Menurut Neulis dalam Siminto (2004:

tabel berikut:

20), bahasa iklan harus bersifat ekspresif dan impresif untuk menarik minat pembaca. Oleh

Objek

Konteks Teks

karena itu, desainer iklan harus menciptakan

Entitas

Visual/

Visual/ Tulisan

kata-kata khas yang mudah diingat dan tulisan

tulisan

mampu mewakili image produknya. Kata-kata Tanda

tanda yang tanda yang linguistik yang

tersebut tidak selalu mempunyai makna

merepresa

memberikan berfungsi

denotatif, tetapi dapat pula konotatif. Iklan

yang dikaji pada tulisan kali ini merupakan

objek atau diberikan) dan

konteks dan iklan ponsel dan kartu seluluer yang dimuat di menambatkan

produk

makna pada media cetak. Iklan-iklan tersebut sebagian makna

yang

diiklankan

objek yang (anchoring)

menggunakan kekuatan visual dan pilihan

diiklankan

kata sebagai slogan maupun body copy.

Elemen Signifier/

Signifier/ Signified

Signified

Signified

Tulisan ini berusaha menganalisis makna

Tanda

Tanda

Tanda Tanda

di balik tanda. Tetapi bagaimanapun citra Linguistik

Semiotik

Semiotik

dalam komunikasi iklan itu sendiri bersifat Analisis konteks pada sebagai produk polisemik (Suwasana, 1999), sehingga tulisan merupakan aspek penting, karena dari konteks ini hanya merupakan satu pemaknaan dari inilah persoalan menyangkut tema-tema suatu pengamatan. Oleh karena itu, terbuka gender dapat dilihat di balik sebuah iklan. peluang untuk penafsiran atau intepretasi lain Oleh karena itu, semiotika iklan merupakan dari masing-masing orang. metode yang tepat untuk memaknai iklan

yang sebenarnya merupakan permainan tanda Menurut Torhen Vestergaard dalam

yang terdiri dari tiga elemen, seperti yang Martadi (2001), unsur-unsur pokok dalam

terlihat pada tabel di atas.

iklan terbagi menjadi lima hal, yaitu:

1. illustration yang biasanya berupa potret atau pemandangan;

2.9. Tema Gender dalam Iklan

2. headline berupa kata-kata yang berisi inti Tema-tema gender memang kental

pesan; terlihat dalam iklan. Menurut Coofman dalam

3. body copy yang berisi informasi tentang Martadi (2001), disebutkan bahwa sedikitnya ciri-ciri barang atau jasa, kegunaan dan ada 6 tema gender yang membedakan antara kelebihannya,

pria dan wanita. Perbedaan gender tersebut mengarahkan tindakan nyata yang

adalah:

diinginkan dari para pembaca;

(1) relative

size,

khususnya yang

4. signature line yang menerangkan nama

tinggi rendah, atau merek barang yang diiklankan; dan dimanfaatkan untuk melambangkan

menyangkut

5. slogan yang berisi keunggulan unik dari kepentingan lelaki yang lebih utama

barang yang diiklankan. daripada perempuan;

(2) Feminine touch (sentuhan feminin)

2.8. Semiotika Iklan

yang halus, lembut, tidak sungguh-

sungguh menggenggam; Piliang (2004: 263-264) menyebutkan

(3) function ranking, lelaki mengarahkan bahwa sebuah iklan berisikan unsur-unsur

dan memandu tindakan, sementara tanda berupa objek, konteks (lingkungan,

perempuan diarahkan atau hanya orang, atau makhluk lain yang memberikan

melihat;

Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi

Volume VI No. 1/Juni 2016 JIPSi

(4) family, dengan ayah yang berhubungan

Gambar Peta Kerja Tanda Roland Barthes

dengan anak lelakinya (dan berjarak),

1. Signifier

2. Signified

sedangkan (pertanda) ibu dengan anak

(penanda)

3. Denotative Sign

perempuannya atau dunia perempuan;

(Tanda Denotatif)

(5) the ritualization of subordination,

4. Conotative Signifier

(Penanda Konotatif)

Signified

sementara posisinya lebih rendah,

(Petanda

postur kepala dan tubuhnya doyong, Konotatif) menunjukkan status subordinat di 6. Conotative Sign

(Tanda Konotatif)

hadapat lelaki; dan

Sumber : Paul Cobley & Litza Jansz dalam Alex

(6) licensed withdrawal,

Sobur, Semiotika Komunikasi (2004:69 ) terlahat

menyesuaikan diri dengan situasi Dalam dua tahap penandaan, Barthes (sering dengan emosi yang meluap-luap

menjelaskan makna denotasi dan konotasi. atau dibingungkan oleh hal yang

Makna denotasi merupakan makna yang dapat remeh), serta tergantung kepada lelaki.

langsung dilihat ketika kita mengamati suatu Selain 6 ciri di atas, wanita dalam iklan

tanda. Sedangkan makna konotasi adalah juga sering hanya dipakai sebagai pemanis,

makna implisit yang diperoleh dari suatu unsur daya tarik yang dekoratif. Sering pula

tanda, Bila dikaitkan dengan penelitian ini, sifat-sifat yang melekat secara stereotif pada

maka dalam menganalisis teks iklan, terlebih wanita ditampilkan secara berlebihan. Tidak

dahulu akan dilihat penanda dan petanda yang jarang pula tubuh wanita juga dieksploitasi

membentuk makna denotatif. untuk kepentingan estetis iklan.

Dalam proses siginifikasi ini, pertama-

3. Objek dan Metode Penelitian

tama peneliti menentukan penanda dan petanda untuk mencari makna denotasi.

Penelitian ini membahas mengenai Makna denotasi termasuk ke dalam bagaimana perempuan direpresentasikan pada

penandaan tahap pertama. Kemudian, makna iklan Fair and Lovely versi Nikah atau S2

denotasi yang telah dihasilkan tersebut berdasarkan pemaknaan atas tanda-tanda

menjadi penanda konotatif. Sama halnya dalam teks iklan tersebut. Berkaitan dengan

dengan pada proses pembentukan makna masalah penelitian dan metode yang

denotatif, penanda konotatif juga digunakan maka penelitian ini menggunakan

menghasilkan petanda, yaitu petanda pendekatan kualitatif sebagai landasannya.

konotatif. Penanda dan petanda konotatif ini Sedangkan terkait paradigma, penelitian ini

memunculkan makna konotatif. Makna menggunakan paradigma kritis. Melalui

konotatif merupakan signifikasi tingkat kedua penelitian ini, peneliti berupaya membongkar

dalam sistem penandaan dua tahap Barthes. mitos mengenai perempuan yang ada di balik

iklan produk perawatan kecantikan. Pada signifikasi tahap kedua tersebut, tanda bekerja melalui mitos, sebagai produk Metode penelitian yang digunakan dalam

kelas sosial yang sudah memiliki dominasi. penelitian ini adalah metode semiotika, yaitu

Dengan pendekatan semiotik, Barthes metode semiotika yang dikembangkan oleh

memeriksa bebagai bentuk bahasa yang Roland Barthes. Dalam metodenya, Barthes

dipakai untuk menghadirkan ideologi ke memperkenalkan sistem dua tahap penandaan.

dalam masyarakat, terutama bentuk-bentuk Berikut ini merupakan model dua tahap

yang ia jumpai dalam budaya media. penandaan Roland Barthes,

Kehadirannya tidak abstrak, tetapi sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.

Melalui analisis semiotik Barthes dapat

JIPSi Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi

Volume VI No. 1/Juni 2016

menunjukkan kekuatan ideologi tersebut

4. Hasil dan Pembahasan

melalui berbagai bentuknya (Sunardi, 2004:117).

4.1. Deskripsi Iklan

Untuk itu, peneliti juga meneliti makna Iklan berdurasi 45 detik merupakan iklan konotatif yang beroperasi pada tahap kedua

kecantikan untuk pada sistem dua tahap penandaan Barthes.

produk

perawatan

perempuan, yakni produk pencerah kulit Sehingga diketahui mitos yang muncul

wajah dengan tokoh sentral seorang mengenai penggambaran perempuan dalam

perempuan muda berjilbab. Iklan ini dibuka teks yang diteliti. Proses analisis makna

dengan adegan percakapan dalam sebuah konotasi hingga menemukan mitos yang

keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan dilakukan peneliti sesuai dengan teori tanda

seorang anak perempuan di halaman rumah. Barthes. Tekanan teori tanda Barthes adalah

Ayah membuka obrolan dengan menceritakan pada konotasi dan mitos (Hoed, 2008:17).

bahwa ia dan istrinya telah menemukan jodoh yang cocok untuk anak mereka. Sang ayah

3.1. Unit Analisis

menjelaskan bahwa pria tersebut adalah pria yang terpelajar dan memiliki karir yang

Unit analisis dalam penelitian ini adalah bagus. Setelah itu anak perempuan teks iklan Fair and Lovely versi Nikah atau

menanggapi dengan pertanyaan terkait S2. Teks yang dimaksud dalam penelitian ini

rencananya untuk melanjutkan pendidikan ke adalah kombinasi dari tanda-tanda (Thwaites,

S2. Setelah itu, sang ibu mengatakan bahwa dkk, 2002:77). Secara lebih spesifik,

pernikahan itu penting dan pria yang penelitian ini akan menelaah teks audiovisual

dipilihkan merupakan jodoh yang pas untuk berupa potongan-potongan adegan yang di

sang anak.

dalamnya memuat

tanda-tanda

yang

merepresentasikan perempuan. Setelah itu adegan beralih ke sebuah kamar, di sana tokoh utama perempuan

3.2. Teknik Pengumpulan Data

diperlihatkan tengah duduk di tempat tidur dan berbincang-bincang dengan tokoh

perempuan lainnya yang dibintangi oleh aktris mengumpulkan data primer dan data

Dalam penelitian

ini,

peneliti

Jessica Milla. Tokoh utama perempuan sekunder. Data primer didapatkan dari iklan

kemudian menanyakan apakah dia sebaiknya televisi Fair and Lovely versi Nikah atau S2.

menikah atau melanjutkan S2. Aktris Jessica Data ini mencakup potongan-potongan

Mila pun mengatakan, “Kamu pasti adegan iklan yang di dalamnya terdapat

menemukan jawabannya”, sambil mengeluar- dialog, voice over, teks visual, serta elemen-

kan produk Fair and Lovely dari dalam tas elemen lainnya untuk mengidentifikasi tanda-

dan memberikannya pada tokoh utama. Pada tanda

adegan selanjutnya, tokoh utama perempuan perempuan. Sedangkan untuk data sekunder,

yang menggambarkan

tentang

mengoleskan produk pelembab Fair and peneliti melakukan studi literature dengan

wajahnya. Kemudian mencari referensi melalui literatur-literatur

Lovely

pada

diperlihatkan bahwa wajah sang tokoh baik dari buku, jurnal dokumen, maupun

perempuan berubah menjadi semakin cerah sumber-sumber lain yang terkait dengan iklan

atau putih setelah menggunakan produk Fair dan gender serta topik lain yang relevan

and Lovely.

dengan penelitian ini. Adegan tersebut dilanjutkan dengan adegan yang memperlihatkan tokoh utama berjalan di sebuah ruangan dalam rumah. Ia kemudian menghampiri ayah dan ibunya yang

Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi

Volume VI No. 1/Juni 2016 JIPSi

sedang duduk di atas sofa dan bercakap-cakap

Makna Denotasi

dengan dialog berikut ini,

Seorang laki-laki Tokoh utama: “Papa benar, nikah memang

Penanda

membicarakan tentang calon penting tapi setelah lulus S2”

suami untuk anak Ayah: “Hah?”

perempuannya Tokoh utama: “Seperti dia, aku juga harus

Seorang ayah membicarakan terpelajar, punya karir bagus, baru kita

Petanda

jodoh yang cocok untuk anak berdua akan jadi jodoh yang pas. Jadi sama

perempuan

kan?”

Seorang ayah menyarankan Ayah dan ibu: (tersenyum)

Tanda

jodoh yang cocok kepada anak perempuan

Setelah itu

tokoh

perempuan

meninggalkan ruangan dan bercermin sambil

Analisis

tersenyum. Pada adegan ini terdengar voice

over dari tokoh perempuan yang mengatakan, Pada adegan ini, sebuah keluarga yang “Ke mana saja kamu selama ini?”. Iklan ini

terdiri dari Ayah, Ibu dan anak diperlihatkan diakhiri dengan tampilan produk pencerah

sedang mengobrol di sebuah taman. Adegan wajah Fair and Lovely disertai voice over

ini dibuka dengan teknik pengambilan gambar seorang laki-laki, “Fair and Lovely,

long shot sehingga penonton dapat melihat perawatan pencerah wajah.”

latar tempat adegan. Dalam adegan tersebut, keluarga ini mengenakan busana yang

Analisis Dua Tahap Penandaan I: Adegan

didominasi warna putih dan warna-warna

Berbincang-bincang di Taman

pastel.

Pada adegan ini terjadi dialog yang

Gambar 1 Adegan Berbincang di Taman 1

melibatkan ayah, ibu dan anak perempuannya. Tokoh laki-laki yang berperan sebagai ayah

dari tokoh utama perempuan mengatakan bahwa ia dan istrinya telah menemukan jodoh yang cocok untuk tokoh utama perempuan. Ayah menjelaskan bahwa pria tersebut terpelajar dan memiliki karir yang bagus.

perempuan menanggapi pernyataan soal jodoh yang tepat dengan mempertanyakan, “Tapi, Pa, bagaimana

Tokoh

dengan S2-ku?”. Kemudian, sang ibu

Gambar 2 Adegan Berbincang di Taman 2

mempertegas pernyataan ayah sambil tersenyum dan memegang bahu anaknya dengan mengatakan, “Nikah itu memang penting, Nak. Dia jodoh yang pas”

Makna Konotasi

Penanda

Seorang ayah menyarankan jodoh yang cocok kepada anak perempuan

Petanda

Orang tua mengatur jodoh

untuk perempuan

JIPSi Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi

Volume VI No. 1/Juni 2016

Tanda Perempuan diatur terkait perempuan dewasa yang belum memiliki pasangan hidup yang tepat

pasangan. Penegasan bahwa perempuan sesuai standar budaya

lajang merupakan masalah sosial juga dapat diamati melalui latar tempat yang dipilih

Analisis

untuk membicarakan pernikahan, yakni taman yang terbuka untuk umum

Dalam budaya patriarki, khususnya di Indonesia, konsep pernikahan secara sosial

Pada iklan Fair and Lovely ini memang dan budaya memiliki makna yang berbeda

tidak dibahas mengenai berapa sebenarnya bagi perempuan dan laki-laki. Meskipun

umur tokoh perempuan tapi mengacu pada sebenarnya terdapat ekspektasi sosial dan

pertanyaannya perihal rencana untuk kultural baik untuk perempuan dan laki-laki,

melanjutkan pendidikan ke jenjang magister, tetapi bagi perempuan tuntutan sosial untuk

tersirat bahwa tokoh perempuan telah lulus segera menikah lebih tinggi. Hal ini

dari program sarjana dan cukup umur untuk dikarenakan perempuan memiliki tenggat

menikah.

waktu biologis untuk bereproduksi, yakni Berdasarkan uraian mengenai posisi hamil dan melahirkan. Sehingga seolah-olah

perempuan lajang, bila kembali dikaitkan menjadi perempuan yang sempurna adalah

dengan analisis konotatif terhadap iklan Fair ketika ia telah menjalankan tugas

and Lovely, maka sebetulnya adegan reproduksinya, yakni menjadi istri dan ibu.

perbincangan mengenai perjodohan ini adalah Dengan demikian, perempuan yang sudah

upaya untuk merubah status seorang cukup umur namun masih melajang

perempuan dari lajang menjadi menikah. dipandang belum sempurna. Dalam iklan ini diperlihatkan bahwa Pandangan terhadap perempuan lajang

orang tua telah memilihkan calon suami yang telah terbentuk sejak lama. Negara pun turut

pas untuk anaknya. Maka dapat dimaknai berperan dalam mengonstruksi pandangan

bahwa jika perempuan yang cukup umur terhadap perempuan lajang. Sejak era Orde

belum juga menikah adalah masalah yang Baru, keberadaan perempuan lebih ditekankan

harus diselesaikan oleh keluarga dengan pada kemampuannya untuk bereproduksi.

berbagai cara. Salah satunya caranya adalah Seperti yang diungkapkan oleh Wiwik

melalui perjodohan.

Sushartami, Dalam konteks adegan ini dapat dimaknai

“Konsep keperempuanan Orde Baru yang lebih

bahwa calon suami ideal adalah pria yang

menekankan keberadaan perempuan dari segi

mapan secara materi dan berpendidikan

kemampuannya untuk bereproduksi, yang berarti juga

tinggi. Hal ini memperkuat anggapan bahwa

aktif secara seksual, membuat perempuan lajang “hilang” (invisible) dari pandangan negara. Tetapi kini

materi dan pendidikan merupakan kualifikasi

ketika yang terjadi adalah kosongnya campur tangan

bagi laki-laki

negara, maka kategori perempuan lajang bisa menjadi

dibandingkan perempuan.

situs yang potensial untuk dimanfaatkan, baik untuk hasil yang lebih baik atau buruk maupun oleh industri media dan budaya populer dalam membangun makna baru melalui kombinasi antara berbagai wacana gender” (Sushartami dalam Jurnal Perempuan, 2002:36)

Perempuan yang sudah cukup umur namun belum juga menikah dianggap sebagai masalah sosial. Dengan demikian Label “perawan tua” pun senantiasa dilekatkan pada

Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi

Volume VI No. 1/Juni 2016 JIPSi

Analisis Dua Tahap Penandaan II: Adegan

dan berbincang-bincang dengan tokoh

Berbincang-bincang di Kamar

perempuan lainnya yang dibintangi oleh aktris Jessica Milla. Tokoh utama perempuan

Gambar 3 Adegan Berbincang-bincang di Kamar 1

kemudian menanyakan apakah dia sebaiknya menikah atau melanjutkan S2. Aktris Jessica

Mila pun mengatakan, “Kamu pasti menemukan

jawabannya”, sambil mengeluarkan produk Fair and Lovely dari dalam tas dan memberikannya pada tokoh utama.

Dalam adegan ini, tokoh utama perempuan tersebut digambarkan sedang bercerita kepada tokoh lain, yakni seorang

Aktris, Jessica Mila, yang tidak diketahui

Gambar 4 Adegan Berbincang-bincang di Kamar 2

memiliki hubungan apa dengan tokoh perempuan tersebut. Tokoh utama tersebut meminta pendapat karena dia sedang kebingungan untuk memutuskan sebuah pilihan.

Ketika Ayahnya telah bercerita bahwa mereka telah menemukan laki-laki yang tepat untuknya, tokoh utama perempuan ini menjadi bingung. Apakah dia harus menikah dulu atau melanjutkan S2 dulu? Lalu dalam

Makna Denotasi

adegan ini, Aktris Jessica Mila tersebut tidak menjawab

tokoh utama Penanda

pertanyaan

Adegan beralih di sebuah kamar, perempuan, melainkan hanya mengeluarkan tokoh utama perempuan tersebut

Fair and Lovely dari dalam tasnya dan berbincang dengan tokoh perempuan

memberikannya kepada tokoh utama lain, lalu berkata, “Aku lagi bingung,

perempuan, sambil berkata, “Kamu pasti apakah sebaiknya menikah dulu atau

melanjutkan S2?” menemukan jawabannya”.

Petanda Di sebuah kamar, tokoh utama

perempuan tersebut bercerita kepada

Makna Konotasi

Jessica Mila bahwa dia sedang

kebingungan untuk memilih,

Tokoh utama perempuan bercerita sebaiknya menikah dulu atau

Penanda

bahwa dia sedang dilanda melanjutkan S2.

kebingungan dalam memilih untuk Tanda

Tokoh utama perempuan bercerita menikah dulu atau melanjutkan S2 bahwa dia sedang dilanda

saja lalu menerima produk kecantikan kebingungan dalam memilih untuk

agar dapat menemukan jawaban atas menikah dulu atau melanjutkan S2

kebingungannya saja

Petanda

Tokoh perempuan membutuhkan bantuan teman dan produk kecantikan

Analisis untuk mengambil keputusan

Perempuan membutuhkan bantuan untuk mengambil keputusan

Tanda

Setelah itu adegan beralih ke sebuah kamar, di sana tokoh utama perempuan

diperlihatkan tengah duduk di tempat tidur

JIPSi Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi

Volume VI No. 1/Juni 2016

Analisis

Jika dikaji dari sudut pandang yang lain, dapat dilihat ketika tokoh utama perempuan Jika dilihat dari adegan ini, tokoh utama

tersebut diberikan produk Fair and Lovely perempuan yang tiba-tiba curhat kepada

oleh Jessica Mila. Padahal tidak ada konteks Aktris Jessica Mila tersebut bisa bermakna

hubungannya dengan topik perbincangan ambigu. Ketika dia sedang kebingungan, lalu

yang mereka lakukan. Adegan ini juga dia menghampiri Jessica Mila di ruang kamar

Jessica Mila untuk menghilangkan kebimbangannya dalam

menandakan

bahwa

mempromosikan produk Fair and Lovely, memilih untuk menikah dulu atau

dengan mengatakan: “Setelah memakai ini, melanjutkan S2 dulu.

kamu akan menemukan jawabannya”. Dalam era modern ini, keseteraan gender tentunya bukanlah hal yang tabu lagi untuk

Bagian adegan ini menjelaskan bahwa diperbincangkan. Dikisahkan melalui adegan

perempuan lagi-lagi digunakan sebagai alat tokoh perempuan tersebut dalam iklan produk

untuk mempromosikan sebuah produk Fair and Lovely, yang lagi dan lagi secara

melalui media massa. Dalam adegan tersebut, tersirat menyelipkan pesan eksploitasi

Mila seolah-olah menggiring perempuan.

Jessica

komunikan supaya mengetahui produk baru tersebut. Jessica Mila menyampaikan

Ketika seorang perempuan dihadapkan pernyataan bahwa dengan memakai Fair and pada pilihan untuk menikah atau melanjutkan

Lovely maka tokoh utama perempuan tersebut pendidikannya ke jenjang S2, dalam iklan ini

dapat segera menemukan jawaban dalam diperlihatkan

menentukan pilihan.

perempuan tersebut yang ragu-ragu jika harus menikah di usia muda. Hal ini terlihat dalam

Secara tersirat, dalam adegan ini juga ekspresi wajahnya yang mengatakan kurang

dijelaskan bahwa dengan menggunakan peran setuju jika harus menikah saat ini. Lalu untuk

perempuan maka semakin mudah untuk memperkuat keyakinannya, dia bertanya

mempromosikan suatu produk. Terutama kepada tokoh lain, Jessica Mila. Dalam

dalam iklan ini berhubungan dengan produk adegan ini juga dikisahkan bahwa perempuan

kecantikan.

bisa bebas menentukan

pilihannya.

Perempuan tidak selalu harus tunduk pada Walaupun sebenarnya, secara logika aturan yang sudah ada.

memang tidak ada hubungannya bahwa untuk menentukan pilihan maka seseorang harus

Begitupun ketika orang tuanya yang memakai produk tertentu terlebih dahulu. memperkenankan anaknya untuk memilih

Inilah makna konotasi yang terkandung dalam antara harus menikah atau melanjutkan S2

salah satu adegan di iklan tersebut. dulu. Adegan sebelumnya telah mendukung pada makna konotasi ini, bahwa seorang

Ketika seorang perempuan telah perempuan juga diperkenankan untuk

memakai produk tersebut, maka dia akan menentukan sebuah pilihan, karena dia yang

menemukan jawaban dari segala kebingungan akan menjalani hidupnya nanti.

yang tengah melandanya. Apalagi dengan dibintangi oleh Jessica Mila yang juga telah

Lain halnya, jika dilihat dari sudut digambarkan dalam adegan tersebut tampil pandang budaya patriarki, ketika seorang

sebagai sosok perempuan yang berwajah perempuan tidak diperbolehkan untuk

cantik, putih, dan berseri. Adegan itupun menolak dan mengatakan “tidak”. Apalagi

menegaskan bahwa Jessica Mila bisa tampil dalam budaya patriarki, merupakan hal yang

percaya diri, elegan, dan cantik, itu semua sangat tabu bagi perempuan jika dia menikah

berkat Fair and Lovely. Oleh karena itu, dia di atas usia 35 tahun.

menyarankan tokoh perempuan tersebut untuk

Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi

Volume VI No. 1/Juni 2016 JIPSi

memakai juga Fair and Lovely. Setelah itu, sebelumnya ia dapatkan dari aktris Jessica dia akan melihat perubahannya, bahwa

Mila pada adegan sebelumnya. Adegan ini dengan memakai produk tersebut, tidak akan

diambil dengan teknik pengambilan gambar membuat seorang perempuan dilanda

medium close up sehingga wajah tokoh kebingungan lagi.

perempuan terlihat jelas ketika sedang mengaplikasikan krim pencerah.

Analisis Dua Tahap Penandaan III: Adegan Mengaplikasikan Produk Fair and

Pada adegan tersebut pun tampak ilustrasi

Lovely

yang memperlihatkan bagaimana tokoh perempuan mengalami perubahan pada

Gambar 5 Adegan Mengaplikasikan Produk Fair

wajahnya. Ilutrasi ini diambil dengan teknik

and Lovely 1