Analisa kelayakan usaha, kelembagaan pemasaran dan sistem kontrak tradisional industri kecil gula kelapa Kabupaten Banyumas

ANALISA KELAYAKAN USABA, KELEMBAGAAN
PEMASARAN DAN SISTEM KONTRAK TRADISIONAL
INDUSTRI KECIL GULA KELAPA
KABUPATEN BANYUMAS

OLEH :
MUHAMAD MUSTOPA ROMDHON

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

ABSTRACT
MUHAMAD MUSTOPA ROMDHON. The Feasibility Study, Marketing
Institution and Traditional Contract System in Small-Scale Coconut Sugar Industry
in Banyumas District, Central Java Province. Under the direction of HERMANTO
SIREGAR, AFFENDI ANWAR and ERNAN RUSTIADI.
Along with the crisis hits, in the single year turnaround (1997-1998) the large
size agro processing industry was collapse and it takes wide spread unemployment
in Indonesia. While, the small-size agro-processing is having potentials in create
employment, alleviate poverty, reduce urbanization, and strength economics'
structure. In which less developed transportation and communication network so

as competitive market economy. The agent's far rural area is facing many barriers.
As the price doesn't function be the sufficient resource allocation coordinators. It
could be missing market that cause great bias and efficiency loss. Therefore, the
premise of the standardized competitive market economy doesn't work well. As the
result, the coconut sugar agent creates alternative exchange institution of the
principle - agent type of relationship thatedominated rural economy, even taking
lower profit share.
The objectives of the study are to elaborate the potential and rules of the
small scale coconut sugar industry as base sector which is link growth and spatial
location on regonal economic. To identifl the rules of tappers characteristics and
transactions cost which was lead to adverse selections and moral hazards. The
research undertook from mid March 2002 to late April 2002. Data were collected
through the relevance's government institutions and interviews of 30 household in
four selected villages at Cilongok subdistrict. The models were being used to
elaborate the objectives were The Location Quotient (LQ), Policy Analysis Matrix
(PAM), Logistic Function (LOGIT), and Index of Market Integration (IMC)
Analyses
The study, significantly shows the small-scale coconut sugar industry has
comparative and competitive advantages to future developed, that is indicated by
LQ more than unity. It is based on land size and production of the local of the

coconut estate consideration. Spatially distributed among Lumbir, Wangon,
Punvojati, Kebasen, Patikraja, Ajibarang, Cilongok, Pekuncen, and Karanglewas.
Which were the fast growth relative to aggregate's growth at Banyumas district.
As, the financial and economic feasibilty show it has positive values both private
and social revenues (more than 1). The effects of divergences are the result of
market failures only, not distorting policy that leads to the monopoly. Where is
index of market integration (IMC) = 1,3 show that the local's and the reference's
completely not integrated in short terms. Income, land ownership, and transaction
cost determined the probability of tappers to choose the traditional marketing
institutions and a traditional contract appears not as a choice but a necessity.
Besides, the contract offers both guaranteed market and (sometimes) purchased
price to tappers who have never had assurance of either. Some evidences show that
the traditional contract system in coconut sugar industry suppose to be sustaining in
monopoly.

SUR4T PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :
ANALISA KELAYAKAN USAHA, KELEMBAGAAN PEMASARAN DAN
SISTEM KONTRAK TRADISIONAL INDUSTRI KECIL GULA KELAPA

KABUPATEN BANYUMAS

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri
dipublikasikan.

dan

belum

pernah

Semua sumber data dan inforrnasi yang digunakan telah

dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, 02 Juli 2002

Muhamad Mustopa Romdhon
Nrp.P15500003


ANALISA KELAYAKAN USAHA, KELEMBAGAAN
PEMASARAN DAN SISTEM KONTRAK TRADISIONAL
INDUSTRI KECIL GULA KELAPA
KABUPATEN BANYUMAS

OLEH :
MUHAMAD MUSTOPA ROMDHON

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Prorgam Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Judul

:


Analisa Kelayakan Usaha, Kelembagaan Pemasaran dan
Sistem Kontrak Tradisional Industri Kecil Gula Kelapa
Kabupaten Banyumas

Nama Mahasiswa

:

Muhamad Mustopa Romdhon

Nomor Pokok

:

P15500003

Program Studi

:


Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Hennanto siregar, M.Ec.
Ketua

Prof Dr.Ir. H. Affendi Anwar, M. Sc
A%gota

~ r . ~ d m k t i a dM.Agr
i,
L/A;;ggok

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi Ilmu Pere
Pembangunan Wilayah dan Per


Tanggal Lulus : 02 Juli 2002

rogram Pascasarjana

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 15 september 1975 dari ayah
Makmun dan ibu Djuainah.

Penulis merupakan putra keempat dari tujuh

bersaudara.
Tahun 1993, penulis lulus dari SMA Negeri 6 Palembang dan pada tahun
yang sama lulus seleksi masuk Universitas Sriwijaya melalui jalur Ujian Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Penulis memilih Program Studi Agribisnis,
Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya
Indralaya ,dan lulus tahun 1998.
Penulis bekerja sebagai staf edukatif di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian,
Fakultzis Pertanian Universitas Bengkulu sejak tahun 1999. Kesempatan untuk
melanjutkan ke program master pada Program Studi Ilmu Perencanaan
Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD) di Institut Pertanian Bogor diperoleh

pada tahun 2000. Beasiswa pendidikan pasca sarjana di peroleh dari Local Project
Implementation Unit, Development for Undergraduate Education (LPIU- DUE)
Project ,IBRD Loan, Universitas Bengkulu.

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, berkat inayah dan
karunia-Nya, tesis yang berjudul "Analisa Kelayakan Usaha, Kelembagaan
Pemasaran dan Sistem Kontrak Tradisional Industri Kecil Gula Kelapa Kabupaten
Banyumas " dapat diselesaikan tepat waktu.
Tesis ini terdiri atas 1) pendahuluan tentang argumentasi, tujuan dan
manfaat penelitian., 2) tinjauan pustaka mencakup konsep - konsep teoritis yang
terkait erat dengan permasalahan yang dikaji,3) metodologi penelitian, menyangkut
metode analisis data, waktu dan lokasi penelitian, serta batasan operasional 4) dan
5) hasil serta pembahasan komprehensif tentang fenomena-fenomena di lapangan

serta 6 ) kesimpulan clan saran tentang hasil kajian.
Penulis mengucapkan terima kasih, kepada Bapak Dr.Ir. Hermanto Siregar,
M.Ec, selaku ketua komisi pembimbing, Prof.Dr.Ir.H.Affendi Anwar, M.Sc, dan
Dr.Ir.Ernan Rustiadi, M.Agr selaku anggota komisi pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dalam proses penyusunan tesis ini.

Terima kasih sebesar-besarnya atas dukungan dan do's kedua orang tua
serta saudara-saudara tercinta di Palembang. Teman

- teman sepejuangan

Agus

dan keluarga, Syafril, Ocen, Aris, Pawana dan Joko, serta civitas akademika
Universitas Bengkulu. Juga ucapan terima kasih kepada dr. Fajariyah di Malang,
atas doa dan spirit yang diberikan ".
Semoga tesis ini dapat membantu memahami dan memperkaya wawasan
tentang sistein kontrak dalaln industri gula kelapa.
Bogor, Juli 2002
Penulis

DAFTAR IS1
Halaman

I.
1.1.

1.2.
1.3.
1.4.

I1.

PRAKATA ..................................................................

vii

DAFTAR TABEL .........................................................

x

DAFTAR GAMBAR ......................................................

xi

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................


xii

PENDAHULUAN........................................................

1

Latar Belakang .............................................................
Perurnusan Masalah .......................................................
Tuj uan .Penelitian..........................................................
Kegunaan Penelitian ......................................................

1
4
7
8

TINJAUAN PUSTAKA .................................................

9

2.1. Pembangunan Wilayah ..................................................
2.1. 1. Pembangunan Ekonomi Wilayah .......................................
2.1.2. Definisi, Karakteristik Industri Kecil dan Peran Industri Gula
Kelapa ......................................................................
2.1.3. Teori Basis Ekonomi ......................................................
2.2. Kelayakan Usaha Pengembangan Komoditas dalam Kaitannya
dengan Pembangunan Wilayah ...........................................
2.2.1. Kelayakan Finansial ......................................................
2.2.2. Kelayakan Ekonomi ......................................................
2.2.3. Kelayakan Pemasaran ....................................................
2.2.4. Kaitan Pengembangan Usaha dengan Pembangunan Wilayah ......
2.3. Industri Kecil dan Kelembagaan Tradisonal ............................
2.3.1. Opsi Kelembagaan .......................................................
2.3.2. Kelembagaan Hubungan Principle - Agent dalam Contract
l.urt?zitlgHortikultura Informal di Perdesaan Jawa ...................
2.4. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian .........................
2.4.1. Kerangka Pemikiran ......................................................
2.4.2. Hipotesis ....................................................................
111.

METODOLOGI PENELITIAN ........................................
3.1. Metode Analisis ...........................................................
3.1.1. Model Basis Ekonomi : LQ (I.ocufion Quotient).....................
3.1.2. Kinerja Finansial dan Ekonomi lndustri Pengolahan
Gula Kelapa ................................................................
3.1.3.AnalisisMarjinTataniaga...............................................
3.1.4. l'olicy Anuly.vis Mufrix (PAM) ..........................................
3.1.5. Analisis Penentuan Opsi Kelembagaan Tataniaga ....................

63
63
63
69
70
71
71

3.2. Pengumpulan Data .......................................................
3.2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ...........................................
3.2.2. Metode Penarikan Contoh ...............................................
3.2.3. Jenis dan Surnber Data ...................................................
3.3. Batasan Operasional .......................................................
GAMBARAN UMUM INDUSTRI KECIL GULA KELAPA .....

IV.

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...................................
4.2. Penduduk, Tenaga Kerja, dan Perkembangan Ekonomi ............
4.3. Industri Kecil Gula Kelapa .............................................
4.3.1. Kondisi dan Potensi Gula Kelapa .......................................
4.3.2. Karakteristik Penderes Gula Kelapa ...................................
4.3.3. Keadaan Industri Kecil Gula Kelapa di Kabupaten Banyumas ...
4.4.

V.

VI .

Keberadaan dan Peran Industri Kecil Terhadap Perekonomian
Wilayah ............................................................................

KELAYAKAN USAHA DAN KAJIAN KELEMBAGAAN
INDUSTRI GULA KELAPA ...........................................
5.1. Kelayakan Usaha Industri Kecil Gula Kelapa ........................
5.2. Kelembagaan Tataniaga..................................................
5.2.1. Tataniaga Gula Kelapa ...................................................
5.2.2. Rantai Pemasaran dan Marjin Tataniaga Gula Kelapa ..............
5.2.3. Opsi Kelembagaan Tataniaga Gula Kelapa Penderes ...............
5.2.4. Keterpaduan Pasar ........................................................
5.3. Kelembagaan Tradisional Pengusahaan Gula Kelapa ................
5.3.1. Tinjauan Historis C.'ontruct firming di Perdesaan Jawa ............
5.3.2. Contruct f:urming Tradisional dalam Pengusahaan Gula
Kelapa .....................................................................
5.3.3. Conlrucf firming Gula Kelapa dalam Globalisasi Pasar ...........
5.4. Pembahasan Menyeluruh Hasil Analisa ..............................
KESIMPULAN DAN SARAN ......................................
6.1. Kesimpulan ...............................................................
6.2. Saran .......................................................................
DAFTAR PUSTAKA ................................................
LAMPIRAN ...............................................................

DAFTAR TABEL
Nomor

Teks

Halaman

Unsur-Unsur Perbedaan dalam Analisis Finansial dan Ekonomi.. . ...
Formulasi Model Policy Analysis Matrix (PAM) ... ... ... ... ... ... ... ...
Distribusi Responden Penderes Gula Kelapa ... ... ... ... ... ... ... ... ....
Perincian Jenis Analisis, Notasi, Variabel, Parameter serta Sumber
Data ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... .
5 . Mayoritas Penggunaan Lahan di Kecamataan Cilongok, 1999... ... ...
6. Penduduk, Jenis Kelamin dan Lokasi, 1999... ... ... ... ... ... ... ... ... ...
7. Karakteristik Responden Penderes Gula Kelapa di Kecamatan
Cilongok... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ..
8. Perhitungan LI Berdasarkan Luas Areal Kebun Kelapa Rakyat
tahun 2002.. . ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...
9. Industri Kecil Penggguna Bahan Baku Gula Kelapa,
Tahun 1998 -1999 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ....
10. Perhitungan LQ Berdasarkan Luas Areal Kebun Kelapa Rakyat
tahun 2002 ... ... ... ... ... . .. ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ......
11. Perhitungan SI Berdasarkan Luas Areal Kebun Kelapa Rakyat tahun
2002 ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ......
12. Perhitungan SS Berdasarkan Produksi Kebun Kelapa Rakyat Tahun
1992 - 2000.. . ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ....... ... ...
13. Nilai Entropy Produksi Industri Gula Kelapa Kabupaten Banyumas
Tahun 1999 Sampai dengan Tahun 2000.. . ... ... ... ... ... ..
14. Komparasi Kriteria Kelayakan Usaha Komoditas Gula Kelapa dan
Jagung Selama 5 Tahun di Kecamatan Cilongok ... ... ... ... ... ... ... ...
15. Matriks Analisis Kebijakan Industri Kecil Gula Kelapa di
Kabupaten Banyumas 2002... ... ... . . . ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... .
16. Struktur Marjin Tataniaga dan Harga Bersih yang Diterima
Penderes / kg (% Harga Konsumen) ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...
17. Nilai Eigenvulue dari Komponen Utama.. . ... ... ... ... ... ... .. . .. . ... ... .
18. Koefisien Faktor Loudlng.. . ... ... . .. ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... . .. . ..
19. Dugaan Koefisien Fungsi Logistik Opsi Kelembagaan Tataniaga
Gula Kelapa ... ... ... ... ... ... .. . ... . .. ... ... ... ... ... ... .. . ... . . . ... ... ... ...
20. Koefisien Determinasi Model dan Koefisien Determinasi Parsial
Persamaan Regresi Harga Gula Kelapa di Kecamatan Cilongok,
Kabupaten Banyumas. 2002.. . ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...
2 1. Dugaan Koefisien Persamaan Regresi dan Uji Autokorelasi Harga
Gula Kelapa di Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas, 2022.. .
1.
2.
3.
4.

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Teks

Halaman

1. Kerangka Berfikir 3 - Dimensi Tentang Keberlanjutan ...................
Spektrum Kontinuum dari Kemungkinan Bentuk Organisasi Ekonomi
Mulai dari Sistem Pasar Sampai Kepada Organisasi Berhirarkhi
Secara Integrasi Vertikal ......................................................
Unsur-Unsur yang Mungkin Mempengaruhi Posisi Rebut Tawar
dalam Kontrak Agribisnis.....................................................
Sistem Hirarkhi Organisasi Produksi KemFarm di Kediri,
Jawa Timur.. ....................................................................
Kerangka Fikir Penelitian Kelembagaan Informal Tataniaga Gula
Kelapa di Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyurnas, 2002 ..........
Perkembangan Ekspor Komoditas Gula Merah 1990 2000.. ............................................................................
Perkembangan Luas Areal Perkebunan Kelapa Rakyat Kabupaten
Banyumas 2002.. ...............................................................
Perkembangan Produksi Perkebunan Kelapa Rakyat Kabupaten
Banyumas 2002.. ...............................................................
Rantai Tataniaga Gula Kelapa di Kabupaten Banyurnas, 2002.. ........
Frekuensi Penderes dan Jangka Waktu Berusaha..........................
Hubungan Hirarkhi Antara Penderes, Tengkulak Desa, Tengkulak
Kecamatan Kabupaten dalam Sistem Kontrak Informal Pengusahaan
Gula Kelapa.. ...................................................................

11

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Teks

Halaman

Produksi (ton) Tanaman Perkebunan Rakyat, Kabupaten
Banyumas 1992.............................................................
Produksi (ton) Tanaman Perkebunan Rakyat, Kabupaten
Banyumas 1999.............................................................
Produksi (ton) Tanaman Perkebunan Rakyat, Kabupaten
Banyumas 2000.. ............................................................
Luas Areal (ha) Tanaman Perkebunan Rakyat, Kabupaten
Banyumas 1999.............................................................
Luas Areal (ha) Tanaman Perkebunan Rakyat, Kabupaten
Banyumas 2000.. ...........................................................
Tabel Perhitungan Location Quotient (LQ) Berdasarkan Luas
Areal (ha) Tanaman Perkebunan Rakyat, Kabupaten Banyumas
1999...........................................................................
Tabel Perhitungan Localization Index (LI) Berdasarkan Luas Areal
(ha) Tanaman Perkebunan Rakyat, Kabupaten Banyumas 1999.....
Tabel Perhitungan Specialization Index (SI) Berdasarkan Luas
Areal (ha) Tanarnan Perkebunan Rakyat, Kabupaten Banyumas
1999...........................................................................
Tabel Perhitungan Location Quotient (LQ) Berdasarkan Luas
Areal (ha) Tanaman Perkebunan Rakyat, Kabupaten Banyumas
2000.. .........................................................................
Tabel Perhitungan Localization Index (LI) Berdasarkan Luas Areal
(ha) Tanaman Perkebunan Rakyat, Kabupaten Banyumas 2000.. ...
Tabel Perhitungan Specialization Index (SI) Berdasarkan Luas
Areal (ha) Tanaman Perkebunan Rakyat, Kabupaten Banyumas
2000.. .........................................................................
Tabel Perhitungan Location Quotrent (LQ) Berdasarkan Luas
Areal (ha) Tanaman Perkebunan Rakyat, Kabupaten Banyumas
2000. ..........................................................................
Tabel Perhitungan Localizatron Index (LI) Berdasarkan Produksi
(ton) Tanaman Perkebunan Rakyat, Kabupaten Banyumas 1999....
Tabel Perhitungan Specialization Index (SI) Berdasarkan Produksi
(ton) Tanaman Perkebunan Rakyat, Kabupaten Banyumas 1999... .
Tabel Perhitungan Location Quotient (LQ) Berdasarkan Produksi
(ton) Tanaman Perkebunan Rakyat, Kabupaten Banyumas 2000.. ..
Tabel Perhitungan Localization Index (LI) Berdasarkan Produksi
(ton) Tanaman Perkebunan Rakyat, Kabupaten Banyumas 2000.. ..
Tabel Perhitungan Specialaatron Index (SI) Berdasarkan Produksi
(ton) Tanaman Perkebunan Rakyat, Kabupaten Banyumas 1999... .

Tabel Perhitungan Entropy Sebaran Komoditas Antar Kecamatan
Berdasarkan Luas Areal (ha) Tanaman Perkebunan Rakyat,
Kabupaten Banyumas 1999................................................
Tabel Perhitungan Entropy Sebaran Komoditas Antar Kecamatan
Berdasarkan Produksi (ton) Tanarnan Perkebunan Rakyat,
Kabupaten Banyumas 1999................................................
Tabel Perhitungan Entropy Sebaran Komoditas Antar Kecamatan
Berdasarkan Luas Areal (ha) Tanaman Perkebunan Rakyat,
Kabupaten Banyumas 2000.. ..............................................
Tabel Perhitungan Entropy Sebaran Komoditas Antar Kecamatan
Berdasarkan Produksi (ton) Tanaman Perkebunan Rakyat,
Kabupaten Bany umas 2000. ...............................................
Tabel Perhitungan Entropy Sebaran Komoditas di Setiap
Kecamatan Berdasarkan Luas Areal (ha) Tanaman Perkebunan
Rakyat, Kabupaten Banyumas 1999.....................................
Tabel Perhitungan Entropy Sebaran Komoditas di Setiap
Kecamatan Berdasarkan Produksi (ton) Tanaman Perkebunan
Rakyat, Kabupaten Banyumas 1999.....................................
Tabel Perhitungan Entropy Sebaran Komoditas di Setiap
Kecamatan Berdasarkan Luas Areal (ha) Tanaman Perkebunan
Rakyat, Kabupaten Banyumas 2000.. ...................................
Tabel Perhitungan Entropy Sebaran Komoditas di Setiap
Kecamatan Berdasarkan Produksi (ton) Tanarnan Perkebunan
Kakyat, Kabupaten Banyumas 2000.. ...................................
Tabel Perhitungan Slzlfr Share Berdasarkan Produksi (ton)
Tanaman Perkebunan Rakyat, Kabupaten Banyurnas 1992 - 2000..
Tabel Perhitungan Sjzlft Slzare Berdasarkan Produksi (ton)
Tanaman Perkebunan Rakyat, Kabupaten Banyumas 1992 - 2000
.................................................................................

Tabel Perhitungan Finansial Industri Gula Kelapa Kecamatan
Cilongok Kabupaten Banyumas 2002 ...................................
Tabel Perhitungan Ekonomi Industri Gula Kelapa Kecamatan
Ci longok Kabupaten Banyumas 2002 ...................................
Tabel Perhitungan Finansial Industri Gula Kelapa per Desa
Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas 2002.. ...................
'I'abel Perhitungan Finansial Industri Gula Kelapa per Desa
Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas 2002.. ...................
Tabel Perhitungan Ekonomi Industri Gula Kelapa per Desa
Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas 2002.. ...................
Tabel Perhitungan Ekonomi Industri Gula Kelapa per Desa
Kecarnatan Cilongok Kabupaten Banyumas 2002.. ...................
Matrik Tabel Perhitungan Kebijakan Industri Gula Kelapa di
Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas 2002.. ...................
Daftar Harga Gula Kelapa di Pasar Lokal Kabupaten Banyumas
dan Pasar Referensi Jakarta 1998 - 2000.. ..............................
, .

36 . Perhitungan Indeks Keterpaduan Pasar Gula Kelapa di Kabupaten
Banyumas 2002 .............................................................
37. Data Opsi Kelembagaan Tataniaga Gula Kelapa ,Kecamatan
Cilongok Kabupaten Banyumas. 2002 ...................................
38 . Tabel Perhitungan Pendugaan Fungsi Logistik Opsi Kelembagaan
Tataniaga Gula Kelapa di Kabupaten Banyumas 2002 ................
39 . Faktor : Loading, Nilai Eigenvalues dan Communalities ..............
40 . Faktor Skor : Rotation; Vurinzm Normalized ;Extraction;
Principle Components .....................................................

197
200
203
204
205

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Kinerja pembangunan Indonesia sebelum krisis telah menunjukkan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi mencapai 6.0 sainpai 7.5 persen per tahun,
sehingga Indonesia dikategorikan setaraf dengan pertumbuhan ekonomi di
ASEAN lainnya seperti Malaysia, Singapura dan Thailand serta negara-negara di

kawasan Asia Timur seperti Jepang, Korea Selatan, Cina dan Taiwan. Namun
keajaiban pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan keajaiban semu yang
disebabkan oleh peningkatan input-input dan bukan karena peningkatan efisiensi
dalain ~nenggunakan input-input tersebut. Sehingga ketika krisis ekonomi
berkepanjangan melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997, yang diawali
dengan krisis moneter dimana nilai tukar rupiah mengalami penurunan yang amat
drastis terhadap US Dollar, menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia turun
hingga -13,l % per tahun pada tahun 1998. Bahkan hingga tahun 2001 realisasi
pertumbuhan ekonomi baru mencapai 3.37 %'. Dampaknya

telah merebak

kepada timbulnya keresahan sosial dan politik di mana-mana, terjadinya tindak
kekerasan yang tidak dapat dihindarkan karena sebagian besar masyarakat
Indonesia mengalami keresahan akibat kesenjangan tingkat kehidupan yang
didorong oleh terjadinya perubahan struktur politik yang sangat besar.
Pola pembangunan yang selama ini dijalankan pemerintah menurut Garcia
(2000) lebih bersifat Jawa sentris, bias perkotaan, bias usaha berskala besar dan
mengandalkan penggunaan sumberdaya alam. Pola pembangunan yang sangat

Jawa sentris dan bias perkotaan telah menyebabkan prioritas pembangunan lebih
didasarkan pada potensi keunggulan alami baik dari segi demografi, limpahan
sumberdaya maupun lokasi pemusatan alokasi sumberdaya pada sektor-sektor
atau wilayah-wilayah yang berpotensi menyumbang pertumbuhan ekonomi
menyebabkan terjadinya net transfer sumberdaya alam, pemusatan surnberdaya
man - made capital, dan sumberdaya manusia daerah ke pusat kekuasaan atau
kota- kota pusat pertumbuhan seperti mega urban Jabotabek, Gerbang Kartosusilo.
Pembangunan yang bias usaha berskala besar menurut Lipton (1993) meskipun
secara sosial investasi kapital (human capital, social capital, natural capital dan
physical capital) lebih menguntungkan di wilayah perdesaan dibandingkan di
kawasan perkotaan., sehingga muncul perbedaan yang mencolok pada tingkat
pertumbuhan ekonomi, dan politik antara wilayah perdesaan dan kawasan
perkotaan (Anwar, 1991).
Ciri-ciri ketidakseimbangan pertumbuhan perekonomian merupakan
salah satu faktor yang menimbulkan dan menyebabkan goncangan ekonomi, yang
dialami Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 sampai saat ini. Krisis ekonoini
berkepanjangan sangat mempengaruhi perkembangan ekonomi dan kondisi
masyarakat sehingga dalam menghadapi permasalahan ini, kepentingan peranan
setiap wilayah hendaknya disesuaikan dengan tujuan pembangunan wilayah yang
diarahkan untuk mencapai pertumbuhan (growth), pemerataan (equity) dan
keberlanjutan (sustainable).

1

Media Indonesia, 10 September 2001. Indikator Ekonomi Makro Diharapkan Membaik

Sejak tahap awal pembangunan sampai sekarang, sektor pertanian
menjadi pusat perhatian pemerintah sebagai turnpuan kehdupan ekonomi seluruh
rakyat dan mampu mengakomodasi keberadaan sumberdaya manusia yang ada.
Namun selama ini pembangunan sektor pertanian lebih terfokus kepada
pengembangan sektor produksinya saja (on-farm) dan pengembangan sektor off-

farm hanya terfokus pada industri pengolahan hasil pertanian berskala besar yang
diharapkan dapat memberikan devisa serta penyerapan tenaga kerja yang besar,
sehingga perhatian kepada industri pengolahan hasil pertanian berskala kecil
terabaikan. Padahal sejak krisis ekonomi melanda Indonesia tahun 1997 sektor ini
masih mampu bertahan dan merupakan salah satu entry point menuju
pengembangan ekonomi Indonesia di abad mendatang, yang berbasis pada aspek
keadilan dan pemerataan bagi masyarakat.
Pentingnya industri pengolahan hasil pertanian skala kecil Indonesia
sering dikaitkan dengan masalah-masalah ekonomi dan sosial di dalam negeri,
seperti tingkat kemiskinan yang tinggi, jumlah pengangguran yang besar, dan
kesempatan kerja, yang merupakan salah satu aspek yang penting dari
pembangunan ekonomi dan masalah kesempatan kerja ini menjadi pennasalahan
serius sejak munculnya krisis ekonomi.
Banyak perusahaan di dalam negeri berskala besar dengan kepemilikan
modal yang tidak terlalu kuat dan menggantungkan pada bahan baku impor
melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sehingga pengagguran terbuka
maupun terselubung semakin meningkat. Industri pengolahan hasil pertanian skala
kecil,

dalam mengatasi ha1 tersebut mempunyai potensi untuk dapat

menimbulkan dampak pembangunan yang strategis dalam ekonomi terutama
dalam aspek peningkatan nilai tambah, aspek pemerataan kesempatan kej a dan
kesempatan berusaha, penyerapan tenaga kej a dalam mengatasi pengangguran,
kemiskinan dan urbanisasi, pelestarian budaya daerah dan bangsa serta aspek
penguasaan teknologi dan keterampilan serta diharapkan dapat mengisi dan
mewujudkan ke dalam struktur industri yang pada gilirannya memperkokoh
struktur ekonomi.
1.2. Perurnusan Masalah
Masalah ketenagakejaan masih merupakan fenomena nunit bagi
kabupaten Banyumas.

Pertumbuhan penduduk dari tahun ke tahun terus

meningkat seiring dengan pertumbuhan tenaga kerja. Jumlah pencari kerja yang
tercatat di Dinas Tenaga Kej a Kabupaten Banyumas tahun 2000 menurut tingkat
pendidikan dari tingkat SD sampai dengan Universitas adalah sebanyak 11.312
orang sedangkan yang belum dapat ditempatkan sebanyak 10.004 orang'(0,67%
dari jumlah penduduk sebesar 1.485.754). Dampak krisis ekonomi yang dimulai
pada pertengahan tahun 1997 mendorong bertambahnya j umlah pengangguran
sehingga guna mengatasinya perlu dipikirkan dan disediakan jenis lapangan kerja
yang dapat mengimbangi pertumbuhan tenaga kerja tersebut. Bila ha1 ini tidak
dapat diimbangi maka tingkat pengangguran akan terus meningkat dan berdampak
kepada meningkatnya kemiskinan dan berbagai kerawanan sosial.
Struktur perekonomian Kabupaten Banyumas didominasi

oleh sektor

industri pengolahan, termasuk didalamnya industri pengolahan hasil pertanian
yang pada tahun 2000 sumbangannya terhadap PDRB sebesar 20,45 %. Adapun

usaha industri di Kabupaten Banyumas terbagi dalam empat kelompok, yaitu :
industri hasil pertanian dan kehutanan, industri aneka, dan industri logam, mesin
dan kimia (ILMK). Selama terjadinya krisis ekonomi, industri kecil pengolahan
hasil pertanian merupakan kelompok usaha industri yang lebih banyak bertahan
dibanding kelompok industri lainnya dan bahkan bertambah dalam jumlah unit
usaha maupun jurnlah tenaga kerjanya.

Sehingga perlu diketahui apakah

eksistensi dan potensi pengembangan industri kecil dapat dijadikan salah satu
upaya dalam mengatasi perrnasalahan diatas dalam menunjang peinbangunan
ekonomi wilayah di Kabupaten Banyurnas.
Sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah yang dimulai pada awal
tahun 2001, maka peranan pemerintah daerah sangat penting dalam menggali
potensi lokalnya sebagai sumber keuangan dalam membantu membiayai
pembangunan daerahnya secara mandiri.

Untuk itu Pemerintah Kabupaten

Banyumas dalam ha1 peningkatan sisi penerimaan perlu berupaya bagaimana
potensi lokal yang ada dapat meningkatkan pemasukan kas daerah atau dengan
kata lain sebagai kontribusi bagi pendapatan asli daerah (PAD) menyongsong era
perdagangan bebas. Untuk mampu bersaingherkompetisi, perlu adanya perhatian
dan pemanfaatan potensi lokal yang ada seperti produk unggulan daerah untuk sub
scktor ~ndustrikecil pengolahan gula kelapa, yang merupakan salah satu kegiatan
ekonomi yang dapat berperan atau diperbesar peranannya sehingga nantinya
output industri tersebut diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam
peningkatan PAD serta kesejahteraan masyarakat.

Meskipun industri kecil tersebut merupakan sektor unggulan yang
memberikan kotribusi cukup signifikan terhadap perolehan PAD Kabupaten
Banyumas, namun amat disayangkan bahwa pelaku ekonomi industri kecil
terutama sektor pengolahan gula kelapa masih menghadapi berbagai kendala. Di
wilayah perdesaan seperti di Kecamatan Cilogok, dimana sistem transportasi dan
komunikasi masih sederhana, informasi pasar langka dan mahal untuk diperoleh,
dan barang-barang input dan output hasil produksi jumlahnya terbatas baik
menurut keadaan spatial dan waktu. Harga tidak berfungsi sebagai koordinator
informasi untuk pengalokasian sumberdaya secara efisien serta kelembagaan
pertukaran formal seperti Koperasi Unit Desa (KUD) yang tadinya dapat
memberikan bagian harga yang lebih tinggi ternyata kinerjanya semakin hari
semakin kurang menggembirakan. Kondisi ini menyebabkan

pelaku usaha

pengolahan gula kelapa baik penderes maupun pengusaha memilih sistem
yang
kelembagaan pertukaran diluar institusi pasar (extra market ~nstitut~on)
berupa

kelembagaan prmc~ple-agenl (Anwar,

1998), meskipun dengan

konsekuensi akan menerima bagian harga yang lebih kecil.
Opsi kelembagaan In1 sering dikaitkan dengan kuatnya ikatan antara
penderes dengan tengkulak yang terbentuk secara historis dengan menekankan
pada unsur kekerabatan. Persoalan dar~hubungan prrncrple-ugent adalah adanya
informasi asimetrik, dimana satu pihak memiliki lebih banyak informasi dari
pihak lain, sehingga menimbulkan persoalan buruknya pilihan (adverse selection)
yang bersifat ex-ante dan persoalan bencana moral (moral hazard) yang bersifat
ex-post. Artinya bentuk hubungan principle-agent berlangsung dengan suatu

korbanan yang dikenal sebagai biaya agensi (agency cost) atau biaya transaksi
yang sangat berpengaruh terhadap opsi kelembagaan yang dipilih oleh penderes.
Disamping biaya transaksi, menurut Hobbs (1997),

opsi kelembagaan juga

berkaitan erat dengan keadaan sosial ekonomi seperti tingkat pendidikan,
besarnya anggota keluarga, pendapatan dan karakteristik usaha. Berdasarkan
rumusan masalah tersebut menarik untuk dikaji hal-ha1 sebagai berikut:
1. Dapatkah industri pengolahan gula kelapa merupakan sektor basis dalam

menunjang pembangunan wilayah di Kabupaten Banyumas ?
2. Bagaimana peran kelembagaan principle-agent &lam tataniaga gula

kelapa di Kabupaten Banyumas? Terkait dengan pertanyaan ini ialah
a. Bagaimana l n erja kelembagaan tataniaga alternatif penderes?
b. Bagaimana peran karakteristik penderes dan biaya transaksi
kelembagaan tataniaga gula kelapa?
c. Sejauh mana eksistensi masalah buruknya pilihan (adverse selection)
dan bencana moral (moral Izazard) pada sistem kontrak tradisional
dalam tataniaga gula kelapa?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Menelaah kinerja finansial dan ekonomi industri pengolahan gula kelapa

di Kabupaten Banyumas

2. Mengkaji Keterkaitan antara pertumbuhan dan sebaran industri gula
kelapa terhadap perekonomian wilayah di Kabupaten Banyumas
3. Mengkaji apakah sektor industri pengolahan gula kelapa adalah sektor
basis di berbagai kecamatan di Kabupaten Banyumas.

4. Mengidentifkasi peran dari karakteristik penderes dan biaya transaksi

dalam tataniaga gula kelapa di Kabupaten Banyumas.
5. Menelaah berbagai masalah dalam kegiatan pengolahan dan pemasaran

gula kelapa, termasuk kemungkinan terjadinya adverse selection dan
moral hazard dalam sistem kontrak (contractsystem) .

1.4. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
yang bermanfaat bagi para pembuat kebijakan dan para pengambil keputusan
dalam memberikan arah pembangunan industri kecil beserta kelembagaan
tataniaganya khususnya industri gula kelapa, sehingga dapat memberikan efek
pengganda yang sebesar-besarnya di Kabupaten Banyumas, Propinsi Jawa
Tengah.

11. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pembangunan Wilayah
2.1.1. Pembangunan Ekonomi Wilayah

Pembangunan dapat dikonseptualisasikan sebagai suatu proses perbaikan
yang berkesinambungan atas suatu masyarakat atau suatu sistem sosial secara
keseluruhan rnenuju kehidupan yang lebih baik atau lebih manusiawi. Pengertian
pembangunan adalah mengadakan atau membuat atau mengatur sesuatu yang
belum ada. Paling tidak menurut Todaro (1999) pembangunan hams memenuhi
tiga komponen dasar yang dijadikan sebagai basis konseptual dan pedoman
praktis dalam memahami pembangunan yang paling hakiki yaitu kecukupan
(sus~enance), jatidiri (sey~esleem) serta kebebasan weedom).

Artinya

pembangunan dalam berbagai skala baik lokal, regional, nasional maupun
internasional

meliputi suatu wilayah dan mempunyai tekanan utama pada

perekonomian, keadaan fisik dan nonfisik (Jayadinata, 1999).
Menurut Todaro ( 1999) bahwa pembangunan harus dipandang sebagai
suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas
struktur sosial, sikapsikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping
tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan
pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Jadi pada hakekatnya, pembangunan
itu harus mencerrninkan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian
sistem sosial secara keseluruhan tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar
dan keinginan individual maupun kelompok-kelompok sosial yang ada di

dalamnya untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba lebih
baik secara material maupun spiritual.
Sejalan dengan pendefinisian diatas menurut Kadariah (1978) secara
umum tujuan-tujuan dan prinsipprinsip kebijaksanaan pembangunan negara,
antara lain adalah :a) mencapai kenaikan yang cepat daripada pendapatan per
kapita; b) menyediakan kesempatan kerja yang cukup; c) mengadakan redistribusi
pendapatan supaya lebih merata; d) mengurangi perbedaan dalam tingkat
perkembangan atau pembangunan dan kemakmuran antara daerah yang satu
dengan yang lain; e) merubah struktur perekonomian supaya tidak berat sebelah.
Untuk mencapai tujuan tersebut secara operasional perlu dirancang kebijakan
pembangunan yang terintergrasi antara sektor kota maupun sektor perdesaan.
Menurut Anwar dan Setia Hadi (1996), penentuan peranan sektor-sektor
pembangunan diharapkan mewujudkan keserasian antar sektor pembangunan
sehingga dapat

meminimalisasikan

inkompabilitas antar

sektor

dalam

pemanfaatan ruang; mewujudkan keterkaitan antar sektor baik ke depan maupun
ke belakang dan proses pembangunan yang berjalan secara bertahap ke arah yang
lebih maju serta menghindari kebocoran dan kemubaziran sumberdaya.
Tejadinya perubahan baik secara incremental maupun paradigma menurut
Anwar (200 1b), mengarahkan pembangunan wilayah kepada terjadinya
pemerataan (eqully) yang mendukung pertumbuhan ekonomi (qflicrency), dan
keberlanjutan

(sustamahrlrty)

dalam

pembanbwnan

ekonomi.

pembangunan yang memperhatikan ketiga aspek tersebut, dalam proses

Konsep

perkembangannya secara evolusi dengan berjalan melintas waktu yang ltentukan
oleh perubahan tata nilai dalam masyarakat, seperti perubahan keadaan sosial,
ekonomi, serta realitas politik.
{ ~ k a l a spaslal yang paralel
dan berhubungan dengan
hlrarkhl admlntstras! dan

i*

memerlukan terjadinya proses
yang berkembang secara evolutlf
yang dapat mempengaruhi
kebertanjutan (sustainability)

Temporal

Reglonal

Aspek-aspek diatas perlu
dipetimbangkan agar tindakan
mengarah kepada
peningkatan kesejahteraan
masvarakat menveluruh

Lokal

Ekonoml

Sosial

L~ngkungan

Sumber : Anwar (2002)

Gambar I. Kerangka Berfikir 3 - Dimensi Tentang Keberlanjutan
Agar perencanaan dan pengelolaan pembangunan mencapai tujuan untuk
memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat, maka perlu mencurahkan
perhatian kepada semua aspek-aspek tentang kesejahteraan manusia, menurut
lintas waktu dan skala spasial yang diarahkan kepada sistem cara perencanaan dan
pengelolaan pembangunan melalui kelembagaan.
Hal ini dapat dilukiskan oleh matriks sederhana (Gambar 1) untuk
mengevaluasi keberhasilan dalam mencapai tujuan-tujuan yang luas tersebut,
menurut

segugus

nilai-nilai

untuk

wilayah

geografi

tertentu

(seperti

kelembagaanlorganisasi, wilayah dll) dan rentang waktu jangka pendek,

menengah, dan panjang. Artinya bahwa proses perencanaan dan pengelolaan
pembangunan

dan

hasil-hasilnya

tidak

dapat

dicapai

hanya

dengan

memperhatikan salah satu atau beberapa bagan saja dari matriks tersebut,
melainkan harus memenuhi semua aspek-aspek tersebut pada seinua tingkatan
spasial, dan keseluruhan waktu.

Sehingga sasaran . terhadap perubahan

kelembagaan yang memerlukan waktu lama adalah ditujukan kepada perbaikan
tingkat kesejahteraan masyarakat dan untuk menjamin stabilitasnya memerlukan
perhatian kepada aspek pemerataannya (Anwar, 200 1b).
Berdasarkan paradigma pembangunan wilayah,

ini dapat mengacu

kepada apa yang disebut dalil kedua fundamental ekonomi kesejahteraan (The

Second Fundamental of Welfare Economics). Dalil ini menyatakan bahwa
sebenarnya pemerintah dapat memilih target pemerataan ekonomi melalui
transfer, perpajakan dan subsidi, sedangkan ekonomi selebihnya dapat diserahkan
kepada mekanisme pasar. Sedangkan penterjemahan dari paradigma ini kepada
pembangunan

spasial

adalah

untuk

mencari

keseimbangan

kemajuan

pembangunan yang lebih merata secara regional (regional balance) dengan
memanfaatkan potensi dan jenis keunggulan yang terdapat pada masing-masing
wilayah dan mengurangi sampai menghapuskan terjadinya urban bias.
Pembangunan wilayah seperti yang didefinisikan diatas, yaitu untuk
mencapai tujuan pembangunan wilayah yang mencakup aspek pertumbuhan,
pemerataan dan berkelanjutan memerlukan pengertian perencanaan pembangunan
wilayah berdimensi ruang yang berkait dengan aspek sosial ekonomi wilayah

dimana penekanannya lebih kepada mewujudkan perturnbuhan ekonomi (Anwar
dan Setia Hadi, 1996).
Menurut Anwar (200 1b) bahwa pertimbangan pembangunan wilayah
membutuhkan pendekatan multidimensi terutama yang menyangkut : 1) peranan
teknologi dalarn produktivitas, 2) pembangunan surnberdaya manusia (terutama
menyangkut pendidikan dan kesehatan), 3) pembangunan fisik infrastruktur
dengan memperhatikan aspek lingkungan hidup, dan 4) pembangunan
administrasi dan finansial (termasuk mendorong partisipasi luas kepada
masyarakat dan memperhitungkan aspek politik-institusional).
Dimensi pembangunan kota dan wilayah tidak hanya bersifat fisik,
melainkan juga meliputi pembangunan ekonomi dan sosial. Kemiskinan
merupakan kendala yang penting dalam pembangunan ekonomi dan keadaan ini
merupakan gejala umum yang terdapat pada wilayah hampir dimana-mana.
Masalah ini termasuk persoalan pokok yang hams dipecahkan dalam
pembangunan wi layah. Oleh karena itu, apabila kita tidak mampu mengatasinya,
maka konsekuensi yang timbul adalah bahwa tingkat pendapatan nasional
kebanyakan akan habis dikonsumsi dan karenanya hanya sedikit sisanya untuk
dapat ditabung seh~nggat~dakada dana finansial yang dapat membiayai investasi
untuk pembangunan ekonomi (Anwar, 2001 b). Semakin meningkatnya jumlah
pengangguran apalagi setelah terjadinya krisis ekonomi juga merupakan salah satu
persoalan pokok dalam pembangunan wilayah selain masalah kemiskinan dan
pengangbwran ini bisa mendorong semakin bertambahnya
terjadi serta dampak negati f lainnya.

kemiskinan yang

Menurut Arsyad (1999), pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai
kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara untuk mengembangkan kegiatan
ekonomi dan kualitas hidup masyarakatnya. Jadi pembangunan ekonomi hams
dipandang sebagai suatu proses dimana saling keterkaitan clan saling
mempengaruhi antara faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pembangunan
ekonomi tersebut dapat diidentifikasi dan dianalisis dengan seksama sehingga
diketahui runtutan peristiwa yang timbul yang akan mewujudkan peningkatan
kegiatan ekonomi dan taraf kesejahteraan masyarakat dari satu tahap
pembangunan ke tahap pem bangunan beri kutnya.
Keberhasilan pembangunan ekonomi ditunjukkan oleh tiga nilai pokok
yaitu i) berkembangnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
pokoknya (baslc needs), i i) meningkatkan rasa harga diri (selfesteem) masyarakat
sebagai manusia, dan iii) meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memilih
VPeedom from servrtude) yang merupakan salah satu dari hak asasi manusia
(Arsyad, 1999).
2.1.2. Definisi, Karakteristik Industri Kecii, dan Peranan Industri

Bedasarkan krlteria yang ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS)
maka perusahaan industri pengolahan di Indonesia di bagi ke dalam empat
kategori, yaitu
a

Industri kerajinan rumah tangga : usaha industri yang mempunyai tenaga
kerja 1 - 4 orang.

b

lndustri kecil : usaha industri yang mempunyai tenaga kerja 5 -19 orang.

c Industri sedang : usaha industri yang mempunyai tenaga kerja 20 - 99
orang.
d

Industri besar : usaha industri yang mempunyai tenaga kerja L 100 orang
Pengkategorian tersebut lebih didasarkan pada banyaknya tenaga kerja

yang terlibat didalam proses produksi tanpa memperhatikan penggunaan mesin
produksi serta tidak memperhatikan model kapital yang digunakan. Sedangkan
berdasarkan

Surat Keputusan Menteri

Perindustrian

dan

Perdagangan

No.589/MPP/KEP/10/1999, pengertian industri kecil adalah suatu kegiatan usaha
industri yang memiliki nilai investasi sampai dengan Rp.200.000.000,00 tidak
termasuk tanah clan bangunan tempat usaha (http://www.Dprin.go.id/idkm).
Disamping kategori yang telah ditetapkan oleh pemerintah yang bertujuan
untuk membedakan industri kecil dengan jenis industri lainnya, maka untuk
memberikan suatu perbedaan yang jelas diantara jenis industri, Tambunan (2000)
menjelaskan bahwa industri kecil dapat dibedakan dengan industri lainnya
berdasarkan karateristik yang dimiliki oleh masing-masing jenis industri tersebut.
Walaupun memproduksi barang-barang yang sama dengan yang diproduksi oleh
industri menengah dan besar, namun ada perbedaan baik secara alamiah maupun
rekayasa, misalnya dalam ha1 warna, selerafpola konsumsi, rasa, packmng, harga
atau pelayanan.
Industri kecil mempunyai kedudukan yang lemah karena sebagian besar
usahanya bersifat perorangan tidak berakta notaris, dan secara ekonomis
mempunyai posisi tawar yang lemah dalam pasar karena sifat usahanya yang tidak
terorganisir.

Para pengusaha industri kecil kurang menyadari pentingnya

organisasi ekonomi seperti koperasi atau asosiasi sebagai sarana untuk
menggalang kekuatan usaha bersarna, tetapi lebih suka bekerja sendiri-sendiri
bahkan kadang-kadang menjurus pada kompetisi yang merugikan, bahkan saling
mematikan atau cut throat competition.
Menurut Thoha (2000), ada enam faktor yang menjelaskan eksistensi
industri kecil, yaitu : pertama, dampak transportasi dimana biaya transportasi
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap biaya tataniaga untuk jenis barang
tertentu atau pada tingkat retail ; kedua adalah pengaruh ukuran; ketiga adalah
pengaruh penyesuaian dimana perusahaan kecil lebih mudah melakukan
penyesuaian pada output dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan
perusahaan besar karena mereka lebih padat karya atau menggunakan peralatan
yang lebih sederhana; keempat adalah efektifitas, sebagai contoh pakaian yang
diproduksi secara massal dengan harga yang lebih murah, nilainya akan lebih
rendah bagi sebagan konsumen dibandingkan dengan pakaian yang dijahit secara
khusus oleh penjahit kecil; kelima adalah pengaruh pengendalian dimana biaya
pengendalian untuk industri kecil lebih rendah dibanding industri besar terutama
industri yang berhubungan dengan seni atau kerajinan dan membutuhkan
perlakuan yang khusus; keenam adalah berkaitan dengan perubahan dalam
teknologi dan globalisasi.
Industri kecil mempunyai peran yang penting dan strategs dalam sistem
perekonomian Indonesia, khususnya dalam penyediaan usaha dan kesempatan
kerja ; meningkatkan pendapatan masyarakat dan peningkatan ekspor
perindustrian serta menguatkan struktur industri dan mengurang terjadinya

kemiskinan. Industri kecil di Indonesia yang menghasilkan barang-barang
kerajinan dan barang-barang konsumsi berjaian dengan baik dan dapat memenuhi
pasar ekspor dan domestik sehingga dapat mengantisipasi era globalisasi dan era
perdagangan bebas (Wiyatiningsih, 2000).

Berdasarkan prioritasnya dapat

diklasifikasikan dalam kategori, yaitu sebagai beri kut :
a) Industri kecil tradisional yang menghasilkan barang kerajinan.
b) Industri kecil yang menghasilkan barang-barang konsumsi.
c) Industri kecil moderen yang menghasilkan komponen-komponenlperalatan
tehnik untuk keperluan produksi dari sektor industri, seperti industri sub-

kontrak/penyangga/tehnik dalam memenuhi kebutuhan dari mesin dan
peralatan.
Salah satu peranan penting industri kecil adalah keterkaitan yang sangat
kuat terhadap industri hulu (buckwurd Imhge) karena sebagian besar bahan
bakunya berasal dari dalam negeri sehingga secara tidak langsung telah berperan
besar dalam pengembangan industri hulu dan sekaligus menghemat devisa
(Thoha, 1997). Disamping itu industri kecil mempunyai peranan yang strategis
dalam menunjang perekonomian nasional yaitu dalam usaha pemerataan dan
penyebaran industri sebagai usaha untuk mengentaskan kemiskinan, berperan
dalam menunjang pertumbuhan agroindustri yang mengolah hasil pertanian
menjadi produk yang mempunyai nilai tambah yang lebih tinggi (Simatupang,
1994).

2.1.3. Teori Basis Ekonomi :Location Quotient (LQ)

Untuk mengetahui potensi aktivitas ekonomi yang merupakan basis dan
bukan basis digunakan metode LQ, yang merupakan perbandingan relatif antara
kemampuan sektor yang sama pada daerah yang lebih luas &lam suatu wilayah.
Adapun kegiatan ekonomi suatu wilayah dibagi dalam dua golongan, yaitu sektor
basis dimana kelebihan dan kekurangan yang terjadi dalam proses pemenuhan
kebutuhan tersebut menyebabkan terjadinya mekanisme ekspor dan impor antar
wilayah. Artinya industri basis ini akan menghasilkan barang dan jasa, baik untuk
pasar domestik daerah maupun pasar luar wilayahldaerah. Sedangkan sektor non
basis adalah sektor dengan kegiatan ekonomi yang hanya melayani pasar di
daerahnya sendiri, dan kapasitas ekspor ekonomi daerah belum berkembang.
Asumsi &lam LQ adalah terdapat sedikit variasi dalam pola pengeluaran
secara geografi dan produktivitas tenaga keja seragam serta masing-masing
industri menghasilkan produk atau jasa yang seragam. Berbagai dasar ukuran
dalam pemakaian LQ harus disesuaikan dengan kepentingan penelitian dan
sumberdata yang tersedia (Blakely, 1994; Rondinelli, 1995). Jika penelitian
dimaksudkan untuk mencari sektor yang kegiatan ekonominya dapat memberikan
kesempatan keja sebanyak-banyaknya maka yang dipakai sebagai dasar ukuran
adalah jumlah tenaga keja sedangkan bila keperluannya untuk menaikkan
pendapatan daerah, maka pendapatan merupakan dasar ukuran yang tepat
sedangkan jika hasil produksi maka jumlah hasil produksi yang dipilih. LQ juga
menunjukkan efisiensi relatif wilayah , serta terfokus pada substitusi impor yang
potensial atau produk dengan potensi ekspansi ekspor. Hal ini akan memberikan

suatu gambaran tentang industri mana yang terkonsentrasi dan industri mana yang
tersebar (Shukla, 2000).
Arus pendapatan yang dihasilkan dari aktivitas ekonomi industri basis
akan meningkatkan investasi, kesempatan kerja, pendapatan dan konsumsi, pada
gilirannya akan menaikkan pendapatan dan kesempatan kerja serta menaik