PENGARUH PENGGUNAAN PUPUK ORGANIK DAN PUPUK ANORGANIK TERHADAP KUANTITAS DAN KUALITAS HASIL TANAMAN BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.).

PENGARUH PENGGUNAAN PUPUK ORGANIK DAN PUPUK
ANORGANIK TERHADAP KUANTITAS DAN KUALITAS
HASIL TANAMAN BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.)

Oleh:
Difa Diniandra
NIM 4121220001
Program Studi Biologi

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Sains

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2017

ii

RIWAYAT HIDUP


Difa Diniandra lahir di Medan pada tanggal 28 Juli 1994, merupakan anak
pertama dari dua bersaudara dari orang tua Yusmaidi, S.ST. dan Neni Suriani.
Pada tahun 1999, Penulis masuk TK Aisyiah Bustanul Atfal Berngam dan lulus
pada tahun 2000, dilanjutkan dengan masuk SD Negeri 020267 Binjai dan lulus
pada tahun 2006. Dilanjutkan dengan pendidikan di SMP Negeri 1 Binjai hingga
lulus pada tahun 2009. Penulis melanjutkan pendidikan lagi di SMA Negeri 3
Binjai dan selesai di tahun 2012. Pada tahun 2012 Penulis diterima di Program
Studi Biologi Jurusan Biologi melalui jalur SNMPTN undangan, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan, dan lulus
pada Desember 2016.
Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah mengikuti kegiatan
intrakulikuler di Universitas Negeri Medan yang pernah diikuti antara lain sebagai
anggota di Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Biologi, sebagai anggota dari
Komunitas Ilmuwan Muda Biologi (KIMBI), serta sebagai anggota dari Forum
Studi Islam Biologi (FOSTIBI). Penulis pernah mengikuti Praktek Kerja
Lapangan (PKL) di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Medan dan
penulis juga mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) Kebangsaan yang ditempatkan
di Desa Suka Maju Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batubara. Penulis juga
pernah berpartisipasi menjadi Asisten Laboraturium di mata kuliah Praktikum

Morfologi Tumbuhan dan Praktikum Anatomi Tumbuhan.

iii

PENGARUH PENGGUNAAN PUPUK ORGANIK DAN PUPUK
ANORGANIK TERHADAP KUANTITAS DAN
KUALITAS HASIL TANAMAN BUNCIS
(Phaseolus vulgaris L.)
Difa Diniandra (4121220001)
Email: diniandradifa@yahoo.co.id

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan kombinasi dan tunggal pemberian
pupuk organik dan pupuk anorganik serta menemukan kombinasi pupuk organik
dan pupuk anorganik yang memberikan kuantitas dan kualitas hasil panen
tanaman buncis tertinggi, penelitian dilaksanakan mulai Bulan Maret 2016 sampai
Bulan Juni 2016, di Kelurahan Berngam Kecamatan Binjai Kota, Kotamadya
Binjai. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih buncis tipe
merambat varietas Gravo, pupuk organik kandang ayam dan pupuk anorganik
(Urea, TSP, KCl). Metode penelitian ini adalah eksperimen dengan menggunakan

Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) Faktorial dengan dua faktor yaitu
pupuk organik kandang ayam yang terdiri dari empat taraf, yaitu K1 (0 gr/
lubang), K2 (100 gr/ lubang), K3 (200 gr/ lubang), K4 (300 gr/ lubang) dan pupuk
anorganik (Urea, TSP, KCl) yang terdiri dari empat taraf, yaitu A1 (0 gr/ lubang),
A2 (Urea 1,85 gr/ lubang, TSP 0,4 gr/ lubang, KCl 0,42 gr/ lubang), A3 (Urea 3,7
gr/ lubang, TSP 0,8 gr/ lubang, KCl 0,84 gr/ lubang), A4 (Urea 7,4 gr/ lubang,
TSP 1,6 gr/ lubang, KCl 1,68 gr/ lubang). Parameter yang diamati berdasarkan
kuantitas adalah bobot polong per plot (gr), jumlah polong per plot (buah),
panjang polong per plot (cm), dan berdasarkan kualitas adalah warna polong per
plot dan kandungan kalsium (Ca) per plot. Data yang diperoleh diolah
menggunakan analisis varians dan jika perlakuan memberikan pengaruh nyata
atau sangat nyata maka dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range
Test) pada taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara interaksi dan
tunggal penggunaan berbagai taraf pupuk organik dan pupuk anorganik
memberikan pengaruh nyata terhadap semua parameter yang diamati. Interaksi
antara perlakuan pupuk organik dan pupuk anorganik yang memberikan kuantitas
tertinggi terhadap parameter bobot polong per plot dan jumlah polong per plot
diperoleh perlakuan K2A3, K3 A3 dan K3A4, untuk parameter panjang polong per
plot diperoleh perlakuan K3A4. Kombinasi perlakuan pupuk organik dan pupuk
anorganik yang memberikan kualitas tertinggi terhadap warna polong dan

kandungan kalsium (Ca) diperoleh perlakuan K3A4.
Kata Kunci : buncis, pupuk organik, pupuk anorganik

iv

THE EFFECT OF ORGANIC AND INORGANIC FERTILIZERS ON THE
QUANTITY AND QUALITY OF COMMON BEAN
(Phaseolus vulgaris L.)
Difa Diniandra (4121220001)
Email: diniandradifa@yahoo.co.id

ABSTRACT
This study aims to find combination and the single effect of organic and inorganic
fertilizers and to find a best combination of organic and inorganic fertilizers
toward quantity and quality of the common bean, which was held on March 2016
until June 2016, at Kelurahan Berngam Kecamatan Binjai Kota, Kotamdya Binjai.
The materials used in this study were a type of vine bean seed varieties Gravo,
chicken manure and inorganic fertilizers (Urea, TSP, KCl). The method used in
this study was an experiment using Randomized Complete Block Design (RAKL)
factorial with two factors, the chicken manure consists of four levels: K1 (0 gr/

hole), K2 (100 gr/ hole), K3 (200 gr/ hole), K4 (300 gr/ hole) and inorganic
fertilizers (Urea, TSP, KCl), which consists of four levels: A1 (0 g/ hole), A2 (1,85
g/ hole Urea, 0,4 g/ hole TSP, 0,42 gr/ hole KCl), A3 (3,7 gr/ hole Urea, 0,8 g/
hole TSP, 0,84 gr/ hole KCl), A4 (7,4 gr/ hole Urea, 1,6 g/ hole TSP, 1,68 gr/ hole
KCl). The parameters observed were the weight of pods/ seedbed (gr), number of
pods/ seedbed (fruit), length of pods/ seedbed (cm), color of pods/ seedbed and
calcium (Ca)/ seedbed. The obtained datas were processed using analysis of
variance and then continued with DMRT (Duncan Multiple Range Test) at 5%
level. The result showed that the interaction and single effect of both organic and
inorganic fertilizers had significant effect on all parameters observed. K2A3, K3A3
and K3A4 provided the highest quantity of pod’s weight and number while K3A4
provided the highest pod’s length. K3A4 was the best treatment according to
quality of the pod’s color and Calsium (Ca) content.
Keywords: common bean, organic fertilizers, inorganic fertilizers

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas kesehatan dan

kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Pengaruh Penggunaan Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik Terhadap Kuantitas
dan Kualitas Hasil Tanaman Buncis (Phaseolus vulgaris L.)” sesuai dengan waktu
yang direncanakan untuk mendapatkan gelar sarjana sains pada jurusan Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Medan.
Rasa syukur penulis atas segala bantuan yang telah diberikan khususnya
kepada bapak Dr. Asrin Lubis, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam. Bapak Dr. Hasruddin, M.Pd. dan Ibu Endang
Sulistyarini Gultom, S.Si., M.Si., Apt. selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan
Bologi. Ibu Selvia Dewi Pohan, S.Si., M.Si. selaku dosen Pembimbing Skripsi
yang telah memberikan bimbingan, arahan dan waktunya kepada penulis dalam
penyusunan skripsi ini. Bapak Drs. Zulkifli Simatupang, M.Pd., Ibu Dra. Cicik
Suriani, M.Si., dan Ibu Dra. Uswatun Hasanah, M.Si., selaku dosen penguji dan
Bapak Drs. Hudson Sidabutar, M.Si. selaku dosen Pembimbing Akademik,
penulis mengucapkan terimakasih atas kritikan dan saran yang membangun untuk
memperbaiki skrispsi ini. Teristimewa untuk Ibunda Neni Suriani dan Ayahanda
Yusmaidi, S.ST. serta adik tersayang Fiqri Syahputra, dan sahabat-sahabat terbaik
Fathimah N.H, S.Si., Delly M.V Siregar, S.Si., Puput R, S.Si., Fretty J, S.Si., Siti
Hardiyanti, S.Si., Nisfa H., S.Si., Siti Sekar W, S.Si., Bimbi N, S.Pd., temanteman dari Biologi ND A dan B 2012 lainnya, dan terkhusus untuk Eka Prasetio,
S.Pd. yang selalu memberi dukungan, semangat dan motivasi. Penulis menyadari

bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan banyak
kekurangan. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan tulisan ini. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk para pembaca.
Medan, Februari 2017

Difa Diniandra
NIM. 4121220001

vi

DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Pengesahan

i

Riwayat Hidup

ii


Abstrak

iii

Abstract

iv

Kata Pengantar

v

Daftar Isi

vi

Daftar Gambar

viii


Daftar Tabel

x

Daftar Lampiran

xii

BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Identifikasi Masalah
1.3 Batasan Masalah
1.4 Rumusan Masalah
1.5 Tujuan Penelitian
1.6 Manfaat Penelitian

1
4
4
4

5
5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kerangka Teoritis
2.1.1 Tanaman Buncis (Phaseolus vulgaris L.)
2.1.2 Morfologi Tanaman Buncis (Phaseolus vulgaris L.)
2.1.3 Kandungan Setiap 100 gram Buncis
2.1.4 Kebutuhan Unsur Hara pada Buncis (Phaseolus vulgaris L.)
2.1.5 Pemupukan
2.1.6 Pupuk Organik
2.1.7 Pupuk Kandang
2.1.8 Pupuk Anorganik
2.2 Kerangka Berfikir
2.3 Hipotesis

6
6
6
8

8
9
9
10
11
12
12

BAB III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
3.2 Populasi dan Sampel
3.3 Alat dan Bahan
3.3.1 Alat
3.3.2 Bahan

14
14
14
14
14

vii

3.4 Prosedur Kerja
3.4.1 Penyediaan Benih Buncis
3.4.2 Penyiapan Lahan
3.4.3 Penanaman
3.4.4 Pemupukan
3.4.5 Pemeliharaan
3.4.6 Pemanenan
3.5 Rancangan Percobaan
3.6 Parameter Penelitian
3.7 Analisis Data
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Bobot Polong Tanaman Buncis Per Plot
4.1.2 Jumlah Polong Tanaman Buncis Per Plot
4.1.3 Panjang Polong Tanaman Buncis Per Plot
4.1.4 Kualitas Hasil Tanaman Buncis dari Sifat Warna Polong dan
Kandungan Kalsium (Ca) Secara Komposit
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengaruh Penggunaan Pupuk Organik Terhadap Kuantitas
Hasil Tanaman Buncis
4.2.2 Pengaruh Penggunaan Pupuk Anorganik Terhadap Kuantitas
Hasil Tanaman Buncis
4.2.3 Pengaruh Interaksi Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik
Terhadap Kuantitas Hasil Tanaman Buncis
4.2.4 Pengaruh Penggunaan Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik
Terhadap Kualitas Hasil Tanaman Buncis dari Sifat Warna Polong
Dan Kandungan Kalsium (Ca)

15
15
15
15
16
16
17
17
20
22

27
27
40
53
57
60
60
62
63

64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran

66
66

DAFTAR PUSTAKA

67

LAMPIRAN

70

viii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1
Gambar 3.1
Gambar 3.2
Gambar 4.1

Gambar 4.2
Gambar 4.3
Gambar 4.4

Gambar 4.5
Gambar 4.6
Gambar 4.7

Gambar 4.8
Gambar 4.9
Gambar 4.10

Gambar 4.11
Gambar 4.12
Gambar 4.13

Gambar 4.14
Gambar 4.15
Gambar 4.16

Gambar 4.17

Kerangka Berfikir
12
Tata Letak Tanaman di Lapangan
19
Bagan Plot Penelitian
20
Grafik Bobot Polong Tanaman Buncis per Plot (gr) pada
Perlakuan Interaksi Antara Pupuk Organik dan Pupuk
Anorganik pada Umur 60 HST
29
Grafik Bobot Polong Tanaman Buncis per Plot (gr) pada
Perlakuan Tunggal Pupuk Organik pada Umur 60 HST
29
Grafik Bobot Polong Tanaman Buncis per Plot (gr) pada
Perlakuan Tunggal Pupuk Anorganik pada Umur 60 HST 30
Grafik Bobot Polong Tanaman Buncis per Plot (gr) pada
Perlakuan Interaksi Antara Pupuk Organik dan Pupuk
Anorganik pada Umur 63 HST
32
Grafik Bobot Polong Tanaman Buncis per Plot (gr) pada
Perlakuan Tunggal Pupuk Organik pada Umur 63 HST
32
Grafik Bobot Polong Tanaman Buncis per Plot (gr) pada
Perlakuan Tunggal Pupuk Anorganik pada Umur 63 HST 33
Grafik Bobot Polong Tanaman Buncis per Plot (gr) pada
Perlakuan Interaksi Antara Pupuk Organik dan Pupuk
Anorganik pada Umur 75 HST
35
Grafik Bobot Polong Tanaman Buncis per Plot (gr) pada
Perlakuan Tunggal Pupuk Organik pada Umur 75 HST
35
Grafik Bobot Polong Tanaman Buncis per Plot (gr) pada
Perlakuan Tunggal Pupuk Anorganik pada Umur 75 HST 36
Grafik Bobot Polong Tanaman Buncis per Plot (gr) pada
Perlakuan Interaksi Antara Pupuk Organik dan Pupuk
Anorganik pada Umur 78 HST
38
Grafik Bobot Polong Tanaman Buncis per Plot (gr) pada
Perlakuan Tunggal Pupuk Organik pada Umur 78 HST
38
Grafik Bobot Polong Tanaman Buncis per Plot (gr) pada
Perlakuan Tunggal Pupuk Anorganik pada Umur 78 HST 39
Grafik Jumlah Polong Tanaman Buncis per Plot (buah)
pada Perlakuan Interaksi Antara Pupuk Organik dan Pupuk
Anorganik pada Umur 60 HST
42
Grafik Jumlah Polong Tanaman Buncis per Plot (buah) Pada
Perlakuan Tunggal Pupuk Organik pada Umur 60 HST
42
Grafik Jumlah Polong Tanaman Buncis per Plot (buah) Pada
Perlakuan Tunggal Pupuk Anorganik pada Umur 60 HST 43
Grafik Jumlah Polong Tanaman Buncis per Plot (buah) pada
Perlakuan Interaksi Antara Pupuk Organik dan Pupuk
Anorganik pada Umur 63 HST
45
Grafik Jumlah Polong Tanaman Buncis per Plot (buah) pada
Perlakuan Tunggal Pupuk Organik pada Umur 63 HST
46

ix

Gambar 4.18 Grafik Jumlah Polong Tanaman Buncis per Plot (buah) pada
Perlakuan Tunggal Pupuk Anorganik pada Umur 63 HST 46
Gambar 4.19 Grafik Jumlah Polong Tanaman Buncis per Plot (buah) pada
Perlakuan Interaksi Antara Pupuk Organik dan Pupuk
Anorganik pada Umur 75 HST
48
Gambar 4.20 Grafik Jumlah Polong Tanaman Buncis per Plot (buah) pada
Perlakuan Tunggal Pupuk Organik pada Umur 75 HST
48
Gambar 4.21 Grafik Jumlah Polong Tanaman Buncis per Plot (buah) pada
Perlakuan Tunggal Pupuk Anorganik pada Umur 75 HST 49
Gambar 4.22 Grafik Jumlah Polong Tanaman Buncis per Plot (buah) pada
Perlakuan Interaksi Antara Pupuk Organik dan Pupuk
Anorganik pada Umur 78 HST
51
Gambar 4.23 Grafik Jumlah Polong Tanaman Buncis per Plot (buah) pada
Perlakuan Tunggal Pupuk Organik pada Umur 78 HST
51
Gambar 4.24 Grafik Jumlah Polong Tanaman Buncis per Plot (buah) pada
Perlakuan Tunggal Pupuk Anorganik pada Umur 78 HST 52
Gambar 4.25 Grafik Panjang Polong Tanaman Buncis per Plot (cm) pada
Perlakuan Interaksi Antara Pupuk Organik dan Pupuk
Anorganik pada Umur 69 HST
55
Gambar 4.26 Grafik Panjang Polong Tanaman Buncis per Plot (cm) pada
Perlakuan Tunggal Pupuk Organik pada Umur 69 HST
55
Gambar 4.27 Grafik Panjang Polong Tanaman Buncis per Plot (cm) pada
Perlakuan Tunggal Pupuk Anorganik pada Umur 69 HST 56
Gambar 4.28 Kandungan Kalsium (Ca) pada Polong Buncis yang diambil
Secara Komposit
58

x

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Unsur hara pada pupuk kandang (%)
Tabel 3.1 Kombinasi Perlakuan Pupuk Kandang Ayam dan
Pupuk Anorganik
Tabel 3.2 Model Pengamatan untuk RAK Faktorial
Tabel 3.3 Model Analisis Varians (ANAVA)
Tabel 4.1 Rataan bobot polong tanaman buncis per plot (gr) pada
perlakuan interaksi antara pupuk organik dan pupuk
anorganik, perlakuan tunggal pupuk organik dan perlakuan
tunggal pupuk anorganik pada umur 60 HST
Tabel 4.2 Rataan bobot polong tanaman buncis per plot (gr) pada
perlakuan interaksi antara pupuk organik dan pupuk
anorganik, perlakuan tunggal pupuk organik dan perlakuan
tunggal pupuk anorganik pada umur 63 HST
Tabel 4.3 Rataan bobot polong tanaman buncis per plot (gr) pada
perlakuan interaksi antara pupuk organik dan pupuk
anorganik, perlakuan tunggal pupuk organik dan perlakuan
tunggal pupuk anorganik pada umur 75 HST
Tabel 4.4 Rataan bobot polong tanaman buncis per plot (gr) pada
perlakuan interaksi antara pupuk organik dan pupuk
anorganik, perlakuan tunggal pupuk organik dan perlakuan
tunggal pupuk anorganik pada umur 78 HST
Tabel 4.5 Rataan jumlah polong tanaman buncis per plot (buah) pada
perlakuan interaksi antara pupuk organik dan pupuk
anorganik, perlakuan tunggal pupuk organik dan perlakuan
tunggal pupuk anorganik pada umur 60 HST
Tabel 4.6 Rataan jumlah polong tanaman buncis per plot (buah) pada
perlakuan interaksi antara pupuk organik dan pupuk
anorganik, perlakuan tunggal pupuk organik dan perlakuan
tunggal pupuk anorganik pada umur 63 HST
Tabel 4.7 Rataan jumlah polong tanaman buncis per plot (buah) pada
perlakuan interaksi antara pupuk organik dan pupuk
anorganik, perlakuan tunggal pupuk organik dan perlakuan
tunggal pupuk anorganik pada umur 75 HST
Tabel 4.8 Rataan jumlah polong tanaman buncis per plot (buah) pada
perlakuan interaksi antara pupuk organik dan pupuk
anorganik, perlakuan tunggal pupuk organik dan perlakuan
tunggal pupuk anorganik pada umur 78 HST
Tabel 4.9 Rataan panjang polong tanaman buncis per plot (cm) pada
perlakuan interaksi antara pupuk organik dan pupuk
anorganik, perlakuan tunggal pupuk organik dan perlakuan
tunggal pupuk anorganik pada umur 69 HST

11
18
23
25

28

31

34

37

40

44

47

50

53

xi

Tabel 4.10 Hasil Pengamatan Kualitas Hasil Panen Tanaman Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) Kandungan Kalsium (Ca) Secara
Komposit
Tabel 4.11 Hasil Pengamatan Kualitas Hasil Panen Tanaman Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) dari Warna Polong Secara
Komposit

57

59

xii

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1.

Data Pengamatan Panen Pertama Bobot Polong Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) per Bedengan pada Perlakuan
Penggunaan Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik
umur 60 HST (gram)
Lampiran 2. Sidik Ragam Bobot Polong Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) per Bedengan pada Perlakuan
Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik umur 60 HST
Lampiran 3. Data uji jarak berganda Duncan atau Duncan Multiple
Range Test (DMRT) pada Interaksi Antara Pupuk
Organik dan Pupuk Anorganik, Perlakuan Tunggal Pupuk
Organik dan Perlakuan Tunggal Pupuk Anorganik
Terhadap Bobot Polong Buncis (Phaseolus vulgaris L.)
per Bedengan umur 60 HST
Lampiran 4. Data Pengamatan Panen Kedua Bobot Polong Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) per Bedengan pada Perlakuan
Penggunaan Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik
umur 63 HST (gram)
Lampiran 5. Sidik Ragam Bobot Polong Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) per Bedengan pada Perlakuan
Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik umur 63 HST
Lampiran 6. Data uji jarak berganda Duncan atau Duncan Multiple
Range Test (DMRT) pada Interaksi Antara Pupuk
Organik dan Pupuk Anorganik, Perlakuan Tunggal Pupuk
Organik dan Perlakuan Tunggal Pupuk Anorganik
terhadapBobot Polong Buncis (Phaseolus vulgaris L.)
per Bedengan umur 63 HST
Lampiran 7. Data Pengamatan Panen Ketiga Bobot Polong Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) per Bedengan pada Perlakuan
Penggunaan Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik
umur 66 HST (gram)
Lampiran 8. Sidik Ragam Bobot Polong Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) per Bedengan pada Perlakuan
Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik umur 66 HST
Lampiran 9. Data Pengamatan Panen Keempat Bobot Polong Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) per Bedengan pada Perlakuan
Penggunaan Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik
umur 69 HST (gram)
Lampiran 10. Sidik Ragam Bobot Polong Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) per Bedengan pada Perlakuan
Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik umur 69 HST
Lampiran 11. Data Pengamatan Panen Kelima Bobot Polong Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) per Bedengan pada Perlakuan
Penggunaan Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik

70

70

71

72

72

73

74

74

75

75

xiii

umur 72 HST (gram)
Lampiran 12. Sidik Ragam Bobot Polong Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) per Bedengan pada Perlakuan
Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik umur 72 HST
Lampiran 13. Data Pengamatan Panen Keenam Bobot Polong Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) per Bedengan pada Perlakuan
Penggunaan Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik
umur 75 HST (gram)
Lampiran 14. Sidik Ragam Bobot Polong Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) per Bedengan pada Perlakuan
Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik umur 75 HST
Lampiran 15. Data uji jarak berganda Duncan atau Duncan Multiple
Range Test (DMRT) pada Interaksi Antara Pupuk
Organik dan Pupuk Anorganik, Perlakuan Tunggal Pupuk
Organik dan Perlakuan Tunggal Pupuk Anorganik
terhadap Bobot Polong Buncis (Phaseolus vulgaris L.)
per Bedengan umur 75 HST
Lampiran 16. Data Pengamatan Panen Ketujuh Bobot Polong Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) per Bedengan pada Perlakuan
Penggunaan Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik
umur 78 HST (gram)
Lampiran 17. Sidik Ragam Bobot Polong Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) per Bedengan pada Perlakuan
Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik umur 78 HST
Lampiran 18. Data uji jarak berganda Duncan atau Duncan Multiple
Range Test (DMRT) pada Interaksi Antara Pupuk
Organik dan Pupuk Anorganik, Perlakuan Tunggal Pupuk
Organik dan Perlakuan Tunggal Pupuk Anorganik
terhadap Bobot Polong Buncis (Phaseolus vulgaris L.)
per Bedengan umur 78 HST
Lampiran 19. Data Pengamatan Panen Pertama Jumlah Polong Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) per Bedengan pada Perlakuan
Penggunaan Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik
umur 60 HST (buah)
Lampiran 20. Sidik Ragam Jumlah Polong Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) per Bedengan pada Perlakuan
Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik umur 60 HST
Lampiran 21. Data uji jarak berganda Duncan atau Duncan Multiple
Range Test (DMRT) pada Interaksi Antara Pupuk
Organik dan Pupuk Anorganik, Perlakuan Tunggal Pupuk
Organik dan Perlakuan Tunggal Pupuk Anorganik
terhadap Jumlah Polong Buncis (Phaseolus vulgaris L.)
per Bedengan umur 60 HST
Lampiran 22. Data Pengamatan Panen Kedua Jumlah Polong Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) per Bedengan pada Perlakuan
Penggunaan Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik

76

76

77

77

78

79

79

80

81

81

82

xiv

umur 63 HST (buah)
Lampiran 23. Sidik Ragam Jumlah Polong Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) per Bedengan pada Perlakuan
Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik umur 63 HST
Lampiran 24. Data uji jarak berganda Duncan atau Duncan Multiple
Range Test (DMRT) pada Interaksi Antara Pupuk
Organik dan Pupuk Anorganik, Perlakuan Tunggal Pupuk
Organik dan Perlakuan Tunggal Pupuk Anorganik
terhadap Jumlah Polong Buncis (Phaseolus vulgaris L.)
per Bedengan umur 63 HST
Lampiran 25. Data Pengamatan Panen Ketiga Jumlah Polong Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) per Bedengan pada Perlakuan
Penggunaan Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik
umur 66 HST (buah)
Lampiran 26. Sidik Ragam Jumlah Polong Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) per Bedengan pada Perlakuan
Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik umur 66 HST
Lampiran 27. Data Pengamatan Panen Keempat Jumlah Polong Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) per Bedengan pada Perlakuan
Penggunaan Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik
umur 69 HST (buah)
Lampiran 28. Sidik Ragam Jumlah Polong Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) per Bedengan pada Perlakuan
Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik umur 69 HST
Lampiran 29. Data Pengamatan Panen Kelima Jumlah Polong Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) per Bedengan pada Perlakuan
Penggunaan Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik
umur 72 HST (buah)
Lampiran 30. Sidik Ragam Jumlah Polong Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) per Bedengan pada Perlakuan
Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik umur 72 HST
Lampiran 31. Data Pengamatan Panen Keenam Jumlah Polong Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) per Bedengan pada Perlakuan
Penggunaan Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik
umur 75 HST (buah)
Lampiran 32. Sidik Ragam Jumlah Polong Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) per Bedengan pada Perlakuan
Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik umur 75 HST
Lampiran 33. Data uji jarak berganda Duncan atau Duncan Multiple
Range Test (DMRT) pada Interaksi Antara Pupuk
Organik dan Pupuk Anorganik, Perlakuan Tunggal Pupuk
Organik dan Perlakuan Tunggal Pupuk Anorganik
terhadap Jumlah Polong Buncis (Phaseolus vulgaris L.)
per Bedengan umur 75 HST
Lampiran 34. Data Pengamatan Panen Ketujuh Jumlah Polong Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) per Bedengan pada Perlakuan

83

83

84

85

85

86

86

87

87

88

88

89

xv

Lampiran 35.

Lampiran 36.

Lampiran 37.

Lampiran 38.

Lampiran 39.

Lampiran 40.

Lampiran 41.

Lampiran 42.

Lampiran 43.

Lampiran 44.

Lampiran 45.

Penggunaan Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik
umur 78 HST (buah)
Sidik Ragam Jumlah Polong Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) per Bedengan pada Perlakuan
Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik umur 78 HST
Data uji jarak berganda Duncan atau Duncan Multiple
Range Test (DMRT) pada Interaksi Antara Pupuk
Organik dan Pupuk Anorganik, Perlakuan Tunggal Pupuk
Organik dan Perlakuan Tunggal Pupuk Anorganik
terhadap Jumlah Polong Buncis (Phaseolus vulgaris L.)
per Bedengan umur 78 HST
Data Pengamatan Panen Pertama Panjang Polong Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) per Bedengan pada Perlakuan
Penggunaan Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik
umur 60 HST (cm)
Sidik Ragam Panjang Polong Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) per Bedengan pada Perlakuan
Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik umur 60 HST
Data Pengamatan Panen Kedua Panjang Polong Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) per Bedengan pada Perlakuan
Penggunaan Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik
umur 63 HST (cm)
Sidik Ragam Panjang Polong Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) per Bedengan pada Perlakuan
Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik umur 63 HST
Data Pengamatan Panen Ketiga Panjang Polong Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) per Bedengan pada Perlakuan
Penggunaan Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik
umur 66 HST (cm)
Sidik Ragam Panjang Polong Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) per Bedengan pada Perlakuan
Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik umur 66 HST
Data Pengamatan Panen Keempat Panjang Polong Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) per Bedengan pada Perlakuan
Penggunaan Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik
umur 69 HST (cm)
Sidik Ragam Panjang Polong Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) per Bedengan pada Perlakuan
Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik umur 69 HST
Data uji jarak berganda Duncan atau Duncan Multiple
Range Test (DMRT) pada Interaksi Antara Pupuk
Organik dan Pupuk Anorganik, Perlakuan Tunggal Pupuk
Organik dan Perlakuan Tunggal Pupuk Anorganik
terhadap Panjang Polong Buncis (Phaseolus vulgaris L.)
per Bedengan umur 69 HST

90

90

91

92

92

93

93

94

94

95

95

96

xvi

Lampiran 46. Data Pengamatan Panen Kelima Panjang Polong Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) per Bedengan pada Perlakuan
Penggunaan Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik
umur 72 HST (cm)
Lampiran 47. Sidik Ragam Panjang Polong Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) per Bedengan pada Perlakuan
Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik umur 72 HST
Lampiran 48. Data Pengamatan Panen Keenam Panjang Polong Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) per Bedengan pada Perlakuan
Penggunaan Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik
umur 75 HST (cm)
Lampiran 49. Sidik Ragam Panjang Polong Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) per Bedengan pada Perlakuan
Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik umur 75 HST
Lampiran 50. Data Pengamatan Panen Ketujuh Panjang Polong Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) per Bedengan pada Perlakuan
Penggunaan Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik
umur 78 HST (cm)
Lampiran 51. Sidik Ragam Panjang Polong Buncis
(Phaseolus vulgaris L.) per Bedengan pada Perlakuan
Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik umur 78 HST
Lampiran 52. Data Hasil Pengamatan Kualitas Hasil Panen Tanaman
Buncis (Phaseolus vulgaris L.) dari Sifat Warna Polong
dan Kandungan Kalsium (Ca) Secara Komposit
Lampiran 53. Foto Penelitian

97

97

98

98

99

99

100
101

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Sayuran merupakan produk pertanian strategis yang ketersediaannya di

Indonesia berlimpah sepanjang tahun. Konsumsi sayuran masyarakat Indonesia
sendiri selalu meningkat dari tahun ke tahun. Salah satu komoditas sayuran
tersebut yaitu buncis (Widaningrum dkk, 2008). Buncis merupakan salah satu
jenis tanaman sayuran polong yang memiliki banyak kegunaan. Sebagai bahan
sayuran, polong buncis dapat dikonsumsi dalam keadaan muda atau dikonsumsi
bijinya. Buncis memiliki kandungan nilai gizi yang lengkap dengan kadar mineral
berupa kalsium sebesar 6,5 gr/ 100 gr bahan yang dapat dimakan (Cahyono,
2014).
Produktivitas buncis Nasional tahun 2013 baru mencapai 10,88 ton/ ha
dengan luas panen 30,049 ha dan pada tahun 2014 adalah 11,11 ton/ ha dengan
luas panen sedikit menurun menjadi 28,632 ha (BPS, 2014). Meskipun terjadi
peningkatan produksi sebesar 0,23% namun luas panen mengalami penurunan
sebesar 1,417 ha akibat jumlah penduduk Indonesia yang mengalami penambahan
setiap tahunnya. Keadaan tersebut belum dapat memenuhi kebutuhan sayuran bagi
penduduk karena dari tahun 2010-2014 laju pertumbuhan manusia di Indonesia
mencapai 1,49% tiap tahunnya (BPS, 2014). Namun kenyataannya, penyediaan
buncis dan konsumsi per kapita tidak banyak berubah. Bertambahnya jumlah
penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan
pentingnya pemenuhan gizi, mengakibatkan permintaan buncis mengalami
kenaikan (Hodiyah dkk, 2007).
Maka menurut Rizqiani dkk (2007) bahwa perlu dilakukan usaha untuk
membudidayakan buncis secara intensif dan komersial, sehingga kuantitas,
kualitas dan kontinuitas produksinya pun dapat memenuhi standar permintaan
konsumen (pasar). Caranya dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, misalnya
dengan meningkatkan penggunaan pupuk, melakukan pengaturan jarak tanam atau
menggunakan berbagai macam zat pengatur tumbuh untuk mengatur pertumbuhan

2

dan produktivitas tanaman. Hal ini didukung oleh Nadapdap (2012), yang
mengemukakan bahwa faktor- faktor paling dominan yang mempengaruhi petani
dalam melakukan pengendalian kualitas meliputi penggunaan pupuk yang sesuai
dianjurkan oleh dinas pertanian, hama dan penyakit, panen, standar kualitas,
pengetahuan petani, biaya, musim, dan pascapanen. Oleh karena itu, salah satu
usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas buncis
(Phaseolus vulgaris L.) sehingga tercukupi permintaan penduduk ialah dengan
mengusahakan agar tanaman mendapat unsur hara yang cukup selama
pertumbuhannya, yaitu melalui pemupukan (Rachmadani dkk, 2014).
Kegiatan usaha tani yang intensif mendorong pemakaian pupuk anorganik
terus meningkat. Alternatif pemecahan yang dapat dilakukan untuk mengurangi
ketergantungan petani pada pupuk anorganik ialah dengan memanfaatkan pupuk
organik. Penggunaan pupuk anorganik sering digunakan petani karena pengaruh
yang ditimbulkan lebih cepat terlihat. Karena penggunaan pupuk anorganik
merupakan cara tercepat untuk mempertahankan produktivitas tanaman karena
unsur-unsur hara yang diberikan dalam bentuk ion yang mudah tersedia bagi
tanaman (Rachmadani dkk, 2014). Penggunaan pupuk anorganik secara
berlebihan akan menimbulkan pencemaran lingkungan dan berdampak negatif
terhadap tanah, organisme yang hidup di dalam tanah, dan pertumbuhan tanah itu
sendiri (Cahyono, 2014). Namun tidak menutup kemungkinan bahwa penggunaan
pupuk anorganik secara tepat akan menghasilkan kuantitas dan kualitas buncis
yang baik, karena berdasarkan penelitan Rachmadani dkk (2014) menyatakan
bahwa, perlakuan pemberian pupuk anorganik berupa 100 kg N/ ha, 300 kg P 2O5/
ha dan 100 kg K2O/ ha menghasilkan hasil panen per hektar lebih tinggi dari pada
perlakuan lainnya.
Penggunaan pupuk organik dengan menggunakan pupuk kandang dapat
meningkatkan hasil tanaman kacang buncis. Pupuk kandang sangat baik untuk
pemupukan karena dapat memperbaiki sifat fisik tanah, sifat kimia tanah, dan sifat
biologis tanah. Selain itu juga menambah kesuburan tanah, meningkatkan
aktivitas jasad renik dan menahan air dalam tanah. Jenis pupuk kandang dapat
berupa kotoran sapi atau kerbau, kotoran kambing, kotoran ayam, kotoran kuda,

3

kotoran itik, dan kotoran burung puyuh (Cahyono, 2014). Meskipun demikian
pupuk organik juga memiliki kekurangan yakni kandungan hara makro dan
mikronya yang relatif rendah, sehingga aplikasinya diperlukan dalam jumlah
banyak (Rachmadani dkk, 2014).
Pupuk organik yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk kandang
ayam, ditujukan untuk menjaga kelestarian lahan karena mampu memperbaiki
sifat fisika, kimia dan biologi tanah. Pupuk kandang yang berasal dari kotoran
ayam sangat baik untuk pertumbuhan tanaman buncis karena memiliki kandungan
nitrogen (N) dan phosphat (P) yang lebih tinggi dari pada kotoran hewan lainnya
(Cahyono, 2014). Menurut Sosrosoedirdjo dkk (1990) kandungan hara pada
pupuk kandang ayam mengandung 1,63% N; 1,54% P2O5; 0,85% K2O; dan 1,7%
CaO.
Unsur hara yang tersedia di dalam tanah dapat mempengaruhi serat yang
akan dihasilkan oleh buah pada tumbuhan yang ditanami disekitarnya. Untuk itu
kesuburan tanah sangat mempengaruhi hasil yang akan diperoleh. Kesuburan
tanah adalah suatu keadaan tanah di mana tata air, udara dan unsur hara dalam
keadaan cukup seimbang dan tersedia sesuai kebutuhan tanaman, baik fisik, kimia
dan biologi tanah (Schroeder, 1984).
Apabila tempat tumbuhnya banyak terdapat kalsium maka pada buah yang
dihasilkan akan terdapat banyak kalsium juga. Kekurangan ion-ion kalsium dalam
tanah akan menyebabkan sumber kalsium yang dibutuhkan tanaman untuk
tumbuh semakin terhambat (Sjofjan dan Idwar, 2009).
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, untuk
mendapatkan buncis yang berkuantitas dan berkualitas maka perlu dilakukan
penelitian tentang “Pengaruh Penggunaan Pupuk Organik dan Pupuk
Anorganik Terhadap Kuantitas dan Kualitas Hasil Tanaman Buncis
(Phaseolus vulgaris L.)”

4

1.2

Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka dapat diidentifkasi permasalahan sebagai
berikut:
1. Penyediaan buncis dan konsumsi per kapita tidak banyak berubah seiring
bertambahnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya
kesadaran masyarakat akan pentingnya pemenuhan gizi.
2. Masih rendahnya kuantitas dan kualitas buncis dengan pemupukan yang
belum berimbang.

1.3

Batasan Masalah
Dari beberapa masalah yang muncul dalam penelitian ini, maka peneliti
membatasi dengan menemukan pengaruh tunggal maupun kombiansi
pupuk organik dan pupuk anorganik dan menemukan kombinasi perlakuan
pupuk organik dan pupuk anorganik yang memberikan kuantitas dan
kualitas hasil panen tanaman buncis (Phaseolus vulgaris L.) tertinggi.

1.4

Rumusan Masalah

Berdasarkan urairan batasan masalah, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Apakah dengan pemberian pupuk organik dan pupuk anorganik akan
memberikan pengaruh tunggal dan kombinasi terhadap kuantitas dan
kualitas hasil panen tanaman buncis (Phaseolus vulgaris L.)?
2. Kombinasi perlakuan pupuk organik dan pupuk anorganik mana yang
memberikan kuantitas dan kualitas hasil panen tanaman buncis (Phaseolus
vulgaris L.) tertinggi?

5

1.5

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan di atas, maka penelitian ini
bertujuan untuk:
1. Menemukan pengaruh tunggal dan kombinasi pemberian pupuk organik
dan pupuk anorganik terhadap kuantitas dan kualitas hasil panen tanaman
buncis (Phaseolus vulgaris L.)
2. Menemukan kombinasi perlakuan pupuk organik dan pupuk anorganik
yang memberikan kuantitas dan kualitas hasil panen tanaman buncis
(Phaseolus vulgaris L.) tertinggi.

1.6

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:
1. Bagi mahasiswa yaitu dapat menambah pengetahuan dan pemahaman
tentang pengaruh secara interaksi dan tunggal penggunaan pupuk organik
dan pupuk anorganik pada hasil panen tanaman buncis (Phaseolus
vulgaris L.).
2. Bagi petani yang menanam tanaman buncis (Phaseolus vulgaris L.) yaitu
dapat memberikan informasi kepada petani tentang penggunaan pupuk
organik dan pupuk anorganik yang tepat untuk hasil panen tanaman buncis
(Phaseolus vulgaris L.) yang optimal.

66

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis statistik yang telah dilakukan

maka diperoleh kesimpulan bahwa:
1. Interaksi antara perlakuan pupuk organik dan pupuk anorganik
memberikan pengaruh nyata terhadap semua parameter yang diamati
terutama pada bobot polong dan jumlah polong umur 60 HST, 63 HST, 75
HST dan 78 HST, panjang polong umur 69 HST. Perlakuan berbagai
konsentrasi pupuk organik secara tunggal berpengaruh nyata terhadap
semua parameter yang diamati terutama pada bobot polong dan jumlah
polong umur 60 HST, 75 HST dan 78 HST, panjang polong hanya pada
umur 69 HST. Perlakuan berbagai konsentrasi pupuk anorganik secara
tunggal berpengaruh nyata terhadap semua parameter yang diamati
terutama pada bobot polong dan jumlah polong umur 63 HST dan 78 HST,
panjang polong hanya pada umur 69 HST.
2. Interaksi antara perlakuan pupuk organik dan pupuk anorganik yang
memberikan kuantitas tertinggi terhadap parameter bobot polong per plot
dan jumlah polong diperoleh perlakuan K2A3, K3 A3 dan K3A4. Sedangkan
untuk parameter panjang polong per plot diperoleh perlakuan K3A4.
Interaksi perlakuan pupuk organik dan pupuk anorganik yang memberikan
kualitas tertinggi terhadap kualitas hasil tanaman buncis dari sifat warna
polong dan kandungan kalsium (Ca) diperoleh perlakuan K3A4.

5.2

Saran
Adapun saran yang bisa diberikan dari penelitian yang telah dilakukan

ialah perlu penelitian lebih lanjut pada interaksi antara pupuk organik dan pupuk
anorganik pada tanaman buncis yang tidak berpengaruh nyata terhadap bobot,
jumlah dan polong buncis pada umur 66 HST, 69 HST dan 72 HST.

67

DAFTAR PUSTAKA
Aiman, U., Bambang Sriwijaya, Arif Nor Fa’uzi, (2015), Pengaruh PGPRM
(Plant Growth Promoting Rhizospheric Microorganism) dan Macam
Media Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Buncis Perancis, Jurnal
The 2nd University Research Coloquium, ISSN: 2407-9189.
Anonim, (2013), Cara Memilih Sayuran, www.livingwell.co.id/post/physicalwell-being/cara-memilih-sayuran (diakses 20 Januari 2016).
BPS, (2014), Statistik Tanaman Sayuran dan Buah-buahan Semusim Indonesia,
Badan Pusat Statistik, Jakarta.
BPS, (2014), Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Provinsi, Badan Pusat
Statistik, Jakarta.
Cahyono, B., (2014), Rahasia Budidaya Buncis, Pustaka Mina, Jakarta.
Dwidjoseputro, D., (1985), Pengantar Fisiologi Tumbuhan, Gramedia, Jakarta.
Fachruddin, L., (2000), Budidaya Kacang-kacangan, Kanisius, Yogyakarta.
Fitriani, Ni Luh Cicik, Daud K. Walanda, dan Nurdin Rahman, (2012), Penentuan
Kadar Kalium (K) dan Kalsium (Ca) dalam Labu Siam (Sechium edule)
serta Pengaruh Tempat Tumbuhnya, Jurnal Akademika Kimia 1(4): 174
180.
Hodiyah, I., Fitri Kurniati, dan Pipit ER Puspita, (2007), Pertumbuhan dan Hasil
Tanaman Buncis (Phaseolus vulgaris L.) yang Diberi Kotoran Ayam
Difermentasi “M-BIO”, Fakultas Pertanian, Universitas Siliwangai,
Tasikmalaya.
Kurniawati, B., (2008), Respon Fisiologi dan Tingkat Kerontokan Buah Tanaman
Belimbing (Averrhoa carambola, L.) terhadap Aplikasi GA 3 dan 2,4-D,
Tesis, IPB, Bogor.
Lingga, P., (1994), Petunjuk Penggunaan Pupuk, Penebar Swadaya, Jakarta.
Maesen, L. G. J. Van der dan Sadikin Somaatmadja, (1993), Sumber Daya Nabati
Asia Tenggara 1: Kacang-kacangan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Minardi, S., (2002), Kajian Komposisi Pupuk NPK Terhadap Hasil Beberapa
Varietas Tanaman Buncis Tegak (Phaseolus vulgaris L) di Tanah Alfisol,
Jurnal Sains Tanah 2(1): 18-24.

68

Nadapdap, H. J., (2012), Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengendalian
Kualitas Baby Buncis untuk Memenuhi Pasar Ekspor, Jurnal Agribisnis
dan Pengembangan Wilayah 4(1): 1-12.
Pitojo, S., (2004), Benih Buncis, Kanisuis, Yogyakarta.
Rachmadani, N. W., Koesriharti, dan Mudji Santoso, (2014), Pengaruh Pupuk
Organik dan Pupuk Anorganik Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman
Buncis Tegak (Phaseolus vulgaris L.), Jurnal Produksi Tanaman 2(6): 443452.
Rizki, F., (2013), The Miracle of Vegetables, AgroMedia Pustaka, Jakarta.
Rizqiani, N. F., Erlina Ambarwati, dan Nasih Widya Yuwono, (2007), Pengaruh
Dosis dan Frekuensi Pemberian Pupuk Organik Cair Terhadap Pertumbuhan
dan Hasil Buncis (Phaseolus vulgaris L.) Daratan Rendah, Jurnal Ilmu
Tanah dan Lingkungan 7(1): 43-53.
Roidah, I. S., (2013), Manfaat Penggunaan Pupuk Organik untuk Kesuburan
Tanah, Jurnal Universitas Tulungagung Bonorowo 1(1): 30-42.
Rostini, N., (2011), 6 Jurus Bertanam Cabai Bebas Hama dan Penyakit,
AgroMedia Pustaka, Jakarta.
Rukmana, R., (2014), Sukses Budidaya Aneka Kacang Sayur di Pekarangan dan
Perkebunan, Lily Publisher, Yogyakarta.
Safitry, M. R dan Juang Gema Kartika, (2013), Pertumbuhan dan Produksi Buncis
Tegak (Phaseolus vulgaris L.) pada Beberapa Kombinasi Media Tanam
Organik, Jurnal Agrohorti 1(1): 94-103.
Schroeder, D., (1984), Soils, Facts, and Concepts, Potash int. Bern.
Sitompul, S. M. dan Bambang Guritno, (1995), Analisis Pertumbuhan Tanaman,
UGM Press, Yogyakarta.
Sjofjan, J. dan Idwan, (2009), Pemberian Kalsium pada Beberapa Kelembaban
Tanah Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung Manis (Zea mays
sacharata sturt), Universitas Riau 8(1): 17-22.
Sosrosoedirdjo, R. Soeroto, Bachtiar Rifai, dan Iskandar S. Prawira, (1990), Ilmu
Memupuk 2, CV. Yasaguna, Jakarta.

69

Styaningrum, L., Koesriharti, dan Moch. Dawam Maghfoer, (2013), Respons
Tanaman Buncis (Phaseolus Vulgaris L.) Terhadap Dosis Pupuk Kandang
Kambing dan Pupuk Daun Yang Berbeda, Jurnal Produksi Tanaman, 1(1):
54-60.
Supriyadi, S., (2009), Status Unsur-unsur Basa (Ca2+, Mg
Lahan Kering Madura, Jurnal Agrovigor, 2(1): 35-41.

2+

, K+, dan Na+) di

Sutedjo, M. M., (1992), Pupuk dan Cara Pemupukan, Rineka Cipta, Jakarta.
Syamsuddin, A., Purwaningsih dan Asnawati, (2012), Pengaruh Berbagai Macam
Mikroorganisme Lokal Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Terung
pada Tanah Aluvial, Jurnal Ilmu Pertanian 17(2): 221-227.
Widaningrum, N. Setyawan, D. A. Setyabudi, (2008), Pengaruh Cara
Pembumbuan dan Suhu Penggorengan Vakum Terhadap Sifat Kimia dan
Sensori Kacang Keripik Buncis (Phaseolus vulgaris, L.) Muda, Jurnal
Pascapanen 3(2): 45-54.
Yulianti, L. Indah Murwani, (2014), Biostatistika, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Zulkarnain, (2013), Budidaya Sayuran Tropis, Bumi Aksara, Jakarta.