PENGARUH DOSIS PUPUK UREA DAN SP-36 PADA VIGOR AWAL BENIH BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.)

Titiani Pertiwi

ABSTRAK
PENGARUH DOSIS PUPUK UREA DAN SP-36 PADA VIGOR AWAL BENIH
BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.)

Oleh
Titiani Pertiwi

Penelitian dimulai pada bulan September−Oktober 2011 di Laboratorium Benih
Fakultas Pertanian Universitas Lampung dilakukan untuk mengetahui pengaruh
pemberian pupuk Urea, pupuk SP-36, serta interaksi antara pupuk Urea dan pupuk
SP-36 dengan dosis yang berbeda-beda pada vigor awal benih buncis. Penelitian ini
menggunakan rancangan petak terbagi (split plot) dan perlakuan faktorial (3x3) yang
terdiri dari dua faktor yaitu dosis pupuk Urea sebagai petak utama dan dosis pupuk
SP-36 sebagai anak petak. Uji BNJ dengan taraf α 5% untuk pembandingan
antarperlakuan. Petak utama dosis pupuk Urea adalah 150 kg/ha, 200 kg/ha, dan 250
kg/ha, dan anak petak dosis pupuk SP-36 adalah 150 kg/ha, 200 kg/ha, dan 250 kg/ha.
Peubah yang diamati adalah kecambah normal kuat, kecambah normal lemah,
kecambah abnormal, kecambah normal total, bobot kering kecambah normal, panjang
hipokotil, panjang akar primer. Pengujian vigor awal benih buncis menggunakan

metode pengusangan cepat uap etanol (MPCUE) dengan lama deraan 0, 25, dan 50
menit. Pupuk Urea dengan dosis yang berbeda-beda berpengaruh pada vigor awal
yang ditunjukkan oleh peubah kecambah normal total, kecambah normal lemah, dan
bobot kering kecambah normal. Pengaruh pupuk SP-36 dengan dosis yang berbedabeda juga menyebabkan perbedaan vigor awal yang ditunjukkan oleh peubah
kecambah abnormal. Pengaruh interaksi dosis pupuk Urea dan dosis pupuk SP-36
nyata pada vigor awal yang ditunjukkan oleh peubah kecepatan perkecambahan,
kecambah normal total, kecambah abnormal, dan kecambah normal lemah.
Kata kunci: Urea; SP-36; Vigor awal; Benih; Buncis.

PENGARUH DOSIS PUPUK UREA DAN SP-36 PADA VIGOR AWAL
BENIH BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.)

Oleh
Titiani Pertiwi
Skripsi
Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PERTANIAN
Pada
Program Studi Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2012

Judul Skripsi

: PENGARUH DOSIS PUPUK UREA DAN SP-36
PADA VIGOR AWAL BENIH BUNCIS
(Phaseolus vulgaris L.)

Nama Mahasiswa

: Titiani Pertiwi

Nomor Pokok Mahasiswa

: 0714011059


Program Studi

: Agroteknologi

Fakultas

: Pertanian

MENYETUJUI
1.Komisi Pembimbing

Ir. Eko Pramono, M.S.
NIP 196108141986091001

Ir. M. Syamsoel Hadi, M.Sc.
NIP 196106131985031002

2. Ketua Program Studi Agroteknologi

Dr. Ir. Kuswanta F. Hidayat, M.P.

NIP 196411181989021002

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua

: Ir. Eko Pramono, M.S.

Sekretaris

: Ir. M. Syamsoel Hadi, M.Sc.

Penguji
Bukan Pembimbing

: Ir. Rugayah, M.S.

2. Dekan Fakultas Pertanian


Prof. Dr. Ir. Wan Abas Zakaria, M.S.
NIP196108261987021001

Tanggal Lulus Ujian Skripsi: 17 April 2012

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Metro pada tanggal 27 Agustus 1989, sebagai anak pertama
dari Bapak Sucipto (Alm.) dan Ibu Dra. Tripeni Handayani.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) Pertiwi Teladan Metro diselesaikan tahun
1995, Sekolah Dasar (SD) Al-Qur’an Metro diselesaikan pada tahun 2001,
Sekolah Menengah Pertama (SLTP) di SLTPN 1 Trimurjo pada tahun 2004, dan
Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 1 Metro pada tahun 2007.

Tahun 2007, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Agronomi,
Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui
jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan pada tahun 2008
diintegrasikan pada Program Studi Agroteknologi. Pada tahun 2008 penulis

pernah bergabung dalam pekan seni pelajar se-Lampung (Peksipel). Pada tahun
2008 penulis pernah bergabung dalam English Crop Science Club (ECSC). Pada
tahun 2008, penulis pernah mengikuti training organization profession budidaya
pertanian (TOP BDP). Pada tahun 2008 penulis bergabung dalam himpunan
mahasiswa budidaya tanaman (HIMADITA). Pada tahun 2010 penulis mengikuti
Praktik Umum di P T Sang Hyang Seri R M. V Lampung Timur. Pada tahun
2011 penulis pernah menjadi asisten praktikum Teknologi Benih.

Kata Persembahan

Bissmillah…
Kupersembahkan karya ini dengan penuh perjuangan dan rasa
syukurku untuk Bapak Sucipto (Alm.) dan Ibu Dra. Tripeni
Handayani, serta adikku Titis Dwi Jayati dan Tringgo Legowo
Mukti yang selalu berdoa untukku. Serta Almamaterku tercinta.

Sincerity, hard work, and the power of a
mother’s prayer is the largest capital to realize
the dream ( Pertiwi, 2012).


PENGARUH DOSIS PUPUK UREA DAN SP-36 PADA VIGOR AWAL
BENIH BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.)

Oleh
Titiani Pertiwi
Skripsi
Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PERTANIAN
Pada
Program Studi Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2012

33

DAFTAR PUSTAKA


Badan Pusat Statistik. 2012. Data Produksi Buncis Tahun 2006―2010.
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=55.html.

Hudoyo, S. A. B. 1991. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta. 782 hlm.
Jumin, H. B. 2008. Dasar-Dasar Agronomi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
250 hlm.
Lakitan, B. 1995. Dasar-Dasar Fisiologi Tanaman. PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta. 204 hlm.
Pramono, E. 1992. Etanol dan Metabolisme Benih (Makalah). Universitas
Lampung. Bandar Lampung. 13 hlm.
Rosmarkam, A. dan N.W.Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Penerbit
Kanisius. Yogyakarta. 224 hlm.
Rubatzky, V. E. dan M. Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia. Penerbit ITB.
Bandung. 292 hlm.
Sadjad, S. 1993. Dari Benih kepada Benih. PT Grasindo. Jakarta. 143 hlm.
Sadjad, S. 1994. Kuantifikasi Metabolisme Benih. PT Grasindo. Jakarta. 160
hlm.
Sadjad, S., E. Murniati, dan S. Ilyas. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih

dari Komparatif ke Simulatif. PT Grasindo. Jakarta. 153 hlm
Sanchez, P. A. 1993. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika. ITB. Bandung. 631
hlm.
Setianingsih., T dan Khaerodin. 2003. P embudidayaan buncis tipe tegak
dan merambat. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta. 113 hlm.

34
Sutedjo, M. 1999. Pupuk dan Cara Pemupukan. PT Rineka Cipta. Jakarta. 177
hlm.
Sutopo, L. 1993. Teknologi Benih. CV. Rajawali Pers. Jakarta. 248 hlm.

72
\

u1f1

u2f2

u3f3


u1f3

u2f1

u3f2

u1f2

u2f3

u3f1

u3f3

u2f1

u1f2

u3f2


u2f3

u3f1

u2f2

u2f2

u3f3

u1f1

Kelompok I

Kelompok II

u1f3

u1f1

u2f1

u3f2

u1f3

u2f3

u3f1

u1f2

Kelompok III

U
Gambar 5. Tata letak percobaan.
Keterangan: u1: Dosis pupuk Urea 150 kg/ha;
u2: Dosis pupuk Urea 200 kg/ha;
u3: Dosis pupuk Urea 250 kg/ha;
f1: Dosis pupuk SP-36 150 kg/ha;
f2: Dosis pupuk SP-36 200 kg/ha;
f3: Dosis pupuk SP-36 250 kg/ha;
U : utara;
S : selatan.

s

PENGARUH DOSIS PUPUK UREA DAN SP-36 PADA VIGOR
AWAL BENIH BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.)

(Skripsi)

Oleh
Titiani Pertiwi

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2012

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Benih Fakultas Pertanian Universitas
Lampung. Penelitian dimulai pada bulan September―Oktober 2011.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin pengusangan cepat
benih tipe IPB 77-1 (MPC 77-1), alat pengecambah benih tipe IPB 73-2B, oven
tipe Memmert, timbangan analitik, nampan plastik, label, kamera, pisau cutter,
penggaris, dan desikator.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa benih buncis tegak
varietas LE155 (Dwell) panenan dari percobaan di lapangan Desa Adiluwih,
Kecamatan Adiluwih, Kabupaten Pringsewu, Provinsi Lampung, plastik, kertas
merang berukuran 30 cm x 21cm, amplop, dan etanol 95%. Benih tersebut
dipanen tanggal 5 Juni 2011 dari percobaan yang menggunakan perlakuan pupuk
Urea dan pupuk SP-36 yang disusun secara faktorial dalam rancangan petak
terbagi (Split plot) dengan tiga ulangan sabagai blok.

3.3 Rancangan Percobaan dengan Analisis Data

Perlakuan percobaan ini menggunakan perlakuan faktorial dan rancangan petak
terbagi (split plot) terdiri dari dua faktor yaitu dosis pupuk Urea (U) dan dosis
pupuk SP-36 (P).

Perlakuan disusun secara faktorial (3x3) dalam rancangan petak terbagi (split plot)
dengan tiga kelompok sebagai ulangan. Tata letak percobaan dapat terlihat pada
Gambar 5 (Lampiran). Dosis pupuk Urea sebagai petak utama terdiri dari tiga
taraf dosis 150 kg/ha, 200 kg/ha, 250 kg/ha, dari dosis pupuk SP-36 sebagai anak
petak terdiri dari tiga taraf dosis 150 kg/ha, 200 kg/ha, dan 250 kg/ha. Percobaan
ini memiliki 27 satuan percobaan.

Homogenitas ragam data antarperlakuan diuji dengan menggunakan uji Bartlett
dan kemenambahan data pengamatan dilihat dengan uji Tukey. Setelah data
dinyatakan aditif (non aditifitas tidak nyata) dan ragam antarperlakuan homogen,
maka analisis data dilanjutkan dengan analisis ragam untuk melihat pengaruh
pupuk dari perlakuan yang ditunjukkan. Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf α
5% digunakan untuk membedakan nilai tengah antarperlakuan dosis Urea dengan
dosis SP-36.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan beberapa tahapan, mulai dari persiapan benih
hingga pengamatan variabel pada Gambar 2.

M

Menyiapkan benih dari panenan,
pengeringan, penyimpanan hingga 3
bulan

Penderaan benih dengan uap jenuh
etanol 95% untuk membuat tiga cara
pengujian vigor awal

Cara I
J benih didera
selama 0 menit

Kk

Cara II
benih didera
selama 25 menit

Cara III
benih didera
selama 50 menit

Uji perkecambahan dengan metode UKP dan UKsP

Pengamatan peubah vigor awal benih
Kelompok I

Kelompok III
Kelompok II

JJJ UKP:
KNT
KAN
KP

UKsP:
KNK
KNL
BKKN
PAP
PH

JJJ UKP:
KNT
KAN
KP

UKsP:
KNK
KNL
BKKN
PAP
PH

JJJ UKP:
KNT
KAN
KP

UKsP:
KNK
KNL
BKKN
PAP
PH

Gambar 2. Tata urutan pelaksanaan penelitian.
Keterangan: UKP: uji kecepatan perkecambahan; UKsP: uji keserempakan
perkecambahan; KNT: kecambah normal total; KAN: kecambah
abnormal; KP: kecepatan perkecambahan; KNK: kecambah normal
kuat; KNL: kecambah normal lemah; BKKN: bobot kering
kecambah normal; PAP: panjang akar primer; PH: panjang hipokotil.

3. 4. 1. Penyiapan Benih

Penyiapan benih dimulai dari panen selanjutya pengeringan dan dilajutkan
penyimpanan selama tiga bulan. Proses pemanenan dilaksanakan tanggal 5 Juni
2011. Benih yang telah dipanen selanjutnya dijemur sampai dengan kadar air
±10%. Benih tersebut selanjutnya dikemas dalam plastik dan disimpan dalam
ruang simpan bersuhu kamar sampai dengan tanggal 4 September 2011. Benih
dilihat vigor awalnya dengan uji perkecambahan benih, yaitu uji kecepatan
perkecambahan benih (UKP) dan uji keserempakan benih (UKsP).

3. 4. 2. Pengujian Vigor Benih

Pengujian vigor benih dilaksanakan dengan metode pengusangan cepat (MPC)
yaitu mendera benih dengan uap jenuh etanol 95% dalam mesin pengusangan
cepat Tipe IPB 77-1 (MPC-IPB-77-1). Pengujian vigor benih dilakukan dengan
tiga cara, yaitu: (a) cara I : benih didera selama 0 menit (tanpa deraan), (b) cara II
: benih didera selama 25 menit, dan (c) cara III: benih didera selama 50 menit.
Tatacara penderaan benih dengan uap jenuh etanol 95% sebagai berikut:
(a) benih diimbibisikan dalam kertas merang lembab selama 1x 24 jam (Gambar
3 A ).
(b) menempatkan benih yang lembab dimasukkan ke dalam alat pegusangan tipe
IPB 77-1 (Gambar 3 B), selanjutnya pintu ditutup.
(c) alat disetel untuk waktu 25 menit.
(d) etanol 95% dimasukkan dalam botol evapator pada MPC IPB 77-1.
(e) tombol pengusangannya ditekan kemudian proses pengusangan dimulai.

(f) setelah 25 menit proses pengusangan berlangsung berbunyi, benih diusangkan
dengan cara II.
(g) pengusangan dengan cara III dilakukan sama seperti cara II dengan
menambahkan waktu 25 menit.
(f) untuk cara I tanpa dilakukan pengusangan, benih yang telah dilembabkan siap
ditanam dengan metode UKDdp
(e) benih siap dilakukan pengujian melalui UKP dan UKsP menggunakan metode
UKDdp (Gambar3 C-D).
(f) benih dalam gulungan kertas merang diletakkan dalam alat pengecambah benih
Tipe IPB 73-2B (Gambar 3 E).

A

A

C

E
B

D

Gambar 3. Tahap-Tahap Pengusangan Benih.
Keterangan: A: Pelembaban benih selama 1 x 24 jam; B: Pengusangan pada
mesin MPCUE; C: Pengujian benih melalui UKP dan UKsP;
D: menggunakan metode UKDdp; E: Pengecambah benih
menggunakan IPB 73-2B.

3. 4. 3. Pengecambahan Benih

Setiap kelompok benih uji tersebut dikecambahkan untuk melihat vigornya.
Pengecambahan benih diletakkan dengan metode uji kecepatan perkecambahan
(UKP) dan uji keserempakan perkecambahan benih (UKsP). Uji kecepatan
perkecambahan diletakkan dengan tatacara sebagai berikut:
Adapun tata cara UKP sebagai berikut:
(1) menanam benih di dalam kertas merang secara teratur.
(2) menggulung benih di dalam plastik menggunakan metode uji kertas digulung
didirikan di dalam plastik (UKDdp).
(3) mengamati benih selama 3―5 hari setelah penanaman.
(4) mengamati benih dilakukan dengan menghitung kecepatan perkecambahan

(KP), kecambah normal total (KNT), dan kecambah abnormal (KAN).

Adapun tata cara UKsP sebagai berikut:
(1) menanam benih di dalam kertas merang secara teratur.
(2) menggulung benih di dalam plastik menggunakan metode UKDdp.
(3) pengamatan dilakukan pada hari ke empat setelah penanaman.
(4) pengamatan dilakukan dengan menghitung kecambah normal kuat (KNK),
kecambah normal lemah (KNL), bobot kering kecambah normal (BKKN),
panjang akar primer (PAP), dan panjang hipokotil (PH).

3. 4. 4. Pengamatan Vigor Benih

Vigor benih diamati dengan mengukur dan menghitung variabel-variabel (a)
kecepatan perkecambahan (KP), (b) persentase kecambah normal total (%KNT),

(c) persentase kecambah abnormal (%KAN), (d) persentase kecambah normal
kuat (%KNK), (e) persentase kecambah normal lemah (%KNL), (f) bobot kering
kecambah normal (BKKN), (g) panjang akar primer kecambah normal (PAP), (h)
panjang hipokotil kecambah normal (PH).

(a) Kecepatan perkecambahan (KP)

Kecepatan perkecambahan diperoleh dari UKP. Kecepatan perkecambahan
dihitung sebagai jumlah komulatif dari persen pertambahan kecambah normal
harian sejak hari ke 3―5 hari setelah tanam.
Kecepatan perkecambahan benih dihitung dengan rumus:
KP (%/hari) =
Keterangan: KP = kecepatan perkecambahan
Pi = pertambahan persen perkecambahan dari hari i-1 ke hari i
Ti = jumlah hari setelah tanam pada pengamatan hari ke-i
(b) Persentase kecambah normal total (%KNT)
Persentase kecambah normal total diperoleh dari UKP. Kecambah normal
adalah memiliki semua struktur penting kecambah normal yang meliputi akar
primer, hipokotil, plumula, dan kotiledon. Untuk kotiledon kecambah
dinyatakan normal bila memiliki kotiledon, sehat sekitar 50% (1/2 bagian) dari
kecambah normal total.
Persentase kecambah normal total (KNT) dihitung sebagai berikut:
KNT (%) 

Jumlah kecambah normal
 100%
25

Keterangan: KNT = persen kecambah normal total
25 = jumlah benih yang ditanam di kertas merang per satuan
percobaan

(c) Persentase kecambah abnormal (%KAN)
Persentase kecambah abnormal diukur dari UKP benih. Kecambah dinyatakan
abnormal bila satu atau lebih struktur penting kecambah normal seperti akar,
hipokotil, plumula, dan kotiledon tidak normal pada Gambar 4.

(d) Persentase kecambah normal kuat (%KNK)
Kecambah normal kuat adalah sebuah peubah yang menjadi tolok ukur vigor
kekuatan tumbuh. Kecambah normal kuat (Gambar 4) dihitung sebagai
persentase kecambah normal kuat dari seluruh benih yang ditanam pada UKsP.
Kriteria KNK adalah kecambah normal yang menunjukkan kinerja secara
visual lebih vigor daripada kecambah normal lainnya yang kurang vigor dalam
pengujian ini.
Persentase kecambah normal kuat dihitung sebagai berikut

KNK(%) 

Keterangan:

jumlah kecambah normal kuat
 100%
25
25 = jumlah benih yang ditanam di kertas merang
dalam satu perlakuan

(e) Kecambah normal lemah (KNL)
Kecambah normal lemah (Gambar 4) adalah sebuah peubah yang menjadi
tolok ukur vigor benih yang diuji pada UKsP. Kriteria kecambah normal
lemah adalah kecambah normal yang menunjukkan kinerja secara visual
kurang vigor jika dibandingkan dengan kecambah normal lainnya yang lebih

vigor dalam pengujian ini.

(f) Bobot kering kecambah normal (BKKN)
Bobot kering kecambah normal adalah peubah yang menjadi tolok ukur vigor
kekuatan tumbuh benih. Benih yang bervigor tinggi akan memiliki rata-rata
bobot kering kecambah normal yang lebih tinggi daripada benih yang bervigor
rendah. Bobot kering kecambah normal diukur dari uji keserempakan
perkecambahan. Kecambah normal buncis yang telah dihilangkan
kotiledonnya, selanjutnya dioven pada suhu 80oC selama 3 x 24 jam kemudian
ditimbang.

BKKN (mg) 

bobot kering semua kecambah normal dalam satu ulangan
jumlah kecambah normal dalam ulangan te rsebut

(g) Panjang akar primer (PAP) kecambah normal
Panjang akar primer kecambah normal buncis adalah tolok ukur vigor
kekuatan tumbuh. Semakin panjang akar primer dari kecambah normal, maka

semakin tinggi vigor benih. Panjang akar primer diukur pada kecambah
normal dari uji keserempakan perkecambahan benih. Panjang akar primer
diukur dari pangkal akar sampai dengan ujung akar primer. Keadaan secara
visual ditunjukkan pada Gambar 4 yang diartikan semakin panjang PAP, maka
keadaan benih semakin vigor.

(h) Panjang hipokotil (PH) kecambah normal
Panjang hipokotil pada perkecambahan benih diukur dari leher akar sampai
dengan batas daun pertama pada kotiledon kecambah benih buncis. Panjang
hipokotil kecambah normal diukur pada kecambah normal pada UKsP.
Keadaan secara visual PH ditunjukkan pada Gambar 4 yang diartikan semakin
panjang PH, maka keadaan benih semakin vigor.

Benih
mati

Kecambah
abnomal

Kecambah normal lemah

Kecambah normal kuat
Panjang hipokotil

Panjang akar primer

Gambar 4. Kecambah benih buncis (4 x 24 jam) dari uji keserempakan perkecambahan.

Kata Persembahan

Bissmillah…
Kupersembahkan karya ini dengan penuh perjuangan dan rasa
syukurku untuk Bapak Sucipto (Alm.) dan Ibu Dra. Tripeni
Handayani, serta adikku Titis Dwi Jayati dan Tringgo Legowo
Mukti yang selalu berdoa untukku. Serta Almamaterku tercinta.

Sincerity, hard work, and the power of a
mother’s prayer is the largest capital to realize
the dream ( Pertiwi, 2012).

Judul Skripsi

: PENGARUH DOSIS PUPUK UREA DAN SP-36
PADA VIGOR AWAL BENIH BUNCIS
(Phaseolus vulgaris L.)

Nama Mahasiswa

: Titiani Pertiwi

Nomor Pokok Mahasiswa

: 0714011059

Program Studi

: Agroteknologi

Fakultas

: Pertanian

MENYETUJUI
1.Komisi Pembimbing

Ir. Eko Pramono, M.S.
NIP 196108141986091001

Ir. M. Syamsoel Hadi, M.Sc.
NIP 196106131985031002

2. Ketua Program Studi Agroteknologi

Dr. Ir. Kuswanta F. Hidayat, M.P.
NIP 196411181989021002

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua

: Ir. Eko Pramono, M.S.

Sekretaris

: Ir. M. Syamsoel Hadi, M.Sc.

Penguji
Bukan Pembimbing

: Ir. Rugayah, M.S.

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abas Zakaria, M.S.
NIP196108261987021001

Tanggal Lulus Ujian Skripsi: 17 April 2012

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Buncis (Phaseolus vulgaris L.) adalah anggota sayuran genus Phaseolus yang
paling dikenal. Walaupun tidak menghasilkan jumlah protein dan kalori setinggi
buncis biji kering, buncis sayuran merupakan sumber protein, vitamin, dan
mineral yang penting. Buncis dikonsumsi dalam bentuk polong yang dimasak, di
Afrika dan Amerika Latin, tajuk dan daunnya digunakan sebagai lalapan. Bagian
yang juga dikonsumsi dari buncis berupa biji yang keras, besar, tetapi masih muda
(biji kupasan segar), dan dalam jumlah yang lebih terbatas, biji kering beberapa
kultivar (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Perkembangan produksi buncis di Indonesia selama periode tahun 2006―2010
(Tabel 1.) menunjukkan adanya peningkatan yang cukup signifikan.

Tabel 1. Produksi Buncis di Indonesia tahun 2006—2010.
Tahun
2006
2007
2008
2009
2010
Sumber: Badan Pusat Statistik (2012)

Produksi Buncis
(Ton)
269,53
266,79
266,55
290,99
336,49

Meningkatnya produksi buncis pada setiap tahun memberikan indikasi kebutuhan
benih buncis juga menigkat. Benih buncis pada umumnya ditanam petani pada
musim tanam setelah menjalani penyimpanan. Produksi yang tinggi memerlukan
benih yang bervigor tinggi. Oleh sebab itu, produksi benih harus dapat
menghasilkan benih yang bervigor tinggi.

Menurut Sadjad, Murniati, dan Ilyas (1999), vigor awal dicapai pada saat benih
mencapai masak fisiologis dengan vigor awal yang maksimum. Pada saat itu
benih belum siap untuk dipanen karena kadar air belum optimum untuk
pemanenan. Vigor awal sebelum disimpan sangat mempengaruhi berapa lama
benih dapat disimpan. Vigor awal sebelum ditanam adalah indikator kemampuan
benih dapat tumbuh baik di lapangan. Untuk memperoleh vigor awal yang tinggi
perlu diperhatikan faktor-faktor lingkungan di lapang produksi seperti
pemupukan, iklim, cekaman kelembaban udara, dan cekaman penyakit pada
produksi benih akan berpengaruh pada vigor benih yang dihasilkan oleh produksi
benih.

Pemupukan merupakan salah satu cara untuk mencukupi kebutuhan unsur hara
bagi tanaman. Pupuk Urea sebagai sumber hara N diperlukan tanaman pada saat
memasuki fase vegetatif. Pupuk SP-36 sebagai sumber hara P diperlukan
tanaman pada saat memasuki fase generatif. Pupuk KCl sebagai sumber hara K
yang diperlukan sebagai katalisator. Ketiga unsur hara N, P, dan K diperlukan
untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman, sehingga dapat menghasilkan benih
dengan vigor yang tinggi.

Benih yang bervigor tinggi akan memiliki daya simpan yang lama, tahan terhadap
serangan hama dan penyakit, tumbuh cepat dan serempak saat ditanam, serta
mampu menghasilkan tanaman dewasa yang normal dan berproduksi tinggi dalam
keadaan lingkungan tumbuh yang optimal dan suboptimal (Sadjad dkk., 1999).

Secara alamiah, etanol terkandung dalam benih yang sedang berkecambah dan
tidak mengganggu proses perkecambahan, namun memperlambat proses
perkecambahan. Etanol yang diberikan dari luar benih meningkatkan kandungan
etanol benih. Semakin lama benih diberi perlakuan uap etanol, maka kandungan
etanol semakin tinggi. Meningkatnya kandungan etanol pada benih menimbulkan
kerusakan membran sel-sel dalam benih (Pramono, 1992).

Masalah yang muncul adalah bagaimana cara menghasilkan benih buncis dengan
vigor awal yang tinggi yaitu mencakup beberapa pertanyaan
(a) Apakah pemberian dosis pupuk Urea yang berbeda pada pertanaman akan
menyebabkan perbedaan vigor awal pada benih yang dihasilkan?
(b) Apakah pemberian dosis pupuk SP-36 yang berbeda pada pertanaman akan
menyebabkan perbedaan vigor awal pada benih yang dihasilkan?
(c) Apakah pengaruh interaksi antara dosis pupuk Urea dan dosis pupuk SP-36
akan menyebabkan perbedaan vigor awal benih buncis yang dihasilkan?

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah dan perumusan masalah maka tujuan
penelitian ini adalah untuk:

(1) mengetahui pengaruh pemberian dosis pupuk Urea yang berbeda pada vigor
awal benih buncis.
(2) mengetahui pengaruh pemberian dosis pupuk SP-36 yang berbeda pada vigor
awal benih buncis.
(3) mengetahui pengaruh interaksi pemberian dosis pupuk Urea dan dosis pupuk
SP-36 yang berbeda pada vigor awal benih buncis.

1.3 Landasan Teori
Pupuk Urea yang mengandung nitrogen (N) diserap dalam tanah berbentuk ion
nitrat atau ammonium tanah yakni untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman,
menyehatkan pertumbuhan daun dengan warna yang lebih hijau dan mencegah
klorosis pada daun muda dan meningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman.
Dengan meningkatnya N, karbohidrat yang dibentuk pada daun diubah menjadi
protein dan menyebabkan pertumbuhan jaringan tanaman (Sutedjo, 1999).

Nitrogen mempunyai fungsi utama untuk pertumbuhan vegetatif. Pemberian N
setelah fase pembungaan pada tanaman biji-bijian mempunyai fungsi
meningkatkan kualitas hasil. Biji-bijian mengandung gluten yang berpengaruh
terhadap kualitas biji tersebut. Gluten terutama tersusun oleh prolen seperti
gliadin dan gluteilin yang ditemukan dalam endosperm biji. Pemupukan N
setelah berbiji merangsang penyusunan protein (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
Fosfor memainkan peranan dalam metabolisme yang sangat diperlukan untuk
semua aktivitas biokimia dalam sel hidup. Unsur P mampu mengikat senyawa
Adenosin Trifosfat (ATP) yang berenergi tinggi dan melepaskan energi untuk

kerja bila diubah menjadi Adenosin Difosfat (ADP). Hara P berperan dalam
perkembangan akar, bunga, buah, biji, dan kematangan tanaman (Sanchez, 1993).

Menurut Lakitan (1995) fosfat merupakan bagian yang esensial dari berbagai gula
fosfat yang berperan dalam reaksi-reaksi pada fase gelap, fotosintesis, respirasi,
dan berbagai proses metabolism lainnya. Fosfat juga merupakan bagian
mitokondria (dalam RNA dan DNA) dengan fosfolipida penyusun membran.

Menurut Sadjad (1993) viabilitas benih terdiri dari dua komponen yaitu viabilitas
potensial (VP) dan vigor (Vg). Perkembangan viabilitas benih selama periode
hidup benih dibagi menjadi tiga bagian yaitu periode I, periode II, periode III
(Gambar 1). Menurut Konsep Strenbauer-Sadjad, vigor awal benih sebelum
simpan terletak pada awal periode II dan vigor awal benih sebelum ditanam
terlihat pada awal periode III.

Gambar 1. Konsep Steinbauer-Sadjad (Sadjad, 1994).
Keterangan: Periode I: Periode Pembangunan Benih; Periode II: Periode Simpan;
Periode III: Periode Kritikal; Vp: Viabilitas Potensial; Vg: Vigor;
Vss : Viabilitas Sesungguhnya; D: Nilai Delta; PKs: Periode
Konservasi sebelum simpan; PKT: Periode Konservasi sebelum
tanam.

1.4 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan sebelumnya, disusun
kerangka pemikiran sebagai berikut:
Pemberian nitrogen dalam bentuk pupuk Urea berpengaruh pada perkembangan
sel-sel dan perbanyakan jumlah sel benih buncis yang membentuk perakaran
berupa radikula dengan adanya plumula.

Pengaruh pemberian pupuk Urea

tersebut berpengaruh pada proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman pada
fase vegetatif.

Pupuk SP-36 yang bersifat lambat merupakan hara P yang berpengaruh pada fase
vegetatif dan generatif tanaman. Fase generatif yang terjadi pada awal antesis
berupa pembungaan dan pembentukan polong pada benih buncis. Adapun peran
fosfor terjadi pada proses respirasi dan fotosintesis, penyusunan asam nukleat,
pembentukan bibit tanaman dan penghasil buah, perangsang perkembangan akar,
sehingga tanaman akan lebih tahan terhadap kekeringan, mempercepat masa
panen, dan dapat mengurangi resiko keterlambatan waktu panen.
Unsur hara nitrogen dalam Urea menunjang peningkatan kandungan protein di
dalam biji/benih pada tanaman. Proses tersebut berlangsung setelah benih
mengalami fase vegetatif dan pembentukan protein untuk biji/benih dirangsang
pada saat pembungaan (fase generatif). Di lain pihak, unsur hara P dalam SP-36
menunjang peningkatan kandungan fosfor dalam biji/benih pada tanaman.
Kandungan fosfor berperan untuk menghasilkan energi dalam pembentukan dan
pengisian biji/benih pada tanaman.

Pengaruh pupuk Urea dan SP-36 dengan dosis yang berbeda-beda yakni pada
pupuk Urea 150, 200, 250 kg/ha dan pupuk SP-36 150, 200, 250 kg/ha

diduga

mampu mempengaruhi cadangan makanan pada benih. Proses Pemanenan benih
diambil pada saat masak fisiologis. Benih yang mencapai masak fisiologis
berkaitan dengan benih bervigor awal maksimum. Vigor awal maksimum
berkaitan dengan lama simpan pada benih.

1.5 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat
disimpulkan hipotesis sebagai berikut:
(a) Vigor awal benih buncis akan berbeda oleh pengaruh pemberian pupuk Urea
dengan dosis yang berbeda-beda.
(b) Vigor awal benih buncis akan berbeda oleh pengaruh pemberian pupuk SP-36
dengan dosis yang berbeda-beda.
(c) Vigor awal benih buncis akan berbeda oleh pengaruh interaksi pada
pemberian pupuk Urea dan pupuk SP-36 dengan dosis yang berbeda-beda.

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Metro pada tanggal 27 Agustus 1989, sebagai anak pertama
dari Bapak Sucipto (Alm.) dan Ibu Dra. Tripeni Handayani.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) Pertiwi Teladan Metro diselesaikan tahun
1995, Sekolah Dasar (SD) Al-Qur’an Metro diselesaikan pada tahun 2001,
Sekolah Menengah Pertama (SLTP) di SLTPN 1 Trimurjo pada tahun 2004, dan
Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 1 Metro pada tahun 2007.

Tahun 2007, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Agronomi,
Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui
jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan pada tahun 2008
diintegrasikan pada Program Studi Agroteknologi. Pada tahun 2008 penulis
pernah bergabung dalam pekan seni pelajar se-Lampung (Peksipel). Pada tahun
2008 penulis pernah bergabung dalam English Crop Science Club (ECSC). Pada
tahun 2008, penulis pernah mengikuti training organization profession budidaya
pertanian (TOP BDP). Pada tahun 2008 penulis bergabung dalam himpunan
mahasiswa budidaya tanaman (HIMADITA). Pada tahun 2010 penulis mengikuti
Praktik Umum di P T Sang Hyang Seri R M. V Lampung Timur. Pada tahun
2011 penulis pernah menjadi asisten praktikum Teknologi Benih.

I. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani Buncis

Sistem perakaran berbagai jenis buncis tidak besar atau ekstensif, percabangan lateralnya
dangkal. Akar tunggang yang terlihat jelas biasanya pendek, tetapi pada tanah remah yang
dalam, akar dapat tumbuh hingga sekitar 1 m. Dengan adanya bakteri Rhizobium, bintil
berkembang pada akar lateral. Sistem perakaran yang menjangkar kuat adalah sifat penting
untuk panen dengan mesin.

Kultivar bentuk semak determinate memang pendek, beberapa jenis tidak lebih dari 60 cm,
memiliki jumlah buku sedikit, dan perbungaannya terbentuk di ujung batang tanaman.

Daun buncis beranak daun tiga dan menyirip. Kultivar sekarang memiliki daun kecil,
sehingga meningkatkan penetrasi cahaya kedalam kanopi tanaman khususnya untuk tanaman
yang sangat rapat. Walaupun sifat ini cenderung meningkatkan hasil total, ukuran daun kecil
menghasilkan ukuran polong yang kecil pula.

Bunga berukuran besar dan mudah terlihat, berwarna putih, merah jambu, atau ungu. Bunga
ini sempurna, seperti halnya kapri, memiliki 10 benang sari, 9 diantaranya menyatu
membentuk tabung yang melingkupi bakal buah panjang, dan satu benang sari teratas
terpisah dari yang lain. Bunga menyerbuk sendiri dan umumnya jarang terjadi persilangan
terbuka

Kultivar determinate, khususnya tidak dapat memperoleh nitrogen yang terfiksasi Rhizobium.
Dengan demikian, diperlukan pupuk untuk perkembangan tanaman. Bentuk nitrogen nitrat

lebih disukai daripada bentuk ammonium. Fosfor sangat penting selama pertumbuhan awal
tanaman. Dosis pemupukan harus memperhatikan populasi tanaman karena penanaman
sangat rapat umumnya memerlukan kadar pupuk tambahan yang tinggi pula. Buncis peka
terhadap salinitas, selama penanaman, biji tidak boleh bersinggungan langsung dengan
pupuk. Buncis sangat peka terhadap kelebihan boron tanah (Rubatzky dan Yamaguchi,
1998).

2.2

Peranan Unsur Nitrogen

Pemupukan N akan menaikkan produksi tanaman, kadar protein, dan kadar selulosa, tetapi
sering menurunkan kadar sukrosa, polifruktosa, dan pati. Hasil asimilasi CO2 diubah menjadi
karbohidrat dan karbohidrat ini akan disimpan dalam jaringan tanaman apabila tanaman
kekurangan unsur N. Untuk pertumbuhan yang optimum selama fase vegetatif pemupukan
N harus diimbangi dengan pemupukan unsur lain. Pembentukan senyawa N organik
tergantung pada imbangan ion-ion lain, termasuk untuk membentuk klorofil dan ion fosfat
untuk sintesis asam nukleat. Penyerapan N nitrat untuk sintesis menjadi protein juga
dipengaruhi oleh ketersediaan ion K+ (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Nitrogen yang berlebihan menaikkan pertumbuhan dengan cepat melalui perkembangan yang
lebih besar pada batang dan daun-daun hijau gelap. Meskipun satu dari sebagian besar fungsi
dikendalikan dari nitrogen merupakan dorongan pertumbuhan vegetatif di atas tanah,
pertumbuhan ini tidak berubah, kecuali pada keberadaan dalam jumlah yang cukup fosfor dan
kalium tersedia serta unsur paling penting lainnya.

Penyediaan nitrogen dalam jaringan yang cukup selama awal kehidupan tanaman dapat
memacu pertumbuhan dan berakibat dalam kemasakan yang terlalu dini. Adanya kelebihan
nitrogen selama musim pertumbuhan seringkali memperpanjang periode tumbuh. Pengaruh

ini terutama nyata pada tanaman-tanaman tertentu di daerah yang mempunyai musim
pertumbuhan pendek, atau di area dimana pembekuan pada awal musim gugur dapat merusak
sekali pohon buah-buahan dimana periode musim tumbuhnya diperpanjang.

Ketersediaan N yang berlebihan, mendorong terbentuknya jaringan sukulen yang lunak.
Jaringan sukulen ini peka terhadap kerusakan mekanis dan serangan patogen. Pengaruh dari
kelebihan N menurunkan kualitas dari tanaman. Namun demikian, pada beberapa jenis
sayuran, seperti pada seledri, jaringan lunak justru menjadi tujuan dari produksi, sehingga
pemupukan N yang berlebih bukan menjadi kesalahan teknik budidaya. Untuk sayur-sayuran
yang diambil daunnya, kelembutan tertentu, mengupayakan tekstur-tekstur yang diinginkan
(Hudoyo, 1991).

Hasil penelitian Mengel dan Kikrby (1987) dalam Rosmarkam dan Yuwono (2002) bahwa
pemupukan N pada jagung meningkatkan prolamin, yaitu zein dari biji jagung. Pada
tanaman padi, pengaruh pupuk N agak berbeda karena pemupukan N yang tinggi atau
pemupukan terlambat akan meningkatkan kadar glutein, yakni protein dengan lisin yang
tinggi. Untuk tanaman padi, pemupukan N ini menaikkan protein biji padi tanpa menurunkan
nilai kualitasnya.

2.3 Peranan Unsur Fosfor

Pemberian unsur fosfor dapat merangsang pertumbuhan awal bibit tanaman. Fosfor
merupakan unsur hara yang terkandung pada pupuk SP-36 untuk merangsang pembentukan
bunga, buah, dan biji, pembentukan sel-sel, lemak, dan albumin yang dipertinggi,
mempercepat pemasakan buah, mengurangi kerontokan buah, menambah ketahanan terhadap
penyakit, memperbaiki kualitas terutama pada sayuran (Jumin, 2008).

Fosfor merupakan unsur yang diperlukan dalam jumlah besar (hara makro). Tanaman
menyerap fosfor dalam bentuk ion ortofosfat primer (H2PO4-) dan ion ortofosfat sekunder
(HPO42-). Menurut Morard (1970) dalam Rosmarkam dan Yuwono (2002), setelah diserap
oleh akar, P mula-mula diangkut ke daun muda, kemudian dipindahkan ke daun yang lebih
tua. Disamping itu, P juga terdapat di jaringan organ floem, sehingga banyak yang
beranggapan bahwa P mempunyai translokasi unsur hara tanaman.

Pada proses glikolisis, pernafasan atau fotosintesis energi dilepaskan dan digunakan untuk
menyusun ikatan pirufat yang kaya energi. Fosfor merupakan senyawa penyusun jaringan
tanaman seperti asam nukleat, fosfolida, dan fitin. Fosfor diperlukan untuk pembentukan
primordial bunga dan organ tanaman untuk reproduksi. Peranan P yang lain adalah
mempercepat masaknya buah atau biji tanaman, terutama pada tanaman serealia. Bila
kandungan P berlebihan, umur tanaman seakan-akan menjadi lebih pendek dibandingkan
dengan tanaman yang normal.

Metabolisme karbohidrat pada daun dan pemindahan sukrosa juga dipengaruhi oleh P
anorganik, walupun mungkin secara tidak langsung. Pada proses pertama, penyusunan
sukrosa dan heksosa memerlukan fosfat energi tinggi (ATP dan UTP). Oleh karena itu, P
anorganik diperlukan dalam sel-sel daun waktu penyusunan karbohidrat (Rosmarkam dan
Yuwono, 2002).

2.4 Pemupukan pada Buncis Tipe Tegak

Menurut Setianingsih dan Khaerodin (2003), pupuk anorganik yang berfungsi sebagai pupuk
dasar adalah Urea, TSP dan KCl. Masing-masing pupuk tersebut dibutuhkan tanaman buncis
sebanyak 200 kg, 600 kg, dan 120 kg untuk tiap hektar. Cara menempatkan pupuk kandang
maupun pupuk anorganik ialah dengan menaburkan disepanjang larikan.

2.5 Vigor Awal Benih (Va)
Vigor awal (Va) ialah vigor benih pada saat momen periode viabilitas masak fisiologi (MPV
MF). Faktor yang mempengaruhi Va berupa interaksi antara faktor genetik dan lingkungan.
Faktor genetik diperoleh dari genetik tanaman sebelumnya yang telah diseleksi, sedangkan
faktor lingkungan berupa kesuburan tanah, dan lain-lain.

Ciri benih mencapai MPV MF apabila Va maksimum atau nilai D mencapai minimum
sesudah benih melampai periode I. Vigor awal maksimum itu harus diupayakan
dipertahankan terus secara teknologi melampaui periode II. MPV MF tidak selalu bertepatan
dengan MPV panen. Akibatnya, Va sering tercapai sewaktu benih masih berada pada
tanaman induk di lapang. Oleh karena itu, Va dapat dipandang sebagai sumber vigor benih
selanjutnya. Parameter Va merupakan resultante segala upaya pada periode I. Oleh karena
itu, apabila vigor kekuatan tumbuh (VKT) berkaitan dengan fragmen periode viabilitas (PV)
yang ke satu (Sadjad, 1994).

Adapun ciri-ciri benih yang bervigor tinggi antara lain:
(a) disimpan lama,
(b) tahan serangan hama dan penyakit,
(c) cepat dan merata tumbuhnya, serta mampu menghasilkan tanaman yang dewasa, yang
normal dan berproduksi baik dalam keadaan lingkungan tumbuh, serta mampu
menghasilkan tanaman dewasa yang normal dan berproduksi baik dalam keadaan
lingkungan tumbuh yang suboptimal (Sutopo, 1993).

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang Maha Mulia dan Maha
Agung atas ridha dan karunia-Nya skripsi ini bisa diselesaikan.
Skripsi dengan judul “Pengaruh dosis pupuk urea dan SP-36 pada vigor awal
benih buncis (Phaseolus vulgaris L.)” adalah salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana pertanian di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Ir. Eko Pramono, M.S., selaku Ketua Komisi Pembimbing, atas ide
penelitian, bimbingan, saran, motivasi selama penilisan skripsi ini.
2. Bapak Ir. M. Syamsoel Hadi, M.Sc., selaku Anggota Komisi Pembimbing, atas
bimbingan, saran, dan motivasi selama proses penulisan skripsi.
3. Ibu Ir. Rugayah, M.S., selaku Penguji bukan pembimbing, atas saran dan
pengarahannya kepada saya dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu Dr. Ir. Nyimas Sa’diyah, M.S., selaku Pembimbing Akademik, atas saran
dan bimbingan yang telah diberikan selama saya menjadi mahasiswa di
Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
5. Bapak Dr. Ir. Kuswanta F. Hidayat, M.P., selaku Ketua Program Studi
Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

i

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.
7. Pimpinan dan Staf laboratorium Benih Fakultas Pertanian Universitas
Lampung, yang telah memberikan bantuan fasilitas laboratorium yang
diperlukan dalam penelitian ini.
8. Bapak Sucipto (Alm.) dan Ibu Dra. Tripeni Handayani, Titis Dwi Jayati,
Tringgo Legowo Mukti, Kakung, Putri, dan Bude Tuti Wahyuni, atas
dukungan moral dan material, kesabaran, motivasi, dan pengertian yang telah
diberikan selama menyelesaikan pendidikan di Universitas Lampung.
9. Theresia Nining Hadayani, S.P., I Made Ratna Diane, S.P., Indah Puspasari,
S.P., atas bantuan tenaga dan pemikiran, analisis data, dan motivasi.
10. Ambar Maharani, S.P., Ratih Rahhutami, S.P., Rismawati Saputri, S.P.,
Laely Mukaromah, Evi Apriani, S.P., Sri Purwati Agustini, Heru Septiadi,
S.P., atas tenaga dan motivasi pada proses penanaman.
11. Amir Syarifudin, S.Pd., Bapak Sutarno, S.P., atas motivasi dan dukungan
pada proses penelitian.

Akhir kata, saya menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, oleh karena
itu masih perlu saran dan kritik yang bersifat membangun. Semoga skripsi ini
bermanfaat.

Bandar Lampung, 17 April 2012

Titiani Pertiwi

ii

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................

v

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................

ix

I. PENDAHULUAN ....................................................................................

1

1.1 Latar Belakang dan Masalah ...............................................................

1

1.2 Tujuan Penelitian ................................................................................

3

1.3 Landasan Teori .....................................................................................

4

1.4 Kerangka Pemikiran .............................................................................

6

1.5 Hipotesis...............................................................................................

7

II. TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................

8

2.1 Tanaman Buncis ..................................................................................

8

2.2 Peranan Unsur Nitrogen ......................................................................

9

2.3 Peranan Unsur Fosfor ..........................................................................

11

2.4 Pemupukan pada Buncis Tipe Tegak .................................................

12

2.5 Vigor Awal Benih (Va) .......................................................................

12

III. BAHAN DAN METODE ......................................................................

14

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................

14

3.2 Alat dan Bahan Penelitian ..................................................................

14

3.3 Rancangan Percobaan dengan Analisis Data .....................................

15

3.4 Pelaksanaan Penelitian .......................................................................

15

3.4.1 Penyiapan Benih .......................................................................
3.4.2 Pengujian Vigor Benih ..............................................................

17
17
iii

3.4.3 Pengecambahan Benih ..............................................................
3.4.4 Pengamatan Vigor Benih ..........................................................

19
19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................

24

4.1 Hasil Rekapitulasi Analisis Ragam ...................................................

24

4.2 Hasil Pengujian Vigor Awal Benih dengan Cara I, Cara II,
Cara III ..............................................................................................

25

4.3 Pembahasan .......................................................................................

27

V. KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................

31

5.1 Kesimpulan ........................................................................................

31

5.2 Saran ...................................................................................................

32

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 33 - 34
LAMPIRAN .................................................................................................

35

Tabel 5 - 76 ................................................................................................... 36 - 71
Gambar 5. Tata Letak Percobaan ...................................................................

72

iv

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

1.

Produksi buncis di Indonesia tahun 2006―2010. ...................................

2.

Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh pupuk Urea dengan SP-36,
serta pengaruh interaksi Urea dan SP-36 pada vigor awal benih buncis
(Phaseolus vulgaris L.). ........................................................................... 25

3.

Pengaruh dosis pupuk Urea dan SP-36 pada vigor awal benih buncis
yang diuji dengan cara I dan cara III ........................................................ 26

4.

Pembandingan nilai tengah perlakuan dosis pupuk Urea pada variabel
pengamatan bobot kering kecambah normal yang diuji dengan cara III. .. 27

5.

Data kecambah abnormal yang diuji dengan cara I ................................... 36

6.

Uji homogenitas data kecambah abnormal yang diuji dengan cara I ........ 36

7.

Analisis ragam kecambah abnormal yang diuji dengan cara I. ................. 37

8.

Data bobot kering kecambah normal yang diuji dengan cara I ................. 37

9.

Uji homogenitas ragam data bobot kering kecambah normal yang diuji
dengan cara I .............................................................................................. 38

1

10. Analisis ragam bobot kering kecambah normal yang diuji dengan
cara I .......................................................................................................... 38
11. Data kecambah normal kuat yang diuji dengan cara I ............................... 39
12. Uji homogenitas ragam data kecambah normal kuat yang diuji dengan
cara I .......................................................................................................... 39
13. Analisis ragam kecambah normal kuat yang diuji dengan cara I .............. 40
14. Data kecambah normal lemah yang diuji dengan cara I ............................ 40

v

15. Uji homogenitas ragam data kecambah normal lemah yang diuji dengan
cara I .......................................................................................................... 41
16. Analisis ragam kecambah normal lemah yang diuji dengan cara I ........... 41
17. Data kecambah normal total yang diuji dengan cara I .............................. 42
18. Uji homogenitas ragam data kecambah normal total yang diuji dengan
cara I .......................................................................................................... 42
19. Analisis ragam kecambah normal total yang diuji dengan cara I .............. 43
20. Data kecepatan perkecambahan yang diuji dengan cara I ......................... 43
21. Uji homogenitas ragam data kecepatan perkecambahan yang
diuji dengan cara I ..................................................................................... 44
22. Analisis ragam kecepatan perkecambahan yang diuji dengan cara I ........ 44
23. Data panjang akar primer yang diuji dengan cara I ................................... 45
24. Uji homogenitas ragam data panjang akar primer yang
diuji dengan cara I ..................................................................................... 45
25. Analisis ragam panjang akar primer yang diuji dengan cara I .................. 46
26. Data panjang hipokotil yang diuji dengan cara I ....................................... 46
27. Uji homogenitas ragam data panjang hipokotil
yang diuji dengan cara I............................................................................. 47
28. Analisis ragam panjang hipokotil yang diuji dengan cara I ...................... 47
29. Data kecambah abnormal yang diuji dengan cara II ................................. 48
30. Uji homogenitas ragam data kecambah abnormal yang diuji dengan
cara II ......................................................................................................... 48
31. Analisis ragam kecambah abnormal yang diuji dengan cara II ................ 49
32. Data bobot kering kecambah normal yang diuji dengan cara II ................ 49
33. Uji homogenitas ragam data bobot kering kecambah normal yang diuji
dengan cara II ............................................................................................ 50
34. Analisis ragam bobot kering kecambah normal
yang diuji dengan cara II ........................................................................... 50
vi

35. Data kecambah normal kuat yang diuji dengan cara II ............................. 51
36. Uji homogenitas ragam data kecambah normal kuat
diuji dengan cara II .................................................................................... 51
37. Analisis ragam kecambah normal kuat yang diuji dengan cara II ............. 52
38. Data kecambah normal lemah yang diuji dengan cara II .......................... 52
39. Uji homogenitas ragam data kecambah normal lemah yang diuji dengan
cara II ......................................................................................................... 53
40. Analisis ragam kecambah normal lemah yang diuji dengan cara II .......... 53
41. Data kecambah normal total yang diuji dengan cara II ............................. 54
42. Uji homogenitas ragam data kecambah normal total yang diuji dengan
cara II ......................................................................................................... 54
43. Analisis ragam kecambah normal total yang diuji dengan cara II............. 55
44. Data kecepatan perkecambahan yang diuji dengan cara II ........................ 55
45. Uji homogenitas ragam data kecepatan perkecambahan yang diuji dengan
cara II ......................................................................................................... 56
46. Analisis ragam kecepatan perkecambahan yang diuji dengan cara II ....... 56
47. Data panjang akar primer yang diuji dengan cara II.................................. 57
48. Uji homogenitas ragam data panjang akar primer yang
diuji dengan cara II .................................................................................... 57
49. Analisis ragam panjang akar primer yang diuji dengan cara II ................. 58
50. Data panjang hipokotil yang diuji dengan cara II...................................... 58
51. Uji homogenitas ragam data panjang hipokotil yang diuji dengan
cara II ......................................................................................................... 59
52. Analisis ragam panjang hipokotil yang diuji dengan cara II ..................... 59
53. Data kecambah abnormal yang diuji dengan cara III ................................ 60
54. Uji homogenitas ragam data kecambah abnormal yang diuji dengan
cara III ........................................................................................................ 60
55. Analisis ragam kecambah abnormal yang diuji dengan cara III................ 61
vii

56. Data bobot kering kecambah normal yang diuji dengan cara III............... 61
57. Uji homogenitas ragam data bobot kering kecambah normal yang diuji
dengan cara III ........................................................................................... 62
58. Analisis ragam bobot kering kecambah normal yang diuji dengan
cara III ........................................................................................................ 62
59. Data kecambah normal kuat yang diuji dengan cara III ............................ 63
60. Uji homogenitas ragam data kecambah normal kuat ya