PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA PESANTREN MODERN DAN TRADISIONAL

PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA
PESANTREN MODERN DAN TRADISIONAL

SKRIPSI

Oleh :
Debrina Rosset
NIM : 201210230311090

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016

i

ii

iii

iv


KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
serta pertolongannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Perbedaan
perilaku prososial santriwati antara pesantren modern dan tradisional”. Skripsi ini
disusun sebagai salah satu persyaratan akademis untuk menyelesaikan program srata satu
(S-1) Jurusan Psikologi, Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.
Selama proses pembuatan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan, dukungan
serta petunjuk yang membuat penulis bias bertahan untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh
karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasi kepada yang
bersangkutan :
1. Ibu Dra. Tri Dayakisni, M.Si., selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Malang
2. Ibu Hudaniah, S.Psi., M.Si dan Ibu Diana Savitri Hidayati, S.Psi., M.Psi selaku
Pembimbing 1 dan Pembimbing II yang telah banyak dan tidak bosan meluangkan
waktu, fikiran serta masukan dalam penyampaian mengenai skripsi ini, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
3. Bapak Mohammad Shohib, S.Psi., M.si., selaku dosen wali penulis, yang telah
menjadi dosen wali selama 4 tahun dan selalu tidak bosan-bosannya memberikan
motivasi dan nasihat serta semangat mulai dari awal masuk kuliah sampai pada
akhirnya melaksanakan skripsi ini.

4. Ibu Yuni Nurhamida, S.Psi., M.Si., selaku ketua program Psikologi Universitas
Muhammadiyah Malang
5. Dosen-dosen, staf pengajar, serta para karyawan di Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Malang yang tidak bias penulis sebutkan satu persatu
6. Ibu dan Bapak yang selalu memberikan semangat, doa yang tiada henti, serta tidak
bosan mendengarkan keluh kesah anaknya demi kesuksesan dalam menjalankan
skripsi ini.
7. Kakak dan adikku, Monick roseta, S.Kh dan Annisa Zelitha yang setia menunggu dan
selalu mendoakan kelancaran skripsi adik dan kakak mu ini.
8. Teman-teman kontrakan ngelo Chaera, Jebronk, Resyonk, Pink, Hilda dan Nuri yang
telah menjadi teman-teman bercerita, teman berbagi rasa, yang terkadang mengesalkan
namun mengasyikkan dan terkenang dihati.
9. Tim solid sekaligus sahabat dan teman seperjuangan Rahmah Maulida dan Dinda
Oktariani yang selalu setia menemani saya dalam mengerjakan skripsi serta menemani
saya dalam melakukan survey lokasi
10. Bayu agung Nugroho selaku kakak ipar serta Pak Kusnasir selaku pakde saya yang
diakhir juga telah membantu mencari lokasi untuk melakukan penelitian ini.
11. Mochammad gede pratama dan Hendra Nurrokhmad, teman seangkatan namun
berbeda jurusan, karena mereka telah membantu memperbaiki laptop saya ketika rusak
selama pengerjaan skripsi ini tanpa mau dibayar.

12. Ponpes Ar-rohmah dan Ponpes Nurul huda yang telah mengizinkan saya untuk
menyebarkan skala penelitian skripsi saya.

iii

Semoga Allah memberikan balasan dan pahala yang berlimpah atas semua kebaikan,
doa serta motivasi yang telah diberikan. Penulis menyadari dalam pembuatan skripsi ini
masih banyak kekurangan yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti
sendiri maupun pembaca.

Malang, 24 Mei 2016
Penulis

Debrina Rosset

iv

DAFTAR ISI


Lembar Pengesahan ........................................................................................................
Surat Pernyataan .............................................................................................................
Kata Pengantar ................................................................................................................
Daftar Isi .........................................................................................................................
Daftar Tabel ...................................................................................................................
Daftar Lampiran .............................................................................................................
ABSTRAK ......................................................................................................................
PENDAHULUAN ..........................................................................................................
LANDASAN TEORI ......................................................................................................
Pondok Pesantren ..................................................................................................
Syarat-Syarat Pesantren .........................................................................................
Ciri-Ciri Pendidikan Pesantren .............................................................................
Tujuan Pendidikan Pesantren ................................................................................
Macam-Macam Pesantren ....................................................................................
Ciri Khas Pesantren Tradisional ...........................................................................
Ciri Khas Pesantren Modern ................................................................................
Perilaku Prososial ..................................................................................................
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Prososial .........................................
Aspek-Aspek Perilaku Prososial ...........................................................................
Alasan-Alasan Orang Tidak Mau Menolong .......................................................

Hipotesa 1 ..............................................................................................................
Hipotesa 2 ..............................................................................................................
METODE PENELITIAN................................................................................................
Rancangan Penelitian ............................................................................................
Subjek Penelitian ...................................................................................................
Variabel dan Instrumen Penelitian ........................................................................
Prosedur dan Analisa Data Penelitian ..................................................................
HASIL PENELITIAN ....................................................................................................
DISKUSI ........................................................................................................................
SIMPULAN DAN IMPLIKASI ....................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................

v

i
ii
iii
v
vi
vii

1
2
5
5
5
6
6
7
7
8
8
9
9
10
11
11
11
11
11
11

12
13
15
18
19

DAFTAR TABEL
Tabel 1. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Penelitian
Tabel 2. Indikator Item Skala Perilaku Prososial
Tabel 3. Skor penelitian untuk pernyataan positif dan negatif
Tabel 4. Deskripsi Subjek Penelitian
Tabel 5. Jumlah Kategorisasi Responden Pada Masing-Masing Pesantren
Tabel 6. Test Of Normality
Tabel 7. Group Statistic
Tabel 8. Independent samples t test

vi

12
13

13
13
14
14
14
15

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Lampiran 3.
Lampiran 4.
Lampiran 5.
Lampiran 6.
Lampiran 7.
Lampiran 8.
Lampiran 9.
Lampiran 10.
Lampiran 11.
Lampiran 12.

Lampiran 13.
Lampiran 14.

Skala Perilaku Prososial
Blue Print Skala Perilaku Prososial
Hasil Try Out
Nama Responden dan hasil Try Out
Tabel Item valid dan gugur
Hasil Penelitian
Uji Kenormalan Data
Uji Homogenitas
Uji Independent Sample t test
Uji Kategorisasi
Identitas Responden Pesantren Modern
Identitas Responden Pesantren Tradisional
Surat Pemberian Ijin Dari Pesantren Modern
Surat Pemberian Ijin Dari Pesantren Tradisional

vii


23
26
28
32
33
33
33
33
34
34
35
37
39
40

PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL SANTRIWATI ANTARA
PESANTREN MODERN DAN TRADISIONAL
Debrina Rosset
Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang
debrina_rosset@yahoo.com

Telah dijumpai didalam pesantren santriwati adanya masalah pada perilaku prososialnya
seperti suka mengambil barang temannya tanpa ijin, menyontek serta tidak peduli terhadap
keadaan temannya yang sedang sakit dan sebagainya. Definisi dari perilaku prososial itu
sendiri merupakan suatu tindakan menolong yang menguntungkan orang lain tanpa harus
menyediakan suatu keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut, dan
mungkin bahkan melibatkan suatu risiko bagi orang yang menolong. Pesantren sendiri
terdapat 2 jenisnya, yaitu pesantren modern dan pesantren tradisional. Kurikulum serta
aktifitas yang membedakan kedua jenis pesantren tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah
ingin mengetahui perbedaan perilaku prososial santriwati pesantren modern dan tradisional.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif kausal komparatif. Teknik pengambilan
sample yang digunakan menggunakan purposive sampling. Subjek penelitian ini merupakan
santriwati dari pesantren modern yang berjumlah 50 subjek dan santriwati pesantren
tradisional yang berjumlah 50 subjek. Data penelitian ini menggunakan skala perilaku
prososial. Analisa data menggunakan uji-t (t-test). Berdasarkan penelitian ini telah diketahui
bahwa perilaku prososial pesantren modern mendapatkan nilai lebih tinggi dibandingkan
dengan pesantren modern, dengan jumlah mean pada pesantren modern sebesar 73.22 dan
jumlah mean pada pesantren tradisional sebesar 68.84 dengan taraf signifikansi 5%.
Kata Kunci: Perilaku Prososial, Pesantren Modern, Pesantren Tradisional
Has been found in the islamic boarding school for girls problem with the behavior of such
prososialnya likes to take his stuff without permission, cheat and do not care about the state
of his friend who was sick, and so on. Definition of prosocial behavior is it self a beneficial
action to help other people without having to provide a direct benefit to the person who
performed the action, and may even involve some risk for those who helped. There are two
kinds of islamic boarding school, namely are the modern islamic boarding School and
traditional islamic boarding school. Curriculum and activities that differentiate the two types
of that islamic boarding School. So the purpose of this study was to determine differences in
prosocial behavior the children of modern islamic boarding school and traditional boarding
school. This research is a quantitative causal comparative. Techniques to take the samples
using purposive sampling. This research subject is the female students of modern islamic
boarding school totaling 50 subjects and female students of traditional boarding schools
totaling 50 subjects. This research data using a scale of prosocial behavior. The analyzed for
this data using t-test (t-test). Based on this study has been known that the prosocial behavior
of modern islamic Boarding School scored higher than traditional islamic boarding school,
with a scores mean in modern islamic boarding School at 73.22 and scores mean on a
Traditional Islamic Boarding School at 68.84 with a significance level of 5%.
Keywords: prosocial behavior, modern islamic Boarding School, Traditional Islamic
Boarding School

1

Di zaman modern ini pondok pesantren sudah mulai banyak didirikan di Indonesia, hal ini
menunjukkan bahwa pendidikan agama Islam telah berkembang dan menyebarluas hampir di
seluruh Indonesia. Namun untuk mencetak karakter santri atau santriwati berbudi pekerti dan
bermoral, tergantung bagaimana santri atau santriwati itu sendiri dalam menanamkan perilaku
atau moral yang baik di dalam dirinya yang telah ia dapatkan dari kyainya, serta bagaimana
pendidiknya atau pengasuh santri itu tersebut dalam mengayomi santri-santri tersebut.
Pesantren itu sendiri memiliki definisi sebagai lembaga tradisional Islam untuk memahami,
menghayati dan mengamalkan ajaran agama Islam dengan menekankan pentingnya moral
agama Islam sebagai pedoman hidup bermasyarakat sehari-hari (Mastuhu, 1994). Sehingga
dari definisi pesantren itu sendiri terlihat tujuannya yang mengharapkan agar alumni
pesantren mampu menjadi seorang yang berperilaku baik atau memiliki moral yang baik yang
tidak hanya memahaminya saja, namun juga di praktekkan di kehidupan sehari-harinya, yang
nantinya akan bermanfaat untuk orang lain maupun dirinya sendiri. Karena berbuat baik itu
sendiri walaupun kita tidak mendapatkan apa-apa secara langsung, atau bahkan mendapatkan
kerugian namun hal tersebut akan berbuah manis pada diri kita sendiri walaupun tidak di
dunia, tapi di akhirat kita akan mendapatkan balasan dari perbuatan kita. Pondok pesantren ini
pun sudah hampir meluas di Indonesia. Pesantren kini memiliki dua macam sebutan, ada di
namakan pesantren modern dan ada pesantren tradisional, walaupun macamnya berbeda
namun tujuan dari kedua model pesantren ini sama, hanya aktivitas dan kegiatannya saja yang
agak berbeda. Tujuan diadakannya pendidikan pesantren ini pun berbagai macam seperti
halnya untuk menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang
beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia, seperti tolong menolong kepada
sesama, tidak menghina orang lain saling menghargai orang lain, bermanfaat bagi
masyarakat, sebagai pelayan masyarakat, mandiri, bebas dan teguh dalam kepribadiannya,
menyebarkan atau menegakkan agama Islam dan kejayaan umat Islam di tengah-tengah
masyarakat, dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian Indonesia
(M.Sulthon, 2005).
Jika para santri yang ada di pesantren modern maupun tradisional dapat mengaplikasikan
perilaku prososial dalam kegiatan sehari-harinya maka hal ini akan berguna untuk kehidupan
bangsa Indonesia yang lebih religi dan bermoral serta berjalannya tujuan pendidikan
pesantren seperti yang diharapkan, seperti salah satunya pengembangan kepribadian muslim
yang suka tolong menolong kepada sesama (M.Sulthon, 2005). Definisi perilaku prososial itu
sendiri merupakan perilaku yang mempunyai akibat yang positif bagi yang di tolong begitu
juga terkadang si penolong mendapatkan konsekuensi yang positif, yang berupa pemberian
bantuan pada orang lain baik secara fisik maupun psikologis, seperti senang membantu,
keterlibatan dengan orang lain, kerjasama, persahabatan, menolong, memperhatikan orang
lain dan kedermawanan (Wrightman dan Deaux,1981). Seperti contoh perilaku sederhana
sederhana memperhatikan orang lain pun dapat dikatakan perilaku prososial, seperti halnya
dalam dunia pendidikan salah satunya pesantren, kerjasama dalam membantu teman yang
tidak memahami pelajaran dapat dikatakan perilaku prososial. Sehingga perilaku prososial ini
sendiri dapat memberikan keuntungan untuk orang lain, meskipun bagi si penolong terkadang
tidak mendapatkan keuntungan sama sekali, yang mana disebutkan juga bahwa perilaku
prososial merupakan perilaku yang menguntungkan orang lain yang di lakukan secara
sukarela dan tanpa menguntungkan yang nyata bagi orang yang memberikan pertolongan
tersebut. ( Baron dan Byrne, 1994). Terdapat beberapa macam hal yang mempengaruhi
perilaku prososial yang ditemukan di dalam beberapa jurnal internasional seperti perbedaan
budaya mempengaruhi perilaku prososial dan dikatakan bahwa orang-orang yang berada
didesa lebih tinggi perilaku prososial dibandingkan dengan mereka yang berada di kota
2

Olukayode (2014). Kemudian ditemukan pula dalam jurnal internasional tidak ada perbedaan
antara perilaku prososial antara perempuan dan laki-laki, karena hal yang mempengaruhi
perilaku prososial berbeda dari situasi kesituasi Farha (2013).
Adapun ciri-ciri pondok pesantren membedakan dengan lembaga pendidikan yang lainnya.
Seperti, adanya hubungan yang akrab antara santri dan kyai, mematuhi kyai, karena menurut
para santri itu sendiri menentang kyai selain dianggap tidak sopan, hal tersebut bertentangan
dengan ajaran islam, hidup hemat dan sederhana pun ditanamkan di pesantren, semangat
menolong diri sendiri juga sangat terasa di antara kalangan santri di pesantren, kemudian
perilaku prososial ditanamkan di pesantren juga seperti tolong menolong dan jiwa
persaudaraan yang erat, karena pesantren ini sudah terbiasa hidup bersama-sama dengan
temannya, susah senang bersama teman-temannya sehingga memungkinkan para santrinya
memiliki rasa kasih sayang kepada teman-temannya seperti saudara sendiri, kedisiplinan juga
sangat ditekankan di pesantren, berani menderita untuk mendapatkan suatu tujuan serta
mendapatkan kehidupan agama yang baik ( Mukti,1987).
Dilihat dari beberapa pola umum pendidikan pondok pesantren , maka pondok pesantren
tersebut memiliki perilaku yang seharusnya sudah terbentuk dalam tolong menolong dalam
suasana persaudaraan seperti dalam pengertian perilaku prososial itu sendiri yang merupakan
tindakan sukarela yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang untuk menolong orang
lain tanpa mengharapkan imbalan apapun atau perasaan telah melakukan kebaikan ( David
O.Sears. dkk 1991). Dalam hal ini yang dikatakan menolong orang lain tanpa mengharapkan
imbalan juga masuk dalam keikhlasan yang ditanamkan didalam kehidupan sehari-hari. Hal
ini juga berkaitan dengan tujuan khusus dari pesantren itu sendiri yaitu mempersiapkan para
santri untuk menjadi orang yang alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh kiai yang
bersangkutan serta mengamalkannya dalam masyarakat. Namun dalam hal ini ditemukan
permasalahan pada perilaku prososial santriwati seperti adanya santriwati yang suka berbuat
curang seperti menyontek saat ujian, memakai sandal temannya tanpa ijin sehingga membuat
temannya harus membeli sandal baru dan juga memakai seragam temannya yang di ambil
jemuran saat ada acara kumpul tiba-tiba, adanya rasa tidak ingin bekerjasama saat bersihbersih lingkungan dan juga rasa tidak peduli terhadap temannya yang sedang sakit dan tidak
mau berbagi makanan saat temannya sedang lapar.
Pesantren sendiri terdapat dua jenisnya yaitu pesantren modern dan tradisional (Wardi
dkk,1990). Adapun hal-hal yang membedakan antara pesantren modern dan tradisional. Pada
pesantren modern Ilmu umum dan agama sama-sama dipelajari, lebih disiplin dan lebih
agresif, pendaftaran dengan sistem seleksi sehingga tidak semua calon santri diterima, biaya
masuk umumnya lebih tinggi dari pesantren tradisional, ada daftar ulang setiap tahun
layaknya sistem administrasi di sekolah, kemampuan pelajaran umum karena memiliki
sekolah formal di bawah kurikulum Diknas dan/atau Kemenag, memiliki berbagai
keterampilan karena banyaknya kegiatan ektrakulikuler metode pembelajaran yang seperti
sekolah formal. Sedangkan pada pesantren tradisional metode belajar mengajar terbagi
menjadi dua yaitu metode sorogan wetonan dan metode klasikal, menguasai kitab kuning,
Biaya masuk pesantren salaf umumnya jauh lebih murah dan tidak ada daftar ulang setiap
tahunnya (Mastuhu 1994)
Adapun fenomena yang yang terjadi dalam hasil wawancara kepada alumni pesantren modern
dan tradisional dan pengalaman dari kehidupan yang ada di pesantren yang memunculkan
perilaku prososial dilihat dari kegiatan atau aktifitas sehari-hari mereka. Terlihat pada
3

pesantren tradisional dikatakan bahwa aktivitas sehari-hari yang dilakukan adalah seperti
mengaji, hapalan dan tidak ada kegiatan ekstra kuliker didalamnya, mereka lebih berfokus
pada pelajaran kitab kuning yang diberikan. Jadi ketika sedang menghapal, para santri itu
saling membantu mendengarkan atau memberikan cara termudah dalam menghapal setiap
surat dalam al qur’an atau pelajaran. Cara santri pesantren tradisional belajar adalah dengan
metode sorogan atau wetonan, yang mana metode sorogan ini adalah cara belajar yang mana
setiap santri akan belajar berhadapan dengan kyainya satu persatu dengan membawa kitab
kuning agar santri lebih memahami pelajaran tersebut dan juga tujuannya adalah agar kyai
tersebut memahami bagaimana cara belajar santri tersebut. Sedangkan wetonan ini sendiri
cara belajar santri dengan cara menjelaskan apa yang mereka ketahui dalam pelajaran tersebut
kepada kyai dengan menjelaskan secara individu. Kegiatan gotong royong seperti bersihbersih lingkungan juga dilakukan oleh pesantren tradisional ini yang menimbulkan perilaku
prososial.
Pada pesantren modern, aktivitas yang dilakukan oleh mereka sehari-harinya tidak hanya
belajar mengaji, hapalan ataupun kitab kuning. Mereka juga sering belajar secara
berkelompok. Para santri ini ini juga mendapatkan kegiatan ektrakulikuler, yang mana
kegiatan tersebut mengharuskan para santri mengikutinya, seperti kegiatan pramuka,
perkemahan kamis jumat dan juga adanya pentas seni serta kegiatan cerdas cermat. Sehingga
dalam hal ini para santri mau tidak mau mengeluarkan pertolongan atau bantuan serta saling
bekerja sama dalam hal membuat background panggung pentas seni, karena background
panggung untuk acara pentas seni tersebut sangat besar dan tersusun dari beberapa papan
untuk di lukis menjadi sebuah panggung, kemudian ketika membuat pioneering untuk
pramuka, sehingga dalam kegiatan semacam itu sangat dibutuhkan kerja sama dalam
membuat hal hal tersebut seperti yang sudah disebutkan yaitu background, pioneering, hal ini
seperti yang ditemukan didalam jurnal internasional yang mengatakan bahwa membentuk
sebuah kelompok dan bagaimana interaksi dengan kelompok dapat mempengaruhi perilaku
prososial seseorang (Bruno and Stephan, 2003). Kegiatan gotong royong juga sering
dilakukan dipesantren modern.
Dilihat dari model pembelajarannya, pesantren modern hampir mirip dengan sekolah umum
pada biasanya yang memiliki kegiatan ektrakulikuler, namun disini jelas berbeda karena
peraturan yang ketat dan disiplin, Karena di dalam pesantren segala kegiatan harus di
ikutsertakan oleh setiap santriwati, jika tidak maka santriwati tersebut akan mendapatkan
hukuman. Oleh sebab itu maka di pesantren modern semua santriwati mau tidak mau sering
melakukan perilaku prososial, yang mana pada akhirnya kewajiban tersebut menjadi sebuah
kebiasaan dalam sehari-hari. Jika dilihat dari aktivitas atau kegiatan sehari-harinya maka,
terlihat bahwa pesantren modern lebih banyak menunjukkan perilaku prososial mereka
dibandingkan dengan pesantren tradisional. ditemukan bahwa terdapat perilaku prososial
pada siswa pondok pesantren modern X dalam membantu teman-temannya saat salah satu
temannya tidak memahami pelajaran yang di jelaskan oleh guru mereka, salah satunya saat
menolong teman terutama saat sedang mengalami kesulitan saat pembelajaran sosiologi
berlangsung, hampir semua siswa berupaya untuk saling membantu saat mengalami kesulitan
tersebut, para santri pun tidak pernah mengganggu teman-teman yang lainnya saat pelajaran
sedang berlangsung.
Beberapa fenomena yang ditemukan dalam tahun 2015 ini memperlihatkan terdapat beberapa
kepedulian yang lebih banyak ditunjukkan oleh pesantren modern dalam membantu di setiap
kejadian atau peristiwa yang mebutuhkan kepedulian atau pertolongan manusia. Seperti pada
4

tanggal 25 Oktober pondok pesantren modern Hidayatul Mubtadi’in ini menggelar pengajian
umum dan santunan anak yatim piatu dalam rangka 10 Muharram 1437 H
(www.radarpekalongan.com). Kemudian juga pada 12 Maret Pesantren Terpadu Ruhul Islam
Anak Bangsa (RIAB) Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar, yang mana dikatakan
bahwa pesantren ini termasuk pesantren modern yang ada di Provinsi Aceh menggelar doa
bersama mengenang empat tahun bencana tsunami yang terjadi di Jepang. Sebagai tanda balas
budi yang telah banyak bantuan yang diberikan oleh jepang saat tragedi tsunami di Aceh
terjadi tahun 2004 silam (Antara News). Pada tanggal 15 September, Salat gaib dilakukan
oleh para santri pondok pesantren modern Hidayatul Mubtadiin untuk mendoakan jemaah
korban tragedi ambruknya crane (Liputan6.com). Pada tanggal 22 oktober, Dalam rangka
peringatan Hari Santri Nasional (HSN), puluhan santri Pondok Pesantren modern Al-Hidayah
menggelar doa bersama untuk pasien yang sedang dirawat di Rumah Sakit Islam (RSI)
Purwokerto (Suaramerdeka.com).
Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan bahwa yang akan diangkat dalam penelitian ini
adalah apakah ada perbedaan perilaku prososial antara santriwati pesantren modern dan
tradisional, apakah perilaku prososial santriwati pesantren modern lebih tinggi dibanding
pesantren tradisional? Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui perbedaan perilaku prososial
santriwati antara pesantren modern dan tradisional. Manfaat penelitian ini diharapkan mampu
memberikan informasi mengenai perbedaan perilaku prososial di pesantren modern dan
tradisional sehingga dapat mengembangkan teori di bidang psikologi seperti psikologi sosial,
psikologi belajar dan psikologi perkembangan.

Pondok Pesantren
Menurut Mastuhu (1994) pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan tradisional
Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran
Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku seharihari, karena di harapkan alumni pesantren tidak hanya memahami sebagai teorinya saja
namun dapat di praktekkan di dalam kehidupan sehari-harinya, karena hal tersebut akan
bermanfaat untuk dirinya sendiri maupun orang lain.
Syarat-Syarat Pesantren
Menurut Ahmad (2012) disebut pesantren bila memenuhi 5 syarat meliputi:
1. Kyai pesantren, seperti halnya mencangkup seorang yang dipantaskan untuk menjadi kyai
di pesantren tersebut untuk zaman sekarang dan nantinya
2. Ada pondok, sebuah tempat pendidikan tidak dapat disebut sebuah pesantren jika tidak ada
pondoknya, hal tersebut mencangkup syarat-syarat fisik dan non fisik, pembiayaan, tempat
dan lain-lain
3. Ada masjid, di dalam pesantren tujuan utamnya adalah untuk mendidik para santrinya agar
lebih religi. Sehingga masjid jelas ada di dalamnya, masjid sendiri sama cakupannya
dengan pondok,
4. Ada santri, untuk menjadi santri pun tidak hanya membawa nama santri namun
perlakuannya juga di lihat, hal tersebut melingkupi masalah syarat, fisik, dan tugas santri.
5. Ada pengajaran membaca kitab kuning, bila di luaskan akan mencangkup kurikulum
pesantren dalam arti luas.

5

Ciri-ciri Pendidikan Pesantren
Ciri utama pendidikan pesantren (Mastuhu 1994), yaitu :
1. Memiliki kebijaksanaan menurut ajaran islam. Anak didik dibantu agar mampu memahami
makna hidup, keberadaan, peranan, serta tanggung jawabnya dalam kehidupan di
masyarakat. Tidak hanya semaunya saja dalam melakukan peranan dalam kehidupannya
namun harus memahami tata aturan dalammenjalankan segala sesuatunya menurut ajaran
agama islam.
2. Memiliki kebebasan yang terpimpin. Setiap manusia memiliki kebebasan, tapi kebebasan
itu harus dibatasi karena kebebasan memiliki makna yang berarti dan terstruktur bukan
kebebasan yang tidak terkendali dan melebihi aturan dan semaunya. Jika kebebasan itu
sendiri melebihi batas sewajarnya maka akan berdampak pada kerusakan yang ada.
3. Berkemampuan mengatur diri sendiri. Di pesantren, santri mengatur sendiri kehidupannya
menuruti batasan yang diajarkan agama. Karena tidak adanya orang tua yang menemani,
maka mau tidak mau santri akan belajar dan terbiasa mengatur dirinya sendiri, mulai dari
mengatur emosi, waktu dan keuangan yang ada.
4. Memiliki rasa kebersamaan yang tinggi. Dalam pesantren berlaku prinsip jika dalam hal
kewajiban, individu harus menunaikan kewajiban lebih dahulu, sedangkan dalam hal hak,
individu harus mendahulukan kepentingan orang lain sebelum kepentingan diri sendiri.
Karena ketika santri tersebut lebih mementingkan hak lebih dulu dari pada kepentingan
temannya maka santri tersebut kurang memiliki banyak teman yang menyukainya dan akan
merasa tidak betah berada di dalam pesantren tersebut. Maka kebersamaan di dalam
kehidupan akan berjalan secara damai.
5. Menghormati orang tua dan guru. Menghormati orang tua memang sudah jelas kewajiban
dalam agama islam, karena ada hadist pun yang mengatakan bahwa ridho Allah tergantung
pada ridho orang tua, sedangkan guru pun juga sama, guru adalah orang yang kita patuhi
setelah orang tua kita, karena dalam islam guru merupakan orangtua kita yang ada dii
sekolah.
6. Cinta kepada ilmu. Banyak hadits yang mengajarkan pentingnya menuntut ilmu dan
menjaganya. Karena itu orang- orang pesantren cenderung memandang ilmu sebagai
sesuatu yang suci dan tinggi, dan Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang
berilmu, ada mahfudzot yang mengatakan tuntutlah ilmu walau ke negeri china. Sehingga
sangat dianjurkan untuk para santri rajin dalam tidak boleh bermalas-malasan dalam
menuntut ilmu, karena mala situ sendiri merupakan temannya setan, dan setan itu sangat
nyata.
7. Mandiri. Sejak awal santri telah dilatih untuk mandiri. Karena hidup mereka telah jauh dari
orang tua, maka mau tidak mau mereka akan belajar hidup mandiri dalam mengurus
aktifitas mereka. Mereka kebanyakan memasak sendiri, mengatur uang belanja sendiri,
mencuci pakaiannya sendiri, membersihkan kamar pondoknya sendiri dan lain- lain.
8. Kesederhanaan. Kesederhanaan itu sesungguhnya merupakan realisasi ajaran islam yang
pada umumnya diajarkan oleh para shufi. Hidup dengan sederhana akan mengajarkan kita
selalu bersyukur, karena apapun yang berlebih-lebihan tidak di perbolehkan dalam islam.
Hidup cara shufi memang merupakan suatu yang khas pesantren umumnya.
Tujuan Pendidikan Pesantren
Tujuan diadakannya pendidikan pesantren; a)untuk menciptakan dan mengembangkan
kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT,
b)berakhlak mulia, seperti tolong menolong kepada sesama, tidak menghina orang lain saling
6

menghargai orang lain, c) bermanfaat bagi masyarakat,c) sebagai pelayan masyarakat, d)
mandiri, e) bebas dan teguh dalam kepribadiannya, f) menyebarkan atau menegakkan agama
islam dan kejayaan umat islam di tengah-tengah masyarakat, g) dan mencintai ilmu dalam
rangka mengembangkan kepribadian Indonesia (M.Sulthon, 2005).
Macam-Macam Pesantren
Dilihat dari sudut pengetahuan yang diajarkan, pesantren dapat digolongkan menjadi dua
macam (Wardi dkk,1990) :
1. Pesantren Tradisional (salafi) yaitu pesantren yang mengajarkan kitab-kitab klasik, seperti
kita nahwu, sorf, balaghoh dan lain sebagainya.Sistem madrasah diterapkan untuk
mempermudah tehnik pengajaran sebagai pengganti sorogan. Pada pesantren ini tidak
diajarkan pengetahuan umum.
2. Pesantren Modern (khalafi) yang selain memberikan pengajaran kitab islam klasik juga
membuka sistem sekolah umum di lingkungan dan di bawah tanggung jawab pesantren,
sehingga kegiatan pesantren modern tidak hanya berfokus pada pelajaran agama saja.
Ciri Khas Pesantren Tradisional
Adapun berbagai ciri khas yang ada di pesantren tradisional (Mastuhu 1994)
1. Metode Belajar Mengajar
Metode belajar mengajar di pesantren tradisional terbagi menjadi dua yaitu metode
sorogan wetonan dan metode klasikal. Metode sorogan adalah sistem belajar mengajar di
mana santri membaca kitab yang dikaji di depan ustadz atau kyai. Sedangkan sistem
weton adalah kyai membaca kitab yang dikaji sedang santri menyimak, mendengarkan
dan memberi makna pada kitab tersebut. Metode sorogan dan wethonan merupakan
metode klasik dan paling tradisional yang ada sejak pertama kali lembaga pesantren
didirikan dan masih tetap eksis dan dipakai sampai saat ini. Adapun metode klasikal
adalah metode sistem kelas yang tidak berbeda dengan sistem modern. Hanya saja bidang
studi yang diajarkan adalah keilmuan agama.
2. Ciri Khas Kultural dan Administratif
Ciri khas kultural yang terdapat dalam pesantren tradisional yang tidak terdapat dalam
pondok modern antara lain; a) Santri lebih hormat dan santun kepada kyai, guru dan
seniornya, b) Santri senior tidak melakukan tindak kekerasan pada yuniornya. Hukuman
atau sanksi yang dilakukan biasanya bersifat non-fisikal seperti dihukum mengaji atau
menyapu atau mengepel, dll, c) Berafiliasi kultural ke Nahdlatul Ulama (NU) dengan ciri
khas seperti fikih bermadzhab Syafi’i, akidah tauhid Asy’ariyah Maturidiyah, tarawih 20
rakaat plus 3 rokaat witir pada bulan Ramadan, baca qunut pada shalat Subuh, membaca
tahlil pada tiap malam Jum’at, peringatan Maulid Nabi, Isra’ Mi’raj, d) Sistem
penerimaan tanpa seleksi. Setiap santriwati yang masuk langsung diterima. Sedangkan
penempatan kelas sesuai dengan kemampuan dasar ilmu agama yang dimiliki
sebelumnya, e) Biaya masuk pesantren salaf umumnya jauh lebih murah dan tidak ada
daftar ulang setiap tahunnya, f) Infrastruktur lebih sederhana.
3. Ciri Khas Kualitas Keilmuan
Santriwati pesantren tradisional memiliki kualitas keilmuan yang berbeda dengan
santriwati pondok modern antara lain sebagai berikut; a) Menguasai kitab kuning atau
7

literatur klasik Islam dalam bahasa Arab dalam berbagai disiplin ilmu agama, b)
Menguasai ilmu gramatika bahasa Arab atau Nahwu, Sharaf, balaghah (maany, bayan,
badi’), dan mantiq secara mendalam karena ilmu-ilmu tersebut dipelajari serius dan
menempati porsi cukup besar dalam kurikulum pesantren salaf di samping fikih madzhab
Syafi’i, c) Dalam memahami kitab bahasa Arab santriwati salaf memakai sistem makna
gandul dan makna terjemahan bebas sekaligus.
Ciri Khas Pesantren Modern
Adapun berbagai ciri khas yang ada di pesantren modern (Mastuhu 1994)
1. Metode Belajar Mengajar
Metode belajar pesantren modern yakni; a) Umumnya memakai sitem klasikal, b) Ilmu
umum dan agama sama-sama dipelajari, c) Penekanan pada bahasa asing Arab dan
Inggris percakapan, d) Pembelajaran kitab kuning tanpa penekanan, e) Sebagian
memakai kurikulum sendiri seperti Gontor. Sedangkan sebagian yang lain memakai
kurikulum pemerintah.
2. Ciri Khas Kultural dan Administratif
Santriwati pesantren modern memiliki kualitas keilmuan yang berbeda dengan santriwati
pondok tradisional antara lain sebagai berikut; a) Lebih disiplin dan lebih agresif, b)
Mirip dengan sistem militer, santriwati senior mendominasi. Kekerasan menjadi budaya
dalam memberi sanksi pada santri yunior, c) Sopan santun juga sangat terlihat, d)
Pendaftaran dengan sistem seleksi sehingga tidak semua calon santriwati diterima, e)
Biaya masuk umumnya lebih tinggi dari pesantren trdisional, f) Ada daftar ulang setiap
tahun layaknya sistem administrasi di sekolah, g) Secara finansial lebih tercukupi karena
biaya relatif tinggi dibanding salaf.
3. Kualitas Keilmuan
Santriwati pesantren modern memiliki kualitas keilmuan yang berbeda dengan santriwati
pondok modern antara lain sebagai berikut, a) Pintar berbahasa Arab dan inggris dalam
percakapan (b) Kemampuan pelajaran umum karena Memiliki sekolah formal di bawah
kurikulum Diknas dan/atau Kemenag, c) Memiliki berbagai keterampilan karena
banyaknya kegiatan ektrakulikuler.

Perilaku Prososial
Tingkah laku prososial adalah suatu tindakan menolong yang menguntungkan orang lain
tanpa harus menyediakan suatu keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan
tersebut, dan mungkin bahkan melibatkan suatu risiko bagi orang yang menolong.
Baron&Byrne (1994). perilaku prososial adalah suatu tingkah laku yang mempunyai suatu
akibat atau konsekuensi positif bagi patner interaksi, selain itu tingkah laku yang bisa di
klasifikasikan sebagai tingkah laku sosial sangat beragam di mulai dari bentuk yang paling
sederhana hingga yang paling luar biasa, dari hal yang sederhana misalnya seperti memberi
perhatian kepada orang lain, dan yang paling berat seperti mengorbankan diri sendiri. (Pidada
1988)

8

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Prososial
Menurut Sears dkk (1994) hal-hal yang mempengaruhi perilaku prososial adalah :
1. Karakteristik situasi meliputi a) kehadiran orang lain, terkadang kehadiran orang lain
menghambat usaha untuk menolong, alasan yang pertama adalah penyebaran tanggung
jawab yang timbul karena kehadiran orang lain. bila hanya satu orang yang menyaksikan
korban yang mengalami kesulitan, maka orang itu mempunyai tanggung jawab penuh
untuk memberikan reaksi terhadap situasi tersebut dan akan menanggung rasa salah dan
rasa sesal bila tidak bertindak. Terkadang orang lain tidak mau menolong jika mereka di
lihat oleh orang lain, b) Sifat lingkungan ,dari beberapa penelitian salah satu sifat
lingkungan seperti cuaca benar-benar menimbulkan perbedaan pemberian bantuan,
meskipun para pakar psikologi masih memperdebatkan alasan yang tepat untuk efek ini.
Misalnya seperti seeorang teman yang meminta tolong kepada temannya untuk
menjemputnya di kantor, namun jika pada saat itu cuaca sedang panas, membuat orang
tersebut keberatan untuk membantunya, c) Tekanan keterbatasan waktu, dari beberapa
hasil penelitian memperlihatkan bahwa tekanan waktu menimbulkan dampak yang kuat
terhadap pemberian bantuan, seperti ketika seseorang sedang kesakitan karena tersandung,
maka orang-orang yang ada disekitar yang sedang lewat akan lebih banyak menolong
ketika mereka sedang tidak terburu-buru.
2. Karakteristik penolong meliputi, a) Faktor kepribadian, antara kepribadian dan pemberian
bantuan tergantung pada sifat tertentu yang dibahas pada jenis bantuan tertentu yang
dibutuhkan, b) Suasana hati, Bila suasana hati yang buruk menyebabkan kita memusatkan
perhatian pada diri kita sendiri, maka keadaan itu akan mengurangi kemungkinan untuk
membantu orang lain, c) Rasa bersalah, Keadaan psikologis yang mempunyai relevansi
khusus dengan perilaku prososial adalah rasa bersalah, perasaann gelisah yang timbul bila
kita melakukan sesuatu yang kita anggap salah, d) Distress dan rasa empatik, yang
dimaksud distress diri (personal distress) adalah reaksi pribadi kita terhadap penderitaan
orang lain-perasaan terkejut, takut, cemas, perihatin, tidak berdaya, atau perasaan apa pun,
yang kita alami. Sebaliknya yang dimaksud rasa atau sikap empatik (emphatic concern)
adalah perasaan simpati dan perhatian terhadap orang lain, khususnya untuk berbagai
pengalaman atau secara tidak langsung merasakan penderitaan orang lain.
3. Karakteristik orang yang membutuhkan pertolongan meliputi, a) Menolong orang yang
kita sukai. Dalam beberapa situasi, mereka yang memiliki daya tarik fisik mempunyai
kemungkinan yang lebih besar untuk menerima bantuan, karena seseorang yang menolong
orang yang ia sukai biasanya disatu sisi ingin menerima pujian ataupun mendapatkan
perilaku yang sama, atau di sukai juga, Perilaku prososial dipengaruhi oleh jenis hubungan
antara orang , seperti yang terlihat jelas dalam pengalaman sehari-hari. Tidak peduli
apakah karena rasa suka, kewajiban social , kepentingan diri atau empati, kita lebih suka
meolong teman dekat dari pada orang asing, karena menolong orang yang lebih dekat kita
tidak akan malu-malu atau canggung saat menolongnya, b) Menolong orang yang pantas
ditolong, beberapa penelitian menunjukkan bahwa faktor sebab-akibat yang utama adalah
pengendalian diri, kita lebih cenderung menolong seseorang bila kita yakin bahwa
penyebab timbulnya masalah berada di luar kendali orang tersebut.
Aspek-Aspek Perilaku Prososial
Aspek-aspek perilaku prososial menurut Mussen dkk (1989)
1. Berbagi (Sharing)
Berbagi yaitu kesediaan untuk berbagi perasaan dengan orang lain
9

2. Menolong (Helping)
Menolong yaitu kesediaan untuk memberikan pertolongan atau bantuan kepada orang lain
yang sedang membutuhkan baik berupa bantuan materiil ataupun moril. Menolong
meliputi membantu orang lain atau menawarkan sesuatu yang menunjang keberlangsungan
kegiatan orang lain
3. Kerjasama (Cooperating)
Kerjasama adalah kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain demi tercapainya suatu
tujuan. Kerjasama pada umumnya saling menguntungkan, saling memberi, saling
menolong, dan menenangkan
4. Bertindak jujur (honesty)
Bertindak jujur yaitu kesediaan untuk melakukan sesuatu seperti apa adanya, tidak berbuat
curang terhadap orang lain.
5. Berderma (donating)
Berderma yaitu kesediaan untuk memberikan secara sukarela sebagian barang miliknya
kepada orang yang lebih membutuhkan.
Alasan-Alasan Orang Tidak Mau Menolong
Alasan-alasan orang tidak memberikan pertolongan kepada orang lain yang diungkapkan oleh
Baron & Byrne (1994) mencangkup hal-hal berikut ini, a) pertolongan tidak diberikan karena
kegagalan untuk memberi perhatian, b) pertolongan tidak diberikan karena menginterpretasi
sebagai keadaan darurat, yang membuat niat si penolong terhambat, karena menurutnya tidak
mampu jika ia sendiri yang menolongnya, c) pertolongan tidak diberikan karena adanya
asumsi bahwa orang lain seharusnya melakukan sesuatu, d) pertolongan tidak diberikan
karena tidak dimilikinya pengetahuan, keterampilan, dan atau pelatihan, tentu saja ketika
seseorang ingin membantu orang yang sedang kesusahan misalnya seperti orang yang
kerusakan air yang ada di rumahnya, namun orang si penolong ingin membantunya namun
tidak memahami cara membenarkan saluran air, tentu saja hal tersebut membuatnya
kebingungan dalam membantunya, e)pertolongan tidak diberikan karena ketakutan akan
konsekuensi negative atau tidak cukup kuatnya motivasi positif yang ada seperti halnya
berpikiran jika ia menolong orang tersebut justru ia yang akan mendapat musibah.
Pada pengertian serta kurikulum yang diajarkan didalam pendidikan pesantren itu sendiri
memiliki keterkaitan dengan perilaku prososial yang mana pesantren itu sendiri, mengajarkan
kepada santri pentingnya moral dalam berprilaku sehari-hari Mastuhu (1994) dan juga salah
satu tujuan pondok pesantren itu sendiri yaitu memiliki rasa kebersamaan yang tinggi
Mastuhu (1994), sehingga dari hal tersebut berhubungan dengan perilaku prososial yang
sangat penting untuk di praktekkan dalam kehidupan sehari-hari, yang nantinya akan
berdampak positif atau menguntungkan untuk orang banyak, meskipun pada saat itu si
penolong tidak mendapatkan keuntungan apa-apa tetapi dapat bermanfaat di kehidupan
selanjutnya karena manusia itu sendiri merupakan makhluk social yang membutuhkan orang
lain, sehingga perilaku prososial sangatlah penting di dalam kehidupan manusia itu sendiri
maupun lainnya. Dilihat dari karakteristik serta hal-hal yang membedakan antara pesantren
modern dan tradisional, maka dapat dilihat perilaku prososial yang dimunculkan pada
pesantren modern adalah ketika adanya kegiatan belajar seperti kerja kelompok serta saat
melakukan kegiatan gotong royong sedangkan pada perilaku prososial yang dimunculkan
pada pesantren tradisional adalah dalam hal berbagi cerita kepada temannya serta saat mereka
melakukan kegiatan bersih-bersih (Wardi dkk,1990) .

10

Hipotesa 1
Ada perbedaan perilaku prososial santri ditinjau dari pesantren tradisional dan modern.
Hipotesa 2
Perilaku prososial santri pesantren modern lebih tinggi dibandingkan santri pesantren
tradisional.

METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif kausal komparatif karena
penelitian ini ingin membandingkan dan mencari hubungan sebab akibat, dengan
menggunakan metode perhitungan statistik tertentu sehingga akan diketahui ada atau tidaknya
perbandingan antara dua variabel yang diteliti Sugiyono (2010). Teknik analisis yang
digunakan untuk uji hipotesis adalah independent sample t test dengan bantuan komputer
sehingga akan diketahui ada atau tidaknya perbedaan antara dua variabel yang diteliti.
Independen sample t test adalah uji komparatif atau uji beda untuk mengetahui adakah
perbedaan mean atau rerata yang bermakna antara 2 kelompok bebas yang berskala data
interval/rasio. Dua kelompok bebas yang dimaksud di sini adalah dua kelompok yang tidak
berpasangan, artinya sumber data berasal dari subjek yang berbeda. Penelitian ini
dimaksudkan untuk menguji hipotesis dengan menggunakan perhitungan statistik. Penelitian
ini digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap dependen yang diteliti.
Verifikatif berarti menguji teori dengan pengujian suatu hipotesis apakah diterima atau
ditolak.
Subjek Penelitian
Penelitian ini akan menyelidiki tentang perbedaan perilaku prososial antara pesantren modern
dan tradisional. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik
Purposive sampling atau judgmental sampling yaitu cara penarikan sample yang dilakukan
dengan memilih subjek berdasarkan kriteria spesifik seperti jenis kelamin dan usia subjek
yang dietapkan peneliti. Karena dalam penelitian ini peneliti mengambil subjek penelitian ini
seorang santriwati yang berada di pesantren modern dan pesantren tradisional, yang mana
untuk santriwati dari pesantren modern sebanyak 50 subjek dan santriwati pesantren
tradisional 50 subjek sehingga keseluruhan berjumlah 100 subjek. Adapun karakteristik
subjek penelitian adalah santriwati yang berusia 12-16 tahun.
Varibel dan Instrumen Penelitian
Penelitian ini terdapat dua variable yaitu variable bebas (X) dan variable terikat (Y). Variabel
bebas (X) dalam penelitian yaitu santri pesantren modern dan tradisional dan variable
terikatnya (Y) adalah perilaku prososial.
Perilaku prososial adalah Segala perilaku yang memberikan dampak positif bagi si penerima
baik dalam bentuk fisik, materi maupun psikologis, namun tidak menjamin dapat memberikan

11

dampak positif bagi si pemberi (pelaku) untuk mengukur seberapa besar perilaku prososial
yang di berikan dapat dilihat dengan menggunakan skala prososial.
Pesantren modern adalah pendidikan pesantren yang pendidikannnya tidak hanya berupa kitab
kuning, seperti menghapal Al-quran atau mengaji saja, namun pelajaran umum juga di
berikan. Aktivitas yang dilakukan pesantren ini berbagai macam, seperti kegiatan pentas seni,
pramuka dan lain sebagainya. Sedangkan pesantren tradisional merupakan pesantren dengan
pengajaran pendidikan yang berupa metode sorogan dan wetonan dan hanya mempelajari
kitab kuning saja tanpa di campur aduk oleh pelajaran umum dan kegiatan lainnya. Pesantren
modern dan tradisional yang akan di gunakan dalam penelitian ini yang berada di kota
malang. Dengan mencari pesantren yang berisikan santriwati atau santri perempuan saja.
Data yang diperoleh dari instrument penelitian ini menggunakan model pengukuran skala
likert. Pengukuran ini dilakukan dengan mengumpulkan skor hasil skala yang diberikan
kepada ke dua subjek penelitian dan yang nantinya akan di bandingkan diantara keduanya.
Metode pengumpulan data yang digunakan untuk mengukur perbedaan perilaku prososial
dengan menggunakan skala prososial yang disesuaikan oleh aspek-aspek perilaku prososial
yang di ungkapkan oleh mussen dkk tahun 1989, yang mana aspek-aspek tersebut terdiri dari
5 indikator yaitu, berbagi, menolong, kerjasama, berderma, jujur.
Prosedur dan Analisa Data penelitian
Prosedur penelitian diawali dengan menyusun instrumen penelitian berupa skala likert. Skala
likert menurut Sugiyono (2010) digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi
seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial Skala yang dibuat merupakan skala
perilaku prososial dengan menggunakan lima bentuk aspek perilaku prososial yang
dikemukakan oleh Mussen dkk 1989. Setelah pembuatan skala ini selesai, maka selanjutnya
peneliti melakukan uji try out yang dilaksanakan pada Februari 2016 - Maret 2016. Skala try
out yang diberikan berjumlah 26 item ,dengan indikator berbagi berjumlah 5 item, indikator
menolong berjumlah 4 item, indikator kerjasama berjumlah 5 item. indikator jujur 5 item dan
indikator berderma 6 item. Jumlah subjek dalam melakukan try out ini berjumlah 60 subjek,
30 subjek santriwati pesantrem modern dan 30 subjek lainnya santriwati pesantren radisional.
Dari hasil try out ini ditemukan 22 item dikatakan valid.
Tabel 1. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Penelitian
Alat ukur
Skala
Perilaku
Prososial

Jumlah Item Jumlah Item Jumlah Item
Diujikan
Valid
Gugur
26
22
4

Validitas

Reliabiitas

0,313-0,755

0,916

Item dikatakan valid karena nilai corrected item-total correlation > 0,30 dan instrumen
dikatakan telah reliabel karena nilai cronbach alpha > 0,60 (Priyatno, 2012).
Tahap selanjutnya peneliti melakukan penelitian pada 10-16 Maret 2016 dengan menyebarkan
skala kepada 100 subjek kepada 50 santriwati pesantren modern dan 50 subjek santriwati
pesantren tradisional. Setelah peneliti menyebarkan skala kepada 100 subjek, data yang
diperoleh di input dan diolah dengan menggunakan program SPSS. Kemudian peneliti
membandingkan hasil diantara keduanya.
12

Berikut merupakan indikator aspek perilaku prososial yang diungkapkan oleh Mussen dkk
1989 yang mana setiap item telah dinyatakan valid untuk dujikan dalam peneliitian
Tabel 2. Indikator Item Skala Perilaku Prososial
Indikator

Item Fav

Unfav

Jumlah

Berbagi (sharing)

2,3,5

1,4

5

Menolong (helping)

8,9

6,7

4

Kerjasama (cooperating)

11,13,14

10,12

5

Bertindak jujur (honesty)

16,17

15

3

Berderma (donating)

18,20,21

19,22

5

Tabel 3. Skor penelitian untuk pernyataan positif dan negative
NO
1
2
3
4

Keterangan
Sangat setuju
Setuju
Tidak setuju
Sangat setuju

Skor Positif
4
3
2
1

Skor Negatif
1
2
3
4

HASIL PENELITIAN
Setelah penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu pesantren modern dan tradisional,
diketahui hasil yang diperoleh dengan melihat beberapa table yang telah dibentuk seperti
kriteria subjek yang telah mengisi angket prososial, tabel kenormalan data, tabel homogenitas
serta tabel yang berisi hasil hipotesa yang telah di buat dengan menggunakan uji Independent
sample t test.
Tabel 4. Deskripsi Subjek Penelitian

Usia
Jenis Kelamin
Jumlah skor
Rata rata skor

Kategori

Pesantren Modern

Pesantren Tradisional

Remaja
Perempuan

13-15 tahun
50 orang
3661
73,22

13-16 tahun
50 orang
3442
68,84

Berdasarkan dalam Tabel 1 tersebut, terlihat bahwa kriteria subjek yang mengisi angket
prososial ini sesuai dengan rancangan penelitian diawal, bahwa subjek merupakan usia 12-16.
Seperti pada tabel 1 bahwa subjek yang mengisi angket prososial ini merupakan subjek
dengan jenis kelamin perempuan dengan rentang usia antara 12-16 tahun.
13

Peneliti kemudian menganalisi skor dari hasil skala perilaku prososial yang diberikan kepada
santri kedua jenis pesantren t