Peranan Labov Kelas Sosial dan Ragam Baku Teori Bernstein

jawa halus madya sampai karma di kalangan orang-orang Surabaya kebanyakan tidaklah sehalus di Jawa Tengah terutama di daerah Yogyakarta dan Surakarta dengan banyak mencampurkan kata sehari-hari yang lebih kasar. Berikut ini beberapa kosa kata berdasarkan kelas sosial yang ada di Surabaya, yaitu : Tabel perbedaaan regional dan kelas sosial dalam bahasa Jawa dialek Surabaya Bahasa Indonesia Surabaya Ngoko Krama Alus Krama Inggil Makan Mangan dhahar nedi Pergi Lungo keso tindak Kepala Ndas sirah mustaka

2.3 Peranan Labov

Labov, dalam penelitiannya membuktikan bahwa seseorang individu dari kelas sosial tertentu, umur tertentu, jenis kelamin tertentu akan menggunakan variasi bentuk tertentu sekian kali dalam suatu situasi tertentu. Dari sini dapat disimpulkan bahwa ada korelasi antara tingkat sosial di dalam masyarakat dengan ragam bahasa yang digunakan.

2.4 Kelas Sosial dan Ragam Baku

Kita melihat di Indonesia kelas sekelompok masyarakat yang berpendidikan rendah. Mereka cenderung menggunakan ragam bahasa nonbaku. Ragam bahasa mereka dapat dikenali dari segi lafal mereka, yaitu akhiran –kan yang dilafalkan – ken. Jadi perbedaan atau penggolongan kelompok masyarakat tercermin dalam ragam bahasa golongan masyarakat itu. Dapat disimpulkan semakin tinggi kelas sosial, semakin kecil penggunaan kalimat non baku.

2.5 Teori Bernstein

Basil Bernstein mengatakan bahwa ada dua anggapan dasar tentang ragam bahasa penutur, yang disebut dengan kode terperinci atau kode terurai elaborated code dan kode terbatas restricted code. Menurut Beinstein, kode terperinci cederung digunakan dalam situasi formal atau dalam diskusi akdemik, sebaliknya kode terbatas cenderung digunakan dalam kondisi informal. Dalam buku sosiolinguistik karangan Sumarsono dan paina, disebutkan bahwa ragam bahasa dengan kode terperinci memiliki ciri antara lain menggunakan klausa bawahan, kata kerja pasif, ajektif, adverbia serta kata sambung yang tidak lazim, penggunaan kata ganti “saya” dalam jumlah yang cukup tinggi. Pada intinya mengacu pada ragam bahasa yang “bermutu”. Bermutu dalam arti bahasa yang digunakan oleh penutur dengan kode terperinci dimana bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi komplek, panjang dan dan banyak pembendaharaan kata, sehingga hal yang ingin disampaikan kepada lawan bicara dapat dipahami dengan baik. Sebaliknya, kode terbatas biasanya digunakan dilingkungan antar teman ataupun terikat dengan konteks dan tidak dijelaskan secara jelas dan eksplisit, secara linguistik kode ini mempunyai ciri dengan banyaknya menggunakan kata ganti terutama kamu, mereka; pengunaan kalimat tanya untuk meminta persetujuan pendengar. Bagaimana Bernstrein membuktikan atau mengenali kode terperinci dengan kode terbatas? Ia mengkaji perkembangan anak-anak dari keluarga kelas menengah keatas dan anak-anak dari kelas menengah kebawah selama 25 tahun. Saat ia memperhatikan anak-anak yang orang tuanya terdiri dari orang-orang terpelajar, ia akan mendapati saat orang tua berbicara dengan mereka, bahasa yang mereka gunakan komplek, panjang dan banyak pembendaharaan kata. Sebaliknya saat ia memperhatikan anak-anak yang orang tuanya bukan dari golongan terpelajar, ia mendapati saat orang tua berkomunikasi dengan anaknya cenderung pendek, ringkas dan kurang pembendaraan kata. Setelah penelitian berkelanjutan selama 25 tahun, didapatkan anak-anak dari kelas menengah lebih berprestasi di sekolah maupun kemampanan hidupnya, sebaliknya terjadi pada anak-anak dari kelas menengah keatas, oleh karena itu Berstein berkesimpulan bahwa kemampuan berbahasa berkaitan erat dengan prestasi penuturnya.

2.6 Hipotesis Sapir-Whorf