Increasing efficiency of pineapple seedling production using tissue culture material result through gibberellins and nitrogen fertilizer application to the leaves

(1)

PENINGKATAN EFISIENSI PRODUKSI BIBIT NENAS

(

Ananas comosus

(L.) Merr.) HASIL KULTUR JARINGAN

MELALUI APLIKASI GIBERELIN DAN PUPUK NITROGEN

PADA DAUN

ELFIANI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

i

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Peningkatan Efisiensi Produksi Bibit Nenas (Ananas comosus (L.) Merr) Hasil Kultur Jaringan melalui Aplikasi Giberelin dan Pupuk Nitrogen pada Daun adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.

Bogor, Agustus 2011

Elfiani A254090125


(3)

ii

ABSTRACT

ELFIANI. Increasing efficiency of pineapple seedling production using tissue culture material result through gibberellins and nitrogen fertilizer application to the leaves. Under supervision of M.RAHMAD SUHARTANTO AND SOBIR.

One of the problems in pineapple cultivation in Indonesia is unavailable seeds producer who provide variety pineapple seedling, whether in its form or in it’s nature, with major quantity and short relative time. The aims of this research is to study the effect of giving Nitrogen fertilizer, gibberellin to the leaves and time application through the development pineapple seedling resulter for tissue culture propagation, counting technical and economic efficiency. The field study is held at the Center Tropical Fruits Research (PKBT), research institution and human resources (LPPM) IPB, Baranang Siang, Bogor. It was started in August until December 2010. This research used factorial random design. The first factor is time application consist of two standards, in the morning (W1) and at night (W2). The second factor is gibberellins concentration consist of three levels, 0 ppm (G0), 50 ppm (G1), 100 ppm (G2). The third factor is N fertilizer concentration consist of three levels 0 g/I (N0), 0.5 g/I (N1), 1.0 g/I (N2). There are 18 combination treatments with three repetitions with the result 54 experiment units. Each unit consists of 10 pineapple seedlings, with the result 540 experiment. Fertilizer distribution 0.5 g/I increase the seedlings high, the number of the leaves, and the width of the leaves, wet weight and dry weight. Giving extra Nitrogen can reduce the development of the pineapple seedlings. Giving gibberellins and time application cannot increase the development of pineapple seeds tissue culture result. Economic and technique efficiency was achieved by giving nitrogen 0.5g/I fertilizer.

Key words : pineapple seedling, nitrogen, giberellin, application time, economic and technique efficiency.


(4)

iii

ELFIANI. Peningkatan Efisiensi Produksi Bibit Nenas (Ananas comosus (L.) Merr) Hasil Kultur Jaringan melalui Aplikasi Giberelin dan Pupuk Nitrogen pada Daun.Dibimbing oleh M.RAHMAD SUHARTANTO dan SOBIR.

Nenas (Ananas comosus (L.) Merr.) merupakan salah satu buah tropika yang banyak diminati masyarakat dan berpotensi menjadi komoditas ekspor andalan Indonesia. Salah satu permasalahan dalam budidaya nenas di Indonesia adalah belum adanya produsen bibit yang dapat menyediakan bibit nenas yang seragam, baik bentuk ataupun sifatnya, dalam jumlah yang banyak dan waktu yang relatif singkat. Metode perbanyakan vegetatif yang dilakukan oleh para petani tidaklah mencukupi untuk mendukung industri pertanian nenas. Kultur jaringan merupakan salah satu cara yang telah dikembangkan untuk memperoleh produksi bibit secara besar-besaran.Teknik kultur jaringan nenas dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan bibit. Permasalahan yang muncul di lapangan adalah lambatnya pertumbuhan bibit nenas. Bibit nenas yang dihasilkan dari kultur jaringan tidak tumbuh secepat yang diharapkan sehingga memerlukan waktu yang cukup lama untuk mencapai standar mutu bibit nenas hasil kultur jaringan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian pupuk nitrogen pada daun, giberelin dan waktu aplikasinya terhadap pertumbuhan bibit nenas hasil kultur jaringan, mempelajari interaksi antara perlakuan pemberian pupuk nitrogen pada daun, giberelin dan waktu aplikasinya terhadap pertumbuhan bibit nenas hasil kultur jaringan, dan menghitung efisiensi teknis dan ekonomi dari aplikasi perlakuan pemberian pupuk nitrogen pada daun, giberelin dan waktu aplikasinya terhadap produksi bibit nenas hasil kultur jaringan.

Percobaan lapangan dilaksanakan di rumah kasa Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT), Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) IPB, Baranang Siang, Bogor. Penelitian dimulai dari Agustus sampai Desember 2010. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok faktorial. Faktor pertama adalah Waktu Aplikasi yang terdiri dari dua taraf, yaitu pagi hari (W1) dan malam hari (W2). Faktor kedua adalah konsentrasi giberelin yang terdiri atas tiga taraf yaitu 0 ppm (G0), 50 ppm (G1) dan 100 ppm (G2). Faktor ketiga konsentrasi pupuk N yang terdiri dari tiga taraf yaitu 0 g/l (N0), 0,5 g/l (N1) dan 1,0 g/l (N2). Terdapat 18 kombinasi perlakuan dengan tiga ulangan sehingga terdapat 54 satuan percobaan. Masing-masing satuan percobaan terdiri dari 10 bibit nenas, sehingga terdapat 540 unit percobaan.

Secara umum perlakuan yang diberikan pada bibit tanaman nenas memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap peubah yang diamati. Perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh interaksi dan pengaruh tunggal untuk peubah yang diamati. Pengaruh interaksi diperoleh pada kombinasi perlakuan antara nitrogen 0.5 g/l Urea dengan giberelin 50 ppm dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman. Pengaruh tunggal diperoleh dari perlakuan pemberian nitrogen. Pemberian nitrogen berpengaruh nyata terhadap jumlah daun, lebar daun, bobot basah daun dan bobot kering daun. Pemberian giberelin tidak berpengaruh nyata pada penelitian ini terhadap semua peubah yang diamati. Waktu aplikasi perpengaruh nyata terhadap peubah lebar daun dimana


(5)

iv

waktu aplikasi malam hari (W2) memberikan pengaruh yang nyata dibandingkan waktu aplikasi pada pagi hari (W1). Pemberian nitrogen pada konsentrasi 0.5 g/l Urea memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun, lebar daun dan bobot kering daun. Peningkatan konsentrasi pupuk nitrogen 1.0 g/l Urea meningkatkan nilai rataan peubah tersebut tetapi memberikan pengaruh yang tidak nyata. Secara ekonomis penyediaan benih tanaman nenas pada penelitian ini memberikan keuntungan karena nilai B/C ratio dari semua perlakuan mempunyai nilai lebih besar dari satu sehingga layak untuk diusahakan. Secara teknis waktu aplikasi harus menjadi pertimbangan bila usaha ini dilakukan pada skala lebih luas karena membutuhkan upah tenaga kerja yang lebih besar.

Kata kunci: Bibit Nenas, Nitrogen, Giberelin, Waktu Aplikasi, Efisiensi teknis dan ekonomis


(6)

v

© Hak cipta milik IPB, Tahun 2011

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh hasil karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(7)

vi

PENINGKATAN EFISIENSI PRODUKSI BIBIT NENAS

(

Ananas comosus

(L.) Merr.) HASIL KULTUR JARINGAN

MELALUI APLIKASI GIBERELIN DAN PUPUK NITROGEN

PADA DAUN

ELFIANI

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Magister Profesional Perbenihan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(8)

vii


(9)

viii

Judul Tugas Akhir : Peningkatan Efisiensi Produksi Bibit Nenas (Ananas comosus (L.) Merr) Hasil Kultur Jaringan Melalui Aplikasi Giberelin dan Pupuk Nitrogen pada Daun

Nama : Elfiani

NRP : A254090125

Disetujui Komisi Pembimbing

Ketua

Dr. Ir. M.Rahmad Suhartanto, MSi

Anggota Dr. Ir. Sobir, MSi

Diketahui

Ketua Program Studi

Magister Profesional Perbenihan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr


(10)

ix

Ucapan syukur kehadirat Tuhan YME karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan adalah efisiensi produksi bibit dengan judul Peningkatan Efisiensi Produksi Bibit Nenas (Ananas comosus (L.) Merr.) hasil Kultur Jaringan melalui Aplikasi Giberelin dan Pupuk Nitrogen pada Daun. Penulisan tugas akhir ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Magister Profesional Perbenihan, Sekolah Pascasarjana IPB.

Penulisan tugas akhir ini penulis mendapatkan bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Dr. Ir. M.Rahmad Suhartanto, MSi sebagai ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Sobir, MSi sebagai anggota komisi pembimbing.

Rasa hormat dan terima kasih penulis sampaikan kepada orang tua tercinta M.Nidar dan Mulida Osmi, atas doa, nasehat dan dorongan yang diberikan kepada penulis selama ini. Penghargaan dan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan kepada suami tercinta Bunti MT Sinaga dan anak-anak tercinta Aaron Syahronitua Sinaga dan Anastasia Sinaga atas segala pengertian, dukungan dan dorongan selama penulis menyelesaikan pendidikan, serta kepada teman-teman “Seed Family” Angkatan I Program Magister Perbenihan atas kebersamaan dan semangat yang telah diberikan, dan akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu namun tidak dapat disebutkan satu per satu dalam karya ilmiah ini, semoga Tuhan memberikan balasan yang setimpal.

Demi kesempurnaan tugas akhir ini, saran dan kritik dari semua pihak sangat penulis harapkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2011


(11)

x

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Pekanbaru, Riau pada tanggal 7 Mei 1968 dari pasangan Bapak M.Nidar dan Ibu Mulida Osmi. Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara.

Pendidikan SD, SMP dan SMA penulis tempuh di kota Pekanbaru, Riau, Pada tahun 1987 penulis lulus dari SMAN 2 Pekanbaru dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Andalas Padang, Sumatera Barat dan penulis memilih program studi Agronomi.

Penulis bekerja sebagai staf peneliti pada BPTP Riau yang merupakan salah satu unit kerja Badan Litbang Pertanian. Pada tahun 2009 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan program magister pada Program Studi Magister Profesional Perbenihan, Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian Republik Indonesia.


(12)

xi

Halaman

DAFTAR TABEL ……….. xi

DAFTAR GAMBAR ………. xii

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xiii

PENDAHULUAN ………. Latar Belakang ………... Tujuan Penelitian……… Hipotesis Penelitian ………

1 1 3 3 TINJAUAN PUSTAKA ………

Botani Tanaman Nenas………... Syarat Tumbuh Tanaman Nenas ……… Budidaya Tanaman Nenas ………. Pupuk Nitrogen ……….. Giberelin ………. Efisiensi Ekonomis dan Teknis ………..

5 5 6 8 10 11 13 BAHAN DAN METODA………...

Tempat dan Waktu Penelitian ……… Bahan dan Alat ………... Metode Penelitian ……….. Pelaksanaan Penelitian ………... Pengamatan ……… 14 14 14 14 15 16 HASIL DAN PEMBAHASAN ……….

Kondisi Umum ………... Komponen Pengamatan ………. Pembahasan Umum ………

19 19 20 37

KESIMPULAN ………. 41

DAFTAR PUSTAKA ……… 42


(13)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh pemberian nitrogen, giberelin dan waktu aplikasinya terhadap

peubah yang diamati ………. 20

2. Pengaruh interaksi perlakuan nitrogen dan giberelin

pada peubah tinggi bibit nenas 16 MST (cm) ……… 22 3. Ekstrapolasi tinggi bibit nenas …………... 24 4. Pengaruh pemberian nitrogen terhadap peubah jumlah

daun bibit nenas (helai)………... 25 5. Pengaruh pemberian nitrogen terhadap peubah lebar

daun bibit nenas (cm) ………... 27 6. Pengaruh waktu aplikasi terhadap peubah lebar daun

bibit nenas (cm)………... 28

7. Pengaruh pemberian nitrogen terhadap peubah bobot

basah dan bobot kering daun bibit nenas (g) ……….. 29 8. Efisiensi teknis dan ekonomis produksi bibit nenas


(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kondisi bibit nenas (a) selama aklimatisasi,

(b) setelah aklimatisasi……….. 21

2. Kondisi awal bibit nenas ……… 21

3. Bibit nenas pada kombinasi perlakuan nitrogen dan giberelin …… 22 4. Pertumbuhan tinggi bibit nenas pada beberapa kombinasi

Perlakuan ………... 23

5. Pengaruh pemberian nitrogen terhadap jumlah daun

bibit nenas ………. 26

6. Pengaruh pemberian nitrogen terhadap lebar daun

bibit nenas ………. 28

7. Kondisi bibit nenas (a) dalam botol kultur (b) setelah

dibersihkan dan diseleksi ……….. 34

8. Kondisi bibit nenas setelah tanam (a) saat aklimatisasi dan

(b) setelah aklimatisasi ……….. 35

9. Kondisi bibit nenas (a) 4 MST, (b) 8 MST, (c) 12 MST

dan (d) 16 MST ………. 35

10. Pertumbuhan bibit nenas (a) tanpa perlakuan

(b) perlakuan giberelin ………. 36

11. Pertumbuhan bibit nenas yang berbeda (a) berduri pada


(15)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Tata letak unit percobaan ……….. 45

2. Anova dengan respon tinggi bibit ………... 46

3. Anova dengan respon jumlah daun ………... 48

4. Anova dengan respon lebar daun ……….. 50

5. Anova dengan respon tinggi bobot basah daun ……… 53

6. Anova dengan respon bobot kering daun ………. 54

7. Standar mutu bibit nenas hasil kultur jaringan ………. 55 8 B/C ratio untuk setiap perlakuan ……….. 56


(16)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Nenas (Ananas comosus (L.) Merr.) merupakan salah satu buah tropika yang banyak diminati masyarakat dan berpotensi menjadi komoditas ekspor andalan Indonesia. Indonesia merupakan negara pengekspor jus nenas dan nenas kaleng terbesar ketiga setelah Filipina dan Thailand (BPS 2008). Produksi nenas nasional terus meningkat dari 925,082 ton pada tahun 2005 hingga 1,272,700 ton pada tahun 2009 dan menempati urutan keempat setelah pisang, jeruk dan mangga (BPS 2010). Industri pengalengan nenas berpeluang besar untuk dikembangkan di Indonesia. Berdasarkan kondisi agroklimatnya, Indonesia merupakan wilayah yang sesuai untuk pengembangan nenas dan memiliki ketersediaan lahan yang cukup luas, terutama di daerah-daerah yang belum termanfaatkan secara optimal, sehingga Indonesia berpeluang besar untuk meningkatkan suplai nenas di pasar nasional maupun regional.

Salah satu permasalahan dalam budidaya nenas di Indonesia adalah belum adanya produsen bibit yang dapat menyediakan bibit nenas yang bermutu dalam jumlah yang banyak dan waktu yang relatif singkat. Teknik perbanyakan tradisional dan modifikasinya tidak efisien. Teknik perbanyakan tradisional dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman seperti crown (mahkota buah), slip, shoot (tunas samping) dan sucker (anakan) memerlukan waktu lama, jumlah bibit yang dihasilkan sedikit dan tidak seragam. Tanaman nenas kultivar smooth Cayenne menghasilkan 2 propagul/tanaman per tahun sehingga perlu waktu 30 tahun untuk menghasilkan bahan tanaman yang cukup untuk satu hektar yang dimulai dari satu tanaman (Purseglove 1972).

Kultur jaringan merupakan salah satu cara yang telah dikembangkan untuk memperoleh produksi bibit secara massal. Teknik kultur jaringan nenas dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan bibit, antara lain telah dilaporkan oleh Zepada & Sagawa (1981) yang menghasilkan 5000 planlet/tahun dengan menggunakan media ½ MS+1 mg/l BAP. Firoozabady & Gutterson (2003) menghasilkan 2,025 planlet/tahun dengan penambahan 20 µM Kinetin.

Permasalahan yang muncul di lapangan adalah lambatnya pertumbuhan bibit nenas. Bibit nenas yang dihasilkan dari kultur jaringan tidak tumbuh secepat


(17)

2

yang diharapkan sehingga memerlukan waktu yang cukup lama untuk mencapai standar mutu bibit nenas hasil kultur jaringan. Standar mutu bibit nenas hasil kultur jaringan adalah tinggi tanaman minimal 15 cm dari permukaan tanah. Permasalahan laju pertumbuhan yang lambat ini dicoba diatasi dengan memicu laju pertumbuhan vegetatifnya. Pemberian pupuk nitrogen (N) melalui daun dapat menjadi salah satu alternatif yang baik untuk memicu laju pertumbuhan vegetatif. Mustikawati (2007) melaporkan pemberian pupuk daun Gandasil D setiap satu minggu sekali hanya mempengaruhi peubah jumlah daun pada 5 MST dan sebaiknya diberikan diatas dosis dan frekuensi anjuran. Menurut Lingga & Marsono (2006) salah satu keuntungan pemberian pupuk daun pada tanaman adalah penyerapan hara berjalan lebih cepat dibandingkan pemberian pupuk lewat akar namun pemberian pupuk daun ini harus diberikan secara berulang.

Pemberian zat pengatur tumbuh pada tanaman juga dapat dilakukan untuk memacu pertumbuhan tanaman. Senyawa-senyawa auksin, giberelin, sitokinin, etilen, asam absisik dan fenolik merupakan beberapa zat pengatur tumbuh endogen. Pemberiannya secara eksogen dapat memodifikasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Wattimena 1988).

Giberelin merupakan senyawa kimia yang mempunyai struktur ent-gibberellane. Efek fisiologis dari giberelin diantaranya adalah memperpanjang batang karena pembelahan sel dan pemanjangan sel. GA3 merupakan golongan

hormon tanaman yang mempunyai efek terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Davies 1995). Aplikasi giberelin pada batang bibit tanaman jeruk dengan konsentrasi 500 ppm dapat meningkatkan tinggi tanaman, panjang tunas dan diameter batang (Muller & Young 1982). Penyemprotan GA3

Menurut Moore et al. (1998), nenas secara alami merupakan tanaman yang tahan terhadap kekeringan karena nenas termasuk jenis tanaman CAM (Crassulacean Acid Metabolism), yaitu tanaman yang membuka stomata pada malam hari untuk menyerap CO

30 ppm yang dicampur dengan urea melalui daun mampu meningkatkan jumlah cabang sekunder pada tanaman mangga dewasa (Rajput & Singh 1983).

2 dan menutup stomata pada siang hari. Stomata

yang menutup pada siang hari membuat tumbuhan menghemat air tetapi mencegah masuknya CO2. Saat stomata terbuka pada malam hari, tumbuhan


(18)

mengambil CO2

Permasalahan lain yang juga muncul adalah sejauhmana efisiensi pemberian pupuk nitrogen pada daun, giberelin dan waktu aplikasinya dalam meningkatkan produksi benih nenas hasil kultur jaringan. Apakah efisiensi teknis dan ekonomi dapat tercapai melalui perlakuan diatas sehingga bibit nenas yang dihasilkan selain memenuhi standar mutu bibit nenas hasil kultur jaringan, juga efisien secara teknis dan ekonomi. Permasalahan ini perlu diteliti sehingga diharapkan dapat memberikan manfaat bagi petani nenas untuk pengembangan komoditas nenas di waktu mendatang.

dan memasukkannya ke berbagai asam organik. Kondisi membuka dan menutupnya stomata yang berbeda dengan tanaman lain yang umumnya pada pagi atau sore hari ini, diduga menjadi salah satu penyebab perbedaan yang tidak nyata bagi pertumbuhan tanaman nenas bila pemberian pupuk maupun zat pengatur tumbuh melalui daun dilaksanakan pada siang hari, sehinga perlu diketahui respon pertumbuhan bibit nenas bila waktu aplikasinya dilaksanakan pada malam hari saat stomata daun nenas dalam kondisi terbuka.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mempercepat pertumbuhan bibit nenas hasil kultur jaringan dengan cara :

1. Mempelajari pengaruh pemberian pupuk nitrogen pada daun, giberelin dan waktu aplikasinya terhadap pertumbuhan bibitnenas hasil kultur jaringan. 2. Mempelajari interaksi antara perlakuan pemberian pupuk nitrogen pada

daun, giberelin dan waktu aplikasinya terhadap pertumbuhan bibit nenas hasil kultur jaringan

3. Menghitung efisiensi teknis dan ekonomi dari aplikasi perlakuan pemberian pupuk nitrogen pada daun, giberelin dan waktu aplikasinya terhadap produksi bibit nenas hasil kultur jaringan.

Hipotesis

1. Pemberian pupuk nitrogen pada daun, giberelin dan waktu aplikasinya dapat mempercepat pertumbuhan bibit nenas hasil kultur jaringan


(19)

4

2. Terdapat interaksi antara pemberian pupuk nitrogen pada daun, giberelin dan waktu aplikasinya terhadap percepatan pertumbuhan bibit nenas hasil kultur jaringan.

3. Pemberian pupuk nitrogen pada daun, giberelin dan waktu aplikasinya dapat meningkatkan efisiensi teknis dan ekonomi produksi bibit nenas hasil kultur jaringan


(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Nenas (Ananas comosus (L.) Merr.)

Nenas (Ananas comusus (L.) Merr.) merupakan tanaman buah berbentuk semak yang berasal dari Amerika Selatan (Ashari 1995). Tanaman nenas mulai masuk ke Indonesia pada abad ke-15. Awalnya tanaman nenas hanya digunakan sebagai tanaman pekarangan namun lambat laun mulai dibudidayakan diseluruh Indonesia (Rukmana 2007).

Tanaman nenas termasuk ke dalam keluarga Bromeliaceae yang merupakan tanaman herba tahunan atau dua tahunan ( Wee & Thongtham 1997). Nenas merupakan tanaman monokotil dan bersifat merumpun. Bagian utama tanaman nenas terdiri dari daun, batang, bunga, buah dan akar. Daun tanaman nenas berurat sejajar dan pada tepinya tumbuh duri yang menghadap ke arah ujung daun. Beberapa kultivar nenas durinya mulai lenyap tetapi duri pada ujung daun masih dapat terlihat (Sunarjono 2005). Batang tanaman nenas berukuran 20-25 cm atau lebih, berdiameter 2.0-3.5 cm, beruas pendek, secara visual batang tanaman nenas tidak terlihat karena tertutup oleh daun (Rukmana 2007).

Menurut Krauss (1949) dalam Nakanose dan Paul (1998) tanaman nenas memiliki tunas-tunas dorman atau disebut juga tunas aksilar di setiap buku pada batang dan mahkota. Tunas-tunas tersebut nantinya akan membentuk tunas buah (slip) dan tunas batang (sucker). Sunarjono (2005) menyatakan pada batang tanaman nenas akan tumbuh tangkai buah (slip) dan tunas batang (sucker). Tunas yang tumbuh pada pangkal batang di bawah tanah disebut dengan tunas akar atau anakan. Tunas-tunas yang dihasilkan oleh tanaman nenas tersebut digunakan sebagai bahan tanaman untuk budidaya selanjutnya.

Tanaman nenas hanya dapat berbunga sekali dengan arah tegak ke atas. Bunga nenas bersifat majemuk dan termasuk kedalam bunga sempurna. Tanaman nenas merupakan tanaman yang menyerbuk silang dengan bantuan binatang, seperti burung dan lebah (Sunarjono 2005). Buah nenas berbentuk silinder dengan panjang ± 20 cm, diameter ±14 cm, dan berat ±1-2.5 kg. Buah nenas dihiasi oleh suatu roset daun-daun yang pendek dan tersusun spiral yang biasa disebut dengan mahkota (crown) (Wee & Thongtham 1997).


(21)

6

Syarat Tumbuh Tanaman Nenas

Tanaman nenas dapat tumbuh dengan baik di dataran rendah maupun dataran tinggi hingga 1200 m di atas permukaan laut (dpl). Pertumbuhan optimum pada ketinggian 100-700 m dpl. Di daerah tropis seperti Indonesia, nenas cocok dikembangkan di dataran rendah sampai ketinggian 800 m dpl dengan iklim basah maupun kering (Ashari 1995).

Tanaman nenas dibudidayakan di daerah 25oLU dan 25oLS dengan kisaran suhu 23-32oC. Suhu yang baik untuk pematangan buah adalah 25oC. Walaupun dapat dipelihara di lahan yang suhunya dapat turun sampai suhu 10o

Nenas termasuk tanaman herbaceous dari klas monokotil yang bersifat perennial. Tergantung pada varietasnya, tanaman nenas dewasa dapat mencapai ketinggian 100 – 200 cm, dengan diameter tajuk 100 – 200 cm. Struktur utama morfologi dibedakan menjadi batang, daun, tangkai buah, buah majemuk atau sinkarp, mahkota, tunas dan akar (Coppens & Leal 2003).

C, akan tetapi tanaman ini tidak toleran terhadap hujan salju dan buahnya sensitif terhadap terik matahari. Tanaman nenas peka terhadap kekeringan, serta kisaran curah hujannya luas. Curah hujan yang optimum untuk pertumbuhan tanaman nenas adalah berkisar antara 1000-1500 mm per tahun (Wee & Thongtham 1997).

Batang nenas berbentuk ganda, dengan panjang 25-50 cm dan lebar 2-5 cm pada bagian dasar dan 5-8 cm pada bagian atas. Pada bagian atas lurus dan tegak lurus, sementara permukaan bagian bawah tergantung bahan tanaman yang digunakan. Tanaman yang berasal dari tunas anakan atau tunas batang, bagian atas tumbuh lurus, bagian bawah tanaman tumbuhnya bengkok (Coppens & Leal 2003). Batang terdiri dari ruas dan buku. Ruasnya pendek berkisar antara 1-10 cm, ruas yang panjang berada pada bagian tengah batang, yaitu batang yang pertumbuhannya paling cepat. Buku nenas dapat dilihat melalui daun yang dekat batang. Menghasilkan tunas ketiak setiap buku. Tunas ketiak ini dapat menghasilkan tunas dasar buah atau tunas anakan (Nakasone & Paul 1998).

Pada saat terbentuk buah, beberapa tunas ketiak pada batang tumbuh menjadi tunas batang. Tunas batang yang telah mencapai panjang 30-35 cm dapat dipotong dan digunakan untuk bibit. Tangkai buah yang merupakan perpanjangan dari batang adalah tempat melekatnya bunga atau buah. Pada tangkai buah di


(22)

bawah buah, terdapat sejumlah daun yang pendek dan sempit. Jumlah dan besarnya tunas dasar buah tergantung dari sifat keturunan tanaman nenas dan kesuburan tanah. Panjangnya dapat mencapai sekitar 26 cm dengan bobot antara 285 – 425 g. Tunas dasar buah batangnya bengkok, dan pada waktu ditanam sebagai bibit juga masih tetap bengkok

( Nakasone & Paull 1998).

Daun merupakan bagian yang melekat pada bagian batang yang berada di bagian atas permukaan tanah, pada tangkai dan pada batang mahkota. Rata-rata jumlah daun yang berfungsi dan aktif berkisar antara 70 – 80 dan berbentuk pedang, panjangnya dapat mencapai 1 m atau lebih, lebarnya 5 – 8 cm, pinggirannya berduri atau hampir rata, berujung lancip, bagian atas daun berdaging, berserat, beralur, tersusun dalam dalam spiral yang tertutup, bagian pangkalnya memeluk poros utama. Daun di bagian bawah merupakan daun tua dan ukurannya pendek, dibagian tengah tanaman ukuran daun paling panjang dan daun bagian atas umumnya muda dan ukurannya pendek, sehingga tanaman seakan-akan berbentuk hati.Warna daun nenas sebelah atas adalah hijau mengkilap, hijau tua, merah tua bergaris coklat kemerahan, tergantung dari varietasnya, sedangkan permukaan daun bagian bawah berwarna putih seperti perak atau putih seperti ketombe. Berdasarkan pengamatan anatomi terdapat jaringan penyimpan air (water-storage tissue), yang terdiri dari sel-sel yang tidak berwarna, berbentuk tiang dan terletak di bawah jaringan hypodermal bagian atas dan meluas kebawah sampai mesofil. Jaringan penyimpanan air apabila terisi air akan menduduki setengah dari dari tebalnya daun. Pada musim kekeringan, tanaman nenas akan menggunakan air dalam jaringan tersebut (Collins 1968).

Stomata terdapat pada permukaan daun bagian bawah. Jumlah stomata lebih kurang 75 – 85 per mm2. Jumlah stomata pada daun tanaman nenas jenis Cayenne adalah 180 per mm2, lebih sedikit dibandingkan hibrida triploid dan tetraploid. Jumlah ini sedikit dibandingkan pisang dan jeruk yang masing-masing berjumlah 220 per mm2 dan 500 per mm2. Stomata ini tertutup sepanjang siang untuk menghemat penggunaan air. Mekanisme menutupnya stomata pada nenas ini termasuk mempunyai jalur fotosintesis tipe CAM. Karbondioksida diserap pada malam hari dan diubah menjadi asam yang digunakan dalam sintesis


(23)

8

karbohidrat pada siang hari. Jalur fotosintesa memungkinkan stomata tertutup sepanjang siang untuk menghemat penggunaan air. (Collins 1968; Verheij & Coronel 1992; Samson 1980).

Nenas secara alami merupakan tanaman yang tahan terhadap kekeringan karena nenas termasuk jenis tanaman CAM, yaitu tanaman yang membuka stomata pada malam hari untuk menyerap CO2 dan menutup stomata pada siang

hari. Stomata yang menutup pada siang hari membuat tumbuhan menghemat air tetapi mencegah masuknya CO2. Saat stomata terbuka pada malam hari,

tumbuhan mengambil CO2 dan memasukkannya ke berbagai asam organic.

Metabolism ini disebut crassulacean acid metabolism (CAM). Sel mesofil tumbuhan CAM menyimpan asam organik yang dibuatnya selama malam hari di dalam vakuola hingga pagi hari. CO2

Bagian vegetatif tanaman yang tumbuh di atas puncak buah nenas memiliki batang pendek dengan beberapa daun yang melekat padanya disebut mahkota. Mahkota ini merupakan lanjutan meristem sumbu utama dari tanaman sesudah mengalami pembentukan buah. Pertumbuhan mahkota berlangsung selama buah berkembang menjadi besar. Setelah buah masak, mahkota dapat ditanam sebagai bahan bibit tanaman baru. Pada ujung mahkota terdapat meristem pembentuk daun. (Collins 1968).

dilepas dari asam organik yang dibuat pada malam hari itu sebelum dimasukkan ke dalam gula dalam kloroplas (Moore et al. 1998).

Budidaya Tanaman Nenas

Tanaman nenas biasanya ditanam dalam barisan ganda dengan lebar alur yang cukup antara barisan ganda tersebut, untuk memudahkan pengerjaan lapangan. Jadi jarak tanam yang dianjurkan adalah (90 + 60) cm x 30 cm untuk kultivar ‘Singapore Spanish’, ini berarti bahwa lorongnya selebar 90 cm, kedua barisan ganda itu berjarak 60 cm, dan masing-masing tanaman pada setiap barisannya berjarak 30 cm. Untuk kultivar yang perawakannya lebih besar misalnya ‘Masmerah’, jarak tanam yang dianjurkan adalah (120 + 60) cm x 30 cm. Di Thailand ‘Smooth Cayenne’ ditanam oleh petani dengan jarak tanam (100 + 50) cm x 30 cm, dan diperkebunan dengan jarak (85 + 50) cm x 25 cm. Hasil


(24)

panen akan meningkat jika jarak tanam lebih rapat, tetapi ukuran buahnya mengecil. Percobaan-percobaan jarak tanam di Malaysia menunjukkan hasil maksimum 60 ton per hektar untuk jumlah tanaman 72.000 per hektar dengan menggunakan kultivar ‘ Singapore Spanish’ (Wee & Thongtham 1997). Di Hawaii menggunakan jarak tanam 30 cm antar tanaman dalam dua barisan tanaman yang berjarak 60 cm, jarak antar lorong adalah 90 sampai 120 cm, dengan jarak tanam tersebut diperoleh kepadatan tanaman 44.444 sampai 58.700 tanaman per hektar. Kepadatan tanaman setinggi 75.000 tanaman per hektar digunakan bilamana buah yang lebih kecil diinginkan (Nakasone & Paul 1999).

Tanaman nenas di Thailand di lahan berpasir dan diberikan pupuk dengan komposisi 9 g N, 2.4 g P2O5 dan 7 g K2O untuk setiap tanaman dan dilakukan

dua kali penyemprotan urea ke tajuk tanaman setelah tumbuh dua tunas ketiak daun. Pada lahan gambut yang miskin hara di Malaysia, dosis pupuk yang dianjurkan adalah 14 g N, 0.7 g P2O5 dan 23 g K2

Menurut Collins (1968) di beberapa daerah tertentu di Hawaii, pemupukan nenas dilakukan dengan menyemprotkan larutan pupuk ke tajuk tanaman. Perlakuan pemupukan ini memiliki keuntungan yaitu tersedianya hara dengan segera bagi tanaman, dan untuk daerah yang kering atau daerah yang sedang mengalami musim kering, cara pemupukan ini dapat meningkatkan kelembaban di sekitar tanaman. Konsentrasi pupuk yang disemprotkan harus disesuaikan untuk menghindari kerusakan tanaman akibat terlalu pekatnya konsentrasi pupuk.

O yang diberikan lewat tanah setiap tiga bulan, pada umur 6 dan 9 bulan dilakukan penyemprotan pupuk melalui tajuknya (Wee & Thongtham 1997).

Menurut Wee & Thongtham (1997) penyakit paling merugikan bagi tanaman nenas terutama kultivar Singapore Spanish di Malaysia adalah busuk layu buah. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Erwinia chrysantemi. Di Filipina dan Thailand yang serupa busuk bagian tengah juga ditemukan, penyebabnya adalah cendawan Phytophtora cinnamomi.

Hama nenas yang paling merugikan adalah mealy bug (Pseudocoocus brevipes). Hama ini menyerang daun tanaman nenas yang dapat mengakibatkan tanaman menjadi layu dan kemudian mati. Hama ini mulai menyerang dari bagian bawah pangkal daun kemudian menyebar ke seluruh bagian bawah permukaan


(25)

10

daun. Daun yang terserang menunjukkan perubahan warna menjadi kuning kemerahan, kemudian layu dan mati. Hama ini bersimbiosis dengan semut sehingga dapat menyebar dengan cepat (Collins 1968).

Pupuk Nitrogen

Menurut Salisbury & Ross (1995) nitrogen adalah salah satu unsur hara makro yang dibutuhkan tanaman selain fosfor (P) dan kalium (K). Nitrogen diserap tanaman dalam bentuk ion NH4+, dan atau NO3-.

Ketersediaan unsur N, akan memberikan jaminan bagi tanaman untuk tumbuh secara optimal, terutama pada pertumbuhan vegetatifnya. Kekurangan unsur N akan mengakibatkan menguningnya daun, kerdilnya tajuk tanaman, bahkan dapat menurunkan produktivitas tanaman. Kelebihan unsur N pun dapat mengakibatkan jaringan terlalu sukulen, tertekannya perkembangan generatif tanaman, dan tanaman akan mudah terserang hama dan penyakit (Ryugo 1988). Menurut Thongtham & Wee (1991) tanaman nenas membutuhkan 9 g N pada awal penanamannya, dan menurut Mitra & Sheet (1996) pemberian N hingga 18 g per tanaman dapat meningkatkan pertumbuhannya. Safuan (2007) mengemukakan bahwa pemberian berbagai dosis pupuk N berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pada saat tanaman nenas berumur 6 bulan sesudah tanam, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pada saat tanaman berumur 9 bulan dan pada saat berbunga.

. Fungsi unsur N diantaranya adalah sebagai bahan penyusun asam amino, memacu pertumbuhan vegetatif, bahan penyusun materi genetika seperti purin dan piramidin, dan juga sebagai penyusun klorofil.

Tujuan pemberin pupuk nitrogen melalui daun adalah untuk mendistribusikan sejumlah larutan secara merata ke seluruh permukaan daun. Pupuk daun umumnya diencerkan dengan konsentrasi tertentu sesuai dosis yang dianjurkan pada tanaman. Pemberian pupuk yang larut air dapat dilakukan langsung pada bagian tanaman yang berhubungan dengan udara, sehingga dapat masuk melalui kutikula dan stomata untuk kemudian menuju sel-sel tanaman. Pemberian pupuk melalui daun merupakan penyempurnaan pemberian pupuk


(26)

melalui akar. Hal ini terjadi karena pada saat pupuk diberikan, stomata yang membuka segera menyerap hara yang dibutuhkan dan berjalan lebih cepat dibandingkan pupuk yang diberikan lewat akar. Akibatnya, tanaman akan mulai menumbuhkan tunas dan tanah tidak rusak (Lingga & Marsono 2006).

Lingga & Marsono (2006) menjelaskan membuka dan menutupnya stomata merupakan proses mekanis yang diatur oleh tekanan turgor dari sel-sel penutup. Jika tekanan turgor tinggi maka stomata akan membuka dan jika tekanan turgor rendah stomata akan menutup. Cahaya matahari dan angin akan menyebabkan turgor dari sel-sel penjaga menurun, karena kehilangan air akibat proses transpirasi. Air dalam daun cepat berkurang sehingga tekanan turgor sehingga tekanan turgor rendah dan stomata akan segera membuka dan menyerap cairan yang hilang lewat penguapan. Bila air yang disemprot tersebut mengandung unsure hara, maka pada saat stomata membuka unsur hara akan berdifusi melalui stomata bersama air.

Giberelin

Giberelin merupakan hormon tanaman yang diperoleh dari jaringan tanaman dan mempunyai banyak aktivitas biologis. Kegunaan giberelin dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman dengan dengan beberapa cara, misalnya memperpanjang batang, meningkatkan pembungaan dan pembentukan buah. Beberapa efek dari giberelin yaitu menyebabkan perangsangan sintesis dan aktivitas enzim spesifik dan merubah penggunaan auksin endogen (George & Sherrington 1984).

Pengaruh giberelin terutama dalam perpanjangan ruas tanaman yang disebabkan oleh bertambahnya jumlah dan besar sel-sel pada ruas tersebut. Brian dan Hemming dalam Wattimena (2000) menyatakan bahwa giberelin mempunyai pengaruh yang nyata berbeda terhadap tanaman yang normal dan tanaman yang pendek (terhambat pertumbuhannya). Bila tanaman kapri yang pendek disemprot GA maka terjadi perpanjangan batang dan tinggi tanaman tersebut serupa dengan tanaman yang normal. Sebaliknya jika tanaman dari kultivar yang normal diberi GA, maka tanaman tersebut tidak memberikan respon.


(27)

12

Pembelahan sel dirangsang pada bagian titik tumbuh, terutama pada sel-sel meristematik pada posisi basal, lokasi dimana sel-sel korteks berkembang. Giberelin memacu pembelahan sel. Giberelin juga dapat memacu pertumbuhan dan pembesaran sel karena hormon ini meningkatkan hidrolisis pati, fruktan dan fruktosa menjadi glukosa dan fruktosa (Davies 1995). Heksosa hasil dari hidraksi pati merupakan sumber energi terutama untuk pembentukan dinding sel dan menyebabkan energi potensial air menjadi rendah. Penurunan energi potensial air menyebabkan air dari luas sel mudah berdifusi ke dalam sel, sehingga sel dapat membesar. Pembesaran sel yang disebabkan oleh GA3 dapat mencapai 15 kali

lebih tinggi dari sel yang tidak diberi perlakuan GA3

Menurut Wuryaningsih et al. (1995) konsentrasi 300 ppm GA (Davies 1995).

3

mempunyai nilai tertinggi dalam jumlah ruas (13,12 ruas) dan panjang ruas (4,12 cm) selanjutnya diikuti oleh konsentrasi 200 ppm dan 100 ppm, sedangkan kontrol mempunyai nilai paling rendah terhadap pertumbuhan dan hasil mawar kultivar cherry brandy. Dengan kata lain, asam giberelin dapat meningkatkan jumlah ruas, dan panjang ruas. Pertambahan panjang ruas disebabkan karena asam giberelin dapat meningkatkan aktivitas pembelahan sel di meristem pucuk. Pemanjangan ruas terjadi melalui dua proses yaitu pembelahan dan pembesaran sel. Setelah sel membesar dan mencapai ukuran maksimal, selanjutnya diikuti oleh pembelahan (Krishnamoorthy 1981). Pemberian GA3

Terdapat berbagai senyawa giberelin dalam tanaman, saat ini telah diketahui lebih dari 50 GA dan lebih dari 40 yang terdapat pada tumbuhan. GA yang paling umum adalah GA, GA

dari luar meningkatkan kandungan auksin dalam jaringan (Nagarajaiah & Reddy 1986) serta dapat mempercepat transfer auksin dan mendorong pemanjangan ruas. Dalam hal ini pembelahan dan pemanjangan jaringan sel di samping dapat menambah jumlah ruas juga akan meningkatkan panjang ruas.

3-8, GA17-20 dan yang lain hanya terdapat pada

spesies tumbuhan tertentu. Selain itu GA juga bukan saja dihasilkan dari metabolisme cendawan, melainkan diproduksi juga oleh tanaman. GA terdapat pada berbagai organ dan jaringan tumbuhan seperti akar, tunas, mata tunas, daun, bunga, bintil akar, buah dan jaringan kalus (Davies 1995).


(28)

Menurut Wright & Aung (1975), GA4+7 lebih efektif dibandingkan GA3

dalam meningkatkan pertumbuhan batang Cucumber dan Holly Jepang. Pada tanaman berkayu dan buah-buahan pemberian GA3 lebih efektif, sedangkan pada tanaman conifer penggunaan GA3 dan GA4+7 memberikan pengaruh yang sama

terhadap pembungaan. Konsentrasi GA yang digunakan untuk tanaman Holly jepang adalah 0-400 mg/l.

Efisiensi Ekonomis dan Teknis

Analisis ekonomis merupakan analisis yang digunakan untuk menilai layak atau tidaknya suatu usaha dilakukan. Salah satu metoda analisis yang digunakan untuk menilai kelayakan suatu usaha adalah dengan menggunakan B/C Ratio. B/C Ratio merupakan suatu ratio antara manfaat terhadap biaya. Ratio ini dapat diperoleh bila nilai sekarang arus manfaat dibagi dengan nilai sekarang arus biaya. Kriteria untuk menentukan nilai B/C ratio yaitu apabila nilai B/C ratio <1, maka usahatani tersebut tidak layak dilakukan, namun bila B/C Ratio>1 maka usahatani tersebut layak dilakukan (Gittinger 1986).

Analisis dengan menggunakan Linear Programing dilakukan untuk mendapatkan optimasi dari setiap perlakuan untuk mendapatkan efisiensi teknis dari setiap perlakuan. Linear Programing merupakan salah satu teknik operation research untuk tujuan optimasi suatu kasus tertentu (Reveliotis 1997). Model linear programing mempunyai karakteristik dasar yaitu terdapat fungsi tujuan (objective function) dan kendala (constraint) yang berbentuk persamaan linier. Fungsi tujuan dapat berbentuk memaksimumkan atau meminimumkan tergantung tujuannya. Bila biaya, maka optimasinya adalah meminimumkan dan bila keuntungan atau manfaat, maka optimasinya adalah memaksimumkan (Miswanto & Winarno 1993).


(29)

BAHAN DAN METODA

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan di rumah kasa Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT), Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) IPB, Baranang Siang, Bogor, dimulai dari Agustus sampai Desember 2010.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit nenas (Ananas comusus (L.) Merr) hasil kultur jaringan Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) varitas Delika Subang sebanyak 540 planlet. Zat pengatur tumbuh sintetik giberelin, pupuk Urea (45% N) sebagai sumber nitrogen, dan arang sekam sebagai media tumbuhnya. Bibit ditanam menggunakan gelas air mineral sebagai wadah individu.

Alat-alat yang digunakan yaitu handsprayer, ember, timbangan analitik, gelas ukur, dan alat tulis lainnya.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok faktorial. Faktor pertama adalah Waktu Aplikasi yang terdiri atas dua taraf, yaitu pagi hari (W1) dan malam hari (W2). Faktor kedua adalah konsentrasi giberelin yang terdiri atas tiga taraf yaitu 0 ppm (G0), 50 ppm (G1) dan 100 ppm (G2). Faktor ketiga konsentrasi pupuk Nitrogen yang terdiri atas tiga taraf yaitu 0 g/l urea (N0), 0,5 g/l urea (N1) dan 1,0 g/l urea (N2) sehingga terdapat 18 kombinasi perlakuan dengan tiga ulangan (54 satuan percobaan). Masing-masing satuan percobaan terdiri dari 10 bibit nenas, sehingga terdapat 540 unit percobaan. Tata letak unit percobaan dapat dilihat pada Lampiran 1.

Model rancangan yang digunakan adalah :

Yijkl = µ + K1 + Ai + Bj + Ck + ABij + ACi k + BCjk + ABCijk +

ε

Keterangan :

ijkl

Yijkl : Nilai pengamatan (respon) dari kelompok ke-1, yang memperoleh

taraf ke-i dari faktor A, taraf ke-j dari faktor B dan taraf ke-k dari faktor C.


(30)

µ : Rataan umum K1

A

: Pengaruh aditif dari kelompok ke-1

i

B

: Pengaruh aditif dari waktu aplikasi taraf ke-i

j

C

: Pengaruh aditif dari giberelin taraf ke-j

k

AB

: Pengaruh aditif dari pupuk nitrogen taraf ke-k

ij

AC

: Pengaruh interaksi waktu aplikasi taraf ke-i dan giberelin taraf kej

ik

nitrogen taraf ke-k

: Pengaruh interaksi waktu aplikasi taraf ke-i dan dan pupuk BCjk

ke-k

: Pengaruh interaksi giberelin taraf ke-j dan pupuk nitrogen taraf ABCijk

dan pupuk nitrogen taraf ke-k

: Pengaruh interaksi waktu aplikasi taraf ke-i, giberelin taraf ke-j

ε

ijkl

taraf ke-i waktu aplikasi, taraf ke-j giberelin dan taraf ke-k :Pengaruh galat percobaan pada kelompok ke-l yang memperoleh pupuk nitrogen

Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan uji F dan uji nilai tengah menggunakan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf α 5%. Apabila data yang diperoleh dari hasil pengamatan belum memenuhi standar mutu bibit nenas 15 cm, maka dilakukan ekstrapolasi data untuk memperkirakan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan bibit nenas yang sesuai standar mutu. Ekstrapolasi merupakan prosedur untuk memperkirakan nilai atau data yang tidak diketahui berdasar kombinasi beberapa data yang diketahui.

Pelaksanaan Penelitian Persiapan bahan tanam

Media tumbuh yang digunakan adalah arang sekam. Bahan tanaman yang digunakan adalah bibit nenas (Ananas comosus (L.) Merr) hasil kultur jaringan varitas Delika Subang sebanyak 540 bibit.

Penanaman

Penelitian dilakukan dengan menggunakan bibit nenas yang telah berada pada media pengakaran. Bibit dicuci terlebih dahulu sebelum ditanam dengan air mengalir agar bersih dari media agar yang menempel di perakaran. Bibit yang telah dicuci lalu dikeringanginkan dan ditanam dalam media tanam dengan ukuran media sebanyak tiga perempat dari ukuran volume gelas air mineral (220 ml)


(31)

16

dengan kedalaman sekitar 1-3 cm. Satu gelas air mineral terdiri atas satu bibit. Selanjutnya bibit di aklimatisasi selama tiga minggu.

Pemberian Giberelin dan Pupuk Nitrogen

Perlakuan waktu aplikasi pagi (W1) dengan melakukan penyiraman giberelin dan pupuk nitrogen pada pagi hari antara pukul 07.00 – 08.00 wib, sedangkan waktu aplikasi malam (W2) dilaksanakan pada pukul 18.00 – 19.00 wib. Pemberian giberelin dan pupuk nitrogen sesuai perlakuan dilaksanakan 4 minggu setelah tanam (MST) dan selanjutnya diberikan dengan interval waktu 1 minggu. Pemberian pupuk nitrogen dan giberelin dilakukan dengan cara menyiramkan larutan ke tengah-tengah tajuk tanaman sebanyak 25 ml/tanaman. Pemberian dilakukan tidak secara bersamaan, dimana urea diberikan terlebih dahulu dan keesokan harinya baru diberikan giberelin.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan bibit pada fase vegetatif. Peubah-peubah yang diukur dan diamati adalah :

1. Persentase Bibit Hidup

Persentse bibit hidup adalah banyaknya bibit yang hidup dibandingkan dengan jumlah bibit yang ditanam pada saat aklimatisasi. Pengamatan dilakukan 3 minggu setelah tanam. Data diambil dengan rumus :

Jumlah planlet hidup

Persentase Planlet Hidup = --- X 100%

Jumlah planlet yang ditanam 2. Jumlah Daun

Jumlah daun diukur dengan cara menghitung jumlah daun yang telah terbentuk sempurna. Pengamatan dilakukan setiap seminggu sekali setelah aklimatisasi.

3. Tinggi Bibit

Tinggi bibit diukur dari permukaan media hingga ujung daun terpanjang. Pengamatan dilakukan setiap seminggu sekali setelah aklimatisasi.


(32)

4. Lebar Daun

Lebar daun diukur dengan cara mengukur lebar daun terlebar yang terbentuk sempurna. Pengamatan dilakukan setiap satu minggu sekali setelah aklimatisasi.

5. Bobot Basah Daun

Bobot basah daun diukur dengan menimbang daun yang masih segar dan telah dipisahkan dari akar, lalu daun ditimbang dengan timbangan analitik. Pengamatan dilakukan pada akhir pengamatan.

6. Bobot Kering Daun

Bobot kering daun diukur dengan menimbang daun yang telah dipisahkan dari akar, kemudian daun dikeringkan dengan oven bersuhu 102o

7. Efisiensi Teknis dan Ekonomi

C selama 24 jam. Pengamatan dilakukan pada akhir pengamatan.

Setiap aplikasi perlakuan dicatat waktunya, misalnya berapa waktu yang dibutuhkan untuk menyiram tanaman pada saat aplikasi giberelin dan pupuk nitrogen. Hal ini bertujuan untuk menghitung waktu kerja dan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan apabila teknologi ini diterapkan pada skala yang lebih luas (lapangan). Penghitungan B/C ratio dilakukan untuk mendapatkan nilai efisiensi ekonomis dari setiap perlakuan. Analisis dengan menggunakan Linear Programing dilakukan untuk mendapatkan optimasi dari setiap perlakuan untuk mendapatkan efisiensi teknis dari setiap perlakuan. Linear Programing merupakan salah satu teknik operation research untuk tujuan optimasi suatu kasus tertentu (Reveliotis 1997). Model linear programing mempunyai karakteristik dasar yaitu terdapat fungsi tujuan (objective function) dan kendala (constraint) yang berbentuk persamaan linier. Bentuk program linear adalah :

n

Maksimumkan (atau minimumkan) X0 =

c

j

x

j

j=1

dengan kendala

a

n

ij

x

j

=

b1

untuk i = 1,2, …… m X

j=1


(33)

18

Fungsi tujuan dapat berbentuk memaksimumkan atau meminimumkan tergantung tujuannya. Bila biaya, maka optimasinya adalah meminimumkan dan bila keuntungan atau manfaat, maka optimasinya adalah memaksimumkan (Miswanto & Winarno 1993).


(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

Setelah tiga minggu pertanaman persentase keberhasilan bibit yang hidup setelah aklimatisasi mencapai 100% dimana tidak dijumpai satupun bibit yang mati. Pertumbuhan bibit terlihat segar dan daun berwarna hijau, hal ini diduga disebabkan asal bibit yang cukup baik dan sehat sehingga selama aklimatisasi bibit dapat beradaptasi dengan baik pada lingkungannya. Selama tiga minggu bibit disungkup dengan menggunakan plastik hitam untuk menjaga kelembaban agar tetap tinggi. Disamping itu penyiraman dilakukan setiap hari untuk mencegah bibit mengalami kekeringan.

Pengamatan pada peubah persentase bibit yang hidup, tinggi bibit, jumlah daun dan lebar daun dimulai pada 4 MST. Perubahan lain terjadi setelah 5 MST, yaitu dari penampakan visual daun berwarna hijau, lebih kokoh, daun tidak keriting dan bibit sudah pulih dari stress. Sampai akhir pengamatan (16 MST) persentase bibit yang hidup mencapai 100% yaitu tidak ada bibit yang mati. Pada peubah jumlah daun selalu bertambah tiap minggunya namun diikuti oleh gugur daun yang ditandai dengan menguningnya daun. Peubah tinggi bibit mengalami penambahan rata-rata 0.1-1 cm tiap minggunya dan untuk lebar daun mengalami penambahan rata-rata 0.01-0.05 cm tiap minggunya. Selama dirumah kasa bibit tidak terserang oleh gangguan hama dan penyakit pada media maupun pada bibit nenas.

Tanaman hasil kultur jaringan memiliki respon tipikal berupa rendahnya tingkat pertumbuhan dan perkembangan tanaman, tunas yang sukulen atau mengalami hiperhidrisitas dengan penyimpangan fisiologis dan atau morfologis berupa daun kering dan defisiensi ion pada daun serta tidak sempurnanya dan sedikitnya akar sekunder yang terbentuk membuat planlet tidak dapat tumbuh dengan sempurna atau bahkan mati (Kozai & Zobayed 2000).

Hasil analisis ragam pengaruh pemberian pupuk nitrogen, giberelin dan waktu aplikasinya terhadap pertumbuhan bibit nenas dapat dilihat pada Tabel Lampiran 1,2,3,4, dan 5 yang rekapitulasinya tertera pada Tabel 1. Pemberian pupuk nitrogen berpengaruh nyata terhadap peubah jumlah daun pada 5-16 MST, lebar daun pada 5-16 MST, berat basah dan berat kering daun pada 16 MST.


(35)

20

Waktu aplikasi hanya berpengaruh nyata terhadap lebar daun pada 5-16 MST. Pengaruh interaksi nitrogen dan giberelin terjadi pada peubah tinggi bibit pada 6-16 MST.

Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh pemberian nitrogen, giberelin dan waktu aplikasinya terhadap peubah yang diamati

Peubah Waktu

Pengamatan

Perlakuan

(MST) N G W Wx N

WxG NxG WxNxG

Persentase Planlet Hidup 1-3 tn tn tn tn tn tn tn Tinggi tanaman 4-5

6-16 tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn * tn tn Jumlah Daun 5-16 * tn tn tn tn tn tn Lebar Daun 5-16 * tn * tn tn tn tn Berat Basah Daun 16 * tn tn tn tn tn tn Berat Kering Daun 16 * tn tn tn tn tn tn

Keterangan :

N = Nitrogen

G = Giberelin

W = Waktu Aplikasi

WxN = Interaksi perlakuan waktu aplikasi dan nitrogen WxG = Interaksi perlakuan waktu aplikasi dan giberelin

WxNxG = Interaksi perlakuan waktu aplikasi, nitrogen dan giberelin

MST = Minggu setelah tanam

tn = tidak berpengaruh nyata

* = berpengaruh nyata

Persentase Planlet Hidup

Tingginya persentase planlet yang hidup diduga dipengaruhi oleh asal planlet yang cukup bagus dengan kondisi awal yang baik dengan cara menyeleksinya sebelum ditanam ke media, sehingga planlet mampu beradaptasi dengan lingkungannya dan tumbuh dengan baik selama aklimatisasi (Gambar 1). Pertumbuhan plantlet juga cukup bagus, hal ini terlihat dari kondisi planlet yang cukup segar, daun berwarna hijau dan masih tebal, hal ini diduga oleh penggunaan media tumbuh yang telah disterilkan terlebih dahulu dan planlet berasal dari planlet yang sehat (Gambar 2). Aklimatisasi dilakukan selama tiga minggu dengan cara planlet disungkup dengan plastik hitam untuk menjaga kelembaban tetap tinggi. Menurut Wetherell (1982) salah satu cara untuk menjaga kelembaban relatif tetap tinggi selama tahap aklimatisasi adalah dengan menggunakan sungkup plastik. Kadlecek et al (2001) menyatakan bahwa kemampuan tanaman


(36)

untuk mempertahankan hidupnya pada tahap aklimatisasi sangat bervariasi. Menurut Winarto (2002) penyungkupan pada tujuh hari pertama terbukti meningkatkan keberhasilan hidup plantlet anyelir pada awal masa aklimatisasi. Disamping itu penyiraman dilakukan setiap hari untuk mencegah kekeringan pada planlet. Hingga akhir penelitian, persentase planlet yang hidup mencapai 100%, dimana tidak dijumpai satupun planlet yang mati.

Gambar 1 Kondisi bibit nenas (a) selama aklimatisasi, (b) setelah aklimatisasi

Gambar 2 Kondisi awal bibit nenas hasil kultur jaringan Tinggi Bibit

Interaksi perlakuan nitrogen dan giberelin berpengaruh terhadap pertambahan tinggi bibit. Tabel 2 menunjukkan interaksi antara nitrogen dan giberelin pada pertambahan rataan tinggi bibit nenas. Pemberian nitrogen 0.5 g/l urea ternyata dapat meningkatkan efisiensi giberelin. Pada setiap taraf giberelin, rataan tinggi bibit meningkat ketika diberi nitrogen pada perlakuan N1 (0.5 g/l


(37)

22

Urea), kembali menurun ketika perlakuan nitrogen ditingkatkan menjadi N2 (1.0 g/l Urea).

Tabel 2 Pengaruh interaksi perlakuan nitrogen dan giberelin pada peubah tinggi bibit nenas 16 MST (cm).

Nitrogen Konsentrasi Giberelin

G0 (0 ppm) G1 (50 ppm) G2 (100 ppm)

N0 (0 g/l Urea) 10.85 a 11.21 ab 12.11 ab

N1 (0.5 g/l Urea) 13.44 b 12.45 b 12.35 b

N2 (1.0 g/l Urea) 11.94 ab 12.08 ab 12.12 ab

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT (α5%)

Perbedaan nyata terlihat secara visual dimana bibit yang diberi kombinasi perlakuan nitrogen dan giberelin terlihat lebih tinggi dan lebih bagus pertumbuhannya dibandingkan dengan kombinasi perlakuan lainnya (Gambar 3).


(38)

Untuk analisis dengan pengamatan yang berulang, terdapat komponen tambahan yang diuji yaitu komponen waktu pengamatan ketika respon diambil. Pengaruh yang nyata terlihat pada pengamatan 6 MST, 7 MST sampai pengamatan 12 MST. Namun tidak berpengaruh nyata pada pengamatan 4 MST dan pengamatan 5 MST (Lampiran 2). Pertambahan tinggi bibit nenas setiap minggunya terus mengalami peningkatan dan kemungkinan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan tanaman (Gambar 4).

Gambar 4 Pertumbuhan Tinggi bibit nenas pada beberapa kombinasi perlakuan

Hingga akhir pengamatan (16 MST) rataan tinggi bibit nenas kurang dari 15 cm dimana tinggi bibit ini belum memenuhi kriteria penyediaan bibit tanaman nenas hasil kultur jaringan (Lampiran 8). Untuk itu dilakukan ekstropolasi data dengan menggunakan ektrapolasi kedepan cara newton untuk data dengan interval konstan. Polinomial interpolasi kedepan Newton F

f(x) dengan x0, ……, x

n-1

Ff (x) = a

sebagai titik pusatnya yang mempunyai interval (Δx) tetap sebesar h dapat dinyatakan sebagai berikut:

0 + a1(x-x0)+a2(x-x0)(x-x1

an(x-x

)+….+

0)(x-x1)(x-x2)….(x-xn-1) 0 2 4 6 8 10 12 14 16

4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

T in g g i T a n a ma n ( cm)

Waktu Pengamatan (MST)

N1G1(0.5 g/l Urea, 50 ppm Giberelin) N1G2(0.5 g/l Urea, 100 ppm Giberelin) N2G1(1.0 g/l Urea, 50 ppm Giberelin) N2G2(1.0 g/l Urea, 100 ppm Giberelin)


(39)

24

Ektrapolasi data dilakukan dengan menghitung berapa lama waktu yang diperlukan untuk medapatkan tinggi bibit yang sesuai dengan kriteria bibit hasil kultur jaringan . Hasil ekstrapolasi data disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Ekstrapolasi tinggi bibit nenas

MST N0G0 N1G0 N2G0 N0G1 N1G1 N2G1 N0G2 N1G2 N2G2 16 10.85 12.44 11.94 11.21 12.42 12.08 12.11 12.35 12.12 17 11.47 12.52 12.80 12.10 13.04 12.24 13.22 13.39 13.20 18 11.89 12.68 13.43 12.24 13.37 12.78 13.35 14.14 14.09 19 12.24 13.03 13.96 12.32 13.61 13.04 13.70 14.45 14.38 20 12.45 13.21 14.07 12.40 14.20 13.12 13.82 14.69 14.60 21 12.51 13.37 14.14 12.54 14.27 13.50 14.98 14.75 14.64 22 12.53 14.12 14.22 12.58 14.31 13.79 14.09 14.81 14.68 23 12.54 14.37 14.26 12.64 14.39 13.97 14.21 14.83 14.69 24 12.57 14.72 14.41 12.72 14.48 14.20 14.37 14.87 14.73 25 12.62 14.86 14.47 12.87 14.58 14.39 14.43 14.91 14.80 26 12.76 15.01 14.49 13.18 14.98 14.61 14.52 14.98 14.99 27 12.91 14.53 13.24 15.21 14.92 14.58 15.07 15.01

28 13.04 15.19 13.68 15.00 14.62

29 13.66 14.03 14.67

30 14.08 14.28 14.71

31 14.43 14.53 14.85

32 14.64 14.67 14.96

33 14.66 15.08 15.11

34 15.02

Pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa waktu yang diperlukan untuk mendapatkan bibit nenas yang sesuai dengan kriteria bibit hasil kultur jaringan yang telah ditetapkan (15 cm) berbeda pada setiap perlakuan. Waktu yang terlama (34 MST) terdapat pada bibit yang tidak diberi perlakuan (N0G0) dan waktu yang tersingkat (26 MST) terdapat pada perlakuan N1G0 dengan asumsi bahwa pemberian perlakuan dilakukan hingga tinggi bibit mencapai 15 cm.

Jumlah Daun

Pada peubah jumlah daun yang diamati ternyata pemberian pupuk nitrogen lebih berpengaruh dibandingkan pemberian giberelin dan waktu aplikasinya. Bibit nenas yang diberi nitrogen pada taraf N1 dan N2, rata-rata memiliki jumlah daun yang lebih tinggi dibandingkan bibit yang diberi nitrogen pada taraf N0 (Tabel 4).


(40)

Tabel 4 Pengaruh pemberian nitrogen terhadap jumlah daun bibit nenas (helai)

Nitrogen Waktu pengamatan

4 MST 8 MST 12 MST 16 MST

N0 (0 g/l Urea) 7.47 9.27 a 11.18 a 11.65 a

N1 (0.5 g/l Urea) 7.57 9.34 b 11.24 b 12.94 b

N2 (1.0 g/l Urea) 7.83 9.32 b 11.23 b 12.87 b

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda

nyata berdasarkan DMRT(α 5%)

Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa bibit yang diberi nitrogen 0.5 g/l urea (N1) memiliki jumlah daun terbesar yang berbeda nyata dengan bibit yang tidak diberi nitrogen (N0), tetapi tidak berbeda nyata dengan pemberian nitrogen 1.0 g/l urea (N2). Pemberian nitrogen akan meningkatkan jumlah daun bibit nenas, hal ini terlihat dari perbedaan nyata antara bibit yang diberi nitrogen (N1) dengan bibit yang tidak diberi nitrogen. Akan tetapi bila konsentrasi nitrogen lebih ditingkatkan lagi tidak meningkatkan jumlah daun bibit nenas secara nyata malah cenderung mengalami penurunan dimana jumlah daun terbesar pada pengamatan terakhir (16 MST) diperoleh pada pemberian nitrogen N1 (0.5 g/l Urea) sebesar 12.94 helai dibandingkan N2 (1.0 g/l Urea) sebesar 12.87 helai.

Hasil ini menunjukkan bahwa walaupun unsur hara N sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan vegetatif tanaman terutama untuk pertambahan jumlah daun, tetapi pemberian N dengan konsentrasi yang lebih tinggi dapat menghambat pertambahan jumlah daun. Konsentrasi pupuk N yang dibutuhkan bervariasi tergantung pada fase pertumbuhan tanaman. Pada pase awal pertumbuhan, tanaman nenas membutuhkan unsur hara N yang lebih rendah. Malezieux & Bartholomew (2003) mengemukakan bahwa tanaman nenas membutuhkan sedikit hara N selama awal pertumbuhannya, oleh karena itu hubungan antara N dan pertumbuhan awal adalah sedikit. Tetapi pada pertumbuhan selanjutnya tanaman nenas membutuhkan hara N yang lebih banyak. Safuan (2007) mengemukakan bahwa pemberian berbagai dosis pupuk N berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pada saat tanaman nenas berumur 2-4 bulan sesudah tanam, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pada saat tanaman berumur 9 bulan dan pada saat berbunga.

Untuk analisis dengan pengamatan yang berulang, terdapat komponen tambahan yang diuji yaitu komponen waktu pengamatan ketika respon diambil


(41)

26

(t=13). Pengaruh yang nyata terlihat pada pengamatan 7 MST dan 12 MST (Lampiran 3).

Gambar 5 Pengaruh pemberian nitrogen terhadap jumlah daun bibit nenas Peningkatan jumlah daun benih nenas seiring dengan pertambahan umur bibit, hal ini terlihat dari pertambahan rataan jumlah daun selama pengamatan. Pada Gambar 5 terlihat pada awal pertumbuhan hingga bibit berumur 6 minggu jumlah daun pada setiap perlakuan mengalami peningkatan tetapi tidak terdapat perbedaan yang nyata. Perbedaan yang nyata terlihat pada pengamatan 7 MST, 10 MST, dan 14 MST. Rataan jumlah daun mengalami penurunan pada pengamatan 12 MST tetapi selanjutnya rataan jumlah daun meningkat hingga akhir pengamatan (16 MST). Terjadinya penurunan rataan jumlah daun benih tanaman nenas diduga disebabkan adanya daun yang gugur selama penelitian. Selama pertumbuhannya bibit tanaman nenas mengalami pengguguran daun diawali dengan menguningnya daun lalu berubah menjadi kecoklatan dan selanjutnya gugur.

Lebar Daun

Pada peubah lebar daun yang diamati ternyata pemberian pupuk nitrogen dan waktu aplikasi lebih berpengaruh dibandingkan pemberian giberelin. Bibit nenas yang diberi nitrogen pada taraf N1 dan N2, rata-rata memiliki lebar daun yang lebih tinggi dibandingkan benih yang tidak diberi nitrogen (N0) (Tabel 5).

0 2 4 6 8 10 12 14

4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Ju

ml

a

h

D

a

u

n

(

H

e

la

i)

Waktu Pengamatan (MST)

N0(0 g/l Urea) N1(0.5 g/l Urea) N2(1.0 g/l Urea)


(42)

Demikian juga dengan waktu aplikasinya, dimana lebar daun bibit nenas yang aplikasi perlakuannya dilakukan pada malam hari (W2) lebih tinggi dibandingkan lebar daun yang waktu aplikasi pagi hari (W1) (Tabel 6).

Tabel 5 Pengaruh pemberian nitrogen terhadap lebar daun bibit nenas (cm)

Nitrogen Waktu pengamatan

4 MST 8 MST 12 MST 16 MST

N0 (0 g/l Urea) 0.54 1.09 a 1.12 a 1.17 a

N1 (0.5 g/l Urea) 0.55 1.42 b 1.18 b 1.45 b

N2 (1.0 g/l Urea) 0.55 1.41 b 1.19 b 1.48b

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda

nyata berdasarkan DMRT (α 5%)

Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa bibit yang diberi nitrogen 1.0 g/l urea (N2) memiliki rataan lebar daun terbesar yang berbeda nyata dengan bibit yang tidak diberi nitrogen (N0), tetapi tidak berbeda nyata dengan pemberian nitrogen 0.5 g/l urea (N2). Pemberian nitrogen akan meningkatkan lebar daun, hal ini terlihat dari perbedaan nyata antara bibit yang diberi nitrogen (N1) dengan bibit yang tidak diberi nitrogen (N0). Akan tetapi bila konsentrasi nitrogen lebih ditingkatkan tidak meningkatkan lebar daun bibit nenas secara nyata.

Hasil ini menunjukkan bahwa walaupun unsur hara N sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan vegetatif tanaman terutama untuk pertambahan lebar daun, tetapi pemberian N dengan dosis yang lebih tinggi dapat menghambat pertambahan lebar daun. Dosis pupuk N yang dibutuhkan bervariasi tergantung pada pase pertumbuhan tanaman. Pada pase awal pertumbuhan, tanaman nenas membutuhkan unsur hara N yang lebih rendah. Malezieux & Bartholomew (2003) mengemukakan bahwa tanaman nenas membutuhkan sedikit hara N selama awal pertumbuhannya, oleh karena itu hubungan antara N dan pertumbuhan awal adalah sedikit. Tetapi pada pertumbuhan selanjutnya. Tanaman nenas membutuhkan hara N yang lebih banyak.

Untuk analisis dengan pengamatan yang berulang, terdapat komponen tambahan yang diuji yaitu komponen waktu pengamatan ketika respon diambil (t=13). Pengaruh yang nyata terlihat pada pengamatan pertama (4 MST) hingga pengamatan ke-11 (14 MST) (Lampiran 4).


(43)

28

Gambar 6 Pengaruh pemberian nitrogen terhadap lebar daun bibit nenas Lebar daun bibit nenas pada setiap pengamatan berbeda nyata satu dengan lainnya. Lebar daun pada pengamatan ke-2 (5 MST) berbeda nyata dengan lebar daun benih nenas pada pengamatan ke-3 (6 MST), dan seterusnya. Pertambahan lebar daun benih nenas setiap minggunya terus mengalami peningkatan dan kemungkinan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan tanaman. Pada Gambar 6 dapat diketahui bahwa rataan lebar daun benih tanaman nenas terus mengalami peningkatan setiap minggunya selama pengamatan. Pertambahan rataan jumlah daun pada pengamatan pertama (4 MST) dan pengamatan kedua (5 MST) sebesar 0.11 cm, selanjutnya mengalami peningkatan 0.2 cm pada pengamatan ke-3 (6 MST) dan seterusnya hingga pengamatan terakhir (16 MST). Tabel 6 Pengaruh waktu aplikasi terhadap peubah lebar daun bibit nenas (cm)

Perlakuan Waktu pengamatan

4 MST 8 MST 12 MST 16 MST

W1 (Pagi Hari) 0.54 0.7 a 1.12 a 1.32 a

W2 (Malam Hari) 0.55 0.9 b 1.24 b 1.43 b

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT (α5%)

Waktu aplikasi sangat berpengaruh terhadap pertambahan lebar daun bibit nenas hingga akhir pengamatan (16 MST) dimana daun yang terlebar (1.43 cm) terdapat pada bibit yang waktu aplikasinya dilakukan pada malam hari (W2).

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50

4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Le

b

a

r D

a

u

n

(

cm)

Waktu Pengamatan (MST)

N0 (0 g/l Urea) N1(0.5 g/l Urea) N2 (1 g/l Urea)


(44)

Nenas merupakan tanaman yang tahan terhadap kekeringan karena nenas termasuk jenis tanaman CAM (Crassulacean Acid Metabolism), yaitu tanaman yang membuka stomata pada malam hari untuk menyerap CO2 dan menutup

stomata pada siang hari. Stomata yang menutup pada siang hari membuat tumbuhan menghemat air tetapi mencegah masuknya CO2. Saat stomata terbuka

pada malam hari, tumbuhan mengambil CO2 dan memasukkannya ke berbagai

asam organic. Metabolism ini disebut crassulacean acid metabolism (CAM). Sel mesofil tumbuhan CAM menyimpan asam organik yang dibuatnya selama malam hari di dalam vakuola hingga pagi hari. CO2 dilepas dari asam organik

yang dibuat pada malam hari itu sebelum dimasukkan ke dalam gula dalam kloroplas (Moore et al. 1998). Proses membuka dan menutupnya stomata pada tanaman nenas dapat dimanfaatkan untuk waktu aplikasi pemupukan. Kondisi stomata yang membukan pada malam hari menyebabkan pemberian pupuk nitrogen yang dilakukan pada malam hari memberikan pengaruh yang nyata terhadap bibit nenas yang diberi nitrogen pada pagi hari.

Bobot Basah dan Kering Daun

Pemberian pupuk nitrogen lebih berpengaruh dibandingkan pemberian giberelin dan waktu aplikasinya terhadap bobot basah dan bobot kering daun. Dari hasil uji lanjut Duncan (DMRT) (Tabel 7) Pemberian nitrogen pada bibit nenas memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap bobot basah daun, dimana perlakuan N2 (1.0 g/l Urea) rata-rata memiliki bobot basah daun paling tinggi dibandingkan bibit yang diberi perlakuan N1 (0.5 g/l Urea) dan N0 (tanpa Urea). Demikian juga pada peubah bobot kering daun bibit nenas yang diberi nitrogen pada taraf N1 dan N2, rata-rata memiliki bobot kering daun yang lebih tinggi dibandingkan bibit yang diberi nitrogen pada taraf N0.

Tabel 7 Pengaruh pemberian nitrogen terhadap peubah bobot basah dan bobot kering daun bibit nenas (g) pada 16 MST

Nitrogen Bobot Basah Daun (g) Bobot Kering Daun (g)

N0 (0 g Urea) 24.77 a 2.26 a

N1 (0.5 g/l Urea) 50.97 b 4.92 b

N2 (1.0 g/l Urea) 56.92 c 4.95 b

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda


(45)

30

Pemberian nitrogen pada bibit nenas memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap bobot basah daun, dimana perlakuan N2 (1.0 g/l Urea) rata-rata memiliki bobot basah daun paling tinggi dan berbeda nyata dengan bibit yang diberi perlakuan N1 (0.5 g/l Urea) dan N0 (tanpa Urea). Demikian juga dengan bibit yang diberi nitrogen 0.5 g/l Urea (N1) berbeda nyata dengan bibit yang tidak diberi nitrogen (N0). Dengan demikian peningkatan pemberian nitrogen akan meningkatkan bobot basah daun. Diduga pada keadaan ini penggunaan nitrogen lebih diarahkan pada pertumbuhan daun berupa pertambahan jumlah dan lebar daun. Lowlor et al (2001) menyatakan bahwa pemberian nitrogen adalah sesuatu yang dominan mempengaruhi produksi tanaman. Pemberian nitrogen mempengaruhi pertumbuhan tanaman, tidak hanya terhadap produksi biomassa tetapi juga ukuran dan proporsi dari organ-organ dan strukturnya.

Dari Tabel 7 dapat diketahui bahwa bibit yang diberi pupuk nitrogen 1.0 g/l urea (N2) memiliki rataan bobot kering daun terbesar yang berbeda nyata dengan bibit yang tidak diberi nitrogen (N0), tetapi tidak berbeda nyata dengan pemberian nitrogen 0.5 g/l urea (N2). Pemberian nitrogen akan meningkatkan bobot kering daun, hal ini terlihat dari perbedaan nyata antara bibit yang diberi nitrogen (N1) dengan bibit yang tidak diberi nitrogen (N0). Akan tetapi bila konsentrasi nitrogen lebih ditingkatkan tidak meningkatkan bobot kering daun bibit nenas secara nyata. Nitrogen menurut Lowlor et al (2001) berpengaruh kuat terhadap partisi bahan kering, kekurangan nitrogen akan menghambat pertumbuhan tanaman dimana ketersediaan N akan memperkuat laju fotosintesis untuk alokasi asimilat ke organ yang membutuhkan.

Efisiensi Teknis dan Ekonomi

Efisiensi ekonomis dari suatu usaha dapat diketahui dengan melakukan analisis finansial terhadap usaha tersebut. Analisis finansial merupakan analisis yang digunakan untuk menilai layak atau tidaknya suatu usaha dilakukan. Salah satu metoda analisis yang digunakan untuk menilai kelayakan suatu usaha adalah dengan menggunakan B/C Ratio. B/C Ratio merupakan suatu ratio antara manfaat terhadap biaya. Ratio ini dapat diperoleh bila nilai sekarang arus manfaat dibagi dengan nilai sekarang arus biaya. Kriteria untuk menentukan nilai B/C ratio yaitu


(46)

apabila nilai B/C ratio <1, maka usahatani tersebut tidak layak dilakukan, namun bila B/C Ratio>1 maka usahatani tersebut layak dilakukan (Gittinger 1986).

Model linear programing mempunyai karakteristik dasar yaitu terdapat fungsi tujuan (objective function) dan kendala (constraint) yang berbentuk persamaan linier. Fungsi tujuan dapat berbentuk memaksimumkan atau meminimumkan tergantung tujuannya. Bila biaya, maka optimasinya adalah meminimumkan dan bila keuntungan atau manfaat, maka optimasinya adalah memaksimumkan (Miswanto & Winarno 1993). Analisis dengan menggunakan Linear Programing dilakukan untuk mendapatkan optimasi dari setiap perlakuan untuk mendapatkan efisiensi teknis dari setiap perlakuan. Linear Programing merupakan salah satu teknik operation research untuk tujuan optimasi suatu kasus tertentu (Reveliotis 1997).

Kapasitas produksi

Dilihat dari persentase bibit nenas yang hidup mencapai 100 % maka kapasitas produksi dari usaha pembibitan nenas ini sebanyak 540 bibit, tetapi bila diusahakan dalam skala lebih luas maka kapasitas produksi dapat mencapai 80 s/d 90% dengan mempertimbangkan kondisi lahan pembibitan yang dalam skala lebih luas tentu dipengaruhi oleh kondisi lingkungan.

Penentuan Harga

Penerimaan produksi diperoleh dari penjualan bibit nenas. Penentuan harga bibit siap tanam mengacu pada harga pasaran. Harga pasar biasanya diasumsikan lebih tinggi karena telah melalui tangan kedua yaitu penangkar bibit dengan kisaran harga Rp 4.000 sampai Rp. 5.000,-.

Biaya Operasional

Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan untuk terlaksananya suatu kegiatan, meliputi media tanam (sekam bakar), obat-obatan (Dithane) dan upah tenaga kerja. Banyaknya bahan media tanam tergantung pada tingkat produksi bibit setiap bulan/tahun dan mengikuti jumlah planlet yang diaklimatisasi dan akan dijadikan bibit siap tanam. Upah tenaga kerja dibedakan


(47)

32

berdasarkan waktu aplikasi. Untuk bibit yang waktu aplikasinya pada pagi hari maka upah tenaga kerja Rp. 300.000,- selama penelitian, sedangkan untuk benih yang waktu aplikasinya pada malam hari maka upah tenaga kerja Rp. 350.000,-.

Penerimaan

Penerimaan dari produksi bibit nenas ini berasal dari penjualan bibit siap tanam. Dilihat dari persentase bibit yang hidup mencapai 100% dan hingga akhir penelitian tidak dijumpai bibit yang mati maka seluruh bibit yang diusahakan dapat dijual yaitu sebanyak 540 bibit.

B/C ratio merupakan salah satu indikator untuk menentukan kelayakan suatu usahatani. B/C ratio untuk setiap perlakuan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Efisiensi teknis dan ekonomis produksi bibit nenas hasil kultur jaringan

Perlakuan Urea Giberelin B/C Ratio Efisiensi Teknis

Siang(W1) N0 G0 0 0 3.18 0

G1 0 50 4.31 3.5

G2 0 100 4.11 2.5

N1 G0 0.5 0 4.74 7.2

G1 0.5 50 4.29 6.5

G2 0.5 100 4.09 6.4

N2 G0 1.0 0 4.71 5.3

G1 1.0 50 4.26 0.5

G2 1.0 100 4.07 0

Malam(W2) N0 G0 0 0 2.77 0

G1 0 50 3.80 0

G2 0 100 3.65 0

N1 G0 0.5 0 4.13 3.5

G1 0.5 50 3.79 2.5

G2 0.5 100 3.63 0.5

N2 G0 1.0 0 4.11 0.2

G1 1.0 50 3.77 0

G2 1.0 100 3.62 0

Batas penggunaan

Minimum 0.5 50

Maksimum 1.0 100

Harga (Rp) 4500 54.000

Catatan : Harga Dithane Rp. 10.000,-. Sekam Bakar Rp 15.000,- Botol Air Mineral Rp.15.000, Upah Tenaga kerja Rp. 300.000 (W1) dan Rp. 350.000 (W2)


(48)

Berdasarkan hasil analisis finansial pengusahaan pembibitan nenas dengan B/C yang diperoleh sebesar 3.18 (W1N0G0) yang berarti setiap satu rupiah

pengeluaran akan memberikan penerimaan sebesar Rp. 3.18, maka dapat disimpulkan bahwa pengusahaan pembibitan nenas layak diusahakan karena B/C ratio lebih besar dari satu. Nilai B/C ratio terbesar diperoleh dari perlakuan W1N1G0 yaitu sebesar 4.74 dan yang terkecil diperoleh pada perlakuan W2N0G0

Waktu aplikasi sangat erat kaitannya dengan efisiensi teknis yang dilakukan pada kegiatan pembibitan nenas ini. Dari data yang diperoleh hasil pengamatan terhadap semua peubah yang diamati, hanya pada peubah lebar daun yang memberikan perbedaan nyata, sehingga bila diaplikasikan ke lapangan maka perlakuan waktu aplikasi perlu dipertimbangkan dengan memperhatikan upah tenaga kerja yang berbeda apabila dilakukan pada malam hari. Untuk melihat sejauhmana efisiensi teknis yang diperoleh dari setiap perlakuan dilakukan analisis dengan menggunakan Linier Program. Berdasarkan Tabel 8 disusun model program linier sebagai berikut :

yaitu sebesar 2.77. Nilai B/C ratio dari seluruh perlakuan lebih besar dari satu, maka dapat dikatakan bahwa pengusahaan bibit nenas secara ekonomis cukup layak untuk diusahakan. Secara ekonomis perlakuan W1N1G0 yang memiliki B/C ratio terbesar lebih menguntungkan dibandingkan perlakuan lainnya. Berdasarkan waktu aplikasinya, maka perlakuan siang memiliki rata-rata B/C ratio (4.20) lebih tinggi dibandingkan perlakuan malam (3.70).

Minimumkan biaya produksi

4500X1 + 54000X2 + 10.000X3 + 15.000X4 + 300000X

Kendala

5

0.5X1 + 50X2

0.5X

≥ 4.29 1 + 100X2

1.0X

≥ 4.09 1 + 50X2

1.0X

≥ 4.26 1 + 100 X2

Model yang telah disusun diolah dengan program linier dengan alat bantu komputer dengan menggunakan software QSB+ (Quantitative Systems for Business Plus) versi 1.0. Output program komputer adalah tingkat efisiensi dari kombinasi perlakuan nitrogen dan giberelin. Jika hasil kombinasi perlakuan menunjukkan angka nol berarti kombinasi perlakuan tersebut terlalu mahal untuk


(49)

34

digunakan, sebaliknya jika angka 0 < X1≤ 10 % berarti dengan kombinasi perlakuan tersebut layak dijadikan salah satu anjuran penggunaan ((Miswanto & Winarno 1993).

Pada Tabel 8 terlihat bahwa kombinasi perlakuan W1N1G0 merupakan kombinasi perlakuan yang layak untuk digunakan dimana perlakuan 0.5 g/l nitrogen, 0 ppm giberelin, dan waktu aplikasi pada pagi hari merupakan kombinasi perlakuan dengan nilai tertinggi. Nilainya kemudian menurun seiring dengan penambahan dosis nitrogen dan giberelin. Waktu aplikasi perlakuan pada malam hari walaupun pada beberapa perlakuan nilai efisiensinya > 0 tetapi secara teknis tidak disarankan karena upah tenaga kerja yang terlalu besar dibandingkan pada pagi hari.

Kondisi Pertanaman

Secara umum kondisi pertanaman pada penelitian ini memperlihatkan pertumbuhan yang cukup bagus, hal ini terlihat dari tidak dijumpai bibit tanaman yang mati baik selama aklimatisasi (3 MST) hingga akhir pengamatan (16 MST). Benih nenas yang berasal dari hasil kultur jaringan (Gambar 7 a dan b) terlihat cukup sehat dan kuat sehingga diduga merupakan salah satu penyebab tingginya persentase bibit yang hidup (100%) selama aklimatisasi (Gambar 8).

Gambar 7 Kondisi bibit nenas (a) dalam botol kultur (b) setelah dibersihkan dan

diseleksi


(1)

Tests of Hypotheses Using the Type III MS for r(t) as an Error Term

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F

t 12 118.0085265 9.8340439 1883.45 <.0001

Duncan's Multiple Range Test for LD

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 34 Error Mean Square 0.12525

Number of Means 2 Critical Range .05429

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N waktu

A 1.42507 351 2

B 1.31650 351 1

Duncan's Multiple Range Test for LD

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 34 Error Mean Square 0.12525

Number of Means 2 3 Critical Range .06649 .06989

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N N

A 1.48462 234 2 A

A 1.45479 234 1

B 1.17295 234 0

Duncan's Multiple Range Test for LD

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 24 Error Mean Square 0.005221


(2)

Number of Means 2 3 4 5 6 7

Critical Range .02870 .03014 .03107 .03173 .03222 .03259

Number of Means 8 9 10 11 12 13

Critical Range .03289 .03313 .03333 .03349 .03363 .03374

Means with the same letter are not significantly different

Duncan Grouping Mean N t

A 1.83519 54 13 A

A 1.80963 54 12

B 1.75889 54 11

C 1.69481 54 10

D 1.64648 54 9

E 1.56556 54 8

F 1.47556 54 7

G 1.39593 54 6

H 1.29556 54 5

I 1.17111 54 4

J 0.96741 54 3

K 0.65556 54 2


(3)

Lampiran 5. Anova dengan respon bobot basah daun

ANOVA Faktorial BB

The GLM Procedure

Dependent Variable: BB

Sum of

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 19 11361.59930 597.97891 9.43 <.0001

Error 34 2155.86356 63.40775

Corrected Total 53 13517.46286

R-Square Coeff Var Root MSE BB Mean 0.840513 18.00904 7.962898 44.21611

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F

kelompok 2 139.34875 69.67437 1.10 0.3448 waktu 1 68.83965 68.83965 1.09 0.3048 N 2 10533.14971 5266.57486 83.06 <.0001 G 2 135.13610 67.56805 1.07 0.3557 waktu*N 2 45.32497 22.66249 0.36 0.7021 waktu*G 2 71.50197 35.75099 0.56 0.5743 N*G 4 288.58151 72.14538 1.14 0.3553 waktu*N*G 4 79.71664 19.92916 0.31 0.8664

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F

kelompok 2 139.34875 69.67437 1.10 0.3448 waktu 1 68.83965 68.83965 1.09 0.3048 N 2 10533.14971 5266.57486 83.06 <.0001 G 2 135.13610 67.56805 1.07 0.3557 waktu*N 2 45.32497 22.66249 0.36 0.7021 waktu*G 2 71.50197 35.75099 0.56 0.5743 N*G 4 288.58151 72.14538 1.14 0.3553 waktu*N*G 4 79.71664 19.92916 0.31 0.8664

Duncan's Multiple Range Test for BB

Duncan Grouping Mean N N

A 56.916 18 N2

B 50.967 18 N1


(4)

Lampiran 6. Anova dengan respon bobot kering daun

ANOVA Faktorial BK

The GLM Procedure

Dependent Variable: BK

Sum of

Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 19 123.0643561 6.4770714 4.71 <.0001 Error 34 46.7171573 1.3740340

Corrected Total 53 169.7815134

R-Square Coeff Var Root MSE BK Mean 0.724840 28.99698 1.172192 4.042463

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F

kelompok 2 10.85419804 5.42709902 3.95 0.0287 waktu 1 0.08034980 0.08034980 0.06 0.8104 N 2 85.61036115 42.80518057 31.15 <.0001 G 2 2.23295959 1.11647980 0.81 0.4522 waktu*N 2 5.22224404 2.61112202 1.90 0.1651 waktu*G 2 10.22782915 5.11391457 3.72 0.0345 N*G 4 3.31709819 0.82927455 0.60 0.6627 waktu*N*G 4 5.51931619 1.37982905 1.00 0.4189

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F

kelompok 2 10.85419804 5.42709902 3.95 0.0287 waktu 1 0.08034980 0.08034980 0.06 0.8104 N 2 85.61036115 42.80518057 31.15 <.0001 G 2 2.23295959 1.11647980 0.81 0.4522 waktu*N 2 5.22224404 2.61112202 1.90 0.1651 waktu*G 2 10.22782915 5.11391457 3.72 0.0345 N*G 4 3.31709819 0.82927455 0.60 0.6627 waktu*N*G 4 5.51931619 1.37982905 1.00 0.4189

Duncan's Multiple Range Test for BK

NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 34 Error Mean Square 1.374034 Number of Means 2 3 Critical Range .7941 .8347

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N N

A 4.9480 18 N2 A

A 4.9175 18 N1


(5)

Lampiran 7 Standar mutu bibit nenas hasil kultur jaringan

N0 ITEM

SYARAT

1.

Rumpun Induk

-

Asal

-

Rumpun Induk Populasi atau BPRI

-

Varitas

-

Sudah dilepas oleh Menteri Pertanian

-

Kesehatan

-

Bebas Vektor Kutu Putih (Desmicoccus

sp.), nematoda dan hama nenas

-

Bebas penyakit layu mealybug (PMWaV

Strain II), penyakit busuk pangkal, busuk

hati dan busuk buah

2.

Sumber Eksplan

-

Mata tunas pada mahkota buah (

crown

)

yang sehat

3.

Tingkat subkultur

(maksimal)

-

4 kali

4.

Hasil perbanyakan

4.1. Benih In Vitro

-

Keseragaman

morfologi/ukuran

-

99%

-

Vigor tinggi

-

95% (vigor rendah maks 5%)

-

Kesehatan

-

Sehat tidak terkontaminasi

4.2. Benih Pasca in Vitro

-

Kemurnian Varietas

(Minimal)

-

95%

-

Tipe simpang

(maksimal)

-

5%

-

Keseragaman

morfologi/ukuran, warna

-

99%

-

Vigor tinggi

-

95%

-

Kesehatan

-

Tidak menunjukkan gejala penyakit

pangkal, busuk hati dan busuk buah

-

Tinggi tanaman

(minimal)

-

15 cm diukur dari permukaan tanah di

polybag

-

Umur tanaman (minimal)

-

2 bulan setelah aklimatisasi

Sumber : Pusat kajian Buah Tropika (PKBT) IPB Bogor


(6)

No Perlakuan Pengeluaran Pengeluaran Penerimaan Penerimaan B/C

Pupuk Urea Giberelin Dithane

Sekam Bakar

Botol Air

Mineral Upah TK Harga benih Ratio

1 W1N0G0 0 0 10,000 15,000 15,000 750,000 790,000 4,000 2,160,000 2.73 2 W1N0G1 0 36,000 10,000 15,000 15,000 750,000 826,000 4,000 2,160,000 2.62

3 W1N0G2 0

72,000 10,000 15,000 15,000

750,000 862,000 4,000 2,160,000 2.51

4 W1N1G0

2,000 0

10,000 15,000 15,000

450,000 492,000 4,000 2,160,000 4.39

5 W1N1G1

2,000 36,000 10,000 15,000 15,000

450,000 528,000 4,000 2,160,000 4.09

6 W1N1G2

2,000 72,000 10,000 15,000 15,000

450,000 564,000 4,000 2,160,000 3.83

7 W1N2G0

4,000 0

10,000 15,000 15,000

450,000 494,000 4,000 2,160,000 4.37

8 W1N2G1

4,000 36,000 10,000 15,000 15,000

450,000 530,000 4,000 2,160,000 4.08

9 W1N2G2

4,000 72,000 10,000 15,000 15,000

450,000 566,000 4,000 2,160,000 3.82

10 W2N0G0 0 0

10,000 15,000 15,000

850,000 890,000 4,000 2,160,000 2.43

11 W2N0G1 0

108,000 10,000 15,000 15,000

850,000 998,000 4,000 2,160,000 2.16

12 W2N0G2 0

162,000 10,000 15,000 15,000

850,000 1,052,000 4,000 2,160,000 2.05

13 W2N1G0

4,000 0

10,000 15,000 15,000

800,000 844,000 4,000 2,160,000 2.56

14 W2N1G1

4,000 108,000 10,000 15,000 15,000

800,000 952,000 4,000 2,160,000 2.27

15 W2N1G2

4,000 162,000 10,000 15,000 15,000

800,000 1,006,000 4,000 2,160,000 2.15

16 W2N2G0

8,000 0

10,000 15,000 15,000

800,000 848,000 4,000 2,160,000 2.55

17 W2N2G1

8,000 108,000 10,000 15,000 15,000

800,000 956,000 4,000 2,160,000 2.26

18 W2N2G2

8,000 162,000 10,000 15,000 15,000