Increasing Hybrid Corn Seed Production through Optimization of Population and Ratio of Male to Female Parents

PENINGKATAN PRODUKSI BENIH JAGUNG HIBRIDA
MELALUI OPTIMALISASI POPULASI DAN
RASIO TETUA JANTAN BETINA

PATTA SIJA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Peningkatan Produksi Benih
Jagung Hibrida melalui Optimalisasi Populasi dan Rasio Tetua Jantan Betina
adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.


Bogor, Pebruari 2013

Patta Sija
A251100121

ABSTRACT

PATTA SIJA. Increasing Hybrid Corn Seed Production through Optimization of
Population and Ratio of Male to Female Parents. Supervised by MEMEN
SURAHMAN and FAIZA C. SUWARNO.

Attempts to increase seed yield of hybrid corn has been done, but the results
have not been satisfactorily achieved. Researches should be done in various
aspects such as row ratio of parents, planting density, optimum days to harvest
and influence of climatic factors (sunlight and rainfall), season and agroecology.
The aim of study are to obtain optimum plant population and rasio of male to
female parents for increasing seed yield of hybrid corn and to study seed quality
of Bima 3 and STJ-01 varieties. The seeds used in the research were parents of
Bima 3 (Nei90008 line as female, Mr14 line as male) and STJ-01 (Bima 5 variety
as female, Nei9008 line as male). The experiment was arranged in a randomized

complete block design with two factors and three replications (replications was
nested in factor of parent ratio). The first factor was male to female parent ratio
(1:4, 1:5 and 2:6) and the second factor was plant population (66 667 plants/ha,
83 333 plants/ha and 90 000 plants/ha). Combined analysis of variance was
performed to understand the effects of both factors and their interactions.
The results showed that plant population did not significantly affect plant height
of Bima 3 and STJ-01 parents, ear height of Bima 3 and STJ-01 female parents,
leaf area index of STJ-01 female parent, number of ear of Bima 3 female parent,
ear weight of Bima 3, and seed yield of Bima3 and STJ-01. The effect of parents
ratio was significant for seed yield of Bima 3 and STJ-01. The highest seed yield
of Bima 3 variety was achieved at parent ratio 1: 5 (1.43 tons/ha) and the highest
seed yield of STJ-01 was achieved at parent ratio 1:4 (3 tons/ha). Seed quality of
Bima 3 variety was better than that of STJ-01. The seedling growth of Bima 3 was
more simultaneous more tolerant to drought based on germination percentage and
speed of germination and more tolerant to salinity based on the number of green
leaves.

Key words: seed yield of hybrid corn, Bima 3, STJ-01, plant population, parent of
hybrid, seed quality


RINGKASAN

PATTA SIJA. Peningkatan Produksi Benih Jagung Hibrida melalui Optimalisasi
Populasi dan Rasio Tetua Jantan Betina. Dibimbing oleh MEMEN SURAHMAN
dan FAIZA C. SUWARNO

Usaha ke arah peningkatan produktivitas benih jagung hibrida sudah pernah
dilakukan, namun hasilnya belum memuaskan. Penelitian harus dilakukan dalam
berbagai aspek seperti rasio baris penanaman tetua, kerapatan tanaman dan waktu
panen yang optimal serta pengaruh faktor iklim (cahaya matahari dan curah
hujan), musim dan agroekologi. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan
populasi dan rasio tetua jantan betina yang optimal untuk meningkatkan produksi
benih jagung hibrida dan mempelajari mutu benih varietas Bima 3 dan STJ-01.
Benih jagung yang digunakan dalam penelitian adalah tetua varietas Bima 3
(galur Nei9008 sebagai betina; galur Mr14 sebagai jantan) dan tetua STJ-01
(varietas Bima 5 sebagai betina; galur Nei9008 sebagai jantan) berasal dari Balai
Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal) Maros. Varietas Bima 3 merupakan
golongan hibrida silang tunggal (single cross) dan STJ-01 adalah golongan
hibrida silang tiga jalur (three way cross).
Penelitian ini terdiri atas dua percobaan yaitu : (1) pengaruh perlakuan

populasi tanaman dan rasio tetua terhadap pertumbuhan tanaman dan
produktivitas benih dan (2) evaluasi mutu benih varietas Bima 3 dan STJ-01.
Percobaan 1 dilaksanakan di lapangan menggunakan rancangan acak kelompok
(RAK) dengan dua faktor dan tiga ulangan (ulangan tersarang pada faktor rasio
tetua). Faktor pertama adalah rasio jantan dan betina (R) terdiri atas rasio tetua
1 : 4 (R1), rasio tetua 1 : 5 (R2) dan rasio tetua 2 : 6 (R3). Faktor kedua adalah
populasi tanaman (P) terdiri atas 66 667 tanaman/ha (P1), 83 333 tanaman/ha
(P2) dan 90 000 tanaman/ha (P3). Setiap lokasi disusun oleh taraf faktor rasio
tetua yang sama tetapi taraf populasi berbeda. Analisis ragam gabungan
digunakan untuk mengetahui pengaruh kedua faktor perlakuan dan interaksinya.
Pengujian kehomogenan ragam dilakukan sebelum dianalisis ragam gabungan.
Percobaan 2 dilaksanakan di laboratorium menggunakan rancangan acak lengkap
(RAL). Pengujian viabilitas dan vigor benih disusun oleh satu faktor yaitu varietas
(Bima 3 dan STJ-01), pengujian vigor benih terhadap kekeringan (dua faktor :
varietas dan tekanan osmotik PEG 6000) dan pengujian vigor benih terhadap
salinitas (dua faktor : varietas dan konsentrasi NaCl). Apabila perlakuan
berpengaruh nyata terhadap variabel yang diamati, maka dilakukan uji Duncan
Multiple Range Test (DMRT) pada taraf uji α=5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi tanaman tidak berpengaruh
terhadap tinggi tanaman tetua Bima 3 dan STJ-01, tinggi letak tongkol tetua

betina Bima 3 dan STJ-01, indeks luas daun tetua betina STJ-01, jumlah tongkol
panen tetua betina Bima 3, bobot tongkol tanpa kelobot Bima 3 serta produktivitas
benih Bima 3 dan STJ-01.

Rasio tetua berpengaruh terhadap produktivitas benih Bima 3 dan STJ-01.
Produktivitas benih jagung varietas Bima 3 tertinggi diperoleh pada rasio tetua 1:5
yaitu 1.43 ton/ha dan produktivitas benih jagung STJ-01 tertinggi pada rasio tetua
1:4 yaitu 3 ton/ha.
Mutu benih jagung varietas Bima 3 lebih baik dibandingkan dengan STJ-01.
Pertumbuhan kecambah benih varietas Bima 3 lebih serempak, lebih toleran
terhadap kekeringan berdasarkan daya berkecambah dan kecepatan tumbuh pada
tekanan osmotik -0.06 bar dan lebih toleran terhadap cekaman salinitas pada
konsentrasi NaCl 4000 ppm berdasarkan jumlah daun hijau.

Kata kunci: produktivitas benih jagung hibrida, Bima 3, STJ-01, populasi
tanaman, tetua hibrida, mutu benih

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar Institut Pertanian Bogor
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh hasil karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

PENINGKATAN PRODUKSI BENIH JAGUNG HIBRIDA
MELALUI OPTIMALISASI POPULASI DAN
RASIO TETUA JANTAN BETINA

PATTA SIJA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2013

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Abdul Qadir, M.Si.

Judul Tesis
Nama
NRP

: Peningkatan Produksi Benih Jagung Hibrida
Optimalisasi Populasi dan Rasio Tetua Jantan Betina
: Patta Sija
: A251100121

melalui

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Memen Surahman, M.Sc.Agr.

Ketua

Dr. Ir. Faiza C. Suwarno, M.S.
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi
Ilmu dan Teknologi Benih

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, M.S.

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

Tanggal Ujian: 4 Pebruari 2013

Tanggal Lulus:


PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas berkat
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.
Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2012
sampai Oktober 2012 adalah produksi benih, dengan judul Peningkatan Produksi
Benih Jagung Hibrida melalui Optimalisasi Populasi dan Rasio Tetua Jantan
Betina.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Memen Surahman,
M.Sc.Agr. sebagai ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Faiza C. Suwarno, M.S.
sebagai anggota komisi pembimbing, Dr Ir Abdul Qadir, M.Si. sebagai penguji
luar komisi, Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, M.S. sebagai Ketua Program Studi Ilmu
dan Teknologi Benih serta Badan Litbang Pertanian yang telah memberikan
beasiswa pendidikan.
Terima kasih dan rasa hormat yang sebesar-besarnya penulis sampaikan
kepada Ayahanda tercinta Alm. Paling Banawa atas doa, nasehat, motivasi dan
kasih sayangnya sampai akhir khayat beliau sebelum penelitian dimulai dan
Ibunda tercinta Sitti Maryam atas doa, nasehat, motivasi dan kasih sayangnya
yang diberikan kepada penulis selama studi, kepada tanteku Sitti Aminah serta
seluruh keluargaku atas doa dan dukungannya. Penghargaan dan terima kasih

yang mendalam penulis sampaikan kepada isteriku tercinta Aisyah Ahmad atas
segala pengertian, dukungan dan dorongan selama penulis menyelesaikan
pendidikan, Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Gorontalo beserta staf,
Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas II Gorontalo beserta staf, teman-teman
Keluarga Benih Angkatan 2010 atas kebersamaan dan semangat yang telah
diberikan, Bapak Darwan Botutihe dan Kak Ramu, Siswa-Siswi PKL SMK
Negeri 1 Bone Raya, SMK Negeri Model dan SMK Negeri 1 Paguyaman dan
akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis, semoga Allah SWT
membalasnya dengan kebaikan yang berlipatganda, jazakumullohu khoiron
katsiro.
Harapan penulis semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Pebruari 2013

Patta Sija

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ujung Pandang, Sulawesi Selatan pada tanggal
11 Juni 1977 sebagai anak sulung dari pasangan Paling Banawa (alm) dan Sitti

Maryam. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Biologi, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, lulus pada tahun 2002.
Penulis pernah bekerja sebagai tim penyusun Dokumen Pengelolaan
Lingkungan bekerjasama dengan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Daerah (BAPEDALDA) Kota Makassar tahun 2002 sampai 2004. Saat ini penulis
bekerja sebagai peneliti pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)
Gorontalo sejak tahun 2005. Pada tahun 2010, penulis diterima di Program Studi
Ilmu dan Teknologi Benih pada Program Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan
pascasarjana diperoleh dari Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian
Republik Indonesia.

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xxi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xxiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xxv
PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
Latar Belakang ...................................................................................... 1
Tujuan .................................................................................................. 3
Hipotesis................................................................................................ 3
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 5
Botani Tanaman Jagung ........................................................................ 5
Populasi Tanaman Jagung ...................................................................... 6
Rasio Jantan dan Betina ....................................................................... 8
Produksi Benih Jagung Hibrida ............................................................. 10
Viabilitas dan Vigor Benih..................................................................... 11
METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................... 13
Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................... 13
Bahan dan Alat Penelitian ..................................................................... 13
Rancangan Percobaan ........................................................................... 13
Prosedur Penelitian ............................................................................... 14
Percobaan 1. Pengaruh Perlakuan Populasi Tanaman dan Rasio
Tetua terhadap Pertumbuhan Tanaman dan Produktivitas Benih ........ 14
Percobaan 2. Evaluasi Mutu Benih Varietas Bima 3 dan STJ-01 ....... 19
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 21
Karakteristik Lokasi Penelitian ............................................................. 21
Percobaan 1. Pengaruh Perlakuan Populasi Tanaman dan Rasio
Tetua terhadap Pertumbuhan Tanaman dan Produktivitas Benih . .......... 22
Analisis Ragam Variabel Agronomis ................................................. 22
Tinggi Tanaman ................................................................................ 23
Tinggi Letak Tongkol........................................................................ 25
Indeks Luas Daun ............................................................................. 26
Jumlah Tongkol Panen ...................................................................... 27
Bobot Tongkol Tanpa Kelobot .......................................................... 29
Hasil Benih ....................................................................................... 30
Percobaan 2. Evaluasi Mutu Benih Varietas Bima 3 dan STJ-01 ............ 32
Pengujian Viabilitas dan Vigor Benih ................................................ 32
Pengujian Vigor Benih terhadap Kekeringan ..................................... 32
Pengujian Vigor Benih terhadap Salinitas .......................................... 34
SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 37
Simpulan ............................................................................................... 37
Saran ..................................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 39
LAMPIRAN .................................................................................................. 45

DAFTAR TABEL

Halaman
1

Analisis ragam variabel agronomis tetua Bima 3 dan STJ-01 ................... 23

2

Pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap tinggi
tanaman ................................................................................................... 24

3

Pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap tinggi letak
tongkol..................................................................................................... 25

4

Pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap indeks luas
daun ......................................................................................................... 26

5

Pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap jumlah
tongkol panen .......................................................................................... 28

6

Pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap bobot tongkol
tanpa kelobot............................................................................................ 29

7

Pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap hasil benih. ............ 30

8

Pengaruh varietas terhadap daya berkecambah, indeks vigor,
kecepatan tumbuh, potensi tumbuh maksimum dan keserempakan
tumbuh..................................................................................................... 32

9

Pengaruh interaksi antara varietas dan tekanan osmotik PEG 6000
terhadap daya berkecambah dan kecepatan tumbuh .................................. 33

10 Pengaruh varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 terhadap indeks
vigor, potensi tumbuh maksimum, panjang akar dan bobot
kering akar ............................................................................................... 34
11 Pengaruh varietas dan NaCl terhadap tinggi bibit, jumlah daun hijau,
panjang akar dan bobot kering akar pada umur tanaman 4 minggu ........... 34

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1 Tata letak percobaan di lapangan................................................................. 14

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1

Tata letak petak percobaan ...................................................................... 47

2

Tata letak tetua jantan dan betina ............................................................. 48

3

Data iklim lokasi penelitian .................................................................... 49

4

Hasil analisis tanah lokasi penelitian ........................................................ 50

5

Deskripsi galur Mr14 ............................................................................... 51

6

Deskripsi galur Nei9008........................................................................... 52

7

Deskripsi varietas Bima 5......................................................................... 53

8

Deskripsi varietas Bima 3 ........................................................................ 54

9

Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap
daya tumbuh tetua jantan Bima 3 ............................................................. 55

10 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap
daya tumbuh tetua betina Bima 3 ............................................................. 55
11 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap
umur berbunga tetua jantan Bima 3 .......................................................... 55
12 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap
umur berbunga tetua betina Bima 3 .......................................................... 56
13 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap
tinggi tanaman tetua jantan Bima 3 .......................................................... 56
14 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap
tinggi tanaman tetua betina Bima 3 .......................................................... 56
15 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap
tinggi letak tongkol tetua betina Bima 3 ................................................... 57
16 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap
indeks luas daun tetua betina Bima 3 ........................................................ 57
17 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap
jumlah tongkol panen tetua betina Bima 3 ................................................ 57
18 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap
bobot tongkol tanpa kelobot tetua betina Bima 3 ...................................... 58
19 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap
berat kering brangkasan tanaman tetua betina Bima 3............................... 58
20 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap
panjang tongkol Bima 3 ........................................................................... 58

21 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap
diameter tongkol Bima 3 .......................................................................... 59
22 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap
jumlah biji per tongkol Bima 3 ................................................................. 59
23 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap
hasil benih Bima 3.................................................................................... 59
24 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap
daya tumbuh tetua jantan STJ-01 .............................................................. 60
25 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap
daya tumbuh tetua betina STJ-01 .............................................................. 60
26 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap
umur berbunga tetua jantan STJ-01 .......................................................... 60
27 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap
umur berbunga tetua betina STJ-01 .......................................................... 61
28 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap
tinggi tanaman tetua jantan STJ-01 ........................................................... 61
29 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap
tinggi tanaman tetua betina STJ-01 ........................................................... 61
30 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap
tinggi letak tongkol tetua betina STJ-01.................................................... 62
31 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap
indeks luas daun tetua betina STJ-01 ........................................................ 62
32 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap
jumlah tongkol panen tetua betina STJ-01 ................................................ 62
33 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap
bobot tongkol tanpa kelobot tetua betina STJ-01 ...................................... 63
34 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap
bobot kering brangkasan tanaman tetua betina STJ-01.............................. 63
35 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap
panjang tongkol STJ-01............................................................................ 63
36 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap
diameter tongkol STJ-01 .......................................................................... 64
37 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap
jumlah biji per tongkol STJ-01 ................................................................. 64
38 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap
hasil benih STJ-01 .................................................................................... 64
39 Analisis ragam pengaruh varietas (Bima 3 dan STJ-01) terhadap
daya berkecambah, indeks vigor, kecepatan tumbuh, potensi
tumbuh maksimum dan keserempakan tumbuh........................................ 65

40 Analisis ragam pengaruh varietas (Bima 3 dan STJ-01) dan PEG
6000 terhadap daya berkecambah, indeks vigor, kecepatan tumbuh,
potensi tumbuh maksimum, panjang akar dan bobot kering akar .............. 66
41 Analisis ragam pengaruh varietas (Bima 3 dan STJ-01) dan NaCl
terhadap tinggi tanaman, jumlah daun hijau, panjang akar dan bobot
kering akar pada umur tanaman 4 minggu ................................................ 67

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Program pengembangan jagung dalam upaya peningkatan produksi
berlandaskan pada tingkat produktivitas yang telah dicapai saat ini. Program
pemantapan produktivitas dilakukan pada daerah-daerah yang telah memiliki
produktivitas tinggi (> 6 ton/ha). Daerah yang tingkat produktivitasnya masih
rendah (< 5 ton/ha), diprogramkan pergeseran
hibrida

dan

komposit

unggul

dengan

penggunaan jagung ke jenis

menggunakan

benih

berkualitas

(Purwanto 2007).
Program pengembangan jagung hibrida merupakan salah satu strategi
kebijakan pemerintah untuk mewujudkan Indonesia sebagai produsen jagung yang
tangguh dan mandiri. Peningkatan produktivitas dengan memperluas penggunaan
benih bermutu di tingkat petani dilakukan melalui penggunaan benih jagung
hibrida. Penggunaan benih hibrida diharapkan meningkat 5% setiap tahun. Tahun
2010 penggunaan benih jagung hibrida diproyeksikan 50% dan pada tahun 2025
sebesar 75% (Takdir et al. 2007).
Pergeseran penggunaan benih jagung ke jenis hibrida harus diikuti oleh
kemampuan memproduksi benih tersebut. Produksi benih terkendala oleh
rendahnya produktivitas benih F1 yang berkisar 1 ton/ha (Fadhly et al. 2010).
Kondisi ini menyebabkan ketimpangan yang cukup besar antara kemampuan
memproduksi benih jagung hibrida dengan kebutuhan usahatani. Kebutuhan benih
jagung saat ini sekitar 92 ribu ton dari total kebutuhan benih pada 2014 sebesar
514 ribu ton. Indonesia baru memproduksi setengah dari total kebutuhan benih
jagung tersebut (Lazarde 2011) sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut
benih harus diimpor. Nilai transaksi impor benih jagung tujuh bulan terakhir
hingga Juli 2011 mencapai 5.23 juta dolar AS. Jumlah benih jagung impor pada
periode tersebut sebesar 3 800 ton (BPS 2011). Di sisi lain rendahnya
produktivitas benih hibrida menjadi salah satu penyebab mahalnya harga benih
sehingga sulit terjangkau oleh petani. Mengingat akan pentingnya ketersediaan
benih jagung hibrida yang berdaya hasil tinggi, maka peningkatan produksi benih
jagung hibrida terus dilakukan.

2
Usaha ke arah peningkatan produktivitas benih jagung hibrida sudah pernah
dilakukan, namun hasilnya belum memuaskan. Penelitian harus dilakukan dalam
berbagai aspek seperti rasio baris penanaman tetua, kerapatan tanaman dan waktu
panen yang optimal serta pengaruh faktor iklim (cahaya matahari dan curah
hujan), musim dan agroekologi (Sutoro et al. 1988; Koshawatana et al. 2002;
Fadhly et al. 2010).
Optimalisasi populasi tanaman merupakan salah satu cara dalam
meningkatkan produksi benih jagung hibrida. Jumlah populasi tanaman per hektar
merupakan faktor penting untuk mendapatkan hasil maksimal. Jika populasi
tanaman lebih rendah dari populasi tanaman optimal maka produksi per hektar
akan rendah dan gulma juga akan banyak (Allard 1999), akan tetapi jika
peningkatan populasi masih di bawah peningkatan kompetisi maka peningkatan
produksi akan tercapai pada populasi yang lebih padat (Liu et al. 2004).
Menurut Xue et al. (2002), salah satu faktor efektif dan penting adalah
populasi tanaman per hektar yang optimal dan respon jagung hibrida yang berbeda
terhadap kepadatan tanaman. Populasi tanaman adalah faktor yang paling sering
berubah selama enam dekade terakhir sebagai akibat dari toleransi hibrida terbaru
yang diintroduksi ke populasi tanaman yang tinggi (Tollenaar & Lee 2002).
Pampolino et al. (2009) menyatakan bahwa populasi tanaman untuk target hasil
10 t/ha atau lebih adalah 75.000 tanaman/ha dan jika musim kurang mendukung
populasi tanaman adalah 65.000 – 70.000 tanaman/ha.
Kepadatan tanaman yang tinggi meningkatkan hasil panen sereal bila
dibandingkan dengan kepadatan tanaman yang direkomendasikan dalam beberapa
studi (von Qualen et al. 1993; Lafarge & Hammer 2002; Conley et al. 2005).
Peneliti lain menemukan bahwa kepadatan tanaman tidak berpengaruh pada hasil
panen jagung (Ma et al. 2003; Aflakpui et al. 2005; Shapiro & Wortmann 2006).
Kepadatan tanaman memiliki efek signifikan terhadap hasil dan komponen hasil
jagung hibrida (Sharifi et al. 2009).
Banyak penelitian telah dilakukan dengan tujuan untuk menentukan
kepadatan tanaman yang optimal untuk jagung, namun tidak ada satupun
rekomendasi yang dihasilkan karena kepadatan tanaman yang optimal bervariasi

3

tergantung pada faktor lingkungan seperti kesuburan tanah, kelembaban
(Gonzalo et al. 2006), pola tanam dan waktu panen.
Benih jagung hibrida memberikan hasil yang jauh lebih besar dari hasil
yang dicapai kedua tanaman induknya dan di atas hasil populasi non hibrida
(Mugnisjah & Setiawan 1990). Kenaikan hasil disebabkan oleh pertambahan
ukuran atau vigor pada hibrida F1 yang melebihi tetua-tetuanya atau melebihi
rata-rata tetuanya (heterosis/hybrid vigour). Tanaman F1 yang memperlihatkan
gejala heterosis/hybrid vigour berarti mengalami peningkatan karakteristik seperti
ukuran tanaman, produktivitas yang lebih tinggi dibanding dengan kedua tetuanya
(Poehlman & Sleeper 1995).
Persilangan secara besar-besaran dapat dilakukan pada tanaman jagung.
Menyilangkan galur-galur murni hanya cukup menanam secara berselang-seling
antara barisan galur sebagai jantan dan galur sebagai betina. Galur yang dijadikan
tetua betina perlu dipotong bunga jantannya untuk menghindari kawin sendiri.
Rasio tetua jantan dan betina yang optimal diperlukan agar terjadi persilangan
yang juga optimal.
Rasio baris betina (baris betina : jantan ) untuk hibrida spesifik sangat
terkait dengan kapasitas penyerbukan dari baris tanaman jantan. Kapasitas ini
ditentukan oleh beberapa faktor yaitu jumlah dan viabilitas polen, angin, suhu dan
kelembaban. Jumlah polen yang dihasilkan oleh tanaman jantan menentukan
jumlah maksimum tanaman betina (yang akan menghasilkan biji) (Godoi 2008).

Tujuan
Mendapatkan populasi tanaman dan rasio tetua jantan betina yang optimal
untuk meningkatkan produksi benih jagung hibrida dan mempelajari mutu benih
varietas Bima 3 dan STJ-01.

Hipotesis
1. Populasi tanaman yang optimal dapat meningkatkan produksi benih jagung
hibrida.

4
2. Rasio tetua jantan dan betina yang optimal dapat meningkatkan produksi benih
jagung hibrida.
3. Interaksi antara populasi tanaman dan rasio tetua jantan betina yang optimal
dapat meningkatkan produksi benih jagung hibrida.
4. Terdapat perbedaan mutu benih varietas Bima 3 dan STJ-01.

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Jagung
Tanaman jagung termasuk kelas monocotyledoneae, bangsa Poales, suku
Poaceae/graminea, marga Zea, spesies Zea mays L. (Sharma 2002) dan
merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam
80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif
dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif. Tinggi tanaman jagung
sangat bervariasi. Meskipun tanaman jagung umumnya memiliki tinggi antara
1 m sampai 3 m, ada varietas yang dapat mencapai tinggi 6 meter.
Tanaman jagung berakar serabut terdiri atas akar yang berkembang dari
radikula dan embrio (akar seminal), akar yang semula berkembang dari buku di
ujung mesokotil kemudian berkembang dari tiap buku secara berurutan dan terus
ke atas antara 7-10 buku, semuanya di bawah permukaan tanah (akar adventif)
dan akar adventif yang muncul pada dua atau tiga buku di atas permukaan tanah
(akar kait atau penyangga).
Batang tidak bercabang, berbentuk silindris, dan terdiri atas sejumlah ruas
dan buku ruas. Pada buku ruas terdapat tunas yang berkembang menjadi tongkol.
Dua tunas teratas berkembang menjadi tongkol yang produktif. Batang memiliki
tiga komponen jaringan utama, yaitu kulit (epidermis), jaringan pembuluh
(bundles vaskuler), dan pusat batang (pith). (Sudjana et al. 1991; Subekti et al.
2007). Menurut Paliwal (2000) bahwa genotipe jagung yang mempunyai batang
kuat memiliki lebih banyak lapisan jaringan sklerenkim berdinding tebal di bawah
epidermis batang dan sekeliling bundles vaskuler.
Daun tanaman jagung terdiri atas helaian daun, ligula, dan pelepah daun
yang erat melekat pada batang. Jumlah daun sama dengan jumlah buku batang.
Jumlah daun umumya berkisar antara 10-18 helai, rata-rata munculnya daun yang
terbuka sempurna adalah 3-4 hari setiap daun (Sudjana et al. 1991; Subekti et al
2007). Tanaman jagung di daerah tropis mempunyai jumlah daun relatif lebih
banyak dibanding di daerah beriklim sedang (temperate) (Paliwal 2000). Bentuk
ujung daun jagung berbeda, yaitu runcing, runcing agak bulat, bulat, bulat agak
tumpul, dan tumpul. Berdasarkan letak daun (sudut daun) terdapat dua tipe daun

6
jagung, yaitu tegak (erect) dan menggantung (pendant). Daun erect biasanya
memiliki sudut antara kecil sampai sedang, pola helai daun bisa lurus atau
bengkok. Daun pendant umumnya memiliki sudut yang lebar dan pola daun
bervariasi dari lurus sampai sangat bengkok. Jagung dengan tipe daun erect
memiliki kanopi kecil sehingga dapat ditanam dengan populasi yang tinggi.
Kepadatan tanaman yang tinggi diharapkan dapat memberikan hasil yang tinggi
pula (Subekti et al. 2007).
Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam
satu tanaman (monoecious). Bunga jantan (tassel) tumbuh di bagian puncak
tanaman, berupa karangan bunga (inflorescence). Serbuk sari berwarna kuning
dan beraroma khas. Bunga betina tersusun dalam tongkol. Tongkol tumbuh dari
buku, di antara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya
dapat menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga
betina. Beberapa varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol
produktif, dan disebut sebagai varietas prolifik. Bunga jantan jagung cenderung
siap untuk penyerbukan 2 sampai 5 hari lebih dini daripada bunga betinanya
(protandri).

Populasi Tanaman Jagung
Optimalisasi populasi tanaman dilakukakan dengan mengatur kepadatan
populasi melalui jarak tanam antar baris dan jarak tanam dalam barisan serta
jumlah benih per lubang. Jarak tanam dalam barisan harus cukup lebar untuk
meminimalkan kompetisi antar tanaman terhadap cahaya, air dan unsur hara.
Kombinasi optimal antara jarak antar baris dengan jarak dalam barisan harus
dapat memberikan lingkungan iklim mikro yang optimal pada tajuk tanaman
untuk menekan resiko hama dan penyakit (Pompalino et al. 2009).
Tajuk tanaman, perakaran serta kondisi tanah menentukan jarak antar
tanaman. Hal ini berkaitan dengan penyerapan sinar matahari dan penyerapan
unsur hara oleh tanaman sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi
tanaman. Menurut Barbieri et al. (2000), jarak yang lebih sempit mampu
meningkatkan produksi secara nyata. Peningkatan produksi akibat pengurangan
jarak juga didapatkan oleh Andrade et al. (2002) yaitu ketika jarak antar tanaman

7

berkurang, persentase peningkatan produksi per lahan secara nyata ditentukan
oleh persentase peningkatan intersepsi cahaya matahari. Maddonni et al. (2006)
menyatakan bahwa jarak yang lebih sempit mampu meningkatkan produksi per
luas lahan dan jumlah biji namun menurunkan bobot biji.
Hal berbeda dikemukakan oleh Westgate et al. (1997) yang menyatakan
bahwa jarak tanam tidak memberikan pengaruh pada produksi jagung karena
tergantung pada intersepsi radiasi sinar matahari. Pedersen and Lauer (2003)
menyatakan bahwa jarak yang lebih sempit menurunkan produksi hingga 11%
dibandingkan dengan jarak yang lebih lebar dan Liu et al. (2004) menyatakan
variasi jarak tanam berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun, tinggi
tanaman, indeks luas daun, indeks panen serta jumlah tongkol namun berpengaruh
nyata terhadap produksi per hektar.
Penyebab perbedaan hasil dari pengaruh jarak tanam terhadap pertumbuhan
dan produksi jagung belum diketahui secara pasti. Faktor iklim mempengaruhi
produksi jagung pada jarak tanam yang berbeda. Curah hujan yang lebih banyak
akan menghasilkan produksi jagung lebih tinggi pada jarak yang lebih sempit
(Barbieri et al. 2000).
Efisiensi fotosintesis dan pertumbuhan pada jagung sangat berkaitan dengan
efek arsitektur kanopi pada distribusi vertikal dari cahaya dalam kanopi.
Peningkatan kepadatan tanaman adalah salah satu cara untuk meningkatkan
penangkapan radiasi matahari dalam kanopi. Efisiensi konversi penangkapan
radiasi matahari untuk produksi jagung berkurang dengan kepadatan populasi
tanaman yang tinggi karena saling ternaungi dalam tanaman. Kepadatan populasi
tanaman yang dihasilkan dalam kompetisi antar tanaman mempengaruhi
pertumbuhan vegetatif dan reproduksi (Zhang et al. 2006).
Jumlah tanaman pada lahan sebagai akibat kerapatan tanaman ataupun jarak
tanam masih menjadi perhatian selama beberapa dekade. Penambahan kerapatan
menyebabkan jarak tanam menjadi rapat dan meningkatkan persaingan antar
tanaman. Kepadatan tanaman yang terlalu tinggi mendorong persaingan antar
tanaman. Proses fotosintesis tanaman akan terpengaruh karena penetrasi cahaya
yang kurang dalam tajuk tanaman serta peningkatan kompetisi terhadap nutrisi
yang tersedia dan akan mempengaruhi hasil gabah. Di sisi lain, penerapan

8
kepadatan tanaman yang optimum dalam produksi jagung membantu pemanfaatan
radiasi matahari dengan tepat. Jika populasi tanaman lebih rendah dari populasi
tanaman yang optimal maka produksi per hektar akan rendah dan gulma juga akan
banyak (Allard 1999; Farnham 2001).
Tanggapan diferensial kepadatan tanaman pada kultivar jagung telah
dilaporkan oleh Xue et al. (2002). Umumnya hasil tanaman jagung yang ditanam
tunggal berkurang dengan meningkatkan kepadatan populasi tanaman, sementara
hasil per unit meningkatkan luasan. Xue et al. (2002) lebih lanjut menyarankan
bahwa cara terbaik bagi tanaman untuk meningkatkan kemampuan menghasilkan
biji di masa yang akan datang adalah melakukan perbaikan lebih lanjut dalam hal
toleransi kepadatan tanaman yang tinggi dan dikombinasikan dengan perbaikan
potensi hasil per tanaman di bawah lingkungan stres rendah.

Rasio Jantan dan Betina
Produksi benih hibrida F1 membutuhkan penyerbukan silang. Untuk
menjamin produksi benih yang berkualitas tinggi, tetua jantan yang ideal harus
memiliki tassel relatif besar yang melepaskan jumlah serbuk sari secara
berlebihan dalam periode waktu lama. Tetua betina yang ideal harus memiliki
tongkol relatif besar yang menghasilkan sejumlah besar biji dan tassel yang relatif
kecil sehingga energi lebih diarahkan terhadap produksi biji (Upadyayula et al.
2005).
Jagung tergolong tanaman berumah satu, namun dapat menyerbuk silang
oleh angin karena perbedaan antara sinkronisasi bunga jantan (tassel) dan bunga
betina (silk) pada tanaman tunggal, meskipun upaya pemuliaan modern cenderung
mengurangi bunga (protandry) agar tassel dapat melepaskan serbuk sari sebelum
bunga betina muncul. Tingkat sinkronisasi bunga jantan dan betina spesifik dan
sensitif terhadap populasi tanaman, kesuburan tanah dan stres lingkungan
(Burris 2001).
Tanaman jagung menghasilkan bunga jantan (terletak di tassel) dan bunga
betina (terletak di tongkol) dan tanaman bisa menyerbuk sendiri dan menyerbuk
silang. Produksi benih jagung hibrida membutuhkan persilangan dua baris tetua
inbrida (galur murni) untuk menghasilkan benih hibrida F1. Produksi benih

9

hibrida di lapangan, tetua betina harus dicegah dari penyerbukan sendiri yang
akan mengurangi kualitas benih.
Benih yang digunakan untuk memproduksi jagung hibrida yang dihasilkan
oleh persilangan dua galur inbrida (galur murni) yang disebut sebagai tetua
jantan (tanaman penyerbuk) dan tetua betina (tanaman di mana benih diproduksi).
Tetua jantan dan betina

ditanam secara terpisah untuk meningkatkan benih

inbrida induk dan diisolasi dari tanaman jagung yang lain untuk mempertahankan
kemurnian genetik dan meningkatkan kuantitas tetua. Tetua jantan dan betina
ditanam berselang seling pada baris yang berdekatan (misalnya, 2 baris jantan,
4 baris betina, 2 baris jantan) untuk menghasilkan benih hibrida.
Penyerbukan silang dilakukan

antara tetua jantan dan betina serta tetua

betina harus dicegah dari penyerbukan sendiri untuk menghasilkan benih hibrida
murni. Teknik yang paling umum yang digunakan adalah untuk memotong bunga
jantan (detaselling) pada tanaman tetua betina. Tongkol tetua betina hanya dapat
dibuahi oleh serbuk sari dari tetua jantan yang ditanam pada baris yang
berdekatan pada produksi benih hibrida di lapangan. Tetua jantan harus
dihilangkan dari pertanaman sebelum tongkol masak sehingga benih hibrida yang
dihasilkan pada tetua betina akan seragam (Pioneer 2009).
Thomison (2002) melaporkan bahwa rasio tetua yang umum digunakan
adalah rasio 4:1 (4 baris betina untuk 1 baris jantan), rasio 4:2 (4 baris betina
untuk 2 baris jantan), rasio 4:1:4:2 (alternatif 4 baris betina untuk 1 baris jantan
dan 4 baris betina untuk 2 baris jantan) dan 6:2 (6 baris betina untuk 2 baris
jantan).
Komposisi tanaman induk jantan dan betina pada produksi benih yang telah
diterapkan di Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros (Balitsereal) juga
dilaporakan oleh Fadhly et al. (2010), yaitu 2 baris tanaman induk jantan dan
4 baris induk betina atau 1 baris induk jantan dan 3 baris induk betina, artinya
sebesar 25 sampai 33% areal tanam produksi benih F1 ditempati oleh tanaman
induk jantan yang tidak digunakan hasilnya sebagai benih sehingga hanya 67%
sampai 75% areal produksi yang ditempati tanaman induk betina. Hasil benih
yang telah dicapai pada penelitian tertinggi diperoleh pada komposisi tanaman

10
1 : 6 (1.35 ton/ha), namun yang terbaik kualitas benihnya dan produktivitasnya
adalah pada komposisi 1 : 4 dengan hasil (1.32 ton/ha).

Produksi Benih Jagung Hibrida
Benih varietas hibrida dihasilkan dari persilangan galur murni (inbred),
sehingga diperlukan tetua-tetua untuk memproduksi benih hibrida. Pada mulanya
benih hibrida dihasilkan dari persilangan sepasang tetua (single cross). Produksi
benih hibrida dilakukan dengan menggunakan hibrida silang ganda. Silang ganda
menggunakan 4 tetua galur murni yang disilangkan secara sepasang kemudian
tanaman F1 dari kedua persilangan tersebut disilangkan untuk memperoleh
hibrida, misalnya terdapat 4 galur murni A, B, C, D. Pasangan A x B dan C x D
merupakan silang tunggal kemudian (A x B) x (C x D) merupakan silang ganda
(double cross). Cara ini menghasilkan lebih banyak benih karena keturunan silang
sepasang mampu memproduksi benih pertanaman, sedangkan silang sepasang
lainnya dapat diharapkan tepung sari berlebihan. Kedua hal ini terjadi karena
tanaman heterozigot dari silang sepasang lebih produktif dibanding galur murni
(tetuanya) (Syukur et al. 2012).
Paliwal (2000) menyatakan bahwa faktor terpenting dalam pembentukan
hibrida adalah pemilihan plasma nutfah pembentuk populasi dasar yang akan
menentukan tersedianya tetua unggul. Tetua yang berasal dari plasma nutfah
superior dengan karaktek agronomi yang ideal akan menghasilkan galur yang
memiliki daya gabung umum daya gabung khusus yang tinggi. Daya gabung
umum merupakan penampilan rata-rata galur murni dalam berbagai kombinasi
hibrida, sedangkan daya gabung khusus menunjukkan penampilan galur murni
dalam suatu kombinasi hibrida dibandingkan dengan kombinasi lainnya.
Benih jagung hibrida dihasilkan dengan cara persilangan galur-galur murni
yang telah dikembangkan dengan cara inbreeding dan seleksi selama lima
generasi. Cara inbreeding mengakibatkan : 1) penekanan vigor (inbreeding
depression), 2) peningkatan keseragaman pertumbuhan (munculnya dominansi
homozigot), dan 3) penampakan gen-gen resesif yang tidak diinginkan, tetapi
dapat dihilangkan dari populasi (Mugnisjah & Setiawan 1990).

11

Benih jagung hibrida dihasilkan dari tiga varietas jagung hibrida yaitu
hibrida silang tunggal (single cross hybrid), hibrida silang ganda (double cross
hybrid) dan hibrida silang tiga (three way cross hybrid). Hibrida silang tunggal
adalah hibrida dari persilangan antara dua galur murni yang tidak berhubungan
satu sama lain. Galur murni yang digunakan mempunyai vigor yang rendah
sehingga produksi hibrida silang tunggal di lapangan menggunakan rasio 1 baris
tetua jantan dan 2 baris tetua betina untuk menjamin penyerbukan yang baik.
Hibrida silang ganda diperoleh dari persilangan dua hibrida silang tunggal. Rasio
penanaman tetua jantan dan betina adalah 1 : 4 atau 1 : 6. Sedangkan hibrida
silang tiga diperoleh dari persilangan hibrida silang tunggal (sebagai tetua betina)
dengan galur murni/inbrida (sebagai tetua jantan).
Tanaman tetua betina (penghasil benih) yang mengeluarkan bunga jantan
perlu dibuang sebelum menyebarkan serbuk sari. Pembuangan bunga jantan
dilakukan dengan tangan atau mekanis. Periode pembuangan bunga jantan
memerlukan waktu 10 sampai 14 hari. Tetua jantan memasok serbuk sari untuk
seluruh tanaman di lapang sehingga terjadi penyerbukan. Tanaman tetua jantan
dibuang setelah penyerbukan karena benih hibrida akan dihasilkan oleh tanamantanaman tetua betina (Mugnisjah & Setiawan 1990; Suwarno 2008).

Viabilitas dan Vigor Benih
Viabilitas benih pada prinsipnya adalah suatu sifat atau karakteristik benih
yang merupakan perwujudan secara integral dari berbagai kondisi komponenkomponen benih sehingga nilai viabilitas ini sulit ditentukan secara langsung
(Qadir 1994). Menurut Sadjad (1994), viabilitas benih adalah daya hidup benih
yang dapat ditunjukkan dalam berbagai fenomena fisiologis maupun biokimia.
Viabilitas benih menunjukkan daya hidup benih, aktif secara metabolis, dan
memiliki enzim yang dapat mengatalisis reaksi metabolis yang diperlukan untuk
perkecambahan

dan pertumbuhan kecambah. Viabilitas benih dapat diukur

dengan tolok ukur daya berkecambah (germination capacity) (Ilyas 2012).
Vigor benih didefinisikan sebagai sifat-sifat benih yang menentukan potensi
pemunculan kecambah yang cepat, seragam, dan perkembangan kecambah normal
pada kondisi lapang yang bervariasi. Vigor benih dipengaruhi oleh berbagai faktor

12
mulai dari ketika benih masih berada di tanaman induk sampai pemanenan,
pengolahan, ketika dalam transportasi, sampai sebelum tanam (Ilyas 2012).
Konsepsi mengenai vigor benih muncul karena nilai daya berkecambah
benih seringkali tidak relevan pada kenyataan di lapang karena kondisi lapang
yang beragam dan tidak selalu optimum. Vigor benih merupakan kemampuan
benih untuk tumbuh cepat dan tidak peka pada kondisi sub optimum. Vigor benih
dibagi ke dalam vigor kekuatan tumbuh (VKT) dan vigor daya simpan (VDS).
Vigor kekuatan tumbuh dapat ditunjukkan oleh kecepatan tumbuh, keserempakan
tumbuh, indeks vigor atau berbagai uji vigor kekuatan tumbuh yang spesifik, yaitu
menilai pertumbuhan kecambah pada media yang disimulasikan pada kondisi
tertentu, misalnya pengujian vigor benih pada kondisi kekeringan menggunakan
media PEG atau kondisi salinitas menggunakan media NaCl (Sadjad et al. 1999).
Menurut Ilyas (2006), penggunaan benih bermutu rendah dengan viabilitas
dan vigor yang rendah akan menghasilkan persentase pemunculan bibit yang
rendah, bibit kurang toleran terhadap cekaman abiotik dan lebih sensitif terhadap
serangan penyakit serta pada akhirnya akan menurunkan hasil.

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei s/d September 2012 di lahan kering
Kabupaten Bone Bolango dan bulan Oktober 2012 di Laboratorium Balai
Karantina Pertanian Kelas II Provinsi Gorontalo serta Unit Pengelolaan Benih
Sumber (UPBS) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Gorontalo.

Bahan dan Alat Penelitian
Benih jagung yang digunakan adalah tetua varietas Bima 3 (galur Nei9008
sebagai betina; galur Mr14 sebagai jantan) dan tetua STJ-01 (varietas Bima 5
sebagai betina; galur Nei9008 sebagai jantan) berasal dari Balai Penelitian
Tanaman Serealia (Balitsereal) Maros. Varietas Bima 3 merupakan golongan
hibrida silang tunggal (single cross) dan STJ-01 adalah golongan hibrida silang
tiga jalur (three way cross). Pupuk anorganik (urea, NPK), pupuk organik,
pestisida, pasir, larutan NaCl, dan PEG 6000 (Polyethylene glycol). Alat yang
digunakan adalah tali tanam, ajir, patok, meteran, papan plot, timbangan digital,
jangka sorong, penggaris, boks plastik, oven, germinator dan alat pengukur kadar
air (seed moisture tester).

Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan di lapangan menggunakan rancangan acak kelompok
(RAK) dengan dua faktor dan tiga ulangan (ulangan tersarang pada faktor rasio
tetua). Faktor pertama adalah rasio jantan dan betina (R) terdiri atas rasio tetua
1 : 4 (R1), rasio tetua 1 : 5 (R2) dan rasio tetua 2 : 6 (R3). Faktor kedua adalah
populasi tanaman (P) terdiri atas 66 667 tanaman/ha (P1), 83 333 tanaman/ha (P2)
dan 90 000 tanaman/ha (P3). Setiap lokasi disusun oleh taraf faktor rasio tetua
yang sama tetapi taraf populasi berbeda (Gambar 1).

14

Gambar 1 Tata letak percobaan di lapangan

Analisis ragam gabungan digunakan untuk mengetahui pengaruh kedua
faktor perlakuan dan interaksinya. Pengujian kehomogenan ragam dilakukan
sebelum dianalisis ragam gabungan. Analisis ragam gabungan menggunakan
model linear (Gomez dan Gomez, 2007) sebagai berikut :
Yijk = µ + Ri + Bk(i) + Pj + (RP)ij + + εijk
di mana i = 1,2,3 ; j = 1,2,3 dan k = 1,2,3
Yijk

: nilai pengamatan pada rasio ke-i, populasi ke-j dan ulangan ke-k

µ

: rataan umum

Ri

: pengaruh rasio ke-i

Bk(i)

: pengaruh ulangan ke-k tersarang pada rasio ke-i

Pj

: pengaruh populasi ke-j

(RP)ij : pengaruh interaksi rasio ke-i dan populasi ke-j

εijk

: pengaruh acak rasio ke-i, populasi ke-j dan ulangan ke-k
Apabila hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan memberikan

pengaruh nyata terhadap variabel yang diamati, maka dilakukan uji lanjut
menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5% (α=5%).

Prosedur Penelitian
Percobaan 1. Pengaruh Perlakuan Populasi Tanaman dan Rasio Tetua
terhadap Pertumbuhan Tanaman dan Produktivitas Benih
Persiapan Lahan
Lahan terbebas gulma, varietas lain dari pertanaman sebelumnya dan
tanaman voluntir serta terisolasi dari tanaman jagung lain. Tanah diolah
sempurna.

15

Pembuatan Petak Percobaan
Petak percobaan dibuat berdasarkan populasi tanaman. Panjang petak sesuai
dengan populasi tanaman, lebar petak 3 m dan jarak petak antar ulangan 1 m.
(Lampiran 1).
Penanaman
Benih dicampur dengan insektisida sebelum tanam. Tetua jantan dan betina
ditanam dalam baris berselang seling. Rasio tetua 1 : 4; ditanam 1 baris tetua
jantan dan 4 baris tetua betina, rasio tetua 1 : 5; 1 baris jantan dan 5 baris betina
dan rasio tetua 2 : 6; 2 baris jantan dan 6 baris betina. Tetua jagung ditanam sesuai
perlakuan populasi tanaman, yaitu 66 667 tanaman/ha dengan jarak tanam
75 cm x 20 cm, 83 333 tanaman/ha (60 cm x 20 cm) dan 90 000 tanaman/ha
(70 cm x 20 cm) dan baris ganda untuk tetua jantan dengan jarak antar baris dan
jarak dalam barisan 20 cm). Setiap rasio tetua dilakukan pengulangan sebanyak
3 kali (Lampiran 2).
Benih ditanam secara tugal dengan 1 butir per lubang. Tetua jantan Bima 3
ditanam 4 hari lebih awal dibanding dengan tetua betina, sedangkan tetua jantan
STJ-01 ditanam lebih lambat 4 hari dibanding tetua betina. Hal ini dilakukan
untuk sinkronisasi waktu keluar dan mekarnya bunga jantan pada tetua jantan dan
rambut (silking) pa