Penatalaksanaan Dan Prognosa Irritable Bowel Syndrome

(1)

Tinjauan Kepustakaan

PENATALAKSANAAN DAN PROGNOSA

IRRITABLE BOWEL SYNDROME

OLEH:

Dr. RIRI ANDRI MUZASTI NIP: 197912242008122001

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2011


(2)

PENATALAKSANAAN DAN PROGNOSA

IRRITABLE BOWEL SYNDROME

PENDAHULUAN

Irritable Bowel Syndrome (IBS) merupakan kelainan gastrointestinal fungsional yaitu kumpulan gejala yang terdiri dari nyeri perut, distensi dan gangguan pola defekasi tanpa adanya gangguan mekanik, inflamasi atau biokimia yang dapat menjelaskan gejala ini. IBS mengenai 10-15% populasi di Amerika Serikat dimana lebih sering pada wanita dibanding pria yaitu 3:1 dengan usia berkisar 30-50 tahun. 1,2,3,4,5,6

Sampai saat ini tidak ada teori yang menyebutkan bahwa IBS disebabkan oleh satu faktor saja. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya IBs antara lain gangguan motilitas, intoleransi makanan, abnormalitas sensoris, abnormalitas dari interaksi aksis brain-gut, hipersensitivitas viseral dan paska infeksi usus.1,2,3,4,5,6

Pada akhir 1970an dokter menentukan IBS dengan menggunakan kriteria Manning yang berdasarkan gejala. Namun karena kriteria ini tidak memuaskan dan kadang membingungkan, maka digunakan kriteria Roma I yang kemudian disederhanakan dengan kriteria Roma II berdasarkan konsensus tahun 1999 (tabel 1).


(3)

Pada beberapa keadaan IBS dibagi dalam beberapa subgrup berdasarkan keluhan yang dominan. Subgrup yang sering digunakan yaitu IBS predominan nyeri perut, IBS predominan diare, IBS predominan konstipasi dan IBS alternating pattern.1,2,3,4,5,6

Ada beberapa tanda alarm yang harus diperhatikan sehingga diagnosis lebih menjurus kearah suatu penyakit organik dari pada IBS yaitu antara lain onset umur lebih dari 55 tahun, riwayat keluhan pertama kali kurang dari 6 bulan, perjalanan penyakitnya progresif atau sangat berat, perdarahan peranus, anoreksia, berat badan menurun, riwayat keluarga menderita kanker dan pada pemeriksaan fisik ditemukan kelainan misalnya distensi abdomen, anemia atau demam. Apabila tanda-tanda alarm ini ditemukan selain gejala-gejala IBS maka penyebab organik harus dipikirkan dulu sehingga pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lain harus segera dilakukan (gambar 1).1,2,3,4,5,6


(4)

Penatalaksanaan IBS meliputi modifikasi gaya hidup, intervensi psikologi dan farmakoterapi. Ketiga bentuk pengobatan ini harus berjalan bersamaan. 1,2,3,4,5,6

PENATALAKSANAAN

Tujuan pengobatan IBS ialah meningkatkan efektifitas pengobatan serta mengurangi gejala klinis dan berbagai efek samping yang mungkin timbul selama pengobatan. Tujuan ini akan tercapai dengan melakukan pendekatan terapi paripurna yaitu memperhatikan segi fisik dan psikososial.1 Lacy (2003) menyatakan bahwa langkah awal dalam penatalaksanaan IBS ialah membina kepercayaan dalam hubungan dokter dengan pasien agar manfaat penatalaksanana IBS lebih maksimal dan meminimalkan doctor shopping serta memberikan edukasi sehingga pasien mengerti tentang penyakitnya.1,7,12,17

Oleh karena penyebab IBS tidak diketahui secara pasti maka pengobatan IBS hanya berdasarkan pada beratnya keluhan dan kondisi penderita serta pengaruh faktor psikososial penderita, sehingga tidak ada terapi yang cocok untuk penderita IBS secara umum, melainkan setiap individu berbeda terapinya satu sama lain.8,12,15,21 (Gambar 2)


(5)

Penatalaksanaan IBS dapat berupa perubahan pola hidup penderita, terapi psikologis dan terapi farmakologis.(Gambar 2)1,2,3,11,14,20

I.Modifikasi pola hidup

Pasien IBS sering mengeluh gejala eksaserbasi setelah mengkonsumsi makanan dan minuman tertentu, oleh karena itu makanan dan minuman tersebut harus dihindarkan.2,12 Jika keluhan menghilang setelah menghindari makanan dan minuman yang dicurigai sebagai pencetus, dapat dicoba untuk dikonsumsi lagi setelah 3 bulan dengan jumlah diberikan secara bertahap.2

Diet rendah gula (sorbitol dan manitol) dapat mengurangi keluhan diare. Kopi dan coklat sebaiknya dihindari karena menstimulasi aktifitas usus. Lemak perlu dikurangi untuk mencegah produksi cholecystokinin. Menelan udara saat makan terlalu cepat atau makan ambil bicara, menghisap permen karet dan minum soda harus dihindari karena menimbulkan perut kembung. Kacang-kacangan, kol, brokoli, kembang kol sebaiknya dihindari karena memproduksi gas dan menimbulkan kembung.1,7

Peningkatan asupan serat dari sereal, buah, sayuran dan padi – padian ditujukan pada IBS dengan gejala utama konstipasi untuk menyerap cairan, melunakkan massa feses sehingga mempercepat transit saluran cerna akibatnya jumlah gas dalam tubuh berkurang. Diduga serat dapat mengurangi konsentrasi garam empedu pada kolon dan meningkatkan tekanan intra kolon, sehingga secara tidak langsung mengurangi kontraksi kolon dan rasa nyeri.1,17,20,26

Pada penelitin pemberian serat 30 gr/hr dibanding placebo terhadap 18 pasien, membuktikan bahwa serat dapat meningkatkan massa feses dan memperpendek waktu transit intestinal, namun pada penelitian ini tidak menilai gejala. Sebaliknya penelitian lain melaporkan serat dosis tinggi tidak lebih baik dari plasebo dalam penyembuhan gejala IBS, bahkan pada sebagian kasus dapat terjadi perburukan gejala karena timbulnya distensi intraluminal yang disebabkan gas kolon akibat fermentasi serat oleh bakteri sehingga meningkatkn keluhan kembung pada banyak pasien. Oleh karena itu untuk mendapatkan perbaikan konstipasi yang bermakna dianjurkan mengkonsumsi serat yang mencukupi (20-30 gr/hr), dimana pemberiannya dimulai dengan dosis rendah dan dinaikkan perlahan dalam 3-4 minggu.5,13,26

II. Terapi Psikologis

Mesikipun dengan penelitian yang terbatas, data menunjukkan bahwa terapi psikologis mengurangi kecemasan dan gejala psikologis lainnya serta gejala gastrointestinal. Guthrie dkk


(6)

menyatakan bahwa terapi psikologis efektif pada 2/3 pasien IBS. Pada IBS yang ringan psikoterapi cukup dengan edukasi (penerangan tentang perjalanan penyakitnya). Pada IBS derajat sedang, relaksasi dan hypnotherapy dilaporkan dapat memperbaiki keluhan. Sedangkan pada IBS derajat berat selain terapi psikodinamik atau interpersonal dan cognitive behavioural therapy dibutuhkan juga obat-obat psikofarmaka .1,5,7,9

III. Terapi Farmakologis

Terapi Farmakologis yang ada saat ini mempunyai manfaat yang masih terbatas.16 Sehingga dalam memberikan obat-obatan harus selalu diingat bahwa obat-obatan mempunyai efek samping yang akan memperburuk kondisi psikis pasien.2,10,17 Saat ini tidak ada obat tunggal yang dapat diberikan pada pasien IBS, biasanya diberikan secara kombinasi.7 Dosis obat yang sering digunakan terdapat pada tabel 2.

A. Psikofarmaka

Pemberian anti depresan dosis rendah 25-75 mg/hari ternyata dapat memperbaiki motilitas saluran cerna dan merubah respon syaraf visceral.17,20 Namun cara kerja obat ini cukup lama, sehingga dianjurkan untuk digunakan selama 3-4 minggu agar mencapai dosis terapetik dan dilanjutkan selama 3 bulan sebelum di-tapering.5

Antidepresan golongan trisiklik (TCAs) yaitu trimipramine, doxepine, clomipramine, desipramine hydrochloride, mianserin dan amitryptiline memiliki efek anti kolinergik yang menimbulkan relaksasi pada kolon sehingga bermanfaat juga sebagai anti diare. Efek anti kolinergik ini mempengaruhi pula reseptor di otak untuk mengurangi kecemasan dan memperbaiki insomnia. Namun obat TCAs khususnya primary tricyclic amines seperti amitryptiline memiliki efek samping berupa mulut kering, mata kering, retensi urin dan penambahan berat badan. Sebaliknya secondary tricyclic amines seperti

desipramine memiliki afinitas yang lebih rendah terhadap histamin, asetilkolin dan α 1-adrenergic receptor sehingga lebih dapat ditoleransi.12,17

Antidepresan golongan selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) seperti paroxetine (10-40 mg/hari), sertraline dan fluoxetine dapat meningkatkan motilitas kolon.1 Namun obat golongan SSRI ini tidak direkomendasikan sebagai first-line therapy pada IBS kecuali memiliki comorbid dengan depresi.20


(7)

B. Farmakoterapi 1. Nyeri abdomen

Antispasmodik atau spasmolitik

Obat-obat dengan efek antikolinergik paling sering diresepkan untuk mengurangi nyeri perut terutama setelah makan, yang bekerja dengan merelaksasikan (mengurangi kekuatan kontraksi) otot polos.5,17,20,21 Obat-obatan yang sudah beredar di Indonesia antara lain mebeverine (derivat phenylethylamine dari reserpin dengan sedikit efek atropin) 3x135 mg, hyocine butyl bromide 3x10 mg, chlordiazepoksid 5 mg/klidinium 2,5 mg 3x1 tab dan alverine 3x30 mg, merupakan spasmolitik dengan efek inhibisi langsung yang lebih tinggi pada otot polos. 2Dicyclomine hydrochloride menjadi pilihan karena memiliki efek samping antikolinergik nongastrointestinal lebih sedikit. Obat-obat ini bila digabung dengan antiansietas (benzodiazepin) dapat memperbaiki gejala pada 90% pasien. 1,5

Peppermint oil salut enteric yang tersedia sebagai Mintec atau Colpermin, juga mempunyai efek anti spasmodik dengan dosis yang dianjurkan 1 tablet 3 kali sehari.20

Dalam praktek klinik antispasmodik sebaiknya digunakan kalau perlu, dapat diberi 2x/hari untuk nyeri akut, distensi dan gembung. Penggunaan jangka panjang antispasmodik pada nyeri perut yang hilang timbul dan tidak dapat diramalkan timbulnya tidak dianjurkan karena tidak efektif.

Serotoninergic agents

Beberapa neurotransmiter terlibat dalam regulasi motilitas dan nyeri pada saluran gastrointestinal termasuk serotonin (5-hydroxytryptamine; 5-HT), P. calcitonin generalated peptide (CGRP), asetilkolin, vasoacive intestinal peptide dan nitric oxide. Konsentrasi reseptor 5-HT terutama reseptor tipe 4 (5-HT4) dan reseptor tipe 3 (5-HT3) yang tinggi diseluruh saluran gastrointestinal yaitu mencapai 95% dari seluruh konsentrasi di tubuh (sel otot polos, sel enterochromaffin), menunjukkan bahwa 5-HT mempunyai peranan penting dalam fisiologi dan fungsi gastrointestinal.7

5-HT3 receptor antagonist: Alosetron

Alosetron hydrochloride merupakan antagonis reseptor serotonin 5-HT3 yang selektif (reseptor yang meningkatkan kontraksi jika serotonin berikatan dengannya). Bekerja dengan menghambat reseptor serotonin 5-HT3, sehingga efektif mengurangi urgensi, frekuensi,dan nyeri viseral, serta menormalkan konsistensi feses.7 Obat ini dapat


(8)

diberikan sebelum dan sesudah makan. Namun sejak bulan November 2000 obat ini dibatasi peredarannya di United Kingdom karena tingginya efek samping konstipasi yang berat, kolitis iskemik dan perforasi usus.Sehingga penggunaannya lagi sejak akhir tahun 2002 dibatasi hanya untuk pasien wanita dengan IBS berat dimana diare sebagai gejala utama tidak dapat diobati dengan terapi konvensional. 5,12,16,17,20,21,23,26

5-HT4 receptor antagonist: Tegaserod

Tegaserod maleat adalah aminoguanidine indole, merupakan antagonis parsial dengan spesifisitas dan potensi pada reseptor 5-HT4 (reseptor yang menghambat kontraksi jika serotonin berikatan dengannya). Bekerja dengan menghambat reseptor serotonin 5-HT4 sehingga serotonin yang dilepas dari saraf intestinal (neurotransmiter) tidak dapat berikatan dengan reseptornya. Akibatnya terjadi peningkatan kontraktilitas otot polos intestinal serta penurunan sensasi nyeri viseral. Efek samping tegaserod yang sering dilaporkan adalah nyeri abdomen, diare, mual, flatus dan sakit kepala.5,7,8,21

Prucalopride merupakan derivat benzofurans yang bekerja sebagai antagonis spesifik reseptor 5-HT4. Obat ini menginduksi kontraksi pada kolon proksimal anjing secara in vivo, dan meningkatkan transit kolon pada orang sehat. Efek obat ini pada nyeri abdomen belum seluruhnya diketahui, dan penelitian terakhir didapati kecenderungan karsinogenik intestinal pada binatang.5,7,12

Obat lain

Obat lain yang masih baru dan masih dalam penelitian antara lain clonidine (0,1 mg, 2x/hari)suatu α 2-adrenoceptor antagonist yang dapat mengurangi perasaan nyeri saat distensi gaster dan meningkatkan rectal compliance pada pasien IBS dan kontrol yang sehat tanpa merubah transit gastrointestinal atau kolon.20,22,26 Fedotozine adalah opioid agonist dengan afinitas pada ĸ-receptor, yang dapat meningkatkan ambang nyeri yang di induksi distensi pada IBS. Buspirone suatu 5-HT1 agonist dapat menurunkan sensitivitas saraf sensorik dan merelaksasikan tonus kolon.21,22

2. Anti diare 2.1. Loperamide

Loperamide merupakan µ-opioid agonis sintetik yang dapat menurunkan motilitas intestinal, meningkatkan absorpsi air dan ion di intestinal serta meningkatkan tonus spincter ani.15,17,18,20 Loperamide tidak melewati sawar darah otak sehingga tidak menyebabkan ketagihan dan lama kerjanya yang panjang sehingga lebih disukai dari


(9)

golongan opiat lainnya.4,11,15,20 Satu kekurangan golongan opioid adalah kecenderungan untuk menimbulkan konstipasi. Loperamide lebih disukai dari diphenoxylate karena pemberian diphenoxylate dapat menimbulkan efek samping berupa disfungsi kandung kemih, glaukoma dan takikardia terutama pada orang tua.

Pada IBS dengan gejala utama diare terjadi peningkatan transit usus halus dan kolon proksimal, dan hal ini respon terhadap oabt golongan opioid.

2.2. Diphenoxylate

Diphenoxylate (lomotil) dapat mengurangi frekuensi defekasi dan meningkatkan massa feses dengan dosis yang diberikan 2,5-5 mg setiap 4-6 jam.3

2.3. Cholestyramine

Cholestryramine suatu resin pengikat asam empedu merupakan pilihan pada pasien IBS dengan gejala utama diare yang berulang terutama setelah menjalani reseksi ileum terminal.3,7,8,12,17 Sekitar 10% pasien IBS dengan gejala utama diare menunjukkan bukti melabsorbsi garam empedu.

2.4. Codein

Dengan dosis 15-30 mg, 1-3 x/hari, codein juga efektif untuk diare fungsional, tetapi sering menimbulkan efek sedasi dan ketergantungan obat.18

3. Konstipasi

Laksatif osmotik seperti laktulosa dan magnesium hidroksida serta pelumas feses seperti mineral oil digunakan untuk mengatasi konstipasi, sedangkan laksatif stimulan tidak dipergunakan karena memperburuk rasa nyeri abdomen pasien. Cairan isotonik yang mengandung polyethylene glycol menyebabkan efek samping yang lebih sedikit dari pada laksatif osmotik hipertonik.6,24

Tegaserod dapat meningkatkan akselerasi usus halus, sekresi cairan usus dan waktu transit feses di kolon. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tegaserod memperbaiki gejala pasien secara global dan meningkatkan frekuensi defekasi dan konsistensi feses.2,7

Adanya teori terbaru menurut Pimentel dkk yaitu Small Intestinal Bacterial Overgrowth (SIBO) sebagai penyebab IBS, menjadi tantangan bagi para ahli untuk mengetahui pengobatannya. Dua terapi terbanyak yang telah digunakan adalah antibiotik dan probiotik. Probiotik adalah bakteri hidup yang memberikan manfaat kesehatan jika dikonsumsi, antara lain lactobacilli (digunakan pada produksi yoghurt) dan bifidobacteria infantis 35624 yang keduanya


(10)

ditemukan pada saluran intestinal individu normal. Namun sayangnya mekanisme kerja probiotik ini belum jelas.21

Beberapa antibiotik baik monoterapi maupun kombinasi dilaporkan berhasil dalam pengobatan SIBO pada IBS yang dinilai dari perbaikan gejala atau hydrogen breath test yang normal (range: 40-70%). Jika salah satu antibiotik gagal dokter dapat menambahkan antibiotik lain atau menukar dengan antibiotik lain, namun belum ada kejelasan berapa dosis, lama pengobatan dan pengobatan pemeliharaan untuk mencegah berulangnya SIBO. Kebanyakan peneliti menggunakan antibiotik untuk 1-2 minggu. Beberapa antibiotik yang telah dipergunakan untuk terapi SIBO pada IBS adalah: 21

1. Neomycin oral selama 10 hari

2. Levofloxacin atau ciprofloxacin selama 7 hari 3. Metronidazole selama 7 hari

4. Kombinasi Levofloxacin dan Metronidazole selama 7 hari 5. Rifaximin (1200 mg/hari) selama 7 hari

Tabel 2. Dosis obat – obatan yang digunakaan pada pengobatan IBSdikutip dari 12,20,24,25 Golongan Antikolinergik

Dicyclomine hydrochloride 20 mg / 6 jam sebelum makan, dapat ditingkatkan menjadi 40 mg / 6 jam 6 jam, jika tidak efektif dalam 2 minggu hentikan pemakaian

Hyoscyamine sulfate 0,125 – 0,250 mg (1-2 tab) sublingual atau oral/ 4 jam, maksimal 1,5 gr/hari (12 tab)

(0,375 mg extended- relief tablets: 1 atau 2 tablet / 12 jam)

Golongan Antidiare

Loperamide 4 mg / hari (dosis awal), dengan dosis pemeliharaan 2-16 mg/hari, maksimal 16 mg/hari

Diphenoxylate (2,5mg) + Atropine sulfate 0,025 mg)

1-2 tablet 4 x sehari sebelum makan

Cholestyramine resin 1 bungkus (9 gr) dicampur dengan cairan, 1-2 kali / hari

Laksatif osmotik

Laktulosa 10 mg/15 ml sirup; 15-30 ml/hari (maksimal 60 ml/ hari)

Polyethylene glycol solution 17 gr dilarutkan dalam 240 ml air /hari

Pelumas feses

Mineral oil 15-45 ml peroral 3-4x/hari atau 60-150 ml perectal tunggal


(11)

Cisapride monohydrate 5-20 mg peroral 15-30 menit sebelum makan

Golongan Tricyclic

Amitriptyline 10-25 mg (dosis awal) setiap malam sebelum tidur dapat ditingkatkan menjadi 100 mg

Nortriptyline 25 – 75 mg

Desipramine 10-50 mg (dosis awal) setiap malam sebelum tidur dapat ditingkatkan menjadi 150 mg

Imipramin 10-50 mg peroral

Golongan Serotonin

Alosetron 1 mg/hari peroral selama 4 minggu (dosis awal), dengan dosis pemeliharaan 1 mg/12-24 jam, jika tidak efektif dalam 4 minggu hentikan pemakaian Tegaserod 6 mg/12 jam peroral i/2 jam sebelum makan

selama 4-12 minggu

PROGNOSA

Penyakit IBS tidak akan meningkatkan mortalitas namun kesembuhan yang menetap jarang dijumpai. Gejala muncul secara periodik sehingga bersifat `remisi dan relaps`. Apabila tidak diobati, biasanya setelah 1 tahun gejala-gejala akan hilang pada 12% kasus, membaik pada 36% dan sisanya 52% keluhan akan menetap bahkan memburuk. Dengan pengobatan yang ada sekarang ini hanya 33% pasien bebas gejala sesudah satu tahun sisanya menetap selama 1-10 tahun perawatan.1,2,3

KESIMPULAN

Irritable Bowel Syndrome (IBS) merupakan kelainan fungsional kolon yang sering dijumpai, yang mempengaruhi aktivitas sehari – hari serta menimbulkan gangguan dibidang ekonomi. Sindroma ini lebih sering di jumpai pada wanita. Gejala berupa keluhan gastrointestinal yang kronik, tanpa adanya kelainan anatomi maupun biokimia. Diagnosis ditegakkan menggunakan kriteria diagnostik berdasarkan gejala, yaitu kriteria Roma II. Tampaknya tidak ada obat yang cocok untuk penderita IBS secara umum, sehingga setiap individu berbeda obatnya satu sama lain. Pedoman pendekatan pengobatan yang rasional pada IBS yaitu tergantung pada gejala yang dikeluhkan penderita, dimana pengobatan dapat berupa perubahan pola hidup, terapi psikologi dan terapi farmakologis. Untuk memaksimalkan efikasi penatalaksanana IBS perlu pembentukan kepercayaan dalam hubungan dokter dengan pasien.


(12)

DAFTAR PUSTAKA:

1. Kwong – Ming F. Irritable Bowel Syndrome in : Guan R, Kang JY, Ng HS Merican I, Eds. Management of common gastroenterological problems : a Malaysia & Singapore perspective. 3rd ed. Singapore; Havas Medi Media, 2006. p.102-15.

2. Yamada, Tadataka. Irritable Bowel Syndrome and Motor Disorders of the Colon. In Handbook of Gastroenterology. 2rd ed. Philadelphia; Lippincott Williams & Wilkins, 2005. p.340-5

3. Sujono Hadi. Sindroma Usus Iritatif. Dalam Gastroenterologi. Edisi ke-7. Bandung; Alumni, 2002. p.349-58

4. Manan C. Irritable Bowel Syndrome. Dalam: Aru W Sudoyo, Ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4. Jilid I. Jakarta; FK UI, 2006. p.383-4

5. Croghan A. Recognizing and Managing Patients with Irritable Bowel Syndrome. Journal of the American Academy of Nurse Practitioners: Feb 2005;17 (2). p.51-7

6. Robin C.S. Irritable Bowel Syndrome. British Medical Bulletin: 2005; 72. p.15-29

7. Terry D. B. Irritable Bowel Syndrome. Australian Family Physician: April 2005; 34 (4). p. 221-4

8. Rossana M. Irritable Bowel Syndrome. Medicine and Health Rhode Island: Oct 2005; 88 (10). p. 342-5

9. Fermin M. Pharmacological Treatment of the Irritable Bowel Syndrome and Other Functional Bowel Disorders. Digestion: 2006; 73 (suppl 1). p. 28-37

10.Susan K. H, Stephen M. G. Treatment of the Irritable Bowel Syndrome. American Family Physician: Dec 2005; 72 (12). p. 2501-6

11.Robin S. Clinical update: Irritable Bowel Syndrome. The Lancet: May 2007; 369. p.1586-8

12.Morgan T, Robson KM. Irritable Bowel Syndrome. Postgrad Med: Nov 2002; 112 (5). p. 30-40

13.Whorwell P. J. Irritable Bowel Syndrome: diagnosis and management. BMJ: Feb 2006; 332. p. 280-3

14.Wiliam E. C. Irritable Bowel Syndrome. BMJ: March 2005; 330. p. 632

15.Horwitz B. J, Fisher R. S. The Irritable Bowel Syndome. N Engl J Med: June 2001; 334 (24). p. 1846–50.

16.Paterson et al. Recommendation for the management of irritable bowel syndrome in family practice. JAMC: July 1999; 161 (2). p. 154-60

17.Janet M. T. Irritable Bowel Syndrome. JAMA: Feb 2006; 295 (8). p. 960

18.National Prescribing Centre. Irritable Bowel Syndrome. MeReC Bulletin: 2000; 11 (11). p. 41-4

19.Eli D. E. Irritable Bowel Syndrome. Geriatrics: Jan 2005; 60 (1). p. 25-8

20.Mudjaddid E. Peran Psikopatologi pada Sindrom Kolon Iritabel: Seberapa penting?. Dalam Alwi I, Setiati S, Kasjmir YI, dkk, Editor. Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam 2002. Jakarta. Pusat Informasi Dan Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UI. 2002. h. 54-64

21.Canan aVunduc. Irritable Bowel Syndrome in Manual of Gastroenterology. 3rd ed. Philadelphia; Lippincott Williams & Wilkins, 2002. p. 223-7

22.Jenifer K. L. Irritable Bowel Syndrome. Available at:

http://www.emedicine.com/med/topic 1190.htm

23.Irritable Bowel Syndrome Treatment. Available at:


(13)

24.Treatment of the Irritable Bowel Syndrome. Available at:

http://www.mayoclinic.com/health/irritable-bowel-syndrome

25.M. F. Baba. Irritable Bowel Syndrome. Available at:

http://www.emedicine.com/ped/topic 1210.htm

26.Jay M. Irritable Bowel Syndrome. Available at: http://www.medicinenet.com

27.Salisbury C. Diet for Irritable Bowel Syndome. Available at:


(14)

(1)

golongan opiat lainnya.4,11,15,20 Satu kekurangan golongan opioid adalah kecenderungan untuk menimbulkan konstipasi. Loperamide lebih disukai dari diphenoxylate karena pemberian diphenoxylate dapat menimbulkan efek samping berupa disfungsi kandung kemih, glaukoma dan takikardia terutama pada orang tua.

Pada IBS dengan gejala utama diare terjadi peningkatan transit usus halus dan kolon proksimal, dan hal ini respon terhadap oabt golongan opioid.

2.2. Diphenoxylate

Diphenoxylate (lomotil) dapat mengurangi frekuensi defekasi dan meningkatkan massa feses dengan dosis yang diberikan 2,5-5 mg setiap 4-6 jam.3

2.3. Cholestyramine

Cholestryramine suatu resin pengikat asam empedu merupakan pilihan pada pasien IBS dengan gejala utama diare yang berulang terutama setelah menjalani reseksi ileum terminal.3,7,8,12,17 Sekitar 10% pasien IBS dengan gejala utama diare menunjukkan bukti melabsorbsi garam empedu.

2.4. Codein

Dengan dosis 15-30 mg, 1-3 x/hari, codein juga efektif untuk diare fungsional, tetapi sering menimbulkan efek sedasi dan ketergantungan obat.18

3. Konstipasi

Laksatif osmotik seperti laktulosa dan magnesium hidroksida serta pelumas feses seperti mineral oil digunakan untuk mengatasi konstipasi, sedangkan laksatif stimulan tidak dipergunakan karena memperburuk rasa nyeri abdomen pasien. Cairan isotonik yang mengandung polyethylene glycol menyebabkan efek samping yang lebih sedikit dari pada laksatif osmotik hipertonik.6,24

Tegaserod dapat meningkatkan akselerasi usus halus, sekresi cairan usus dan waktu transit feses di kolon. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tegaserod memperbaiki gejala pasien secara global dan meningkatkan frekuensi defekasi dan konsistensi feses.2,7

Adanya teori terbaru menurut Pimentel dkk yaitu Small Intestinal Bacterial Overgrowth (SIBO) sebagai penyebab IBS, menjadi tantangan bagi para ahli untuk mengetahui pengobatannya. Dua terapi terbanyak yang telah digunakan adalah antibiotik dan probiotik. Probiotik adalah bakteri hidup yang memberikan manfaat kesehatan jika dikonsumsi, antara lain lactobacilli (digunakan pada produksi yoghurt) dan bifidobacteria infantis 35624 yang keduanya


(2)

ditemukan pada saluran intestinal individu normal. Namun sayangnya mekanisme kerja probiotik ini belum jelas.21

Beberapa antibiotik baik monoterapi maupun kombinasi dilaporkan berhasil dalam pengobatan SIBO pada IBS yang dinilai dari perbaikan gejala atau hydrogen breath test yang normal (range: 40-70%). Jika salah satu antibiotik gagal dokter dapat menambahkan antibiotik lain atau menukar dengan antibiotik lain, namun belum ada kejelasan berapa dosis, lama pengobatan dan pengobatan pemeliharaan untuk mencegah berulangnya SIBO. Kebanyakan peneliti menggunakan antibiotik untuk 1-2 minggu. Beberapa antibiotik yang telah dipergunakan untuk terapi SIBO pada IBS adalah: 21

1. Neomycin oral selama 10 hari

2. Levofloxacin atau ciprofloxacin selama 7 hari 3. Metronidazole selama 7 hari

4. Kombinasi Levofloxacin dan Metronidazole selama 7 hari 5. Rifaximin (1200 mg/hari) selama 7 hari

Tabel 2. Dosis obat – obatan yang digunakaan pada pengobatan IBSdikutip dari 12,20,24,25 Golongan Antikolinergik

Dicyclomine hydrochloride 20 mg / 6 jam sebelum makan, dapat ditingkatkan menjadi 40 mg / 6 jam 6 jam, jika tidak efektif dalam 2 minggu hentikan pemakaian

Hyoscyamine sulfate 0,125 – 0,250 mg (1-2 tab) sublingual atau oral/ 4 jam, maksimal 1,5 gr/hari (12 tab)

(0,375 mg extended- relief tablets: 1 atau 2 tablet /

12 jam)

Golongan Antidiare

Loperamide 4 mg / hari (dosis awal), dengan dosis pemeliharaan 2-16 mg/hari, maksimal 16 mg/hari

Diphenoxylate (2,5mg) + Atropine sulfate 0,025 mg)

1-2 tablet 4 x sehari sebelum makan

Cholestyramine resin 1 bungkus (9 gr) dicampur dengan cairan, 1-2 kali / hari

Laksatif osmotik

Laktulosa 10 mg/15 ml sirup; 15-30 ml/hari (maksimal 60 ml/ hari)

Polyethylene glycol solution 17 gr dilarutkan dalam 240 ml air /hari

Pelumas feses

Mineral oil 15-45 ml peroral 3-4x/hari atau 60-150 ml perectal tunggal


(3)

Cisapride monohydrate 5-20 mg peroral 15-30 menit sebelum makan

Golongan Tricyclic

Amitriptyline 10-25 mg (dosis awal) setiap malam sebelum tidur dapat ditingkatkan menjadi 100 mg

Nortriptyline 25 – 75 mg

Desipramine 10-50 mg (dosis awal) setiap malam sebelum tidur dapat ditingkatkan menjadi 150 mg

Imipramin 10-50 mg peroral

Golongan Serotonin

Alosetron 1 mg/hari peroral selama 4 minggu (dosis awal), dengan dosis pemeliharaan 1 mg/12-24 jam, jika tidak efektif dalam 4 minggu hentikan pemakaian Tegaserod 6 mg/12 jam peroral i/2 jam sebelum makan

selama 4-12 minggu

PROGNOSA

Penyakit IBS tidak akan meningkatkan mortalitas namun kesembuhan yang menetap jarang dijumpai. Gejala muncul secara periodik sehingga bersifat `remisi dan relaps`. Apabila tidak diobati, biasanya setelah 1 tahun gejala-gejala akan hilang pada 12% kasus, membaik pada 36% dan sisanya 52% keluhan akan menetap bahkan memburuk. Dengan pengobatan yang ada sekarang ini hanya 33% pasien bebas gejala sesudah satu tahun sisanya menetap selama 1-10 tahun perawatan.1,2,3

KESIMPULAN

Irritable Bowel Syndrome (IBS) merupakan kelainan fungsional kolon yang sering dijumpai, yang mempengaruhi aktivitas sehari – hari serta menimbulkan gangguan dibidang ekonomi. Sindroma ini lebih sering di jumpai pada wanita. Gejala berupa keluhan gastrointestinal yang kronik, tanpa adanya kelainan anatomi maupun biokimia. Diagnosis ditegakkan menggunakan kriteria diagnostik berdasarkan gejala, yaitu kriteria Roma II. Tampaknya tidak ada obat yang cocok untuk penderita IBS secara umum, sehingga setiap individu berbeda obatnya satu sama lain. Pedoman pendekatan pengobatan yang rasional pada IBS yaitu tergantung pada gejala yang dikeluhkan penderita, dimana pengobatan dapat berupa perubahan pola hidup, terapi psikologi dan terapi farmakologis. Untuk memaksimalkan efikasi penatalaksanana IBS perlu pembentukan kepercayaan dalam hubungan dokter dengan pasien.


(4)

DAFTAR PUSTAKA:

1. Kwong – Ming F. Irritable Bowel Syndrome in : Guan R, Kang JY, Ng HS Merican I, Eds. Management of common gastroenterological problems : a Malaysia & Singapore perspective. 3rd ed. Singapore; Havas Medi Media, 2006. p.102-15.

2. Yamada, Tadataka. Irritable Bowel Syndrome and Motor Disorders of the Colon. In Handbook of Gastroenterology. 2rd ed. Philadelphia; Lippincott Williams & Wilkins, 2005. p.340-5

3. Sujono Hadi. Sindroma Usus Iritatif. Dalam Gastroenterologi. Edisi ke-7. Bandung; Alumni, 2002. p.349-58

4. Manan C. Irritable Bowel Syndrome. Dalam: Aru W Sudoyo, Ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4. Jilid I. Jakarta; FK UI, 2006. p.383-4

5. Croghan A. Recognizing and Managing Patients with Irritable Bowel Syndrome. Journal of the American Academy of Nurse Practitioners: Feb 2005;17 (2). p.51-7

6. Robin C.S. Irritable Bowel Syndrome. British Medical Bulletin: 2005; 72. p.15-29

7. Terry D. B. Irritable Bowel Syndrome. Australian Family Physician: April 2005; 34 (4). p. 221-4

8. Rossana M. Irritable Bowel Syndrome. Medicine and Health Rhode Island: Oct 2005; 88 (10). p. 342-5

9. Fermin M. Pharmacological Treatment of the Irritable Bowel Syndrome and Other Functional Bowel Disorders. Digestion: 2006; 73 (suppl 1). p. 28-37

10. Susan K. H, Stephen M. G. Treatment of the Irritable Bowel Syndrome. American Family Physician: Dec 2005; 72 (12). p. 2501-6

11. Robin S. Clinical update: Irritable Bowel Syndrome. The Lancet: May 2007; 369. p.1586-8

12. Morgan T, Robson KM. Irritable Bowel Syndrome. Postgrad Med: Nov 2002; 112 (5). p. 30-40

13. Whorwell P. J. Irritable Bowel Syndrome: diagnosis and management. BMJ: Feb 2006; 332. p. 280-3

14. Wiliam E. C. Irritable Bowel Syndrome. BMJ: March 2005; 330. p. 632

15. Horwitz B. J, Fisher R. S. The Irritable Bowel Syndome. N Engl J Med: June 2001; 334 (24). p. 1846–50.

16. Paterson et al. Recommendation for the management of irritable bowel syndrome in family practice. JAMC: July 1999; 161 (2). p. 154-60

17. Janet M. T. Irritable Bowel Syndrome. JAMA: Feb 2006; 295 (8). p. 960

18. National Prescribing Centre. Irritable Bowel Syndrome. MeReC Bulletin: 2000; 11 (11). p. 41-4

19. Eli D. E. Irritable Bowel Syndrome. Geriatrics: Jan 2005; 60 (1). p. 25-8

20. Mudjaddid E. Peran Psikopatologi pada Sindrom Kolon Iritabel: Seberapa penting?. Dalam Alwi I, Setiati S, Kasjmir YI, dkk, Editor. Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam 2002. Jakarta. Pusat Informasi Dan Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UI. 2002. h. 54-64

21. Canan aVunduc. Irritable Bowel Syndrome in Manual of Gastroenterology. 3rd ed. Philadelphia; Lippincott Williams & Wilkins, 2002. p. 223-7

22. Jenifer K. L. Irritable Bowel Syndrome. Available at: http://www.emedicine.com/med/topic 1190.htm 23. Irritable Bowel Syndrome Treatment. Available at:


(5)

24. Treatment of the Irritable Bowel Syndrome. Available at: http://www.mayoclinic.com/health/irritable-bowel-syndrome 25. M. F. Baba. Irritable Bowel Syndrome. Available at:

http://www.emedicine.com/ped/topic 1210.htm

26. Jay M. Irritable Bowel Syndrome. Available at: http://www.medicinenet.com 27. Salisbury C. Diet for Irritable Bowel Syndome. Available at:


(6)