Uji Antagonisme Isolat Mutan Sclerotium rolfsii Sacc Terhadap Isolat Tipe Liar Sclerotium rolfsii Sacc di Laboratorium

(1)

UJI ANTAGONISME ISOLAT MUTAN Sclerotium rolfsii Sacc. TERHADAP ISOLAT TIPE LIAR Sclerotium rolfsii Sacc. DI LABORATORIUM

SKRIPSI

OLEH :

NURAINUN NASUTION 080302049

HPT

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

UJI ANTAGONISME ISOLAT MUTAN Sclerotium rolfsii Sacc. TERHADAP ISOLAT TIPE LIAR Sclerotium rolfsii Sacc. DI LABORATORIUM

SKRIPSI

OLEH :

NURAINUN NASUTION 080302049

HPT

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana

di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Hasanuddin M.S.)

Ketua Anggota

(Prof. Dr. Ir. Darma Bakti M.S.)

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

ABSTRACT

Nurainun Nasution, “Antagonism test between mutated isolate of Sclerotium rolfsii Sacc. against wild type isolate of Sclerotium rolfsii Sacc. in laboratory, supervised by Hasanuddin and Darma Bakti. This research aims to

determine ability from mutated isolate of S. rolfsii to inhibit wild type isolate of S. rolfsii’s growth in laboratory. It was conducted in Plant Pathology Laboratory,

Faculty of Agriculture, University of Sumatra Utara, Medan from September until November 2012. It was done by using Completely Randomized Design Non Factorial with 7 treatments and 3 replications.

This research’s result showed that highest percentage of inhibiting zones contained at 10 minutes UV irradiated isolate (M2) at 67,63 % and the lowest

were at 30 minutes UV irradiated isolate (M6) at 52,80 %. Macroschopis of S. rolfsii experience of the change at 15 and 30 minutes UV irradiated isolate (M3 and M6) were in the form of colony more dense and compact, myselium like

cotton and hyphae in the form of refinement. Mutated isolate of S. rolfsii at 15, 20, 25, 30 minutes UV irradiated able to inhibit wild type isolate of S. rolfsii from producing sclerotia. UV Irradiation length is inversely proportional with mutated

of S. rolfsii’s growth speed and 30 minutes UV irradiated isolate decreasing S. rolfsii’s pathogenecity and virulency towards plants.


(4)

ABSTRAK

Nurainun Nasution, “Uji antagonisme isolat mutan Sclerotium rolfsii Sacc. terhadap isolat tipe liar Sclerotium rolfsii Sacc. di laboratorium” dibawah bimbingan Hasanuddin dan Darma Bakti. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan isolat mutan S. rolfsii dalam menghambat pertumbuhan isolat tipe liar S. rolfsii di laboratorium. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan pada bulan September sampai November 2012. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Non Faktorial dengan 7 perlakuan dan 3 ulangan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase daerah hambatan tertinggi terdapat pada isolat yang dipapari UV 10 menit (M2) sebesar 67,63 % dan terendah pada isolat yang dipapari UV 30 menit (M6) sebesar 52,80 %. Makroskopis dari S. rolfsii mengalami perubahan pada isolat yang dipapari UV selama 15 dan 30 menit (M3 dan M6) yaitu koloni rapat, miselium seperti kapas dan hifa halus. Isolat mutan S. rolfsii yang dipapari UV selama 15, 20, 25, dan 30 menit mampu menghambat pembentukan sklerotia isolat tipe liar S. rolfsii. Lama penyinaran berbanding terbalik dengan kecepatan pertumbuhan koloni dan

pemaparan UV selama 30 menit (M6) menurunkan patogenesitas dan virulensi S. rolfsii terhadap tanaman.


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis (Nurainun Nasution) lahir di Air Batu, Kabupaten Asahan pada tanggal 10 Februari 1990. Anak ke-empat dari empat bersaudara, dengan Ayahanda Sabari Nasution dan Ibunda Kusinem. Adapun riwayat pendidikan penulis adalah sebagai berikut:

Pendidikan Formal:

- Tahun 2002 penulis lulus dari SD Negeri 010041 Air Batu - Tahun 2005 penulis lulus dari SMP Swasta Yapendak Air batu - Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Kisaran

- Tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswa Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN), di Fakultas Pertanian, Program Studi Hama dan Penyakit Tumbuhan.

Pendidikan Informal:

- Tahun 2008-2012 sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman (IMAPTAN), Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. - Tahun 2008-2012 sebagai anggota dan pengurus Komunikasi Muslim

(KOMUS) Hama dan Penyakit Tumbuhan , Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

- Tahun 2009-2011 sebagai pengurus Unit Kegiatan Mahasiswa Merpati Putih (UKM-MP) Universitas Sumatera Utara.

- Tahun 2010 mengikuti Seminar Pertanian dengan tema “Meningkatkan Ketahanan Pangan Nasional” yang dilaksanakan oleh Syngenta Group.


(6)

- Tahun 2011 mengikuti Seminar Pertanian dengan tema “Meningkatkan Ketahanan Pangan Nasional” yang dilaksanakan oleh BKM Al- Mukhlisin Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

- Tahun 2011 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Perkebunan Nusantara III (PERSERO) Unit Tanah Raja, Perbaungan. - Tahun 2012 mengikuti seminar Nasional dan Rapat Tahunan BKS-PTN

Wilayah Barat bidang ilmu pertanian dengan tema “Pertanian Presisi Menuju Pertanian Berkelanjutan.

- Tahun 2012 sebagai asisten Laboratorium Bioteknologi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

- Tahun 2012 sebagai asisten Laboratorium Mikrobiologi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

- Tahun 2012 sebagai asisten Laboratorium Dasar Perlindungan Tanaman, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

- Tahun 2012 sebagai asisten Laboratorium Mikrobiologi Akuatik, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

- Tahun 2012 sebagai asisten Laboratorium Hama dan Penyakit Ikan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

- Tahun 2012 melaksanakan penelitian di Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “Uji Antagonisme Isolat Mutan Sclerotium rolfsii Sacc Terhadap Isolat Tipe Liar Sclerotium rolfsii Sacc di

Laboratorium”, disusun untuk mengembangkan ilmu pengetahuan terhadap S. rolfsii yang menyerang berbagai tanaman salah satunya tanaman kedelai, dan

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Hasanuddin M.S., selaku ketua komisi pembimbing dan Prof. Dr. Ir. Darma Bakti M.S., selaku anggota komisi pembimbing yang telah

banyak membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, kepada Dr. Lisnawita, S.P., M.Si., selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak

saran yang sifatnya membangun, serta Ir. Mukhtar Iskandar Pinem, M.Agr., selaku moderator dalam seminar hasil penelitian penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu. Semoga bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Medan, April 2013


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN Latar belakang ... 1

Tujuan penelitian ... 4

Hipotesis penelitian ... 5

Kegunaan penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Biologi S. rolfsii ... 6

Gejala serangan ... 7

Pengendalian penyakit ... 8

Mutasi mikroorganisme ... 9

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian ... 13

Bahan dan alat ... 13

Bahan ... 13

Alat ... 13

Metode penelitian ... 13

Pelaksanaan penelitian ... 15

Pembuatan Media PDA ... 15

Penyediaan sumber inokulum ... 15

Isolat tipe liar S. rolfsii. ... 15

Isolat mutan S. rolfsii ... 16

Uji antagonisme isolat mutan S. rolfsii terhadap tipe liar ... 16

Uji patogenesitas isolat mutan S. rolfsii. ... 17

Persiapan media tanam ... 17

Penanaman benih kedelai ... 17

Perbanyakan isolat mutan S. rolfsii ... 17


(9)

Peubah amatan ... 18

Kemampuan antagonis isolat mutan S. rolfsii terhadap tipe liar ... 18

Morfologi isolat mutan S. rolfsii ... 18

Diameter koloni isolat mutan S. rolfsii ... 19

Pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap diameter koloni isolat tipe liar S. rolfsii. ... 19

Luas pertumbuhan koloni isolat mutan S. rolfsii ... 19

Pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap luas pertumbuhan koloni isolat tipe liar S. rolfsii. ... 20

Jumlah sklerotia isolat mutan S. rolfsii. ... 20

Pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap Jumlah sklerotia koloni isolat tipe liar S. rolfsii ... 20

Patogenesitas isolat mutan S. rolfsii ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan antagonis isolat mutan S. rolfsii terhadap tipe liar ... 21

Morfologi isolat mutan S. rolfsii ... 25

Makroskopis ... 25

Mikroskopis ... 27

Diameter koloni isolat mutan S. rolfsii. ... 28

Pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap diameter koloni isolat tipe liar S. rolfsii ... 30

Luas pertumbuhan koloni isolat mutan S. rolfsii ... 32

Pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap luas pertumbuhan koloni isolat tipe liar S. rolfsii ... 35

Jumlah sklerotia isolat mutan S. rolfsii. ... 38

Pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap Jumlah sklerotia koloni isolat tipe liar S. rolfsii ... 41

Patogenesitas isolat mutan S. rolfsii ... 45

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 50

Saran ... 50 DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR GAMBAR

No Keterangan Gambar Hal

1. Biakan murni S. rolfsii. ... 6

2. Tanaman kedelai yang terserang S. rolfsii dan tanah di sekitar perakaran tanaman terserang ... 8

3. Lampu UV ... 10

4. Bagan peletakan kedua isolat pada cawan petri ... 17

5. Histogram beda uji rataan kemampuan antagonis isolat mutan S. rolfsii terhadap isolat tipe liar S. rolfsii ... 23

6. Pengujian antagonisme dengan menggunakan metode dual culture .... 24

7 Fotomikrograf mating type S. rolfsii perbesaran 1000 x ... 24

8 Biakan isolat S. rolfsii 3 hsi ... 25

9 Fotomikrograf dari isolat mutan S. rolfsii dari kiri ke kanan ... 27

10 Histogram beda uji rataan diameter koloni isolat mutan S. rolfsii ... 29

11 Histogram beda uji rataan pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap diameter koloni isolat tipe liar S. rolfsii ... 31

12 Histogram beda uji rataan pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap luas pertumbuhan koloni isolat tipe liar S. rolfsii ... 34

13 Histogram jumlah sklerotia isolat mutan S. rolfsii... 36

14 Histogram beda uji rataan pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap jumlah sklerotia isolat tipe liar S. rolfsii ... 37

15 Pembentukan sklerotia pada perlakuan M3 (kiri) dan perlakuan M6 16 Pembentukan sklerotia pada perlakuan M (kanan) pada 4 msi ... 38

1 17 Tanaman kedelai yang telah diaplikasikan isolat mutan S. rolfsii ... 41

... 39

18 Perbandingan perakaran kedelai antara kontrol dengan perlakuan ... 42

19 Sklerotia yang terbentuk di masing- masing media tanam setelah dibongkar ... 43


(11)

DAFTAR TABEL

No Keterangan Tabel Hal

1. Beda uji rataan kemampuan antagonis isolat mutan S. rolfsii terhadap isolat tipe liar S. rolfsii ... 22 2. Morfologi isolat mutan S. rolfsii secara makroskopis ... 25 3. Beda uji rataan rataan diameter koloni isolat mutan S. rolfsii ... 28 4 Beda uji rataan pengaruh isolat mutan S. rolfsii

terhadap diameter koloni isolat tipe liar S. rolfsii ... 30 5 Beda uji rataan luas pertumbuhan koloni isolat mutan S. rolfsii ... 32 6 Beda uji rataan pengaruh isolat mutan S. rolfsii

terhadap luas pertumbuhan koloni isolat tipe liar S. rolfsii ... 33 7 Beda uji rataan jumlah sklerotia dari isolat mutan S. rolfsii ... 35 8 Beda uji rataan pengaruh isolat mutan S. rolfsii

terhadap jumlah sklerotia isolat tipe liar S. rolfsii ... 37 9 Beda uji rataan keparahan penyakit isolat mutan S. rolfsii terhadap


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No Keterangan Tabel Hal

1 Bagan penelitian ... 49

2 Kemampuan antagonis isolat mutan dan tipe liar S. rolfsii terhadap isolat liar pada pengamatan 3 Hsi ... 51

3 Kemampuan antagonis isolat mutan dan tipe liar S. rolfsii terhadap isolat liar pada pengamatan 4 Hsi ... 53

4 Diameter koloni isolat mutan S. rolfsii pada pengamatan 1 Hsi ... 55

5 Diameter koloni isolat mutan S. rolfsii pada pengamatan 2 Hsi ... 57

6 Diameter koloni isolat mutan S. rolfsii pada pengamatan 3 Hsi ... 59

7 Pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap diameter koloni isolat tipe liar S. rolfsii pada pengamatan 1 Hsi ... 61

8 Pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap diameter koloni isolat tipe liar S. rolfsii pada pengamatan 2 Hsi ... 63

9 Pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap diameter koloni isolat tipe liar S. rolfsii pada pengamatan 3 Hsi ... 65

10 Pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap diameter koloni isolat tipe liar S. rolfsii pada pengamatan 4 Hsi ... 67

11 Luas pertumbuhan isolat mutan S. rolfsii pada pengamatan 1 Hsi ... 69

12 Luas pertumbuhan isolat mutan S. rolfsii pada pengamatan 2 Hsi ... 71

13 Luas pertumbuhan isolat mutan S. rolfsii pada pengamatan 3 Hsi ... 73

14 Pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap luas pertumbuhan koloni isolat tipe liar S. rolfsii pada pengamatan 1 Hsi ... 75

15 Pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap luas pertumbuhan koloni isolat tipe liar S. rolfsii pada pengamatan 2 Hsi ... 77

16 Pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap luas pertumbuhan koloni isolat tipe liar S. rolfsii pada pengamatan 3 Hsi ... 79

17 Pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap luas pertumbuhan koloni isolat tipe liar S. rolfsii pada pengamatan 4 Hsi ... 81

18 Jumlah sklerotia isolat mutan S. rolfsii pada pengamatan 1 Msi ... 83

19 Jumlah sklerotia isolat mutan S. rolfsii pada pengamatan 2 Msi ... 85

20 Jumlah sklerotia isolat mutan S. rolfsii pada pengamatan 3 Msi ... 87

21 Jumlah sklerotia isolat mutan S. rolfsii pada pengamatan 4 Msi ... 89

22 Pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap jumlah sklerotia isolat tipe liar S. rolfsii pada pengamatan 1 Msi ... 91

23 Pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap jumlah sklerotia isolat tipe liar S. rolfsii pada pengamatan 2 Msi ... 92

24 Pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap jumlah sklerotia isolat tipe liar S. rolfsii pada pengamatan 3 Msi ... 94

25 Pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap jumlah sklerotia isolat tipe liar S. rolfsii pada pengamatan 4 Msi ... 96

26 Persentase keparahan penyakit isolat mutan S. rolfsii pada pengamatan 1 Hsi ... 98

27 Persentase keparahan penyakit isolat mutan S. rolfsii pada pengamatan 2 Hsi ... 100

28 Persentase keparahan penyakit isolat mutan S. rolfsii pada pengamatan 3 Hsi ... 102


(13)

29 Persentase keparahan penyakit isolat mutan S. rolfsii pada

pengamatan 4 Hsi ... 104

30 Persentase keparahan penyakit isolat mutan S. rolfsii pada pengamatan 5 Hsi ... 106

31 Media beras sebagai bahan perbanyakan isolat mutan S. rolfsii. ... 108

32 Saat penginokulasian isolat mutan S. rolfsii ... 108

33 Pengamatan patogenesitas pada 3 hsi ... 108

34 Pengamatan patogenesitas pada 4 hsi ... 108

35 Perakaran tanaman kedelai setelah pengaplikasian isolat mutan ... 109

36 Rangkuman kegiatan selama penelitian ... 109

37 Deskripsi tanaman kedelai varietas anjasmoro ... 110


(14)

ABSTRACT

Nurainun Nasution, “Antagonism test between mutated isolate of Sclerotium rolfsii Sacc. against wild type isolate of Sclerotium rolfsii Sacc. in laboratory, supervised by Hasanuddin and Darma Bakti. This research aims to

determine ability from mutated isolate of S. rolfsii to inhibit wild type isolate of S. rolfsii’s growth in laboratory. It was conducted in Plant Pathology Laboratory,

Faculty of Agriculture, University of Sumatra Utara, Medan from September until November 2012. It was done by using Completely Randomized Design Non Factorial with 7 treatments and 3 replications.

This research’s result showed that highest percentage of inhibiting zones contained at 10 minutes UV irradiated isolate (M2) at 67,63 % and the lowest

were at 30 minutes UV irradiated isolate (M6) at 52,80 %. Macroschopis of S. rolfsii experience of the change at 15 and 30 minutes UV irradiated isolate (M3 and M6) were in the form of colony more dense and compact, myselium like

cotton and hyphae in the form of refinement. Mutated isolate of S. rolfsii at 15, 20, 25, 30 minutes UV irradiated able to inhibit wild type isolate of S. rolfsii from producing sclerotia. UV Irradiation length is inversely proportional with mutated

of S. rolfsii’s growth speed and 30 minutes UV irradiated isolate decreasing S. rolfsii’s pathogenecity and virulency towards plants.


(15)

ABSTRAK

Nurainun Nasution, “Uji antagonisme isolat mutan Sclerotium rolfsii Sacc. terhadap isolat tipe liar Sclerotium rolfsii Sacc. di laboratorium” dibawah bimbingan Hasanuddin dan Darma Bakti. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan isolat mutan S. rolfsii dalam menghambat pertumbuhan isolat tipe liar S. rolfsii di laboratorium. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan pada bulan September sampai November 2012. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Non Faktorial dengan 7 perlakuan dan 3 ulangan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase daerah hambatan tertinggi terdapat pada isolat yang dipapari UV 10 menit (M2) sebesar 67,63 % dan terendah pada isolat yang dipapari UV 30 menit (M6) sebesar 52,80 %. Makroskopis dari S. rolfsii mengalami perubahan pada isolat yang dipapari UV selama 15 dan 30 menit (M3 dan M6) yaitu koloni rapat, miselium seperti kapas dan hifa halus. Isolat mutan S. rolfsii yang dipapari UV selama 15, 20, 25, dan 30 menit mampu menghambat pembentukan sklerotia isolat tipe liar S. rolfsii. Lama penyinaran berbanding terbalik dengan kecepatan pertumbuhan koloni dan

pemaparan UV selama 30 menit (M6) menurunkan patogenesitas dan virulensi S. rolfsii terhadap tanaman.


(16)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kedelai merupakan tanaman pangan yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan berbagai kedelai yang kita kenal sekarang (Glycine max (L) Merril). Berasal dari daerah Manshukuo (Cina Utara). Di Indonesia, dibudidayakan mulai abad ke-17 sebagai tanaman pangan dan pupuk hijau. Penyebaran tanaman kedelai ke Indonesia berasal dari daerah Manshukuo menyebar ke daerah Mansyuria, Jepang (Asia Timur) dan ke negara-negara lain di Amerika dan Afrika (Kantor Deputi Menegristek, 2011).

Kedelai kaya akan protein yang memiliki arti penting sebagai sumber protein nabati untuk peningkatan gizi dan mengatasi penyakit kurang gizi seperti busung lapar. Perkembangan manfaat kedelai di samping sebagai sumber protein, makanan berbahan kedelai dapat dipakai juga sebagai penurun cholesterol darah yang dapat mencegah penyakit jantung. Oleh karena itu, ke depan proyeksi kebutuhan kedelai akan meningkat seiring dengan kesadaran masyarakat tentang makanan sehat. Produk kedelai sebagai bahan olahan pangan berpotensi dan berperan dalam menumbuhkembangkan industri kecil menengah bahkan sebagai komoditas ekspor (Simatupang et al. 2005).

Kedelai dapat dikembangkan sebagai suatu komoditas unggul. Hal ini disebabkan tersedianya potensi sumber daya lahan dan manusia yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang pengembangan komoditas ini. Demikian juga bahwa secara nasional kebutuhan akan jenis produk ini masih cukup tinggi, sehingga diperkirakan bahwa peluang pasarnya cukup baik (DPP & LP, 2006).


(17)

Menurut Deptan (2006), kebutuhan akan kedelai meningkat tiap tahunnya, sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk. Komoditas per kapita kedelai saat ini ± 8 kg/kapita/tahun. Diperkirakan setiap tahunnya kebutuhan akan kedelai adalah ± 1,8 juta Ton dan bungkil kedelai sebesar ± 1,1 juta Ton.

Luas panen dan produksi tanaman kedelai Indonesia 5 tahun terakhir

adalah: tahun 2006 mencapai 747.611 Ton dengan luas panen 580.534 Ha, tahun 2007 mengalami penurunan yaitu 592.534 Ton dengan luas panen 459.116 Ha, tahun 2008 mengalami peningkatan yaitu 775.710 Ton dengan luas

panen 590.956 Ha, berlanjut di tahun 2009 mencapai 974.512 Ton dengan luas panen 722.791 Ha, tahun 2010 kembali mengalami penurunan yaitu 907.031 Ton dengan luas panen 660.823 Ha (BPS, 2011).

Luas panen dan produksi tanaman kedelai Sumatera Utara 5 tahun terakhir adalah: tahun 2006 mencapai 7.042 Ton dengan luas panen 6.311 Ha., tahun 2007 mengalami penurunan yaitu 4.345 Ton dengan luas panen 3.747 Ha, tahun 2008 mengalami peningkatan yaitu 11.647 Ton dengan luas panen 9.597 Ha, yang

kemudian berlanjut di tahun 2009 mencapai 14.206 Ton dengan luas panen 11.494 Ha, dan tahun 2010 mengalami penurunan yaitu 9.439 Ton dengan luas

panen 7.803 Ha (BPS, 2011).

Berbagai upaya telah dilakukan untuk memacu peningkatan produksi menuju swasembada kedelai. Penggalian potensi sumber pertumbuhan produksi kedelai kembali digiatkan terutama perluasan areal tanam dan peningkatan produktivitas. Produksi kedelai saat ini belum dapat mencukupi permintaan kedelai di Indonesia sehingga tanaman palawija ini perlu ditingkatkan produksinya karena memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan sebagai


(18)

bahan pangan dan pakan ternak yang mengandung protein nabati tinggi (Nasikhah, 2008).

Menurut Martoredjo (1992), salah satu penghambat dalam peningkatan produksi kedelai adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur patogen. Jamur merupakan patogen terpenting karena jumlahnya yang sangat banyak dan

beberapa jenis jamur menjadi patogen pada beberapa komoditas pertanian. Sclerotium rolfsii merupakan salah satu jamur patogen, jamur tersebut merupakan

penyebab penyakit layu.

Penyakit yang disebabkan oleh S. rolfsii merupakan penyakit potensial pada tanaman kedelai karena tanaman yang terserang akan mati dan patogen dapat bertahan lama di dalam tanah dalam bentuk sklerotia. Penyakit ini sering ditemukan pada tanaman kedelai baik lahan kering, tadah hujan maupun pasang surut dengan intensitas serangan sebesar 5-55%. Tingkat serangan lebih dari 5 % di lapang sudah dapat merugikan secara ekonomi, tanaman kedelai yang terserang hasilnya akan rendah atau sama sekali gagal panen (Semangun, 2004). Menurut Agrios (1997), S. rolfsii adalah penyebab penyakit busuk batang, merupakan patogen tular tanah yang dapat menyerang kedelai, kubis-kubisan, tanaman famili Cucurbitaceae, seledri, jagung manis, selada, okra, bawang, lada, kentang, tomat, krisan, kapas, tembakau dan sebagainya

Patogen tular tanah pada tanaman dapat secara signifikan mengurangi hasil dan kualitas dari tanaman. Infeksi simultan dari patogen tular tanah ini terkadang beberapa diantaranya mengakibatkan penyakit kompleks yang dapat lebih merusak tanaman. Banyak penyakit yang disebabkan oleh patogen ini sulit untuk diprediksi, dideteksi dan didiagnosa. Selain itu tanah, merupakan


(19)

lingkungan sangat kompleks, sehingga menjadi tantangan untuk memahami

semua aspek penyakit yang disebabkan oleh patogen tular tanah ini (Koike et al. 2003).

Usaha untuk menurunkan nilai kerusakan yang disebabkan oleh jamur S. rolfsii telah banyak dilakukan. Penggunaan fungisida kimiawi sering menjadi

pilihan utama dalam mengendalikan penyakit busuk pangkal batang S. rolfsii, Namun fungisida dapat memberikan dampak negatif baik pada pengguna, sasaran maupun terhadap lingkungan (Wudianto, 1997).

Melihat kenyataan yang demikian, maka diperlukan upaya pengendalian yang lebih ramah lingkungan. Cara pengendalian yang saat ini sedang dikembangkan dan merupakan alternatif yang aman dibandingkan dengan menggunakan cara kimia adalah mengendalikan secara hayati dengan menggunakan mikroorganisme antagonis (Nasikhah, 2008). Menurut Hasanuddin (2003), mikroorganisme yang bersifat antagonis mempunyai pengaruh berlawanan terhadap mikroorganisme patogenik sehingga dapat dimanfaatkan sebagai suatu komponen dalam upaya pengendalian.

Pengendalian hayati adalah pemberian mikroba antagonis dan perlakuan tertentu untuk meningkatkan aktivitas mikroba tanah seperti pemberian bahan organik yang bertujuan agar mikroba antagonis menjadi tinggi aktivitasnya. Mikroba antagonis adalah mikroba yang aktivitasnya berdampak negatif terhadap kehidupan patogen (Abadi, 2003).

Pengendalian penyakit yang disebabkan oleh patogen tular tanah dengan menggunakan mikroorganisme antagonis belum banyak dilakukan di Indonesia, karena masih terbatasnya mikroorganisme yang berpotensi sebagai agens


(20)

pengendali hayati. Untuk itulah, dalam usaha mengintroduksi agens pengendali hayati, banyak metode yang saat ini dapat dilakukan salah satunya dengan mengisolasi strain nonpatogenik, baik itu berasal dari tanah supresif terhadap

penyakit layu (Alabouvette et al. 1996), dari jaringan akar tanaman (Yamaguchi et al. 1992), atau dari tipe liar (wild type) patogen itu sendiri yang

dibuat menjadi mutan melalui berbagai perlakuan mutasi (Freeman et al. 2002). Penggunaan sinar ultraviolet (UV) untuk memutasi strain patogenik (liar) menjadi strain nonpatogenik sudah dipraktekkan sejak lama. Sinar UV diketahui mampu menginduksi terjadinya mutasi pada mikroba, baik pada kondisi alamiah maupun laboratorium (Pelczar & Chan, 1986).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan isolat mutan S. rolfsii dalam menghambat pertumbuhan koloni isolat tipe liar S. rolfsii di

laboratorium.

Hipotesis Penelitian

Isolat mutan S. rolfsii dapat menjadi agen hayati antagonis terhadap isolat tipe liar (patogen S. rolfsii) di laboratorium.

Kegunaan Penelitian

− Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.


(21)

TINJAUAN PUSTAKA Biologi S. rolfsii

Menurut Alexopoulus & Mims (1979) jamur S. rolfsii dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Mycetaceae; Devisio : Mycopyta; Class : Deuteromycetes; Ordo : Mycelia Steril; Famili : Agonomycetaceae; Genus : Sclerotium; Species : S. rolfsii Sacc.

Gambar 1. Biakan S. rolfsii (A) berumur 3 hari (B)

berumur 3 minggu (a) sklerotia

Sclerotium mempunyai kulit yang kuat sehingga tahan terhadap suhu tinggi dan kekeringan. Di dalam tanah Sclerotium dapat bertahan sampai 6-7 tahun. Dalam cuaca kering Sclerotium dapat mengeriput, tetapi ini justru akan berkecambah dengan cepat jika kembali berada di lingkungan yang lembab (Semangun, 2004). Pada dasarnya ada dua jenis hifa yang dihasilkan S. rolfsii yaitu kasar dan lurus dengan ukuran sel (2-9 μm x 150-250 μm) (Fichtner, 2006) dan miselium yang terdiri dari benang-benang berwarna putih, tersusun seperti

bulu dan kapas (Gambar 1 A). Di sini jamur tidak membentuk spora (Semangun, 2004)

Untuk pemencaran dan untuk mempertahankan diri jamur membentuk sejumlah sklerotia (Gambar 1 B.a). Butir-butir ini mudah sekali lepas dan

A B


(22)

terangkut air (Semangun, 2004). Pada prinsipnya sklerotia terbentuk pada musim hujan dan menjadi inokulum pertama untuk penyakit. Berada dekat dengan permukaan tanah, sklerotia mungkin ada bebas di dalam tanah atau berasosiasi dengan sisa tanaman. Sklerotia yang terkubur dalam di dalam tanah mungkin hidup lebih kurang selama setahun, ketika berada di permukaan tanah kembali aktif dan mungkin berkecambah pada respon alkohol dan bahan-bahan yang lain mudah menguap yang berasal dari dekomposisi bahan tanaman (Fichtner, 2006). Menurut Punja & Rahe (2001), untuk menjaga struktur pelindung, sklerotia terdiri dari hifa yang aktif. Suhu optimum untuk pertumbuhan sklerotia adalah 27-30° C dan tidak aktif pada suhu dibawah 0°

Menurut Ferreira & Boley (1992), ukuran sklerotia mempunyai banyak bentuk yang dihasilkan oleh miselium, bulat dan putih ketika muda kemudian menjadi coklat gelap sampai hitam. Fichtner (2006) menyebutkan bahwa sklerotia mempunyai ukuran diameter (0,5 mm-2,0 mm) yang mulai berkembang setelah 4-7 hari dari pertumbuhan miselium.

C.

Gejala Serangan

S. rolfsii pertama sekali menyerang batang, meskipun mungkin menginfeksi beberapa bagian tanaman dibawah kondisi lingkungan yang sesuai termasuk akar, buah, petiole, daun dan bunga. Tanda pertama infeksi, meskipun biasanya tidak terdeteksi, adalah coklat gelap pada batang atau di bawah tanah. Gejala pertama yang mungkin adalah proses penguningan dan kelayuan pada daun (Gambar 2 A). Gejala berikutnya (Gambar 2 B) terlihat lapisan putih atau benang miselium pada jaringan yang terinfeksi dalam tanah (Fichtner, 2006).


(23)

Gambar 2. (A) tanaman kedelai yang terserang S. rolfsii (B) tanah di sekitar perakaran tanaman terserang.

Penyakit ini sering juga disebut sebagai busuk pangkal batang atau busuk Sclerotium. S. rolfsii dapat menyerang kecambah atau semai dan menyebabkan penyakit semai (damping off). Dalam keadaan sangat lembab jamur juga dapat menyerang daun, tangkai, dan polong. Tanaman yang berumur 2-3 minggu paling rentan terhadap S. rolfsii (Semangun, 2004).

Pengendalian Penyakit

Pengendalian penyakit S. rolfsii dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya memecahkan masalah lahan, pergiliran tanaman dengan jagung, padi, dan tanaman graminae lainnya, jangan menutup tanah dengan sisa tanaman yang sama setelah musim tanam, memperhatikan keberadaan gulma pada musim tanam, dan penggunaan fungisida yang berformulasi debu (Lucas et al. 1985). Selain fungisida, Rahaju (2007) menyebutkan bahwa menggunakan mikroba yang bersifat antagonis merupakan salah satu alternatif pengendalian patogen tular tanah.

Menurut Yusriadi (2004), cara pengendalian biologi perlu dipertimbangkan untuk menekan perkembangan penyakit layu. Pengendalian penyakit layu dengan menggunakan mikroorganisme belum banyak dilakukan di Indonesia, karena masih terbatasnya mikroorganisme yang berpotensi sebagai agens pengendali


(24)

hayati bagi penyakit-penyakit yang bersifat patogen tular tanah. Menurut Cook & Baker (1996), keberhasilan pengendalian hayati sangat ditentukan oleh jenis dan jumlah inokulum antagonis yang diberikan, jenis patogen yang akan dikendalikan, dan faktor lingkungan yang mempengaruhi, serta cara aplikasi ke dalam tanah.

Menurut Pracaya (1991), dalam pengendalian hayati pengertian antagonisme adalah gangguan atau hambatan terhadap proses kehidupan (pertumbuhan, perbanyakan, infeksi, penyebaran, dan lain-lain) dari suatu organisme (patogen) oleh organisme lain (antagonis). Proses ini dapat terjadi antara organisme dalam satu spesies maupun antar genus dan spesies yang berbeda.

Mutasi Mikroorganisme

Mutasi merupakan perubahan genetik yang dapat diwariskan dan bagian evolusi yang penting. Apabila perubahan terjadi dalam pertumbuhan normal, perubahan ini disebut mutasi spontan. Skala waktu untuk laju mutasi tidak

dinyatakan dalam satuan jam atau hari melainkan dalam generasi (Pelczar & Chan, 2007).

Sinar Ultra Violet (UV) adalah salah satu penyebab terjadinya mutasi, dimana sinar ini akan melepaskan energi sehingga menyebabkan eksitasi elektron sehingga ion-ion menjadi reaktif dan memungkinkan perubahan susunan kimia DNA. Mutasi dapat berakibat pada kesalahan menyandi protein dan keadaan ini jika tidak bersifat letal, biasanya menimbulkan penampakan fenotip yang berbeda dari keadaan normalnya. Karena merupakan perubahan pada materi genetik, maka mutasi diwariskan pada keturunannya (Hut et al. 2008).


(25)

Salah satu sifat sinar UV (Gambar 3 B) adalah daya penetrasi yang sangat rendah. Selapis kaca tipis pun sudah mampu menahan sebagian besar sinar UV. Oleh karena itu, sinar UV hanya dapat efektif untuk mengendalikan mikroorganisme pada permukaan yang terpapar langsung oleh sinar UV, atau mikroba berada di dekat permukaan medium yang transparan (Atlas, 1994).

Gambar 3. Lampu UV yang digunakan selama percobaan berlangsung (A) Lampu UV (B) keadaan lampu UV setelah dihidupkan

Radiasi sinar UV pada proses mutagenesis dapat mengubah patogen menjadi nonpatogenik (Freeman et al. 2002). Mekanisme yang menyebabkan

patogen berubah menjadi nonpatogenik ini, disebabkan oleh adanya perubahan biokimia pada strain nonpatogenik tersebut, yaitu berkurangnya

produksi enzimpektik lyase ekstraseluler, menurunnya aktifitas

polygalacturonase, dan terjadinya defisiensi sekresi enzim ekstraseluler (Yamaguchi et al. 1992).

Radiasi UV dapat dibagi menjadi panjang gelombang berkisar 380–200 nm dan UV vakum dengan panjang gelombang berkisar 200–10 nm.

Tingkat inaktifasi mikroorganisme sangat tergantung pada dosis UV yang digunakan. Kinetika inaktifasi mikroorganisme pada desinfeksi menggunakan UV mengikuti hukum Chick, pada persamaan berikut:

A


(26)

N = No . e Dengan:

-k.I.t

N = jumlah mikroorganisme setelah dipapari UV pada waktu pemaparan (t) No = jumlah mikroorganisme awal (t=0)

k = koef. Tingkat inaktifasi mikroorganisme selama waktu tertentu (tergantung pada faktor kualitas air)

I = intensitas UV

Bryan et al. 1992; White, 1992; USEPA, 1996; dalam Cahyonugroho, 2010, memodifikasi persamaan tersebut menjadi persamaan berikut:

In N/No = -k.I.t

Tanda negatif pada persamaan tersebut mengindikasi adanya penurunan dari jumlah mikroorganisme setelah waktu tertentu. Berdasarkan persamaan hukum Chick, maka jumlah mikroorganisme yang tersisa dapat dihitung sebagai fungsi dosis dan waktu pemaparan (Susanti et al. 2009).

Sadana et al. (1979) melaporkan dalam penelitiannya bahwa pemaparan irradiasi UV selama 20 menit terhadap isolat S. rolfsii berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan dari isolat mutan yang terbentuk jika dibandingkan dengan tetuanya.

Susanti et al. (2009), melaporkan dalam penelitiannya terhadap isolat Fusarium oxysporum f.sp lycopersici yang telah dimutasi memiliki kemampuan

dan ketahanan untuk mentoleransi pengaruh-pengaruh yang bersifat merugikan menyebabkan beberapa konidia jamur dapat tetap ditumbuhkan

pada media biakan. Selain itu, terjadi perubahan pigmen dari strain F. oxysporum f.sp lycopersici bersifat genetis sehingga secara konsisten

diturunkan ke keturunannya, dan ada yang bersifat sementara. Perubahan pigmen yang bersifat sementara ini mungkin hanya disebabkan oleh kerusakan pigmen karena adanya pengaruh dari radiasi sinar UV, sehingga tidak diwariskan ke


(27)

keturunannya. Selain itu pada salah satu isolat, kembalinya warna pigmen ini mungkin disebabkan jamur tersebut karena memiliki kemampuan untuk memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh sinar UV. Selanjutnya pada pengujian patogenesitas F. oxysporum f.sp lycopersici, isolat-isolat yang diinokulasikan pada tanaman tomat baik dengan cara perendaman akar tanaman tomat atau pencampuran pada media tanam, menunjukkan adanya perubahan tingkat patogenesitas yang berbeda. Berdasarkan hasil tersebut, hanya dua isolat yang masih tetap bersifat patogenik, sedangkan isolat-isolat lainnya mengalami kehilangan patogenesitasnya. Day (1974), dalam penelitiannya diperoleh informasi bahwa mutanPenicillium expansum dan F. oxysporum f. sp. lycopersici yang diradiasi dengan sinar UV menunjukkan penurunan patogenesitasnya.


(28)

METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

pada ketinggian tempat ± 25 meter dpl (di atas permukaan laut) pada bulan September sampai November 2012.

Bahan dan Alat Bahan

Adapun bahan yang digunakan dalam melaksanakan penelitian ini adalah,

aquades, Media Potato Dextrose Agar (PDA), tanaman kedelai yang terserang S. rolfsii, benih kedelai varietas Anjasmoro, cling wrap, kapas, alkohol, air suling

steril, spritus, alumunium foil, dan kertas steencil, beras, klorox. Alat

Adapun alat yang digunakan pada penelitian ini adalah cawan petri, erlemeyer, cutter, handsprayer, batang pengaduk, mikroskop binokuler, autoklaf, lampu bunsen, timbangan analitik, Laminar Air Flow, lampu UV dengan kriteria

short wave ultraviolet (Model EVF-240C/F, 230 VOLTS, 50 HZ 17 AMPS) 15 watt panjang gelombang 254 nm, tabung reaksi, polibeg, inkubator, oven, hot plate, mikropipet, pipet ukur, mortar, pestel, beaker glass, jarum inokulum,

pinset, glass root (batang L), kotak peletakan UV, jangka sorong. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Non Faktorial dengan 7 perlakuan, yaitu :


(29)

Isolat Mutan (M) : M0 M

: Kontrol (Tanpa Pemaparan) 1

M

: Pemaparan selama 5 menit 2

M

: Pemaparan selama 10 menit 3

M

: Pemaparan selama 15 menit 4

M

: Pemaparan selama 20 menit 5

M

: Pemaparan selama 25 menit 6

Dengan jumlah ulangan diperoleh dengan menggunakan rumus =

: Pemaparan selama 30 menit

(t-1)r ≥ 15 (7-1)r ≥ 15 6r ≥ 15 6r ≥ 15 r ≥ 15/6 r ≥ 2,5 ≈ 3

Ulangan yang digunakan adalah sebanyak 3 ulangan, Total unit percobaan : 21 Percobaan

Bagan penelitian yang dilaksanakan adalah sebagai berikut:

M0A M6C M0

M

C

1A M2B M1

M

C

4C M1B M2

M

C

3A M6B M4

M

B

4A M3C M2

M

A

5A M3B M5

M

C


(30)

Data hasil penelitian dianalisis menggunakan sidik ragam dengan model linier sebagai berikut :

Yij Dimana :

= µ + αi + ij

Yij

µ = efek nilai

= Respon atau nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

αi = efek blok dari taraf ke-i ∑ij = efek error

(Sastrosupadi, 2000). Pelaksanaan Penelitian

1. Pembuatan Media PDA

Kentang 250 g dipotong dadu kecil kemudian direbus dalam 1 liter air. Setelah air mendidih dan kentang matang, disaring dan diambil air saringannya. Selanjutnya dekstrosa 20 g dan agar 20 g dimasukkan dalam air hasil saringan. Dipanaskan lagi sampai agar larut dan homogen. Setelah mendidih disaring dan ditambah air sampai volume akhir 1 liter, dimasukkan dalam erlemeyer kemudian disumbat kapas dan ditutup dengan alumunium foil, disterilkan dengan autoclave pada suhu 121°C dengan tekanan 15 psi selama 15 menit (Nasikhah, 2008).

2. Penyediaan Sumber Inokulum a. Isolat TipeLiar S. rolfsii

Isolat tipe liar S. rolfsii diisolasi dari perakaran atau pangkal batang

tanaman kedelai yang terinfeksi S. rolfsii. Bagian tanaman tersebut didisinfeksi dengan cara mencelupkan ke dalam larutan natrium hipoklorit 1 % selama lima detik, kemudian dicuci dengan air steril dan dikeringkan lalu ditanam di Media


(31)

PDA. Selanjutnya biakan diinkubasi selama 5 hari pada suhu kamar. Jamur yang tumbuh diamati secara makroskopis dan mikroskopis. Hasil pengamatan diidentifikasi berdasarkan deskripsi yang dikemukakan oleh Barnett dan Hunter (1972). Biakan murni hasil isolasi jamur S. rolfsiidiperbanyak dalam Media PDA dan diinkubasi pada suhu kamar selama 5 hari (Astiko et al. 2009).

b. Isolat Mutan S. rolfsii

Disediakan 8-10 sklerotia, lalu digerus dengan menggunakan mortar dan pestel steril kemudian ditambahkan 2 ml air steril. Selanjutnya 1 ml suspensi sklerotia yang telah digerus dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml air steril. Setelah dilakukan pengenceran 10-1, diambil suspensi sklerotia sebanyak 0,1 ml kemudian dituang dan diratakan di seluruh permukaan Media PDA. Selanjutnya Media PDA tersebut dipaparkan terhadap radiasi lampu UV 15 W dengan panjang gelombang 254 nm dengan waktu pemaparan sesuai perlakuan. Jarak antara sklerotia yang diradiasi dengan lampu UV adalah 20 cm. Setelah irradiasi dengan sinar UV, sklerotia tersebut diinkubasi selama 48 jam dengan suhu 30°

3. Uji Antagonisme Isolat Mutan S. rolfsii Terhadap Isolat Tipe Liar

S. rolfsiidi Laboratorium

C, setelah itu diamati bentuk morfologi dari isolat mutan yang terbentuk (Sadana et al. 1979).

Pengujian kemampuan penghambatan isolat mutan S. rolfsii terhadap isolat tipe liar S. rolfsiidilakukan pada cawan petri diameter 9 cm yang telah diisi Media PDA. Selanjutnya isolat mutan S. rolfsii ditanam pada sisi kiri media biakan, sedangkan isolat liar S. rolfsii ditanam di tengah. Selanjutnya pertumbuhan dari kedua jamur tersebut diamati mulai 3 hari setelah inokulasi (hsi) hingga pertumbuhan koloni memenuhi cawan petri (Supriati et al. 2010).


(32)

Gambar 4. Bagan peletakan kedua isolat dalam cawan petri dengan metode dual culture

Keterangan:

M = isolat mutan S. rolfsii

L = tipe liar S. rolfsii

4. Uji Patogenesitas Isolat Mutan S. rolfsii a. Persiapan Media Tanam

Media tanam yang digunakan adalah tanah ultisol yang telah disterilisasi lalu dimasukkan ke dalam polibeg ukuran ¼ kg.

b. Penanaman Benih Kedelai

Pada setiap polibeg ditanam 2 benih kedelai dengan 3 ulangan. Selanjutnya dipilih 1 tanaman yang paling sehat untuk diinokulasi isolat mutan S. rolfsii.

c. Perbanyakan Isolat Mutan S. rolfsii

Isolat mutan S. rolfsii diperbanyak dengan cara diinokulasi pada media beras 10 g steril (Lampiran 31). Kemudian biakan diinkubasi selama 7 hari pada suhu kamar. Selanjutnya biakan siap diaplikasikan ke tanaman kedelai setelah media beras ditumbuhi isolat mutan S. rolfsii (Nasikhah, 2008).


(33)

d. Inokulasi Isolat Mutan S. rolfsii

Inokulasi isolat mutan S. rolfsii dilakukan setelah tanaman kedelai

berumur 2 Minggu di sekitar perakaran dan pangkal batang tanaman (Astiko et al. 2009).

Peubah Amatan

1. Kemampuan Antagonis Isolat Mutan S. rolfsii Terhadap Isolat Tipe Liar S. rolfsii

Pengamatan kemampuan antagonis isolat mutan S. rolfsii terhadap isolat tipe liar dilakukan dengan mengukur daerah hambatan yang dihasilkan isolat mutan S. rolfsii terhadap isolat tipe liar S. rolfsii. Persentase hambatan pertumbuhan (%) diamati pada umur 3 hsi sampai pertumbuhan koloni memenuhi cawan petri dengan menggunakan rumus:

R1 – R

I = x 100% 2

R dimana :

1 I = persentase daya hambat (%) R1

R

= jari-jari isolat tipe liar yang menjauhi isolat mutan S. rolfsii 2 = jari-jari isolat tipe liar yang mendekati isolat mutan S. rolfsii (Fokkema, 1976 dalam Rahaju, 2007).

2. Morfologi Isolat Mutan S. rolfsii

Pengamatan morfologi dari isolat mutan S. rolfsii diamati setelah suspensi gerusan sklerotia yang diirradiasi sinar UV diinkubasi selama 48 jam (2 hsi). Pengamatan dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis. Secara makroskopis meliputi warna, bentuk, kerapatan koloni serta jenis miselium dan hifa. Secara mikroskopis, dilakukan pengamatan hifa dan miselium dari isolat mutan S. rolfsii dengan menggunakan mikroskop binokuler perbesaran 100 x, 400 x, 1000 x.


(34)

3. Diameter Koloni Isolat Mutan S. rolfsii

Isolat mutan S. rolfsii dibiakkan dengan metode one point (satu titik) pada media PDA di cawan petri berdiameter 9 cm volume 20 ml/petri, dilakukan pengukuran diameter koloni isolat mutan S. rolfsii mulai dari 1-3 hsi, dengan cara mempolakan bentuk perkembangan koloni pada cawan petri menggunakan plastik transparan lalu digambar mengikuti pola perkembangan koloni tersebut. Perhitungan diameter koloni dilakukan dengan menggunakan jangka sorong. 4. Pengaruh Isolat Mutan S. rolfsii Terhadap Diameter Koloni Isolat

Tipe Liar S. rolfsii

Isolat mutan S. rolfsii dan isolat tipe liar S. rolfsii dibiakkan dengan metode two point (dua titik) pada media PDA di cawan petri berdiameter 9 cm volume 20 ml/petri, dilakukan pengukuran diameter koloni isolat tipe liar S. rolfsii mulai dari 1-4 hsi, dengan cara mempolakan bentuk perkembangan koloni pada cawan petri menggunakan plastik transparan lalu digambar mengikuti pola perkembangan koloni tersebut. Perhitungan diameter koloni dilakukan dengan menggunakan jangka sorong.

5. Luas Pertumbuhan Koloni Isolat Mutan S. rolfsii

Isolat mutan S. rolfsii dibiakkan dengan metode one point (satu titik) pada media PDA di cawan petri berdiameter 9 cm volume 20 ml/petri, dilakukan pengukuran luas pertumbuhan koloni isolat mutan S. rolfsii mulai dari 1-3 hsi, dengan cara mempolakan bentuk perkembangan koloni pada cawan petri menggunakan plastik transparan lalu digambar mengikuti pola perkembangan

koloni tersebut. Perhitungan luas pertumbuhan koloni dengan menggunakan leaf area meter.


(35)

6. Pengaruh Isolat Mutan S. rolfsii Terhadap Luas Pertumbuhan Koloni Isolat Tipe Liar S. rolfsii

Isolat mutan S. rolfsii dan isolat tipe liar S. rolfsii dibiakkan dengan metode two point (dua titik) pada media PDA di cawan petri berdiameter 9 cm volume 20 ml/petri, dilakukan pengukuran luas pertumbuhan koloni isolat tipe liar S. rolfsii mulai dari 1-4 hsi, dengan cara mempolakan bentuk perkembangan koloni pada cawan petri menggunakan plastik transparan lalu digambar mengikuti pola perkembangan koloni tersebut. Perhitungan luas pertumbuhan koloni dengan menggunakan leaf area meter.

7. Jumlah Sklerotia dari Isolat Mutan S. rolfsii

Jumlah sklerotia dari isolat mutan S. rolfsii diamati mulai 1 minggu setelah inokulasi (msi) hingga 4 msi.

8. Pengaruh Isolat Mutan S. rolfsii Terhadap Jumlah Sklerotia Isolat Tipe Liar S. rolfsii

Pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap jumlah sklerotia dari isolat tipe liar S. rolfsii diamati mulai 1-4 msi.

9. Patogenesitas Isolat Mutan S. rolfsii

Pengamatan terhadap patogenesitas dari isolat mutan S. rolfsii diamati tiap hari. Tanaman yang menunjukkan gejala kelayuan (terserang) dinilai berdasarkan skala di bawah ini:

Skala 1 = tidak ada gejala kelayuan Skala 2 = sebagian daun layu (ringan) Skala 3 = secara umum daun layu (sedang) Skala 4 = layu permanen


(36)

Keparahan penyakit isolat mutan S. rolfsii dihitung berdasarkan nilai skala yang diperoleh dengan menggunakan rumus yang digunakan oleh Direktorat Perlindungan Tanaman, Direktorat Jenderal Produksi Tanaman Pangan (2000) sbb:

∑ (ni x vi

KP = --- x 100 % )

Z x N Keterangan :

KP = Keparahan Penyakit

ni = Jumlah tanaman atau bagian tanaman contoh dengan skala kerusakan v

v

i i

N = Jumlah tanaman atau bagian tanaman contoh yang diamati

= Nilai skala kerusakan contoh ke-i


(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Kemampuan Antagonis Isolat Mutan S. rolfsii Terhadap Isolat Tipe Liar S. rolfsii

Analisis sidik ragam kemampuan antagonis isolat mutan S. rolfsii terhadap isolat tipe liar S. rolfsii dapat dilihat pada Tabel 1 (Lampiran 2-3).

Tabel 1. Beda uji rataan kemampuan antagonis isolat mutan S. rolfsii terhadap isolat

tipe liar S. rolfsii

Perlakuan Penghambat pertumbuhan (%)

3 Hsi 4 Hsi

M0 (Tanpa pemaparan) 56,64 a 64,66 a

M1 (Pemaparan selama 5 menit) 47,16 b 65,91 a M2 (Pemaparan selama 10 menit) 59,94 a 67,63 a M3 (Pemaparan selama 15 menit) 46,98 b 55,17 c M4 (Pemaparan selama 20 menit) 44,26 b 63,66 b M5 (Pemaparan selama 25 menit) 49,31 b 60,95 b M6 (Pemaparan selama 30 menit) 38,14 c 52,80 c

Keterangan : angka yang diikuti notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama

menyatakan berbeda nyata pada uji jarak duncan taraf 5%. Hsi = Hari setelah inokulasi

Tabel 1 menunjukkan bahwa kemampuan antagonis tertinggi terdapat pada perlakuan M2 (pemaparan 10 menit) sebesar 59,94% (3 hsi pada Gambar 6 B) dan 67,63 % (4 hsi) yang diikuti perlakuan M1 (pemaparan 5 menit) dan M0 (tanpa pemaparan). Sedangkan kemampuan antagonis terendah terdapat pada perlakuan M6 (pemaparan 30 menit) sebesar 38,14 % (3 hsi pada Gambar 6 A) dan 52,80 % (4 hsi). Hal ini menunjukkan bahwa waktu pemaparan UV berpengaruh terhadap perubahan kecepatan pertumbuhan dari S. rolfsii dan kemampuannya dalam menghambat tipe liarnya. Pemaparan UV terhadap isolat S. rolfsii menyebabkan terjadinya perubahan yang bersifat genetis sehingga besar kemungkinan diwariskan ke keturunannya. Freeman et al. (2002), menyebutkan bahwa pengaruh radiasi UV pada proses mutagenesis disebabkan oleh kemampuan sinar


(38)

0 10 20 30 40 50 60 70 80

M0 M1 M2 M3 M4 M5 M6

% pe ngh am bat pe r tum buhan Perlakuan 3 Hsi 4 Hsi UV dalam menginduksi perubahan secara genetis pada patogen, sehingga dapat mengubah patogen menjadi nonpatogenik.

Gambar 5. Histogram beda uji rataan kemampuan antagonis isolat mutan

S. rolfsii terhadap isolat tipe liar S. rolfsii

Pada 3 hsi (Gambar 5) diketahui bahwa kemampuan antagonis dari perlakuan M6 (pemaparan 30 menit) (38,14 %) berbeda sangat nyata dalam menghambat pertumbuhan isolat tipe liar S. rolfsii dibandingkan semua perlakuan. Pada 4 hsi, perlakuan M0 (tanpa pemaparan), M1 (pemaparan 5 menit) dan M2 (pemaparan 10 menit) berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa penetrasi sinar UV terhadap isolat S. rolfsii menyebabkan pertumbuhan yang relatif kurang stabil sehingga berpengaruh terhadap kemampuan antagonis dari masing-masing isolat. Selain itu, S. rolfsii yang dipapari dengan waktu yang lebih singkat, mampu menghambat pertumbuhan tipe liarnya (pemaparan 5 dan 10 menit) dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan M0 (tanpa pemaparan). Hal ini menunjukkan bahwa isolat tipe liar S. rolfsii memiliki kemampuan untuk memberikan hambatan pertumbuhan

terhadap sesamanya (satu species) dalam hal perebutan nutrisi dan ruang tumbuh. Sehingga mekanisme antagonis yang dihasilkan oleh isolat mutan S. rolfsii yang


(39)

dipapari selama 5 dan 10 menit dalam menekan populasi atau aktifitas dari S. rolfsii berupa kompetisi. Pracaya (1991), menyebutkan bahwa dalam

pengendalian hayati pengertian antagonisme adalah gangguan atau hambatan terhadap proses kehidupan (pertumbuhan, perbanyakan, infeksi, penyebaran, dan lain-lain) dari suatu organisme (patogen) oleh organisme lain (antagonis). Proses ini dapat terjadi antara organisme dalam satu spesies maupun antar genus dan spesies yang berbeda.

Gambar 6. Pengujian antagonisme dengan menggunakan metode dual culture pada 3 hsi (A) perlakuan M6 (B) perlakuan M2

Pertemuan miselium antara kedua isolat menghasilkan sebuah perkawinan (mating type). Mating type merupakan perkawinan secara seksual yang dilakukan oleh S. rolfsii. Menurut Schooley (1997) bahwa perkembangan jamur secara seksual terjadi ketika dengan tipe perkawinan (mating type) yang berbeda bersentuhan kemudian melebur membentuk zigot. Pengamatan mating type secara mikroskopis dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Fotomikrograf mating type S. rolfsii perbesaran 1000 x


(40)

2. Morfologi Isolat Mutan S. rolfsii a. Makroskopis

Morfologi isolat mutan S. rolfsii secara makroskopis dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 8.

Tabel 2. Morfologi isolat mutan S. rolfsii secara makroskopis

KODE

MORFOLOGI

Warna Bentuk Kerapatan koloni Jenis miselium dan hifa

M0 Putih Circular Jarang Bulu, lurus

M1 Putih Circular Jarang Bulu, lurus

M2 Putih Circular Jarang Bulu, lurus

M3 Putih Circular Rapat Kapas, halus

M4 Putih Circular Agak rapat Bulu, lurus

M5 Putih Circular Agak rapat Bulu, lurus

M6 Putih Circular Rapat Kapas, halus

Gambar 8. Biakan isolat S. rolfsii 3 hsi (A) Perlakuan M6 dengan metode dual culture

(B) biakan M0 (C) biakan M6 (kanan) dan biakan M3 (kiri)

(a) isolat mutan S. rolfsii (b) isolat liar S. rolfsii

a

A B

C


(41)

Tabel 2 dan Gambar 8 A menunjukkan perbedaan morfologi antara isolat mutan S. rolfsii (Gambar 8 A.a) dengan isolat tipe liar S. rolfsii (Gambar 8 A.b).

Perlakuan M3 dan M6 (pemaparan 15 dan 30 menit) koloni lebih rapat (Gambar 8 C) dibandingkan koloni tipe liarnya (Gambar 8 B). Kerapatan koloni

pada perlakuan M4 dan M5 (pemaparan 20 dan 25 menit) agak rapat dibandingkan koloni perlakuan M0, M1 dan M2

Pengamatan jenis miselium dan hifa yang terbentuk juga mengalami perubahan pada perlakuan M

(tanpa pemaparan, pemaparan 5 dan 10 menit). Sadana et al. (1979) melaporkan bahwa irradiasi UV selama 20 menit terhadap S. rolfsii berpengaruh terhadap kerapatan koloni menjadi lebih rapat dibandingkan dengan tetuanya.

3 dan M6

Irradiasi UV tidak berpengaruh terhadap warna serta bentuk koloni dari isolat mutan. Hal ini terjadi karena irradiasi UV merusak pada bagian sel-sel tertentu dan tidak semua sel dirusak. Sel yang dirusak akan mengalami perubahan genetik dari tetuanya. Atlas (1994) menyebutkan bahwa

(pemaparan 15 dan 30 menit). Jenis miselium dari kedua perlakuan ini terbentuk seperti kapas dengan hifa yang

menggumpal dan halus (Gambar 8 A.a). Sementara jenis miselium yang terbentuk pada perlakuan lainnya seperti bulu dengan hifa lurus (Gambar 8 A.b). Penentuan jenis miselium dan hifa yang terbentuk ini sesuai Fichtner (2006) yang menyebutkan pada dasarnya ada dua jenis hifa yang dihasilkan S. rolfsii yaitu

kasar dan lurus yang didukung dengan Semangun (2004) yang menyatakan bahwa S. rolfsii mempunyai miselium yang terdiri dari benang-benang berwarna putih,

tersusun seperti bulu dan kapas.

sinar UV mampu melepaskan energi sehingga menyebabkan eksitasi elektron sehingga ion-ion


(42)

menjadi reaktif dan memungkinkan perubahan susunan kimia DNA. Absorbsi maksimal sinar UV di dalam sel terjadi pada asam nukleat, maka diperkirakan mekanisme utama perusakan sel oleh sinar UV pada ribosom, sehingga mengakibatkan terjadinya mutasi atau kematian sel.

b. Mikroskopis

Secara mikroskopis, morfologi semua isolat mutan S. rolfsii tidak berbeda nyata terhadap tipe liarnya atau dengan kata lain irradiasi UV tidak merubah morfologi mikroskopis S. rolfsii (Gambar 9).

Gambar 9. Fotomikrograf isolat mutan S. rolfsii dari kiri ke kanan

(isolat tipe liar, pemaparan 5, 10, 15, 20, 25, 30 menit) perbesaran 1000 x

Gambar 9 menunjukkan bahwa isolat mutan S. rolfsii tidak mengalami perubahan morfologi baik hifa maupun miseliumnya. S. rolfsii merupakan jamur yang dalam perkembangbiakannya tidak membentuk spora, akan tetapi dilakukan secara seksual dengan bantuan miselium dan hifa aktif yang terdapat di bagian dalam sklerotia. Sehingga sklerotia merupakan bahan pemencaran dan pertahanan diri S. rolfsii untuk tetap dapat bertahan hidup di alam dengan keunggulan sifatnya

M6 M5

M4

M2 M1


(43)

yang mampu bertahan dalam tanah selama ± 1 tahun. Miselium tersebut dibagi oleh beberapa dinding melintang (septa) setiap segmen menjadi hifa inti. Pertumbuhan miselium terjadi pada ujung hifa. Sesuai Punja & Rahe (2001) bahwa untuk menjaga struktur pelindung, sklerotia terdiri dari hifa yang aktif dan menjadi inokulum pertama untuk perkembangan penyakit. Suhu optimum untuk pertumbuhan sklerotia adalah 27-30° C dan tidak aktif pada suhu dibawah 0°

3. Diameter Koloni Isolat Mutan S. rolfsii

C.

Analisis sidik ragam rataan diameter koloni isolat mutan S. rolfsii dapat dilihat pada Tabel 3 (Lampiran 4-6).

Tabel 3. Beda uji rataan diameter koloni isolat mutan S. rolfsii

Perlakuan Diameter koloni (cm) 1 Hsi 2 Hsi 3 Hsi M0 1,39 c 4,30 a 6,83 a M1 1,73 b 3,98 a 6,85 a M2 1,57 b 3,74 b 7,50 a M3 1,77 b 3,23 c 6,07 b M4 1,65 b 3,70 b 6,36 b M5 2,11 a 3,36 b 6,34 b M6 1,47 c 2,52 d 4,76 c

Keterangan : angka yang diikuti notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama

menyatakan berbeda nyata pada uji jarak duncan taraf 5%. Hsi = Hari setelah inokulasi

Pada 1-2 hsi, diameter koloni isolat mutan relatif tidak stabil dengan pertumbuhan yang bersifat random dan tidak linear. Hal ini disebabkan karena setiap isolat S. rolfsii memiliki ketahanan dan respon yang berbeda dalam mentoleransi pengaruh yang disebabkan penetrasi sinar UV. Namun, Pada 3 hsi pertumbuhan dari setiap isolat mulai stabil. Perlakuan M6 (pemaparan 30 menit) berbeda sangat nyata dengan semua perlakuan dikarenakan pertumbuhan isolat tersebut yang lebih lambat. Hal ini mengindikasikan bahwa pemaparan UV selama 30 menit berpengaruh nyata terhadap kecepatan pertumbuhan isolat


(44)

mutan. Sebagaimana disebutkan oleh Sadana et al. (1979) bahwa irradiasi UV selama 20 menit terhadap isolat S. rolfsii berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan dari isolat mutan menjadi lebih lambat dibandingkan dengan tetuanya.

Gambar 10. Histogram beda uji rataan diameter koloni

isolat mutan S. rolfsii

Gambar 10 dan Tabel 3 menunjukkan bahwa diameter koloni isolat mutan S. rolfsii tertinggi terdapat pada perlakuan M2 (pemaparan 10 menit) sebesar 7,50 cm (pada 3 hsi) (Lampiran 38). Rataan diameter koloni isolat mutan S. rolfsii terendah perlakuan terendah terdapat pada perlakuan M6

(pemaparan 30 menit) sebesar 4,76 cm (3 hsi) (Gambar 8 C kanan). Isolat S. rolfsii yang dipapari dengan waktu yang lebih singkat (5 dan 10 menit) menunjukkan pertumbuhan yang tidak berbeda nyata dengan isolat tipe liar (tanpa pemaparan), sehingga diasumsikan bahwa isolat tersebut mampu mentoleransi adanya pengaruh buruk yang diakibatkan oleh irradiasi UV.

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00

M0 M1 M2 M3 M4 M5 M6

Di a m et er K o lo n i ( cm ) Perlakuan 1 Hsi 2 Hsi 3 Hsi


(45)

i i i i 4. Pengaruh Isolat Mutan S. rolfsii Terhadap Diameter Koloni Isolat

Tipe Liar S. rolfsii

Analisis sidik ragam rataan pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap

diameter koloni isolat tipe liar S. rolfsii dapat dilihat pada Tabel 4 (Lampiran 7-10).

Tabel 4. Beda uji rataan pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap diameter koloni isolat

tipe liar S. rolfsii

Perlakuan Diameter Koloni Isolat Liar (cm) 1 Hsi 2 Hsi 3 Hsi 4 Hsi M0 1,36 a 3,05 a 4,47 a 5,71 b M1 1,03 b 3,11 a 4,57 a 5,45 b M2 0,96 b 2,86 b 4,33 b 5,39 b M3 0,97 b 2,73 b 4,57 a 6,36 a M4 1,03 b 2,89 b 4,82 a 6,05 a M5 1,09 a 2,92 a 4,51 a 6,09 a M6 1,13 a 3,16 a 4,86 a 6,39 a

Keterangan : angka yang diikuti notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama

menyatakan berbeda nyata pada uji jarak duncan taraf 5%. Hsi = Hari setelah inokulasi

Pada 1-2 hsi, Tabel 4 menunjukkan bahwa isolat mutan S. rolfsii tidak berpengaruh terhadap isolat tipe liar S. rolfsii dikarenakan belum terjadi pertemuan miselium antara kedua isolat. Namun kecepatan tumbuh dari setiap

perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata. Pada 3 hsi, perlakuan M2

Pada 4 Hsi, pertumbuhan koloni kedua isolat telah memenuhi cawan petri. Perlakuan M

(4,33 cm) (pemaparan 10 menit) berbeda sangat nyata dengan semua perlakuan. Miselium antara isolat mutan S. rolfsii dan isolat tipe liar S. rolfsii telah bertemu. Hal ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan isolat mutan S. rolfsii yang dipapari UV selama 10 menit berpengaruh dalam menghambat pertumbuhan isolat liar S. rolfsii dalam hal perebutan ruang dan nutrisi.

1 dan M2 (pemaparan 5 dan 10 menit) berbeda nyata dengan perlakuan lainnya tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan M0 (tanpa


(46)

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00

M0 M1 M2 M3 M4 M5 M6

D iam e te r Kol on i (c m) Perlakuan

Pengamatan- 1 Hsi Pengamatan- 2 Hsi Pengamatan- 3 Hsi Pengamatan- 4 Hsi pemaparan). Hal ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan dari isolat mutan S. rolfsii dengan pemaparan yang singkat, mempengaruhi diameter koloni isolat tipe liar S. rolfsii. Isolat liar M0

(tanpa pemaparan) diketahui memiliki pertumbuhan yang cepat sehingga mampu bersaing dengan sesamanya. Kompetisi yang terjadi adalah perebutan ruang tumbuh, nutrisi, dan bahan lainnya yang dibutuhkan kedua isolat. Sesuai Pracaya (1991), menyebutkan bahwa dalam pengendalian hayati pengertian antagonisme adalah gangguan atau hambatan terhadap proses kehidupan (pertumbuhan, perbanyakan, infeksi, penyebaran, dan lain-lain) dari suatu organisme (patogen) oleh organisme lain (antagonis). Proses ini dapat terjadi antara organisme dalam satu spesies maupun antar genus dan spesies yang berbeda.

Gambar 11. Histogram beda uji rataan pengaruh isolat mutan S. rolfsii

terhadap diameter koloni isolat tipe liar S. rolfsii

Diameter koloni isolat tipe liar S. rolfsii tertinggi terdapat pada perlakuan M6 (pemaparan 30 menit) sebesar 6,39 cm dan terendah terdapat pada perlakuan M2 (pemaparan 10 menit) sebesar 5,39 cm. Isolat S. rolfsii yang dipapari UV selama 30 menit menyebabkan pertumbuhan isolat semakin lambat sehingga


(47)

Susanti et al. (2009) menyatakan bahwa tingkat inaktifasi mikroorganisme sangat tergantung pada dosis UV yang digunakan. Sadana et al. (1979) menyebutkan bahwa bahwa irradiasi UV selama 20 menit terhadap isolat S. rolfsii berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan dari isolat mutan menjadi lebih lambat dibandingkan dengan tetuanya.

5. Luas Pertumbuhan Koloni Isolat Mutan S. rolfsii

Berdasarkan analisis sidik ragam menunjukkan bahwa rataan luas

pertumbuhan koloni isolat mutan S. rolfsii dapat dilihat pada Tabel 5 (Lampiran 11-13).

Tabel 5. Beda uji rataan luas pertumbuhan koloni isolat mutan S. rolfsii

Perlakuan Luas pertumbuhan koloni (cm 2

) 1 Hsi 2 Hsi 3 Hsi M0 1,46 c 16,34 a 38,54 a M1 2,93 b 12,93 b 40,00 a M2 2,44 b 12,68 b 45,12 a M3 3,42 a 10,49 c 32,19 b M4 2,93 b 11,71 b 34,15 b M5 4,15 a 10,49 c 33,66 b M6 1,95 c 6,10 d 18,54 c

Keterangan : angka yang diikuti notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama

menyatakan berbeda nyata pada uji jarak duncan taraf 5%. Hsi = Hari setelah inokulasi

Luas pertumbuhan koloni isolat mutan S. rolfsii sejalan dengan pertumbuhan diameter koloni S. rolfsii. Pada 1 hsi, luas pertumbuhan koloni isolat mutan S. rolfsii pada perlakuan M5 (4,15 cm2) (pemaparan 25 menit) dan M3 (3,42 cm2) berbeda nyata dibandingkan perlakuan lainnya karena pertumbuhannya yang lebih cepat dan lebar. Pada 2-3 hsi, perlakuan M6 (6,10 cm2) (pemaparan 30 menit) berbeda sangat nyata dengan semua perlakuan dikarenakan pertumbuhan isolat tersebut yang lebih lambat. Hal ini mengindikasikan bahwa pemaparan UV terhadap isolat S. rolfsii selama 30 menit


(48)

menurunkan kecepatan pertumbuhan dari isolat tersebut sehingga luas pertumbuhannya lebih rendah dibandingkan dengan pemaparan UV dengan waktu yang lebih singkat.

Luas pertumbuhan koloni isolat mutan S. rolfsii tertinggi terdapat pada perlakuan M2 (pemaparan 10 menit) sebesar 45,12 cm2 (3 hsi) (Lampiran 38). Luas pertumbuhan koloni isolat mutan S. rolfsii terendah terdapat pada perlakuan M6 (pemaparan 30 menit) sebesar 18,54 cm2

6. Pengaruh Isolat Mutan S. rolfsii Terhadap Luas Pertumbuhan Koloni Isolat Tipe Liar S. rolfsii

(3 hsi).

Berdasarkan analisis sidik ragam menunjukkan bahwa rataan pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap luas pertumbuhan koloni isolat tipe liar S. rolfsii dapat dilihat pada Tabel 6 (Lampiran 14-17).

Tabel 6. Beda uji rataan pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap luas pertumbuhan

koloni isolat tipe liar S. rolfsii

Perlakuan Luas pertumbuhan koloni (cm 2

) 1 Hsi 2 Hsi 3 Hsi 4 Hsi M0 3,42 a 10,00 b 27,10 c 37,02 c M1 1,76 b 12,02 a 28,56 c 36,03 c M2 1,68 b 9,34 b 26,85 c 31,54 d M3 1,73 b 8,36 b 33,98 b 52,66 a M4 2,17 b 9,37 b 37,80 a 42,19 b M5 2,24 b 9,51 b 29,71 b 42,34 b M6 2,95 a 13,66 a 40,86 a 53,51 a

Keterangan : angka yang diikuti notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama

menyatakan berbeda nyata pada uji jarak duncan taraf 5%. Hsi = Hari setelah inokulasi

Pada 1-2 hsi (Tabel 6), isolat mutan S. rolfsii tidak berpengaruh terhadap isolat tipe liar S. rolfsii dikarenakan belum terjadi pertemuan miselium antara kedua isolat. Namun luas pertumbuhan dari setiap perlakuan menunjukkan

perbedaan yang nyata. Pada 3 hsi menunjukkan bahwa pada perlakuan M1, dan M2 (tanpa pemaparan, pemaparan 5 dan 10 menit) berbeda nyata dengan


(49)

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00

M0 M1 M2 M3 M4 M5 M6

L uas pe r tum buhan ( c m 2) Perlakuan

Pengamatan- 1 Hsi Pengamatan- 2 Hsi Pengamatan- 3 Hsi Pengamatan- 4 Hsi perlakuan lainnya tetapi tidak berbeda nyata dengan M0 (tanpa pemaparan). Sementara pada 4 hsi, perlakuan M2 (pemaparan 10 menit) berbeda sangat nyata dengan semua perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa isolat S. rolfsii yang dipapari UV selama 10 menit memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan isolat tipe liar S. rolfsii dalam hal perebutan ruang tumbuh dan nutrisi. Sementara perlakuan lainnya dengan waktu pemaparan UV lebih lama, pertumbuhannya lebih lambat sehingga kurang mampu bersaing dengan isolat tipe liar S. rolfsii dalam memperebutkan ruang tumbuh dan nutrisi. Meskipun demikian, isolat mutan S. rolfsii tersebut masih mampu untuk tumbuh di media biakan walaupun terhambat oleh pertumbuhan isolat tipe liarnya. Sebagaimana

dalam penelitian Susanti et al. (2009) menyebutkan bahwa dari jamur F. oxysporum f.sp lycopersici yang telah dimutasi memiliki kemampuan dan

ketahanan untuk mentoleransi pengaruh-pengaruh yang bersifat merugikan menyebabkan beberapa konidia jamur dapat tetap ditumbuhkan pada media biakan.

Gambar 12. Histogram beda uji rataan pengaruh isolat mutan S. rolfsii


(50)

Isolat S. rolfsii yang dipapari UV selama 10 menit (Gambar 6 B) paling efektif mempengaruhi pertumbuhan koloni dari isolat tipe liar S. rolfsii yang mengakibatkan luas pertumbuhannya hanya sebesar 31,54 cm2 (4 hsi). Sementara isolat S. rolfsii yang dipapari UV selama 30 menit (Gambar 6 A) kurang efektif mempengaruhi pertumbuhan koloni dari isolat tipe liar S. rolfsii sehingga pertumbuhan dari liarnya relatif cepat dengan luas pertumbuhan sebesar 53,51 cm2

7. Jumlah Sklerotia dari Isolat Mutan S. rolfsii

(4 hsi). Hal ini disebabkan irradiasi UV terhadap isolat S. rolfsii mengalami perubahan yang bersifat genetis. Hut et al. (2008) menyebutkan bahwa mutasi dapat berakibat pada kesalahan menyandi protein dan keadaan ini jika tidak bersifat letal, biasanya menimbulkan penampakan fenotip yang berbeda dari keadaan normalnya. Karena merupakan perubahan pada materi genetik, maka mutasi diwariskan pada keturunannya.

Berdasarkan analisis sidik ragam, beda uji rataan jumlah sklerotia dari isolat mutan S. rolfsii dapat dilihat pada Tabel 7 (Lampiran 18-21).

Tabel 7. Beda uji rataan jumlah sklerotia dari isolat mutan S. rolfsii

Keterangan : angka yang diikuti notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama

menyatakan berbeda nyata pada uji jarak duncan taraf 5%. Msi = Minggu setelah inokulasi

Perlakuan Jumlah sklerotia

1 Msi 2 Msi 3 Msi 4 Msi

M0 0,00 b 17,33 b 19,00 b 30,67 b M1 0,00 b 10,33 b 17,33 b 28,33 b M2 1,00 b 9,33 b 16,67 b 29,67 b M3 8,67 b 23,33 b 60,33 b 75,00 b M4 0,00 b 22,00 b 27,67 b 30,00 b M5 0,67 b 12,33 b 25,67 b 42,67 b M6 75,67 a 200,33 a 234,67 a 244,00 a


(51)

0,00 50,00 100,00 150,00 200,00 250,00 300,00

M0 M1 M2 M3 M4 M5 M6

Ju

mlah

s

k

le

rot

ia

Perlakuan

Pengamatan- 1 Msi Pengamatan- 2 Msi Pengamatan- 3 Msi Pengamatan- 4 Msi Tabel 7 menunjukkan bahwa pada 1-4 msi, perlakuan M6 (pemaparan 30 menit) berbeda sangat nyata terhadap perlakuan lainnya sekaligus sebagai rataan

tertinggi dengan rataan jumlah sklerotia dari isolat mutan S. rolfsii sebesar 244 sklerotia. Rataan jumlah sklerotia dari isolat mutan S. rolfsii terendah terdapat pada perlakuan M1 (pemaparan 5 menit)

Grafik histogram jumlah sklerotia dari isolat mutan S. rolfsii dapat dilihat pada Gambar 13.

sebesar 28,33 sklerotia.

Gambar 13. Histogram jumlah sklerotia dari isolat mutan S. rolfsii

Sklerotia merupakan bahan perbanyakan, pemencaran, sekaligus sebagai pertahanan diri dari S. rolfsii dalam kondisi tertekan atau kurang menguntungkan baggi pertumbuhannya. Namun pemaparan UV selama 30 menit secara signifikan merangsang pembentukan sklerotia menjadi lebih cepat dan banyak di bandingkan dengan pemaparan yang lebih singkat. Hal ini mungkin disebabkan adanya mekanisme perubahan biokimia yang bersifat genetis, yang menyebabkan terjadinya perubahan materi genetik yang dikandung oleh S. rolfsii yang berdampak pada pembentukan sklerotia. Radiasi sinar UV ini dilaporkan mempunyai energi yang sangat tinggi yang dapat menyebabkan rusaknya sebagian


(52)

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00

M0 M1 M2 M3 M4 M5 M6

J um la h s kle r o tia is o la t lia r Perlakuan 1 Msi 2 Msi 3 Msi 4 Msi atau bahkan keseluruhan sel dari isolat yang tekena paparan sinar UV. Sesuai dengan Freeman et al. (2002) yang menyatakan bahwa pengaruh radiasi sinar UV ini pada proses mutagenesis disebabkan oleh kemampuan sinar UV dalam menginduksi perubahan secara genetis pada patogen.

8. Pengaruh Isolat Mutan S. rolfsii Terhadap Jumlah Sklerotia Isolat Tipe Liar S. rolfsii

Analisis sidik ragam rataan pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap jumlah sklerotia isolat liar S. rolfsii dapat dilihat pada Tabel 8 (Lampiran 22-25).

Tabel 8. Beda uji rataan pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap jumlah sklerotia isolat

liar S. rolfsii

Perlakuan Jumlah sklerotia isolat tipe liar

1 Msi 2 Msi 3 Msi 4 Msi

M0 5,67 26,00 a 34,67 a 40,00 a M1 24,33 49,67 a 56,33 a 62,00 a M2 23,67 29,33 a 36,67 a 41,67 a M3 0,67 0,67 b 0,67 b 0,67 b M4 0,00 11,00 b 16,33 b 19,33 b M5 5,67 14,00 a 17,33 b 23,67 b M6 0,00 0,00 b 0,00 c 0,00 b

Keterangan : angka yang diikuti notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama

menyatakan berbeda nyata pada uji jarak duncan taraf 5%. Msi = Minggu setelah inokulasi

Grafik histogram beda uji rataan pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap jumlah sklerotia isolat tipe liar S. rolfsii dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Histogram beda uji rataan rataan pengaruh isolat mutan S. rolfsii


(53)

Tabel 8 dan Gambar 14 diketahui bahwa rataan jumlah sklerotia dari

isolat tipe liar S. rolfsii pada perlakuan M3 (pemaparan 15 menit) dan M6 (pemaparan 30 menit) berbeda nyata dengan semua perlakuan. Hal ini

membuktikan bahwa adanya pengujian antara isolat mutan S. rolfsii terhadap isolat tipe liar S. rolfsii mempengaruhi pembentukan sklerotia yang dilakukan oleh kedua isolat tersebut seperti yang terlihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Pembentukan sklerotia pada perlakuan M3 (kiri) dan perlakuan M6 (kanan) pada 4 msi (A) isolat mutan (B) isolat liar

Gambar 15 menunjukkan bahwa akibat adanya pertumbuhan isolat mutan S. rolfsii pada perlakuan M3 (pemaparan 15 menit) dan M6 (pemaparan 30 menit), berpengaruh terhadap isolat tipe liar S. rolfsii yang

tidak mampu membentuk sklerotia (Gambar 14, Gambar 15 dan Tabel 8) menjadi 0,67 sklerotia (M3) dan 0 sklerotia (M6). Sementara pada perlakuan M4 (pemaparan 20 menit) dan M5 (pemaparan 25 menit), pembentukan sklerotia pada isolat mutan tersebut tidak banyak namun kedua isolat mampu mempengaruhi pembentukan sklerotia tipe liarnya. Hal ini mengindikasikan adanya mekanisme antagonis berupa hiperparasitisme. Isolat mutan S. rolfsii menjadi memiliki kemampuan untuk merusak lisis miselium atau mendegradasi suatu senyawa dari isolat tipe liar S. rolfsii yang berperan dalam pembentukan

A


(54)

sklerotia yang mengakibatkan pembentukan sklerotia pada isolat liar S. rolfsii menjadi sedikit bahkan tidak mampu lagi membentuk sklerotia sebagaimana mestinya. Hut et al. (2008) menyebutkan bahwa mutasi adalah suatu perubahan pada rangkaian nukleotida dari suatu asam nukleat. Mutasi dapat berakibat pada kesalahan menyandi protein dan keadaan ini jika tidak bersifat letal, biasanya menimbulkan penampakan fenotip yang berbeda dari keadaan normalnya. Karena merupakan perubahan pada materi genetik, maka mutasi diwariskan pada keturunannya. Dan dalam keadaan seperti ini diharapkan nantinya isolat mutan dari S. rolfsii yang terbentuk mampu mengendalikan tipe liarnya.

Gambar 16. Pembentukan sklerotia pada perlakuan M1

Gambar 16 menunjukkan bahwa rataan jumlah sklerotia isolat tipe liar S. rolfsii tertinggi terdapat pada perlakuan M1 (pemaparan 5 menit) sebesar 62,00 sklerotia. Isolat mutan S. rolfsii dengan waktu pemaparan UV yang lebih

singkat, hanya mampu bersaing dalam hal perebutan ruang tumbuh dan nutrisi. Namun tidak berpengaruh terhadap pembentukan sklerotia yang dilakukan oleh tipe liarnya yang tidak berbeda nyata terhadap perlakuan M0 (tanpa pemaparan).

Seperti yang dilaporkan Susanti et al. (2009) yakni perubahan pigmen dari strain F. oxysporum f.sp Lycopersici yang telah dipapari UV ada yang bersifat genetis


(55)

sementara. Perubahan pigmen yang bersifat sementara ini mungkin hanya disebabkan oleh kerusakan pigmen karena adanya pengaruh dari radiasi sinar UV, sehingga tidak diwariskan ke keturunannya. Selain itu pada salah satu isolat, kembalinya warna pigmen ini mungkin disebabkan jamur tersebut karena

memiliki kemampuan untuk memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh sinar UV.

9. Patogenesitas Isolat Mutan S. rolfsii

Analisis sidik ragam rataan keparahan penyakit dari isolat mutan S. rolfsii dapat dilihat pada Tabel 9 (Lampiran 26-30).

Tabel 9. Beda uji rataan keparahan penyakit isolat mutan S. rolfsii terhadap tanaman

kedelai.

Perlakuan Keparahan penyakit (%)

1 Hsi 2 Hsi 3 Hsi 4 Hsi 5 Hsi M0 20,00 b 33,33 a 60,00 a 80,00 a 100 a M1 26,67 a 33,33 a 66,67 a 93,33 a 100 a M2 20,00 b 33,33 a 60,00 a 93,33 a 100 a M3 20,00 b 33,33 a 60,00 a 93,33 a 100 a M4 20,00 b 33,33 a 60,00 a 93,33 a 100 a M5 20,00 b 26,67 a 60,00 a 80,00 a 100 a M6 20,00 b 20,00 b 33,33 b 40,00 b 53,33 b

Keterangan : angka yang diikuti notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama

menyatakan berbeda nyata pada uji jarak duncan taraf 5%. Hsi : Hari setelah inokulasi

Tabel 9 menunjukkan bahwa pada 1 hsi, perlakuan M1 (pemaparan 5 menit) berbeda nyata dengan semua perlakuan lainnya yang masih sehat dan

segar. Hal ini dikarenakan infeksi S. rolfsii telah masuk ke dalam jaringan tanaman melalui pelukaan mekanis yang dilakukan pada pangkal batang tanaman kedelai sehingga menggangu sistem metabolisme dari tanaman dan menampakkan

gejala agak layu. Seperti yang disebutkan oleh Ferreira & Boley (1992) bahwa S. rolfsii pertama sekali menyerang batang, meskipun mungkin menginfeksi


(56)

beberapa bagian tanaman dibawah kondisi lingkungan yang sesuai termasuk akar, buah, petiole, daun dan bunga. Tanda pertama infeksi, meskipun biasanya tidak terdeteksi, adalah coklat gelap pada batang atau di bawah tanah. Gejala pertama yang mungkin adalah proses penguningan dan kelayuan pada daun. Gejala berikutnya terlihat jamur lapisan putih atau benang miselium pada jaringan yang terinfeksi dalam tanah.

Gambar 17. Tanaman kedelai yang telah diaplikasikan isolat mutan S. rolfsii

(A) perlakuan M6 (B) perlakuan M2

Gambar 17 menunjukkan bahwa pada 4 hsi, perlakuan M6 (Pemaparan selama 30 menit) berbeda sangat nyata terhadap semua perlakuan dikarenakan tanaman terlihat lebih sehat dengan keparahan penyakit sebesar 40,00 %.. Sementara perlakuan M1 (Pemaparan selama 5 menit) sampai perlakuan M5 (Pemaparan selama 25 menit) tidak berbeda nyata dengan M0 (tanpa pemaparan) yang menunjukkan gejala kelayuan pada tanaman dan akhirnya mati pada 5 hsi dengan keparahan penyakit mencapai 100 % dan pada hari yang sama perlakuan M6 baru menunjukkan tanaman kedelai yang agak layu. Hal ini membuktikan bahwa irradiasi UV selama 30 menit terhadap S. rolfsii mampu menurunkan patogenesitasnya. Hal ini dikarenakan karena adanya mekanisme perubahan biokimia yang bersifat genetis, yang menyebabkan S. rolfsii mulai kehilangan

A


(57)

kemampuannya untuk dapat menimbulkan penyakit pada tanaman kedelai. Sebagaimana telah dilaporkan oleh Susanti et al. (2009) bahwa dari penelitian yang dilakukannya terhadap F. oxysporum f.sp lycopersici bahwa isolat-isolat mutan yang diinokulasikan pada tanaman tomat baik dengan cara perendaman akar tanaman tomat atau pencampuran pada media tanam, menunjukkan adanya perubahan tingkat patogenesitas yang berbeda. Berdasarkan hasil tersebut, hanya dua isolat yang masih tetap bersifat patogenik, sedangkan isolat-isolat lainnya mengalami kehilangan patogenesitasnya.

Selain gejala kelayuan, penampakan gejala abnormal terlihat pada perakaran tanaman setelah di bongkar (Lampiran 35). Dari perlakuan M0 sampai M5, akar terbentuk abnormal yakni banyak menghasilkan akar-akar skunder. Hal ini mungkin disebabkan akibat adanya serangan dari S. rolfsii pada pangkal batang, mengakibatkan terganggu proses metabolisme di sekitar perakaran yaitu tersumbatnya pengangkutan air dan unsur hara ke seluruh bagian dari tanaman. Akibatnya sebagai pertahanan diri, akar primer membentuk sejumlah akar-akar

skunder dan menampakkan gejala abnormal yang berlebihan (Gambar 18 A dan B). .

Gambar 18. Perbandingan perakaran kedelai antara kontrol dengan perlakuan

(A) perlakuan M4 (B) perlakuan M5 (C) perlakuan M6

A C

B A


(58)

Perakaran dari perlakuan M6 (Pemaparan 30 menit) (Gambar 18 C) menunjukkan pembentukan akar primer yang normal, tidak ada akar skunder yang terbentuk berlebihan. Hal ini semakin membuktikan bahwa pengaruh irradiasi UV

selama 30 menit mampu mengubah dan menurunkan patogenesitas S. rolfsii seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Seperti dikemukakan oleh Day (1974)

dalam penelitiannya diperoleh informasi bahwa mutan P. expansum dan F.oxysporum f.sp. lycopersici yang diradiasi dengan sinar UV menunjukkan

penurunan patogenesitasnya.

Gambar 19. Sklerotia yang terbentuk di masing- masing media tanam setelah dibongkar (A) sklerotia yang terbentuk di bagian polibeg (B) sklerotia yang terbentuk di sekitar

perakaran skunder tanaman kedelai pada perlakuan M3 (C) sklerotia yang terbentuk di

bongkahan tanah Pada perlakuan M1 D) sklerotia belum tebentuk pada perlakuan M6

Pembentukan sklerotia di dalam tanah pada wadah polibeg yang diinokulasikan perlakuan isolat mutan, menunjukkan perbedaan jumlah sklerotia yang terbentuk. Ada yang terbentuk di bagian polibeg (Gambar 19 A) , di perakaran kedelai (Gambar 19 B), dan ada yang terbentuk di tanah (Gambar 19 C). Sementara pada perlakuan M6 (Pemaparan selama 30 menit) sklerotia belum terbentuk (Gambar 19 D). Sehingga dapat disimpulkan bahwa perlakuan M6 lebih cepat membentuk sklerotia, apabila diinokulasikan dalam media biakan (in vitro) namun apabila diinokulasikan ke lapangan (in vivo), pembentukan sklerotia pada perlakuan M6 menjadi lebih lambat.

C D

B A


(59)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Kemampuan antagonis isolat mutan S. rolfsii terhadap isolat tipe liar S. rolfsii tertinggi secara in vitro terdapat pada perlakuan M2 (pemaparan

10 menit) (59,94 % (3 hsi) dan 67,63 % (4hsi) dan terendah terdapat pada perlakuan M6

2. Terjadi perubahan morfologi secara makroskopis pada perlakuan M (pemaparan 30 menit) sebesar 38,14 % (3 hsi) dan 52,80 % (4hsi).

3

(koloni rapat, miselium seperti kapas, hifa halus), M4 (koloni agak rapat), M5 (koloni agak rapat), dan M6 (koloni rapat, miselium seperti kapas, hifa

halus)

3. Diameter koloni isolat mutan S. rolfsii tertinggi terdapat pada perlakuan M

(pemaparan 15, 20, 25 dan 30 menit).

2 (pemaparan 10 menit) sebesar 7,50 cm (pada 3 hsi) dan terendah terdapat pada perlakuan M6

4. Pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap diameter koloni isolat tipe liar S. rolfsii (5,39 cm) tertinggi terdapat pada perlakuan M

(pemaparan 30 menit) sebesar 4,76 cm (3 hsi).

2 (pemaparan 10 menit) dan terendah terdapat pada perlakuan M6

5. Luas pertumbuhan koloni isolat mutan S. rolfsii tertinggi terdapat pada perlakuan M

(pemaparan 30 menit) (isolat tipe liar S. rolfsii sebesar 6,39 cm).


(60)

terendah terdapat pada perlakuan M6 (pemaparan 30 menit) sebesar 18,54 cm2

6. Pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap luas pertumbuhan koloni isolat tipe liar S. rolfsii (31,54 cm

(3 hsi).

2

) tertinggi terdapat pada perlakuan M2 (pemaparan 10 menit) dan terendah terdapat pada perlakuan M6

(pemaparan 30 menit) (isolat tipe liar S. rolfsii sebesar 53,51 cm2

7. Jumlah sklerotia dari isolat mutan S. rolfsii tertinggi terdapat pada perlakuan M

).

6 (pemaparan 30 menit) sebesar 244 sklerotia dan terendah terdapat pada perlakuan M1 (pemaparan 5 menit)

8. Pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap jumlah sklerotia isolat tipe liar S. rolfsii (0 sklerotia isolat tipe liar) tertinggi terdapat pada perlakuan M

sebesar 28,33 sklerotia.

6 (pemaparan 30 menit) dan terendah terdapat pada perlakuan M1

9. Perlakuan M

(pemaparan 5 menit) (jumlah sklerotia isolat tipe liar S. rolfsii sebesar 62 sklerotia).

6

Saran

(pemaparan 30 menit) memiliki keparahan penyakit terendah pada 5 hsi sebesar 53,33 %, dan keparahan penyakit sebesar 100% pada perlakuan lainnya.

- Perlakuan irradiasi UV mampu menurunkan patogenesitas dari suatu patogen dan berpotensi sebagai agensia hayati dalam mengendalikan tipe liarnya.

- Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap isolat liar S. rolfsii dengan irradiasi UV dengan peningkatan dosis pemaparan (waktu/lamanya penyinaran).


(1)

Uji Jarak Duncan

SY 1,28 49,38 95,86 95,76 95,68 95,63 95,59 95,56

I 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00

SSR 0.05 3,08 3,23 3,31 3,37 3,41 3,44 3,46

LSR 0.05 3,95 4,14 4,24 4,32 4,37 4,41 4,44

Perlakuan M6 M5 M4 M3 M2 M1 M

Rataan

0 53,33 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

a

b.


(2)

Lampiran 31. Media beras sebagai bahan perbanyakan isolat mutan

S. rolfsii

Lampiran 32. Saat penginokulasian isolat mutan S. rolfsii

Lampiran 33. Pengamatan patogenesitas pada 3 hsi


(3)

Lampiran 35. Perakaran tanaman kedelai setelah pengaplikasian isolat mutan

Lampiran 36. Rangkuman Kegiatan selama penelitian

Awal mula pengambilan isolat liar

S. rolfsii di pertanaman kedelai Balai Benih, Tanjung Selamat.

Penanaman bagian akar dan batang tanaman terserang dalam media yang kemudian di perbanyak dalam media lainnya.

Penggerusan sklerotia guna mendapatkan isolat mutan

Irradiasi UV panjang gelombang 254 nm dengan jarak 20 cm

Tanaman kedelai untuk uji patogenesitas isolat mutan.

Pengujian antagonisme antara isolat mutan terhadap tipe liarnya


(4)

Lampiran 37. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Anjasmoro Dilepas tahun : 22 Oktober 2001

SK Mentan : 537/Kpts/TP.240/10/2001 Nomor galur : Mansuria 395-49-4

Asal : Seleksi massa dari populasi galur murni Mansuria Daya hasil : 2,03-2,25 t/ha

Warna hipokotil : Ungu Warna epikotil : Ungu

Warna daun : Hijau

Warna bulu : Putih

Warna bunga : Ungu Warna kulit biji : Kuning Warna polong masak : Coklat muda Warna hilum : Kuning kecoklatan Bentuk daun : Oval

Ukuran daun : Lebar Tipe tumbuh : Determinit Umur berbunga : 35,7-39,4 hari Umur polong masak : 82,5-92,5 hari Tinggi tanaman : 64 - 68 cm Percabangan : 2,9-5,6 cabang Jml. buku batang utama : 12,9-14,8 Bobot 100 biji : 14,8-15,3 g Kandungan protein : 41,8-42,1% Kandungan lemak : 17,2-18,6%

Ketahanan thd penyakit : Moderat terhadap karat daun Kerebahan : Tahan rebah

Sifat-sifat lain : Polong tidak mudah pecah

Pemulia : Takashi Sanbuichi, Nagaaki Sekiya, Jamaluddin M., Susanto, Darman M.A., dan M. Muchlish Adie.

Sumber : - Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2011.


(5)

Lampiran 38. Pengujian dengan menggunakan metode one point (satu titik) pada 1-3 hsi.

M

0

M

3

M

1


(6)

M

4

M

5