Pasal 3 Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh

mudah terjadi. Sedikit saja kelemahan dokter, akan dipakai untuk mengadu ke pengadilan. Masyarakat semakin sadar akan haknya untuk memperoleh pelayanan yang baik dan bermutu. Masyarakat dokterpun tidak luput dari perubahan tersebut, sehingga kemungkinan pelanggaran Kode Etik ini sangat besar. Profesi kedokteran menuntut budi pekerti yang luhur. Tuhan Yang Maha Esa telah membuka kesempatan bagi umatnya khususnya dokter untuk secara nyata menolong meringankan penderitaan sesamanya. Kepada Tuhan Yang Maha Esa, Negara, Bangsa dan kemanusiaan kita mempertanggung jawabkan pelaksanaan pengamalan profesi dokter.

b. Pasal 3 Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh

dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi. Penjelasan khusus yang terkait dengan promosi terhadap komoditas yang berhubungan dengan praktik dokter diadopsi dari hasil Keputusan Muktamar XXIII IDI tahun 1997, tentang promosi obat, kosmetika, alat dan sarana kesehatan, makanan dan minuman serta perbekalan kesehatan rumah tangga. Pendahuluan Kehidupan di era global merupakan kehidupan yang amat dinamik. Keperluan terhadap barang, jasa dan informasi dirasakan amat mendesak. Demikian pula dinamika arus obat, kosmetika, alat dan sarana kesehatan, makanan minuman dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Salah satu pola dinamika terhadap pelbagai komoditi tersebut adalah melalui sarana komunikasi yang untuk efektif dan efisiennya memerlukan upaya-upaya promosi, baik langsung maupun tidak langsung yang tertuju ke masyarakat luas. Aktivitas tersebut antara lain berbentuk iklan di pelbagai media massa dan elektronik, baik iklan biasa layanan masyarakat, pelbagai tampilan lainnya dalam arti luas yang bersifat promosi suatu kepentingan, penyuluhan maupun sekedar hiburan. Pribadi dokter merupakan salah satu daya tarik tersendiri terhadap aktivitas promosi pelbagai hal di atas sehingga telah banyak upaya-upaya untuk melibatkan dokter sebagai pemerannya, baik langsung maupun tidak langsung. Hal ini mungkin terjadi mengingat bahwa dalam hubungan dokter - pasien, kedudukan dokter yang relatif lebih stabil dan menguntungkan dibandingkan dengan kondisi masyarakat pasien yang relatif sedang menderita sehingga kurang memiliki altematif logis dalam menentukan pilihan 54 yang rasional. Seorang dokter dalam kegiatan tersebut jelas akan meningkatkan daya saing dan sekaligus daya jual pelbagai komoditi tersebut. Sedangkan pada sisi lainnya, profesi kedokteran tetap merupakan profesi pengabdian kepada sesama dengan penuh kasih sayang untuk kepentingan kemanusiaan yang keberadaannya dibatasi oleh rambu-rambu etika kedokteran yang universal. Bahwa industri kesehatan makin berkembang dan adanya persaingan yang ketat, apalagi kalau sudah masuk pada masa pasar terbuka. Bahwa ketatnya persaingan telah menyeret beberapa dokter sebagai bagian dari upaya-upaya memenangkan persaingan. Bentuk-bentuk upaya yang melibatkan dokter telah muncul dalam berbagai pemberitaan media massa yang telah meresahkan masyarakat maupun kalangan dokter. Karena itu pula dibuat panduan atau standar yang lebih tegas yang dapat dijadikan pedoman bagi para anggota IDI dalam bersikap dan bertindak atau bekerja sama dengan pihak-pihak lain. Bahwa terdapat keluhan masyarakat umum maupun kedokteran terhadap hal-hal yang dapat menurunkan citra dan martabat profesi kedokteran seperti; dugaan kolusi oknum dokter dengan industri farmasi, iklan promosi di media elektronik yang melibatkan sosok dokter, informasi tentang pengobatan baru atau alternatif yang belum teruji, dan terkesan mempromosikan diri sehingga dapat menyesatkan masyarakat. Berdasarkan sumpah dokter, KODEKI dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat maka berkaitan dengan promosi obat, kosmetika, alat dan sarana kesehatan, makanan minuman dan perbekalan kesehatan rumah tangga, Muktamar IDI menyatakan hal-hal sebagai berikut; 1. Pada dasarnya dokter sama sekali tidak boleh melibatkan diri dalam pelbagai kegiatan promosi segala macam komoditi tersebut di atas, termasuk barang-barang jasa dan informasinya mengingat dokter adalah profesi yang berdasarkan pada pengabdian tulus, panggilan hati nurani dan bertradisi luhur membaktikan dirinya untuk kepentingan kemanusiaan, sementara promosi selalu terkait kepada kepentingan-kepentingan rang seringkali bertentangan atau tidak menunjang tugas mulia kedokteran. 2. Wahana promosi yang melibatkan sosok dokter pada hakekatnya adalah wahana ilmiah kedokteran yang lazim seperti pelbagai temu ilmiah, jurnal serta wacana ilmiah lainnya. 3. Pada prinsipnya dokter praktek tidak diperkenankan menerima komisi dari hasil penjualan suatu produk kedokteran yang berkaitan dengan kegiatan pelayanan kedokterannya, karena hal tersebut dapat menghilangkan kebebasan profesinya. Oleh karena itu hal-hal tersebut dibawah ini dilarang dilakukan oleh dokter praktek: 55 a. Menerima komisi atas penulisan resep obatalat kedokteran dari industri farmasialat kedokteran tertentu. b. Melakukan penekanan kepada industri farmasi, seperti pernyataan tidak akan menuliskan resep obat-obat dari pabrik farmasi tertentu jika tidak memberi imbalan tertentu untuk kepentingan pribadinya. c. Mendapat atau meminta komisi dari sarana penunjang medis misal laboratorium, radiologi dsb, atas pasien yang dirujuknya ke sarana tersebut. 4. Promosi dalam bentuk iklan berbagai komoditi tersebut di atas yang melibatkan seorang dokter sebagai pemerannya harus senantiasa dipandang sebagai berpeluang membahayakan dan menurunkan harkat kemanusiaan apabila diterima oleh masyarakat awam yang tidak terdidik dan tidak kritis karena mereka menganggap hal itu selalu benar. Apalagi khususnya pasien yang kondisinya seringkali tidak mampu lagi berpikir jernih dan sulit melihat alternatif logis. 5. Perbuatan dokter sebagai pemeran mandiri dan langsung suatu iklan promosi komoditi tersebut di atas yang dimuat media massa dan elektronik sebagai iklan atau yang dapat ditafsirkan sebagai iklan merupakan perbuatan tercela karena tidak bisa menyingkirkan penafsiran adanya suatu niat lain untuk memuji diri sendiri sebagaimana yang telah ditentukan dalam kode etik kedokteran. Walau bagaimanapun baiknya, aktivitas promosi itu dibatasi oleh ketidakmampuan media tersebut sebagai wahana komunikasi ilmiah kedokteran sebagaimana ciri-ciri utama suatu profesi. 6. Perbuatan dokter rang langsung menyebut, menulis atau hal-hal yang bisa dikaitkan dengan penyebutan dan penulisan nama dagang dan atau sebutan khas produkkomoditi tersebut merupakan perbuatan tercela. Apalagi dengan menyebutkan jati dirinya sebagai dokter. 7. Perbuatan dokter sebagai pemeran tidak langsung sosok dokter sebagai iklan layanan masyarakat, features, kolomacara display, kolomacara hiburan, kolomacara dialog, film dokumenter, film singkat, sinetron dan lain-lain merupakan perbuatan tercela apabila dilakukan dengan itikad memuji diri sendiri, atau menyebutkan jati dirinya bahwa ia seorang dokter, atau ditayangkan atau diterbitkan berulang-ulang, baik sebagian atau keseluruhan terbitan atau tayangan tersebut, atau karena oleh kalangan rata-rata sejawat dokter lainnya ditafsirkan sebagai adanya anjuran untuk memilih atau membela kepentingan komoditi tersebut dan atau oleh mereka dianggap adanya iklan terselubung. Apalagi misi yang dibawakan hanyalah masalah yang sehari-hari, yang remeh-remeh atau hanya mencerminkan gaya hidup kelompok masyarakat tertentu yang terbatas. Perkecualian adalah bahwa untuk memerankan hal itu tidak ada seorangpun artis non dokter atau mahasiswa kedokteran rang sanggup 56 menjalankannya atau keberadaan sosok dokter akan sangat membantu memberikan informasi bagi keadaan yang benar-benar amat penting bagi jalan keluar dari masalah kesehatan masyarakat, atau keamanan bangsa dan negara Indonesia. 8. Perbuatan dokter sebagai pemeran langsung promosi komoditi tertentu kendatipun dalam wahana ilmiah kedokteran merupakan perbuatan tercela bila bertentangan dengan kepentingan kemanusiaan dan tujuan kedokteran itu sendiri, tidak berlandaskan pengetahuan kedokteran tertinggi dalam bidangnya, belum diyakini sebagai produk yang layak diberikan kepada manusia yang sedang sakit, dan hal itu tidak akan dilakukan kepada dirinya sendiri maupun sanak keluarganya bila mengalami hal yang sama. Apalagi hal itu semata-mata hanya dilakukan berdasarkan adanya kepentingan memperoleh imbalan, fasilitas atau bantuan yang patut diduga akan diperoleh dari pihak lain atau pihak manapun juga, karena hal ini benar-benar bertentangan dengan otonomi profesi rang bertanggung jawab. 9. Ikatan Dokter Indonesia IDI mengecam segenap perbuatan dari pihak manapun dalam hal kegiatan promosi suatu produk atau komoditi yang berupaya atau ditafsirkan sebagai upaya untuk menurunkan keluhuran profesi kedokteran, apalagi hal itu dilakukan dengan sengaja, dengan itikad tidak baik, hanya untuk kepentingan segelintir kelompok dalam masyarakat tertentu, hanya merupakan masalah yang sesaat, remeh dan tidak menyelesaikan kedudukan dokter sebagai sosok yang dihormati masyarakat 10. Ikatan Dokter Indonesia IDI menghimbau kepada pihak pers dan media massa serta periklanan dan masyarakat luas untuk menghormati norma sikap dan perilaku etis kedokteran dari semua dokter Indonesia sebagaimana yang telah dibakukan dalam lafal sumpah dokter dan Kode Etik Kedokteran Indonesia. 11. Ikatan Dokter Indonesia IDI menghimbau kepada pelbagai pihak agar terlebih dahulu mengikutsertakan dan mempertimbangkan pandangan, kalangan profesi kedokteran dalam setiap upaya promosi semua komoditil yang melibatkan sosok dokter sebagai pemerannya. 12. Perbuatan dokter yang menyiarkan, mempromosikan cara-cara pengobatan alternatif yang belum diterima kesahihannya dalam ilmu kedokteran baik pada media cetak atau media elektronik merupakan perbuatan tercela karena hal tersebut dapat menyesatkan masyarakat: pengguna jasa pelayanan kesehatan. 57 Pasal 7 Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya. Penjelasan khusus yang terkait dengan Surat Keterangan Medis. Oleh: Dr. Budi Sampurno, Sp.F, SH Surat keterangan medis adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter untuk tujuan tertentu tentang kesehatan atau penyakit pasien atas permintaan pasien atau atas permintaan pihak ketiga dengan persetujuan pasien. Surat keterangan medis harus dibuat berdasarkan hasil pemeriksaan medis yang secara teknis medis relevan, memadai dan benar; serta diinterpretasikan dengan menggunakan ilmu pengetahuan kedokteran yang telah diterima pada saat itu state-of-the-art. Dokter pembuat surat keterangan medis tersebut harus dapat membuktikan kebenaran keterangannya apabila diminta. Dengan kalimat memeriksa sendiri kebenarannya sebagaimana tercantum dalam pasal ini berarti bahwa dokter tersebut menginterpretasikan hasil-hasil pemeriksaan medis yang telah diyakini kebenarannya, baik yang dilakukannya sendiri maupun yang dilakukan oleh sejawatnya atau hasil konsultasinya. Surat keterangan sehat diberikan untuk memenuhi keperluan tertentu. Perlu diingat bahwa, sehat untuk suatu keperluan tertentu membutuhkan tingkat kesehatan yang tertentu pula. Tingkat kesehatan untuk membuat sural izin mengemudi SIM berbeda dengan tingkat kesehatan untuk masuk sekolah atau perguruan tinggi, menjadi tentara, menjadi pilot dll. Oleh karena itu surat keterangan sehat harus menyebutkan tujuannya, apakah untuk membuat SIM, mendaftar sekolah atau perguruan tinggi, dan sebagainya. Surat keterangan sakit atau istirahat sakit harus dibuat berkaitan dengan suatu keadaan sakit tertentu pathology, impairment, disability dan handicap dan ditujukan sebagai salah satu upaya penyembuhan penyakit tersebut. Keterangan ini tidak menyebutkan diagnosis penyakitnya, melainkan hanya menyebutkan bahwa pasien sedang sakit dan membutuhkan istirahat selama jumlah hari tertentu. Namun, pada umumnya pembedan istirahat sakit lebih dari 14 empat belas hari mengharuskan disebutnya diagnosis penyakit pasien tersebut. Surat keterangan medis yang dibuat atas permintaan resmi penyidik yang berwenang tentang hasil pemeriksaan medis atas seseorang manusia, baik sewaktu hidup ataupun setelah meninggal, yang dibuat berdasarkan sumpah dan menggunakan ilmu pengetahuan kedokterannya serta ditujukan untuk kepentingan peradilan pada umumnya, disebut sebagai visum et repertum. Namun demikian terdapat pula keterangan yang tidak disebut sebagai visum et repertum meskipun ditujukan untuk kepentingan peradilan, 58 seperti surat keterangan sakit untuk tidak dapat menghadiri persidangan, keterangan sakit untuk tidak diperiksadiinterogasi, keterangan sakit bagi tahanan dan terpidana, dan keterangan tentang kelayakan untuk disidangkan fitness to stand trial. Keterangan-keterangan seperti ini sebaiknya dibuat oleh dokter yang bukan sebagai dokter pengobat orang tersebut. . Pada hakekatnya seseorang yang membutuhkan perawatan inap di rumah sakit dapat dinyatakan sebagai sakit dan tidak dapat dimasukkan ke dalam tahanan kecuali dalam rumah sakit tahanan ataupun diajukan ke sidang pengadilan. Selain itu, seseorang yang memiliki gangguan mental tertentu dapat dinyatakan sebagai tidak layak diajukan ke pengadilan. Kelayakan seseorang diajukan ke pengadilan itu harus diputuskan oleh psikiater dan diperoleh dari suatu pemeriksaan psikiatris yang adekuat, serta melalui prosedur hukum yang berlaku. Seorang tahanan ataupun terpidana bukanlah orang yang memiliki hak sipil yang penuh, sehingga ia tidak memiliki kebebasan penuh dalam memilih dokter atau rumah sakit tempat ia akan dirawat. Dengan pertimbangan keamanan, penyidik atau jaksa penuntut umum berwenang menentukan tempat perawatan tahanan setelah berkonsultasi dengan dokter. Dokter diharapkan untuk tidak dengan mudah merujuk pasiennya yang berstatus tahanan atau terpidana ke sarana kesehatan di luar negeri tanpa berkonsultasi terlebih dahulu dengan pihak yang berwenang. Keterangan dokter dapat juga diberikan tidak dalam bentuk tertulis, misalnya penjelasan kepada pasien dalam rangka pemenuhan hak pasien atas informasi medisnya atau dalam rangka memperoleh informed consent. Dalam hal ini dokter diharapkan memberikan informasi yang benar, jujur, lengkap, dan sejelas-jelasnya sehingga pasien dapat memahami dan membuat keputusan dengan bebas. Pasal 7c Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien Penjelasan khusus yang terkait dengan Uraian Hak-hak Pasien dan Hak- hak Dokter. Oleh: Dr. Budi Sampurno, Sp.F, SH Hak-hak pasien telah diatur dalam beberapa ketentuan, yaitu di dalam: a. Declaration ot Lisbon 1991 b. Penjelasan pasal 53 UU No 23 tahun 1992 tentang Kesehatan c. Surat Edaran SE Ditjen Yanmed Depkes RI No YM.02.04.3.5.2504 tentang Pedoman Hak dan kewajiban pasien, dokter dan rumah sakit. d. Deklarasi Muktamar IDI 2000 tentang Hak dan kewajiban pasien dan dokter 59 Dalam Deklarasi Lisabon 1991 hak-hak pasien tersebut adalah : a. Hak memilih dokter b. Hak dirawat dokter yang bebas c. Hak menerimamenolak pengobatan setelah menerima informasi d. Hak atas kerahasiaan e. Hak mati secara bermartabat f. Hak atas dukungan moralspiritual Sedangkan dalam UU Kesehatan disebutkan antara lain: a. Hak atas informasi b. Hak atas second opinion c. Hak memberikan persetujuan pengobatantindakan medis d. Hak atas kerahasiaan e. Hak pelayanan kesehatan Selanjutnya hak-hak pasien secara rinci juga diuraikan dalam SE Ditjen Yanmed Depkes RI. No. YM.02.04.3.5.2504 dan dalam Deklarasi Muktamar IDI 2000 tentang Hak dan kewajiban pasien dan dokter. Lebih jauh tentang hak-hak pasien dapat dilihat di buku The Rights ot Patients in Europe Leenen dkk, 1993 dan Etika Kedokteran Indonesia Samil, 2001. Dokter harus menghormati hak sejawatnya, yang pada prinsipnya terdiri dari hak protesi dan hak perdata. Sejawat berhak memperoleh kesempatan untuk mempraktekkan profesinya dengan bebas, etis dan bermartabat, serta berhak mengembangkan sikap protesionalismenya. Demikian pula tenaga kesehatan lainnya juga memiliki hak-hak profesi serupa yang harus dihormati oleh dokter. Selain hak profesi di atas, dokter juga harus menghormati hak-hak sipil perdata yang dimiliki oleh setiap orang dalam diri para sejawatnya dan tenaga kesehatan lainnya. Menjaga kepercayaan pasien dilakukan dengan cara melakukan segala sesuatu dengan ramah, sopan, penuh empati dan belas kasihan. Tentu saja tanpa melupakan sikap etis, bertindak sesuai standar profesi dan tidak melakukan tindakan yang tercela atau melanggar hukum. Pasal 7d Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makluk insani

a. Penjelasan khusus yang terkait dengan Keikutsertaan Dokter dalam